• Tidak ada hasil yang ditemukan

OPTIMALISASI SINTESIS DAN PENANDAAN DENGAN I-125 PADA PNIPA SEBAGAI SUMBER RADIASI BRAKITERAPI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "OPTIMALISASI SINTESIS DAN PENANDAAN DENGAN I-125 PADA PNIPA SEBAGAI SUMBER RADIASI BRAKITERAPI"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

OPTIMALISASI SINTESIS DAN PENANDAAN DENGAN I-125 PADA

PNIPA SEBAGAI SUMBER RADIASI BRAKITERAPI

Indra Saptiama, Herlina, Sriyono, Abidin, Rohadi Awaludin

Pusat Radioisotop dan Radiofarmaka (PRR), Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN) Kawasan Puspiptek Serpong, Tangerang Selatan, Telp/fax 021-7563141

Email: Indra.saptiama@batan.go.id

ABSTRAK

OPTIMALISASI SINTESIS DAN PENANDAAN DENGAN I-125 PADA PNIPA SEBAGAI SUMBER RADIASI BRAKITERAPI Berbagai polimer telah banyak dikembangkan untuk berbagai aplikasi,

diantaranya dalam drug delivery. Salah satu polimer peka temperatur yaitu poli N-isopropilakrilamida (PNIPA) merupakan polimer yang memiliki sifat fisis yang khas sehingga dapat dikembangkan sebagai sumber radiasi terapi untuk brakiterapi. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan viskositas polimer peka temperatur PNIPA yang optimal dan tertandai dengan isotop iodium-125. Pembuatan polimer PNIPA dilakukan dengan menggunakan inisiator APS dan TEMED serta air sebagai pelarut. Sebanyak 0,2%; 0,4%;

0,6%; 0,8%; 1% w/w variasi inisiator APS dan 1%; 3%; 5%; 8%; 10% w/w variasi konsentrasi polimer serta

waktu polimerisasi selama 1 jam dilakukan untuk mendapatkan viskositas yang optimal. Penandaan Iodium-125 dengan aktivitas 1 mCi pada PNIPA dilakukan dengan menggunakan oksidator iodogen. Konsentrasi inisiator APS 0.8% dan polimer sebesar 3% dalam pembuatan polimer PNIPA memiliki viskositas optimal dalam penggunaan aplikasinya sebagai sumber radiasi brakiterapi. Telah berhasil dilakukan penandaan I-125 pada polimer PNIPA dengan rendemen penandaan mencapai 35,7 % dan 34,9 % dengan aktivitas jenis I-125 PNIPA sebesar 1,10 mCi/g dan 1,02 mCi/g. Perlu penelitian lebih lanjut guna meningkatkan rendemen penandaan I-125 pada polimer PNIPA.

Kata kunci: PNIPA, Brakiterapi, Iodogen, Iodium-125, APS

ABSTRACT

OPTIMATION OF SYNTHESIS & LABELING OF PNIPA WITH I-125 FOR BRACHYTHERAPY RADIATION SOURCE. Many polymers have been developed in various applications especially in drug

delivery. One of thermosensitive polymer poly N-isopropilacrilamide (PNIPA) has many unique properties so it can be developed as therapeutic source radiation for brachyterapy. The aim of study is to obtain an optimum viscosity and PNIPA polymer is labeled I-125. PNIPA polymer was synthesized by using APS and TEMED initiator in aqueous solution. In this research, percentages of initiator APS variation were 0,2%;

0,4%; 0,6%; 0,8%; 1% w/w, the percentages of polymer PNIPA concentration were 1%; 3%; 5%; 8%; 10%

w/

w and the time of polymerization was an hour. Labeling of Iodium-125 with activity about 1 mCi in PNIPA

polymer was carried out by iodogen as an oxidizing agent. The results showed that the optimum viscosity of PNIPA polymer for its application was at the percentage of initiator APS 0,8% and the percentage of polymer PNIPA concentration 3%. PNIPA has been successfully radioiodinated, giving radioiodination yield of 35,7 % and 34,9 % with specific activity I-125 in PNIPA 1,10 mCi/g and 1,02 mCi/g PNIPA. Further research is needed to increase the percentage of radioiodination yield of I-125 labeling in PNIPA polymer. Key words: PNIPA, Brachytherapy, Iodogen, Iodine-125, APS

