• Tidak ada hasil yang ditemukan

Terapi Akne Inflamasi dengan Azitromisin Dosis Denyut Kasus Seri

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Terapi Akne Inflamasi dengan Azitromisin Dosis Denyut Kasus Seri"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

Pengarang Utama 2 SKP. Pengarang Pembantu 1 SKP

(SK PB IDI No. 318/PB/A.7/06/1990)

9

LAPORAN KASUS

Terapi Akne Inflamasi dengan Azitromisin Dosis Denyut–Kasus

Seri

(

Azithromycin Pulse Dose in the Treatment of Inflammatory Acne–

Serial Cases)

Devi Artami Susetiati, Febrina Rismauli Panggabean, Dwi Retno Adi Winarni

Bagian/Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin

Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada, Rumah Sakit Dr. Sardjito Indonesia

ABSTRAK

Latar Belakang: Akne merupakan penyakit inflamasi kronis dan biasanya terjadi pada usia dewasa muda. Terapi sistemik seperti antibiotika dan hormonal telah digunakan untuk pengobatan akne. Azitromisin merupakan antibiotik yang baru-baru ini digunakan sebagai terapi akne. Beberapa macam protokol azitromisin dengan dosis denyut dapat dipakai sebagai terapi alternatif dalam pengobatan akne. Kasus: Tiga kasus penderita akne berusia 22 dan 24 tahun dengan keluhan jerawat di wajah. Lesi akne berupa komedo, papul eritem, pustula dan nodul. Pasien pertama dan kedua diterapi azitromisin 1 × 500 mg pada hari pertama diikuti 1 × 250 mg pada hari kedua sampai kelima setiap bulan dan kasus ke-3 diterapi azitromisin 1 × 500 mg selama 4 hari setiap bulan. Semua kasus diberikan selama 4 bulan. Perbaikan lesi dengan menilai derajat keparahan akne menggunakan

Global Acne Grading System (GAGS). GAGS sebelum terapi adalah 20, 23 dan 30, setelah terapi 12, 8 dan 9. Diskusi: Antibiotika oral seperti doksisiklin, eritromisin, tetrasiklin, minosiklin dan trimetoprim telah digunakan sebagai terapi akne inflamasi selama lebih dari 30 tahun. Penggunaan obat-obat ini memerlukan kepatuhan yang tinggi oleh karena waktu paruh yang pendek sehingga obat harus diminum beberapa kali dalam sehari. Kemampuan azitromisin berada dalam jaringan dengan cepat dan waktu paruh yang lama sebagai dasar obat ini dapat digunakan dalam bentuk dosis denyut. Sayangnya belum ada data tentang standarisasi dosis optimum dan frekuensi pemberian azitromisin untuk akne.

Kata kunci: akne inflamasi, azitromisin, dosis denyut

ABSTRACT

Background: Acne vulgaris is a common inflammatory disorder caused by multifactorial factors, affecting virtually young adults. Systemic antibiotics and hormone therapy have been used in the treatment of acne for many years. Azythromycin is one of the antibiotics that has been recently prescribe for treatment of acne. There are several protocols pulse dose regimen of oral azythromycin as an alternative therapy in acne treatment. Case: Three cases of acne inflammatory in women age 22 and 24 years. The lesions consisting of comedones, papules, pustules and nodule. The first and second patient, azythromycin was administered 500 mg on the first day and 250 mg daily for a further four days per month. The third patient received azythromycin 500 mg daily for four consecutive days per month. All cases were treated with azythromycin pulse dose in 4 months. Improvement was assessed by Global Acne Grading System (GAGS). GAGS score of the three patients before treatment were 20, 23 and 30, after completing therapy were 12, 8 and 9, respectively. Discussion: In the past 30 years, numerous systemic antibiotics mainly doxycycline, erythromycin, tetracycline, minocycline and trimethoprime have assumed the main role in the management of acne patients with inflammatory papules and cysts. Because the short half-life of commonly prescribed antimicrobials necessitates administration several times a day. Due to pharmacokinetic profile of azythromycin by rapid and extensive uptake from the circulation, these factors allow for a single dose regimen for treating acne. However, there are no data about the optimum dose and frequency of azythromycin in the treatment of acne.

