• Tidak ada hasil yang ditemukan

BIODIVERSITAS PLASMA NUTFAH PISANG (Musa spp.) BERDASARKAN JUMLAH KROMOSOM DAN TIPE GENOM DI KOTA BANDAR LAMPUNG. (Skripsi) Oleh.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BIODIVERSITAS PLASMA NUTFAH PISANG (Musa spp.) BERDASARKAN JUMLAH KROMOSOM DAN TIPE GENOM DI KOTA BANDAR LAMPUNG. (Skripsi) Oleh."

Copied!
56
0
0

Teks penuh

(1)

BIODIVERSITAS PLASMA NUTFAH PISANG (Musa spp.) BERDASARKAN JUMLAH KROMOSOM DAN TIPE GENOM

DI KOTA BANDAR LAMPUNG

(Skripsi)

Oleh

Eka Nurhasanah

JURUSAN BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS LAMPUNG

LAMPUNG 2017

(2)

BIODIVERSITAS PLASMA NUTFAH PISANG (Musa spp.)

BERDASARKAN JUMLAH KROMOSOM DAN TIPE GENOM DI KOTA BANDAR LAMPUNG

ABSTRAK Oleh Eka Nurhasanah

Pisang merupakan buah tropis dari Asia Tenggara, yang banyak dikonsumsi masyarakat di seluruh dunia, karena kandungan gizinya lengkap. Pisang memiliki keanekaragaman yang tinggi, sehingga dapat dijadikan sumber plasma nutfah. Kajian sitogenetika dapat digunakan sebagai informasi awal untuk program pemuliaan tanaman. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui biodiversitas plasma nutfah pisang (Musa spp.) di Kota Bandar Lampung berdasarkan jumlah kromosom dan tipe genomnya. Penelitian dilakukan dalam tiga tahap yaitu, koleksi tanaman pisang yang diambil secara acak dari 12 Kecamatan di Kota Bandar Lampung, karakterisasi morfologi untuk penentuan genom tanaman pisang berdasarkan pada 15 karakter Simmonds dan Shepherd dengan menggunakan skor harapan pengelompokan genom Silayoi dan Camchalow serta perhitungan jumlah kromosom menggunakan metode squash.

Hasil yang diperoleh terdapat 27 aksesi pisang yang ada di Kota Bandar Lampung, 26 aksesi termasuk dalam genus Musa antara lain Musa acuminata, Musa balbisiana, Musa paradisiaca, dan 1 aksesi dari genus Rhodhoclamys yaitu Musa ornata. Kenakearagaman jenis pisang yang ada di Kota Bandar Lampung tergolong sedang. Variasi genom pisang yang diperoleh antara lain AA 5 aksesi, AAA 4 aksesi, AAB 5 aksesi, ABB 3 aksesi, 1 aksesi ABBB, dan 3 aksesi BBB serta 5 aksesi lainnya belum dapat ditentukan genomnya karena sudah melewati fase generatifnya. Jumlah kromosom aksesi pisang adalah 22 (diploid), 33 (triploid) dan 44 (tetraploid).

(3)

BIODIVERSITAS TANAMAN PISANG (Musa spp.) BERDASARKAN JUMLAH KROMOSOM DAN TIPE GENOM

DI KOTA BANDAR LAMPUNG

Oleh Eka Nurhasanah

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar SARJANA SAINS

pada Jurusan Biologi

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2017

(4)
(5)
(6)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

HALAMAN PENGESAHAN ... ii

DAFTAR ISI ... iii

DAFTAR TABEL ... iv DAFTAR GAMBAR ... v I. PENDAHULUAN ... 1 A. Latar Belakang ... 1 B. Tujuan Penelitian ... 4 C. Manfaat Penelitian ... 4 D. Kerangka Pemikiran ... 5

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 7

A. Sejarah Penyebaran Tanaman Pisang ... 7

B. Biodiversitas Pisang ... 7

C. Produktivitas dan Produksi Pisang ... 9

D. Klasifikasi dan Morfologi Tanaman Pisang ... 10

E. Kandungan Gizi Pisang ... 14

F. Syarat Pertumbuhan Tanaman Pisang ... 14

G. Manfaat dan Nilai Ekonomi ... 16

H. Penyakit pada Tanaman Pisang ... 17

I. Kajian Sitogenetika ... 19

I. METODE KERJA A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 24

B. Alat dan Bahan ... 24

C. Prosedur Kerja ... 26

(7)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 35

A. Koleksi Plasma Nutfah Pisang ... 35

B. Penentuan Tipe Genom dan Jumlah Kromosom Tanaman Pisang ... 37

V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 52

A. Kesimpulan ... 52 B. Saran ... 52 DAFTAR PUSTAKA ... 53 LAMPIRAN ... 57 Tabel 5 ... 58 Gambar 6 – 15 ... 80

(8)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Karakter morfologi yang digunakan skoring untuk membedakan

genom Musa acuminata dan Musa balbisisana ... 28

Tabel 2. Kelompok genom dengan range skor harapan dihitung berdasarkan karakter morfologi tanaman pisang ... 30

Tabel 3. Koleksi Plasma Nutfah Pisang di Kota Bandar Lampung... 35

Tabel 4. Hasil pengamatan tipe genom dan jumlah kromosom tanaman pisang 37

Tabel 5. Perhitungan Nilai Indeks Keanekaragaman Pisang di Kota Bandar Lampung ... 58

(9)

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 1. Produksi buah-buahan di Indonesia menurut Badan Pusat Statistik,

2015 ... 9

Gambar 2. Morfologi Tanaman Pisang (IPGRI, 1996) ... 10

Gambar 3. Diagram evolusi dari edible bananas ...23

Gambar 4. Peta Bandar Lampung dan Titik Lokasi Pengambilan Sampel Tanaman Pisang ... 27

Gambar 5. Morfologi Musa ornata ... 39

Gambar 6. Pengamatan jumlah kromosom a. Pisang mas (22) b. Pisang raja sereh (33) dan c. Pisang batu (44) ... 51

Gambar 6. 8-hydroxiquinoline ... 80

Gambar 7. Orcein ... 80

Gambar 8. Gelas objek dan cover glass ... 80

Gambar 9. Botol flakon (6 ml) ... 80

Gambar 10. Larutan 0.03% 8-hydroxiquinoline ... 80

(10)

vi

Gambar 12. Pengamatan karakter morfologi ... 80

Gambar 13. Hasil koleksi tanaman pisang ... 81

Gambar 14. Pembuatan preparat ... 81

(11)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bumi Dipasena Agung, Kabupaten Tulang Bawang, Provinsi Lampung pada tanggal 7 Juli 1995, sebagai anak pertama dari dua bersaudara, dari pasangan Bapak Bambang Rahito dan Ibu Suparti.

Penulis mulai menempuh pendidikan pertama pada tahun 2000/2001 di TK Dharma Wanita Bumi Dipasena Sejahtera, Kabupaten Tulang Bawang.

Kemudian pada tahun 2002/2003 penulis melanjutkan pendidikan Sekolah Dasar Negeri 1 Bumi Dipasena Sejahtera, dan melanjutkan pendidikan Sekolah

Menengah Pertama di SMP 02 Banjar Agung pada tahun 2008/2009 serta pada tahun 2010/2011 melanjutkan pendidikan Sekolah Menengah Atas di SMA Negeri 2 Menggala.

Pada tahun 2013, penulis diterima sebagai salah satu mahasiswa Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan ALam Universitas Lampung melalui jalur Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SBMPTN). Penulis memperoleh bantuan dana dari IKABI pada tahun 2014, beasiswa BBM pada

(12)

tahun 2015 dan beasiswa PGN hingga lulus. Selama menjadi mahasiswa biologi, penulis pernah menjadi asisten praktikum mata kuliah genetika, dan ekofisiologi tumbuhan. Penulis juga aktif di Organisasi Himpunan Mahasiswa Biologi (HIMBIO) FMIPA Unila sebagai anggota Biro Kesekretariatan dan

Pengembanagan Diri 2014-2015 dan aktif mengikuti BEM U KBM Universitas Lampung sebagai anggota Staff Ahli Kementrian Sekretaris Kabinet periode 2014/2015 penulis juga aktif di UKM Tapak Suci Universitas Lampung sebagai Sekretaris Departemen II (Pengembangan Organisasi) tahun 2014-2016.

Pada tahun 2016, penulis melaksanakan kerja praktik di Pusat Penelitian Biologi LIPI Laboratorium Genetika dan Pemuliaan Tumbuhan, Cibinong Science Center, Bogor dengan judul “Analisis Jumlah Kromosom dan Tingkat Ploidi

(13)

MOTTO

Lakukan lah segala sesuatu sebaik mungkin agar mendapatkan hal terbaik pula (Penulis)

Barang siapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar, dan memberinya rezeki dari arah yang tiada disangka-sangkanya.

