• Tidak ada hasil yang ditemukan

PELAKSANAAN PANCASILA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PELAKSANAAN PANCASILA"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

PELAKSANAAN

PANCASILA

Dari Masa ke Masa

16/400324/TK/45338

(2)

Pelaksanaan Pancasila Sebelum Kemerdekaan

Hal yang terpenting yang menjadi syarat berdirinya suatu negara salah satunya adalah dasar negara. Dasar negara itulah yang akan menentukan penyelenggaraan suatu negara oleh para pemerintahnya. Negara dipastikan memiliki suatu dasar, karena tanpa dasar itu negara tidak akan terbentuk.

Indonesia pada zaman sebelum merdeka belum memiliki dasar negara yang resmi. Namun, sejarah mengatakan bahwa beberapa kerajaan pada masanya telah melaksanakan dasar negara kita saat ini, Pancasila. Bahkan pada zaman pra sejarah sekalipun telah muncul nilai-nilai yang sekarang ini ada pada Pancasila. Nilai-nilai itu muncul berdasarkan apa yang dilakukan oleh manusia saat itu. Sehingga, sebelum Pancasila lahir sudah ada “Pancasila” pada kehidupan masyarakat.

1. Zaman Pra Sejarah

Nilai-nilai yang ada pada zaman pra sejarah telah mencakup nilai-nilai religi, kemanusiaan, persatuan, permusyawaratan, serta keadilan sosial. Adanya menhir untuk tempat pemujaan roh leluhur serta benda-benda lainnya, menunjukkan bahwa pada zaman itu telah mengenal ajaran animisme dan dinamisme sehingga jelas bahwa nilai religi pada masa itu sudah ada. Nilai kemanusiaan tampak jelas pada masyarakat yang sangat menghargai nilai ini bahkan manusia yang telah meninggal sangat dihargai. Pada nilai persatuan, adanya kesamaan bahasa sebagai rumpun bahasa Austronesia, sehingga muncul persamaan kosa kata dan kebudayaan. Dalam kehidupannya, mereka bingung dalam menentukan seorang pemimpin. Mereka bermusyawarah dan akhirnya dengan sistem “Primus Inter Pares” yang berarti “pertama diantara yang sama” terpilihlah seorang kepala suku yang menjadi seorang pemimpin. Primus Inter Pares mewujudkan nilai sila musyawarah, yaitu sila keempat. Sila keadilan sosial terwujud dengan penerapan kehidupan bercocok tanam. Mereka berpindah dari dari pola “food gathering” menjadi “food producing”. Tentunya pola ini ditujukan agar kesejahteraan masyarakatnya dapat terwujud.

2. Zaman Kerajaan

Sekitar abad ke-VII hingga abad ke-XII, bangsa Indonesia telah memiliki kerajaan Sriwijaya di Sumatera Selatan. Sedangkan sekitar abad ke-XIII hingga abad ke-XVI, telah

(3)

ada kerajaan Majapahit di Jawa Timur. Pada zaman itu, Indonesia dapat memenuhi syarat-syarat berdirinya suatu negara karena telah ada penerapan dari dasar negara, Pancasila.

Kerajaan Sriwijaya, dibawah kekuasaan Wangsa Syailendra di Sumatera, merupakan kerajaan maritim yang mengandalkan jalur perhubungan laut. Sistem perdagangan yang ada pada kerajaan ini telah diatur dengan baik. Dalam sistem pemerintahan sudah terdapat pegawai pengurus pajak, harta benda kerajaan, rohaniawan, dan patung-patung suci sehingga saat itu kerajaan dapat menjalankan negaranya dengan nilai-nilai Ketuhanan.

Dengan adanya umat agama Budha dan Hindu yang hidup bersama-sama secara damai, telah mewujudkan nilai Pancasila sila pertama. Wujud nilai Pancasila sila kedua, yaitu terjalinnya hubungan antara Sriwijaya dengan India. Ditunjukkan dengan dikirimnya para pemuda Indonesia untuk menuntut ilmu di India. Nilai Pancasila sila ketiga, yaitu bahwa Sriwijaya merupakan kerajaan maritim terdiri dari pulau-pulau. Sriwijaya telah menerapkan konsep negara kepulauan yang dengan konsep tersebut persatuan antara pulau-pulau yang terpisah dapat terjaga. Pancasila sila keempat, Sriwijaya telah memiliki kedaulatan yang sangat luas. Sedangkan nilai Pancasila sila kelima, yaitu Sriwijaya yang telah memakmurkan rakyatnya karena Sriwijaya merupakan pusat perdagangan dari berbagai penjuru.