Key words: inflammatory acne, azythromycin, pulse dose

Korespondensi: Devi Artami Susetiati, Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Gadjahmada – Rumah Sakit Dr. Sardjito. Jl. Kesehatan No. 1 Yogyakarta. Indonesia. Telp. +62274 560700

PENDAHULUAN

Akne merupakan penyakit inflamasi kronik yang terjadi pada unit pilosebaseus. Penyakit ini

terjadi terutama pada usia dewasa muda dan dapat sembuh sendiri. Akne juga merupakan penyakit multifaktorial yang berkembang di dalam folikel

(2)

0

Berkala Ilmu Kesehatan Kulit & Kelamin Vol. 21 No. 1 April 2009

sebaseus. Patofisiologi akne terjadi karena adanya 4 faktor yang saling berpengaruh yaitu hiperkeratinisasi folikuler, kolonisasi bakteri Propionibacterium acnes, peningkatan produksi sebum, dan inflamasi.1,2,3

Predileksi akne terutama di daerah wajah kemudian punggung, dada, dan bahu. Pada dada dan punggung lesi akne cenderung lebih banyak pada daerah sekitar garis tengah tubuh (midline).1 Lesi non

inflamasi berupa komedo sedangkan lesi inflamasi mempunyai gambaran polimorfik. Lesi akne inflamasiLesi akne inflamasi superfisial dibagi menjadi papul, pustul, dan makula. Sedangkan lesi yang berkembang lebih dalam berupa nodul dan pustul dalam (deep pustules).3

Berbagai macam terapi sistemik telah digunakan untuk mengobati akne seperti antibiotik, terapi hormonal, dan kadang-kadang kortikosteroid. Azitromisin merupakan salah satu antibiotik yang baru-baru ini dipergunakan sebagai terapi akne. Antibiotika ini mempunyai efektivitas yang sama dengan doksisiklin. Azitromisin merupakan agen antibakterial yang mengandung nitrogen dan merupakan derivat metil dari eritromisin dengan mekanisme kerja dan penggunaan yang mirip dengan eritromisin.4 Ada berbagai macam protokol pemberian

dosis azitromisin dalam pengobatan akne.4,5,6

Berikut dilaporkan kasus seri terapi akne dengan menggunakan 2 macam protokol pemberian azitromisin dosis denyut. Laporan kasus ini bertujuan untuk memberikan wawasan terapi alternatif akne selain terapi standar yang biasanya digunakan untuk pengobatan akne.

KASUS 1

Seorang perempuan, berumur 24 tahun, datang pertama kali berobat tanggal 28 Juli 2007 dengan keluhan jerawat pada wajah sejak 5 tahun yang lalu. Riwayat pengobatan sebelumnya pasien sudah pernah berobat ke dokter umum dan mendapat terapi berupa obat oles. Selain obat-obatan dari dokter tersebut, pasien juga memakai sabun wajah, obat anti akne dan alas bedak yang beredar di pasaran.

Pada pemeriksaan fisik tanda vital semua dalam batas normal. Pemeriksaan status dermatologis dahi tampak komedo tertutup, papul eritem, multipel, tersebar, dan terdapat beberapa milia. Kedua pipi tampak komedo tertutup dan terbuka, papul eritem, multipel, dengan beberapa pustul dan nodul soliter di pipi kiri. Hidung tampak beberapa komedo tertutup. Dagu tampak komedo tertutup, papul eritem, multipel dengan beberapa pustul. Derajat keparahan akne

dinilai dengan menggunakan Global Acne Grading System (GAGS) diperoleh nilai 20, kemudian ditegakkan diagnosis akne nodularis. Pasien diberiPasien diberi terapi azitromisin 1 × 500 mg pada hari pertama lalu diikuti 1 × 250 mg pada hari kedua sampai kelima setiap bulan.