Dan barang siapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan) nya.

(QS. At-Tholaq : 2-3)

Khoirun naasi ahsanuhum khulukon wa anfa'ahum linnaas

Sebaik-baik manusia adalah yang terbaik budi pekertinya dan yang paling bermanfaat bagi manusia lainnya

(HR. Ahmad, ath-Thabrani, ad-Daruqutni)

Laisal fata manyadda’i bissalifat, innamal fattah man qola’ana

(Bukan seorang pemuda yang mengagung-agungkan harta kedua orang tuanya, tapi pemuda itu adalah aku yang siap mengangkat harkat martabat keluarga

dengan keringatku sendiri) (Penulis)

(14)

PERSEMBAHAN

Rasa syukur kehadirat Allah SWT atas rahmat dan kasih sayang-Mu yang telah memberiku kesehatan, kekuatan, kesabaran, rezeki dan ilmu yang berkah. Atas karunia dan kemudahan yang engkau berikan, Alhamdulilah skripsi ini dapat terselesaikan. Sholawat serta salam

terlimpah keharipan baginda Rasulullah Muhammad saw.

Kupersembahkan karya ini kepada orang-orang terkasih dan kusayangi: Ayahanda (Bambang) dan Ibunda (Suparti)

Sebagai tanda hormat dan terimakasihku yang tiada terhinggga atas segala dukungan, motivasi, cinta kasih, serta do’a yang tiada henti serta

Adikku tersayang Imam Nur Wahid, keluarga besarku yang selalu memberikan senyuman semangat dan dukungan terbaik.

Bapak/Ibu Guru dan Dosen yang telah memberiku bekal ilmu bermanfaat, bimbingan, arahan dan motivasi kepadaku.

Sahabat dan teman baikkku atas kebersamaan, dan do’a yang teriring selalu.

(15)

SANWACANA

Assalamualaikum warohmatullahi wabarokatuh

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan salah satu syarat dalam menempuh pendidikan strata satu atau sarjana sains yaitu skripsi yang berjudul

“BIODIVERSITAS TANAMAN PISANG (Musa spp.) BERDASARKAN

JUMLAH KROMOSOM DAN TIPE GENOM DI KOTA BANDAR LAMPUNG” .

Dalam menyelesaikan skripsi ini penulis menyadari bahwa banyak sekali bantuan dan bimbingan yang diberikan dari berbagai pihak. Untuk itu dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa terimakasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Kedua orangtua tercinta, Bapak (Bambang) dan Ibu (Suparti) terimakasih yang teramat dalam atas do’a, cinta dan kasih sayang, nasehat, kesabaran dan semangat kepada penulis.

2. Ibu Dra. Eti Ernawiati, M.P. selaku Pembimbing I yang telah sabar memberikan arahan, bimbingan, semangat, saran, dan kritik, serta membagi ilmu dan membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. 3. Ibu Rochmah Agustrina, Ph.D selaku Pembimbing II yang dengan sabar

membimbing, memberi masukan dan arahan, serta membagi ilmu dan membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

(16)

4. Dr. Bambang Irawan, M.Sc selaku penguji skripsi terimakasih atas bimbingan dan ketersediaanya untuk memberikan kritik dan saran dalam penelitian ini sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik.

5. Bapak Dr. Sutyarso, M.Biomed selaku Pembimbing Akademik yang telah memberikan bimbingan, saran dan kritik kepada penulis.

6. Bapak Prof. Warsito, S.Si., DEA., Ph.D Selaku Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung.

7. Ibu Dra. Nuning Nurcahyani, M.Sc. selaku Ketua Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.

8. Bapak dan Ibu Dosen Jurusan Biologi FMIPA Unila terimaksih atas ilmu, bimbingan dan bantuan kepada penulis selama ini.

9. Adikku tersayang Imam Nur Wahid, dan keluarga besarku terimakasih atas do’a, dan kasih sayang sehingga penulis mampu menyelesaikan perkuliahan ini.

10. Karyawan dan Staff Laboran Jurusan Biologi serta seluruh pihak yang telah membantu.

11. Keluarga Besar Biologi, kakak tingkat dan adik tingkat teman angkatan 2013 yang tidak dapat disebutkan satu perasatu, yang bersama-sama menemani hingga saat ini, dalam berbagi canda dan tawa, baik dalam keadaan suka maupun duka.

12. Serta semua sahabat-sahabatku UKM Tapak Suci Unila, kerabat, dan semua pihak yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu, atas semua kebersamaan, pembelajaran, dorongan, motivasi dan dukungan kepada penulis.

(17)

13. Teman, kerabat, dan sahabat perjuangan baik dalam kampus maupun di luar kampus Universitas Lampung yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Terimakasih atas kebersamaan, bantuan, dukungan dan do’a selama ini.

14. Almamater tercinta.

Semoga Allah membalas budi baik semua pihak yang telah mendukung dan membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Akhir kata penulis

menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, akan tetapi besar harapan semoga tulisan ini dapat berguna dan bermanfaat bagi kita semua demi kemajuan ilmu pengetahuan.

Wassalamualaikum warohmatullahi wabarakatuh

Bandar Lampung, Agustus 2017 Penulis,

(18)

1

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia dikenal dengan sebutan negara megabiodiversitas, karena tingkat keanekaragaman hayati yang tinggi. Salah satu tanaman dengan

keanekaragaman genetik yang tinggi adalah pisang. Pisang merupakan buah tropis yang berasal dari Asia Tenggara dan termasuk dalam family Musaceae. Buah pisang sangat disukai oleh banyak masyarakat di seluruh dunia, karena memiliki nilai gizi yang tinggi. Setiap 100 g pisang menghasilkan 90 kalori. Pisang tidak mengandung kolesterol, kaya vitamin A, B6, C, mineral kalsium, kalium, dan fosfor. Satu buah pisang mengandung 380 mg kalium, sehingga dapat memenuhi kebutuhan harian orang dewasa (Simmonds, 1966). Dengan demikian, tidak heran jika pisang menjadi salah satu bahan pangan dunia terpenting ke empat setelah padi, gandum dan jagung (Frison et al., 2004).

Di Indonesia pisang termasuk komoditas buah unggulan, yang wilayah produksinya mencakup hampir seluruh wilayah di Indonesia. Menurut Badan Pusat Statistik (2015), produksi pisang di Indonesia mengalami peningkatan setiap tahunnya. Provinsi Lampung menduduki posisi pertama sebagai sentra produksi pisang tertinggi di Indonesia dengan produksi mencapai 1.937.349

(19)

2

ton, diikuti oleh Provinsi Jawa Timur dengan kapasitas produksi 1.629.437 ton serta Jawa Barat dengan kapasitas produksi 1.306.288 ton, dan ke empat adalah Provinsi Jawa Tengah dengan kapasitas produksi mencapai 581.782 ton.

Di Provinsi Lampung, produksi pisang umumnya dilakukan dalam skala rumah tangga. Usaha hortikultura tertinggi produksi pisang di Provinsi

Lampung adalah di Kabupaten Lampung Tengah, diikuti Kabupaten Lampung Timur, Kabupaten Tanggamus, dan Kabupaten Lampung Selatan. Kota Bandar Lampung memiliki tingkat produksi yang lebih tinggi dari kota Metro, meskipun bila dibandingkan dengan kabupaten lain di wilayah Lampung masih tergolong sangat rendah (Badan Pusat Statistik, 2013). Dari data tersebut, maka potensi plasma nutfah pisang di kota Bandar Lampung layak dilestarikan, mengingat Kota Bandar Lampung merupakan sentra industri rumah tangga (home industry) keripik pisang yang terpusat di sepanjang Jalan Pagar Alam (Gang. PU), meliputi Kecamatan Kedaton, Tanjung Karang Barat, dan Langkapura. Usaha industri rumah keripik pisang telah menjadi aset penting yang perlu dikembangkan, karena memiliki kontribusi tinggi dalam perekonomian masyarakat.

Pada umumnya tanaman pisang dibagi menjadi dua kelompok yaitu pisang liar dan pisang budidaya. Pisang liar biasanya ditemukan secara liar di hutan. Spesies liar tanaman pisang yang dikenal ada 2, yaitu Musa acuminata dan Musa balbisiana. Kedua spesies pisang ini diduga menurunkan sifatnya

(20)

3

secara alami melalui persilangan, dan menghasilkan jenis-jenis pisang yang saat ini dibudidayakan. Pisang budidaya ini biasa ditanam di halaman rumah atau perkebunan (Paul dan Duarte, 2011).

