• Tidak ada hasil yang ditemukan

Cidadaun. Hamutuk Hari i Nasaun Demokratiko. Janji-janji. Kampanye

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Cidadaun. Hamutuk Hari i Nasaun Demokratiko. Janji-janji. Kampanye"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

Janji-janji

Kampanye

Cidadaun

Cidadaun

Yayasan HAKPenerbit:

Jl. Gov. Serpa Rosa T-091, Farol, Dili Tel. + 670 390 313323 Fax. + 670 390 313324

e-mail: direito@yayasanhak.minihub.org

Hamutuk Hari’i Nasaun Demokratiko

Hamutuk Hari’i Nasaun Demokratiko

Hamutuk Hari’i Nasaun Demokratiko

Hamutuk Hari’i Nasaun Demokratiko

Hamutuk Hari’i Nasaun Demokratiko

No. 02, Minggu II, Agustus 2001

Penanggung Jawab:

José Luís de Oliveira

Redaksi: A. Castro, Nuno Hanjan, A.

Neves, N. Katjasungkana, Sebatião da Silva, Octavia do Carmo, Rui Viana, Kopral, Edio Saldanha, Nina

Marques, Danino da Cunha, Julino Ximenes, TI, Rogério Soares, José C.

Marçal. Distribusi: Martinho Viana

Masyarakat Menahan Diri Hal. 4 Restorasi RDTL? Hal. 3

Janji-janji

Kampanye

l l l BERITA PEMANTAUAN Restorasi RDTL: Alasannya? Pelanggaran Kampanye LIA FUAN Majelis Konstituante TATOLI

Masyarakat Menahan Diri

KANDIDAT

Partido Trabalhista Timorense Daniel da Silva Ramalho Partido Socialista de Timor Maria Domingas Fernandes Partido Nacionalista de Timor Partido Democrático

ADVOKASI

Jaminan Partisipasi Pemilu

Hal. 3 Hal. 3 Hal. 4 Hal. 4 Hal. 5 Hal. 5 Hal. 6 Hal. 6 Hal. 7 Hal. 7 Hal. 8 Kandidat Hal. 6

l ISI NOMOR INI l

K

ampanye pemilu telah berlangsung tiga minggu. Banyak ide dan mimpi tentang masa depan Timor Lorosae dimunculkan para juru kampa-nye (jurkam). Kalau kita dengar atau saksikan mereka beraksi, terbayang betapa hebat yang akan dilakukan para kandidat itu. Mulai dari perbaikan nasib para pejuang, sekolah, dan pelayanan kesehatan gratis hingga pemba-ngunan jalan tol.

Partido Povo Timor (PTT), melalui presidennya, Jacob Xavier atau jurkam yang lain, dalam beberapa kampanye di TVTL, mengatakan bahwa dia memiliki harta warisan di Bank Dunia, dan berjanji akan mendirikan bank untuk melayani kepentingan rakyat.

Sementara Clementino dos Reis Amaral dan Manuel Tilman dari partai KOTA beberapa kali tampil di TVTL, menyampaikan program pembangunan, seperti akan me-ngirimkan mahasiswa Timor Lorosae ke luar negeri. Pela-yanan kesehatan akan disediakan gratis untuk rakyat. Juga akan dibangun jalan tol yang menghubungkan wilayah Timur dan Barat. Yang paling menarik adalah rencana pembebasan pajak bagi mereka yang berpendapatan ku-rang dari USD 1.000. “Supaya kesejahteraan para pegawai baik, sehingga dapat melayani rakyat dengan baik, pegawai yang gajinya kurang dari USD 1.000 akan bebas pajak,” kata Manuel Tilman, saat kampanye di TVTL, minggu lalu.

Partai Trabalhista Timorense (PTT) agak berbeda. Para buruh yang selama ini dipermainkan para pengusaha tidak bisa banyak berharap dari partai ini. Karena dalam kampa-nyenya tidak memberikan janji-janji yang jelas bagi upaya perbaikan nasib para buruh. Program yang dikampanye-kan lebih bersifat umum, yaitu soal kesejahteraan rakyat pada umumnya dan land reform.

Janji-janji kampanye itu bisa membangun khayalan rak-yat yang frustasi akibat proses transisi. “Kalau yang dijan-jikan oleh partai-partai itu terwujud, betapa senangnya

hidup kita. Kita akan bersekolah sampai perguruan tinggi tanpa bayar. Kita akan punya jalan tol seperti di Jakarta. Wah, indah sekali!” kata Elsa, seorang pelajar SMU ketika menyaksikan kampanye di televisi.

Salah satu program yang ditawarkan untuk menarik simpati rakyat adalah perbaikan nasib para pejuang Falintil dan aktivis klandestin serta keluarga korban kekerasan pendudukan militer Indonesia. Sebagian besar kandidat dalam kampanyenya memunculkan janji program untuk membantu nasib para pejuang. Janji ini muncul baik oleh Partai Fretilin yang merasa bahwa yang gugur atau men-derita itu adalah anggotanya, maupun partai-partai lain dan kandidat independen yang merasa berhutang jasa pada para pahlawan. “Saya akan berjuang agar nasib para bekas Falintil dan klandestin diperhatikan!” demikian Daniel Ramalho, salah satu kandidat independen nasional, dalam acara kampanye di TVTL (16/7).

Ternyata janji juga diucapkan jauh sebelum masa kampa-nye. Pada akhir Juni, salah seorang anggota PSD men-datangi rumah penduduk di Suco Wesusu, Sub-Distrik Alas, Manufahi. Setelah nama mereka dicatat, anggota partai itu berjanji akan memberi bantuan traktor dan pin-jaman uang. “Setelah nama kami dicatat, baru diberitahu kami harus menjadi anggota PSD jika ingin mendapatkan bantuan yang ditawarkan itu,” kata Angelica, penduduk Suco Wesusu kepada anggota Komite untuk Pemilu yang Adil dan Bebas (KOMPAS), di Alas.

Tetapi, bagaimana semua janji itu dapat diwujudkan? Uskup Diosis Dili Dom Carlos Belo, kepada jurnalis Suara Timor Lorosae (2/8), mempertanyakan dana untuk membiayai program yang dijanjikan para kandidat. “Saya mau tanya, bila mereka menang pemilu, uang untuk pro-gram yang dijanjikan itu dari mana? … Janji itu harus pu-nya dasar yang kuat. Bila UNTAET sudah keluar, kita ti-dak mungkin hidup dengan janji.”l

Dengan dukungan:

José Luís de Oliveira

F.X. SUMAR

YONO

Pengibaran bendera di kantor ASDT, Dili.

(2)

Pr

Pr

Pr

Pr

Proses P

oses P

oses P

oses Pemilu:

oses P

emilu:

emilu:

emilu:

emilu:

U N T

U N T

U N T

U N T

U N TAET

AET

AET

AET

AET T

T

T

T

Terb

erb

erb

erbur

erb

ur

ur

ur

uru-b

u-b

u-b

u-b

u-bur

ur

ur

uru

ur

u

u

u

u

Melaksanakan P

Melaksanakan P

Melaksanakan P

Melaksanakan P

Melaksanakan Pemilu

emilu

emilu

emilu

emilu

l Aniceto Guterres Lopes l

l

OPINI

l

l

Pffu i i i i !

l

Janji adalah Hutang

l

EDITORIAL

l

K

ampanye pemilu di mana pun di dunia ini selalu diwarnai dengan janji-janji. Ini dilakukan oleh para juru kampanye untuk merayu para pemilih agar memilih partai atau kandidat independennya. Seperti iklan, dalam kam-panye setiap kandidat mempengaruhi calon pemilih dengan menjanjikan berbagai program kepada masyarakat bila me-reka terpilih. Tetapi apakah semua janji para kandidat bisa ditepati?

Mungkin rakyat Timor Lorosae masih ingat pengalaman empat mengikuti pemilu pada zaman pendudukan Indone-sia. Setiap kali pemilu, ketiga partai (Golkar, PPP, dan PDI) dalam kampanye selalu menjanjikan program yang muluk-muluk.

Apa yang terjadi setelah pemilu? Semua janji tidak pernah terwujud. Kader-kader partai yang dulunya selalu ramah pe-nuh senyum menyapa rakyat dengan sangat bersahabat, se-telah terpilih, disapa pun tidak menghiraukan. Ya, waktu itu situasi politik dan keamanan membuat kita tidak bebas. Kita hanya bisa diam dengan berlalunya janji-janji para partai. Karena, bila janji-janji tersebut ditagih, apalagi kepada kader partai yang terpilih menjadi pejabat, bisa-bisa kita dicap “GPK” dan mungkin akan “dimandilautkan” atau “diseko-lahkan”.

