• Tidak ada hasil yang ditemukan

INTENSITAS ENERGI DAN CO 2 SERTA ENERGY PAYBACK TIME PADA PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA MINIHIDRO DAN MIKROHIDRO

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "INTENSITAS ENERGI DAN CO 2 SERTA ENERGY PAYBACK TIME PADA PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA MINIHIDRO DAN MIKROHIDRO"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

INTENSITAS ENERGI DAN CO

2

SERTA

ENERGY PAYBACK TIME

PADA

PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA MINIHIDRO DAN MIKROHIDRO

ENERGY AND CO

2

INTENSITY AND ENERGY PAYBACK TIME

ON MICRO AND MINI-HYDRO POWER PLANT

Adolf Leopold SM Sihombing, I Made Agus Dharma Susila

Puslitbangtek Ketenagalistrikan, Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi Jl. Ciledug Raya Kav. 109 Cipulir, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan, Indonesia

[email protected]

Abstrak

Pembangkit listrik tenaga hidro (minihidro dan mikrohidro) memiliki peranan yang besar dalam bauran energi di Indonesia. Pembangunan pembangkit listrik tersebut meningkatkan penggunaan material dan energi yang secara langsung maupun tidak langsung berkontribusi terhadap emisi karbondioksida (CO2). Tujuan dari studi ini adalah menghitung intensitas energi dan CO2 serta Energy

Payback Time (EPBT) dari siklus hidup pembangkit listrik tenaga minihidro dan mikrohidro. Studi ini menggunakan metode Life Cycle Analysis (LCA) dengan lingkup analisis mulai dari tahapan konstruksi hingga operasional pembangkit. Unit fungsional yang digunakan adalah jumlah energi dan CO2 yang dihasilkan dari setiap produksi listrik (MJ/kWh dan gram-CO2/kWh). Selain itu dilakukan

analisis EPBT guna mendapatkan jumlah tahun yang dibutuhkan untuk mengembalikan seluruh investasi energi selama siklus hidup pembangkit. Nilai intensitas energi untuk PLTM dan PLTMH berkisar antara 0,06-0,85 MJ/kWh atau 0,01-0,1 kWhprim/kWh. Nilai intensitas emisi CO2 untuk PLTM dan PLTMH

berkisar antara 3,99-76,94 g-CO2/kWh dengan kontribusi terbesar berasal dari pekerjaan sipil yaitu

minimal 90,72%. Rentang nilai Primary Energy Payback Time (PEPBT) untuk PLTM dan PLTMH adalah 0,07-1,74 tahun dengan nilai penghematan energi sebesar 4,42-331,68 GWh. Sedangkan rentang nilai untuk COEmisi CO2Payback Time (CO2PBT) untuk PLTM dan PLTMH adalah

0,11-2,09 tahun, dengan penghematan emisi CO2 sebesar 1,78 x 106 – 115,76 x 106 kg-CO2 selama siklus

hidup pembangkit.

Kata kunci : intensitas energi, intensitas CO2, pembangkit listrik minihidro dan mikrohidro, energy

payback time

Abstract

Hydro powerplants, especially the micro and mini hydro power plants, have a major role in the energy mix in Indonesia. The construction of the power plants increase the use of materials and energy that both directly and indirectly contribute to CO2 emissions. The purpose of this study is to calculate the energy and CO2 intensity and Energy Payback Time (EPBT) from the life cycle of mini and micro -hydro power plants. This study using Life Cycle Analysis (LCA) method with the scope of analysis from the construction phase to the operational of powerplant. Functional unit used is the amount of

(2)

Keywords: energy intensity, CO2 intensity, mini-hydro and micro-hydro power plant, energy payback time

PENDAHULUAN

Rasio elektrifikasi di Indonesia pada akhir tahun 2015 berada di angka 88,30% atau naik 3,94% dari tahun 2014 sebesar 84,35%1).