Keragaman genetik tanaman pisang dapat digunakan sebagai sumber plasma nutfah yang perlu terus dievaluasi, mengingat belum seluruh keragamannya terungkap. Hasil evaluasi plasma nutfah pisang, selanjutnya dapat digunakan untuk program pemuliaan tanaman melalui perbaikan karakter yang

menghasilkan varietas unggul. Sifat-sifat unggul pisang yang diharapkan adalah memiliki produktivitas yang tinggi, berkualitas, tahan terhadap hama penyakit serta tahan terhadap cekaman lingkungan (Damayanti, 2007).

Peloqin (1981) dalam Parjanto et al., 2003 mengemukakan bahwa temuan-temuan baru pada kajian sitogenetika dapat berguna untuk mendukung program pemuliaan tanaman, baik secara tidak langsung yaitu berupa

peningkatan pengetahuan susunan genetik suatu jenis tanaman, maupun secara langsung yang berupa penerapan teknik sitogenetika untuk perbaikan sifat tanaman.

Kajian sitogenetika dalam pemuliaan tanaman sangat penting dilakukan, baik untuk keperluan taksonomi ataupun sebagai dasar pertimbangan dalam persilangan. Kajian sitogenetika meliputi jumlah kromosom dan tipe genom pisang. Informasi tentang jumlah kromosom dapat digunakan untuk tujuan pemuliaan tanaman, karena jumlah kromosom konstan, sehingga penting

(21)

4

dalam mempertahankan karakter suatu tanaman dari waktu ke waktu.

Penentuan tipe genom tanaman pisang dapat dilakukan dengan sistem skoring berdasarkan karakteristik morfologi Musa acuminata Colla dan Musa

balbisiana Colla. Dengan demikian, penentuan jumlah kromosom dan tipe genom tanaman pisang akan saling melengkapi dalam kajian sitologi. Oleh karena itu hasil penelitian ini dapat mengungkap biodiversitas plasma nutfah pisang di Kota Bandar Lampung berdasarkan jumlah kromosom dan tipe genom.

B. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui biodiversitas plasma nutfah pisang (Musa sp.) yang ada di Kota Bandar Lampung berdasarkan analisis jumlah kromosom dan tipe genomnya.

C. Manfaat Penelitian

Manfaat hasil penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. memperoleh informasi ilmiah mengenai biodiversitas tanaman pisang yang ada di Bandar Lampung.

2. memperoleh model pelestarian sumber daya plasma nutfah pisang untuk kepentingan taksonomi pada tingkatan genetika.

(22)

5

3. memperoleh model pelestarian plasma nutfah pisang yang dapat

diterapkan berdasarkan hasil kajian biodiversitas tanaman pisang di tempat lain.

D. Kerangka Pemikiran

Pisang merupakan buah yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat luas, bahkan di dunia. Selain karena pertumbuhannya yang relatif mudah, pisang memiliki kandungan gizi yang tinggi dan baik bagi tubuh.

Provinsi Lampung merupakan salah satu sentra produksi pisang nasional. Kota Bandar Lampung sebagai salah satu kota yang ada di Provinsi Lampung juga berperan dalam produksi pisang, meskipun produksinya tergolong rendah dibandingkan kabupaten lain di Provinsi Lampung. Keragaman tanaman pisang di Kota Bandar Lampung diduga sangat dipengaruhi oleh adanya masyarakat pendatang dari daerah yang menetap di Kota Bandar Lampung, membawa bibit pisang untuk ditanam di pekarangan rumahnya.

Potensi plasma nutfah pisang di Kota Bandar Lampung belum banyak diidentifikasi, baik secara morfologi, anatomi, maupun sitogenetik. Dalam kajian sitogenentika, biodiversitas plasma nutfah pisang yang didasarkan pada jumlah kromosom dan tipe genom belum banyak dilakukan. Informasi

(23)

6

tanaman, karena jumlah kromosom cenderung tetap, sehingga penting dalam mempertahankan karakter suatu tanaman dari waktu ke waktu.

Dengan demikian, evaluasi plasma nutfah pisang perlu dilakukan untuk menunjang perakitan varietas unggul. Hasil evaluasi plasma nutfah

diperlukan untuk memperoleh informasi awal dalam upaya perbaikan karakter tanaman, diantaranya informasi tentang hubungan ploidi dan morfologi tanaman pisang pada spesies tertentu. Informasi ini penting dalam program pemuliaan tanaman.

(24)

7

II.TINJAUAN PUSTAKA

A. Sejarah Penyebaran Tanaman Pisang

Genus Musa merupakan salah satu dari 2 genera (Musa dan Ensete) yang masuk ke dalam Family Musaceae. Menurut beberapa pakar botani nama Musa diambil dari nama Antonius Musa, seorang dokter Kaisar Agustus yang berasal dari Roma, tetapi beberapa pakar lainnya mengatakan bahwa Musa berasal dari bahasa Arab “mouz” yang berarti pisang (Nasution dan Isamu, 2001).

Tanaman pisang tersebar merata hampir ke seluruh wilayah di dunia baik di daerah tropis dan subtropis, mulai dari Asia Tenggara ke timur melewati Lautan Teduh sampai Hawai dan menyebar ke barat melalui Samudra Atlantik, Kepulauan Kanari hingga Benua Amerika. Selanjutnya tanaman pisang menyebar ke wilayah Afrika (Madagaskar), Amerika Selatan dan Amerika Tengah (Suyanti dan Supriyadi, 2008).

B. Biodiversitas Pisang

Pisang berasal dari ordo Scitaminae yang terdiri dari dua genus, yaitu genus Musa dan Ensete. Genus Musa terbagi dalam empat kelompok, yaitu

(25)

8

Australimusa, Callimusa, Rhodochlamys dan Eumusa. Kelompok Australimusa dengan jumlah kromosom dasar x = 10 adalah jenis pisang yang dimanfaatkan sebagai buah segar yang tersebar di kawasan

Queensland hingga Philipina. Kelompok Callimusa dengan jumlah

kromosom dasar x = 10 adalah jenis pisang yang juga dimanfaatkan sebagai tanaman hias, dengan penyebaran di kawasan Indochina dan Indonesia. Kelompok Rhodochlamys dengan jumlah kromosom dasar x = 11 adalah jenis pisang yang digunakan sebagai tanaman hias. Jenis ini tersebar di India hingga Indochina. Sedangkan kelompok Eumusa dengan jumlah kromosom dasar x = 11 adalah jenis pisang yang juga dapat dimakan sebagai buah dan sayur. Jenis kelompok Eumusa banyak tersebar di kawasan India Selatan hingga Jepang dan Samoa.

Buah pisang yang dimakan segar sebagian besar berasal dari kelompok Eumusa, yaitu Musa acuminata dan Musa balbisiana (Simmonds, 1959). Simmonds (1959) menambahkan selain ke empat kelompok diatas masih ada satu lagi kelompok baru dengan nama Ingentimusa, dengan penemuan spesies baru yaitu Musa ingens Simmonds dari New Guinea yang memiliki jumlah kromosom dasar x = 7. Anonim (2015) menambahkan Musa ingens merupakan jenis pisang liar terbesar di dunia, tinggi pohon hingga

mencapai 15 m dan diameter mencapai 2 m. Jenis pisang ini tumbuh baik pada ketinggian 1350 m – 1800 m diatas permukaan laut. Panjang daun mencapai 5 m dengan lebar 1 m. Pisang ini memiliki biji dengan rata-rata diameter biji 4-10 mm, sehingga tidak dapat dikonsumsi.

(26)

9 0 1000000 2000000 3000000 4000000 5000000 6000000 7000000 8000000 A lp uka t B el im b ing D uku /L angs at D ur ia n Ja m bu bi ji Ja m bu ai r Je ru k… Je ru k b es ar M ang ga M ang gi s N an gka /c em p eda k N en as P ep aya P is an g R am bu ta n S al ak S aw o M ar ki sa S ir sa k S uk un M el on S em angka B le w ah A pe l A ngg ur S tr ob er i

Produksi Buah (Ton)

C. Produktivitas dan Produksi Pisang

Pisang termasuk bahan pangan dunia ke empat setelah padi, gandum dan jagung. Pisang menduduki posisi pertama dalam produksi buah segar nasional. Produksi pisang menyebar di hampir seluruh provinsi di Indonesia. Menurut Badan Pusat Statistik (2015), produksi pisang

tertinggi di Indonesia adalah Provinsi Lampung dengan kapasitas produksi sebesar 1.937.349 ton, diikuti Provinsi Jawa Timur, Jawa Barat dan Jawa Tengah dengan kapasitas produksi secara berurutan adalah 1.629.437 ton, 1.306.288 ton, dan 581.782 ton. Kapasitas produksi buah-buahan di Indonesia pada tahun 2015 dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Produksi buah-buahan di Indonesia (Badan Pusat Statistik, 2015)

(27)

10

D. Klasifikasi dan Morfologi Tanaman Pisang

Klasifikasi pisang (Musa spp.) secara taksonomi adalah sebagai berikut : Kingdom : Plantae Divisi : Spermatophyta Subdivisi : Angiospermae Kelas : Monocotyledonae Keluarga : Musaceae Genus : Musa

Spesies : Musa spp. (Purseglove, 1972).

