Kajian Indeks Kepekaan Lingkungan Dalam Penyusunan Arahan
Pengembangan Pulau Kecil Di Kabupaten Sumenep
(Studi Kasus Pulau Sapudi, Poteran dan Giliyang)
Romadhon Dosen Jurusan Ilmu Kelautan Fak Pertanian UnijoyoAbstrak
Keterbatasan yang dimiliki oleh pulau kecil berpengaruh terhadap upaya pengembangan wilayah di pulau kecil itu sendiri. Pengembangan pulau kecil harus disesuaikan dengan karakteristik yang dimiliki, antara lain daya dukung dan aspirasi stakeholder. Penelitian ini mengkaji daya dukung lingkungan melalui indikator nilai Indeks Kepekaan Lingkungan (IKL) dan arahan prioritas pengembangan berdasarkan persepsi stakeholders yang didekati melalui hasil
Analytical Hierarki Proces (AHP).
Nilai indeks kepekaan lingkungan di pulau Sapudi, Poteran dan Giliyang tergolong dalam kategori tinggi (baik). Nilai IKL di tiap pulau-pulau kecil adalah pulau Sapudi (IKL = 4), pulau Poteran (IKL = 2) dan pulau Giliyang serta Kecamatan Dungkek (IKL = 7).
Arahan pengembangan menurut persepsi stakeholders didasarkan atas spesifikasi tiap wilayah pulau-pulau kecil serta adanya keterkaitan antar pulau direkomendasikan sebagai berikut : a) Pulau Sapudi yang mempunyai keunggulan strategis berupa akses yang lebih mudah ke pusat pasar besar seperti daerah Bali, Banyuwangi, Situbondo dan lainnya, bisa dijadikan sebagai wilayah outlet pemasaran, pusat pengembangan industri ternak, pusat bisnis dan perdagangan; b) Pulau Poteran, memiliki sektor perdagangan hasil pertanian dan kelautan dengan tingkat kompetisi yang baik, pengembangannnya diarahkan sebagai pusat pengembangan UKM dan industri skala rumah tangga. Kondisi ini akan sangat membantu dalam mensuplai bahan jadi maupun ½ jadi ; c) Pulau Giliyang dan Kecamatan Dungkek pada umumnya merupakan wilayah yang memiliki sumber perikanan dan bahan baku bagi industri rumah tangga arahan pengembangannya adalah bagaimana meningkatkan kapasitas produksi sumber-sumber bahan baku yang ada sehingga dapat digunakan sebagai input industri.
Kata kunci : Pulau kecil, Pulau Sapudi, Poteran, Giliyang, stakeholders, Indeks Kepekaan Lingkungan (IKL), Analytical Hierarki Proces (AHP) dan arahan pengembangan
PENDAHULUAN
Latar belakang
Pendayagunaan sumberdaya kelautan dan pesisir yang ditujukan untuk mendukung peningkatan kesejahteraan masyarakat mempunyai kedudukan yang sangat strategis, berkenaan dengan semakin menipisnya sumberdaya didarat maupun dalam rangka tetap melestarikan keberadaan sumberdaya didarat tersebut. Upaya untuk meningkatkan penggalian terhadap sumberdaya laut maupun pesisir perlu terus ditingkatkan seiring dengan
kebijakan memberikan perhatian yang lebih besar terhadap sektor kelautan sebagaimana yang digariskan dalam kebijakan bidang ekonomi nasional. Salah satu upaya yang sedang dilakukan dalam menggali sumberdaya laut dan pesisir adalah pemanfaatan pulau kecil.
Indonesia merupakan negara kepulauan yang sebagian besar wilayahnya merupakan perairan dengan jumlah pulau 17.508 buah pulau baik yang besar maupun yang kecil.. Jumlah tersebut sekitar 10.000 buah pulau merupakan
pulau – pulau kecil. Sekian banyak pulau– pulau yang ada, sebagian masih belum dimanfatkan secara optimal sesuai dengan potensinya. Pengalaman beberapa negara, terutama negara kepulauan menunjukkan bahwa ada sebagian pulau kecil yang berkembang pesat karena potensi sumberdaya yang dimiliki serta keuntungan lokasi, tetapi juga tidak sedikit pulau–pulau kecil yang pembangunan ekonominya kurang menggembirakan, baik karena langkanya potensi sumberdaya alam, lokasinya yang terisolir maupun ketersediaan sarana dan prasarana yang ada.
