• Tidak ada hasil yang ditemukan

Seminar Nasional Penginderaan Jauh ke-4 Tahun Jurusan Geografi, Universitas Negeri Malang 2. Pusat Pemanfaatan Penginderaan Jauh, LAPAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Seminar Nasional Penginderaan Jauh ke-4 Tahun Jurusan Geografi, Universitas Negeri Malang 2. Pusat Pemanfaatan Penginderaan Jauh, LAPAN"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

179

Kajian Awal Pemanfaatan Data Radar Sentinel-1 untuk Pemetaan Lahan

Baku Sawah di Kabupaten Indramayu Jawa Barat

Preliminary Study of Sentinel-1 Radar Data Application for Paddy Field

Mapping in Indramayu - West Java

Mohammad Naufal Fathoni1*), Galdita Aruba Chulafak2, Dony Kushardono2

1Jurusan Geografi, Universitas Negeri Malang 2Pusat Pemanfaatan Penginderaan Jauh, LAPAN

*)E-mail: barujatuh@gmail.com

ABSTRAK – Kebutuhan administrasi daerah terhadap informasi penutup lahan akan menunjang perencanaan di suatu wilayah. Penginderaan jauh merupakan media yang dapat memantau dinamika perubahan penggunaan lahan dengan cepat dan biaya yang relatif murah. Iklim tropis di Indonesia mengakibatkan pasokan penguapan air menjadi tinggi sehingga muncul gangguan cuaca seperti awan, hal tersebut merupakan hambatan bagi media penginderaan jauh sistem optis. Dilengkapi Syntetic Aperture Radar (SAR), Sentinel-1 memuat informasi yang lebih fleksibel dalam perolehan data karena tidak terhalang oleh gangguan awan dan cuaca sehingga dapat digunakan untuk memperoleh informasi kondisi lahan. Pada penelitian awal ini dikaji pemetaan lahan sawah menggunakan data radar Sentinel-1 dual polarisasi VV dan VH berbasis klasifikasi maximum likelihood dan neural network dengan informasi tekstur. Variabel tekstur yang digunakan adalah semua jenis tekstur dan kelompok tekstur contrast (Hommogenity, Dissimilarity, dan Contrast). Hasil studi diperoleh pada klasifikasi dengan neural network menunjukkan penggunaan semua kelompok tekstur memiliki nilai

overall accuraccy 78%, sedang penggunaan kelompok tekstur contrast memiliki nilai overall accuracy 88%. Sebagai perbandingan, pada hasil klasifikasi menggunakan training data yang sama dengan metode neural network, metode

maximum likelihood memiliki nilai overall accuracy yang lebih rendah yaitu 84%, tetapi dengan mempergunakan jumlah training data yang memadai pada metode maximum likelihood dapat menghasilkan akurasi yang sama dengan neural network.

Kata kunci: Sentinel-1, SAR, lahan sawah, tekstur, maximum likelihood, neural network

ABSTRACT -Landcover information is an essential aspect that supports regional spatial planning. Remote sensing is a proven instrument that observes landuse change in quick and inexpensive way. Tropical climate in Indonesia increases evaporation supply that cause cloud disturbance which is a remote sensing optical system barrier. Equipped with Syntetic Aperture Radar (SAR), Sentinel-1 has more flexible ways capture information because it contains less cloud and wether obstacle, thus easily gaining information on land conditions. In this preliminary study, we examined the mapping of paddy field using Sentinel-1 dual polarization radar data VV and VH based on maximum likelihood and neural network with texture information. Texture variables used were all texture types and contrast texture groups (Hommogenity, Dissimilarity, and Contrast). The result showed that using all texture information gave 78% overall accuracy, while using contrast-only texture group gave 88% overall accuracy. Additionally, using limited amount of sample, neural network were able to outperformed maximum likelihood in terms of overall accuracy. However, with sufficient amout of sample suitable for maximum likelihood, it was able to match the neural network in terms of overall accuracy.

Keywords: Sentinel-1, SAR, paddy field, textur, maximum likelihood, neural network

1.