PENDAHULUAN

ada lima belas tahun terakhir ini, berbagai jenis polymer telah banyak dikembangkan di berbagai bidang, diantaranya di bidang kedokteran nuklir. Salah satu polimer yang digunakan adalah polimer peka temperatur poli-N-isopropilakrilamida (PNIPA). Polimer peka temperatur PNIPA beserta turunannya telah digunakan dalam penelitian dan pengembangan diantaranya untuk immobilisasi enzim, drug delivery, biokonjugasi, dan proses dehidrasi protein

(1, 2, 3, 4, 7). PNIPA memiliki sifat fisik yang khas,

berbeda dengan polimer lainnya. Polimer ini dapat larut dengan baik dalam pelarut air, sehingga

menguntungkan dalam penggunaanya sebagai drug delivery karena menggunakan pelarut yang tidak bersifat toksik bagi tubuh (3). PNIPA mempunyai temperatur transisi sekitar 32-33 C, di bawah temperatur transisi PNIPA larut dalam air dan akan menggumpal di atas temperatur transisi (5, 6, 7). Temperatur transisi PNIPA yang mendekati temperatur tubuh manusia (sekitar 37 – 40 C) berpotensi untuk diteliti lebih lanjut dalam pengembangan sumber radiasi brakiterapi.

Pada saat ini brakiterapi menggunakan sumber radiasi seed Iodium-125 (I-125), telah efektif untuk terapi kanker prostat. Seed iodium I-125 ditanam di jaringan kanker dalam tubuh dengan menggunakan sebuah aplikator (9,10).

(2)

Berbagai penelitian mengenai tingkat keberhasilan dengan menggunakan sumber radiasi seed I-125 untuk brakiterapi mencapai lebih dari 90 % (8). PNIPA memiliki potensi dikembangkan sebagai sumber radiasi untuk brakiterapi. PNIPA yang ditandai dengan I-125 dapat menggantikan peranan seed titanium sebagai sumber radiasi. PNIPA dapat ditanamkan ke dalam jaringan kanker dengan mudah tanpa menggunakan aplikator karena pada temperatur ruang PNIPA memiliki fluiditas yang baik sehingga dapat diinjeksikan kedalam jaringan kanker di dalam tubuh. Setelah masuk ke dalam jaringan kanker di dalam tubuh, cairan polimer tersebut akan segera menggumpal sehingga tidak menyebar ke seluruh tubuh. Oleh karena itu, sumber radiasi polimer peka temperatur PNIPA memberikan alternatif kemudahan dalam proses penanaman dibandingkan dengan seed I-125 yang digunakan saat ini.

Pada penelitian sebelumnya, polimer peka temperatur PNIPA telah berhasil dibuat dengan menggunakan 2 cara yakni melalui polimerisasi radiasi dan menggunakan radikal bebas dengan inisiator ammonium persulfat (APS) dan tetrametilendiamin (TEMED) serta telah dikarakterisasi (14, 15). Sintesis polimer menggunakan inisiator redoks dipilih karena memiliki viskositas yang lebih rendah dan lebih efisien dalam pembuatannya. Polimer peka temperatur PNIPA yang telah disintesis memiliki temperatur transisi sekitar 33 oC (15). Kegiatan selanjutnya adalah optimalisasi pembuatan polimer PNIPA dimana pada aplikasinya diperlukan polimer yang memiliki viskositas yang tidak terlalu tinggi dan memiliki konsentrasi polimer yang tinggi serta penandaaan polimer PNIPA dengan Iodium-125. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan polimer peka temperatur PNIPA yang optimal dari sisi viskositas dan tertandai iodium-125.