Tidak berbeda dengan yang terjadi di Sriwijaya, Kerajaan Majapahit telah menerapkan nilai-nilai Pancasila, dasar negara Indonesia. Kepemimpinan Hayam Wuruk pada saat itu membawa keemasan bagi Kerajaan Majapahit. Empu Prapanca dalam tulisannya Negarakertagama di dalamnya terdapat istilah “Pancasila”. Karangan buku Sutasoma oleh Empu Tantular terdapat semboyan persatuan nasional yang berbunyi “Bhinneka Tunggal Ika Tan Hana Dharma Mangrua”, artinya walaupun berbeda-beda, namun satu jua dan tidak ada agama yang memiliki tujuan yang berbeda. Dapat dipastikan bahwa pada zaman Kerajaan Majapahit telah terdapat nilai Pancasila sila pertama, bahwa toleransi beragama itu ada.

Hubungan antara Raja Hayam Wuruk begitu baik dengan Kerajaan Tiongkok, Ayoda, Champa, dan Kamboja mewujudkan nilai Pancasila sila kemanusiaan. Dijalinnya juga persahabatan dengan negara tetangga yang berdasarkan “Mitreka Satata”. Nilai Pancasila sila ketiga diwujudkan dari Majapahit yang begitu utuh. Saat itu Gadjah Mada memberikan kata-katanya dalam sumpah Palapa yang berisi tentang persatuan. Nilai-nilai musyawarah dan

(4)

mufakat yang dilakukan oleh Kerajaan Majapahit menunjukkan kesesuaian terhadap sila keempat. Kerukunan antar rakyat dan juga gotong royong menumbuhkan sikap bermusyawarah untuk mendapatkan mufakat. Sedangkan untuk sila keadilan social dibuktikan dengan Kerajaan Majapahit yang bertahan begitu lama hingga mencapai puncak kejayaan. Tentu hal ini tidak lepas dari sesuatu yang berbau kesejahteraan rakyat.

Tuturan mengenai Kerajaan Sriwijaya dan Kerajaan Majapahit memberikan kesimpulan bahwa sebenarnya sebelum Pancasila terbentuk sudah terdapat “Pancasila” yang sifatnya tersirat. Sehingga, sebenarnya Indonesia sudah ada dan berdiri kokoh sejak saat itu. Hanya saja tidak secara resmi, karena tidak memiliki Pancasila yang sah yang menjadi dasar bagi negara Indonesia.

3. Lahirnya Pancasila

Perjalanan hingga terbentuknya sebuah judul “Pancasila” tidaklah sebatas satu hari atau dua hari saja. Banyak sekali proses yang dilalui dari pengumpulan ide-ide hingga peresmian Pancasila itu. Pancasila tentu tidak lahir dari sebuah pemikiran saja. Terdapat banyak pemikiran-pemikiran yang diseleksi dan disatukan menjadi sebuah Pancasila.

Proses terbentuknya Pancasila berawal dari BPUPKI yang mengadakan sidang pertama pada 29 Mei 1945 untuk membahas mengenai dasar negara. Para pemimpin Indonesia mengemukakan pendapatnya melalui sebuah pidato yang dikemukakan pada hari yang berbeda. Hingga pada 1 Juni 1945 yang dikatakan sebagai hari lahirnya Pancasila, Ir. Soekarno menyampaikan lima dasar atau sila yang disebut sebagai filosofische grondslag yaitu nilai-nilai esensial yang terkandung dalam pancasila, yaitu: ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan serta keadilan.