Kondisi ini mendorong percepatan pembangunan pembangkit listrik baik yang berbasis energi fosil maupun energi baru terbarukan (EBT). Pada bauran energi dan program percepatan 35000 MW, disebutkan bahwa EBT berkontribusi sebesar 10-15% di tahun 2016. Salah satu pembangkit EBT yang secara masif dikembangkan dan sudah mapan secara teknologi adalah pembangkit listrik tenaga minihidro (PLTM) dan mikro hidro (PLTMH). Target perencanaan pembangunan PLT mini dan mikro hidro mencapai 50 MW sampai dengan akhir tahun 20192). Secara umum pembangkit berbasis energi terbarukan merupakan teknologi ramah lingkungan, walaupun pada kenyataannya tetap berkontribusi terhadap dampak lingkungan seperti ketersediaan lahan, kualitas air dan emisi gas rumah kaca3). Fakta bahwa

pembangkit EBT berbasis hidro tidak

menggunakan bahan bakar fosil, belumlah cukup untuk mengatakan bahwa EBT merupakan solusi yang baik bagi lingkungan. Hal ini disebabkan proses konstruksi hingga operasional pembangkit membutuhkan material dan energi yang secara tidak langsung berkontribusi pada dampak lingkungan, dalam hal ini adalah emisi CO2, Oleh sebab itu, perlu

dipastikan besar dampak lingkungan (intensity) serta masa pengembalian yang dibutuhkan (energy payback time) agar pembangkit EBT dapat dikatakan sebagai “energi bersih”.

Berbagai literatur baik di dalam maupun luar negeri memberikan gambaran nilai faktor emisi CO2 dari berbagi produk

energi terbarukan seperti bahan bakar nabati (biodiesel dan bioethanol) serta pembangkit listrik EBT seperti mikrohidro terisolasi (off

-grid) dan angin. Studi perhitungan nilai faktor emisi CO2 dari PLTMH di Tangsi Jaya dan

PLTMH Maninili yang dilakukan oleh Leopold3), memberikan nilai sebesar 10,79 –

95,9g-CO2/kWh. Hasil riset yang dilakukan

diberbagai Negara untuk pembangkit hidro, juga memperlihatkan hasil yang bervariasi

yaitu 55-74 g-CO2/kWh (India)5),

energy and CO2 from the electricity produced (MJ / kWh and gram-CO2 / kWh). Analysis of EPBT is also done to obtain the number of years required to return all the energy investment during the life cycle of plants. The values of energy intensity for micro and mini hydro power plants ranges from 0,06 to 0,85 MJ/kWh or 0,01 - 0,1 kWhprim/kWh. Intensity value of CO2 emission for those hydro power plant ranges between 3,99 to 76,94 g CO2/kWh, with the largest contribution coming from the civil works i.e. at least 90.72%. Primary Energy Pay-Back Time (PEPBT) showed a range from 0,07 – 1,74 years with energy saving ranges from 4,42 – 331,68 GWh. As for the CO2 emission payback time (CO2PBT), the value ranges from 0,11-2,09 years, with emission saving as much as 1,78 x 106 to 115,76 x 106 kg of CO2 during the life cycle of the plants.

(3)

6-44 g-CO2/kWh (Cina)6), serta 52,7g-CO2/

kWh (Thailand)7). Nilai faktor emisi CO 2

untuk pembangkit angin memiliki rentang antara 15,8-46,4 g-CO2/kWh4). William

Steinhurst dkk8) dalam buku yang berjudul

Hydropower Greenhouse Gas Emissions memperlihatkan bahwa rentang emisi dari pembangkit listrik tenaga air jenis run of river atau non-tropical reservoir adalah 0,5-152 kg-CO2/MWh. Apabila dibandingkan dengan nilai

faktor emisi untuk pembangkit tenaga fosil (400-500 g-CO2/kWh untuk PLTG dan

900-1200 g-CO2/kWh untuk PLTU), nilai faktor

emisi dari pembangkit hidro jauh lebih kecil. Terdapat dua model penyaluran tenaga listrik dari pembangkit Energi Baru Terbarukan, yaitu sistem terkoneksi jaringan dan sistem terisolasi. Studi ini bertujuan untuk melakukan analisis dampak lingkungan berdasarkan perhitungan intensitas energi dan CO2 serta energy payback time dari

pembangkit listrik tenaga hidro (minihidro dan mikrohidro) yang terkoneksi dengan jaringan transmisi 20kV (on-grid).