Namun jelas bahwa sekarang situasinya telah berubah. Negara kita telah bebas dari pendudukan militer Indonesia. Seiring dengan semangat pembebasan rakyat, sudah seha-rusnya praktek-praktek represif dan formalisme dalam mokrasi ditinggalkan jauh-jauh. Dan mulai membangun de-mokrasi yang sesungguhnya dimana rakyatlah yang benar-benar berkuasa, bukannya segelintir orang atau partai politik tertentu. Karena demokrasi adalah kekuasaan di tangan rak-yat, bukan kekuasaan di tangan elit (“elitokrasi” atau “aristo-krasi” atau “partai“aristo-krasi”).

Pemilu adalah salah satu sarana untuk mewujudkan ke-kuasaan rakyat. Pemilu bukanlah sekadar pesta demokrasi sebagaimana sering diucapkan banyak pihak. Oleh sebab itu, secara etika politik seharusnya para kandidat menaruh hormat yang tinggi kepada para calon pemilih. Karena para calon pemilih adalah “tuan”-nya, dan bukan “konsumen” yang menjadi sasaran obral janji para kandidat seperti juru iklan yang mengiklankan barang-barang konsumen.

Jadi seharusnya kampanye adalah kesempatan untuk me-nunjukkan kapasitas para kandidat untuk meraih kepercayaan dari calon “tuan”nya itu. Yang selanjutnya para “tuan” akan memilih di antara para kandidat, mana yang akan mewa-kilinya dalam urusan proses selanjutnya.

Dalam pemilu kita bukan memilih wali rakyat, tetapi wakil rakyat. Kalau memilih wali, maka yang berkuasa adalah or-ang yor-ang dipilih. Sedor-angkan kalau memilih wakil, maka yor-ang berkuasa adalah orang yang memilih, sedang orang yang dipilih harus tunduk pada kehendak orang yang memilih.

Janji kampanye seharusnya disadari sebagai sebuah hu-tang yang harus dilunasi atau dipenuhi oleh orang yang terpi-lih menjadi wakil kepada tuannya. Bukannya setelah terpiterpi-lih, lupa kepada tuannya, dan berperilaku sebagai penguasa.

Pengertian mendasar tersebut dalam prakteknya memang menghadapi banyak tantangan. Dalam tataran retorika, kita semua cenderung setuju dengan konsep demokrasi. Tetapi dalam praktek tidak semudah itu. Karena perubahan situasi yang cepat tidak seiring dengan perubahan mentalitas dan kultural. Nilai-nilai feodalisme dan paternalisme selalu mem-butuhkan waktu untuk berubah. Namun, dalam konteks pem-bangunan negara baru, kiranya hal ini sudah harus disadari sedini mungkin, agar kita bisa mengembangkan demokrasi yang sesungguhnya di negara merdeka Timor Lorosae.

Ketika berkampanye di televisi, Presiden Partido Povo Ti-mor Jacob Xavier mengatakan, “Nuno Miguel dibaptis na-manya menjadi Jacob Xavier yang sedang berbicara di depan Anda.”

Memangnya “Nuno Miguel” itu nama Gentio ...

“Tanggal 30 Agustus nanti kalian harus pilih ASDT. Kalau tidak pilih, kalian akan saya telanjangi,” kata seorang ka-der ASDT kepada penduduk di Laulara, Aileu.

Kok kelakuan tentara Indonesia dilestarikan di Timor Loro-sae merdeka.

Salah satu program yang diperjuangkan KOTA adalah pembangunan jalan tol dari Baucau, lewat Dili, ke Batu-gade, tembus ke Timor Barat.

Uangnya dari mana? Jangan-jangan hutang!

Cidadaun

NUG KATJASUNGKANA

D

ari segi electoral process (proses tentang pemilu) Regulasi UNTAET No. 2001/2 menentu-kan persyaratan bagi pemilih sama dengan syarat yang ditetapkan pada Konsultasi Rak-yat, dua tahun lalu. Itu berarti setiap orang yang berusia minimal 17 tahun yang meme-nuhi syarat tersebut, termasuk mereka yang masih tinggal di luar negeri berhak meng-ikuti pemilu. Tetapi karena harus mendaftar dan memilih di Timor Lorosae mereka tidak dapat menggunakan haknya. UNTAET ti-dak melakukan upaya khusus agar mereka dapat melaksanakan haknya karena tidak me-miliki sumber daya dan waktu untuk meng-organisir pemilu di luar negeri atau menda-tangkan mereka. Akibatnya, kurang lebih dari sepertiga warga Timor Lorosae yang punya hak pilih tidak dapat mengikuti pemilu. Adil-kah itu?

Lebih dari itu, pemilu telah kehilangkan arti sebagai sebuah proses yang inklusif (u-mum), dan mereka yang telah kehilangan haknya juga akan kehilangan kesempatan un-tuk mempengaruhi sebuah proses politik penting dalam menentukan transisi politik dan masa depan negara Timor Lorosae.

Perlu diingat bahwa pemilu kali ini menjadi peristiwa yang hanya se-kali terjadi dalam sejarah Timor Lorosae, karena akan memilih sebuah lembaga pembuat kons-titusi, sehingga sangat tidak adil kalau berlin-dung dibalik aturan hu-kum dan masalah keku-rangan sumber daya dan waktu. Nampaknya UNTAET terburu-bu-ru untuk melaksanakan pemilu.

KPI dan UNTAET juga tidak memiliki me-kanisme yang jelas dan transparan mengenai

pengajuan dan penolakan kandidat. Sejum-lah kasus penolakan kandidat dari beberapa partai politik muncul, terutama calon dari UDT. Presiden UDT, João Carrascalão me-ngajukan keberatan karena penolakan itu ti-dak dibuat secara tertulis. Ini menunjukkan bahwa KPI tidak memiliki prosedur yang jelas mengenai hal ini. Sungguh tidak masuk akal karena penolakan itu dilakukan ketika para kandidat telah terlibat dalam kampanye. Sebetulnya pengumuman daftar tetap kan-didat telah diumumkan sebelum kampanye. Kalau begitu apakah partai politik yang ca-lon-calonnya ditolak itu boleh mengajukan calon pengganti atau melengkapi persyaratan yang kurang sebelum melewati batas waktu? Adakah batas waktu yang ditentukan untuk mengajukan calon lain? Masalah ini lebih dari sekadar masalah persipan yang tidak ba-ik, tetapi terutama menyentuh masalah pro-fesionalisme sebagai penyelenggara pemilu. Yang paling sulit dimengerti adalah masa-lah tata tertib dan jadwal kampanye yang belum selesai dibuat padahal kampanye

te-lah berlangsung. Banyak partai politik yang bingung untuk berkampanye politik karena menunggu peraturan, sementara partai po-litik yang lain tanpa peduli telah berkeliling untuk mengumpulkan pendukungnya. Ma-syarakat pun tidak kalah bingung. Mereka ti-dak tahu kapan, di mana, partai mana dan bagaimana kampanye yang baik dan aman itu. Ketika didesak masyarakat dan partai politik peserta pemilu, KPI dan UNTAET saling melempar tanggungjawab. Mereka memberi alasan, bahwa sesuai standar pemilu inter-nasional, tidak diperbolehkan mengatur kam-panye.

Sebuah tata tertib kampanye untuk pemilu Timor Lorosae menjadi sangat penting untuk menjamin kualitas demokrasi dalam pemilu, terutama selama berlangsungnya kampanye politik. Oleh karena itu kekacauan persiapan seperti itu tidak perlu terjadi apabila KPI dan UNTAET menyadari bahwa mereka se-dang menyelenggarakan pemilu di Timor Lorosae, bukan di Amerika, Eropa atau di Australia.

Masalah persiapan pemilu dalam konteks Timor Lorosae tidak cukup hanya dilihat dari perspektif penyelenggaraannya, tetapi juga penting untuk memper-hatikan masalah kesiapan masyarakat yang akan menggunakan hak pilih-nya. Setiap calon pemi-lih punya hak untuk tahu dan paham apa tujuan dan hasil pemilu, meka-nisme yang dijalankan dan bagaimana mereka akan memberikan suara-nya.

