1 1.1 Latar Belakang
Setiap masyarakat memiliki kebudayaan yang berperan sangat besar bagi
kelangsungan hidupnya. Dalam kehidupannya setiap masyarakat akan bertemu
dengan berbagai kekuatan seperti kekuatan alam dan kekuatan-kekuatan lain yang
tidak selalu berdampak baik. Selain itu, manusia dan masyarakat memiliki
kebutuhan yang harus dipenuhi baik di bidang spiritual maupun materi.
Kebutuhan-kebutuhan tersebut sebagian besar dapat dipenuhi oleh kebudayaan
yang ada pada masyarakat itu sendiri.
Selo Soemardjan dan Soelaeman Soemardi merumuskan kebudayaan
sebagai hasil karya, rasa, dan cipta masyarakat. Semua karya, rasa, dan cipta
tersebut dikuasai oleh karsa orang-orang yang menentukan kegunaannya agar
sesuai dengan kepentingan seluruh masyarakat (via Soekanto, 1990:189).
Pengertian kebudayaan ini menjelaskan bahwa kebudayaan diciptakan oleh
masyarakat itu demi memenuhi segala kebutuhan untuk terus dapat menjalani
kehidupannya.
Kebudayaan memiliki tujuh unsur yang bersifat universal, artinyadapat
ditemukan pada semua bangsa. Koentjaraningrat merumuskan ketujuh unsur yang
pengetahuan, organisasi sosial, sistem peralatan hidup dan teknologi, sistem mata
pencaharian, sistem kepercayaan, dan kesenian (Koentjaraningrat, 1989:203-204).
Jika kita melihat kembali kebudayaan yang memiliki peranan memenuhi
kebutuhan manusia demi kelangsungan hidupnya, maka setiap unsur kebudayaan
juga akan memiliki peranan tersebut. Manusia memiliki berbagai kebutuhan
dalam hidupnya seperti kebutuhan untuk dapat berkomunikasi, kebutuhan untuk
merasa aman, ingin dihargai atau dihormati, kebutuhan untuk mengekspresikan
perasaan, dan sebagainya. Kebutuhan-kebutuhan tersebut akan dapat dipenuhi
oleh unsur-unsur kebudayaan yang ada.
Seni atau kesenian yang merupakan salah satu unsur suatu kebudayaan
memiliki peranancukup besar dalam kehidupan manusia. Seperti manusia
membutuhkan pangan dan papan untuk bertahan hidup, seni pun sangat penting
untuk memenuhi kebutuhan rohani seseorang. Kebutuhan akan kepuasan estetis,
hiburan, atau kebutuhan untuk memanfaatkan kemampuan imajinasi dapat
dipenuhi oleh adanya kesenian. Seni merupakan suatu wujud yang terindra. Karya
seni adalah sebuah benda atau artefak yang dapat dilihat, didengar, atau didengar
sekaligus dilihat, seperti lukisan, musik, dan teater (Sumardjo, 2000:45).Kesenian
dalam kebudayaan memiliki banyak bentuk di antaranya seni verbal, seni patung,
seni tari, seni musik, dan sebagainya. Pengrajin atau pun penikmat seni telah
mendapatkan kepuasan tersendiri dengan hadirnya kesenian-kesenian tersebut.
Salah satu kesenian yang paling mudah dijumpai adalah seni musik. Di
terlebih lagi pada zaman sekarang ini penyebaran musik semakin mudah sehingga
kita dapat menikmati musik kapanpun dan di mana pun.
Masyarakat Jepang merupakan masyarakat yang kaya akan tradisi seperti
festival-festival yang rutin diadakan, kesenian beraneka ragam dan unik, serta
budaya-budaya unik seperti upacara minum teh, merangkai bunga atau disebut
dengan ikebana, dan sebagainya. Pada bidang seni musik juga beragam
macamnya yang dimiliki oleh Jepang dari yang tradisional hingga modern.
Seiring perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, wujud kecintaan
dan apresiasi orang Jepang terhadap seni musik semakin bertambah. Salah satu
wujud kecintaan dan apresiasi orang Jepang adalah dengan berkaraoke. Dalam
“Nihon Jijou Handobukku” dijelaskan kata karaoke merupakan singkatan dari
kara no ookesutora yang memiliki arti orkestra kosong atau sekarang sering
disebut sebagai minus one(Mizutani dkk, 1995:68).