Fakta memperlihatkan ke kita bahwa sebenarnya kelima dasar negara itu telah dimiliki Indonesia sejak zaman dulu kala. Perjalanan yang begitu panjang sejak zaman lithikum kemudian terbentuk kerajaan-kerajaan yang berpegang teguh pada nilai-nilai Pancasila, yaitu Kerajaan Sriwijaya di Sumatera dan Kerajaan Majapahit di Jawa Timur. Nilai-nilai Pancasila lahir tidak hanya berasal dari pemikiran para pemimpin saja. Nilai yang disatukan menjadi Pancasila tidak lepas dari nilai-nilai yang terbentuk pada zaman pra

(5)

sejarah. Pancasila tidak muncul dari pidato pemimpin, melainkan dari nilai-nilai Pancasila yang berkembang di masyarakat.

Pelaksanaan Pancasila Era Orde Lama

Orde lama merupakan titik awal dari penerapan Pancasila. Indonesia yang dipimpin oleh Ir. Soekarno berusaha membangun Pancasila, menjadikannya sebagai dasar negara Indonesia, menjadikannya sebagai pribadi bangsa Indonesia. Namun, dalam prakteknya pada orde lama banyak terdapat kekacauan yang menjadikan Pancasila tidak maksimal dalam pengimplementasiannya.

Pada masa ini, merupakan masa transisional dari Indonesia sebelum merdeka menjadi Indonesia yang merdeka. Indonesia masih belum mapan dalam memimpin rakyaknya hingga berakhir pada kekacauan dari banyak pihak. Indonesia mengalami krisis dan konflik ideologi. Masa orde lama adalah masa pencarian bentuk implementasi Pancasila terutama dalam sistem kenegaraan. Indonesia terus mencari-cari jati diri yang pantas untuknya.

Orde lama berlangsung dari Indonesia merdeka hingga tahun 1966. Dalam perjalanan yang sangat panjang itu, Pancasila diterapkan dalam bentuk yang berbeda-beda yang dibagi dalam tiga periode, yaitu periode 1945-1950, periode 1950-1959, dan periode 1959-1966.

1. Periode 1945-1950

Pada periode ini, dasar yang digunakan adalah Pancasila dan UUD 1945 yang presidensial. Namun, pada pelaksanaannya sistem tersebut tidak dapat diwujudkan. Periode 1945-1950 merupakan saat dimana Indonesia mendapatkan tantangan yang begitu besar pasalnya terdapat pemberontakan dari kelompok-kelompok yang tidak dapat sepenuhnya menerima nilai-nilai Pancasila. Belum seberapa, mereka berjuang untuk mengganti Pancasila dengan ideologi lain yang tentunya sangat bertentangan dengan Pancasila.

Pemberontakan yang dilakukan oleh PKI di Madiun pada tahun 1948 bertujuan untuk menggantikan ideologi Pancasila menjadi berasaskan komunisme. Tidak hanya itu, pemberontakan oleh DI/TII pada tahun 1949 sungguh mengagetkan masyarakat saat itu. Pemerontakan yang dipimpin oleh SM Kartosuwiryo ini bertujuan ingin menggantikan dasar negara Pancasila menjadi dasar negara yang bersyariat islam.

Pemberontakan tersebut melunturkan kesatuan yang telah dibentuk bersama-sama. Sila ketiga yang merupakan sila persatuan mengambang nasibnya pada saat itu. Mereka tidak

(6)

memikirkan toleransi untuk golongan yang lain. Yang mereka pikirkan hanyalah kepuasan untuk golongan mereka sendiri. Asas yang seharusnya saling toleransi menjadi asas yang saling egois, individualisme.

Ditambah lagi pada masa ini merupakan peralihan dari sistem pemerintahan presidensial menjadi sistem pemerintahan parlementer. Dalam sistem pemerintahan parlementer, presiden tidak lagi menjalankan tugasnya sebagai kepala pemerintahan dan hanya bertanggung jawab sebagai kepala negara. Hal ini tentu merusak stabilitas pemerintahan yang telah dibangun pada sistem pemerintahan presidensial. Sistem parlementer tentu tidak sesuai dengan sila keempat (musyawarah mufakat) karena pemerintahannya dibebankan kepada perdana menteri.

2. Periode 1950-1959

Dalam periode ini dasar negara yang digunakan masih Pancasila. Namun, kenyataannya bibit-bibit liberalisme mulai berkembang di sistem pemerintahan negara. Sila keempat Pancasila, yaitu musyawarah dengan mufakat, tidak lagi dianggap efisien untuk menemukan penyelesaian dari masalah yang sering muncul di masyarakat. Sehingga pada periode ini sila musyawarah dengan mufakat tersisihkan oleh sistem voting atau pengambilan suara terbanyak yang merupakan ciri khas dari demokrasi liberal.