METODOLOGI

Metodologi yang digunakan pada studi ini adalah penakaran daur hidup atau Life Cycle Assessment (LCA) sebagaimana yang didefinisikan dalam ISO 14040 dan 14044. LCA merupakan suatu teknik untuk mengevaluasi semua aspek lingkungan dan dampak potensial yang berasosiasi dengan suatu produk. Prosedur LCA di mulai dengan

menetapkan tujuan dan lingkup kegiatan, dimana pada penelitian ini lingkup kegiatan akan dibatasi mulai dari tahapan konstruksi sipil, mekanikal elektrikal dan jaringan transmisi seperti pada Gambar 1. Kemudian dilanjutkan dengan melakukan inventarisasi data, analisis dampak dan interpretasi hasil perhitungan [9,10].

Inventarisasi data dilakukan di empat lokasi yaitu PLTMH Jambelaer dan Kombongan di Jawa Barat, PLTM Merden di Jawa Tengah, serta PLTM Tomini di Sulawesi Tengah dengan menggunakan beberapa asumsi antara lain: (1) emisi dari transportasi dihitung dengan pertimbangan jarak tempuh dari lokasi pabrik atau distributor menuju ke lokasi pembangkit; (2) usia dari pembangkit adalah 20 tahun berdasarkan ketentuan dari Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC); (3) waktu operasi pada perhitungan ini telah mempertimbangkan jumlah hari dalam setahun untuk melakukan perbaikan dan perawatan yaitu; perawatan rutin selama 7 hari/tahun, perbaikan (insidentil) selama 7 hari/tahun dan perbaikan akibat bencana alam selama 16 hari/tahun; (4) produksi listrik yang akan digunakan dalam analisis adalah data produksi listrik berdasarkan pengamatan dan pengukuran pada kontrol panel. Produksi listrik berdasarkan pengamatan dan pengukuran pada kontrol panel adalah perhitungan yang menggambarkan jumlah listrik yang mampu dihasilkan oleh pembangkit berdasarkan kondisi nyata di lapangan.

(4)

Evaluasi terhadap dampak lingkungan dan penggunaan energi menggunakan dua indikator yaitu indeks masa pengembalian (payback time) dan intensitas (intensity). Berdasarkan literatur terdapat dua perhitungan masa pengembalian untuk energi yaitu Energy Payback Time (EPBT) dan Primary Energy Payback Time (PEPBT) [4]. EPBT diartikan

sebagai jumlah tahun yang dibutuhkan untuk mengembalikan atau mengganti seluruh investasi energi selama siklus hidup pembangkit. EPBT merupakan rasio antara konsumsi energi primer selama LCA dan produksi listrik dari pembangkit per tahun. Pendekatan yang sama juga dilakukan dalam menghitung PEPBT dengan mengkonversi

produksi listrik dari pembangkit menjadi jumlah energi primer yang dibutuhkan untuk memproduksi listrik dalam jumlah yang sama.

(5)

Gambar 1. Lingkup Analisis PLTM dan PLTMH

Komponen dampak lingkungan yang dianalisis adalah karbondioksida (CO2).

Greenhouse Gas (GHG) payback time dihitung berdasarkan rasio antara emisi selama LCA terhadap emisi grid untuk memproduksi jumlah listrik yang sama dari pembangkit. Perhitungan masa pengembalian untuk energi dan emisi CO2 tertuang dalam persamaan (1-3)

di bawah :

……….. (1)

……… (2)

……….. (3) dimana:

A = Total Energi selama LCA (kWh) B = Produksi Listrik per Tahun (kWh/tahun) C = Efisiensi Grid (%)

D = Total Emisi CO2 selama LCA (kg-CO2)

E = Faktor Emisi Grid (kg-CO2/kWh)

Indeks Intensitas dihitung pada akhir siklus hidup pembangkit, yang merupakan rasio antara konsumsi energi primer atau emisi CO2, dengan produksi listrik selama siklus

hidup pembangkit. Perhitungan Intensitas energi dan CO2 menggunakan persamaan (4-5)

dengan satuan kWhprim/kWhe dan g-CO2/

kWhe.

