Oleh: Ranti Dwike Marris Bp. 0810312132
Pembangunan bidang kesehatan di
Indonesia saat ini mempunyai beban ganda (double burden). Penyakit infeksi dan
menular masih memerlukan perhatian besar dan sementara itu telah terjadi peningkatan penyakit-penyakit tidak menular seperti
penyakit karena perilaku tidak sehat serta penyakit degeneratif.
Sebagai contoh: diare. Angka kesakitan dan
Sebagai contoh: diare. Angka kesakitan dan
kematiannya yang masih tinggi
Kejadian Luar Biasa (KLB) diare masih sering
terjadi terutama di wilayah dengan faktor
risiko , kesehatan lingkungan yang jelek serta perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) masih rendah.
Jumlah KLB di Indonesia pada tahun 2008
terjadi 49 KLB dengan jumlah penderita 8133 orang, meninggal 239 orang, tahun 2009 terjadi 24 KLB dengan jumlah
penderita 5756 orang, meninggal 100 orang dan pada tahun 2010 terjadi 33 KLB dengan jumlah penderita 4204 orang meninggal 73 orang.
Padang: pada tahun 2011 terjadi 12.438
kasus diare.
termasuk dalam urutan 10 penyakit
terbanyak di puskesmas-puskesmas kota Padang.
Untuk mengantisipasi kemungkinan
terjadinya KLB, maka perlu dilakukan surveilans.
Surveilans analisis secara sistematis dan
terus menerus terhadap penyakit atau masalah-masalah kesehatan dan kondisi
yang mempengaruhi terjadinya peningkatan dan penularan penyakit atau
masalah-masalah kesehatan
Hasil kegiatan surveilans sangat dibutuhkan
dalam menunjang aspek manajerial
program penyakit, dimana berperan dalam proses perencanaan, monitoring dan
puskesmas diharapkan mampu menjadi
ujung tombak pelayanan kesehatan, termasuk melaksanakan surveilans di wilayah kerjanya
penyelenggaraan surveilans belum berjalan dengan
baik.
Temuan WHO :
kurangnya kesadaran akan pentingnya informasi
surveilans penyakit di kalangan pengelola program kesehatan,
informasi surveilans tidak digunakan dalam
pengambilan keputusan
kualitas data surveilans tidak memuaskan dan sulit
diperbaiki
tidak dilakukan analisis data surveilans secara
memadai;
penyelidikan kejadian luar biasa (KLB) dilakukan
secara sembarangan
tidak ada motivasi di kalangan staf surveilans untuk
meningkatkan kemampuan diri
berbagai sistem surveilans penyakit khusus sulit
Sistem surveilans dipuskesmas Lubuk Kilangan belum sesuai dengan yang diharapkan.
Sebagai contoh, kasus diare di puskesmas Lubuk Kilangan.
Meskipun pada tahun 2011 terjadi penurunan kasus (547) kasus dibandingkan dengan tahun 2010 (806) kasus, diare masih termasuk 10
penyakit terbanyak dari tahun ke tahun .
surveilans yang dijalankan di Puskesmas Lubuk Kilangan belum memberi perubahan terhadap tingkat kesehatan masyarakat di wilayah
Batasan Masalah
Makalah ini membahas tentang surveilans, terutama pada tingkat puskesmas dan
gambaran implementasinya pada puskesmas Lubuk Kilangan.
Tujuan Masalah
Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk
mengetahui dan memahami tentang sistem surveilans di puskesmas.
Metode Penulisan
Metode Penulisan makalah ini berupa tinjauan pustaka yang merujuk pada berbagai literatur.
surveilans adalah proses pengumpulan,
pengolahan, analisis dan interpretasi data secara sistematik dan terus menerus serta penyebaran informasi kepada unit yang
Umum:
memberikan informasi tepat waktu tentang
masalah kesehatan populasi, sehingga
penyakit dan faktor risiko dapat dideteksi
dini dan dapat dilakukan respons pelayanan kesehatan dengan lebih efektif.