Perbedaan morfologi jenis pisang memberikan variasi dalam kultivar pisang sehingga dari karakter tersebut dapat dibedakan masing-masing jenis pisang dari beberapa kultivar, meskipun pada tanaman pisang yang belum dewasa dan berbuah (UNCST, 2007).

(28)

11

Secara morfologi, bagian bagian tanaman pisang adalah sebagai berikut: a. Akar

Akar digunakan untuk menyerap air dan unsur hara dalam tanah. Menurut Cahyono (2002) akar tanaman pisang berupa akar serabut, yang tumbuh dari umbi batang bagian bawah. Akar-akar yang tumbuh ada yang tumbuh menuju pusat bumi secara vertikal (75-150 cm) dan ada yang ke arah samping secara horizontal (hingga > 4m).

b. Batang

Batang pohon pisang yang sering kita lihat merupakan batang semu, yang terdiri atas pelepah-pelepah daun yang saling membungkus satu sama lain, sehingga kedudukannya kompak seperti batang. Batang semu memiliki struktur yang lunak karena banyak mengandung air. Sedangkan batang sejati tanaman pisang membentuk umbi (bulb) atau dikenal dengan bonggol yang berada didalam tanah. Batang sejati memiliki struktur yang keras dan terdapat mata tunas yang akan berkembang menjadi pohon pisang dewasa (Cahyono, 2009).

c. Daun

Pisang memiliki daun berbentuk lanset memanjang. Posisi daun pada batang membentuk pola secara spiral. Daun pertama yang dihasilkan oleh meristem tengah dari perkembangan anakan yang disebut scale leaves, diikuti oleh daun pedang yang ramping dan daun yang lebih lebar dengan lamina yang semakin lebar secara bertahap hingga

(29)

12

tanaman dewasa. Daun-daun terbesar dihasilkan saat akan berbunga. Pisang dengan genom triploid memiliki daun yang lebih besar dan tebal daripada tanaman pisang yang bergenom diploid (Robinson, 1999). Espino et al (1997) menambahkan, pisang memiliki daun yang lebar, panjang, dengan tulang daun besar, tersusun sejajar dan meyirip dengan tepi daun tidak memiliki ikatan yang kompak, sehingga daun mudah robek ketika tertiup angin kencang. Daun-daun yang robek biasanya sudah tidak optimal lagi untuk proses fotosintesis.

d. Bunga

Menurut Ashari, (1995) bunga tanaman pisang hanya sekali berbunga selama hidupnya (monokarpik). Bunga pisang termasuk bunga majemuk, tiap kuncup bunganya dibungkus oleh seludang (braktea) berwarna merah kecokelatan. Bunga betina berkembang secara normal, sedangkan bunga jantan yang berada di ujung tandan tidak berkembang dan tetap tertutup oleh seludang (braktea). Sunarjono (1998)

menambahkan bahwa penyerbukan pada bunga tanaman pisang dibantu oleh serangga. Namun, karena polen yang tidak terlalu fertil

menyebabkan umumnya buah pisang tidak berbiji.

e. Buah

Bentuk, warna, rasa, tekstur dan aroma buah pisang sangat bervariasi. Buah pisang umumnya tidak berbiji atau bersifat partenokarpi. Buah pisang tersusun dalam tandan. Tiap tandan terdiri atas beberapa sisir, dan tiap sisir terdiri dari 6-22 buah pisang atau tergantung pada

(30)

13

varietasnya. Buah pisang pada umumnya tidak berbiji dan memiliki 3 set kromosom yang disebut triploid (3n), kecuali pada pisang batu (klutuk) yang memiliki genom diploid (2n) (Rukmana, 1999). Daging buah (mesokarp) pisang tebal dan lunak. Kulit buah (epikarp) pisang yang masih muda berwarna hijau, namun setelah tua (matang) berubah menjadi kuning dan strukturnya tebal sampai tipis (Cahyono, 2002). Menurut Suyanti dan Supariyadi, (2008) buah pisang dapat dipanen setelah 4-6 bulan setelah berbunga, tergantung pada varietasnya. Buah pisang yang dipanen pada saat tingkat ketuaannya belum memadai akan menyebabkan kualitas buah yang kurang baik. Rasa yang kurang manis dengan aroma buah alami yang kurang kuat.

Tanaman pisang berkembang biak dengan melalui anakan yang merupakan perkembangan dari tunas vegetatif pada rhizoma selama pembentukan daun. Secara morfologi terdapat dua tipe anakan, yaitu tunasanakan pedang (sword sucker) dan tunas anakan air (water sucker). Tipe anakan pedang yang memiliki daun yang sempit dan dasar rhizoma yang lebar, sedangkan tipe anakan air memiliki daun yang lebar dan dasar rhizoma yang sempit. Anakan bertipe pedang memiliki hubungan yang kuat dengan tanaman induk dan biasanya terbentuk dari tunas aksilar bagian bawah rhizoma induk. Anakan tipe pedanglah yang biasa digunakan dalam pembibitan. Anakan tipe air berkembang dari tunas yang dangkal dekat dengan permukaan tanah atau bahkan di atas permukaan tanah, berasal dari rhizome yang sudah tua. Anakan air ini memiliki hubungan yang lemah

(31)

14

dengan tanaman induk sehingga tidak dapat berkembang menjadi tanaman yang kuat dan vigor (Robinson, 1999).

E. Kandungan Gizi Buah Pisang

Sebagai bahan pangan keempat yang diperdagangkan di dunia setelah padi, gandum, dan jagung (Frison et al., 2004) kandungan gizi pisang berbeda-beda tergantung jenisnya. Secara umum, buah pisang memiliki nilai gizi tinggi. Setiap 100 g pisang menghasilkan 90 kalori, tidak berkolesterol, kaya vitamin A, C, B6, mineral kalsium, kalium, dan fosfor. Pada satu buah pisang diketahui mengandung 380 mg kalium. Jumlah tersebut lebih dari cukup untuk memenuhi kebutuhan harian orang dewasa (Simmonds, 1966).

F. Syarat Pertumbuhan Tanaman Pisang

Penyebaran tanaman pisang dipengaruhi oleh berbagai faktor diantaranya: 1. Iklim

Pertumbuhan pisang dipengaruhi oleh iklim tropis meskipun masih dapat tumbuh di daerah subtropis. Tanaman pisang tumbuh optimal pada curah hujan 2000–3000 mm/tahun dengan 2 bulan masa kering. Pisang tumbuh dengan baik pada kisaran suhu 25°C-38°C, dengan suhu optimumnya adalah sekitar 27°C dan suhu maksimumnya 38°C

(32)

15

(Cahyono, 2002). Pisang akan tumbuhdengan baik pada lahan terbuka, tetapi jika memperoleh penyinaran yang berlebihan maka akan

menyebabkannya terbakar sinar matahari (sunburn) (Rukmana, 1999). Cahyono (2002) menambahkan,daun pisang tidak tahan terhadap angin kencang karena dapat menyebabkan daun pisang menjadi sobek

sehingga proses fotosintesis tidak optimal. Pisang membutuhkan cukup banyak air dalam pertumbuhanya. Pada daerah yang kurang air, pisang memperoleh pasokan air dari batangnya, tetapi tingkat

produktivitas buahnya menjadi rendah (Satuhu dan Supriyadi, 1990).

2. Edafik

Tanah merupakan salah satu faktor yang penting karena berfungsi sebagai media tanam yang menyediakan unsur hara dan mineral yang diperlukan dalam pertumbuhan tanaman. Suyanti dan Supriyadi (2008) mengatakan bahwa besar dan panjangnya tandan pisang dipengaruhi oleh kesuburan tanah. Tanah yang tidak subur akan mengakibatkan pisang menghasilkan tandan yang kecil dan pedek.

3. Ketinggian tempat

Tanaman pisang dapat tumbuh di dataran rendah sampai pegunungan dengan ketinggian 1000 m dpl. Produktivitas pisang yang optimum akan dihasilkan bila pisang ditanam pada tanah datar dengan ketinggian dibawah 500 m (Cahyono, 2002).