Pada saat kontrol kedua, status dermatologis pasien tampak adanya perbaikan. Pada dahi danPada dahi dan kedua pipi sudah tidak ditemukan pustul dan nodul lagi. GAGS menurun menjadi 14. Terapi antibiotika dilanjutkan sesuai dengan protokol.

Tanggal 10 September 2007 pasien melakukan kunjungan ketiga. Status dermatologis pasien secara umum mengalami perbaikan, tidak ditemukan papul eritem pada dahi sehingga GAGS turun menjadi 12. Terapi dilanjutkan sesuai dengan terapi pada saat kontrol kedua.

KASUS 2

Seorang perempuan, berumur 22 tahun, datang pertama kali berobat tanggal 28 Juli 2007 dengan keluhan utama jerawat pada wajah sejak ia dudukada wajah sejak ia duduk di bangku SMA. Pasien pernah berobat ke salon memperoleh krem malam, krem pagi, dan obat jerawat yang dioleskan 2 × sehari. Selain itu ia juga menggunakan sabun wajah, bedak, pembersih, dan penyegar dari salon tersebut.

A. Kunjungan I GAGS 20

B. Kunjungan III GAGS 12

(3)

1 Laporan Kasus Terapi Akne Inflamasi dengan Azitromisin Dosis Denyut (Kasus Seri)Terapi Akne Inflamasi dengan Azitromisin Dosis Denyut (Kasus Seri)

Pada pemeriksaan fisik tanda vital semua dalam batas normal. Pemeriksaan status dermatologis pada dahi tampak komedo tertutup dengan beberapa papul eritem. Pada kedua pipi tampak komedo terbuka, papul eritem, pustul, multipel tersebar dengan masing-masing pipi terdapat nodul soliter. Hidung tampak komedo tertutup dan terbuka dengan beberapa papul eritem. Dagu tampak komedo tertutup dan terbuka, multipel tersebar. Nilai GAGS diperoleh sebesar 23. Diagnosis yang ditegakkan pada saat itu yaitu akne nodularis. Terapi yang diberikan azitromisin tablet 1 × 500 mg pada hari pertama yang kemudian diikuti 1 × 250 mg selama empat hari setiap bulan.

Pada saat kontrol kedua, tampak perbaikan status dermatologis dengan tidak ditemukan lagi pustul dan nodul pada kedua pipi, lalu pada dahi dan hidung sudah tidak ditemukan papul eritem. GAGS diperoleh nilai sebesar 12. Terapi dilanjutkan sesuai terapi pada saat kontrol pertama.

Kunjungan ketiga, September 2007 dilakukan pemeriksaan status dermatologis. Lesi pada wajah didominasi dengan komedo tertutup dan terbuka. Pada kedua pipi sudah tidak ditemukan lagi papul eritem, lesi sekarang berupa komedo tertutup/terbuka,

makula eritem, dan skar pitted. GAGS turun menjadi 8. Terapi yang sama dilanjutkan sampai 12 minggu.

KASUS 3

Pasien seorang perempuan, berumur 22 tahun, datang pertama kali berobat pada tanggal 16 Juli 2007 dengan keluhan jerawat bertambah banyak dan besar selama 3 bulan terakhir ini. Pasien belum pernah berobat ke dokter kulit maupun dokter umum. Pasien pernah mencoba beberapa kali facial di salon dan memakai beberapa produk kosmetika yang ada di pasaran. Riwayat penyakit dahulu, sejak pasien duduk di bangku SMA sering berjerawat yang bersifat kumat-kumatan. Jerawat timbul bila pasien menjelang haid, kelelahan, dan menghadapi ujian.