TATA KERJA

Bahan dan peralatan

Bahan utama yang digunakan adalah N-isopropilakrilamida (NIPAAm) sebagai monomer, larutan ammonium persulfat (APS) dan N, N, N`, N` Tetra methyl-1, 2-diamino ethane (TEMED) sebagai insiator seluruhnya dipasok dari Aldrich dengan spesifikasi proanalis. Radioisotop Iodium I-125 dipersiapkan di Pusat Radioisotop dan Radiofarmaka BATAN serpong. Selain itu bahan lainnya adalah iodogen (1, 3, 4, 6-Tetrachloro-3a-6a-diphenylglucoluril) sebagai agen oksidator, kloroform (CHCl3), aquades dipasok dari Merck dengan spesifikasi proanalisis.

Peralatan yang digunakan adalah timbangan analitik ACCULAB® ALC – 110.4, stirring hot plate HEALTH MAGNETIC STIRRER,

peralatan gelas dari PYREX, gelas beads, thermometer, tabung reaksi, untuk pengukuran aktivitas digunakan dose calibrator ATOMLAB 100 plus.

Cara Kerja

Tabel 1. Variasi konsentrasi inisiator APS

Polimer I II III IV V Inisiator APS (gr) 0,08 0,16 0,24 0,32 0,48 % inisiator (w/w) 0,2% 0,4% 0,6% 0,8% 1% Monomer (gr) 2,24 2,24 2,24 2,24 2,24 % monomer (w/w) 5% 5% 5% 5 % 5% TEMED (ml) 0,06 0,12 0,18 0,24 0,36 Air (ml) 40 40 40 40 40

Tabel 2. Variasi konsentrasi PNIPA

Polimer VI VII VIII IX X

Inisiator APS (gr) 0,16 0,16 0,16 0,16 0,16 % inisiator (w/w) 0,8% 0,8% 0,8% 0,8% 0,8% Monomer (gr) 0,2 0,6 1,12 1,6 2 % monomer (w/w) 1% 3% 5% 8% 10% TEMED (ml) 0,12 0,12 0,12 0,12 0,12 Air (ml) 20 20 20 20 20

Pada penelitian ini digunakan monomer N-isopropilakrilamida dan menggunakan inisiator redoks Amonium persulfat (APS) serta N,N,N`,N` Tetramethyl-1,2-diamino ethane (TEMED) sebagai pemercepat pembentukan radikal inisiator. Secara umum, monomer NIPA dilarutkan dalam air hingga larut, lalu ditambahkan dengan inisator APS dan TEMED secara bersamaan. Larutan diaduk dengan menggunakan stirer pada temperatur ruangan selama 1 jam. Setelah terbentuk larutan polimer, dilakukan proses pemurnian untuk membuang sisa-sisa proses polimerisasi. Larutan polimer dipanaskan pada temperatur 40 oC hingga membentuk padatan (gel) putih, lalu didekantasi untuk memisahkan cairan dari padatannya dan cairan dibuang sebagai residu reaksi. Optimalisasi viskositas polimer dilakukan melalui variasi perbandingan inisiator terhadap monomer dan variasi konsentrasi monomer. Formula rinci untuk masing-masing percobaan dapat dilihat pada Tabel 1 dan Tabel 2.

Pengukuran Viskositas

Viskositas polimer diukur dengan menggunakan viskometer Ostwald pada temperatur kamar. Sebanyak 10 ml polimer dialirkan ke dalam viskometer, dibiarkan mengalir dalam pipa dan dicatat waktu yang diperlukan polimer mengalir dari batas atas hingga batas bawah yang terdapat pada pipa viskometer. Untuk mengetahui viskositas kinematika polimer dihitung dengan menggunakan persamaan;

(3)

υ: Viskositas kinematika ( mm2/s ) k: Konstanta viskometer, 6.778 mm2/s2 t: Waktu (s)

