• Tidak ada hasil yang ditemukan

INTISARI. Nugroho Susanto 1, Yan Pither U. M. Pawolung 2,

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "INTISARI. Nugroho Susanto 1, Yan Pither U. M. Pawolung 2,"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN KONDISI FISIK RUMAH DAN PAPARAN ASAP

TERHADAP KEJADIAN ASMA PADA ANAK BALITA DI

WILAYAH KERJA PUSKESMAS WAIRASA KECAMATAN

UMBU RATUNGGAI BARAT KABUPATEN SUMBA TENGAH

PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

Nugroho Susanto

1

, Yan Pither U. M. Pawolung

2

,

INTISARI

Latar Belakang : Kasus asma di Kabupaten Sumba Tengah cukup tinggi 7651 kasus sehingga

berada pada urutan ke tiga. Kondisi fisik rumah yang tidak baik seperti ventilasi rumah yang tidak memenuhi syarat, lantai rumah, dan dinding rumah j dapat mempengaruhi kejadian asma. Secara nasional hanya 24,9 persen rumah penduduk di Indonesia yang tergolong rumah sehat. Persentase rumah sehat terendah di Provinsi Nusa Tenggara Timur (7,5%). Nusa Tenggara Timur adalah salah satu provinsi yang persentasi rumah berlantai tanah di atas persentase nasional. Persentase dinding rumah terbanyak di Kabupaten Sumba Tengah adalah dinding bambu yaitu 80,27%, kayu 8,41% dan tembok 6,98%. Penggunaan kayu bakar sebagai sumber energi terutama di pedesaan sebesar 64,2% dapat meningkatkan gas CO yang berpotensi menimbulkan risiko penyakit saluran pernafasan dan mendukung terjadinya perubahan iklim.

Tujuan : Mengetahui hubungan kondisi fisik rumah dan paparan asap terhadap kejadian asma

pada balita di wilayah kerja Puskesmas Wairasa Kecamatan Umbu Ratunggai Barat Kabupaten Sumba Tengah Provinsi Nusa Tenggara Timur. Metode Penelitian : Jenis penelitian analitik observasional dengan desain Case Control. Sampel dari penelitian ini adalah 27 balita sebagai kasus dan 27 balita lagi sebagai kontrol dengan teknik total sampling. Pengumpulan data menggunakan kuesioner dan observasi. Analisis data dengan uji Chi Square dengan nilai α= 0,05.

Hasil Penelitian : Hasil analisis bivariat menunjukan tidak terdapat hubungan bermakna antara

ventilasi rumah dengan kejadian asma (p= 0,467 > 0,05; OR=0,438), Ada hubungan bermakna antara lantai rumah dengan kejadian asma (p=0,000<0,05;OR=11,5), dinding rumah dengan kejadian asma (p=0,006<0,05; OR=5,091), paparan asap rokok dengan kejadian asma (p=0,000<0,05;OR=10,00), dan paparan asap dapur dengan kejadian asma (p=0,024<0,05;OR=3,769).

Kesimpulan : Lantai rumah dan dinding rumah yang tidak memenuhi syarat serta paparan asap

dapur dan asap rokok dapat mempengaruhi kejadian asma pada balita di wilayah kerja Puskesmas Wairasa Kecamatan Umbu Ratunggai Barat Kabupaten Sumba Tengah Provinsi Nusa Tenggara Timur.

Kata Kunci : Kondisi Fisik Rumah, Paparan Asap, Asma 1 Peneliti 1

(2)

THE CORRELATION OF HOUSE PHYSICAL CONDITION

AND SMOKE EXPOSURE WITH ASTHMA PREVALENCE

AMONG PRE-SCHOOLERS IN THE OPERATIONAL AREA

OF WAIRASA PUBLIC HEALTH CENTER, UMBU

RATUNGGAI BARAT SUB-DISTRICT, SUMBA TENGAH

REGENCY, EAST NUSA TENGGARA PROVINCE

Nugroho Susanto

1

, Yan Pither U. M. Pawolung

2

,

ABSTRACT

Background: The prevalence of asthma in Sumba Tengah Regency is quite high, with 7651 cases,

which is the third among all diseases. Inadequate physical condition of houses, such as below-standard ventilation, floor and walls, can influence the prevalence. Nationally, only 24.9% of residential houses in Indonesia are categorized as healthy houses. East Nusa Tenggara has the lowest percentage (7.5%). It is one of the provinces where the percentage of houses with dirt floor is above the national average. In Sumba Tengah Regency, 8027% of the houses have bamboo walls, while 8.41% and 6.98% have respectively wooden and plastered walls. In rural areas, 64.2% of the households still use wood as fuel, which can increase the amount of CO, which is potential to create respiratory disease risks and contribute to climatic change.