PENDAHULUAN

Perubahan penggunaan lahan secara global memiliki dampak di segi ekonomi, lingkungan, dan sosial dikarenakan lahan merupakan tempat dimana terjadi interaksi antara manusia dan lingkungannya. Salah satu dampak dari perubahan penggunaan lahan adalah bencana rawan pangan dimana kawasan pertanian berubah menjadi kawasan non-pertanian. Pengurangan luas sawah akibat dikonversi ke penggunaan non-pertanian menjadi kompleks perumahan, pertokoan, kawasan industri, dan sebagainya akan memperbesar masalah pangan (Irawan, 2011). Daerah Pantai Utara Jawa khususnya Kabupaten Karawang dan Indramayu Jawa Barat merupakan daerah yang memiliki karakteristik fisiologi datar dan merupakan salah satu daerah penghasil padi nasional. Indramayu sebagai lumbung padi nasional menghasilkan panen padi yang tinggi hingga 1.700.000 ton per tahun dan konsumsi padi yang rendah (Safutra, 2017).

(2)

180

Pemantauan dan data-data tentang penutup lahan merupakan hal yang urgent dalam pengembangan wilayah terutama lahan baku sawah yang dapat difungsikan sebagai strategi perencanaan yang tepat di Kabupaten Indramayu Jawa Barat. Survey dan pemetaan penutup lahan konvensional selain memerlukan tenaga dan biaya yang besar juga akan memakan waktu yang lama dalam pengambilan dan pengolahan datanya. Penginderaan jauh merupakan pengantar pemetaan efektif dengan memanfaatkan teknologi seperti foto udara, citra satelit tanpa ada kontak langsung dengan obyek yang diamati. Sampurno dkk. (2016) menyatakan bahwa penginderaan jauh merupakan sarana yang efektif untuk memetakan tutupan lahan secara spasial dengan cepat, luas, serta mudah.

Klasifikasi penutup lahan menggunakan citra satelit sudah banyak digunakan di Indonesia akan tetapi ketersediaan data citra satelit optis sering terganggu oleh tutupan awan mengingat Indeonesia beriklim tropis. Cheen (2007) dalam Emiyati dkk. (2016) menyatakan bahwa pemetaan penutup lahan menggunakan data satelit optis sangat bergantung dengan kondisi cuaca dan atmosfer. Data satelit sistem radar merupakan data yang dapat mengambil informasi spasial di bumi dan tidak dipengaruhi oleh keadaan cuaca karena Syntetic

Aperture Radar (SAR) merupakan penginderaan jauh sistem aktif yang menggunakan gelombang mikro.

Lillesand dan Kiefer (1979) menyatakan bahwa gelombang mikro lebih panjang dari gelombang cahaya yang digunakan satelit sistem optis pada umumnya. Semakin panjang gelombang maka kemampuan untuk menembus awan semakin besar (Susanto dkk., 2014).

Pemanfaatan data SAR untuk ekstraksi lahan baku sawah yang ada di Kabupaten Indramayu Jawa Barat merupakan salah satu cara dalam melakukan arsip data dan informasi penutup lahan. Informasi lahan baku sawah penting dikaji untuk memonitoring perubahan penggunaan lahan sawah yang ada sebagai upaya perencanaan terkait ketahanan pangan secara global. Ekstraksi informasi lahan baku sawah perlu dikaji secara detil bagaimana perolehan dan pengolahan datanya agar informasi yang dihasilkan merupakan informasi yang dapat dipertanggungjawabkan.

2.

METODE

Gambar 1. Diagram alur penelitian

Penelitian ini dilakukan di daerah Pantai Utara Kabupaten Indramayu Jawa Barat tepatnya pada -6.186° LS sampai -6.508° LS dan 107.904° BT sampai 108.319° BT. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data SAR Sentinel-1 temporal dengan polarisasi VH dan VV yang diakuisisi pada tanggal 17 Agustus 2016,

(3)

181 10 September 2016, dan 04 Oktober 2016. Pengolahan terdiri dari proses pengumpulan data, pre-processing, ekstraksi informasi tekstur, klasifikasi, dan uji akurasi. Secara ringkas alur penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 1.

Produk Sentinel 1 yang digunakan adalah Sentinel-1A dengan format IW (Interferometric Wide Swath) dengan level data level 1 GRD. Ground Range Detected merupakan data yang telah terdeteksi dan termasuk data multi looking. Data ini telah diproyeksikan dengan jarak lapang dengan menggunakan model elipsoid bumi. Informasi fase pada produk ini hilang dan spekle yang dikurangi karena mengurangi resolusi geometrisnya (ESA, 2013). Sedangkan format IW merupakan akuisisi utama di atas tanah. Mode ini memiliki cakupan 250 km dengan resolusi spasial 5m x 20m (single look). Mode IW mengakuisisi 3 sub-petak dengan menggunakan TOPSAR (Terrain Observation with Progressive Scan SAR). Mode TOPSAR dimaksudkan untuk menggantikan mode ScanSAR konvensional dengan cakupan dan resolusi yang sama akan tetapi rasio

noise menjadi kecil. Teknologi ini memiliki kelebihan yang dapat menghasilkan kualitas gambar yang homogen dengan noise yang dapat diminimalisir (Signal–to-Noise Ratio) hampir seragam (Emiyati, dkk., 2016). Secara detil format data IW dipaparkan dalam Tabel 1.