Pemeriksaan fisik tanda vital semua dalam batas normal. Pemeriksaan status dermatologis pada dahi tampak komedo tertutup, papul eritem, skar pitted, multipel dan tersebar. Dahi bagian pelipis kanan tampak beberapa nodul. Kedua pipi tampak komedo tertutup dan terbuka, papul eritem, skar pitted, multipel tersebar dengan beberapa pustul dan nodul. Pada hidung tampak komedo terbuka dengan papul eritem soliter. Dagu tampak komedo tertutup dan terbuka, beberapa pustul dan nodul. GAGS diperoleh nilai sebesar 30. Diagnosis yang ditegakkan pada saat itu yaitu akne nodularis. Terapi yang diberikan azitromisin tablet 1 × 500 mg selama 4 hari berturut-turut setiap bulan.

Pada saat kontrol kedua pada tanggal 6 Agustus 2007 diperoleh perbaikan status dermatologis yaitu tidak ditemukan lagi nodul dan pustul di wajah. GAGS turun menjadi 15. Terapi dilanjutkan sesuai dengan terapi pada saat kunjungan pertama. Kunjungan ketiga dilakukan 1 bulan kemudian, pasien mengalami perbaikan yaitu tidak ditemukan papul eritem pada dahi dan kedua pipi sehingga GAGS turun lagi menjadi 9. Terapi antibiotik dilanjutkan sesuai dengan terapiTerapi antibiotik dilanjutkan sesuai dengan terapi pada saat kontrol pertama dan kedua.

A. Kunjungan I GAGS 23

B. Kunjungan II GAGS 12

B. Kunjungan III GAGS 8

(4)

2

Berkala Ilmu Kesehatan Kulit & Kelamin Vol. 21 No. 1 April 2009

PEMBAHASAN

Selama lebih dari 30 tahun, antibiotika oral sepertiebih dari 30 tahun, antibiotika oral seperti doksisiklin, eritromisin, tetrasiklin, minosiklin, dan trimetoprim telah dipergunakan sebagai terapi akne inflamasi seperti papul dan kista. Obat-obat antibiotika tersebut mempunyai waktu paruh yang pendek, sehingga harus diminum beberapa kali dalam sehari. Hal ini tentu saja memerlukan tingkat kepatuhan yang tinggi dari pasien.5,8,9

Tetrasiklin merupakan obat antibiotik pilihan pertama untuk terapi akne tetapi tetrasiklin mempunyai banyak efek samping seperti fotosensitivitas, pigmentasi kuku dan kulit, folikulitis gram negatif, kontak hipersensitivitas, fixed drug eruptions, kandidiasis oral dan vagina, sistemik lupus eritematosus, dan lain-lain.5 Doksisiklin sebenarnya mempunyai efek

samping umum yang relatif lebih sedikit seperti gangguan gastrointestinal dan fotosensitivitas. Akan tetapi banyak terjadi putus obat sebelum waktunya untuk pemakaian obat-obatan seperti doksisiklin, tetrasiklin, dan eritromisin.8

Azitromisin merupakan antibiotik berspektrum luas dari golongan makrolid. Semua golongan makrolid mempunyai mekanisme kerja melalui penghambatan sintesis protein dengan cara pengikatan secara reversibel pada 23 S ribosomal RNA di dalam subunit 50S. Pada azitromisin terdapat penambahan nitrogenPada azitromisin terdapat penambahan nitrogen yang mensubstitusi metil pada rantai C-9a. Adanya penambahan ini menyebabkan azitromisin mampu melawan bakteri gram positif, gram negatif, dan bakteri anaerob. Azitromisin mempunyai kemampuan 4–8 kali lebih besar dibandingkan dengan eritromisin dalam melawan H. influenza, Moraxella catarrhalis, Legionella spp., Helicobacter pylori, Borrelia burgdorferi, Pasteurella multocida, Chlamydia spp., Campylobacter spp., dan Mycobacterium avium. Azitromisin juga memperlihatkan afinitasnya pada jaringan yang mengalami inflamasi, dan aktivitas melawan bakteri anaerob termasuk P. acnes.8,10