Research Objective: This study was aimed at the correlation of house physical condition and smoke

exposure with the asthma occurrence among preschoolers at the operational area Wairasa Public Health Center, Umbu Ratunggai Barat Sub-district. Sumba Tengah Regency, East Nusa Tenggara Province.

Research Method: This research was an observational analytic study with a case-control design.

The sample consisted of 27 preschoolers with another 27 preschoolers as the control group. The sample was obtained with a total sampling technique. The data were collected with a questionnaire and observation, and then the data were analyzed with the Chi-Square test with α= 0.05.

Research Result: A bivariate analysis showed that there was no significant correlation between

house ventilation and the asthma occurrence (p= 0.467 > 0.05; OR=0.438), there was a significant correlation between the floor condition with the asthma occurrence (p=0.000<0.05; OR=11.5), there was a significant correlation between the house wall material and the asthma occurrence (p=0.006<0.05; OR=5.091), there was a significant correlation between cigarette smoke and the asthma occurrence (p=0.000<0.05;OR=10.00), and there was a significant between kitchen smoke and the asthma occurrence (p=0.024<0.05;OR=3.769).

Conclusion: The below-standard house floor and house wall as well as kitchen smoke and cigarette

smoke exposure can influence the occurrence of asthma among among preschoolers at the operational area Wairasa Public Health Center, Umbu Ratunggai Barat Sub-district. Sumba Tengah Regency, East Nusa Tenggara Province

Keywords: House physical condition, Smoke Exposure, Asthma

1 Researcher 1 2 Researcher 2

(3)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Asma merupakan penyakit inflamasi (peradangan) kronik saluran napas yang ditandai adanya mengi episodik, batuk, dan rasa sesak di dada akibat penyumbatan saluran napas9. Asma mempunyai tingkat fatalitas yang rendah namun jumlah kasusnya cukup banyak ditemukan dalam masyarakat9. Badan kesehatan dunia (WHO) memperkirakan 100-150 juta penduduk dunia menderita asma, jumlah ini diperkirakan akan terus bertambah sebesar 180.000 orang setiap tahun. Sumber lain menyebutkan bahwa pasien asma sudah mencapai 300 juta orang di seluruh dunia dan terus meningkat selama 20 tahun belakangan ini. Apabila tidak di cegah dan ditangani dengan baik, maka diperkirakan akan terjadi peningkatan prevalensi yang lebih tinggi lagi pada masa yang akan datang serta mengganggu proses tumbuh kembang anak9.

Asma yang terbanyak yaitu, asma yang timbulnya jarang dan serangannya ringan. Sekitar 75 % penderita mempunyai tipe serangan ringan, 2,5 % mengidap asma berat dan sisanya asma sedang. Makin berat serangan asma yang di dapat pada masa kanak-kanak, semakin besar kemungkinan berlanjut sampai usia dewasa1.

Prevalensi Nasional penyakit asma adalah 4,0% (berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan dan gejala). Sebanyak 9 provinsi mempunyai prevalensi Penyakit Asma diatas prevalensi nasional, yaitu Nanggroe Aceh Darussalam, Jawa Barat, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur13.

Berdasarskan data dari Dinas Kesehatan Kabupaten Sumba Tengah kasus asma cukup tinggi pada tahun 2011 sebanyak 7651 kasus, berada pada urutan ke tiga setelah Sumba Barat dan Sumba Barat daya6.

Puskesmas Wairasa adalah Salah satu Puskesmas yang terdapat di Kabupaten Sumba tengah Kecamatan Umbu Ratunggai Barat Nusa Tenggara Timur, yang membawahi 16 desa. Puskesmas Wairasa merupakan Puskesmas yang mempunyai analisa rekapan data asma yang lengkap walaupun masih dalam angka absolut. Sedangkan Puskesmas lain belum dapat menyediakan. Berdasarkan data laporan bulanan angka kesakitan asma di Puskesmas Wairasa menunjukan bahwa total jumlah kasus asma pada Balita (umur 1-4 tahun) yaitu 244 kasus lebih tinggi dibandingkan dengan tingkatan umur lainnya.