Kondisi tersebut merupakan karakteristik fisik yang dimiliki oleh pulau pulau kecil. Namun secara biologis, pulau kecil mempunyai keistimewaan dengan sumberdaya yang dimiliki. Upaya pengembangan, potensi yang dimiliki oleh pulau kecil terbentur pada permasalahan utama, yaitu keterisolasian dan biaya tambahan yang timbul akibat kondisi geografis. Walaupun pulau kecil memiliki potensi yang cukup besar baik dari potensi wisata bahari, perikanan dan lainnya, namun belum mampu meningkatkan tingkat kesejahteraan masyarakat.
Segenap kendala tersebut bukan berarti pulau – pulau kecil tidak dapat dikembangkan, melainkan pola pembangunannya harus mengikuti kaidah ekologis khususnya daya dukung (carrying
capacity) dan minimilize dampak negatif
pembanguan (cross sectoral impacts). Pada masa otonomi daerah sebagai paradigma baru pembangunan, peran pemerintah daerah sangat diperlukan dalam upaya pengelolaan pulau pulau kecil.
Kondisi yang sama terjadi di Kabupaten Sumenep. Sebagai Kabupaten Kepulauan, Sumenep memiliki sejumlah pulau kecil, yang salah satunya adalah Pulau Giliyang, Puteran dan Sapudi. Upaya pengembangan wilayah pulau merupakan salah satu usaha untuk meningkatkan bargaining power dari Pulau Giliyang, Puteran dan Sapudi. Diperlukan pengembangan managemen sumberdaya secara terus menerus dan logis, sebagai suatu dasar integrasi untuk membuat suatu keputusan dalam bentuk
kebijakan untuk mendukung usaha
pengembangan pulau – pulau kecil.. Oleh karena itu upaya pengembangan Pulau Giliyang, Puteran dan Sapudi tersebut memerlukan kajian mendalam tentang daya dukung wilayah untuk menentukan arahan pengembangan wilayah. Landasan hasil kajian kedua hal tersebut diharapkan dapat mendukung terbentuknya kebijakan tentang pegembangan wilayah di Pulau Giliyang, Puteran dan Sapudi berbasis lingkungan (environmental based
METODE PENELITIAN
Lokasi Penelitian
Penelitian ini telah dilakukan di tiga pulau kecil yang ada di Kabupaten Sumenep. Pulau-pulau tersebut adalah
Pulau Gilyang (Kecamatan Dungkek), Pulau Poteran (Kecamatan Talango) dan Pulau Sapudi (Kecamatan Nonggunong dan Gayam). Letak geografis dan batas ketiga pulau kecil yang dijadikan lokasi penelitian sebagai berikut :
Tabel 1 Letak dan batas lokasi penelitian
Pulau Letak Geografis Batas Wilayah
LS BT Utara Selatan Timur Barat
Gililayang 114,160 114,200 6,960 7,020 Laut Jawa Laut Jawa Laut Jawa Kec. Gapura Puteran 113,920 114,080 7,040 7,120 Selat Talango Selat Madura Selat Sapudi Selat Talango Sapudi 114,250 114,450 7,050 7,200 Kec. Nonggunong Selat Madura Selat Ra’as Selat Sapudi
Metode Pengumpulan Data
Penelitian ini difokuskan pada kegiatan dari potensi wilayah, pemanfaatan sumberdaya alam, kesejahteraan masyarakat serta upaya pengembangan wilayah. Data yang dibutuhkan terdiri dari data primer dan data sekunder.