Karaoke merupakan produk yang dihasilkan musik di Jepang. Karaoke
mengarah pada pertunjukkan instrumental dari sebuah lagu yang telah direkam
sebagai pengiring para penyanyi berlatih. Sedangkan karaoke untuk penyanyi
amatir lahir pada tahun 1970an. Gabungan penampilan langsung dengan rekaman
seperti ini bukan yang pertama di Jepang. Penggabungan ini telah sejak lama
digunakan oleh orang Jepang, sebagai contoh, tarian pada festival obon
menggabungkan rekaman musik tarian dengan suara taiko yang dimainkan
langsung (Wade, 2005: 156).
Karaoke merupakan salah satu kegiatan rekreasi dan kegiatan pengisi
sarariiman. Bermula dari utagoe kissa di mana pihak manajemennya merekam
iringan musik tanpa vokal untuk kepentingan berlatih para penyanyinya, karaoke
mulai dikenal oleh pengunjung utagoe kissa tersebut yang kebanyakan merupakan
sarariiman(Sugimoto, 2010:258). Banyak pengunjung merasa gembira
mengalihkan pikirannya dari segala beban dalam hidupnya dengan minum-minum
sambil memegang mikrofon dan bernyanyi. Ini merupakan awal dari kepopuleran
karaoke.
Melihat peluang yang dibuka oleh kegiatan ini, banyak pihak yang mulai
mengembangkan alat karaoke dengan tujuan mencapai sasaran pengguna alat
yang lebih luas dan tidak hanya dapat digunakan di utagoe kissa saja. Hal ini
menyebabkan terjadinya karaoke boom tidak lama setelah karaoke muncul.
Seperti yang telah dikatakan oleh Itasaka (1986:80-81), orang-orang mulai
menggunakan mikrofonuntuk menyanyikan lagu-lagu populer dengan rekaman
iringan musik saat pesta. Selain itu, karaoke tidak hanya dapat dilakukan di
utagoe kissa, bar atau di sebuah pesta saja, karaoke dapat dilakukan di rumah,
klub malam, atau pada saat perkumpulan sosial di seluruh Jepang. Klub-klub
karaoke yang dibangun di banyak tempat untuk pertemuan atau bernyanyi
bersama menandakan bahwa karaoke telah menjadi fenomena sosial baru di
Jepang.
Karaoke terus mengalami perkembangan seiring dengan perkembangan di
bidang teknologi. Pada tahun 1976, sebuah perusahaan elektronik mulai
menjadi laser-disk karaoke, VHD karaoke, CD karaoke, DVD karaoke (Sugimoto,
2010:258).
Tabel 1. Top 20 sub-sektor hiburan Sumber : White Paper of Leisure 2008.
www.jpc-net.jp/eng/research/2008_07.html
Karaoke merupakan salah satu rekreasi yang digemari oleh masyarakat
Jepang.Berdasarkan tabel diatas, hasil survey white paper of leisure 2008 dalam
Top 20 sub-sektor hiburan di Jepang,karaoke mendapat peringkat 5 dengan
jumlah pengunjung 42,9 juta orang pada tahun 2006 dan naik satu peringkat pada
Tahun 2006 Tahun 2007 Pering- kat Sub-sektor Pelaku (dalam juta) Pering- kat Sub-sektor Pelaku (dalam juta) 1 Servis makanan dan minuman 71,6 1 Servis makanan dan minuman 72,0 2
Perjalanan liburan dalam negeri (perjalanan musim panas,musim dingin, musim semi, dll)
57,2 2
Perjalanan liburan dalam negeri (perjalanan musim panas,musim dingin, musim semi, dll)
57,0
3 Mengemudi 51,1 3 Mengemudi 51,3
4 Undian 46,0 4 Karaoke 43,1
5 Karaoke 42,9 5 Menonton video (termasuk
menyewa) 42,4
6 Menonton video (termasuk menyewa)
41,6 6 Undian 42,3
7 PC(game, hobi,komunikasi) 40,8 7 Kebun binatang, aquarium,
musium 41,6
8 Film (tidak termasuk TV) 38,7 8 PC (game, hobi, komunikasi) 40,5 9 Kebun binatang, aquarium,