Ventilasi rumah yang tidak memadai dapat menyebabkan beberapa masalah pernapasan seperti bronkhitis, asma, dan memudahkan terjadinya penularan TB Paru7. Faktor – faktor komponen bagian kondisi lingkungan rumah yang dapat mempengaruhi serangan asma meliputi luas ventilasi atau jendela10. Secara nasional hanya 24,9 persen rumah penduduk di Indonesia yang tergolong rumah sehat. Persentase rumah sehat tertinggi di Provinsi Kalimantan Timur (43,6%) dan terendah di Provinsi Nusa Tenggara Timur (7,5%)14. Persentase nasional rumah tangga dengan rumah berlantai tanah adalah 13,8%. Sebanyak 7 provinsi mempunyai persentase rumah tangga dengan rumah berlantai tanah diatas persentase nasional, yaitu Lampung, Jawa Tengah, Jawa Timur, Nusa Tenggara Timur, Maluku, Maluku Utara, dan Papua13. Berdasarkan data Susenas pada tahun 2008 persentase dinding rumah terbanyak di Kabupaten Sumba Tengah adalah dinding bambu yaitu 80,27%, dinding kayu 8,41% dan dinding tembok 6,98%.

(4)

Tujuan

1. Tujuan Umum

Mengetahui hubungan kondisi fisik rumah dan paparan asap terhadap kejadian asma pada balita di wilayah kerja Puskesmas Wairasa Kecamatan Umbu Ratunggai Barat Kabupaten Sumba Tengah Provinsi Nusa Tenggara Timur. 2. Tujuan Khusus

a. Diketahui hubungan ventilasi rumah, terhadap kejadian asma pada balita di wilayah kerja Puskesmas Wairasa Kecamatan Umbu Ratunggai Barat Kabupaten Sumba Tengah Provinsi Nusa Tenggara Timur.

b. Diketahui hubungan lantai rumah, terhadap kejadian asma pada balita di wilayah kerja Puskesmas Wairasa Kecamatan Umbu Ratunggai Barat Kabupaten Sumba Tengah Provinsi Nusa Tenggara Timur.

c. Diketahui hubungan dinding rumah terhadap kejadian asma pada balita di wilayah kerja Puskesmas Wairasa Kecamatan Umbu Ratunggai Barat Kabupaten Sumba Tengah Provinsi Nusa Tenggara Timur.

d. Diketahui hubungan paparan asap dapur terhadap kejadian asma pada balita di wilayah kerja Puskesmas Wairasa Kecamatan Umbu Ratunggai Barat Kabupaten Sumba Tengah Provinsi Nusa Tenggara Timur.

e. Diketahui hubungan paparan asap rokok terhadap kejadian asma pada balita di wilayah kerja Puskesmas Wairasa Kecamatan Umbu Ratunggai Barat Kabupaten Sumba Tengah Provinsi Nusa Tenggara Timur.

METODE PENELITIAN

A. Jenis penelitian

Jenis penelitian ini adalah analitik observasional dengan desain penelitian Case Control yaitu suatu penelitian survei analitik yang menyangkut bagaimana faktor resiko di pelajari dengan menggunakan pendekatan retrospective. B. Populasi dan sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah jumlah balita yang baru di diagnosa menderita asma di wilayah kerja Puskesmas Wairasa yaitu sebanyak 27 balita.

Sampel dari penelitian ini adalah 27 balita sebagai kasus dan 27 balita lagi sebagai kontrol dengan perbandingan 1:1.

C. Variabel penelitian

Variabel independen dalam penelitian ini adalah kondisi fisik rumah dan paparan asap. Danvariabedependen dalam penelitian ini adalah Kejadian Asma.

(5)

ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

1. Karakteristik Responden

a. Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin.

Distribusi karakteristik responden berdasarkan janis kelamin pada kelompok kasus dan

kelompok kontrol. Kelompok kasus adalah kelompok responden yang sakit asma dan kelompok kontrol adalah kelompok responden yang tidak sakit asma.