Penandaan polimer poli-N-isopropilakrilamida (PNIPA) dengan I-125

Dua buah butiran beads dimasukkan ke dalam tabung gelas reaksi kemudian ditambah dengan 1,1 mg iodogen sebagai agen oksidator dan 1 ml larutan chloroform (CHCl3) sebagai pelarut. Larutan dalan tabung reaksi diuapkan di atas penangas air pada hotplate hingga kering. Setelah itu, pada tabung reaksi tersebut ditambah 25 μl larutan I-125 dengan aktivitas 1 mCi dan 1 ml polimer PNIPA. Larutan diaduk selama 15 menit. Selanjutnya, larutan polimer dipanaskan di dalam penangas air pada temperatur 40 oC hingga mengental dan terbentuk gumpalan (gel). Gumpalan polimer PNIPA yang terbentuk didinginkan kembali kemudian ditambah dengan 2 ml air untuk pencucian polimer. Setelah itu, polimer dipanaskan hingga temperatur 40 C dan dipisahkan dengan cara dekantasi. Aktivitas I-125 yang terikat pada polimer diukur dengan menggunakana dose calibrator.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Polimer peka temperatur PNIPA disintesis melalui polimerisasi redoks dengan menggunakan Amonium Persulfat (APS) dan tetraetilendiamin (TEMED). Hasil sintesis polimerisasi PNIPA ditunjukkan pada gambar 1.

Gambar 1. Perubahan sifat Polimer PNIPA

Gambar 2. Struktur PNIPA (1)

Pada temperatur dibawah 32-33oC larutan polimer berbentuk cair dan jernih yang terlihat pada gambar 1(a) sedangkan pada temperatur diatas 32-33 oC pada gambar 1(b) polimer menggumpal membentuk padatan yang tidak larut dalam air. Setelah temperatur diturunkan, polimer kembali mencair dan larut dalam air. Hasil ini menunjukkan bahwa polimer PNIPA telah terbentuk dengan

temperatur transisi di sekitar 32-33 oC. Seperti dijelaskan sebelumnya bahwa suhu kritis larutan terandah (LCST, lower critical solution

temperature) polimer PNIPA adalah 32-33 oC (5, 6,

7).

Polimer PNIPA memiliki struktur monomer yang sederhana yang dapat dilihat pada gambar 2.

Larutan polimer PNIPA memiliki respon temperatur terhadap kelarutan. Secara umum, pada temperatur tinggi kelarutan semakin meningkat sehingga akan menyebabkan senyawa mudah larut. Akan tetapi, pada polimer PNIPA diatas suhu kritis larutan polimer PNIPA akan menggumpal sehingga tidak larut dalam air. PNIPA merupakan polimer amphilik yakni memiliki gugus amina sebagai gugus hidrofilik dan propil sebagai gugus hidrofobik. Dibawah temperatur transisi, air merupakan pelarut yang baik bagi polimer, dimana interaksi antara polimer –pelarut lebih kuat dibandingkan dengan interaksi antara polimer-polimer. Pada kondisi tersebut molekul air terikat pada gugus hidrofilik dari polimer melalui ikatan hidrogen dan adanya hidrasi air memodifikasi gugus hidrofobik membentuk konformasi “coil” yang dapat diihat pada gambar 3, sehingga polimer PNIPA dapat larut dalam air (1).

Gambar 3. Perubahan konformasi polimer PNIPA (1)

Ketika temperatur meningkat, interaksi antara polimer-polimer meningkat karena interaksi hidrofobik. Di atas temperatur transisi, kelarutan polimer dalam air semakin berkurang, ikatan hidrogen melemah, sehingga interaksi polimer-polimer semakin kuat. Proses ini menghasilkan aggregasi dan pembentukan konformasi “globules” yang sebelumnya konformasi “coil” yang dapat dilihat proses reversiblenya pada Gambar 3. Optimalisasi viskositas polimer

Viskositas polimer diukur dengan menggunakan alat viskometer Ostwald. Alat ini bekerja berdasarakan friction yang ditimbulkan polimer terhadap luas area pipa tabung yang digunakan. Aplikasi polimer untuk bahan sumber radiasi brakiterapi memerlukan polimer dengan viskositas yang tidak terlalu tinggi karena saat aplikasi, polimer akan diinjeksikan ke dalam

(4)

jaringan tubuh menggunakan syringe, jika

viskositas polimer terlalu tinggi maka polimer akan sulit diambil. Data viskositas dapat dilihat pada Gambar 4 dan 5.