……….(4)

………..(5) dimana:

F = Total Produksi Listrik selama LCA

HASIL DAN PEMBAHASAN

Konsumsi Energi dan Emisi CO2

Hasil analisis pada Tabel 1 memperlihatkan bahwa tahapan konstruksi sipil memberikan kontribusi diatas 79% dari total kebutuhan energi di semua tahapan, diikuti oleh tahapan mekanikal-elektrikal. Akan tetapi untuk PLTMH Kombongan, persentase kebutuhan energi dari tahapan jaringan listrik lebih besar dari tahapan mekanikal-elektrikal, hal ini disebabkan PLTMH Kombongan memiliki dua sistem kelistrikan yaitu off-grid dan on-grid. Kebutuhan material jaringan listrik sistem off-grid tentunya lebih besar karena dipengaruhi oleh jumlah dan jarak antara pembangkit ke pengguna listrik, berbeda dengan sistem on-grid yang langsung

terhubung dengan jaringan terdekat dari

pembangkit.

Intensitas energi diartikan sebagai

rasio antara konsumsi energi dan produksi

energi. Besar nilai intensitas energi dari

(6)

PLTMH Jambelaer sebesar 0,85 MJ/kWh

atau

0,1

kWh

prim

/kWh,

PLTMH

Kombongan sebesar 0,63 MJ/kWh atau

0,07 kWh

prim

/kWh, PLTM Merden sebesar

0,12 MJ/kWh atau 0,01

kWhprim/kWh, dan

PLTM Tomini sebesar 0,06 MJ/kWh atau 0,01 kWhprim/kWh. Hasil ini tentunya sulit

dijadikan bahan perbandingan dengan pembangkit listrik berbahan bakar fosil lainnya mengingat lingkup atau tahapan studi yang berbeda. Berdasarkan literatur, Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) dengan tingkat efisiensi 33% memiliki intensitas energi sebesar 3 kWhprim/kWh yang

berasal dari fase/tahapan operasional pembangkit[4]. Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) combined cycle dengan efisiensi 50%, memiliki nilai intensitas energi sebesar 2 kWhprim/kWh, sedangkan PLT Angin memiliki nilai intensitas energi 0,08-0,33 kWhprim/kWh. Terlihat bahwa intensitas

energi untuk PLT Minihidro dan Mikrohidro jauh lebih kecil dibandingkan PLTU, mendekati nilai intensitas dari PLTN, dan menyerupai dengan intensitas energi PLT Angin.

Intensitas emisi CO2 diperlukan guna

mengetahui kontribusi suatu pembangkit dalam isu perubahan iklim. Berdasarkan Tabel 2, nilai intensitas emisi CO2 untuk PLTMH

Jambelaer sebesar 47,77 g-CO2/kWh, PLTMH

Kombongan sebesar 76,94 g-CO2/kWh, PLTM

Merden sebesar 19,9 g-CO2/kWh, dan PLTM

Tomini sebesar 3,99 g-CO2/kWh. Tahapan

pekerjaan sipil memberikan kontribusi terbesar

dengan persentase diatas 90,72%. Beberapa referensi mengenai intensitas emisi CO2 dari

pembangkit listrik menunjukkan bahwa PLT Angin sebesar 8,8-18,5 g-CO2/kWh, PLTN

sebesar kurang dari 10 g-CO2/kWh, dan

pembangkit listrik berbasis fosil sebesar 400-1000 g-CO2/kWh[4]. Rentang nilai pada PLTN

dan PLTU dipengaruhi oleh jenis teknologi dan bahan bakar yang digunakan, dengan hanya mempertimbangkan tahapan operasional pembangkit. Data tersebut memperlihatkan bahwa PLT Minihidro dan Mikrohidro memiliki nilai intensitas emisi CO2 dibawah

pembangkit berbasis fosil dan sedikit diatas intensitas emisi PLTN apabila PLT hidro beroperasi pada kondisi ideal. Dengan kata lain, PLT Minihidro dan Mikrohidro merupakan alternatif yang bagus dibanding pembangkit fosil dan nuklir.