Dari tabel 4.1 dapat diketahui bahwa karakteristik jenis kelamin laki-laki pada kelompok kasus (20,4%), sedangkan pada kelompok kontrol (29,6%).

Karakteristik jenis kelamin perempuan pada kelompok kasus (29,6%) dan karakteristik jenis kelamin perempuan pada kelompok kontrol (20,4%)

b. Distribusi Responden Berdasarkan Umur Distribusi karakteristik responden berdasarkan umur pada kelompok kasus dan kelompok kontrol. Kelompok kasus adalah kelompok responden yang sakit asma dan kelompok kontrol adalah kelompok responden yang tidak sakit asma. Dari tabel 4.2 diketahui bahwa

pada kelompok kasus, responden terbanyak berada pada balita umur 1 tahun yaitu sebanyak 13 responden (24,1%). Sedangkan pada kelompok kontrol, jumlah responden terbanyak berada pada balita umur 3 tahun yaitu sebanyak 15 responden (27,8%).

2. Variabel Penelitian

a. Faktor risiko kondisi fisik rumah dengan kejadian asma. 1) Faktor risiko ventilasi rumah dengan kejadian asma

Analisis faktor risiko ventilasi rumah dengan kejadian asma dapat dilihat pada tabel 4.8 di bawah ini.

Berdasarkan tabel 4.8 proporsi balita dengan keadaan ventilasi beresiko lebih tinggi pada kelompok kontrol (11,1%) dibandingkan

proporsi balita pada kelompok kasus (5,6%). Namun hasil analisis bivariat menunjukan bahwa tidak terdapat hubungan yang bermakna antara ventilasi rumah dengan kejadian asma (p= 0,467 > 0,05), (95%CI=0,097-1,970).

2) Faktor risiko lantai rumah dengan kejadian asma. Analisis faktor risiko lantai rumah dengan

kejadian asma dapat dilihat pada tabel 4.9 di bawah ini. Berdasarkan tabel 4.9 proporsi balita memiliki lantai rumah yang tidak kedap air pada kelompok kasus yaitu (33,3%) jauh lebih besar dibandingkan dengan proporsi balita yang memiliki lantai rumah beresiko pada kelompok kontrol (7,4%). Sehingga hasil analisis bivariat menunjukkan bahwa balita yang tinggal di rumah yang menggunakan

lantai rumah dari bahan yang tidak kedap air seperti tanah dan semen yang sudah rusak beresiko 11,5 kali untuk terkena asma dibandingkan balita yang tinggal di rumah yang menggunakan lantai rumah dari bahan yang kedap air seperti keramik dan kubin. Sehingga secara statistik terdapat hubungan yang bermakna antara lantai rumah dengan kejadian asma (p=0,000<0,05), (95%CI=3,043-43,461).

(6)

3. Faktor risiko dinding rumah dengan kejadian asma. Analisis faktor risiko dinding rumah dengan

kejadian asma dapat dilihat pada tabel 4.10 di bawah ini.

Berdasarkan tabel 4.10 proporsi balita memiliki dinding rumah yang beresiko pada kelompok kasus (38,9%) jauh lebih besar dibandingkan dengan proporsi balita yang memiliki dinding rumah beresiko pada kelompok kontrol (20,4%). Sehingga hasil analisis bivariat menunjukkan bahwa balita

yang tinggal di rumah yang menggunakan dinding rumah yang belum diplester, terbuat dari papan dan bambu yang mudah lapuk beresiko 5,091 kali untuk terkena asma dibandingkan balita yang tinggal di rumah yang dinding rumah yang sudah diplester. Sehingga secara statistik terdapat hubungan yang bermakna antara dinding rumah dengan kejadian asma (p=0,006<0,05), (95%CI=1,551-16,709).

a. Faktor risiko paparan asap dengan kejadian asma. 1) Faktor risiko paparan asap rokok dengan kejadian asma

Analisi faktor risiko paparan asap rokok dengan kejadian asma dapat dilihat pada tabel 4.11 di bawah ini.