musium 38,2 9 Film (tidak termasuk TV) 40,1
10 Mendengarkan musik 36,9 10 Mendengarkan Musik 38,0 11 Bar, kedai minuman 33,7 11 Bar, kedai minuman 34,4
12 Berkebun 32,6 12 TV game (di rumah) 31,8
13 TV game (di rumah) 31,1 13 Berkebun 30,5
14 Papan permainan 27,9 14 Taman hiburan 28,6
15 Taman hiburan 27,6 15 Papan permainan 28,1
16 Piknik, jalan-jalan 26,2 16 Piknik, jalan-jalan 26,3
17 Bowling 25,1 17 Bowling 25,1
18 Acara musik, konser, dll 24,4 18 Acara musik, konser, dll 24,4
19 Pulang kampung 24,2 19 Pulang kampung 23,2
tahun 2007 dengan jumlah pengunjung 43,1 juta orang. Selanjutnya berdasarkan
The All-Japan Karaoke Industrialist Associationjumlah orang yang menggunakan
fasilitas karaoke pada tahun 2011 sampai akhir maret 2012 diperkirakan mencapai
46,4 juta (www.japantimes.co.jp). Ini membuktikan bahwa karaoke merupakan
salah satu tempat yang menjadi tujuan saat masyarakat Jepang memiliki waktu
luang, atau setidaknya orang Jepang dalam satu tahun akan pergi ketempat
karaoke lebih dari satu kali.
Karaoke tidak hanya digemari oleh masyarakat Jepang saja, tetapi
digemari juga dijadikan kegiatan rekreasi di banyak negara lain, seperti di
negara-negaraAsia Tenggara, Australia, New Zeland, Amerika, dan beberapa negara di
Eropa. Bill Kelly melalui Martinez (1998:76) menyebutkan karaoke merupakan
contoh unik dari kegiatan rekreasi modern buatan Jepang yang terdapat di negara
luar Jepang.
Karaoke telah menjadi bagian kehidupan orang Jepang.Hal inilah yang
menarik penulis untuk membahas karaoke dalam masyarakat Jepang. Karaoke
merupakan salah satu produk musik Jepang digemari oleh hampir seluruh Orang
Jepang. Bahkan karaoke telah menjadi sarana rekreasi di negara-negara lain.Hal
ini tidak dapat dilepaskan dari inovasi dan perkembangan pada karaoke.
Bertahannya karaoke hingga saat ini bukan tidak beralasan. Sebagai
kegiatan yang sangat di gemari pasti karaoke memiliki kontribusi khusus terhadap
kehidupan orang Jepang. Selain inovasi dan perkembangan yang terjadi pada
industri hiburan karaoke, peranan yangkaraokeberikan dalam kehidupan orang
lah yang akan penulis kaji lebih dalam mengenaiperanankaraoke dalam kehidupan
masyarakat Jepang.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan sebelumnya karaoke
telah menjadi salah satu kegiatan rekreasi saat orang Jepang memiliki waktu luang.
Sebagai produk dari musik dan kegiatan rekreasi yang bertahan hingga saat ini,
karaoke pasti memiliki peranan khusus dalam kehidupan orang Jepang. Hal ini
lah yang akan menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini. Apa saja kah
peranan yang dimiliki karaoke dalam kehidupan orang Jepang?
1.3 Tujuan Penelitian
Dari permasalahan yang telah disebutkan di atas, tujuan dari penelitian ini
adalah dapat menjelaskan peranan-peranan yang dimiliki karaoke dalam
kehidupan Orang Jepang.
1.4 Tinjauan Pustaka
Terdapat beberapa penelitian sebelumnya yang membahas karaoke sebagai
objeknya. Skripsi mahasiswa Universitas Indonesia dengan judul “Karaoke :
Sebuah Kebudayaan Populer Jepang”yang ditulis oleh Frieda Risqi Agustin tahun
2008 merupakan acuan bagi penulisan skripsi ini. Permasalahan yang diangkat
kebudayaan massa dan apa sajakah ciri dari karaoke sehingga dapat digemari oleh
massa.