Azitromisin dosis 500 mg menghasilkan konsentrasi serum yang relatif rendah, kurang lebih 0,4 mg/mL. Sembilan puluh persen isolat Propionibacterium acnes secara in vitro dapat diinhibisi oleh azitromisin pada minimum inhibitory concentration 0,15 μg/mL atau kurang. Bagaimanapun azitromisin dapat penetrasi hampir ke semua jaringan dan sel-sel fagositik dengan konsentrasi jaringan 10–100 kali melebihi konsentrasi serum, sehingga dapat meningkatkan kemampuan sel-sel fagositik dalam membunuh bakteri. Obat ini juga dapat diabsorbsi

dengan baik dan cepat dari darah ke dalam jaringan. Selain itu ia juga mempunyai waktu paruh yang panjang (24–96 jam) sehingga memungkinkan pemberian sekali sehari.8,10,11

Kemampuan azitromisin berada di dalam jaringan dengan cepat dan waktu paruh yang lama itulah maka obat ini dapat digunakan dalam bentuk dosis denyut (pulse dose). Sayangnya belum ada data tentang standarisasi berapa dosis optimum dan frekuensi pemberian azitromisin untuk terapi akne. Masih banyak protokol pemberian azitromisin yang digunakan untuk pengobatan akne.5 Pada laporan

kasus ini dilakukan pengamatan dua macam protokol pemberian azitromisin yaitu pemberian 500 mg per hari selama empat hari berturut-turut setiap bulannya dan pemberian 500 mg pada hari pertama yang diikuti 250 mg/hari selama empat hari berturut-turut setiap bulannya selama tiga bulan.

Perbaikan klinis secara nyata diperoleh setelah tiga bulan pemakaian azitromisin oral. Kasus pertamaKasus pertama tampak penurunan nilai 20 pada awal terapi menjadi 12 pada bulan ketiga. Penurunan nilai GAGS pada kasus pertama sebesar 40%. Kasus kedua diperoleh nilai GAGS pada awal terapi 23, setelah tiga bulan menurun menjadi 8. Penurunan nilai GAGS pada kasus kedua sebesar 65%. Sedangkan kasus ketiga nilai GAGS pada awal terapi sebesar 30 menjadi 9 pada akhir terapi. Sehingga diperoleh penurunan nilai GAGS sebesar 70%.

Berdasarkan pemantauan terhadap ketiga kasus di atas, tampak bahwa kasus ketiga mempunyai perbaikan klinis yang paling baik. Akan tetapi hal tersebut belum dapat dijadikan patokan karena dalam laporan kasus ini tidak ada pembanding untuk protokol pemberian azitromisin dosis 500 mg selama empat hari setiap bulannya. Ketiga pasien dalam laporan kasus ini semuanya tidak diberikan terapi topikal, seperti retinoid atau topikal antibiotika, dengan maksud untuk melihat efektivitas antibiotika azitromisin oral. Antibiotika oral sebaiknya tidak diberikan untuk akne ringan karena untuk jenis akne ini cukup diberikan obat-obatan topikal.5

Pemilihan penilaian derajat keparahan akne dipilih Global Acne Grading Systems (GAGS) oleh Doshi dkk. Metode penilaian ini praktis dan dapat cepat dilakukan selama pasien melakukan kunjungan di poliklinik (kurang lebih menghabiskan waktu 15 menit per kunjungan pasien). GAGS dinilai berdasarkan 6 lokasi yaitu wajah (dibagi 5 tempat) dan dada/punggung atas. KemuKemudian penilaian lesi kulit

(5)

Laporan Kasus Terapi Akne Inflamasi dengan Azitromisin Dosis Denyut (Kasus Seri)Terapi Akne Inflamasi dengan Azitromisin Dosis Denyut (Kasus Seri)

pada masing-masing tempat tersebut dikalikan dengan faktor yang berdasarkan kekasaran area permukaan, distribusi, dan kepadatan unit pilosebaseus. Besarnya faktor perkalian tersebut yaitu bernilai 2 untuk dahi dan kedua pipi, nilai 1 untuk hidung dan dagu, serta nilai 3 untuk dada dan punggung atas. Kemudian nilai yang diperoleh disesuaikan dengan kelompok tingkat keparahan yaitu 1–18 termasuk ringan, 19–30 menengah, 31–38 parah, lebih dari 39 sangat parah. Garis batas wajah ditentukan oleh garis rambut, garis rahang, dan telinga. Pemeriksaan ini praktis karena tidak diperlukan kaca pembesar, dan cahaya yang terang.7