khusus :
(1) Memonitor kecenderungan (trends) penyakit (2) Mendeteksi perubahan mendadak insidensi
penyakit, untuk mendeteksi dini outbreak
(3) Memantau kesehatan populasi, menaksir
besarnya beban penyakit (disease burden) pada populasi
(4) Menentukan kebutuhan kesehatan prioritas,
membantu perencanaan, implementasi,
(5) Mengevaluasi cakupan dan efektivitas
program kesehatan
(1) Surveilans pasif
Surveilans pasif memantau penyakit secara pasif,
dengan menggunakan data penyakit yang harus dilaporkan (reportable diseases) yang tersedia di fasilitas pelayanan kesehatan. Kelebihan : relatif murah dan mudah untuk dilakukan
kurang sensitif dalam mendeteksi kecenderungan
penyakit. Data yang dihasilkan cenderung
under-reported, karena tidak semua kasus datang ke
fasilitas pelayanan kesehatan formal. Selain itu, tingkat pelaporan dan kelengkapan laporan
biasanya rendah, karena waktu petugas terbagi dengan tanggungjawab utama memberikan
pelayanan kesehatan di fasilitas kesehatan masing-masing
(2) Surveilans aktif
menggunakan petugas khusus surveilans untuk kunjungan berkala ke lapangan, desa-desa, tempat praktik pribadi dokter dan
tenaga medis lainnya, puskesmas, klinik, dan rumah sakit, dengan tujuan mengidentifikasi kasus baru penyakit atau kematian, disebut penemuan kasus (case finding), dan
konfirmasi laporan kasus indeks. Kelebihan surveilans aktif, lebih akurat
Kelemahan surveilans aktif, lebih mahal dan lebih sulit untuk dilakukan
KARAKTERISTIK SURVEILANS EFEKTIF
1. Kecepatan
2. Akurasi
3. Standar, seragam, reliabel, kontinu 4. Representatif dan lengkap
5. Sederhana, fleksibel, dan akseptabel
Kinerja penyelengaraan Surveilans di Puskesmas diukur dengan indikator-indikator sebagai berikut :
1. Tenaga:
1 tenaga epidemiolog terampil Kriteria ????
2. Sarana
1 paket komputer
1 paket alat komunikasi (telepon, faksimili,SSB) 1 paket kepustakaan
1 paket pedoman pelaksanaan surveilans epidemiologi dan program aplikasi komputer
1 paket formulir
1 paket peralatan pelaksanaan surveilans epidemiologi 1 kendaraan roda dua
SUMBER DATA
Data diperoleh dari register rawat jalan dan
rawat inap di puskesmas dan puskesmas pembantu, termasuk data dari unit
pelayanan bukan puskesmas dan kader
kesehatan. Penyakit yang menjadi kategori data adalah penyakit baru dan yang sudah ditetapkan5.
a. Pencatatan
Data dicatat dalam formulir W1 untuk
laporan 1 x 24 jam, formulir W2 untuk laporan mingguan, dan formulir Sistem
Surveilans Terpadu (SST). Data pasien juga dilengkapi oleh alamat, keadaan
lingkungan, dan definisi kasus. Data harus ditandatangani oleh petugas surveilans
b. Pelaporan/Diseminasi
Untuk formulir W1 harus segera dilaporkan unit
surveilans kepada DKK dan pihak pihak yang berwenang lainnya dalam waktu 1 x 24 jam. Pelaporan dapat
menggunakan media telepon, fax, email, ataupun sms. Hendaknya unit surveilans telah melakukan analisis dan interpretasi terhadap data tersebut dan menyajikanya dalam bentuk grafik/diagram sebelum dilaporkan kepada pihak yang berwenang sebagai pertimbangan dalam
bagi pihak otoritas tersebut dalam mengambil keputusan.
Formulir W2 dilaporkan ke DKK satu kali dalam seminggu pada hari Selasa. STPBP dilaporkan ke DKK setiap satu bulan sekali. Masing-masing laporan dibuat dalam dua rangkap, satu untuk dilaporkan ke DKK dan satu lagi untuk arsip bagi puskesmas.
c. Analisis dan Interpretasi
Petugas surveilans haruslah orang yang jeli
dan mempunyai daya analisa yang tinggi. Beberapa hal penting yang perlu
diperhatikan dalam menganalisis data dan interpretasi adalah karakteristik data,
validasi data, analisa deskriptif, dan hipotesa sementara. Hasil analisis dan interpretasi ini digunakan sebagai bahan advokasi bagi
pihak yang berwenang dalam mengambil keputusan secara cepat dan tepat.