Data primer
Diperoleh dari survey dan wawancara langsung dengan responden sebagai “stakeholders” yang berjumlah sebanyak 30 responden. Pengambilan sampel untuk penentuan responden dalam penelitian menggunakan metode
Judgement Sampling
Wawancara dilakukan dengan menggunakan kuesioner (daftar pertanyaan) dengan maksud untuk mengetahui persepsi masing – masing responden guna mendapatkan skenario
dalam mengoptimalkan pengembangan wilayah dan masyarakat di Pulau Giliyang, Poteran dan Sapudi
Data sosial ekonomi
Data sosial ekonomi diperoleh melalui wawancara dengan menggunakan metode convinience sampling. Wawancara dilakukan terhadap masyarakat dengan cara pengisian kuesioner (daftar pertanyaan) Data sekunder diperoleh dari studi pustaka dan instansi terkait.
Analisis Data
Penyusunan Indeks Kepekaan Lingkungan Proses penyusunan indeks kepekaan lingkungan (IKL) dalam studi ini, mencakup tahapan berikut :
1. Data dan informasi tentang habitat, tata guna lahan dan perairan yang telah dikumpulkan, dikalsifikasikan
menjadi suatu kelas sumberdaya (peta tematik)
2. Setiap kelas habitat, tata guna atau penggunaan perairan dipetakan secara digital (computerized) menjadi suatu layer GIS (Geographic Information
System)
3. Setiap kelas sumberdaya dapat ditetapkan indeks kepekaan lingkungan (IKL) dengan formula sebagai berikut :
Dimana :
TK : Tingkat kerawanan dari habitat,
tata guna lahan atau penggunaan perairan
NK : Nilai konversi, mencerminkan
keterwakilan, representatif keunikan integritas dan hubungan dengan klas sumberdaya lainnya
NS : Nilai sosial, menggambarkan
dampak ekonomi, sosial dan budaya
Indeks kepekaan lingkungan yang ditetapkan dengan memberikan skor pada masing-masing nilai (skor) penyusun (tingkat kerawanan, nilai konversi dan nilai sosial). Skoring untuk masing-masing nilai penyusun berikisar antara 1-5.
Penyusunan Arahan Pengembangan Pulau Kecil
Metode analisis data yang digunakan adalah Proses Hirarki Analitik (AHP), yaitu suatu pendekatan yang digunakan berdasarkan analisis kebijakan yang bertujuan untuk memecahkan
permasalahan yang terjadi sehingga mendapatkan solusi yang tepat dan optimal dalam pengembangan pulau kecil melalui pengelolaan sumberdaya alam. Menurut Suryadi (1998) dan Saaty (1993) tahapan analisis data meliputi :
1 Mendefinisikan masalah dan menentukan solusi yang diinginkan. 2 Menyusun struktur permasalahan
dalam hirarki.
3 Membuat matriks perbandingan/komparasi berpasangan,
untuk menggambarkan kontribusi relatif atau pengaruh setiap elemen terhadap masing masing tujuan atau kriteria/kepentingan yang setingkat diatasnya.
4 Menghitung akar ciri, vektor ciri dan menguji konsistensi, melalui matriks pendapat individu dan lainnya.
5 Menyusun matrik pendapat gabungan, bertujuan untuk membentuk matrik yang mewakili matrik pendapat individu yang ada dan digunakan untuk mengukur tingkat konsistensi serta vektor prioritas dari semua responden.
6 Revisi pendapat, dilakukan apabila ilai konsistensi ratio pendapat cukup tinggi (lebih besar dari 0,1). Jika jumlah revisi terlalu besar sebaiknya responden tersebut dihilangkan. Sehingga penggunaan revisi ini sangat terbatas mengingat akan terjadinya
penyimpangan dari jawaban yang sebenarnya
7 Rekomendasi Kebijakan
Dalam penelitian ini menggunakan analisis data dengan pendekatan AHP, untuk analisis kebijakan sebagai upaya
mengoptimalkan pemanfaatan sumberdaya dalam pengembangan pulau kecil. Permasalahan dalam pemanfaatan sumberdaya alam di pulau kecil merupakan permasalahan umum sehingga penaganannya harus dilakukan secara terintegrasi dan terkait antar beberapa pihak yang berkepentingan (stakeholders). Faktor faktor dalam penentuan kebijakan pengelolaan sumbedaya untuk pengembangan pulau kecil, meliputi pihak pihak yaitu : a) investor/perusahaan b) Pemerintah, dan c)masyarakatsetempat/lokal
HASIL DAN PEMBAHASAN Penyusunan Indeks Kepekaan Lingkungan
Indeks kepekaan lingkungan disusun untuk yaitu suatu nilai yang dihasilkan dari perhitungan indeks tingkat kerawanan, indeks nilai konservasi dengan nilai sosial ekonomis. Hasil pemetaan IKL ini dapat digunakan sebagai dasar perencanaan pengelolaan dan pengembangan tata guna lahan dan tata ruang wilayah, pengendalian pencemaran dan kerusakan lingkungan perairan, serta penentuan prioritas penanggulangan serta
perhitungan biaya yang harus ditanggung akibat kerusakan tersebut.