Proyek civic education yang selalu dihubungkan dengan pemilu yang berlangsung sangat sing-kat tampaknya tidak efektif. Masih segar da-lam ingatan kita survei The Asia Foundation bersama Forum NGO akhir Mei lalu, me-nyatakan bahwa hanya 5% dari responden yang tahu pemilu untuk memilih Majelis Konstituante. Ini terjadi ketika civic education telah berlangsung sekitar tiga bulan dari tar-get waktu 5 bulan, yaitu sampai dengan 15 Juli, sebelum kampanye dimulai. Sulit diba-yangkan jika kondisi tersebut tidak banyak mengalami perubahan, katakanlah hanya mencapai maksimal 50% yang tahu tujuan pemilu.

Sedangkan sebagian calon pemilih hanya bisa memberikan suaranya di kotak suara pa-da hari pemungutan suara tanpa tahu tuju-annya dan siapa yang akan dipilih. Itu berarti rakyat yang seharusnya menjadi subyek dari pemilu hanya menjadi obyek dari sebuah pro-yek politik untuk memenuhi target transisi politik yang telah terlanjur kacau. Dalam hal ini apakah pemilu pertama ini dapat dikatakan sebagai sebuah proses politik yang demo-kratis? l

Aniceto Guterres Lopes adalah Ketua Dewan Pengurus Yayasan HAK, mantan anggota Dewan Nasional Timor Lorosae.

Pengundian nomor partai/kandidat independen di KPI.

(3)

l

BERITA PEMANTAUAN

l

Restorasi RDTL:

Apa Alasannya?

Sejumlah partai politik menyatakan memperjuangkan restorasi (pemulihan) Republik Demokratik Timor Leste.

S

alah satu isu penting dalam kam-panye pemilu ini adalah masalah kemerdekaan Timor Lorosae. Se-jumlah partai politik telah menyatakan bahwa yang harus dilakukan setelah transisi adalah “restauração” (restorasi/ pemulihan) kemerdekaan yang telah di-proklamasikan pada 28 November 1975. Bekas presiden pertama República Democrática de Timor Leste (RDTL) Francisco Xavier do Amaral yang kem-bali mendirikan Associação Sosial De-mocrata Timorense (ASDT) menyata-kan, bahwa ASDT (yang kemudian ber-ubah menjadi Fretilin) lah yang mem-proklamasikan RDTL, dan oleh karena itu ASDT dibentuk kembali untuk mempertahankan RDTL.

Partido Nacionalista de Timor (PNT) yang didirikan oleh Abílio de Araújo, bekas anggota Delegasi Luar Negeri Fretilin yang telah dipecat, mengklaim bahwa partai ini paling berhak meng-atasnamakan RDTL dan menggunakan atribut-atributnya. Misalnya saja,

sebe-l sebe-l sebe-l

benderanya. PNT lah yang tetap meng-gunakan bendera ini.

Restorasi RDTL tidak menjadi mo-nopoli “orang lama.” Parentil (Partido Republica Nacional Timor Leste) yang didirikan sejumlah aktivis muda dalam beberapa kampanyenya juga berjanji un-tuk melakukan restorasi RDTL.

Sedang PST, yang didirikan sejumlah aktivis pemuda pada 1997, menyatakan bahwa “program jangka pendek” mere-ka adalah restorasi RDTL. Dalam Ma-nual Politik-nya PST merinci apa saja yang harus direstorasi, yaitu: naskah proklamasi, konstitusi, nama negara “República Democrática de Timor Les-te”, bendera nasional, dan lagu kebang-saan “Patria, Patria, Timor Leste Nossa

Nação.” PST juga menguraikan alasan-nya mengapa RDTL harus direstorasi. Bukan hanya karena telah banyak orang mati dalam perjuangan yang di-simbolkan bendera RDTL, tetapi kare-na konstitusi dan teks proklamasi secara tegas menyebutkan nilai dasar dan tujuan perjuangan bangsa: mendirikan “negara merdeka Timor Leste, anti-kolonialisme, anti imperialisme.” Nilai ini juga akan bisa menjadi “senjata” untuk menghadapi musuh dalam bentuk baru, yaitu para kapitalis yang sedang berupaya menguasai Timor Lorosae se-cara ekonomi.

Bagaimana dengan Fretilin yang dulu memproklamasikan RDTL? Dalam pi-dato-pidato kampanye, tokoh-tokohnya dengan tegas menyatakan membela RD-TL. “Kalian tidak usah percaya dengan partai lain, apalagi yang baru muncul. Hanya Fretilin-lah yang selama ini ber-juang untuk mempertahankan RDTL,” ujar Mari Alkatiri, Sekjen Fretilin dalam kampanyenya di Manatuto.

Tetapi, dalam Compromisso Eleitoral bertanggal 20 Mei 2001, Fretilin me-nyatakan memperjuangkan “Restorasi Kemerdekaan,” yang terdiri dari 14 butir. Tidak disebut sama sekali tentang res-torasi RDTL, apalagi Proklamasi dan Konstitusi RDTL 1975. Salah seorang anggota Comite Central Fretilin pernah mengatakan bahwa mereka tidak akan merestorasi Konstitusi RDTL, karena konstitusi ini dibuat dalam waktu tiga hari saja. l

Pelanggaran Karena

Tidak Tahu Regulasi

Berbagai bentuk pelanggaran kampanye dilakukan oleh aktivis partai-partai politik. Mereka tidak tahu tindakan tersebut merupakan pelanggaran.

l l l

l

BERITA PEMANTAUAN

l

F.X. SUMAR

YONO

lum masa kampanye Wakil Presiden PNT Aliança Araújo pernah mengata-kan, bahwa Fretilin tidak lagi berhak menggunakan bendera RDTL, karena dulu masuk CNRT dan CNRT tidak menggunakan bendera RDTL sebagai

Bendera RDTL: siapa yang paling konsisten mempertahankannya?

B

eberapa bentuk pelanggaran telah dilakukan oleh partai-partai politik dalam kegiatan kampanye mereka. Kebanyakan pelang-garan dilakukan oleh anggota atau pe-ngurus pada tingkat daerah. Tindakan itu sangat mungkin bukan merupakan kebijakan partai politik bersangkutan. Tetapi merupakan inisiatif masing-ma-sing individu yang berkampanye.

Tidak tersebarnya dengan baik ke-tentuan pelanggaran pemilu (Regulasi No. 11/2001), dan belum adanya infor-masi mengenai standar pemilu yang be-bas dan adil sesuai ketentuan internasi-onal telah memungkinkan pelanggaran ini. Sudah seharusnya KPI dan Kantor Komunikasi dan Informasi Publik UN-TAET meningkatkan penyebaran infor-masinya dengan bekerjasama lebih erat dengan partai-partai politik dan organi-sasi-organisasi non-politik Timor Loro-sae. Berikut adalah sebagian dari pe-langgaran yang muncul.

Pemaksaan

Di Tarubalu, Sub-Distrik Turiscai, Dis-trik Manufahe, sejumlah pendukung

ASDT mendatangi seorang penduduk memintanya mengumpulkan uang untuk mengurus kartu anggota partai. Karena ditolak, mereka mengancam.

Sekelompok orang yang oleh duk setempat dikenal sebagai pendu-kung CPD-RDTL (Comissão pela De-fésa da República Democrática de Ti-mor Leste) pada 28 Juli 2001 merampas kartu Pendaftaran Sipil penduduk Suco Soro, Distrik Ainaro. Para pelaku meng-ganti kartu tersebut dengan kartu ang-gota CPD-RDTL.

Pada 28 Juli 2001, JG dan MB, yang dikenal sebagai delegados ASDT men-datangi Chéfe Suco Manumera (Turis-cai) dan memerintahkannya menurun-kan bendera Fretilin dan mengibarmenurun-kan bendera ASDT. Sementara sebagian o-rang lainnya mendatangi kampung-kam-pung sekitar dengan membawa senjata tajam seperti parang, pedang, tombak, dan panah mengancam penduduk untuk tidak mendukung partai lain.

Sebelum kampanye Fretilin di Sub-Distrik Maubara, Liquiça, P dari Fretilin memaksa penduduk di Aldeia Baikino-lau, Suco Maubara Lisa, Sub-Distrik

Maubara, untuk mengumpulkan ijuk un-tuk dijadikan atap kantor Fretelin setem-pat. Orang-orang yang tidak mau mem-berikan ijuk namanya dicatat.

Menjelekkan partai lain

Masih di Sub-Distrik Turiscai, FA yang dikenal sebagai delegado ASDT, kepada masyarakat umum mengatakan bahwa Mari Alkatiri, Lu Olo, Rogério Lobato dan lainnya bukan anggota Comite Cen-tral Fretilin. Ia juga mencaci-maki mere-ka dengan mere-kata-mere-kata kotor.