Pemberontakan juga terus digemparkan oleh berbagai pihak. Indonesia mendapatkan tantangan yang berat dengan munculnya pemberontakan RMS, PRRI, dan Permesta yang dengan individualisnya mengibarkan bendera di berbagai wilayah Indonesia sebagai bentuk pemisahan diri dari Indonesia. Indonesia yang dulu diperjuangkan dan disatukan menjadi sebuah negara kesatuan kini berada dalam ambang perpecahan.

Demokrasi pada periode 1950-1959 sebenarnya berjalan dengan baik. Dilaksanakan pemilu 1955 yang merupakan peristiwa paling demokratis pada periode ini. Namun, konstituante hasil pemilu 1955 gagal dalam melaksanakan tugasnya untuk menyusun UUD dan pada akhirnya harus dibubarkan bersamaan dengan dikeluarkannya Dekrit Presiden 5 Juli 1959.

Penerapan ideologi liberal untuk Indonesia terbukti tidak cocok dengan jiwa Pancasila bangsa Indonesia. Masing-masing pihak masih mengutamakan kepuasan dan kepentingan golongan. Sikap individualisme sangat terlihat jelas dalam periode ini. Terlebih lagi dengan adanya pembubaran kabinet Gotong Royong oleh Presiden karena ditolaknya RAPBN yang diajukan oleh pemerintah.

(7)

Periode ini dikenal sebagai demokrasi terpimpin. Dalam periode ini merupakan masa terburuk dalam sejarah penerapan Pancasila. Demokrasi terpimpin diterapkan bersamaan dengan Dekrit Presiden 5 Juli 1959. Seharusnya pada periode ini setiap bangsa dapat kembali kepada penerapan Pancasila yang murni sesuai dengan yang telah dirumuskan oleh para pendiri bangsa. Namun, dalam pelaksanaannya terdapat kesalahan yaitu mengenai kedudukan presiden dalam pelaksanaan Pancasila.

Seluruh pelaksanaan Pancasila berada dalam kekuasaan pribadi Presiden Soekarno. Demokrasi terpimpin mengalami kesalahan penafsiran sehingga menimbulkan penyimpangan hingga penyalahgunaan kekuasaan. Presiden Soekarno menjadi otoriter dan diangkat menjadi presiden seumur hidup. Penggabungan antara Nasionalis, Agama, dan Komunis, yang pada akhirnya dianggap tidak cocok dengan ideologi bangsa Indonesia.

Pemimpin Tinggi Lembaga Negara mendapatkan kedudukan yang setara dengan Menteri, sehingga mereka berada dibawah kontrol penuh Presiden. Padahal seharusnya mereka merupakan lembaga yang berdiri sendiri. Hak budget seperti sudah tidak ada lagi, karena pemerintah tidak perlu mengajukan rancangan undang-undang APBN untuk kemudian disetujui oleh DPR. Demokrasi rakyat bagai termakan oleh demokrasi terpimpin yang sebenarnya salah.

Tidak lepas dari pemberontakan, periode ini juga terdapat pemberontakan. Pemberontakan PKI tahun 1965 dikobarkan untuk kembali mendirikan negara soviet Indonesia yang beridiologikan komunis.

Di setiap masa, Pancasila terus berada dalam perkembangannya terutama dalam mengartikan Pancasila itu sendiri. Soekarno di dalam menjalankan Pancasila untuk Indonesia tentu melalui masa-masa yang sangat sulit. Banyak tantangan yang dihadapi dari berbagai kelompok yang belum bisa menerima Pancasila secara seutuhnya. Contohnya ada yang menginginkan bahwa sila pertama adalah “Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya”. Hal-hal seperti ini didorong oleh minimnya keinginan untuk bersatu, minimnya kesadaran untuk bersatu, dan tentunya individualisme yang terus menjamur.