Formula penyusunan indeks kepekaan lingkungan (IKL), sebagai berikut
Dimana :
TK : Tingkat kerawanan dari habitat,
tata guna lahan atau penggunaan perairan
NK : Nilai konversi, mencerminkan
keterwakilan, representatif keunikan integritas dan hubungan dengan klas sumberdaya lainnya
NS : Nilai sosial, menggambarkan
dampak ekonomi, sosial dan budaya
Indeks kepekaan lingkungan yang ditetapkan dengan memberikan skor pada masing-masing nilai (skor) penyusun (tingkat kerawanan, nilai konversi dan nilai sosial). Skoring untuk masing-masing nilai penyusun berikisar antara 1-5. Penjelasan masing-masing skor sebagai berikut : a. Tingkat Kerawanan (TK)
Skor Keterangan
1 Kerawanan sangat rendah, kondisi
habitat dan sumberdaya masih alami
2 Kerawanan rendah, kondisi habitat
dan penggunaan sumberdaya minimal
3 Kerawanan sedang, kondisi habitat
dan penggunaan sumberdaya masih dibawah kemampuan pulih lingkungan
4 Kerawanan tinggi, kondisi habitat
dan penggunaan sumberdaya melebihi kemampuan pulih lingkungan
5 Kerawanan sangat tinggi, kondisi
habitat dan sumberdaya mengalami degradasi
b. Nilai Konversi (NK)
Skor Keterangan 1 Keterwakilan sangat tinggi,
keberadaan sumberdaya yang unik, kompleks dan utuh
2 Keterwakilan tinggi, keberadaan
sumberdaya kompleks dan utuh
3 Keterwakilan sedang, keberadaan
sumberdaya kompleks, namun tidak utuh
4 Keterwakilan rendah, keberadaan
sumberdaya cukup kompleks dan tidak utuh
5 Keterwakilan sangat rendah, keberadaan sumberdaya tidak kompleks dan utuh
c. Nilai Sosial (NS)
Skor Keterangan 1 Memiliki dampak sosial sangat
tinggi
2 Memiliki dampak sosial tinggi
3 Memiliki dampak sosial cukup tinggi
4 Memiliki dampak sosial rendah
5 Memiliki dampak sosial sangat rendah
Hasil dari penilaian indeks kepekaan lingkungan, selanjutnya dikelompokkan menjadi 3 kategori :
Skor Kategori
< 40 Indeks kepekaan tinggi
40 > X < 80 Indeks kepekaan
sedang
80 > X < 125 Indeks kepekaan
rendah
5.2.1 Indeks Kepekaan Lingkungan di
Pulau Poteran
Pulau Poteran, secara administratf masuk dalam wilayah Kecamatan Talango, yang terdiri dari 8 desa. Hasil penelitian tahun sebelumnya melalui sektor yang menjadi prioritas pengembangan sebagai representasi pemanfaatan sumberdaya yang ada adalah sektor perikanan tangkap, perdagangan, perkebunan dan wisata. Kondisi ini menunjukkan bahwasanya, Pulau Poteran memiliki keterwakilan sumberdaya yang kompleks, namun tidak unik. Hasil perhitungan nilai indeks kepekaan lingkungan di Pulau Poteran, sebagai berikut :
Tabel 7 Indeks Kepekaan Lingkungan di Pulau Poteran, Kecamatan Talango
No Desa Nilai Keterangan
Kerawanan Konversi Sosial
1 Talango 1 2 1 Pasar, ekosistem terumbu karang,
budidaya rumput laut
2 Padike 2 1 1 Pemukiman padat, jalur
penyeberangan, situs sejarah, ekosistem terumbu karang dan penangkapan
3 Cabbiya 1 2 1 Terumbu karang, perkebunan dan
penangkapan
4 Gapurana 1 2 1 Terumbu karang, rumput laut dan
penangkapan
5 Essang 1 2 1 Terumbu karang, perkebunan dan
6 Palasa 1 2 1 Terumbu karang, rumput laut dan penangkapan
7 Poteran 2 2 1 Terumbu karang, perkebunan dan
penangkapan.