Dalam kampanye di Maliana (2/8) salah seorang pengurus nasional PSD mengatakan bahwa kalau orang-orang memilih partai lain (bukan PSD) maka rakyat Timor akan sengsara lagi. Meski-pun tidak menyebutkan nama partai la-in, ucapan ini bisa digolongkan pelang-garan, yaitu membuat pernyataan yang menjelekkan partai lain.

Memobilisasi orang

Pada 2 Agustus, orang-orang yang dike-nal sebagai pengurus PSD mengorga-nisir penduduk Sub-Distrik Balibó dan Atabae untuk mengikuti kampanye di Maliana. Mereka disuruh menunggu di pinggir jalan untuk diangkut dengan dua truk dan dua bus yang dicarter. Menu-rut informasi dari penduduk, mereka tidak tahu apa-apa tentang partai ini dan hanya disuruh untuk mengikuti kam-panye.

Informasi tidak benar

Di Aldeia Darulama, Suco Maubara Lisa, Sub-Distrik Maubara, Distrik Li-quiça pada 22 Juli, sebelum

ber-langsungnya kampanye Fretilin, RS me-nyebarkan informasi tidak benar dengan mengatakan “Kita semua harus mem-persiapkan acara kampanye dengan baik supaya mendapat hadiah dari lider Fretilin.”

Warga Suco Mau-Ulo, Sub-Distrik Ainaro Kota merasa resah dan khawatir karena tersebarnya desas-desus adanya partai-partai politik yang memiliki sen-jata api dan pada pemilu ini akan terjadi perang. Mereka takut “perang saudara” pada 1975 akan terulang lagi (walaupun perang ini terjadi akibat operasi intelijen Jenderal Ali Moertopo).

Desas-desus yang mirip juga beredar di tempat lain. Misalnya, di Suco Gurca, Sub-Distrik Quelicai, Distrik Baucau, beredar desas-desus bahwa Vicente Reis masih hidup dan suatu saat akan turun gunung. Penduduk menganggap ini sebagai tanda akan terjadinya perang, yang disebabkan oleh terjadinya perpe-cahan pemimpin Timor Lorosae. Kepa-da Komite untuk Pemilu yang Adil Kepa-dan Bebas yang memantau di suco tersebut pada 25 Juli, sejumlah penduduk me-ngatakan tidak akan mengikuti pemilu, karena pemilu hanya menimbulkan kon-flik.. Sebagian orang bahkan mengatakan tidak mau menghadiri atau mendengar-kan kampanye dari partai mana pun.

Sudah selayaknya KPI dan Kantor Komunikasi dan Informasi Publik UN-TAET meningkatkan penyebaran infor-masi tentang pemilu kepada penduduk, terutama di tempat-tempat terpencil. A-gar penduduk tidak kehilangan hak ber-partisipasi akibat dari kesalahan infor-masi. l

(4)

l

LIA FUAN

l

Majelis Konstituante

Timor Lorosae

Setelah pemilu, di Timor Lorosae berdiri Majelis Konstituante. Apa tugasnya dan sampai kapan?

l l l

“Masyarakat Akan

Menahan Diri”

Informasi tentang proses pemilu tidak menjangkau masyarakat yang tinggal di pedesaan. Itu karena informasi tentang pemilu hanya berpusat di pusat kota. Alasannya, karena jalan rusak dan tidak ada transportasi.

l l l

l

TATOLI

l

l l l

Penduduk Maubisse menonton film pendidikan kewarganegaraan Yayasan HAK.

F.X. SUMAR

YONO

Nug Katjasungkana

P

emilu yang prosesnya sedang berlangsung ini dilakukan untuk membentuk Majelis Konstituan-te Timor Lorosae (MKTL). MKTL ada-lah suatu badan yang terdiri dari wakil-wakil rakyat yang bertugas membuat un-dang-undang dasar (konstitusi). Ada dua macam anggota Majelis Konstituante, yaitu yang disebut “wakil nasional” ber-jumlah 75 orang dan “wakil distrik” atau “wakil daerah” berjumlah 13 orang. Ke-dua macam anggota ini punya status yang sama. Yang membedakan mereka hanyalah proses pemilihannya. Yang di-sebut “wakil nasional” dipilih oleh rak-yat di seluruh wilayah Timor yang pu-nya hak pilih dalam pemilu ini. Sedang “wakil distrik” dipilih oleh pemilih di distrik masing-masing.

Di dalam masyarakat ada kesalahpa-haman mengenai hal ini. Sebagian me-nyangka bahwa “wakil nasional” mewa-kili partai-partai politik, sedang “wakil distrik” tidak mewakili partai tetapi me-wakili distrik. Kesalahpahaman ini

agak-nya karena menganggap susunan MK-TL ini sama dengan susunan anggota Dewan Nasional (National Council/ Conselho Nacional), yang berang-gotakan wakil partai politik, wakil-wakil organisasi-organisasi kemasyara-katan, dan wakil-wakil distrik. Dalam pemilihan umum MKTL ini, partai-par-tai politik dan kandidat independen bisa mencalonkan untuk wakil nasional ma-upun wakil distrik. Untuk pemilu seka-rang ini, 16 partai politik dan lima kandi-dat independen yang menjadi calon un-tuk wakil nasional.

Sedang untuk distrik, tergantung par-tai-partai di distrik masing-masing. Mi-salnya yang mencalonkan untuk “wakil distrik” Baucau, ada 8 partai (Partai Li-beral, Partido Democrático, Fretilin, KOTA, PTT, UDC/PDC, UDT dan PSD) dan tidak ada kandidat indepen-den. Distrik Oe-cusse, 5 partai (PSD, UDT, PPT, Partai Liberal dan Partido Democrático) dan 3 kandidat indepen-den (Apolónia de Fátima da Costa,

An-tónio da Costa Lelan, dan Etelvina da Costa).

MKTL yang terbentuk setelah peng-hitungan suara para pemilih diselesaikan oleh Komisi Pemilu Independen (KPI), akan bertugas selama 90 hari. Tugasnya adalah menyusun dan mengesahkan konstitusi. Apa itu konstitusi? Konsti-tusi adalah undang-undang atau hukum dasar di suatu negara. Konstitusi berisi ketentuan-ketentuan dasar tentang ben-tuk negara, sistem pemerintahan, lam-bang negara, lagu kelam-bangsaan, bahasa nasional, badan-badan negara dan pem-bagian kekuasaannya, sistem pemerin-tahan, pembagian kekuasaan antara pe-merintah pusat dan daerah, pengertian warganegara, perlindungan hak warga-negara, kadang-kadang juga sistem eko-nomi.

Jadi, konstitusi yang menentukan apakah Timor Lorosae merdeka nanti-nya pemerintahannanti-nya dikepalai oleh presiden ataukah perdana menteri. Juga tergantung pada konstitusi, apakah kepa-la pemerintahan dipilih kepa-langsung oleh rakyat, atau dipilih oleh parlemen.

Dalam Regulasi No. 2/2001 juga di-sebutkan bahwa setelah MKTL menye-lesaikan tugasnya, badan ini bisa ber-ubah menjadi Parlemen Timor Lorosae jika konstitusi menyatakan demikian. Ar-tinya, tergantung pada MKTL, jika ma-yoritas anggotanya setuju bahwa MKTL setelah menyelesaikan tugas berubah menjadi Parlemen, maka setelah MKTL bertugas, otomatis Timor Lorosae

pu-nya parlemen yang tugaspu-nya adalah membuat undang-undang. Jika tidak, ma-ka harus diadama-kan pemilu untuk memilih anggota parlemen.

Ada ketentuan lain yang berkaitan dengan tugas MKTL, yaitu Surat Kepu-tusan No. 2001/2 (UNTAET/Dir/ 2001/2). Berdasarkan ketentuan ini di-bentuk Komisi Konstitusi di tiap distrik, yang tugasnya adalah menampung pen-dapat rakyat di masing-masing distrik mengenai apa saja yang harus dimasuk-kan dalam konstitusi.

Komisi Konstitusi bertugas menulis-kan hasil kerjanya yang disebut “Lapor-an Konstitusi” d“Lapor-an menyampaik“Lapor-annya kepada Administrator Transisi. Selanjut-nya Administrator Transisi bertugas me-neruskan laporan ini kepada MKTL. Nah, dalam menyusun konstitusi MK-TL harus memperhatikan aspirasi rakyat yang tertulis dalam 13 Laporan Konsti-tusi.