Gambar 4. Variasi konsentrasi inisiator APS

Gambar 5. Variasi konsentrasi polimer Tabel 3. Hasil penandaan I-125 pada polimer PNIPA

Percobaan Vol larutan PNIPA 5% (ml) Total Akt I-125 (mCi) Akt I-125 dalam PNIP(mCi) penandaan (%) Rendemen Akti jenis I-125 (mCi/gPNIPA)

1 1 0,793 0,283 35,7 1,10

2 1 0,734 0,256 34,9 1,02

Berdasarkan data yang didapat pada Gambar 4. Secara umum, baik pada saat sebelum dan sesudah pemurnian, semakin bertambah konsentrasi inisiator ammonium persulfat semakin rendah viskositas kinematikanya. Penurunan ini disebabkan karena semakin bertambah inisiator, dengan jumlah monomer yang tetap akan menghasilkan polimer dengan rantai pendek lebih banyak sehingga berat rata-rata polimer semakin

kecil dan viskositas semakin turun. Pada saat konsentrasi inisiator APS 1%, viskositas setelah pemurnian lebih besar dibandingkan dibandingkan dengan sebelum pemurnian. Ketika sebelum pemurnian, proses polimerisasi belum sepenuhnya sempurna, diduga masih ada sejumlah inisiator belum bereaksi dengan polimer. Setelah proses pemurnian yakni dengan melakukan pemanasan dan pengurangan volume larutan, pada saat

(5)

bersamaan terjadi auto akselerasi polimerisasi dimana sejumlah inisator yang masih ada pada larutan bereaksi secara simultan sehingga polimerisasi berlangsung sempurna. Selain itu, meningkatnya viskositas polimer disebabkan oleh kemungkinan terjadinya rantai-rantai pendek polimer yang saling bertautan (cross linking) sehingga meningkatkan berat rata-rata polimer dan viskositas semakin naik. Oleh karena itu, polimer dengan menggunakan konsentrasi inisiator 0,8 % (w/w) merupakan kondisi optimal karena memiliki viskositas yang paling rendah yakni dengan nilai viskositas kinematika sebesar 6,1 mm/s.

Perubahan konsentrasi polimer PNIPA juga berpengaruh terhadap viskositas yang terlihat pada gambar 5. Kurva viskositas terhadap waktu baik sebelum pemurnian dan setelah pemurnian memiliki trend yang hampir sama yakni makin besar konsentrasi polimer, viskositas semakin meningkat. Hal ini karena adanya konsentrasi monomer yang tinggi pada saat polimerisasi, akan meningkatkan panjang rantai polimer sehingga berat polimer akan semakin berambah dan viskositas semakin meningkat (13). Idealnya polimer yang memiliki viskositas yang paling rendah merupakan polimer yang optimal, tetapi dalam kasus ini ternyata pada polimer 1%, ketika dipanaskan hingga diatas suhu 40 oC polimer belum terbentuk. Secara visual polimer 8 % dan 10 % sangat kental karena memiliki viskositas yang tinggi sehingga sulit disyringe. Polimer 3 % dipilih sebagai polimer yang paling optimal karena memiliki viskositas yang rendah. Polimer 3% memiliki viskositas kinematika terendah sebesar 3.61 mm/s.

Penandaan polimer PNIPA dengan I-125 Hasil penandaan I-125 pada polimer peka temperatur PNIPA dilakukan secara duplo yang dapat dilihat pada Tabel 3.

Penandaan iodium-125 pada polimer peka temperatur PNIPA menggunakan iodogen (1, 3, 4, 6-tetrakloro-3α-6α-diphenilglucoluril) sebagai agen iodinasi. Iodogen umumnya digunakan untuk radioiodinasi dari protein sebagai agen oksidator. Pada penandaan isotop iodium-125 pada PNIPA, baik pada permukaan pada gelas beads dan permukaan tabung reaksi yang telah terlapisi dengan iodogen kemungkinan akan mengoksidasi I -menjadi I+ sehingga dapat beraksi dengan polimer PNIPA (12).