8 Kombang 1 2 1 Terumbu karang dan penangkapan
Total 10 15 8
Sumber : Hasil olah data primer
Tabel 6 diatas menunjukkan, nilai indeks kepekaan lingkungan (IKL) di Pulau Poteran dalam ketegori tinggi (IKL = 2). Nilai tingkat kerawanan paling tinggi terdapat di desa Poteran dan Padike. Untuk desa Padike, kondisi ini banyak dipengaruhi oleh aktifitas perdagangan yang ada dan sebagai jalur pintu masuk, sedangkan di desa Poteran, kerawanan lebih disebabkan oleh pengambilan pasir untuk bahan bangunan yang berakibat pada abrasi. Hal tersebut meski masih secara kumulatif masih dibawah ambang batas toleransi lingkungan, jika tidak di tangani dan dikelola secara baik dan benar melalui pengaturan tata ruang dan pemanfaatan sumberdaya, akan berpotensi menjadi faktor utama yang menyebabkan berkurangnya daya dukung di Pulau Poteran.
Indeks Kepekaan Lingkungan di Kecamatan Dungkek dan Pulau Giliyang
Desa Bancamara dan Banraas merupakan desa yang terdapat di Pulau Giliyang, secara administratif masuk dalam wilayah Kecamatan Dungkek. Sektor yang menjadi prioritas pengembangan sebagai representasi pemanfaatan sumberdaya yang ada adalah sektor perikanan tangkap, perdagangan, perkebunan dan wisata. Kondisi ini menunjukkan bahwasanya, Pulau Giliyang memiliki keterwakilan sumberdaya yang kompleks, namun tidak unik. Hasil perhitungan nilai indeks kepekaan lingkungan di Pulau Giliyang dan Kecamatan Dungkek, sebagai berikut :
Tabel 8 Indeks Kepekaan Lingkungan di Pulau Giliyang dan Kecamatan Dungkek
No Desa Nilai Keterangan
Kerawanan Konversi Sosial
1 Jadung 2 2 2 Perikanan tangkap dan
industri kecil 2 Romben
Rana
2 2 2 Perikanan tangkap dan
industri kecil 3 Romben
Guna
2 2 2 Rumput laut, lamun,
perikanan tangkap. 4 Romben
Barat
2 2 2 Rumput laut, lamun,
perikanan tangkap.
5 Bicabi 2 2 2 Perikanan tangkap,
6 Dungkek 3 3 2 Pelabuhan, perikanan tangkap, industri kecil dan makanan
7 Candi 2 2 2 Perikanan tangkap,
industri kecil dan makanan
8 Bunpenang 2 2 2 Perikanan tangkap,
industri kecil dan makanan
9 Tamansare 2 2 2 Perikanan tangkap,
industri kecil dan makanan
10 Bungin 2 2 2 Perikanan tangkap,
industri kecil dan makanan
11 Lapa laok 2 2 2 Perikanan tangkap,
industri kecil dan makanan
12 Lapa taman 2 1 2 Perikanan tangkap,
terumbu karang, cemara udang, wisata pantai
13 Lapa daya 2 2 2 Perikanan tangkap,
industri kecil dan makanan
14 Bancamara 1 2 1 Perikanan tangkap,
terumbu karang, potensi angin
15 Banraas 1 2 1 Perikanan tangkap,
terumbu karang, potensi angin
Total 29 29 28
Sumber : Hasil olah data primer
Penilaian indeks kepekaan lingkungan (IKL= 7) di Pulau Giliyang dan Kecamatan Dungkek, menunjukkan, nilai kerawanan, konversi dan sosial wilayah desa di Pulau Giliyang dan desa lainnya di Kecamatan Dungkek, terdapat perbedaan. Nilai kerawanan, konversi dan sosial di dua desa yang ada di Pulau Giliyang (Bancamara dan Banraas), memiliki nilai yang lebih baik. Utamanya untuk nilai kerawanan dan sosial, menunjukkan dampak sosial yang terjadi di wilayah pulau kecil akan lebih besar, Secara fisik, wilayah pulau kecil memiliki ukuran yang lebih kecil dan keterbatasan toleransi lingkungan terhadap perubahan,
sehingga perubahan sekecil apapun yang terjadi akan mampu mempengaruhi keseimbangan ekosisitem dan sosial yang ada. Kondisi ini pula yang menjelaskan mengapa perlu adanya pembatasan pemanfaatan segenap sumberdaya yang ada di pulau kecil.