Berdasarkan tabel 4.11 proporsi balita yang terpapar asap rokok beresiko pada kelompok kasus (38,9%) jauh lebih besar dibandingkan dengan proporsi balita yang terpapar asap rokok beresiko pada kelompok kontrol (13,0%). Sehingga hasil analisis bivariat menunjukkan bahwa balita yang berisiko

terpapar asap rokok karena ada anggota keluarga yang merokok di dalam rumah beresiko 10,000 kali untuk terkena asma dibandingkan balita yang tidak beresiko terpapar asap rokok karena tidak ada anggota keluarga yang merokok di dalam rumah. Sehingga secara statistik terdapat hubungan yang bermakna antara paparan asap rokok dengan kejadian asma (p=0,000<0,05), (95%CI=2,863-34,925).

2) Faktor risiko paparan asap dapur dengan kejadian asma.

Analisi faktor risiko paparan asap dapur

dengan kejadian asma dapat dilihat pada tabel 4.12 di bawah ini.

Berdasarkan tabel 4.12 proporsi balita yang terpapar asap dapur beresiko pada kelompok kasus (38,9%) jauh lebih besar dibandingkan dengan proporsi balita yang terpapar asap dapur beresiko pada kelompok kontrol (24,1%). Sehingga hasil analisis bivariat menunjukkan bahwa balita yang terpapar

asap dapur karena keluarga memasak menggunakan tungku didalam rumah beresiko 3,769 kali untuk terkena asma dibandingkan balita yang tidak terpapar asap dapur karena keluarga tidak memasak memakai tungku di dalam rumah. Sehingga secara statistik terdapat hubungan yang bermakna antara paparan asap dapur dengan kejadian asma (p=0,024<0,05), (95%CI=1,158-12,270).

(7)

PEMBAHASAN

1. Karakteristik responden

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa jenis kelamin tertinggi yang mengalami kejadian asma adalah perempuan. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Atmoko at al (2011) yang menyebutkan bahwa jumlah penderita asma lebih banyak perempuan dibandingkan laki-laki yaitu berjumlah 69 orang (64,5%) perempuan dan 38 orang (35,5%) laki-laki6. Namun hasil penelitian ini tidak sesuai dengan teori dari Aryandani (2010) yang mengatakan bahwa prevalensi asma pada anak laki-laki lebih tinggi dari perempuan. Hal ini di karenakan

berdasarkan hasil observasi di lapangan perempuan menghabiskan waktu di dapur dan membawa anak perempuannya untuk memasak sehingga berisiko terpapar asap dapur3.

Umur responden tertinggi yang menderita sakit asma adalah umur 1 tahun. Menurut Aryandani (2010) salah satu faktor risiko yang berpengaruh terhadap kejadian asma adalah usia. Umumnya gejala seperti asma pertama kali timbul pada usia muda, yaitu pada tahun-tahun pertama kehidupan3.

2. Faktor risiko kondisi fisik rumah dengan kejadian asma.

a. Faktor risiko ventilasi rumah dengan

kejadian asma.

Hasil analisis menunjukan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara ventilasi rumah dengan kejadian asma. Hal ini di karenakan bahwa kondisi fisik rumah masyarakat Sumba Tengah khususnya ventilasi berdasarkan hasil observasi sudah memenuhi syarat luas ventilasi yang baik sehingga sehingga ventilasi rumah tidak lagi menjadi faktor risiko terhadap kejadian asma.

Fungsi ventilasi adalah untuk menjaga agar aliran udara dalam rumah tersebut tetap segar. Hal ini berarti keseimbangan O2 yang diperlukan oleh penghuni rumah tersebut tetap terjaga. Kurangnya ventilasi akan menyebabkan kurangnya O2 dalam rumah yang berarti kadar CO2 yang bersifat racun bagi penghuninya semakin meningkat. Disamping itu, tidak cukupnya ventilasi akan menyebabkan kelembaban udara dalam ruangan meningkat karena terjadinya proses penguapan.

Kelembaban ini akan merupakan media yang baik untuk bakteri-bakteri, pathogen (bakteri-bakteri penyebab penyakit)12.