Penandaan PNIPA 5% sebanyak 1 ml, berhasil ditandai sebesar 283 uCi dan 256 uCi dari 793 uCi dan 734 uCi I-125 yang digunakan. Persentase penandaaan I-125 sebesar 35,7 %dan 34,9 %. Persentase penandan I-125 masih relatif kecil. Hal ini perlu diteliti lebih lanjut dan mencari kondisi optimal sehingga mendapat persentase

penandaan 125 yang tinggi. Radioaktivitas jenis I-125 di dalam PNIPA yang dihasilkan sebesar 1,10 dan 1,02 mCi/g PNIPA. Radioaktivitas jenis I-125 dalam PNIPA masih dapat ditingkatkan, berdasarkan hitungan teoritis, maksimum aktivitas I-125 yang dapat tertandai dalam 1 mg PNIPA sebesar 19 Ci. Pada penandaan I-125 pada polimer PNIPA diharapkan memiliki aktivitas jenis yang tinggi sehingga dalam penggunaannya, PNIPA bertanda hanya digunakan dalam jumlah yang kecil. Hal ini dimaksudkan agar pada saat larutan PNIPA diinjeksikan ke dalam jaringan kanker didalam tubuh tidak memerlukan PNIPA terlalu banyak sehingga mengurangi resiko efek samping yang berlebih di dalam tubuh.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, dapat disimpulkan dengan menggunakan konsentrasi inisiator APS 0.8% dan konsentrasi polimer sebesar 3% dalam pembuatan polimer PNIPA akan menghasilkan viskositas yang optimal dalam penggunaan aplikasinya sebagai sumber radiasi brakiterapi. Konsentrasi inisiator APS dan polimer mempengaruh viskositas polimer, semakin banyak jumlah inisiator yang digunakan maka viskositas semakin turun akan tetapi pada kondisi tertentu viskositas naik secara drastis sedangkan pada konsentrasi polimer, semakin tinggi konsentrasi polimer maka viskositas akan semakin meningkat. Telah berhasil dilakukan penandaan I-125 pada polimer PNIPA dengan rendemen penandaan mencapai 35,7 % dan 34,9 % dengan aktivitas jenis I-125 pada polimer PNIPA sebesar 1,10 mCi/g dan 1,02 mCi/g PNIPA. Perlu penelitian lebih lanjut guna meningkatkan rendemen penandaan I-125 pada polimer PNIPA.

SARAN

Untuk penelitian selanjutnya, persentasi kemurnian radiokimianya perlu diperiksa karena pemisahan dengan dekantasi kurang menjamin bisa memisahkan seluruh I-125 bebas yang tidak bereaksi dan dikhawatirkan masih ada sisa I-125 bebas dalam gumpalan I-125 PNIPA.

DAFTAR PUSTAKA

1. Z.M.O. RZAEV, SEVIL DINCER, ERHAN PISKIN. Functional copolymers of N-isopropylacrylamide for bioengineering applications. Prog. Polym. Sci. 32 (2007) 534-595.

2. ZHAO. CHENGRU, ET AL. A new thermosensitive polymer as nonadhesive liquid embolism material. Current Applied Physics 5 (2005) 497-500.

(6)

3. D.C. COUGHLAN, O.I. CORRIGAN. Drug-polymer interactions and their effect on thermoresponsive poly (N-isopropylacrilamide) drug delivery systems. International Journal of pharmaceutical 313 (2006) 163-174.

4. L. KLOUDA, A.G. MIKOS. Thermoresponsive hydrogels in biomedical applications. European Journal of Pharmaceutics and Biopharmaceutics 68(2008)34-45.

5. G. FU, W.O. SOBOYEJO. Swelling and diffusion characteristic of modified poly (N-isopropylacrylamide) hydrogels. Materials Science and Engineering C 30 (2010) 8-13. 6. LIU. MINGZHU, BIAN. FENGLING,

SHENG. FENLING. FTIR study on molecular structure of poly (N-isopropylacrylamide) in mixed solvent of methanol and water. European Polymer Journal 41 (2005) 283-291. 7. JEONG. BYEONGMOON, GUTOWSKA.

ANNA. Lessons from nature : stimuli- responsive polymers and their biomedical applications. Trends in biotechnology Vol. 20 No. 7 July 2002.

8. MITCHELL.D.M, ET AL. Report on the Early Efficacy and Tolerability of I125 Permanent Prostate Brachytherapy from a UK Multi-institutional Database. Clinical Oncology (2008) 20: 738-744.

9. J.CROOK. The role of Brachytherapy in the definitive management of prostate cancer. Cancer/Radiotherapi 15 (2011)230-237.Adult Urology 62 (3), 2003.