Secara umum, nilai IKL yang ada diwilayah administratif Kecamatan Dungkek masih dalam kategori baik. Faktor pendukung kondisi tersebut, utamanya adalah belum dimanfaatkannya sumberdaya dan ruang secara optimal sehingga dampak yang ditimbulkan masih kecil.
Indeks Kepekaan Lingkungan di Pulau Sapudi
Pulau Sapudi, secara administratif terdiri dua wilayah kecamatan, yaitu Kecamatan Nonggunong dan Gayam. Sektor yang menjadi prioritas di ke dua
kecamatan tersebut, meliputi : wisata, perikanan tangkap, peternakan dan industri pengolahan hasil laut. Adapun hasil penilaian indeks kepekaan lingkungan di Pulau Sapudi, sebagai berikut
:
Tabel 9 Indeks Kepekaan Lingkungan di Pulau Sapudi, Kecamatan Gayam dan Nonggunong
No Desa Nilai Keterangan
Kerawanan Konversi Sosial
1 Sonok 2 1 1 Perikanan tangkap,
peternakan, wisata,
2 Somber 2 2 1 Industri kecil,
peternakan dan pertanian
3 Sokarame Timur 2 2 1 Industri kecil,
peternakan dan pertanian 4 Sokarame Paseser 2 2 1 Perikanan tangkap, peternakan dan industri kecil
5 Talaga 2 2 1 Perikanan tangkap
mangrove,
peternakan dan industri kecil
6 Tana Merah 2 2 1 Industri kecil,
peternakan dan pertanian
7 Nonggunong 2 2 1 Perikanan tangkap,
peternakan dan pertanian
8 Rosong 2 2 1 Perikanan tangkap
mangrove dan peternakan
9 Prambanan 3 2 1 Perikanan tangkap
Abrasi, pemboman ikan
10 Pancor 3 3 1 Perikanan tangkap,
peternakan dan abrasi
11 Gayam 2 2 1 Perikanan tangkap
Pasar, pelabuhan
12 Jambuir 1 2 1 Peternakan, pertanian
13 Karang Tengah 2 2 1 Industri kecil,
peternakan dan pertanian
peternakan dan pertanian
15 Kalowang 2 2 1 Perikanan tangkap
Mangrove
16 Tarebung 3 3 1 Perikanan tangkap
peternakan, pelabuhan, abrasi
17 Gendang barat 2 2 1 Industri kecil,
peternakan dan pertanian
18 Gendang timur 2 1 1 Perikanan tangkap,
peternakan dan wisata
Total 38 36 18
Sumber : Hasil olah data primer
Hasil penilaian terhadap indeks kepekaan lingkungan (IKL= 4) di Pulau Sapudi, menunjukkan, kondisi yang hampir sama dengan Pulau Giliyang dan Pulau Poteran. Kondisi yang membedakan terletak pada nilai konversi. Terdapat dua desa yang memiliki nilai konversi baik (keterwakilan sangat tinggi, keberadaan sumberdaya yang unik, kompleks dan utuh).. Kondisi tersebut pula menjadikan wilayah Pulau Sapudi menjadi sebuah wilayah yang layak untuk dikonservasi menjadi cagar alam.