(33)

16

G. Nilai Ekonomi

Menurut Suyanti dan Supriyadi (2008) selain buahnya yang dikonsumsi, seluruh bagian tanaman pisang dapat dimanfaatkan untuk berbagai keperluan, yaitu sebagai bahan pangan, obat, kerajinan, pupuk organik serta upacara keagamaaan mulai dari batang, daun, bunga, kulit buah dan bonggol. Batang dari kultivar pisang Manila, diambil seratnya untuk dijadikan bahan baku pembuatan kertas. Air yang terkandung dalam bonggol pisang klutuk dan kepok dapat digunakan sebagai obat disentri dan perdarahan usus besar. Selain itu, bonggol pisang muda juga dapat digunakan sebagai sayuran dan dapat diolah menjadi keripik. Kulit buah pisang dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak dan juga campuran cream antinyamuk. Daun pisang dimanfaatkan sebagai pembungkus makanan dan barang-barang lainnya, untuk daun yang sudah tua dapat digunakan sebagai pakan hijauan ternak seperti sapi, kambing, kerbau dan lainnya. Untuk daun yang kering juga dapat digunakan sebagai kompos. Bunga pisang (jantung pisang) memiliki kandungan lemak, protein, karbohidrat, dan vitamin yang tinggi sehingga cocok sebagai bahan sayuran sehari-hari.

Selain sebagai buah segar, buah pisang juga dapat dimanfaatkan sebagai olahan pangan lainnya. Buah pisang dapat diolah menjadi makanan olahan lainnya yang memiliki nilai ekonomi tinggi seperti sale pisang, sari buah, keripik pisang, tepung pisang untuk makanan bayi, pisang goreng, pisang bakar, pie pisang dan makanan lainnya. Selain itu, buah pisang juga dapat digunakan sebagai obat luka lambung, menurunkan kolesterol, mencegah

(34)

17

kanker usus, menjaga kesehatan jantung, menghaluskan kulit dan lain sebagainya (Cahyono, 2009).

H. Penyakit pada Tanaman Pisang

Kualitas pisang, sangat dipegaruhi oleh faktor lingkungan, salah satu penyebab penurunan kualitas hasil panen adalah adanya hama dan

penyakit. Hama dan penyakit pada tanaman pisang, dapat disebabkan oleh ulat dan uret (hama) ataupun virus, bakteri, jamur, nematoda, jamur dan gangguan lainnya (penyakit). Namun, hama dan penyakit yang sering menyerang tanaman pisang adalah sebagai berikut :

a. Hama Tanaman Pisang

 Ulat

Bagian yang diserang adalah buah pisang, sehingga menurunkan kualitas buah. Pada buah yang tua, akan terlihat buah yang keras dan terdapat bercak hitam.

 Uret

Bagian tanaman yang diserang adalah bagian batang hingga ke bonggol yang menyebabkan berlubang (Cahyono, 2009). b. Penyakit Tanaman Pisang

Penyakit Layu Fusarium/Panama

Penyakit layu fusarium/Panama disebabkan oleh Fusarium oxysporum Schlecht f.sp. cubense. Gejala penyakit layu fusarium/Panama pada tanaman pisang adalah adanya warna

(35)

18

kekuningan pada tepi daun. Daun yang terserang lebih dahulu adalah daun-daun yang lebih tua kemudian diikuti dengan daun yang muda. Daun-daun yang terserang secara berangsur-angsur layu dan pada akhirnya tanaman akan mati.

Penyakit Darah (Blood Disease)

Penyakit darah (blood disease) disebabkan oleh Blood Disease Bacterium (BDB). Gejala penyakit darah pada tanaman adalah daun menguning dan terkulai, buah busuk dan bila disayat tampak bercak cokelat kemerahan pada daging buah atau buah membusuk dan berlendir. Serangan pada tanaman muda menyebabkan kelayuan menyeluruh. Serangan pada tanaman yang telah membentuk buah menyebabkan pembusukan pada buah. Gejala luar penyakit layu bakteri ini hampir sama dengan layu fusarium. Perbedaannya pada penyakit darah, yakni bila batang dipotong akan mengeluarkan lendir kemerahan dan terjadi perubahan warna pada bagian dalam buah.

 Penyakit Sigatoka

Penyakit sigatoka disebabkan oleh jamur Mycospaerella musicola Mulder. Gejala penyakit sigatoka pada tanaman adalah timbul bintik-bintik kuning atau hijau kecokelatan (yang sejajar dengan tulang daun) pada daun ke-3 dan ke-4. Pada umumnya penyakit ini tidak mematikan tanaman, tetapi menyebabkan daun pisang lebih

(36)

19

cepat mengering, sehingga jumlah daun kurang dari kebutuhan tanaman pisang agar dapat berkembang dengan baik.

 Penyakit Kerdil Pisang

Penyakit kerdil pisang disebabkan oleh virus Bunchy Top (Banana Bunchy Top Virus (BBTV). Vektor pembawa virus ini adalah kutu Pentalonia nigronervosa. Gejala penyakit kerdil pisang adalah daun muda tampak lebih tegak, pendek, lebih sempit dan lamina daun mengecil dan menggulung. Daun menguning dan menjadi rapuh sehingga mudah patah. Tanaman yang terserang akan terhambat pertumbuhannya dan daun-daun membentuk roset pada ujung batang semunya (Cahyono, 2009).

I. Kajian Sitogenetika

Sitogenetika merupakan campuran ilmu biologi yang berkembang dari sitologi dan genetika, ilmu ini mempelajari peristiwa seluler yang terjadi pada kromosom (tingkat gen). Suatu unit pembawa sifat keturunan (herediter), dalam genetika dikenal dengan istilah gen. Gen ini terletak di dalam molekul DNA (deoxyribonucleic acid) sel. Kromosom merupakan struktur nukleoprotein yang terdapat dalam nukelus suatu sel. Setiap makhluk hidup memiliki jumlah kromosom yang berbeda dan khas untuk setiap individunya, meskipun beberapa dari spesies memiliki jumlah kromosom yang sama (Elfrod dan Stanfield, 2007).

(37)

20

Menurut Emery (1983), kromosom dapat dilihat dengan teknik pengecatan khusus, selama waktu inti sel sedang membelah. Karena kromosom pada saat sel membelah, menebal dan memendek serta lebih banyak menyerap zat warna dibanding dengan inti sel yang sedang dalam keadaan tidak membelah.

Kromosom yang berada pada tahap interfase, belum terlihat jelas. Pada saat memasuki fase pembelahan mitosis, benang-benang halus akan memendek dan menebal. Pada tahap metaphase kromom akan terlihat sangat jelas. Pengamatan kromosom menggunakan mikroskop cahaya akan memperlihatkan bentuk kromosom yang berupa batang lurus atau bengkok. Salah satu bagian kromosom adalah sentromer. Sentromer merupakan lekukan ke arah dalam dan warnanya lebih tipis dibandingkan dengan lengan kromosom. Pada kromosom juga terdapat satelit, yaitu berupa lekukan ke arah dalam yang memisahkan bagian kecil lengan kromosom.

Bahan genetik setiap individu makhluk hidup, bersifat stabil (tidak

berubah). Namun, adanya pengaruh lingkungan maupun dari dalam sel itu sendiri, bahan genetik dapat berubah, yang disebut dengan mutasi (Suryo, 1995). Pada tumbuhan dan hewan setiap sel somatik mengandung satu set kromosom dari induk betina dan satu set kromosom dari induk jantan. Umumnya jumlah kromosom dalam sel-sel somatik adalah terdiri dari dua set kromosom (2n) diploid. Namun, jumlah set kromosom (ploidi) yang

(38)

21

ditemukan di alam biasanya bervariasi. Terdapat 2 keadaan jumlah set kromosom yaitu euploidi dan aneuploidi. Euploidi merupakan keadaan dimana jumlah kromosom mengalami kelipatan dari kromosom haploidnya (kelipatan dari angka dasar n). Keadaan euploidi sering dijumpai pada tumbuhan. Sedangkan aneuploidi adalah keadaan dimana kromosom mengalami kekurangan atau kelebihan kromosom normal diploid dan bukan kelipatan bulat dari angka dasar n (haploid) (Elrod dan Stanfield, 2007).