Tabel 1. Karakteristik format IW pada Sentinel 1

Characteristic Value

Swath width 250 km

Incidence angle range 29.1° – 46.0°

Elevation beems 3

Azimuth steering angle ± 0.6°

Azimuth and range looks Single

Polarization options Dual HH+HV, VV+VH

Single HH, VV

Maximum Noise Equivalent Sigma

Zero (NESZ) -22 dB

Radiometric stability 0.5 dB (3𝜎)

Radiomatric accuracy 1 dB (3𝜎)

Phase error 5°

Pre-Processing data terdiri dari koreksi geometrik yang berupa reprojection menggunakan software Next ESA SAR Toolbox (NEST) dan kalibrasi nilai digital number (DN) menjadi nilai backscatter (hamburan balik) dalam bentuk sigma𝜃 yang digunakan untuk identifikasi kuantitatif menggunakan aplikasi Sentinel Aplication

Platform (SNAP). Proses dilanjutkan dengan melakukan ekstraksi data tekstur. Tekstur adalah pola variasi

intensitas gambar dan bisa menjadi alat yang berharga dalam meningkatkan akurasi klasifikasi tutupan lahan (SNAP, 2014). Tekstur diolah menggunakan algoritma Grey Level Co-occurrence Matrix (GLCM) dengan

Window Size 7x7 dengan arah analisis dari semua arah. Kuantisasi yang digunakan adalah Probabilistic

Quantizer dengan level kuantisasi 32. Adapun jenis tekstur menurut Haralick, dkk. (1973) yang digunakan

adalah sebagai berikut:

- Contrast = ∑ 𝑛 ∑ ∑ 𝑝(𝑖, 𝑗)

| |

……….….. (1)

- Dissimilarity = ∑ ∑ 𝐶 log 𝐶 ……….…………..….. (2)

- Homogenity = ∑ ∑ ( ) . ℎ (𝑖, 𝑗)…………..…….………...…...(3)

- Angular Second Momen = ∑ ∑ (𝑖 − 𝜇) 𝑝(𝑖, 𝑗)....……… ………..………(4)

- Energy = ∑, 𝑃(𝑖, 𝑗) ………..……….…(5)

- Maximum Probability = max 𝐶 𝑓𝑜𝑟 𝑎𝑙𝑙 (𝑖, 𝑗)………….……….………….……..……(6)

- Entropy = − ∑ ∑ 𝑝(𝑖, 𝑗) log 𝑝(𝑖, 𝑗) ...(7)

(4)

182

- GLCM Variance = ∑ ∑ (𝑖 − 𝜇) 𝑝(𝑖, 𝑗)……….…………..………(9)

-

GLCM Correlation =∑ ∑ ( , ) ( , ) ……….……….………(10)

Ekstraksi informasi tekstur menggunakan klasifikasi supervised Neural Network dengan membandingkan penggunaan ekstraksi kelompok tekstur. Kelompok tekstur dibandingkan terlebih dahulu untuk mengetahui penggunaan tektur yang paling baik. Kelompok tekstur yang dibandingkan adalah semua jenis fitur tekstur dan

Contrast Group Texture (Contrast, Dissimilarity, dan Homogenity). Hasil klasifikasi Contrast Group Texture

kemudian dibandingkan dengan metode klasifikasi yang berbeda yaitu menggunakan algoritma klasifikasi

Maximum Likelihood dan Neural Network. Uji akurasi hasil klasifikasi dihitung menggunakan Confusion Matrix menggunakan tes data yang diinterpretasikan dengan bantuan citra satelit sistem optis resolusi sangat tinggi.