(8)

Pelaksanaan Pancasila Era Orde Baru

Orde baru merupakan era dimana Presiden Soeharto mulai berkuasa. Masa ini merupakan peralihan dari pimpinan Presiden Soekarno di era orde lama. Presiden Soeharto merombak banyak hal yang sifatnya baru dengan mengeluarkan kebijakan-kebijakan yang beliau bentuk. Dalam era yang berlangsung pada tahun 1966 hingga 1998 ini, Pancasila mengalami perjalanan yang dapat disebut pahit dalam pengimplementasiannya. Kebijakan-kebijakan yang sebenarnya memiliki tujuan awal membentuk Indonesia yang lebih baik, mengalami banyak penafsiran hingga penyalahartian kekuasaan.

Kondisi Indonesia yang dianggap carut-marut sebagai peninggalan kepemimpinan Presiden Soekarno merupakan tugas bagi pemerintah orde baru untuk menstabilkannya. Nilai-nilai Pancasila yang disimpangkan sebelumnya mulai dibenarkan dan ditegakkan melalui pelaksanaan Pancasila secara murni dan konsekuen. Langkah nyata yang dilakukan adalah melalui program P4 yang merupakan singkatan dari Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila atau yang disebut Ekaprasetia Pancakarsa.

Ekaprasetia Pancakarsa menjabarkan kelima sila dalam Pancasila menjadi tiga puluh enam butir pengamalan sebagai pedoman dalam pengimplementasian Pancasila. Hal ini ditujukan untuk meminimalisir atau bahkan menghindari penyalahartian Pancasila seperti yang telah terjadi pada era-era sebelumnya. Perincian pemahaman tersebut seperti yang kita lihat dalam konsep P4 dengan esensi selaras, serasi, dan seimbang.

Dengan kebijakan yang diterapkan, orde baru berhasil mempertahankan Pancasila sebagai dasar dan ideologi negara. Namun, yang terjadi kemudian tidak berbeda jauh dengan masa sebelumnya. Orde baru diawali dengan langkah mengambil kebijakan yang baik. Akan tetapi pada saat waktu mulai berlalu, konsistensi yang pada awalnya ditegakkan mulai meluruh. Pancasila yang semula berdiri mulai tergantikan dengan kepuasan individualis oleh para penguasa yang tidak bertanggung jawab dalam menjalankan amanatnya.

Pancasila pada era ini dijadikan sebagai indoktrinasi. Ada beberapa cara yang dilakukan oleh pemerintah dalam melakukan indoktrinasi Pancasila ini, yaitu:

(9)

1. Melalui ajaran P4 yang dilakukan di sekolah-sekolah melalui pembekalan atau seminar. Hal ini sebenarnya dilakukan agar pelajar dalam kehidupannya dapat mengarah pada nilai-nilai

Pancasila yang murni.

2. Asa tunggal, yaitu Presiden Soeharto memperbolehkan rakyat-rakyatnya untuk membentuk organisasi-organisasi. Namun, organisasi-organisasi tersebut harus bersyaratkan pada asas Pancasila.

3. Stabilisasi, Presiden Soeharto melarang keras adanya kritikan-kritikan yang dapat berdampak buruk pada pemerintah. Karena menurut Presiden Soeharto kritikan terhadap pemerintah dapat menyebabkan ketidakstabilan di dalam negara. Presiden Soeharto tidak segan untuk menggunakan kekuatan militer. Sehingga rakyat menjadi tidak berani bertindak dalam mengkritik pemerintah.

Suara rakyat terbisukan oleh aturan-aturan yang dibuat oleh penguasa. Sila keempat yang mestinya merujuk pada demokrasi serasa hilang dan entah kemana tidak ditemukan lagi. Pers yang seharusnya bebas mengeluarkan suaranya tidak lagi mampu berkata-kata karena takut akan ancaman yang dibuat oleh penguasa. Ketika itu demokrasi memang benar-benar hilang meskipun juga ada satu atau beberapa orang yang berani mengutarakan suaranya. Alhasil, tidak sedikit pula dari mereka yang tiba-tiba menghilang dari lingkungannya yang bahkan tidak ada yang tahu mereka dimana. Tidak ada yang mengetahui siapa dalang dibalik kasus-kasus demikian. Tidak ada pula tindak lanjut secara hokum atas pelanggaran HAM yang terjadi di orde baru. Tidak sedikit pula keluarga korban yang menunggu kelanjutannya hingga akhirnya kasus tersebut terlupakan oleh pemerintah. Semua itu dibisukan oleh kebijakan pemerintah yang melarang adanya kritikan yang ditujukan kepada pemerintah.