Dalam tulisannya Agustin menjelaskan alasan karaoke sebagai salah satu
kebudayaan massa sesuai dengan teori kebudayaan massa yang digunakan sebagai
landasan analisanya. Karaoke dapat menjadi salah satu kebudayaan massa di
Jepang karena dikonsumsi massa secara besar-besaran dan penyebarannya
menggunakan media massa seperti televisi dan media cetak yang ada di Jepang.
Selain skripsi yang ditulis oleh Agustin, tesis yang ditulis oleh Donovan
Reuel Perry yang terbit pada tahun 2012 dengan judul “Coming Age in The Box :
Social Function and Japanese Karaoke” juga menjadi acuan dalam penulisan
skripsi ini. Dalam tesisnya ini Perry memfokuskan penelitiannya pada salah satu
tempat berkaraoke yaitu karaoke box dan para pelaku kegiatan berkaraoke dengan
batasan pada kelompok anak muda Jepang. Permasalahan yang diangkat oleh
Perry adalah fungsi sosial dari karaoke box sebagai salah satu tempat yang
memiliki fungsi tempat anak muda Jepang bertumbuh menjadi orang dewasa.
Hasil dari penelitiannya menjelaskan bahwa karaoke box menjadi tempat untuk
anak muda Jepang bertumbuh. Dalam kegiatannya di karaoke box para anak muda
Jepang dapat mempelajari bagaimana cara berkomunikasi, memperkuat tali
persahabatan, atau mempengaruhi proses transisi menjadi dewasa.
Selain skripsi Agustin dan tesis Perry, terdapat beberapa jurnal yang
menjadikan karaoke sebagai objek penelitiannya. Yang pertama adalah jurnal
pendidikan musik yang berjudul “Using Karaoke in The Classroom” yang disusun
kegunaan dari karaoke dalam mengajar musik di kelas. Karaoke digunakan oleh
para guru untuk memotivasi muridnya dalam belajar musik. Hasil dari survey
pada para siswa dalam penelitian ini, para siswa tidak hanya menikmati karaoke
tapi juga sebagian besar siswa merasa lebih mudah dan lebih cepat dalam
mempelajari musik. Jurnal ini memiliki fokus penelitian pada kegunaan karaoke
di bidang pendidikan musik yang sangat membantu para guru dalam mengajar
musik di Dade Country School, Miami.
Yang kedua adalah jurnal Etnomusikologi dengan judul “Kouta and
Karaoke in Modern Japan : a bluring of the distinction between Umgangsmusic and Darbietungsmusic” yang ditulis oleh Nathan Hesselink tahun 1994. Tujuan
dari penelitian ini adalah memberikan kriteria baru untuk menilai sejauh mana
suatu budaya musik non Barat telah beradaptasi dengan perubahan dalam
masyarakat yang dibawa oleh modernisasi. Penelitian ini dianalisis melalui analisa
perilaku yang berdasarkan pada perbandingan dua kategori musik yang
dikembangkan oleh Heinrich Besseler. Dalam pendekatannya terhadap
komunikasi dalam musik dari sudut pandang sosiologi, Heinrich tertarik pada dua
jenis komunikasi musikal yang sangat berbeda yaitu Umgangsmusic, komunikasi
musikal yang semua pesertanya sering dari grup sosial yang saling bertalian, yang
kedua adalah Darbietungsmusic dimana semua tampilan musiknya diselesaikan
oleh yang profesional dibidangnya, menyebabkan pesertanya lebih pasif. Dan dua
jenis komunikasi musikal yang akan dikaji adalahMusik Jepang abad 20anyaitu,
kouta yang berarti lagu pendek pada komunitas geisha, dan fenomena “juxbox”
Dari skripsi yang ditulis oleh Agustin, tesis yang ditulis oleh Perry, dan
kedua jurnal di atas, walaupun memiliki objek yang sama dengan skripsi ini yakni
karaoke, namun skripsi “Peran Karaoke dalam Kehidupan Orang Jepang” ini
memiliki tujuan dan fokus yang berbeda. Skripsi ini lebih memfokukan pada
sejarah dan perkembangan karaokedi Jepang, serta peranannya dalam kehidupan
orang Jepang.
1.5 Landasan Teori
Penelitian ini menggunakan landasan teori struktural fungsionalisme.