Sarana penyaluran aspirasi rakyat un-tuk pembenun-tukan konstitusi tidak terba-tas pada pemilu dan konsulterba-tasi yang di-buat Komisi Konstitusi. Nanti setelah Majelis Konstituante terbentuk, rakyat baik secara perorangan maupun kelom-pok/organisasi tetap bisa menyampai-kan aspirasinya mengenai hal-hal men-dasar untuk bangsa dan negara merdeka Timor Lorosae langsung kepada para anggota MKTL. Partisipasi ini adalah hak asasi setiap orang dalam negara merdeka yang demokratis.

M

asyarakat Lacluta menjelang pemilu tetap sibuk dengan kegiatan sehari-hari. Seming-gu setelah masa kampanye dimulai, em-pat partai politik yang ada: Fretilin, PST, PSD, dan UDT belum melakukan kam-panye. “Sebagian masyarakat tahu dan mengerti tujuan dan proses pemilu kali ini, tetapi mereka yang tinggal di perbu-kitan sama sekali tidak tahu,” kata Artur de Carvalho, warga Suco Lalini, Sub-Distrik Lacluta, Viequeque.

Menurutnya, karena informasi ten-tang pemilu tidak pernah terdengar sam-pai ke wilayah yang terpencil. Program sosialisasi pemilu oleh UNTAET misal-nya, hanya dilakukan di pusat kampung, desa, atau di Lacluta Kota. Mereka tidak pernah sampai ke pelosok dan pedalam-an. Mereka yang tahu pun masih meng-anggap pemilu mendatang adalah untuk memilih presiden atau pemerintahan.

Kelompok mahasiswa dua kali datang ke Lacluta untuk menjelaskan seputar pemilu dalam rangka pendidikan kewar-ganegaraan. Dalam pertemuan itu ma-syarakat datang dan berkumpul di pusat

kota Lacluta, tetapi mereka yang tinggal di luar kota banyak yang tidak tahu. Se-mentara partai-partai politik belum per-nah melakukan sosialisasi tentang pemi-lu kepada masyarakat.

Lain di Laclubar. PST dan Fretilin telah melakukan kampanye di wilayah Distrik Manatuto. Pada 20 Juli PST me-lakukan kampanye dengan pawai dari Laclubar ke Manatuto Kota. Pada hari yang sama Fretilin juga berkampanye di Sanain. Kedua partai itu mengumpul-kan massa di balai desa untuk mende-ngarkan orasi politik mereka. Kedua partai menyampaikan program dan misi yang akan mereka bawa jika mendapat kursi di Majelis Konstituante. Kedua partai juga menyinggung kepentingan masyarakat Laclubar yang akan mereka perjuangkan. Banyak warga dari desa-desa yang datang. “Saya tidak tahu apa-kah mereka yang ikut kampanye kedua partai itu adalah pengikut mereka atau bukan,” kata Luis Pereira, warga Suco Sanain. Kampanye PST dan Fretilin itu berlangsung aman dan tertib.

Menurut Pereira, banyak di antara

warga Laclubar yang belum mengerti proses dan tujuan pemilu mendatang, terutama mereka yang tinggal di luar kota. Itu karena program pendidikan ke-warganegaraan yang selama ini dilaku-kan tidak menjangkau masyarakat yang tinggal di luar kota atau di desa. Kena-pa?

“Alasannya, karena kondisi jalan yang rusak dan tidak ada transportasi. Jika memang mau melakukan penyadaran politik masyarakat, hambatan seperti itu bisa diatasi, misalnya dengan mengirim-kan informasi tertulis ke daerah-daerah yang sulit dijangkau kendaraan.” Akibat tidak ada infomasi, banyak orang yang menduga pemilu mendatang adalah un-tuk memilih presiden.

Napoleão da Costa berpendapat,

un-tuk mencegah kekerasan selama pemilu sangat tergantung dari pemimpin setiap partai. “Saling pengertian dan komit-men dari para pemimpin partai itu yang akan menentukan terjadi tidaknya tindak kekerasan,” kata pengurus Fretilin Dis-trik Manatuto itu. Tetapi, lanjutnya, ma-syarakat yang telah trauma dengan ke-kerasan, dengan sendirinya akan mena-han diri.

Ia tidak tahu di tempat lain, tetapi sejak lama masyarakat di Natarbora te-lah siap mengikuti pemilu. “Saya berha-rap Fretilin akan menang di sini. Tetapi, itu bukan harga mati. Kenyataan politik bisa saja lain.Kami tidak akan melakukan sesuatu yang buruk jika partai lain yang menang di Natarbora.”

TI Laporan Rui Viana

(5)

Partido Trabalhista

Timor Lorosae (PTT)

Partai bernomor urut 10 ini akan memperjuangkan konstitusi yang menjamin pembangunan pertanian, perkebunan, bisnis rakyat, dan hak pekerja.

l l l

Daniel da Silva

Ramalho

Kandidat independen nasional nomor 18 ini akan memperjuangkan pemisahan Maubisse dari Distrik Ainaro untuk dijadikan distrik sendiri.

l l l

l

K P I

l l

KANDIDAT

l

l

KANDIDAT

l

Lambang Partido Trabalhista Timorense

Lambang Daniel da Silva Ramalho (No. 18)

D

aniel da Silva Ramalho pada zaman Portugis mengikuti pendidikan setingkat SMA. Selanjutnya ia memasuki dinas militer, kemudian bekerja pada dinas pos. Ke-tika ASDT berdiri, ia pun menjadi ang-gota. Tetapi pada zaman pendudukan Indonesia, menurut pengakuannya ia “dijadikan” anggota TNI. Sekitar re-ferendum 1999, dengan pangkat letnan satu Daniel (46 tahun) “membelot” ke Dare.

Yang mendorongnya mencalonkan diri dalam pemilu ini adalah ketidakpu-asan masyarakat Maubisse atas apa yang disebutnya “ketidakadilan orang Ainaro yang duduk di pemerintahan Distrik Ai-naro, dalam hal penempatan pegawai ne-geri sipil atau pengangkatan jabatan pe-merintahan.” Masyarakat Maubisse tidak pernah dilibatkan secara aktif, padahal sumberdaya manusianya cukup mema-dai. Misalnya, bulan April 2001, peme-rintah ETTA menempatkan Lorenço de Araújo sebagai Koordinator Maubisse (zaman Indonesia: camat), tanpa konsul-tasi dengan orang Maubisse. Padahal jumlah penduduk Sub-Distrik Maubisse

lebih banyak dari sub-distrik Ainaro Kota. Maubisse memiliki luas wilayah 44 kilo meter persegi dengan banyak kebun kopi, kol, kentang, dan sayur-mayur yang lain.

Menurutnya, ide pemisahan Maubis-se dari Distrik Ainaro muncul dalam pertemuan seluruh masyarakat Maubis-se pada 6 April lalu, yang mengangkat dirinya menjadi koordinator untuk memperjuangkan sampai tingkat peng-ambilan kebijakan. Pada 5 Juni ketika Xanana Gusmão bersama sejumlah pe-mimpin lain mengadakan tatap muka de-ngan masyarakat Maubisse, ide itu di-sampaikan kepada para pemimpin poli-tik. Mereka menjawab bahwa itu adalah hak orang Maubisse dan untuk memper-juangkannya harus ada wakil di Majelis Kontituante. Menurut pengakuannya, masyarakat kemudian mencalonkan diri-nya sebagai kandidat independen.

Pembentukan distrik Maubisse inilah yang menjadi program perjuangannya jika nanti terpilih melalui pemilu. Apabi-la Majelis Konstituante menoApabi-lak, ia akan mengajukan ide alternatif, yaitu penyatu-an Sub-Distrik Turiscai, Hatu Builico,

dan Maubisse. Ide ini su-dah dia ajukan pada zaman Indonesia.

Jika ini juga gagal, me-nurutnya, masyarakat Ma-ubisse memilih “kembali” ke Distrik Aileu. Karena dulunya Maubisse bagian dari Aileu. Perubahan ter-jadi pada masa Perang Dunia II. Pada 1942 Je-pang menghancurkan Ai-leu yang menyebabkan Aileu dan Remexio

ber-gabung ke Dili, sedang Maubisse berga-bung dengan Manufahi. Ainaro sendiri dijadikan distrik karena jasa Raja Ainaro Dom Aleixo Cortereal kepada Portu-gal.

Ia menambahkan, dirinya secara khu-sus akan memperjuangkan perlindungan hak asasi manusia, yang tertera dalam Deklarasi Univesal Hak Asasi Manusia. “Orang Maubisse merasa hak asasinya dilanggar oleh pemerintah Portugis yang menyatukan kami ke wilayah Aina-ro. Maka saya akan memperjuangkannya secara khusus.”