3.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Tanggal 17 Agustus 2016 Tanggal 09 September 2016 Tanggal 04 Oktober 2016

Composit RGB (R=17 Agsutus, G=09 September,

B=04 Oktober 2017) Composit RGB True Colour menggunakan satelit optik

Gambar 2. Perbandingan interpretasi visual data SAR multitemporal dan single time

Tampilan data SAR adalah kekasaran, tekstur, dan rona yang dihasilkan dari backscatter sehingga interpretasi secara visual akan sulit membedakan penutup lahan sawah dan bukan sawah. Teknik interpretasi yang dilakukan untuk mempermdah identifikasi adalah dengan komposit RGB data SAR secara temporal. Teknik ini dilakukan karena sawah memiliki fase pertumbuhan dimana tiap fasenya memiliki nilai backscatter

yang berbeda. Li, dkk. (2004) menyatakan bahwa data SAR multitemporal paling cocok digunakan untuk

Sawah Sawah Sawah Sawah Sawah laut laut laut laut laut

(5)

183 memantau perubahan sistem perkembangan (sawah). Penggunaan data temporal akan mempermudah identifikasi secara visual terutama dalam pembuatan training data. Ilustrasi disampaikan pada Gambar 2.

Warna biru pada data SAR komposit RGB multitemporal menandakan penutup lahan dengan jenis sawah. Pada lokasi yang sama data SAR tanggal 17 Agustus 2016 menunjukkan warna sawah gelap yang artinya nilai

backscatter rendah karena sinyal yang dipantulkan tidak kembali pada sensor dikarenakan permukaan yang

halus, rata, atau air. Fase tersebut merupakan fase dimana sawah masih diairi yang menandakan belum ada vegetasi yang besar. Pada tanggal 09 September 2016 pada lokasi yang sama mulai tampak bercak-bercak putih yang menandakan adanya nilai backscatter yang diterima sensor. Fase tersebut merupakan fase dimana sawah sudah mulai ditumbuhi oleh tanaman dan menimbulkan multiple bounce pada sinyal radar, akan tetapi warna hitam masih terlihat. Fase tumbuh terlihat pada tanggal 04 Oktober 2016 dimana rona pada citra terlihat cerah. Perbedaan nilai backscatter jika dikompositkan secara temporal menjadikan tampilan data SAR secara visual memberi corak warna yang berbeda menunjukan dinamika pertumbuhan tanaman.

Tabel 2. Nilai backscatter pada penutup lahan data multitemporal

Penutup Lahan Nilai Backscatter

17 Agustus 2016 09 September 2016 04 Oktober 2016 Sawah 0.004229 0.008858 0.050254 Badan Air,

Laut/Tambak 0.002130 0.000494 0.001976 Lahan Terbangun 0.182700 0.178336 0.168376

Penutup lahan dengan jenis badan air/tambak pada 3 data multitemporal yang ada memiliki rona yang sama-sama gelap. Hal ini dikarenakan sinyal yang dipancarkan oleh satelit mengalami single bounce dan memantul ke arah yang berbeda sehingga sinyal tidak kembali ke sensor. Rona yang gelap menandakan bahwa nilai dari

backscatter yang rendah. Berbeda dengan penutup lahan jenis lahan terbangun dimana memiliki rona yang

cerah pada 3 data multitemporal. Rona cerah menandakan sinyal yang dipancarkan satelit mengalami double bounce sehingga sinyal fokus kembali ke satelit dan menjadikan nilai dari backscatter penutup lahan ini menjadi tinggi (Denisov, 2015). Pada komposit multitemporal data radar kedua obyek ini tidak jauh berbeda, tidak seperti penutup lahan jenis sawah yang berwarna biru pada komposit warna. Nilai Backscatter pada ketiga obyek di atas pada 3 tanggal berbeda secara detil di paparkan pada Tabel 2.

ASM Contrast Correlation Dissimilarity Energy

Entropy Homogenity MAX Mean Variance

Gambar 3. Hasil ekstraksi tekstur GLCM

Proses klasifikasi penutup lahan dibantu dengan ekstraksi tekstur menggunakan fitur Grey Level

Co-occurrence Matrix (GLCM). SNAP (2014) menjelaskan bahwa ekstraksi tekstur akan meningkatkan akurasi

klasifikasi tutupan lahan. Window size yang digunakan adalah 7x7 dimana merupakan ukuran yang analisis GLCM yang optimal untuk klasifikasi penutup lahan (Kushardono, 2012). Ekstraksi tekstur dilakukan menggunakan 10 parameter sehingga terlihat seperti Gambar 3.