Saifudin menyebutkan (2005:156) teori ini memandang masyarakat sebagai suatu
sistem dari struktur-struktur sosial. Struktur yang dimaksud adalah pola-pola
nyata hubungan atau interaksi antar berbagai komponen masyarakat. Dalam
masyarakat terdapat rangkaian struktur yang saling berkaitan untuk membentuk
masyarakat.
Fungsionalisme dalam tafsir para fungsionalis, merupakan metodologi
dalam mengeksplorasi saling ketergantungan. Di samping itu para fungsionalis
menyatakan pula bahwa fungsionalisme merupakan teori tentang proses kultural.
Selain mencari keterkaitan yang beragam antara unsur-unsur suatu budaya, para
fungsionalis berpandangan bahwa mereka telah menciptakan sosok teori yang
menjelaskan alasan unsur-unsur itu berhubungan secara khusus, dan mengapa
terjadi pola budaya tertentu atau setidaknya mengapa pola itu bertahan (Kaplan,
Malinowski mengemukakan (via Saifuddin, 2005:167-168) kebudayaan
dan organisasi sosial merupakan reaksi terhadap kebutuhan-kebutuhan manusia
dalam masyarakat. Malinowski juga berpendapat bahwa segala sesuatu memiliki
fungsi. Struktural fungsionalisme tidak hanya mengkaji mengenai fungsi, tetapi
juga implikasinya terhadap struktur sosial dalam masyarakat. Struktur-struktur
yang ada pada masyarakat berujung pada tingkat analisis mendasar, yakni pada
pelaku sosial individu. Dalam struktural fungsionalisme juga memasukkan norma
dan nilai yang mengatur interaksi-interaksi pelaku sosial.
Dalam teori struktural fungsionalisme terdapat beberapa aspek yang harus
diperhatikan dalam mengaji pola sebuah budaya. Petama, pelaku budaya tersebut,
hal ini berhubungan dengan struktur sosial yang akan mempengaruhi pola budaya
tersebut. Kedua, norma-norma, nilai, dan institusi dalam masyarakat yang akan
mempengaruhi pola tindakan dari pelaku.
Dalam mengkaji peranan karaoke dalam kehidupan orang Jepang maka
aspek-aspek yang disebutkan sebelumnya akan menjadi data yang dianalisis.
Malinowski memiliki fokus utama pada individu dan pentingnya kebutuhan,
hasrat, dan keadaan individu dalam masyarakat (Malinowski, 1939:275). Fokus
Malinowski ini akan termasuk dalam fokus penelitian ini untuk menemukan
peranan karaoke dalam kehidupan orang Jepang. Selain menfokuskan aspek
individu, aspek sosial dari peranan karaoke juga akan menjadi fokus penelitian ini.
Diperlukan pengertian kata peranan yang digunakan dalam pnenelitian ini.
Dalam KamusSosiologi peran atau dalam bahasa Inggris role, mengacu pada
ditentukan terutama oleh apa yang diharapkan ketika seseorang berada dalam
posisi atau status tersebut dari pada karakteristik yang ada pada diri mereka. Peran
adalah perpaduan sifat dan pengharapan yang didefinisikan secara sosial atas
berbagaimacam posisi sosial (Abercrombie dkk, 2010:479).
Sedangkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, peran memiliki arti
perangkat tingkah yang diharapkan dimiliki oleh seseorang yang berkedudukan di
masyarakat. Peranan berarti bagian yang dimainkan oleh seseorang dan tindakan
yang dilakukan seseorang dalam suatu peristiwa (2005:854). Dalam Kamus
Umum Bahasa Indonesia, peranan memiliki arti fungsi dan tugas (Badudu & Zain,
1994:1037). Dalam The Oxford English Dictionary, roleis the typical or
characteristic function performed by someone or something, peranan adalah
adalah fungsi khas atau sifat fungsi yang dilakukan oleh seseorang atau sesuatu
(1989:42).
Dari pegertian-pengertian di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa peranan
adalah sifat dan fungsi khas yang dilakukan oleh seseorang atau sesuatu sesuai
dengan pengharapan sosial terhadap posisi seseorang atau sesuatu tersebut.
Peranan karaoke dalam kehidupan orang Jepang mengacu pada sifat dan fungsi
khas karaoke sesuai dengan pengharapan orang Jepang. Karaoke juga sesuatu
yang memiliki kedudukkan dalam kehidupan orang Jepang, menyebabkan
karaoke sifat dan fungsi khusus dalam kehidupan orang Jepang.