Ventilasi rumah yang tidak memadai dapat menyebabkan beberapa masalah pernapasan seperti bronkhitis, asma, dan memudahkan terjadinya penularan TB Paru7. Hal ini sejalan dengan penelitian yang menyebutkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara luas ventilasi dengan kejadian asma7. Begitu juga dengan penelitian Leba (2012) yang menyatakan ada hubungan antara ventilasi rumah dengan kekambuhan asma dengan nilai p value 0,004 dan RP 2,090, sehingga secara statistik ada hubungan yang signifikan antara ventilasi rumah dengan kekambuhan asma >2x sebulan11.Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian yang menyatakan bahwa Faktor – faktor komponen bagian kondisi lingkungan rumah yang dapat mempengaruhi serangan asma meliputi luas ventilasi atau jendela10.

b. Faktor risiko lantai rumah dengan kejadian asma. Hasil analisis menunjukan bahwa ada hubungan

yang signifikan antara lantai rumah dengan

kejadian asma. Berdasarkan hasil observasi terhadap lantai rumah balita, terdapat lantai

(8)

rumah yang beresiko yaitu kondisi lantainya adalah tanah dan belum diplester dan ada juga yang sudah diplester namun sudah rusak dan berdebu sehingga kondisi lantai seperti ini dikatan tidak kedap air. Hal ini menunjukan bahwa sebagian besar lantai rumah warga masih belum memenuhi syarat.

Lantai rumah yang memenuhi syarat yaitu lantai rumah yang kedap air, tidak licin dan mudah di bersihkan2. Syarat yang penting dari lantai rumah adalah tidak berdebu pada musim kemarau dan tidak basah pada musim hujan. Lantai rumah yang basah dan berdebu menimbulkan sarang penyakit salah satunya adalah dapat menyebabkan gangguan saluran pernapasan12. c. Faktor risiko dinding rumah dengan kejadian asma.

Hasil analisis menunjukan bahwa ada hubungan yang signifikan antara dinding rumah dengan kejadian asma. Berdasarkan hasil observasi terhadap dinding rumah balita, terdapat dinding rumah yang masih belum diplester dan terbuat dari papan dan bambu yang mudah lapuk dan bercela sehingga tidak mampu menahan debu dan angin yang masuk ke dalam rumah. Hal ini juga terkait dengan budaya yang ada di masyarakat dalam hal ini penggunaan dinding dari bahan papan/kayu maupun bambu lebih nyaman dibandingkan dengan penggunaan dinding dari bahan tembok. Budaya seperti ini muncul di karenakan cuaca yang sangat panas

membuat masyarakat lebih memilih menggunakan dinding yang bercela sehingga angin atau udara dingin dari luar dapat masuk. Dinding rumah dibuat untuk menahan angin dan debuh, dibuat tidak tembus pandang, bahan dibuat dari batu bata, batako, bambu, papan/kayu dan mudah di bersihkan2.

Ada penelitian juga yang menyatakan bahwa ada hubungan antara dinding rumah dengan kekambuhan asma > 2x sebulan dengan nilai p value 0,006 dan RP 2,435 sehingga secara statistik ada hubungan yang signifikan antara dinding rumah dengan dinding rumah11.

3. Faktor risiko paparan asap dengan kejadian asma

a. Paparan asap rokok

Hasil analisis menunjukan bahwa ada hubungan yang signifikan antara paparan asap rokok dengan kejadian asma. Hal ini dikarenakan bahwa berdasarkan hasil observasi di rumah balita yang menderita asma, masih banyak anggota keluarga dalam hal ini ayah balita merokok didalam rumah sehingga bisa dikatakan balita terpapar asap rokok.

Menurut Abidin dan menyebutkan anak-anak lebih sering mendapat serangan asma jika di rumahnya ada yang merokok1. Menurut Hadibroto menyatakan bahwa asap rokok adalah alergen yang kuat. Paparan asap rokok terbukti sangat memicu timbul gejala-gejala asma,

terutama pada anak-anak. Efek dari sebatang rokok bertahan di dalam rumah hingga tujuh hari. Untuk itu sangatlah penting menjaga lingkungan yang bebas asap rokok di rumah. Bahkan banyak aktivis kesehatan yang beranggapan bahwa merokok di rumah yang ada penghuni anak penderita asma adalah suatu bentuk pelecehan anak (child abuse). Anak-anaknya tidak sepatutnya terekspos pada lingkungan yang terpolusi, yang di luar kendali mereka. Asap rokok merupakan polutan yang mengandung banyak partikel dan racun yang dapat memperburuk proses inflamasi dan hipersensitivitas saluran pernapasan pada seseorang. Asap rokok/tembakau adalah peyebab