Menurutnya, pembentukan Komisi Kebenaran, Penerimaan dan Rekonsili-asi perlu didukung. Tetapi, prosesnya sampai sekarang ia nilai belum berjalan dengan baik. Rekonsiliasi yang berjalan, yang selama ini selalu dibanggakan oleh pemerintah sesungguhnya tidak efektif, karena yang melakukan rekonsiliasi ada-lah orang-orang yang tinggal di Dili dan elit politik. Sedangkan yang selama ini saling membunuh dan saling

menghan-curkan tidak pernah dilibatkan dalam proses yang dijalankan oleh UNHCR, IOM dan pemerintah UNTAET.

Ia lebih mendukung rekonsiliasi yang diselenggarakan oleh Xanana Gusmão pada 7 Juli, di Salele (Covalima), karena melibatkan rakyat kecil yang selama ini saling bertikai dan mengalami kerugian, baik material maupun spiritual. “Rekon-siliasi harus melibatkan banyak orang, karena rekonsiliasi milik seluruh masya-rakat Timor Lorosae. Begitu juga keadil-an dkeadil-an hukum harus berlaku pada semua orang, jangan hanya berjalan untuk ma-syarakat kecil. Sedangkan elit politik, perancang strategi kekerasan sepanjang referendum 1999 tetap dibiarkan.”

Ia menambahkan, apabila terpilih di Majelis Konstituante, ia juga akan mem-perjuangkan hak perempuan, dengan menetapkan pasal tentang partisipasi ka-um perempuan dalam organisasi apa sa-ja, baik pemerintah maupun non-peme-rintah, tanpa diskriminasi. l

Manuel Monteiro F. La Viola

P

artido Trabalhista Timor Lorosae berdiri pada 9 Oktober 1974, tidak lama setelah pemerintah kolonial Portugis mengeluarkan kebijak-an dekolonisasi semua wilayah jajahkebijak-an- jajahan-nya, termasuk Timor Portugis. Sejak ke-lahirannya, presiden partai ini dijabat o-leh Paulo Freitas. Ketika terjadi invasi Indonesia pada 7 Desember 1975, mes-kipun partai ini termasuk yang menan-datangani Deklarasi Balibo, semua ngurus PTT kocar-kacir. Sejumlah pe-ngurus tewas di tangan TNI, termasuk wakil presidennya, Abrão Martins.

PTT kemudian memihak kemerdeka-an. Ketika 1998 terbentuk CNRT, secara resmi Partido Trabalhista menjadi bagi-annya. Paulo Freitas bersama para peng-urus partai yang tersisa kemudian mem-bentuk kembali kepengurusan. Presiden tetap dijabat Paulo Freitas, wakil presi-den Angela Freitas, dan sekretaris jen-deral Dokter Nelson Eduardo Martins. Menurut Paulo Freitas kepada Cida-daun, PTT dibentuk untuk

memperju-angkan perbaikan nasib seluruh kaum buruh di negeri ini. Untuk tujuan itu, PTT memperjuangkan terciptanya kon-disi yang kondusif dalam rangka pemba-ngunan perekonomian rakyat lewat pro-gram-program nyata di bidang pertanian, perkebunan dan pembukaan ruang bagi pengembangan usaha bisnis rakyat, khu-susnya rakyat kecil.

Beberapa ide berikut akan diper-juangkan masuk dalam konstitusi Timor Lorosae. Pertama, pemba-ngunan Timor Lorosae harus mem-berikan prioritas kepada pemba-ngunan ekonomi lewat program nyata di bidang pertanian, perkebu-nan dan bisnis rakyat, yang meru-pakan basis utama perkembangan suatu bangsa.

Kedua, PTT tidak setuju jika pe-rekonomian negara ini dibuat ter-gantung pada hasil minyak dan gas alam di Laut Timor, karena akan menghambat pengembangan poten-si yang lain. Hapoten-sil Laut Timor

seba-iknya disimpan sebagai cadangan negara yang digunakan jika hasil dari sektor lain tidak mencukupi.

Ketiga, PTT memperjuangkan sistem pemerintahaan semi-presidential. Sis-tem ini bisa mengakomodir aspirasi ma-syarakat dan sekaligus membuka ruang bagi kontrol masyarakat atas kinerja lembaga-lembaga negara. Dengan demi-kian, partai manapun yang memegang pemerintahan tidak bisa menyalah-gunakan kekuasaan untuk memperkaya diri dengan melakukan korupsi, kolusi, dan nepotisme. Sistem pemerintahan negara Timor Lorosae juga harus meng-adopsi struktur kekuasaan lokal yang hidup di masyarakat.

Keempat, perbaikan kapasitas per-ekonomian rakyat tidak bisa dilihat de-ngan kaca mata yang bias gender. Kapa-sitas ekonomi rakyat harus dibangun

merata terhadap laki-laki maupun pe-rempuan. Komitmern PTT ini bisa dili-hat dari kandidat yang diajukan PTT, yaitu 50 persen perempuan. PTT beru-saha agar konstitusi menjamin dan me-ngakui peran perempuan dan tidak ber-perspektif bias gender.

Kelima, PTT percaya bahwa rekon-siliasi hanya bisa terjadi jika keadilan ditegakkan. Rekonsiliasi tanpa keadilan akan berakibat buruk bagi penegakan hukum di masa mendatang. Penguasa nantinya bisa melakukan kekerasan atau pelanggaran tanpa mendapat hukuman. Tentang pelaksanaan rekonsiliasi, perio-de pertama pemerintahaan, yakni lima tahun pertama, prioritas diberikan pada penciptaan proses agar kita bisa saling menerima dan saling merangkul. Pada periode berikutnya barulah berbicara soal tuntutan pertanggungjawaban para pelaku kekerasan di masa lalu itu. Usul-an ini diajukUsul-an untuk kepentingUsul-an men-jamin stabilitas politik dan keamanan di awal pemerintahaan Timor Lorosae merdeka.

Keenam, PTT memperjuangkan agar konstitusi dicantumkan jaminan semua kaum pekerja untuk bebas dari tindakan eksploitasi para pengusaha serta jaminan kebebasan berserikat.

Soal investasi asing, PTT akan mem-perjuangkan agar konstitusi mengatur tanggungjawab bagi investor asing. In-vestor tidak boleh melakukan eksploi-tasi terhadap pekerja dan harus

(6)

l

KANDIDAT

l

Partido Socialista

de Timor

Memperjuangkan restauração RDTL dan demokrasi multi-partai adalah agen-da perjuangan parlementer PST agen-dalam Majelis Konstituante.

l l l

○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○

Kandidat Independen

Bertekad memperjuangkan agar Konstitusi Timor Lorosae menjamin hak perempuan khususnya, dan rakyat Timor Lorosae umumnya, baik melalui Majelis Konstituante atau cara-cara demokratik yang lain.

l l l

Maria Domingas Fernandes

l

K P I

l l

KANDIDAT

l

DOKUMENTASI PRIBADI

M

aria Domingas Fernandes (42 tahun) adalah aktivis perem-puan yang gigih memperju-angkan pembebasan perempuan dan pembebasan nasional rakyat Timor Lo-rosae. Hasratnya untuk memajukan bangsa telah terlihat saat ia bersekolah di Liceu Dr. Francisco Machedo, Dili. Ia aktif dalam demonstrasi yang diseleng-garakan dewan pelajar untuk menuntut dihilangkannya unsur-unsur kolonial dalam pendidikan. Setelah tamat pada 1975, ia bergabung dengan OPMT (Or-ganização Popular da Mulher de Timor) yang aktif berjuang dalam pembebasan nasional, khususnya membebaskan pe-rempuan dari segala bentuk diskriminasi dan kekerasan.

Perjuangannya di hutan berhenti ke-tika pada 1979 tertangkap oleh tentara Indonesia. Ia pun tinggal di kota, tetapi perjuangan tidak ditinggalkannya. Sam-bil bekerja di Kantor Perindustrian Dili, ia menjadi penghubung antara perlawan-an bersenjata di hutperlawan-an dengperlawan-an front di-plomatik di luar negeri. Karena infor-masi-informasi yang dikirimkannya ke luar negeri, insiden seperti pembantaian

Craras (1983) mendapat perhatian in-ternasional.