Keadaan euploidi pada individu, ditandai dengan set kromosom yang sempurna. Variasi euploidi antara lain, monoploid, diploid dan triploid dan seterusnya. Karakter tanaman monoploid memiliki ciri-ciri antara lain terlihat lebih kerdil, kurang resisten terhadap hama dan penyakit, tidak tahan terhadap cekaman lingkungan, serta bersifat steril. Pada tanaman poliploidi karakter tanaman antara lain tanaman terlihat lebih kekar, organ tanaman seperti akar, batang, bunga dan buah lebih besar dari tanaman diploidnya, sel epidermis terlihat lebih besar, memiliki stomata yang lebih besar. Tangkai dan helaian daun lebih tebal dibandingkan tanaman diploid, dengan warna daun yang lebih tua, ukuran bunga lebih besar meskipun waktu berbunga menjadi lebih panjang. Meskipun begitu, tanaman poliploid memiliki tingkat kesuburan (fertilitas) yang rendah, sehingga penggandaan jumlah kromosom lebih tepat dikembangkan pada tanaman yang tidak diharapkan bijinya. Poliploidi tanaman dapat terjadi akibat proses secara alami maupun yang sengaja dibuat (induksi) dengan penambahan zat-zat kimia (Suryo, 1995).

(39)

22

Tanaman pisang memiliki tingkat ploidi yang beragam. Keragaman tingkat ploidi terjadi secara alami akibat persilangan-persilangan antar jenis-jenis tanaman pisang liar, yang berlangsung secara terus menerus, serta dipengaruhi oleh lingkungannya. Akibat persilangan kultivar jenis pisang, saat ini terdapat berbagai tanaman pisang dengan tingkat ploidi berbeda, ada yang diploid seperti tetuanya, ada yang triploid, dan juga tetraploid. Pisang budidaya biasanya triploid (beberapa diploid dan tetraploid). Pisang ini berasal dari persilangan antara pisang liar yaitu Musa acuminata, bergenom A dan Musa babisiana bergenom B. Evolusi dari keduanya membentuk pisang-pisang bergenom AA, AB, BB, AAB, ABB, AAA, BBB, AAAA, AAAB, AABB, ABBB, yang saat ini banyak ragamnya (Valmayor et al., 2000). Simmonds dan Shepherd (1955) menambahkan poliploidi pada pisang ada yang bersifat autoploid (AAA), ada pula yang alloploid (AAB dan ABB). Perkembangan tanaman pisang dari pisang liar Musa acuminata dan pisang liar Musa balbisiana

membentuk kultivar pisang. Persilangan antara kedua spesies pisang liar dimasukkan ke dalam klasifikasi Musa x paradisiaca. Evolusi tersebut seperti terlihat pada Gambar 3.

Musa acuminata (wild, diploid AAw) X Musa x paradisiaca Musa balbisiana (wild, diploid BBw)

(40)

23

Musa acuminata

(edible, diploids AAcv)

Musa x paradisiaca

(edible, diploids hybrids AB) x x Musa balbisiana (edible, diploids BBcv) Musa acuminata (edible, triploids AAA) Musa x paradisiaca (edible, triploid hybrids AAB) Musa x paradisiaca (edible, triploid hybrids ABB) Musa balbisiana (edible, triploids BBB) Musa x paradisiaca (edible, tetraploid hybrid AABB) Musa x paradisiaca (edible, tetraploid hybrid ABBB)

Gambar 3. Diagram evolusi dari edible bananas

Keanekaragaman pisang yang tinggi, membuat Musa digunakan sebagai model genom untuk mempelajari peran hibridisasi poliploidi tanaman pisang. Genom merupakan suatu keseluruhan informasi genetik yang terdapat dalam suatu makhluk hidup ukuran genom pisang relatif kecil. Pada umumnya, tanaman pisang memiliki jumlah kromosom dasar x = 11 dengan ukuran genom haploid berkisar 500-600 Mb. Ukuran genom pisang, satu seperempat kali lebih besar dari genom padi (INIBAP, 2002). Sagi et al., (1994 ) menambahakan bahwa Musa dapat digunakan sebagai model pembelajaran yaag sempurna dalam mempelajari evolusi tanaman pada tingkat genom. Megia (2005), menambahkan bahwa ukuran genom yang kecil, memiliki potensi memberikan gambaran fungsi dan struktur genomik yang lebih baik. Hal ini, bermanfaat untuk keperluan pemuliaan tanaman pisang.

(41)

24

III. METODE PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukankan pada Februari sampai dengan Mei 2017 di Laboratorium Botani Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung.

B. Alat dan Bahan

Penelitian dilakukan dalam tiga tahap yaitu, koleksi plasma nutfah pisang, karakterisasi morfologi untuk penentuan genom tanaman pisang, serta

penentuan jumlah kromosom. Alat yang akan digunakan dari masing-masing tahap tersebut adalah sebagai berikut.

1. Koleksi Plasma Nutfah Pisang

Pada tahap koleksi pisang, alat yang digunakan adalah polybag untuk menanam pisang, linggis untuk mengambil sampel pisang, pisau, penggaris, kertas label, pena, spidol.

(42)

25

2. Karakterisasi morfologi dan penentuan genom tanaman pisang

Alat yang digunakan pada tahap karakterisasi morfologi dan penentuan genom tanaman pisang adalah panduan 15 karakter Simmonds dan Shepherd (1955), alat tulis untuk mencatat hasil karakterisasi terhadap morfologi tanaman pisang, penggaris untuk mengukur panjang rasio braktea, pisau untuk memotong bagian tanaman yang diamati yaitu organ vegetatif dan generatifnya, serta alat dokumentasi.

3. Penentuan jumlah kromosom

Pada tahap penentuan jumlah kromosom alat yang digunakan adalah pinset untuk mengambil sel akar agar tidak mudah rusak, botol flakon ukuran 4 mL untuk merendam sel akar tanaman, refrigerator digunakan pada tahap pra perlakuan analisis jumlah kromosom, mikroskop untuk mengamati jumlah kromosom sel akar pisang, spatula, timbangan digital, erlenmeyer 1 L, gelas piala 100 mL, botol reagen ukuran 1 L, botol reagen 100 mL, alumunium foil, gelas objek, gelas penutup, kertas label, hot plate untuk melunakkan sel akar tanaman, pipet tetes 5 buah, pensil berpenghapus digunakan pada tahap squashing sel akar, alat tulis dan kamera untuk dokumentasi saat pemotretan jumlah kromosom. Sedangkan bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah tanah

sebagai media tanam, akar tanaman pisang, larutan HCL 1 N, asam asetat glasial 45%, 8-hydroxiquinolin, aquades, larutan aceto-orcein 2%,

(43)

26

C. Prosedur Kerja

Prosedur kerja pada penelitian ini meliputi tiga tahap yaitu koleksi tanaman pisang, karakterisasi morfologi tanaman pisang,dan penentuan jumlah kromosom. Tahap-tahap prosedur kerja secara detail dijelaskan sebagai berikut.

1. Koleksi tanaman pisang

Pengambilan sampel tanaman pisang dilakukan secara acak, diambil dari wilayah di sekitar Bandar Lampung yang cakupan wilayahnya mancapai 60% dari luas total Bandar Lampung yang meliputi 12 Kecamatan yang ada di Kota Bandar Lampung. Lokasi pengambilan sampel dapat dilihat pada (Gambar 4) peta Bandar Lampung.

Alasan pengambilan sampel di beberapa kecamatan di atas antara lain didasarkan pada luas daerah dengan anggapan bahwa daerah dengan luas area yang sempit memiliki jumlah jenis tanaman pisang yang sama dengan jumlah jenis pisang di daerah yang memiliki area yang luas.

Informasi tentang jenis pisang yang digunakan sebagai sampel digali melalui wawancara secara langsung dengan masyarakat di lokasi pengambilan sampel tanaman pisang. Tanaman pisang yang dijadikan sampel adalah tanaman pisang yang telah memasuki fase generatif..

(44)

27

II

VI

I

III XII VII IV V

VIII

X

XI IX

Gambar 4. Peta Bandar Lampung dan Lokasi Pengambilan Sampel Tanaman Pisang Keterangan : I. Labuhan Ratu II. Rajabasa III. Langkapura IV. Kemiling

V. Tanjung Karang Barat VI. Tanjung Seneng

VII. Sukarame VIII. Sukabumi IX. Panjang

X. Teluk Betung Barat XI. Teluk Betung Timur XII. Way Halim

Pengumpulan sampel dari setiap lokasi dilakukan secara bertahap, dan setiap tahapan diselingi dengan kegiatan pemeriksaaan jumlah kromosom di laboratorium. Tanaman yang diambil dari lokasi berbeda diberi label.

(45)

28

Di dalam label berisi kode lokasi pengambilan sampel, dan jenis tanaman pisang. Selain itu, juga dilakukan pengambilan dokumentasi karakteristik morfologi tanaman pisang yang diamati.

Hasil koleksi tanaman pisang dihitung indeks keanekaragaman Shannon-Wiener (Bengen, 2000), untuk mengetahui nilai keanekaragaman pisang di Kota Bandar Lampung. Nilai Indeks Keanekaragaman Shannon-Wiener dihitung dengan persamaan sebagai berikut.