Sejak telah disebutkan bahwa kebudayaan memiliki peranan memenuhi
kebutuhan dasar manusia, maka konsep kebutuhan dasar itu akan sangat
adalah konsep kebutuhan dasar Abraham Maslow. Jenjang kebutuhan yang dibuat
oleh Maslow tersusun seperti anak tangga, dimana kita harus memenuhi
kebutuhan yang paling dasar terlebih dahulu dan setelah itu dapat beranjak untuk
memenuhi kebutuhan selanjutnya.
Kebutuhan-kebutuhan itu ialah (Alwisol, 2005:257-261), pada tingkat
pertama kebutuhan fisiologis, merupakan kebutuhan dasar berupa sandang,
pangan, dan papan, serta kebutuhan biologis lainnya seperti istirahat, seks, dan
sebagainya. Kebutuhan biologis ini bertujuan untuk menjaga keseimbangan
unsur-unsur dalam tubuh. Pada tingkat kedua yaitu kebutuhan akan rasa aman,
sesudah kebutuhan fisiologis terpenuhi secukupnya muncul kebutuhan akan
keamanan. Kebutuhan fisiologis dan keamanan pada dasarnya adalah kebutuhan
untuk mempertahankan hidup. Tingkat ketiga yaitu kebutuhan dimiliki dan cinta,
adalah kebutuhan dimiliki atau menjadi bagian dari kelompok sosial dan cinta
kasih yang didapat dari sesama. Keempat yaitu kebutuhan harga diri, kepuasan
kebutuhan harga diri untuk menimbulkan perasaan dan sikap percaya diri,
perasaan bahwa dirinya berharga dan mampu, serta bermanfaat bagi
lingkungannya. Namun sebaliknya jika kebutuhan harga diri ini tidak terpenuhi
maka akan menimbulkan perasaan lemah, canggung, pasif, penakut, dan tidak
mampu mengatasi tuntutan hidup. Tingkat kelima yaitu kebutuhan yang terakhir
adalah kebutuhan aktualisasi diri. Setelah kebutuhan dasar lainnya telah terpenuhi
kemudian akan muncul kebutuhan aktualisasi diri, yaitu kebutuhan untuk dapat
menjadi sesuatu yang sesuai dengan kemampuannya, keinginan untuk
untuk menjadi apa saja yang dia dapat lakukan, dan untuk menjadi bebas dan
kreatif. Kebutuhan ini dapat berupa mengekspresikan diri, bakat, hobi, ide-ide,
pemikiran, dan kemampuan.
Kebutuhan-kebutuhan tersebut sedapat mungkin harus terpenuhi.
Kepuasan kebutuhan hirarkis ini menjadi dasar dari kesehatan fisik dan psikis
seseorang. Seseorang akan frustasi dan tertekan jika salah satu dari kebutuhan
dasar tersebut tidak dapat terpenuhi.
Selanjutnya untuk memahami karaoke yang merupakan kegiatan mengisi
waktu luang maka diperlukan pemahaman mengenai konsep waktu luang itu
sendiri. Dalam buku Work, Unemployment, and Leisure, Rosemary Deem
menjelaskan mengenai konsep dari leisure atau waktu luang. Dalam memahami
waktu luang ini Deem membandingkannya dengan work atau bekerja karena
kedua hal tersebut merupakan suatu yang berlawanan. Bekerja adalah sesuatu
yang harus dilakukan, atau sesuatu yang mau tidak mau harus dikerjakan seperti
belajar bagi seorang pelajar dan melakukan pekerjaan untuk dapat melanjutkan
kehidupan. Sedangkan waktu luang adalah saat kita dapat memilih untuk
melakukan sesuatu dan mendapatkan kesenangan di dalam melakukannya seperti
menonton TV, mendengarkan musik, atau seperti dalam penelitian ini adalah
berkaraoke. Kemudian Deem juga menjelaskan bahwa gender, golongan atau
status, dan umur seseorang sangat mempengaruhi waktu luang yang dimiliki, apa
yang dilakukan pada saat waktu luang, dan seberapa berharga waktu tersebut
Selain Deem, Cordes dan Ibrahim menjelaskan mengenai leisure atau
waktu luang dan rekreasi. Definisi waktu luang menurut Cordes dan Ibrahim
adalah bebas dari pekerjaan dan kewajiban. Ditambahkan lebih jelas lagi, waktu
luang adalah kebebasan untuk melakukan sesuatu sesuai dengan keinginan dan
dengan caranya sendiri, kebebasan untuk berpartisipasi dalam kegiatan pilihannya
sendiri, dan meninggalkan kegiatan sesuai dengan keinginan
(1999:4-5).Kemudian pengertian rekreasi yang dijelaskan oleh Cordes dan Ibrahim adalah
keikutsertaan secara sukarela dalam kegiatan-kegiatan saat waktu luang yang
bermakna dan menyenangkan bagi orang yang melakukannya. Istilah rekreasi ini
termasuk dalam kegiatan di dalam atau di luar ruangan, termasuk olah raga yang
merupakan kegiatan fisik, dan dalam rekreasi termasuk juga di dalamnya kegiatan
nonfisik (1999:7).