Berdasarkan data pada Tabel 3, terlihat bahwa nilai intensitas emisi PLTM lebih kecil dibandingkan PLTMH, dan sistem kelistrikan yang terhubung dengan jaringan (on-grid) memiliki intensitas emisi lebih kecil dibandingkan sistem terisolasi (off-grid). Beberapa hal yang mempengaruhi besar nilai intensitas energi dan emisi adalah jumlah produksi listrik, lokasi dan jarak, serta ketersediaan sumber daya (air). Pembangkit dengan sistem on-grid memiliki keunggulan yaitu penggunaan material dan energi yang minimal selama keseluruhan tahapan. Akan tetapi biasanya kinerja pembangkit sistem on

-grid dipengaruhi oleh permintaan daya dari jaringan yang disuplai, sehingga berdampak

(7)

pada jumlah produksi listrik yang dibawah kapasitas desain awal. Sedangkan produksi listrik dengan sistem off-grid lebih dipengaruhi oleh jumlah dan karakter konsumen/pelanggan serta ketersedian sumber daya air.

Lokasi pembangkit akan memberikan pengaruh pada jumlah kebutuhan material dan energi selama tahapan siklus terutama

pekerjaan sipil/konstruksi. Selain itu lokasi juga berpengaruh pada jumlah energi untuk transportasi. Semakin sulit dan jauh suatu lokasi pembangkit dari supplier, maka kebutuhan bahan bakar untuk transportasi menjadi meningkat, sehingga emisi CO2 yang

dihasilkan juga akan meningkat.

Tabel 1. Inventarisasi Penggunaan Energi dari Pembangkit Listrik Minihidro dan Mikrohidro

Tahapan Kegiatan Kebutuhan Energi (MJ)

Jambelaer Kombongan Merden Tomini

A. Pekerjaan Sipil 3.506.395,40 1.508.114,00 3.401.028,96 7.584.809,39 B. Mekanikal-Elektrikal 165.862,86 88.766,62 396.514,61 1.718.054,96 C. Jaringan Listrik (JTM/JTR) 10.198,55 266.832,84 3.674,49 37.945,95 D. Transportasi 6.069,15 13.002,18 38.941,74 242.821,64 E. Produksi Listrik (kWh) Teoritis 16.080.000,00 16.080.000,00 64.320.000,00 321.600.000,00 Kontrol Panel 4.357.396,59 2.982.794,98 33.142.416,09 162.128.682,94 Total Energi (MJ) 3.688.525,96 1.876.715,63 3.840.159,80 9.583.631,94 Total Energi (kWhprim) 420.491,96 213.945,58 437.778,22 1.092.534,04

Intensitas Energi : MJ/kWh 0,85 0,63 0,12 0,06

(8)

EPBT merupakan rasio antara konsumsi energi primer selama siklus pembangkit dan produksi listrik tahunan. Nilai EPBT untuk PLTMH Jambelaer, PLTMH Kombongan, PLTM Merden dan PLTM Tomini masing-masing sebesar 3,56 tahun, 1,43 tahun, 0,26 tahun, dan 0,13 tahun. Perhitungan indeks masa pengembalian menggunakan PEPBT kemudian dianggap lebih adil, karena energi primer yang dikonsumsi selama siklus pembangkit akan dibagi dengan produksi listrik tahunan yang

telah dikonversi atau disetarakan ke energi primer. Nilai penyetaraan ini diperoleh berdasarkan pertimbangan bahwa jumlah energi primer yang dibutuhkan untuk menghasilkan jumlah produksi listrik yang sama dipengaruhi oleh efisiensi grid/jaringan suatu wilayah. Berdasarkan data yang dikeluarkan oleh Kementerian ESDM dalam perhitungan faktor emisi CO2 JAMALI

diketahui nilai efisiensi sebesar 48,72%. Dengan demikian, nilai produksi listrik yang telah disetarakan dengan energi primer pada Tabel 2. Inventarisasi Dampak Lingkungan Emisi CO2 dari Pembangkit Listrik Minihidro dan