𝑯′ = − ∑( 𝐏𝐢 𝐋𝐧 𝐏𝐢 )

dengan,

Pi =

Jumlah individu per spesies

Jumlah individu seluruh spesies

Jika nilai indeks (H’) kurang dari 1, maka keanekaragaman rendah, jika nilai indeks berkisar 1 – 3, maka keanekaragamannya sedang dan jika nilai indeks lebih dari 3, maka keanekaragamannya tinggi.

2. Karakterisasi morfologi dan penentuan genom tanaman pisang

Karakterisasi morfologi untuk penentuan genom tanaman pisang dilakukan dengan melihat tabel karakterisasi morfologi yang mengacu morfologi pada 15 karakter tanaman pisang menurut Simmonds dan Shepherd (1955) dengan menggunakan skor harapan Silayoi dan Camchalow (1987) yang merupakan hasil modifikasi skor penentuan genom pisang oleh Simmonds dan Shepherd. Lima belas karakter

morfologi tersebut meliputi sebelas karakter generatif dan empat karakter vegetatif. Hasil skor akan menunjukkan genom dan tingkat ploidi

(46)

29

masing-masing kultivar. Tabel pengamatan karakterisasi morfologi tanaman pisang dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Karakter morfologi tanaman pisang yang digunakan dalam skoring untuk membedakan genom Musa acuminata dan Musa balbisisana (Simmonds dan Shepherd, 1955)

No. Karakter morfologi Musa acuminata (genom A) skor 1 Musa balbisiana (genom B) skor 5 Fase vegetatif 1 Warna batang semu Terdapat bercak berwarana cokelat tua atau hitam dan

tampak jelas

Bercak tidak jelas bahkan tidak ada

2 Tangkai

daun

Tepi tangkai daun tegak atau mendatar, bersayap, bagian bawah tidak memeluk batang semu

Tepi tangkai daun berlekatan membentuk kanal, tidak bersyaap, bagian bawah

memeluk batang semu

3 Tangkai

tandan

Biasanya terdapat rambut halus (berbulu)

Licin, tidak berbulu

4 Tangkai buah Pendek Panjang Fase generatif 5 Bakal biji perlokus

Dua baris teratur dalam setiap lokus

Empat baris tidak teratur dalam setiap lokus 6 Ratio (panjang/leb ar) braktea Biasanya tinggi ≤ 0.28 Biasanya rendah ≥ 0.30 7 Keadaan braktea Braktea menggulung kebelakang setelah terbuka Braktea terangkat tetapi tidak menggulung 8 Bentuk braktea

Lanset, oval, sempit meruncing tajam

Oval, lebar, tidak meruncing tumpul 9 Ujung braktea Runcing Tumpul/membulat 10 Warna braktea

Merah, ungu kusam atau kuning bagian luar ; pink, ungu kusam atau kuning bagian dalam

Ungu kecokelatan bagian luar ; merah tua atau terang bagian dalam

11 Laju warna (pemudaran

Braktea bagian dalam memucat menguning

Braktea bagian dalam berwarna seraga mulai

(47)

30

warna) braktea

ke arah pangkalnya ujung sampai pangkal 12 Bekas

braktea

Jelas Kurang jelas

13 Tepal bebas dari bunga jantan

Bergerigi kasar sampai halus di bawah ujung (apeks)

Jarang bergerigi di bawah ujung

14 Warna

bunga jantan

Putih gading Bersemu merah

hingga merah jambu

15 Warna

stigma

Jingga atau kuning terang

Gading, kuning pucat atau pink pucat

Langkah perhitungan metode skoring adalah sebagai berikut.

a. Perhitungan dilakukan dengan pemberian skor 1 jika menunjukkan karakteristik yang sama dengan Musa acuminata dan pemberikan skor 5 jika karakteristik menunjukkan karakter Musa balbisiana.

b. Karakteristik yang berada dari keduanya diberi skor 2, 3 dan 4 sesuai dengan tingkat kemiripannya. Jika karakteristik lebih mirip dengan Musa acuminata diberi skor 2, jika karakter menunjukkan sifat yang ada diantara karakter keduanya diberi skor 3, dan jika lebih mirip dengan karakter Musa balbisiana diberi skor 4.

c. Genom pisang Musa acuminata dilambangkan dengan huruf A dan untuk genom pisang Musa balbisiana dilambangkan dengan huruf B.

Analisis pendugaan genom dan ploidi dilakukan berdasarkan skor penentu kelompok genom pisang. Skor dari masing-masing kultivar kemudian dijumlahkan dan disesuaikan dengan skor harapan kelompok genom, seperti pada Tabel 2.

(48)

31

Tabel 2. Kelompok genom dengan range skor harapan dihitung berdasarkan karakter morfologi tanaman pisang (Silayoi dan Camchalow, 1987)

Kelompok genom

Jumlah skor berdasarkan kemiripan karakter morfologi tanaman pisang

AA/AAA AAB AB/AABB ABB ABBB BB/BBB 15 – 25 26 – 46 47 – 49 59 – 63 67 – 69 70 – 75

3. Penentuan jumlah kromosom

Penentuan jumlah kromosom dilakukan dengan menanam bibit tanaman pisang yaitu anakan pedang (sword suckers) yang tingginya kira-kira 40-70 cm dalam polybag yang telah berisi media tanam. Akar yang tumbuh pada tanaman pisang digunakan dalam analisis jumlah kromosom dengan menggunakan mikroskop. Penentuan jumlah kromosom menggunakan metode squash (Darnaedi, 1991), dengan tahapan sebagai berikut.

a. Penyiapan bahan tanaman

Sel akar tanaman pisang diperoleh dari akar umbi tanaman pisang yang ditumbuhkan dalam polybag dengan penyiraman tanaman setiap hari. Satu jam sebelum pengambilan akar tanaman disiram terlebih dahulu. Tujuannya adalah untuk memacu proses mitosis pada

(49)

32

ujung akar tanaman pisang akan digunakan sebagai bahan pembuatan preparat dalam pengamatan kromosom.

b. Pembuatan preparat

1. Pengambilan bahan

Bagian meristematis ujung akar diambil dari tanaman pisang yaitu ± 1 cm dari ujung akar. Pemotongan akar dilakukan menggunakan pinset. Ujung akar merupakan organ paling meristem yang

berkaitan dengan fungsinya sebagai alat pencari unsur hara yang selalu membelah untuk bergerak mencari unsur hara (Setyawan dan Sutikno, 2000). Pemotongan akar tanaman pisang dilakukan antara pukul 08.30 - 10.00 WIB.

2. Pra perlakuan

Pra perlakuan dilakukan untuk pemisahan dan penguraian kepadatan kromosom, penjernihan sitoplasma dan melunakkan jaringan (Gunarso, 1988). Pra perlakuan dilakukan dengan

merendam sel akar dalam larutan 8-hydroksiquinolin 0,03% dalam botol flakon selama 3-5 jam pada suhu 18-200C dalam refrigerator. Untuk membuat larutan 8-hydroksiquinolin 0,03 % yaitu dengan menimbang 0,3 gram 8- hydroksiquinolin, kemudian masukkan dalam erlenmeyer ukuran 1 L tambahkan aquades 1 L, dan panaskan di atas hot plate pada suhu 600C. Setiap 15 menit

(50)

33

kemudian preparat digojok, setelah larut, di dinginkan pada suhu ruang dan pindahkan pada botol ukuran 1L.

3. Fiksasi

Fiksasi dilakukan untuk mematikan jaringan tanpa menyebabkan terjadinya perubahan pada komponen sel (Gunarso, 1988). Fiksasi dilakukan dengan merendam potongan akar pada larutan asam asetat 45% selama 10 menit.

4. Hidrolisis

Hidrolisis dilakukan untuk mendapatkan sel-sel yang menyebar dalam pengamatan kromosom. Hidrolisis dilakukan dengan memasukkan potongan akar pisang ke dalam gelas beaker kecil berisi larutan 3 : 1 (HCL1N : asam asetat 45%). Kemudian panaskan di atas hot plate dengan suhu 600C, tunggu 3-5 menit hingga sel akar lunak.

5. Pewarnaan

Pewarnaan kromosom dilakukan dengan merendam potongan akar dengan larutan aceto-orcein2% dalam cawan petri pada suhu ruang selama 15 menit. Aceto-orcein sangat cocok untuk ujung akar karena penetrasinya cepat dan tahan lama dalam penyimpanan. Larutan orcein 2% dibuat dengan menambahkan asam asetat glasial 45 mL dalam gelas piala, kemudian diletakkan di atas hot

(51)

34

plate, dan ditunggu hingga menguap, tapi jangan sampai mendidih. Kemudian ditambahkan orcein 2 gram ke dalam gelas piala sambil digoyang setiap 15 menit selama 1 jam. Larutan kemudian

ditambah aquades 55 mL dan didinginkan pada suhu ruang sebelum dipindahkan ke dalam botol reagen 100 mL.