(9)

asma yang paling utama pada anak, tetapi juga salah satu faktor risiko yang dapat dicegah. Perlu diketahui, kapasitas paru-paru bayi dan balita berkurang jika orang tua merokok. Jika anak menjadi perokok pasif, risiko terkena asma, alergi, dan penyakit infeksi lain semakin meningkat3

Hasil penelitian ini juga sejalan dengan penelitian Astuti at al yang menyebutkan bahwa paparan asap rokok merupakan salah satu faktor risiko kejadian asma di Boyolali4. Hasil penelitian ini bertentangan dengan penelitian yang menunjukan bahwa tidak ada hubungan antara paparan asap rokok dengan kejadian asma13.

b. Paparan asap dapur

Hasil analisis menunjukan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara paparan asap dapur dengan kejadian asma. Sebagian besar

warga masyarakat masih menggunakan kayu bakar pada saat memasak, hal ini disebabkan karena program konversi dari kayu bakar maupun minyak tanah ke gas belum masuk ke daerah Sumba Tengah. Menurut Riskesdas penggunaan arang dan kayu bakar sebagai sumber energi terutama di pedesaan sebesar 64,2 persen diprediksi akan meningkatkan gas CO yang berpotensi menimbulkan risiko penyakit saluran pernafasan dan mendukung terjadinya perubahan iklim15. Bahan polutan indoor dalam ruangan meliputi bahan pencemar biologis (virus, bakteri, dan jamur), formaldehid, volatile organic compounds (VOC), combustion products (CO, NO2, SO2) yang biasanya berasal dari asap rokok dan asap dapur10.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang menyebutkan bahwa salah satu faktor risiko terjadinya asma adalah paparan asap dapur4.

KESIMPULAN DAN SARAN

KESIMPULAN

1. Ada hubungan lantai rumah, terhadap kejadian asma pada balita di wilayah kerja Puskesmas Wairasa Kecamatan Umbu Ratunggai Barat Kabupaten Sumba Tengah Provinsi Nusa Tenggara Timur.

2. Ada hubungan dinding rumah terhadap kejadian asma pada balita di wilayah kerja Puskesmas Wairasa Kecamatan Umbu Ratunggai Barat Kabupaten Sumba Tengah Provinsi Nusa Tenggara Timur.

3. Ada hubungan paparan asap dapur terhadap kejadian asma pada balita di wilayah kerja Puskesmas Wairasa Kecamatan Umbu Ratunggai Barat Kabupaten Sumba Tengah Provinsi Nusa Tenggara Timur.

4. Ada hubungan paparan asap rokok terhadap kejadian asma pada balita di wilayah kerja Puskesmas Wairasa Kecamatan Umbu Ratunggai Barat Kabupaten Sumba Tengah Provinsi Nusa Tenggara Timur

SARAN

1. Dinas Kesehatan Sumba Tengah

Bagi Dinas Kesehatan diharapkan dapat membuat sebuah kebijakan mengenai program promosi kesehatan untuk menangani permasalahan kesehatan di masyarakat

tekhususnya yang terkait dengan permasalahan asma.

2. Bagi Puskesmas Wairasa

Puskesmas diharapkan dapat meningkatkan penyuluhan di masyarakat tentang rumah sehat, dapur sehat dan tentang bahaya asap dapur dan

(10)

asap rokok bagi balita pada khususnya dan masyarakat pada umumnya.

3. Bagi Universitas Respati Yogyakarta

Memberikan kesempatan kepada mahasiswa selanjutnya untuk melakukan penelitian yang berkaitan dengan asma.

4. Bagi Peneliti Selanjutnya

Diharapkan melakukan penelitian lanjutan mengenai asma dengan mempertimbangkan faktor-faktor lain yang tidak diteliti dalam penelitian ini

DAFTAR PUSTAKA

1. Abidin Nusatya, Mars, Ekarini Elisabeth, SMIP. (2002). Mengenal, Mencegah, dan Mengatasi Asma Pada Anak Plus Panduan Senam Asma. Jakarta: Puspa Swara.