Mikrohidro

Tabel 3. Intensitas Emisi Berdasarkan Jenis Pembangkit

Indeks Masa Pengembalian (Payback Time) Tahapan Kegiatan Emisi CO2 (kg-CO2)

Jambelaer Kombongan Merden Tomini

A. Pekerjaan Sipil 203.518,74 208.192,16 648.265,96 593.184,15 B. Mekanikal-Elektrikal 3.379,46 1.342,47 7.597,27 31.719,71 C. Jaringan Listrik (JTM/JTR) 807,90 18.989,47 636,50 4.379,52 D. Transportasi 449,12 962,16 2.881,69 17.968,80 E. Produksi Listrik (kWh) Teoritis 16.080.000,00 16.080.000,00 64.320.000,00 321.600.000,00 Kontrol Panel 4.357.396,59 2.982.794,98 33.142.416,09 162.128.682,94

Total Emisi (kg-CO2) 208.155,21 229.486,27 659.381,42 647.252,18

Intensitas CO2 (g-CO2/kWh) 47,77 76,94 19,90 3,99

Tipe Pembangkit Intensitas Emisi (g-CO2/kWh)

PLTMH off-grid[3] 10,79 – 95,9

PLTMH on-grid 47,77 – 76,94

(9)

PLTMH Jambelaer adalah sebesar 242.126,25 kWh/tahun, PLTMH Kombongan sebesar 306.116,07 kWh/tahun, PLTM Merden 3.401.315,28 kWh/tahun, dan PLTM Tomini sebesar 16.638.822,14 kWh/tahun. Nilai PEPBT untuk PLTMH Jambelaer, PLTMH Kombongan, PLTM Merden dan PLTM Tomini adalah masing-masing sebesar 1,74 tahun, 0,7 tahun, 0,13 tahun dan 0,07 tahun.

Gambaran ini memperlihatkan bahwa PLTM dan PLTMH membutuhkan waktu selama 0,07-1,74 tahun (PEPBT) guna mengganti kebutuhan energi yang digunakan selama siklus hidup pembangkit mulai dari tahap konstruksi hingga operasinal. Artinya, terdapat rentang waktu selama 18,26 – 19,93 tahun dimana PLTM dan PLTMH melakukan penghematan energi yang setara dengan 4,42 - 331,68 GWh.

Metode yang sama juga digunakan untuk menghitung masa pengembalian emisi CO2, dimana untuk PLTMH Jambelaer,

PLTMH Kombongan , PLTM Merden dan PLTM Tomini masing-masing sebesar 2,09 tahun, 1,83 tahun, 0,47 tahun, dan 0,11 tahun. Artinya selama 17,91 – 19,89 tahun, pembangkit listrik tenaga minihidro dan mikro hidro mampu melakukan penghematan untuk emisi CO2 sebesar 1,78 x 106 – 115,76 x 106

kg-CO2 selama siklus hidup pembangkit.

Selama ini perhitungan penurunan emisi dari pembangkit EBT yang digunakan Pemerintah dalam Rencana Aksi Nasional/Daerah (RAN/ D) menggunakan asumsi bahwa untuk jumlah produksi listrik yang sama, pembangkit listrik

tenaga EBT mensubstitusi penggunaan bahan bakar solar pada PLT Diesel[11]. Perhitungan

penghematan emisi menggunakan metode PEPBT dianggap lebih adil karena mempertimbangkan dampak lingkungan yang muncul dari keseluruhan siklus teknologi dan tidak hanya berdasarkan pada perhitungan emisi dari substitusi penggunaan bahan bakar fosil selama masa operasional pembangkit.

KESIMPULAN

Nilai intensitas energi untuk PLTM dan PLTMH berkisar antara 0,06-0,85 MJ/ kWh atau 0,01-0,1 kWhprim/kWh. Nilai intensitas emisi CO2 untuk PLTM dan

PLTMH berkisar antara 3,99-76,94 g-CO2/

kWh dengan kontribusi terbesar berasal dari pekerjaan sipil yaitu minimal 90,72%.