Pada 1997 bersama sejumlah aktivis, ia mendirikan Fokupers. Dalam organ-isasi ini, ia menyebarkan ide-ide perju-angan yang telah dirintis oleh Rosa Mu-ki Bonaparte, martir pembebasan nasi-onal Timor Lorosae, sambil memban-tu para pejuang lain yang bergerak di hutan dan di kota serta membantu pe-rempuan korban kekerasan.

Meskipun kemerdekaan telah diam-bang pintu, menurut Micato, begitu ia akrab dipanggil, masih banyak faktor penghambat perempuan untuk menca-pai kesetaraan. Salah satu sumber masa-lahnya adalah kebudayaan patriarki yang masih mengakar kuat, sistem feodal se-jak zaman kolonialisme Portugis yang tetap tertanam dalam kehidupan masya-rakat Timor Lorosae, dan konflik yang terjadi selama 24 tahun. Konstruksi so-sial gender yang membagi peran perem-puan dan laki-laki secara timpang sema-kin menambah ketidak-adilan terhadap kaum perempuan

Micato akan memperjuangkan nilai-nilai budaya Timor Lorosae untuk

dicer-minkan dalam Konstitusi se-bagai satu iden-titas bangsa. Nilai budaya yang menjun-jung hak asasi dan tidak dis-kriminatif ter-hadap sesama manusia harus dipertahankan. “Perempuan dan laki-laki harus mempu-nyai hak dan kewajiban yang sama, yang di-lindungi dalam Konstitusi.”

Bentuk

pe-merintahan pun harus lebih partisipatif dan demokratis dengan memberi per-hatian khusus dan mendengarkan suara mereka yang paling marjinal. Seluruh rakyat, khususnya kaum perempuan, ha-rus terlibat dalam proses pengambilan keputusan di semua tingkat.

Konstitusi harus menjamin terpenu-hinya hak ekonomi, khususnya perlin-dungan hak buruh di sektor formal dan informal. Perempuan dan kaum miskin tidak boleh dieksploitasi, termasuk atan dan pembantu rumahtangga.Pemerintah pun harus memperjuangkan ekonomi yang melindungi produksi dalam nege-ri, terutama produk yang dihasilkan oleh petani dan pengrajin perempuan.

Negara harus menjamin adanya se-buah sistem kesehatan yang melindungi hak kesehatan rakyat, termasuk untuk perlindungan kesehatan bagi kaum mis-kin dan pelayanan kesehatan reproduk-si. Konstitusi pun harus menjamin kea-manan dan kebebasan rakyat, agar se-mua orang bebas dari kekerasan dan in-timidasi. Sistem pengadilan yang inde-penden, adil, dan melindungi hak asasi harus diperjuangkan.

“Saya tidak berjanji yang muluk-mu-luk. Tetapi, secara pribadi saya menja-min komitmen saya untuk menyuarakan kepentingan orang yang paling marjinal. Ini telah menjadi komitmen perjuangan saya selama ini.” l TI

P

artido Sosialista de Timor (PST) berawal dari sebuah organisasi bawah tanah bernama FECLI-TIL (Frente Estudantil Clandestina para Libertação de Timor Leste) yang diben-tuk pada 1991. Organisasi beranggo-takan pemuda dan mahasiswa ini pada bulan Desember 1991 diubah menjadi AST (Associação Socialista de Timor), dengan tetap mempertahankan afiliasi dengan Frente Revolucionária de Ti-mor Leste Independênte (Fretilin). Pada Februari 1997, setelah AST melihat bah-wa Fretilin tidak akan berdasarkan Mar-xisme-Leninisme dan mereka nilai lebih condong “sosialis demokrat,” AST ngadakan kongres luar biasa yang me-mutuskan tidak lagi berafiliasi pada Fre-tilin dan mengubah diri menjadi Partido Socialista de Timor.

Partai ini dipimpin oleh Presiden Pe-dro Mártires da Costa dan Sekretaris Jenderal Avelino Coelho. Avelino Coel-ho pernah menggegerkan pemerintah Indonesia ketika melompati pagar Ke-dutaan Besar Swedia di Jakarta, 1998 dan

tinggal di sana selama beberapa bu-lan karena terancam penangkapan. Sebagai partai sosialis, tujuan PST adalah membentuk masyarakat sosialis Timor Lorosae, yaitu sebu-ah masyarakat berbasiskan dan ber-nafaskan sosialisme, yaitu masyara-kat yang makmur dengan kehidupan yang layak bagi seluruh rakyat Mau-bere. Menurut Nelson Tomás Cor-reia, Wakil II Sekretaris Jenderal PST, sosialisme mereka berlandas-kan filosofi “ukun rasik an”.

PST maju dalam pemilu ini, de-ngan tujuan memperjuangkan resto-rasi República Democrática de Ti-mor Leste, yang terdiri dari restora-si (1) Konstiturestora-si Republik Demokratik Timor Leste 1975; (2) teks Proklamasi Kemerdekaan Republik Demokratik Ti-mor Leste; (3) nama negara Republik Demokratik Timor Leste; (4) lagu ke-bangsaan “Patria, Patria, Timor Leste Nossa Nação”; (5) bendera nasional Republik Demokratik Timor Leste.

Dalam manual politiknya, PST

men-jelaskan alasan politik resotasinya. Inti-nya bahwa proklamasi kemerdekaan 1975 adalah suatu pemutusan historis dengan kolonialisme dan bahwa konsep kenegaraan yang anti-kolonialisme dan anti-imperialisme yang disebutkan da-lam Prokda-lamasi dan Konstitusi RDTL 1975 adalah yang menjadi jiwa dari per-juangan selama ini. Selain itu, konsepsi perjuangan pembebasan tersebut adalah yang bisa menghadapi benih-benih pe-nindasan dan penguasaan baru terhadap

sesama manusia yang sekarang sedang melanda Timor Lorosae, yaitu masuk-nya modal asing yang telah menjadi an-caman bagi perekonomian rakyat Timor Lorosae. Mungkin alasan PST ini adalah yang paling lengkap dan kuat, diban-dingkan dengan partai-partai lain yang juga memperjuangkan restorasi RDTL. Meskipun demikian, bagi PST,

Kons-titusi RDTL perlu direvisi atau diaman-demen. Misalnya saja, sistem pemerin-tahan dalam Konstitusi RDTL adalah presidensil. Ini diubah menjadi parle-menter, karena lebih memberikan per-imbangan kekuasaan dan tidak membuat presiden terlalu besar kekuasaannya. Karena dalam sistem parlementer, pre-siden adalah kepala negara, sedang ke-pala pemerintahan dipegang oleh perda-na menteri, yang bertanggungjawab ke-pada parlemen. Sejalan dengan itu, da-lam amandemen juga dimasukkan pasal tentang sistem demokrasi multi-partai.

Selain restorasi RDTL, PST memper-juangkan pendidikan dan pelayanan ke-sehatan cuma-cuma bagi setiap warga-negara. Bidang hak asasi manusia, PST memperjuangkan diadopsinya semua ke-tentuan hak asasi manusia internasional. Sedang rekonsiliasi harus terjadi berda-sarkan semangat dan kemauan untuk memaafkan. PST mendukung nasionali-sasi seluruh harta peninggalan Indo-nesia. Khusus tentang tanah rakyat yang diambil alih oleh penguasa kolonial Por-tugis dan Indonesia, tanah ini harus segera dikembalikan kepada kaum tani setempat, sebagai milik komunitas yang dikelola dengan prinsip koperasi. Di bi-dang perekonomian, harus ada eksisten-si yang seraeksisten-si antara usaha negara, swas-ta, dan koperasi. Mengenai kemajuan kaum perempuan, PST tidak bisa hanya dengan peningkatan kapasitas, tetapi ha-rus disertai pemberian kesempatan ke-pada mereka. l

Partai nomor urut 14 dalam pemilu nasional

Micato berjuang demi kaum perempuan dan kaum rentan lainnya. Nug Katjasungkana

(7)

l

KANDIDAT

l

Partido Nacionalista

de Timor (PNT)

“PNT paling berhak mengatasnamakan RDTL,” kata Wakil Presiden PNT Aliança da Conceição Araújo mengenai perjuangan partainya.

l l l

Partido Democrático

berjuang untuk demokrasi

Partai ini berkeinginan merangkul semua orang Timor Lorosae untuk memba-ngun demokrasi di negara baru Timor Lorosae.

l l l

l l l

l

KANDIDAT

l

P

artai bernomor urut 8 dalam pemilu Majelis Konstituante ini didirikan menjelang Konsultasi Rakyat tahun 1999. Presidennya adalah bekas tokoh Fretilin, Abílio Araújo, se-dang wakil presiden adalah adiknya, Ali-ança da Conceição Araújo. Dalam pe-milu ini, PNT mengajukan 60 kandidat, yang 48 persennya adalah perempuan (29 kandidat).