Secara kumulatif nilai IKL di wilayah desa-desa Pulau Sapudi masih dalam kategori baik (< 40). Kondisi ini, lebih banyak disebabkan belum dimanfaatkannya sumberdaya dan ruang secara optimal serta penguasaan teknologi yang masih rendah. Pengawasan lebih lanjut perlu dilakukan melalui pengaturan pemanfataan sumberaya, meliputi penetapan kawasan pengembangan yang sesuai dengan daya dukung lahan dan perairan serta penggunaan teknik
pemanfaatan sumberdaya yang ramah lingkungan.
Arahan Pengembangan
Arahan pengembangan yang berbeda untuk setiap wilayah belum memberikan hasil yang memuaskan apabila tidak dibangun keterkaitan yang saling memperkuat antar tipologi wilayah. Pada tahap awal upaya membangun keterkaitan harus dimulai dengan memperkuat keterkaitan antar pulau-pulau kecil. Upaya membangun keterkaitan tersebut dapat dilakukan dengan membangun segitiga pertumbuhan antara pulau Sapudi, Poteran dan Giliyang. Langkah – langkah yang diperlukan dalam membangun keterkaitan pada tahap awal ini adalah sebagai berikut :
1. Pulau Sapudi yang mempunyai keunggulan strategis berupa akses yang lebih mudah ke pusat pasar besar seperti daerah Bali, Banyuwangi, Situbondo dan lainnya, bisa dijadikan sebagai wilayah outlet pemasaran,
pusat pengembangan industri ternak, pusat bisnis dan perdagangan. Aksesibilitas dan posisi geografisnya yang strategiis akan mengakibatkan aliran baik keluar maupun keluar dari daerah segitiga pertumbuhan akan lebih mudah. Dengan demikian secara bertahap akan mendorong peningkatan volume perdagangan.
2. Pulau Poteran, memiliki sektor perdagangan hasil pertanian dan kelautan dengan tingkat kompetisi yang baik, pengembangannnya diarahkan sebagai pusat pengembangan UKM dan industri skala rumah tangga. Kondisi ini akan sangat membantu dalam mensuplai bahan jadi maupun ½ jadi. Dilakukannya pengolahan sebelum produk dikirim akan meningkatkan nilai tambah yang diperoleh sehingga kebocoran ekonomi wilayah dapat dikurangi.
3. Pulau Giliyang dan Kecamatan Dungkek pada umumnya merupakan wilayah yang memiliki sumber perikanan dan bahan baku bagi industri
rumah tangga arahan pengembangannya adalah bagaimana
meningkatkan kapasitas produksi sumber-sumber bahan baku yang ada sehingga dapat digunakan sebagai input industri. Hal ini dapat diwujudkan dengan menyediakan sarana dan prasarana yang mendukung bagi peningkatakan produksi, dapat berupa pelatihan dan introduksi teknologi yang lebih baik.
Ilustrasi pola keterkaitan antar wilayah pulau kecil yang saling memperkuat dan simetris (Diadopsi dari Laporan Tim P4W) adalah sebagai berikut :
Gambar 15 Pola Keterkaitan antar Wilayah Pulau Sapudi, Giliyang, Poteran yang simentris serta saling memperkuat
Pulau Sapudi
Pulau Poteran Pulau
Giliyang Produksi Bahan Baku/ Bahan Mentah Bahan ½ jadi UKM Home Industry Bali, Banyuwangi Jember, Situbondo
Akumulasi Nilai Tambah
Outlet Pemasaran Pusat Bisnis dan Perdagangan
Pulau Sapudi
Pulau Poteran Pulau
Giliyang Produksi Bahan Baku/ Bahan Mentah Bahan ½ jadi UKM Home Industry Bali, Banyuwangi Jember, Situbondo
Akumulasi Nilai Tambah
Outlet Pemasaran Pusat Bisnis dan Perdagangan
SIMPULAN
Berdasarkan hasil penilaian dan kajian yang telah dilakukan menyimpulkan beberapa hal, yaitu :
1. Kondisi lingkungan di wilayah pulau-pulau kecil (Pulau Sapudi, Poteran dan Giliyang), yang meliputi tingkat kerawanan, konversi dan sosial, masih dalam kondisi baik. Hal ini ditunjukkan dengan nilai indeks kepekaan lingkungan (IKL) dalam kategori baik (Poteran = 2, Poteran = 7 dan Sapudi = 4) . Maksudnya, lingkungan pulau-pulau kecil masih memiliki daya dukung terhadap pengembangan sektor prioritas.