Rentang nilai PEPBT untuk PLTM dan PLTMH adalah 0,07-1,74 tahun dengan besar penghematan energi antara 4,42-331,68 GWh. Sedangkan rentang nilai untuk CO2 PBT

untuk PLTM dan PLTMH adalah 0,11-2,09 tahun, dengan penghematan emisi CO2

sebesar 1,78 x 106 – 115,76 x 106 kg-CO2

selama siklus hidup pembangkit.

Pemilihan pembangkit listrik berbasis hidro khususnya untuk minihidro dan mikrohidro sudah sangat tepat ditinjau dari sisi konsumsi energi maupun dampak lingkungan berupa emisi CO2. Indikator terlihat dari nilai

intensitas dan masa pengembalian untuk energi dan emisi CO2 yang dihasilkan.

(10)

UCAPAN TERIMA KASIH

Penelitian ini dibiayai dengan APBN melalui DIPA Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Ketenagalistrikan, Energi Baru, Terbarukan dan Konservasi Energi, Kementerian ESDM Tahun Anggaran 2013.

DAFTAR PUSTAKA

[1]. Direktorat Jenderal Ketenagalistrikan KESDM. 2015. Statistik Ketenagalistrikan 2015. Sumber : http:// www.djk.esdm.go.i [diakses tanggal 29 Desember 2016] [2]. PT.PLN (Persero). 35000 MW Untuk Indonesia. Sumber : http:// www.pln.co.id/35000mw/id. [diakses tanggal 29 Februari 2016] [3]. Leopold.A, dkk, 2015. Perhitungan Nilai Faktor Emisi CO2 dari Pembangkit

Listrik Tenaga Mikrohidro Sistem Terisolasi. Jurnal Ketenagalistrikan dan Energi Terbarukan. 14 (1) : 29-35 [4]. Tremeac.B, Meunier.F., 2009. Life

Cycle Analysis of 4.5 MW and 250 W Wind Turbines. Renewable and Sustainable Energy Reviews, Elsevier. 13 (2009) : 2104-2110

[5]. Varun, Bhat, Ravi Prakash., 2008. Life Cycle Analysis of Run-of River Small Hydro PowerPlants in India. The Open Renewable Energy Journal. 1(2008) : 11 -16.

[6]. Qinfen Zhang, Bryan Karney, Heater MacLean, Jingchun Feng., 2007. Life-Cycle Inventory of Energy Use and Greenhouse Gas Emissions for Two Hydropower Projects in China. Journal of Infrastructure Systems. Desember 2007 : 271-279

[7]. Andrew Pascale, Tania Urmee, Andrew Moore,. 2011. Life Cycle Assessment of a Community Hydroelectric Power System in Rural Thailand. Renewable Energy, Elsevier. 36 (11): 2799-2808 [8]. William Steinhurst, Patrick Knight and

Melissa Schultz., 2012. Hydropower Greenhouse Gas Emissions. www.synapse-energy.co

[9]. International Organization for Standardization Organization (ISO). 2006. Environmental management-Life cycle assessment - Principles and framework. ISO. Sumber : http:// web.stanford.edu/class/cee214/

Readings/ISOLCA.pd. [diakses tanggal 27 Mei 2016]

[10]. International Organization for Standardization Organization (ISO). 2006. Environmental management-Life cycle assessment - Requirements and guidelines. ISO. Sumber : https:// law.resource.org/pub/in/bis/S02/is.iso. 14044.2006.pd. [diakses tanggal 27 Mei 2016]

[11]. Bappenas, 2013, Petunjuk Teknis Pemantauan, Evaluasi, dan Pelaporan

(11)

Pelaksanaan RAD-GRK. Sumber : http:// www.paklim.org/index.php/id/news- events/newsletter/item/155-petunjuk- teknis-pep-pelaksanaan-ran-grk-dan-rad-grk/155-petunjuk-teknis-pep-pelaksanaan -ran-grk-dan-rad-grk. htm. [diakses tanggal 4 Maret 2016]

(12)

Gambar

Tabel 1. Inventarisasi Penggunaan Energi dari Pembangkit Listrik Minihidro dan Mikrohidro
Tabel 3. Intensitas Emisi Berdasarkan Jenis Pembangkit

Referensi

Dokumen terkait