Klasifikasi yang digunakan adalah klasifikasi Neural Network untuk mengetahui kelompok tekstur yang paling baik sebagai bahan masukan ekstraksi informasi penutup lahan. Kushardono (1997) mengemukakan bahwa sistem klasifikasi back propagation neural network memiliki keakuratan hasil klasifikasi yang paling

(6)

184

besar dari pada sistem klasifikasi fuzzy neural network dan maximum likelihood. Hasil klasifikasi didapatkan bahwa penggunaan keseluruhan fitur tekstur menjadikan hasil klasifikasi memiliki nilai overall accuracy 78% yang lebih rendah dari pada menggunakan menggunakan kelompok tekstur contrast (Hommogenity, Dissimilarity, dan Contrast). Penggunaan kelompok tekstur contrast memiliki nilai akurasi 88%. secara spasial akan disajikan pada Gambar 4.

(a) (b)

Gambar 4. Perbandingan Hasil Klasifikasi. (a) Hasil Klasifikasi Neural Net Kelompok Tekstur Kontras, dan (b) Hasil Klasifikasi Neural Net Seluruh Kelompok Tekstur

Hasil klasifikasi menggunakan neural network pada data SAR kelompok tekstur kontras menggambarkan nilai sawah (kuning) mendominasi penggunaan lahan sedangkan pada seluruh kelompok tekstur didominasi oleh penutup lahan berupa vegetasi kerapatan tinggi (merah muda). Klasifikasi menggunakan neural network

ini menggunakan batas RMSE 0.1 dimana dalam pengolahan kelompok tekstur kontras dan seluruh kelompok tekstur memiliki jumlah iterasi pembelajaran yang berbeda. Kelompok tekstur kontras hanya membutuhkan iterasi sebanyak 367 kali pembelajaran sedangkan penggunaan seluruh kelompok tekstur membutuhkan iterasi sebanyak 27.572 kali pembelajaran. Hal ini menandakan selain input masukan klasifikasi, kelompok tekstur kontras lebih mudah dipelajari neural network pada training data yang telah dibuat.

Hasil klasifikasi menggunakan algoritma maximum likelihood menggunakan kelompok tekstur kontras memiliki nilai overall accuracy lebih rendah dari pada menggunakan neural network. Nilai yang didapatkan sebesar 84%. Training data yang digunakan untuk mengklasifikasi merupakan training data yang digunakan pada neural network dimana tidak membutuhkan terlalu banyak training sehingga jika digunakan dalam klasifikasi maximum likelihood kurang maksimal. Berkaitan dengan waktu pengolahan, ekstraksi data penutup lahan menggunakan algoritma maximum likelihood lebih cepat dari pada neural network karena adanya iterasi pembelajaran yang membutuhkan waktu.

Klasifikasi menggunakan algoritma maximum likelihood dapat lebih dimaksimalkan menggunakan training data yang berbeda dan lebih luas dari pada training data neural network. Nilai akurasi yang didapatkan sebesar 89% dan lebih besar 2% dari hasil klasifikasi neural network. Hal ini dikarenakan pada klasifikasi neural network ikut terbacanya potongan citra efek pengambilan data sistem TOPSAR seperti garis lurus dan diterjemahkan sebagai badan air sehingga klasifikasi menjadi lebih rendah seperti pada Gambar 5. Adapun hasil klasifikasi menggunakan algoritma maximum likelihood akan disajikan pada Gambar 6.

Gambar 5. Efek TOPSAR yang diterjemahkan sebagai badan air Efek

(7)

185

(a)

Hasil klasifikasi maximum likelihood menggunakan training data sama seperti training data neural network

(b)

Hasil Klasifikasi maximum likelihood menggunakan training data berbeda dengan neural network

Gambar 6. Perbandingan hasil klasifikasi menggunakan algoritma maximum likelihood

4.

KESIMPULAN

Pemanfaatan data SAR untuk ekstraksi penutup lahan sangat potensial digunakan di Indonesia yang memiliki iklim tropis karena perolehan data SAR dapat di segala kondisi cuaca. Informasi kekasaran yang ditampilkan pada data SAR akan menghambat interpretasi.

Penggunaan data SAR temporal akan mempermudah interpretasi lahan sawah karena backscatter tiap tanggal berbeda sehubungan perubahan pertumbuhan tanamannya. Ekstraksi data tekstur digunakan untuk meningkatkan akurasi karena pengelompokan nilai back scatters.