Pejabat mulai seenaknya sendiri dalam bertingkah. Pada era ini korupsi, kolusi, dan nepotisme begitu marak terjadi di kalangan pemerintah. KKN yang lebih susah dihilangkan lagi adalah yang dilakukan oleh orang-orang yang dekat dengan Presiden Soeharto. Contohnya pada kasus Bapindo (Bank Pembangunan Indonesia) pada tahun 1993 yang sangat menghebohkan semuanya karena melibatkan orang yang dekat dengan Presiden Soeharto, yaitu Sudomo. Pada akhirnya Sudomo pun selamat dari hokum yang seharusnya ditegakkan. Hal inilah yang menjadi sebuah rahasia umum bahwa orang-orang terdekat Presiden Soeharto pasti akan aman. Bahkan dapat dikatakan bahwa Presiden Soeharto tidak melarang adanya tindak KKN. Sila keadilan

(10)

sosial juga sila kemanusiaan yang harusnya dijunjung tinggi mengingat keberadaan P4 hanyalah tinggal setinggi tanah. Pada masa ini juga terjadi krisis moneter yang salah satunya dikarenakan oleh hutang negara yang begitu tinggi.

Partai politik memang sudah diakui keberadaannya pada era yang penuh dengan dinamika ini. Namun dalam prakteknya masih jauh dari asas jujur dan adil, dominasi partai Golkar masih sangat kental. Selama orde baru ini telah dilaksanakan pemilu sebanyak enam kali pemilihan umum. Penyelenggaraan pemilu yang konsisten pada era orde baru telah memberikan kesan bahwa demokrasi di Indonesia telah berjalan dengan baik. Apalagi dengan asas pemilh yang bersifat LUBER (langsung, umum, bebas, dan rahasia). Namun pada kenyataannya, partai milik Presiden Soeharto – Golkar – lah yang selalu menempati juara. Keadaan ini menjadikan Presiden Soeharto menjadi Presiden selama enam periode. Demokrasi benar-benar terbungkam pada masa ini yang menjadikan Indonesia sangat susah untuk berkembang.

Hak asasi manusia belum dijunjung tinggi terutama kepada masyarakat non pribumi khususnya pada rakyat Tionghoa. Warga keturunan Tionghoa dianggap sebagai warga negara asing di Indonesia yang kedudukannya berada di bawah warga pribumi. Kesenian barongsai, perayaan hari imlek, dan penggunaan bahasa mandarin tidak diperbolehkan. Bahkan agama warga Tionghoa pun dilarang yang berdampak pada ketidakadanya pengakuan pemerintah terhadap agama Konghucu. Semua ini terjadi karena pemerintah orde baru beranggapan bahwa warga keturunan Tionghoa yang jumlahnya sekitar 5 juta dari keseluruhan rakyat Indonesia dikhawatirkan menyebarkan ajaran komunis. Seperti itukah pengakuan hak asasi manusia?

Orde baru menurut saya adalah era yang begitu kontroversial. Perjuangan keras Pancasila dalam melawan arus yang begitu menyimpang. Hingga akhirnya orde baru berakhir pada tahun 1998 yang mana pada saat itu terjadi keributan dimana-mana.

(11)

Pelaksanaan Pancasila Era Reformasi

Pada pengertiannya, reformasi diartikan sebagai penataan ulang format yang sudah ada. Seperti yang telah ketahui bahwa pelaksanaan Pancasila pada era-era sebelumnya terjadi multitafsir hingga penyelewengan oleh oknum-oknum penyelenggara pemerintahan. Pada akhirnya mahasiswa dan tokoh-tokoh bangsa menganggap bahwa Indonesia telah dilanda krisis entah itu di bidang ekonomi, politik, bahkan ideologi. Sehingga, terjadilah reformasi yang bertujuan untuk memperbaiki krisis-krisis yang ada serta menata pemerintahan menjadi ke arah yang lebih baik.