Keuntungan terapi akne dengan azitromisin ini di antaranya meningkatkan kepatuhan pasien, mempunyai efek samping gastrointestinal yang ringan, obat tidak bersifat fototoksik, belum ada data yang menemukan adanya resistensi terhadap P. acnes, aman digunakan bagi ibu hamil dan menyusui, dan hanya sedikit obat yang berinteraksi dengan azitromisin (antasid dan digoksin). Kerugian obat ini adalah harga obat per tablet yang jauh lebih mahal dibandingkan harga obat antibiotik yang sering dipergunakan. Akan tetapi apabila ditinjau dari segi keuntungannya, maka harga yang mahal ini akan memberikan keuntungan yang jauh lebih banyak. Pada kasus tidak ditemukan adanya keluhan efek samping obat azitromisin.

Derajat keparahan akne pada pasien dinilai secara objektif dengan menggunakan GAGS dan diperoleh penurunan sebesar 40–70% selama tiga bulan. Secara subjektif pasien juga merasakan adanya perbaikan lesi yang nyata. Berdasarkan laporan kasus di atas belum dapat disimpulkan pilihan terapi yang paling baik dari kedua macam protokol yang telah dipergunakan sehingga diperlukan penelitian dengan

jumlah subjek yang besar untuk membandingkan bermacam-macam protokol terapi akne dengan azitromisin dosis denyut.

KEPUSTAKAAN

1. Thiboutot DM, Strauss JS. Diseases of the sebaceous glands. In: Freedberg IM, Eizen AZ, Wolf K, Austen KF, Goldsmith LA, Katz SI, editors. Dermatology in General Medicine. 6th ed. New York: McGraw-Hill;

2003. p. 672–87.

2. Gollnick HPM, Cunliffe WJ, Berson D, Dreno B, Finlay A, Leyden JJ, et al. Management of acne. J Am Acad Dermatol 2003; 49: S1–38.

3. Cunliffe WJ, Gollnick HPM. Acne Diagnosis and Management. London: Martin Dunitz Ltd; 2001. 4. Naieni FF, Akrami H. Comparison of three different

regimens of oral azithromycin in the treatment of acne vulgaris. Indian J Dermatol 2006; 51: 255–7. 5. Kus S, Yucelten D, Aytug A. Comparison of efficacy

of azithromycin vs. doxycycline in the treatment of acne vulgaris. Clin Exp Dermatol 2005; 30: 215–20. 6. Parsad D, Pandhi R, Nagpal R, Negi KS. Azithromycin

monthly pulse vs daily doxycycline in the treatment of acne vulgaris. J Dermatol 2001; 28: 1–4.

7. Doshi A, Zaheer A, Stiller MJ. A comparison of current acne grading systems and proposal of a novel system. Int J Dermatol 1997; 36: 416–18.

8. Fernandez-Obregon AC. Azithromycin for the treatment of acne. Int J Dermatol 2000; 39: 45–50. 9. Singhi MK, Ghiya BC, Dhabhai RK. Comparison of

oral azithromycin pulse with daily doxycycline in the treatment of acne vulgaris. Indian J Dermatol Venereol Leprol 2003; 69: 274–76.

10. Parsad D, Pandhi R, Dogra S. A guide to selection and appropriate use of macrolides in skin infections. Am J Clin Dermatol 2003; 4: 389–97.

11. Kapadia N, Talib A. Acne treated successfully with azithromycin. Int J Dermatol 2004; 43: 766–67.

Referensi

Dokumen terkait