Penggunaan kelompok informasi tekstur yang tepat diperlukan untuk mendapatkan hasil klasifikasi yang maksimal. Hasil klasifikasi yang baik didapatkan menggunakan metode neural network dari kelompok tekstur kontras. Sedang pada klasifikasi menggunakan Maximum likelihood akan mendapatkan hasil yang maksimal jika training data yang digunakan mencukupi untuk proses pembelajarannya.

5.

UCAPAN TERIMA KASIH

Penelitian ini adalah merupakan hasil Praktik Kerja Lapangan Universitas Negeri Malang (UM) pada Pusat Pemanfaatan Penginderaan Jauh LAPAN, untuk itu diucapkan terima kasih kepada Syamsul Bachri, S.Si., M. Sc., Ph.D. dari UM dan Pimpinan LAPAN yang telah memberikan kesempatan dan dukungannya.

6.

DAFTAR PUSTAKA

Denisov, P. (2015). Radar Earth Remote Sensing Satellite Data: Generation, Processing Methods and Practical Applications In Social And Economic Spheres. Makalah disajikan dalam Workshop Practical Applications of The Earth Remote Sensing Technologies to Solve Social and Economic Challenges, 25-26 Maret,Russian Space Systems. Emiyati, Manoppo, A. K.S., dan Hartuti, M. (2016). Pemanfaatan Data Radar Sentinel 1 untuk Pemetaan Lahan Tambak

di Kabupaten Gresik Jawa Timur. Prosiding Sinas Inderaja 2016, Jakarta, Indonesia.

ESA. (2013). Sentinel-1 User Handbook, diunduh 3 Agustus 2017 dari https://sentinel.esa.int/documents/247904/685163/Sentinel-1_User_Handbook.

Haralick, R. M., Shanmugam, K., dan Dinstein, I. (1973). Textural Feature For Image Classification. IEEE Transactions on Systems, Man and Cybernetics, 3(6), 610-621.

Irawan, B. (2005). Konversi Lahan Sawah: Potensi Dampak, Pola Pemanfaatannya, dan Faktor Determinan. Forum Penelitian Agro Ekonomi, 23(1), 1-18.

Kushardono, D. (1997). Metode Fuzzy Neural Network untuk Klasifikasi Penutup Lahan dari Data Penginderaan Jauh serta Perbandingannya dengan Back Propagation Neural Network dan Maximum Likelihood. Majalah LAPAN, (80), 31–45.

(8)

186

Kushardono, D. (2012). Klasifikasi Spasial Penutup Lahan dengan Data SAR Dual-Polarisasi Menggunakan Normalized Difference Polarization Index dan Fitur Keruangan dari Matrik Kookurensi. Jurnal Penginderaan Jauh dan Pengolahan Citra Digital, 9(1), 12-24.

Li, X., dan Yeh, A.G. (2004). Multitemporal SAR Images for Monitoring Cultivation Systems Using Case-Based Reasoning. Remote Sensing of Environment, 90(4), 524-534.

Lillesand, T.M. dan Kiefer, R.W. (1979). Penginderaan Jauh dan Interpretasi Citra (Sutanto, Ed). Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Safutra, I. (2017). Jadi Lumbung Padi Nasional, Petani Indramayu Masih Miskin, diunduh 1 Agustus 2017 dari http://www.jawapos.com/read/2017/03/13/115737/jadi-lumbung-padi-nasional-petani-indramayu-masih-miskin. Sampurno, Mulya, R dan Thoriq, A. (2016). Klasifikasi Tutupan Lahan Menggunakan Citra Landsat 8 Operational Land

Imager (OLI) di Kabupaten Sumedang. Jurnal Teknotan, 10(2), 61-70.

SNAP (2014). SNAP User Guide, diunduh Juli 2017 dari http://step.esa.int/main/toolboxes/snap/.

Susanto, A., Trisakti, B., dan Arimurthy A. M. (2014). Perbandingan Klasifikasi Berbasis Obyek dan Klasifikasi Berbasis Piksel Pada Data Citra Satelit Synthetic Aperture Radar Untuk Pemetaan Lahan. Jurnal Penginderaan Jauh dan Pengolahan Citra Digital, 11(1), 63-75.

Gambar

Gambar 1. Diagram alur penelitian
Gambar 3. Hasil ekstraksi tekstur GLCM
Gambar 4. Perbandingan Hasil Klasifikasi. (a) Hasil Klasifikasi Neural Net Kelompok Tekstur Kontras, dan (b)  Hasil Klasifikasi Neural Net Seluruh Kelompok Tekstur

Referensi

Dokumen terkait