Reformasi jelas sekali dilakukan karena adanya penyimpangan-penyimpangan yang pernah terjadi. Pelaksanaan reformasi ini harus dilakukan dengan suatu cita-cita yang jelas. Karena dengan kejelasan tujuan itu sekiranya dapat memberi gambaran kedepannya. Reformasi juga harus dilaksanakan sesuai dengan Pancasila karena pada dasarnya tujuan dari dibentuknya reformasi ini adalah untuk meluruskan hal-hal yang belok dari Pancasila. Reformasi juga harus dilakukan kepada arah perubahan yang mencakup aspek politik, ekonomi, social, budaya, dan juga kehidupan beragama.

Pancasila sebagai sumber ideologi bangsa merupakan dasar yang sangat reformatif. Pancasila senantiasa mampu menyesuaikan dengan dinamika yang terjadi di negeri ini. Pancasila tetap bertahan dalam perjalanan panjangnya yang penuh makna ini. Karena itu Pancasila tetap dijadikan sebagai dasar negara Indonesia. Yang berarti segala tindak dari orang-orang termasuk pemerintah itu sendiri harus didasarkan pada nilai-nilai yang ada dalam Pancasila, Pancasila sudah merupakan landasan yang final dan tidak dapat diganggu gugat. Pancasila terbukti ampuh sebagai pedoman kehidupan berbangsa dan bernegara yang sudah tidak perlu diragukan lagi. Namun, dalam pelaksanaannya terkadang masih sangat jauh dari yang dinamakan sebagai pelaksanaan Pancasila.

Masih ingatkah kita terhadap tragedi Trisakti tahun 1998? Lahirnya reformasi ini diawali dengan tragedi yang pahit. Peristiwa ini merupakan peristiwa penembakan terhadap mahasiswa pada saat demonstrasi menuntut Soeharto turun dari jabatannya. Kejadian ini menewaskan empat mahasiswa Universitas Trisakti di Jakarta, serta puluhan lainnya luka. Meskipun pihak aparat keamanan membantah telah menggunakan peluru tajam, hasil otopsi menunjukkan kematian disebabkan peluru tajam. Bukankah mengerikan perjuangan mahasiswa untuk menjadikan

(12)

Indonesia menjadi lebih baik malah merenggut nyawanya. Hak asasi manusia seperti apa seperti ini?

Sila kedua yang merupakan sila kemanusiaan mengajarkan kita untuk selalu menjunjung tinggi keadilan. Sila kemanusiaan mengajarkan kita untuk selalu menjunjung tinggi hak asasi manusia. Kita memang memiliki hak kita masing-masing, namun janganlah melupakan kewajiban kita pula. Kita tetap harus mengingat bahwa orang lain di sekitar kita juga memiliki hak yang sama. Bahwa semua manusia memiliki hak asasi yang sama. Junjunglah tinggi hak asasi manusia dan laksanakan kewajiban kita masing-masing sebagai bangsa yang berkepribadian baik.

Di era reformasi ini, Pancasila seakan tidak memiliki kekuatan mempengaruhi dan mengarahkan masyarakat. Pancasila yang dulu gembor-gemborkan dengan penerapan P4, tidak lagi popular di masa ini. Masyarakat tak lain juga para orang politik terkesan masa bodoh terhadap Pancasila. Hingga dalam pelaksanaannya pun Pancasila masih sering di nomor sekiankan. Mereka terus mengutakaman kepuasan individu saja.

Tindak korupsi di era ini semakin banyak ke kalangan yang lebih luas. Dengan menggunakan model penyuapan, pemerasan, manipulasi proyek, penggelapan uang negara, penggelembungan anggaran, dan ada juga nepotisme dan kolusi. Akan tetapi dalam pengartiannya korupsi sebagai sistem suap, yaitu di dalam setiap komponen proyek negara ada timbal balik yang diberikan penyedia barang dan jasa kepada pemberi proyek dalam hal ini pegawai pemerintah atau pejabat negara. Kasus yang sering kita jumpai, yaitu misal izin Hak Penguasaan Hutan (HPH), izin tambang, izin penggunaan lahan misal dari hutan lindung diubah jadi properti, seringkali diperlukan pelicin. KPK banyak menangani kasus tersebut.