10. MATZKIN. HAIM, ET AL. Iodine-125 Brachytherapy for localized prostate cancer and urinary morbidity: A Prospective Comparison of two seed implant Method – Preplanning and intraoperative planning.

11. AWALUDIN R, LUBIS H, PUJIANTO A, SUPARMAN I, SARWONO DA, ABIDIN, SRIYONO. Radioaktivitas Iodium-125 pada Uji Produksi Menggunakan Target Xenon-124 Diperkaya, Jurnal Sains dan Teknologi Nuklir Indonesia, 2009, 9 (1), pp.1-10

12. UNAK. TURAN, ET AL. Self radioiodination of iodogen. Applied Radiation and Isotope 54 (2001) 749-752.

13. BUDIANTO E, ARIYANTI A. Pengaruh variasi Inisiator dan teknik polimerisasi terhadap ukuran partikel pada kopolimerisasi emulsi stirena-butil akrilat-metil metakrilat. Makara, Sains, volume 12, No.2, November 2008:61-68

14. ROHADI AWALUDIN, 2011, Sintesis polimer Thermosensitive PNIPA dengan polimerisasi radiasi untuk sumber radiasi terapi, PPI PDIPTN 2011, PTAPB Yogyakarta, 13 juli 2011.

15. ROHADI AWALUDIN DAN HERLINA, Sintesis dan Karakterisasi Polimer Thermosensitive PNIPA untuk Sumber Radiasi Terapi, Jurnal Widya Riset LIPI 2011.

TANYAJAWAB

Elisabeth

− Bagaimana kemungkinan perubahan/ kerusakan polimer karena radiasi dariiodinnya?

Indra Saptiama

• Dari segi temperatur transisi polimer, radiasi I-125 terhadap polimer tidak berpengaruh, tetap sekitar 32 -33 o C akan tetapi perlu dikaji lebih jauh mengenai stabilitas polimer setelah penandaan I-125

Gambar

Tabel 1. Variasi konsentrasi inisiator APS  Polimer   I  II  III  IV  V  Inisiator  APS  (gr) 0,08 0,16 0,24 0,32 0,48   % inisiator (w/w) 0,2% 0,4% 0,6% 0,8% 1%  Monomer  (gr)  2,24 2,24 2,24 2,24 2,24  % monomer (w/w) 5%  5%  5%  5 %  5%  TEMED  (ml)  0,
Gambar 1. Perubahan sifat Polimer PNIPA
Gambar 5. Variasi konsentrasi polimer  Tabel 3. Hasil penandaan I-125 pada polimer PNIPA

Referensi

Dokumen terkait

Gambar 4 Kadar air papan dengan perekat yang berbeda 8 Gambar 5 Kerapatan papan dengan perekat yang berbeda 9 Gambar 6 Kembang susut papan dengan jenis perekat yang berbeda

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan untuk penelitian selanjutnya yang meneliti tentang pengaruh pengungkapan ketidakpastian posisi pajak perusahaan,

Hal yang menunjukkan kerelaan kedua belah pihak yang melakukan transaksi jual, menurut ulama Hanafiyah boleh tergambar dalam ija>b dan qa>bu>l, atau melalui

Sedangkan yang dimaksud dengan benda itu adalah segala sesuatu yang bermanfaat bagi manusia, dalam hal ini tentunya dapat berbentuk benda berujud (material)

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui manfaat ES (Electrical Stimulation) serta terapi latihan berupa pasif exercise dan aktif assisted untuk peningkatan kekuatan

Dalam hal BPR Pelapor menyampaikan Laporan Bulanan dan/atau koreksi Laporan Bulanan secara off-line maka Laporan Bulanan disampaikan dengan menggunakan compact disk

Pada bagian ini ditampilkan beberapa hasil visualisasi aliran dengan metode tuft flow visualization , kontur turbulensi dan dinamika aliran fluida yang berguna

Dari latar belakang yang sudah peneliti jelaskan, maka peneliti ingin mengetahui bagaimana kondisi lingkungan lokalisasi prostitusi KM.10, mengetahui bagaimana