1.6 Metode Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif. Bogdan dan Taylor (via
Moleong, 2005: 4) mendefinisikan metodologi kualitatif sebagai prosedur
penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan
dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati.Kemudian setelah mendapatkan
data-data tersebut penulis akan menganalisa dengan menggunakan metode
deskriptif analisis. Metode deskriptif dapat diartikan sebagai prosedur pemecahan
masalah yang diselidiki dengan menggambarkan atau melukiskan keadaan subyek
atau obyek penelitian berdasarkan fakta-fakta yang tampak atau sebagai mana
Dalam penelitian ini untuk mendapatkan data-data yang sesuai penulis
menggunakan metode studi kepustakaan.Sumber data-data penelitian ini dapat
diperoleh dari buku-buku referensi, jurnal-jurnal dan internet sesuai dengan objek
penelitian yakni karaoke.Alasan penulis memilih metode ini adalah karena tidak
memungkinkan bagi penulis untuk dapat meneliti langsung objek pebelitian yang
berada di Jepang. Selain itu dengan memanfaatkan buku-buku dan
penelitian-penelitian sebelumnya sudah dapat melengkapi kebutuhuhan data penulisan
penelitian ini.
Kendala yang dihadapi penulis dalam mengumpulkan data adalah masih
minimnya sumber yang berkaitan dengan karaoke di perpustakaan yang berada di
Yogyakarta. Oleh karena itu penulis mencari sumber buku yang berada di
perpustakaan di luar Yogyakarta yaitu perpustakaan Japan Foundation yang
berada di Jakarta. Selain sumber buku penulis juga mengambil data yang berasal
dari internet. Data yang diambil melalui media internet ini berupa jurnal-jurnal
dan data-data lain yang berasal dari situs resmi. Kemudian data-data yang telah
diperoleh dianalisis dan dijabarkan dalam bentuk deskriptif.
1.7 Sistematika Penulisan
Penelitian Peran karaoke dalam kehidupan masyarakat Jepang disajikan ke
dalam empat bab dengan susunan sebagai berikut :
Bab I Pendahuluan,. Dalam bab ini, akan diuraikan mengenai latar
belakang penelitian mengenai karaoke, rumusan permasalahan, tujuan penelitian,
Bab IISejarah dan Perkembangan Karaoke di Jepang. Dalam bab ini berisi
mengenai penjelasan mengenai karaoke, sejarah kemunculan karaoke di Jepang,
perkembangan karaoke di Jepang yang termasuk di dalamnya perkembangan
teknologi karaoke dan perkembangan tempat karaoke, dan yang terakhir adalah
perkembangan fasilitas-fasilitas yang tersedia pada tempat karaoke.
Bab III PeranKaraoke dalam kehidupan orang Jepang, untuk dapat
menjabarkan peranan karaoke dalam bab ini akan membahas karaoke sebagai
kegiatan mengisi waktu luang, peserta karaoke berdasarkan usia dan jenis kelamin,
karaoke dilihat dari peserta dan tempat karaoke, alasan berkaraoke, pelaksanaan
karaoke yang termasuk di dalamnya karaoke bersama-sama dan hitokara, dan
yang terakhir adalah pemanfaatan karaoke pada bidang kesehatan.
Bab IV: kesimpulan, bab ini merupakan bagian terakhir yang berisi