Sila kelima yang merupakan sila keadilan sosial mengajarkan kita agar bertindak yang adil terhadap sesama. Namun, banyaknya tindak korupsi yang memakan hak-hak rakyat miskin untuk kepentingan pejabat sendiri. Kepuasan yang hanya dinikmati oleh dirinya sendiri. Padahal seharusnya dengan uang tersebut dapat digunakan untuk menyejahterakan rakyat. Yang selama ini kita ucapkan sebagai “Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia” direnggut oleh penguasa yang tidak bertanggung jawab.

(13)

Sudah bertahun-tahun Indonesia memasuki era pemformatan ulang ini. Berbagai perubahan dilakukan untuk memperbaiki tiang-tiang kehidupan berbangsa dan bernegara di bawah atap ideologi Pancasila. Namun, dalam pelaksanaannya masih banyak masalah sosial dan ekonomi yang belum terjawab. Keberadaan Pancasila dan peranannya dalam era reformasi ini pun dipertanyakan. Mampukah Pancasila menerangi negeri ini menuju cahaya yang lebih terang? Jika kita lihat dari yang sudah terjadi memang sungguh memprihatinkan. Reformasi yang katanya pemformatan ulang belum berlansung dengan baik karena Pancasila belum difungsikan secara maksimal sebagaimana mestinya. Banyak masyarakat yang hafal butir-butir Pancasila, tetapi belum memahami makna sesungguhnya. Lebih parah lagi bila masyarakat tidak hafal atau bahkan tidak mengetahui butir-butir Pancasila dan tentunya tidak memahami maknanya. Namun, yang diharapkan disini adalah kita yang mengetahui butir-butir Pancasila dan tentunya dalam kesehariannya mampu diimplementasikan secara baik dan benar.

Keberadaan Pancasila di era reformasi ini mestinya menjadi dasar dan acuan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Pancasila adalah dasar negara yang sesuai dengan pokok-pokok pikiran yang terkandung dalam UUD 1945. Tetapi sekarang bangsa ini sering mengesampingkan Pancasila. Padahal reformasi yang benar justru melaksanakan atau mengamalkan Pancasila untuk kehidupan berbangsa, bernegara, dan bermasyarakat.

Dengan jiwa Pancasila seharusnya gerakan reformasi harus mampu membentuk persatuan untuk membenahi krisis yang terjadi pada saat ini. Tidak satu golonganpun bisa memenangkan reformasi tanpa persatuan dengan golongan-golongan lainnya. Pengalaman kegagalan yang pernah ada harus dijadikan suatu acuan. Dengan persatuan yang dihimpun bersama-sama, gerakan reformasi diharapkan membawa Indonesia menjadi negara yang demokratis yang menjunjung tinggi keberadaan HAM. Indonesia menjadi negara yang adil dan makmur.

Referensi

Dokumen terkait

Menu unit usaha jabon dapat memberikan informasi potensi kayu hasil budidaya jabon yang akan dikembangkan oleh KPH serta informasi volume kayu yang dapat dipanen sesuai

Bahkan, akibat rendahnya harga yang diterima petani, banyak perkebunan kopi yang dikonversi ke tanaman lain terjadi di Propinsi Lampung yang mengakibatkan

Berdasarkan hasil peneliti mendapatkan bahwa mayoritas responden dalam penelitian ini memiliki kinerja yang baik.Kinerja seorang dosen di dalam suatu perguruan

Melihat tugas-tugas yang harus mereka lakukan beserta ancaman-ancaman yang akan mereka dapatkan, hal tersebut dapat menimbulkan stres bagi anggota polisi.. Dalam teori

Objek kajian Schimmel dalam memahami Islam dengan menggunakan pendekatan fenomenologis adalah seluruh apa yang terdapat di alam ini yang terdiri dari sesuatu yang

Variabel bebas adalah faktor pasien mencakup usia dan jenis kelamin, intervensi yang diberikan meliputi tindakan pembedahan dan terapi obat, dan faktor pembedahan

kependidikan dan aktivitas keilmuan dalam pendidikan Islam selama ini, dengan berbagai dampak negatif yang ditimbulkan dan dirasakan masyarakat luas. Solusi untuk

Sesuai ketentuan pasal 3 ayat (1) Peraturan Dirjen Masyarakat Islam Tahun 2013 tentang Penyelenggaraan Kursus Pra Nikah: bahwa penyelenggara kursus pra nikah adalah Badan