2. Tingkat kerawanan pada nilai tinggi (buruk) yang menunujukkan level kerawanan dari habitat, tata guna lahan atau penggunaan perairan pada tiap desa di wilayah pulau-pulau kecil, adalah : desa Padike dan Poteran (Poteran), Dungkek (Giliyang) dan desa Pancor sera Prambanan (Sapudi). 3. Tiap pulau kecil memiliki representasi
keunikan integritas sumberdaya tersendiri pada salah satu desa didalamnya. Kondisi ini tercermin dari nilai konversi pada tiap wilayah desa. Nilai konversi pada kategori tinggi (baik) di tiap pulau-pulau kecil, terdiri dari desa Lapa taman (Dungkek), desa
Padike (Poteran) dan desa Sonok serta Gendang timur (Sapudi).
4. Semua wilayah desa pada tiap wilayah pulau kecil, memiliki nilai sosial yang sama. Kondisi ini menunjukkan taraf sosial dan ekonomi masyarakat di tiap pulau-pulau kecil adalah sama.
4. Arahan pengembangan yang dibangun atas adanya keterkaitan antar pulau direkomendasikan sebagai berikut : a) Pulau Sapudi dijadikan sebagai wilayah outlet pemasaran, pusat pengembangan industri ternak, pusat bisnis dan perdagangan; b) Pulau Poteran, pengembangannnya diarahkan sebagai pusat pengembangan UKM dan industri skala rumah tangga. Kondisi ini akan sangat membantu dalam mensuplai bahan jadi maupun ½ jadi ; c) Pulau Giliyang dan Kecamatan Dungkek arahan pengembangannya adalah bagaimana meningkatkan kapasitas produksi sumber-sumber bahan baku yang ada sehingga dapat digunakan sebagai input industri.
DAFTAR PUSTAKA
Anwar, A. 1990. Beberapa Konsepsi Alokasi Sumberdaya Alam Untuk
Penentuan Kebijaksanaan Ekonomi Ke Arah Pembangunan
Yang Berkelanjutan. Program Studi Ilmu Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Pedesaan (PWD) – Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Bengen, D.G. 2002 Sinopsis Ekosistem Sumberdaya Pesisir dan Lautan. Pusat kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan. IPB. Bogor
Dahuri, H.R., J. Rais, S.P. Ginting dan M.J. Sitepu. 1996. Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan Secara Terpadu. PT. Pradnya Paramita, Jakarta.
Mitchell, Robert Cameron and Richard T, Carson. 1989. Using Surveys to Value Public Goods. The Contingent Valuation Methods. Resource For The Future, Washington D.C.
Pretty, J. dan I. Guijt. 1992. Primary Environmental Care : An Alternative Paradigm for Development Assistence dalam Britha Mikkelsen. 1999. Metode Penelitian Partisipatoris dan Upaya-Upaya Pemberdayaan. Yayasan Obor Indonesia, Jakarta. Ruitenbeek, H.J. 1991. Mangrove
Management : An Economics Analysis of Management Option
with a Focus on Bintuni Bay, Irian Jaya. Environmental Management Development in Indonesia Project (EMDI). EMDI Environmental Reports, Jakarta.
Saaty, T.L. 1991. Pengambilan Keputusan Bagi Para Pemimpin : Proses Hirarkhi Analitik Untuk Pengambilan Keputusan Dalam Situasi Yang Kompleks. PT Pustaka Binaman Presindo, Jakarta.
Sanim, B. 2003. Ekonomi Sumberdaya Air dan Manajemen Pengembangan Sektor Air Bersih Bagi Kesejahteraan Publik. Orasi Ilmiah, Guru Besar Tetap Bidang Ilmu Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan, Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor, Bogor. Siregar, D.D. 2004. Manajemen Aset:
Strategi Penataan Konsep Pembangunan Berkelanjutan Secara Nasional Dalam Konteks Kepala Daerah Sebagai CEO’s Pada Era Globalisasi dan Otonomi Daerah. PT. Gramedia, Jakarta.