6. Squashing (Pemencetan)

Akar meristematis dipotong ±1 mm dari bagian ujung akar, kemudian diletakkan pada gelas objek. Sampel ditetesi dengan aceto-orcein 2% lalu ditutup dengan gelas penutup kemudian diketuk-ketuk dengan pensil berpenghapus hingga sel akar menyebar dan tidak ada gelembung udara. Squashing dilakukan dengan ibu jari pada sampel. Preparat ini selanjutnya diamati dengan mikroskop hingga perbesaran 1000 kali, dengan bantuan immersion oil. Jumlah kromosom tanaman pisang pada preparat dihitung dan dilakukan pemotretan dengan menggunakan kamera.

D. Analisis Data

Data hasil pengamatan morfologi tanaman pisang digunakan untuk menentukan tipe genom tanaman pisang yang didasarkan pada hasil skoring (Tabel 2) serta menghitung jumlah kromosom berdasarkan pengamatan mikroskopis dan hasil pemotretan menggunakan kamera.

(52)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:

1. Terdapat 27 aksesi pisang di kota Bandar Lampung, dengan Nilai Indeks Keanekaragaman pisang di Kota Bandar Lampung adalah 2,83 dengan keanekaragaman tergolong sedang.

2. Tipe genom pisang yang diperoleh antara lain Musa acuminata (A) yaitu AA, AAA, Musa paradisiaca (AB) AAB, ABB, ABBB, dan Musa balbisiana (B) yaitu BBB, serta dan 1 aksesi pisang liar dari kelompok genus Rhodhoclamys.

3. Aksesi pisang memiliki jumlah kromosom 22 (diploid), 33 (triploid), dan 44 (tetraploid).

B. SARAN

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dari segi sitotaksonomi dan biomolekuler.

(53)

DAFTAR PUSTAKA

Ashari, S. 1995. Hortikultura Aspek Budidaya. UI Press. Jakarta.

Badan Pusat Statistik Indonesia. 2013. Sensus Pertanian, Jumlah Rumah Tangga Usaha Hortikultura Menurut Jenis Tanaman Hortikultura Strategis yang Diusahakan dan Wilayah Provinsi Lampung. Diakses dari www.bps.go.id, pada tanggal 22 November 2016.

Badan Pusat Statistik. 2015. Produksi Tanaman Pisang Seluruh Provinsi. Diakses dari www.bps.go.id pada tanggal 24 Desember 2016.

Cahyono, B. 2009. Pisang, Usaha Tani dan Penanganan Pascapanen Revisi Kedua. Kanisus. Yogyakarta.

Cahyono, B. 2002. Pisang Budidaya dan Analisis Usaha Tani. Kanisius. Yogyakarta.

Damayanti, F. 2007. Analisis Jumlah Kromosom dan Anatomi Stomata pada Beberapa Plasma Nutfah Pisang (Musa sp.) Asal Kalimantan Timur. J. Bioscientiae Vol 4 (2).

Darnaedi, D. 1991. Informasi Kromosom. Pelatihan Sitogenetika. PAU Ilmu Hayat, IPB. 5 November 1991. Bogor. 15 pp.

Elfrod, S. dan Stansfield, W. 2007. Genetika, Edisi Keempat. Penerjemah: Damaring, T. W. Penerbit Erlangga. Jakarta.

Emery, A. E. H. 1983. Dasar-Dasar Genetika Kedokteran. Yayasan Essentia Medica. Yogyakarta.

(54)

54

Espino, R.C., S.H. Jamaludin, B. Silayoi dan R.E. Nasution. 1997. Musa L. (Kultivar yang dapat dimakan). In : E W M Verheij dan Recoronel (Eds). Sumberdaya Nabati Asia Tenggara 2: Buah-buahan yang dapat dimakan. Prosea. PT. Gramedia Pustaka utama. Jakarta.

Frison EA, Escalant JV, Sharrock S. 2004. The global Musa genomic consortium: A boost for banana improvement. Di dalam: Jain SM,

Swennen R (ed). Banana Improvement: Cellular, Molecular Biology and Induced Mutations. Enfield: Science Publishers Inc. 341-350 pp.

Gunarso, W. 1988. Sitogenetika. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

[INIBAP] International Network for the Improvement of Banana and Plantain. 2002. A Strategy for the Global Musa Genomics Consortium. Report of a meeting held in Arlington, USA, Montpellier (17-20) 2001: 1-43

IPGRI. 1996. Descriptors for Banana (Musa spp.). International Plant Genetic Resources Institute: INIBAP.

Irawan, B. 2011. Karakterisasi dan Potensi Pisang (Musa spp.) di Bandar Lampung. Skripsi. Jurusan Biologi. Universitas Lampung.

Megia, R. 2005. Musa Sebagai Model Genom. Hayati. 12 (4) : 167-170.

Nasution, R. E. dan Y. Isamu. 2001. Pisang-pisang liar di Indonesia. Puslibang Biologi –LIPI. Bogor.

Parjanto, S., Moeljopawiro, W.T., Artama dan A. Purwantoro. 2003. Karyotipe Kromosom Salak. Zuriat. 14(2): 21-28.

Paull, R.E. and Duarte, O. 2011. Tropical Fruits. Vol. 2. (Crop production Science in horticulture series: No. 24). 2 nd Ed. The British Library London, U.K.

Purseglove, JW. 1972. Tropical Crops Monocotyledons 1. Longman Inc. New York

(55)

55

Puspitasari, R. 2011. Keanekaragaman dan karakterisasi tanaman pisang (Musa spp.) di Kabupaten Pesawaran Provinsi Lampung. Skripsi. Jurusan Biologi. Universitas Lampung.

Robinson, J. C. 1999. Bananas and Plantains. CABI Publishing. New York. 238.

Rukmana, R. 1999. Usaha Tani Pisang. Kanisius. Yogyakarta.

Satuhu, S. dan A, Supriyadi. 1990. Pisang Budidaya, Pengolahan, dan Prospek Pasar. Penebar Swadaya. Jakarta.

Setyawan, A.D. dan Sutikno. 2000. Karyotipe Kromosom pada Allium sativum L. (Bawang putih) dan Pisum sativum L. Kacang Kapri. Jurnal bio Smart. Vol 2 nomor 1.

Siddiqah, M. 2000. Biodiversitas dan Hubungan Kekerabatan berdasarkan Karakter Morfologi Berbagai Plasma Nutfah Pisang. Skripsi. Jurusan Biologi. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 21pp.

Silayoi, B. and Chomchalow. 1987. Cytotaxonomic and morphological studies of Thai banana cultivars. In: Persley, G.J. and De Langhe, E.A., Eds., Proc. Banana and Plantain Breeding Strategies. ACIAR Proc. No. 21. Canberra.

.

Simmonds, N.W. 1959. Bananas. Longmands. London

Simmonds, N.W. and K. Shepherd. 1955. Bananas. Longmans. London.

Simmonds, N.W. 1966. Bananas. Longmands. London

Sobri, Rozyandhra, C., dan Darma, K. 2006. Studi Keragaman Morfologi Aksesi Pisang Koleksi dari Kabupaten Lampung Selatan. Journal Floribunda (3) 1 : 19-27.

(56)

56

Sunarjono, H. 2006. Berkebun 21 Jenis Tanaman Buah. Penebar Swadaya. Jakarta.

Suryo, H. 1995. Sitogenetika. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Suyanti dan A. Supriyadi. 2008. Pisang Budidaya, Pengolahan dan Prospek Dasar. Penebar Swadaya. Jakarta

Valmayor, R.V., S.H. Jamaluddin, Silayoi, B., Kusumo, S., Danh, L.D., Pascua, O.C., and Espino, R.R.C. 2000. Banana Cultivar Names and Synonyms in Southeast Asia. INIBAP. 24 pp.

Gambar

Gambar 1.  Produksi buah-buahan di Indonesia (Badan Pusat Statistik,  2015)
Gambar 2.  Morfologi Tanaman Pisang (IPGRI, 1996)
Gambar 4.  Peta Bandar Lampung dan Lokasi Pengambilan Sampel    Tanaman Pisang  Keterangan :  I
Tabel 1.  Karakter morfologi tanaman pisang yang digunakan dalam  skoring untuk membedakan genom Musa acuminata dan  Musa balbisisana (Simmonds dan Shepherd, 1955)
+2

Referensi

Dokumen terkait