2. Adnani, Hariza. (2011). Buku Ajar: Ilmu Kesehatan Masyarakat. Jogjakarta: Nuha Medika.

3. Aryandani, Rena. (2010). Anak Sehat Bebas Dari Asma. Jogjakarta: Golden Books

4. Astuti, (2010). Paparan Asap Dalam Rumah, Hewan Peliharaan, Lingkungan Tempat Tinggal Dan Sosial Ekonomi Dengan Kejadian Asma Bronkial Pada Anak. Berita Kedokteran Masyarakat. Vol. 26, No. 3, September 2010. 5. Atmoko, dkk. Prevalens Asma Tidak Terkontrol

Dan Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Tingkat Kontrol Asma Di Poliklinik Asma Rumah Sakit Persahabatan, Jakarta

6. Dinas Kesehatan Kabupaten Sumba Tengah (2009). Sumba Tengah Dalam Angka 2009. Diakses tanggal 18 oktober 2012

7. Fatoni dan Lukman. (2012). Hubungan Kondisi Fisik Lingkungan Rumah Dengan Kejadian Asma Diwilayah Kerja Puskesmas Bulu Lor Kecamatan Semarang Utara. JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT, Volume 1, Nomor 2,Tahun 2012, Halaman 493 - 503 Online di http://ejournals1.undip.ac.id/index.php/jkm. 8. Hadibroto dan Alam. (2005). Asma. Jakarta, PT

Gramedia Pustaka Utama.

9. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1023/Menkes/Sk/Xi/2008 Tentang Pedoman Pengendalian Penyakit Asma Menteri Kesehatan Republik Indonesia. Diakses pada tanggal 5 desember 2012.

10. Kurniawati, (2005). Analisis Hubungan Kondisi Lingkungan Rumah Dan Perilaku Keluarga Dengan Kejadian Serangan Asma Anak Di Kota Semarang. Tesis, Semarang.

11. Leba, Anggraini. (2010). Hubungan Fisik Rumah dan Paparan Asap dengan Frekuensi Kekambuhan Asma pada Anak Usia 6-12 Tahun di Puskesmas Rawat Inap Wairasa, Sumba Tengah, Nusa Tenggara Timur. Skripsi

12. Notoatmodjo, (2007). Kesehatan Masyarakat Ilmu dan Seni. Jakarta: Rineka Cipta

13. Vatoni dan Lukman. (2012). Hubungan Kondisi Fisik Lingkungan Rumah Dengan Kejadian Asma Diwilayah Kerja Puskesmas Bulu Lor Kecamatan Semarang Utara. JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT, Volume 1, Nomor 2,Tahun 2012, Halaman 493 - 503 Online di

http://ejournals1.undip.ac.id/index.php/jkm. 14. www. Riskesdas (2007). Go. Id. Laporan

Nasional 2007. Pdf. Diakses tanggal 13 November 2012.

www.scribd.com/doc/52186303/RISKESDAS (2010). Laporan Nasional Riset Kesehatan Dasar2010. Diakses tanggal 1 april 2013

(11)

Referensi

Dokumen terkait

Kelemahan dari desain ketiga adalah kurang mempertimbangkan dari segi cost, contohnya, untuk mendapatkan efek spring pada tumit tanpda menggunakan pegas, maka diperlukan

Pembalajaran ini menekankan adanya sumber bahan ajar yang mendukung hasi penelitian serta memberikan sumbangsi pengetahuan yang lebih baik, pengembangan bahan ajar

Perencanaan pajak merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi nilai laba perusahaan karena dapat menekan biaya pajak terhutang. Perencanaan pajak merupakan

• Use Case Delete Barang : memuat proses hapus barang yang dilakukan oleh admin ke dalam sistem, dalam hal ini ke database Logistik pada tabel Barang. • Use Case Cari Barang :

Formulir Pemesanan Pembelian Unit Penyertaan beserta bukti pembayaran yang diterima secara lengkap dan disetujui oleh Manajer Investasi atau Agen Penjual Efek Reksa Dana yang

Pendekatan penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian kuantitatif yaitu metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat positivisme digunakan untuk meneliti pada

Suresh dan Shashikala (2011) dalam penelitiannya tentang pengaruh persepsi akan resiko terhadap pembelian secara online pada konsumen di India, mengatakan bahwa konsumen

Karena memiliki hak untuk membentuk angkatan perang sendiri dan melakukan peperangan, maka VOC berupaya meemperluas daerah – daerah di Nusantara sebagai wilayah kekuasaan