SISTEM SURVEILANS DI PUSKESMAS LUBUK
KILANGAN
1. Tenaga Surveilans
Pj surveilans di Puskesmas di puskesmas Lubuk
Kilangan adalah seorang tenaga D3 Kebidanan.
sudah memenuhi kriteria tenaga surveilans
puskesmas menurut Kemenkes nomor 1116
tahun 2003 yakni seorang epidemiolog terampil, yaitu tenaga pelaksana surveilans epidemiologi terlatih asisten epidemiologi lapangan, dan
petugas puskesmas terlatih surveilans epidemiologi.
Akan tetapi, sebaiknya adalah seorang lulusan
ilmu kesehatan masyarakat bidang epidemiologi, jika ada sumber daya tersebut di puskesmas.
ada rangkap jabatan pada petugas
surveilans yang juga menjadi penanggung jawab SP2TP, filariasis dan campak . Agar lebih fokus dalam bekerja, hendaknya
petugas surveilans hanya memegang satu jabatan saja.
Kegiatan bidang surveilans dalam
mengumpulkan data dapat berupa data primer, yang diperoleh dengan langsung dari kegiatan surveilans di masyarakat,
maupun data sekunder, yang diperoleh dari kunjungan masyarakat yang berobat ke
Kegiatan bidang surveilans di Puskesmas,
biasanya menggunakan data sekunder. Petugas surveilans mendapatkan data dari
masing-masing program yang ada di Puskesmas. Setiap puskesmas, dalam wilayah kerjanya dapat terdiri dari beberapa pustu dan
poskeskel. Data yang diperoleh dari pustu atau poskeskel tersebut kemudian diberikan kepada setiap penanggung jawab program di
Puskesmas. Data yang diperoleh setiap program tersebut kemudian diberikan kepada bagian
Bagian surveilans di Puskesmas, kemudian
melakukan pengolahan data, dan membuat pelaporannya untuk Dinas Kesehatan Kota (DKK). Pelaporannya terdiri atas laporan harian, mingguan dan bulanan.
a. Pengumpulan Data
Pengumpulan data yang dilakukan oleh unit
surveilans Puskesmas Lubuk Kilangan dilakukan dengan metode surveilans aktif dan pasif. Dalam pengumpulan data, ada beberapa formulir yang harus diisi oleh petugas surveilans, beberapa yang penting dan paling sering digunakan adalah
formulir W1 (laporan KLB/wabah yang harus
dilaporkan dalam waktu 1x24 jam), formulir W2 (laporan mingguan wabah yang dilaporkan 1 kali seminggu pada hari Selasa), dan formulir Laporan Surveilans Terpadu Penyakit Berbasis Puskesmas (STPB) (laporan bulanan surveilans penyakit
b. Pengolahan, Analisis dan Interpretasi
Data
Pengolahan, analisis dan interpretasi data
surveilans pada Puskesmas Lubuk Kilangan dapat berjalan dengan cukup baik. Proses ini hanya dilakukan dengan menelaah data-data yang tertulis pada formulir pencatatan tanpa adanya pengolahan data ke bentuk yang aktual dan dapat dipahami semua orang.
c. Pelaporan dan Advokasi
Pelaporan setiap data surveilans yang
dikumpulkan pada Puskesmas Lubuk Kilangan kepada DKK berjalan dengan baik.
Pengumpulan selalu dilakukan tepat waktu sesuai dengan sifat data.
Advokasi yang dilakukan oleh unit surveilans
puskesmas Lubuk Kilangan kepada pihak yang berwenang membuat kebijakan telah dilakukan, tetapi melihat dari tidak optimalnya proses
pengolahan, analisis dan interpretasi data, diperkirakan advokasi tidak kuat.