Dalam wawancaranya dengan Cidada-un, Aliança Araújo mengatakan bahwa PNT tidak mengutamakan kaum perem-puan, teapi lebih melihat pada kapasitas yang dimiliki oleh anggotanya, baik pe-rempuan maupun laki-laki. “PNT tidak punya target tertentu dalam komposisi anggota Majelis Konstituante menda-tang,” katanya.

Target PNT adalah lima orang terpi-lih dalam pemilu. Jika target tidak terpe-nuhi akan diupayakan berkoalisi dengan partai lain.

Dalam penyusunan konstitusi men-datang PNT akan memperjuangkan di-pertahankannya nama RDTL dan

tang-gal kemerdekaan 28 November 1975, serta amnesti umum bagi seluruh pim-pinan politik tahun 1975-1999.

Meskipun mempertahankan RDTL, PNT tidak menggunakan istilah “res-tauração” (pemulihan), karena istilah ini mengandung arti bahwa Timor Lorosae sejak 1975 tidak punya pemerintahan dan sekarang kita mengambil alih kekua-saan dan merombak bendera yang ada. Menurut Aliança, memang ada par-tai-partai lain yang memperju-angkan pemulih-an RDTL. Tetapi PNT lebih ber-hak mengatasna-makan hal-hal yang terkait de-ngan RDTL. “Karena kami su-dah tunjukkan komitmen terse-but dengan tidak menandatangani Pacto Unidade

Nacional,” katanya.

Sedang alasan amnesti adalah perang di Timor Lorosae telah terjadi beberapa kali sebelum invasi Indonesia. Amnesti dibutuhkan untuk menghilangkan per-pecahan yang tumbuh dalam diri rakyat Timor Lorosae selama ini.

Program penting lain, PNT akan mempertahankan dua bahasa, yaitu sa Indonesia dan Portugis sebagai baha-sa resmi (lingua oficial), karena kedua ba-hasa ini dapat diterima oleh mayoritas rakyat Timor Lorosae, yaitu generasi la-ma dan generasi sekarang.

Bagi PNT sistem pemerintahan yang terbaik adalah sistem presidensial, kare-na hanya presiden yang mempunyai ke-kuasaan dalam pemerintahan.

Mengenai hak asasi manusia, PNT terlebih dulu akan mengkaji sejauh mana kriteria yang termasuk dalam pelanggar-an hak asasi mpelanggar-anusia. “Untuk saat ini, kami rasa belum tepat secara langsung

mengatakan kepada masyarakat, bahwa kami akan selalu mempertahankan hak setiap warganegara Timor Lorosae. Ka-rena saat ini banyak sekali pelanggaran yang terjadi di tengah-tengah masyara-kat, sehingga diperlukan waktu untuk membedakan apa yang dimaksud dengan hak asasi manusia,” kata Aliança Araú-jo.

Menyinggung kekerasan terhadap ka-um perempuan, wakil ketua PNT ini mengatakan bahwa kekerasan ini sering dilakukan sengaja oleh suami dengan alasan yang dibuat-buat, meskipun ka-dang juga dipicu oleh kaum perempuan sendiri. PNT akan melihat akar dari per-masalahannya sebelum mengajukan ja-lan keluar. PNT juga memperjuangkan hak yang sama antara laki-laki dan pe-rempuan.

Untuk mengembangkan ekonomi Ti-mor Lorosae, harus dijalin kerjasama dengan negara-negara lain. Ini diperlu-kan untuk menunjang kegiatan ekonomi rakyat. Kekayaan alam Timor Lorosae memang banyak, tetapi belum diolah de-ngan baik karena banyak kendala yang menyangkut sumberdaya manusia. Ker-jasama dengan luar negeri yang akan dilakukan adalah dengan Indonesia dan Portugal.

PNT sendiri sudah punya program khusus mengenai pengembangan sistem ekonomi, tetapi masih menunggu Presi-den Dr. Abílio de Araújo yang masih berada di luar negeri. l

Nina Marques & Julino Ximenes

P

artido Democrático (PD) didirikan oleh bekas aktivis clandestina dan aktivis mahasiswa Timor Lorosae di Indonesia. Mereka mendirikan partai karena prihatin akan keadaan yang tidak memberi kesempatan kepada rakyat Timor Lorosae untuk ikut ambil bagian dalam kehidupan politik. Melalui diskusi-diskusi yang mereka la-kukan untuk menjawab tantangan kea-daan, mereka berkesimpulan bahwa so-lusi yang terbaik untuk menjawab per-soalan-persoalan bangsa adalah dengan mendirikan partai politik. Dari sinilah lahir partai politik yang diberi nama Par-tido Democrático (PD).

Partai ini diberi nama demikian karena didirikan untuk mendirikan sistem pe-merintahan yang berdasarkan demokra-si, yang artinya kekuasaan untuk meng-endalikan negara secara utuh berada di tangan rakyat. Sedang visinya adalah “menghimpun dan merangkul semua o-rang Timor Lorosae yang mempunyai latar belakang yang berbeda-beda untuk bersatu membangun negara baru de-ngan landasan demokrasi dan komuni-tas yang adil dan bebas.”

PD menyatakan akan berjuang mem-perbaiki semua perilaku buruk yang di-tinggalkan oleh kolonialis dan invasor seperti korupsi, nepotisme, favoritisme, pemalas, dan suka mengadu domba an-tar sesama. Untuk menghilangkan peri-laku tersebut di dalam pemerintahan, menurut PD, harus didirikan sebuah lembaga inspeksi yang melakukan in-vestigasi jika terjadi penyelewengan oleh pegawai pemerintah.

Perjuangan PD diprioritaskan pada tiga bidang penting, yaitu ekonomi, pen-didikan, dan demokrasi. Menurut Presi-den PD Fernando de Araújo (“Lasama”)

¾

yang dulu menjadi sekretaris

jende-ral organisasi mahasiswa RENETIL

¾

dalam suatu negara, ekonomi menjadi satu-satunya tumpuan untuk mengukur apakah negara tersebut sejahtera atau tidak. Kalau ekonominya baik, maka se-mua aspek kehidupan akan berjalan baik pula. Karena itu, PD akan membangun sistem ekonomi yang memberi kesem-patan kepada semua orang untuk beker-ja, yang menghargai jasa dan kreativitas untuk berkarya, mengurangi kesenjang-an kesenjang-antara ekonomi pedesakesenjang-an dkesenjang-an

mi perkotaan, mengembangkan ekono-mi modern, serta memberikan kesem-patan berusaha bagi semua orang.

Di bidang pendidikan, PD berjuang untuk membangun sebuah sistem pen-didikan yang egaliter dimana semua or-ang saling berbagi ilmu dan keahlian, baik orang kota maupun desa, tua mau-pun muda, kaya atau miskin, serta laki atau perempuan.

Mengenai sistem pemerintahan, me-nurut kepala departemen hubungan lu-ar negeri PD Constancio Pinto, sesuai dengan asasnya, PD tidak akan memu-tuskannya sendiri, tetapi menyerahkan kepada rakyat untuk memutuskannya.

Sistem politik, ekonomi, sosial, dan hukum harus dibangun di Timor Loro-sae berdasarkan nilai-nilai budaya bang-sa, seperti kesetaraan, toleransi,

akun-tabilitas, transparansi, pemilihan yang bebas dan adil, kebebasan ekonomi, kontrol masyarakat serta berbagai nilai universal yang sesuai dengan budaya bangsa Timor Lorosae agar bisa menca-pai masyarakat yang adil dan makmur.

Untuk mencapai masyarakat yang de-mokratis bukanlah sesuatu yang gam-pang namun hal itu merupakan sebuah harapan dari semua orang Timor Loro-sae. PD menganggap para fungsionaris-nya mengemban tugas dan tanggung-jawab untuk menjadikan dirinya sebagai lilin yang menerangi langkah anak bang-sa ini dalam menggapai cita-cita dan ha-rapannya, yakni membangun dan men-dirikan bangsa dan negara yang demo-kratis.

Augusto Castro Laporan Sebastião Pedro da Silva

(8)

l

ADVOKASI

l

Pemilu: Proses Penyiapan

dan Jaminan Partisipasi

l l l

... persiapan untuk pemilu mendatang meninggalkan

pertanyaan untuk dijawab ... apakah hasil dari pemilu nanti

akan benar-benar mencerminkan kehendak rakyat?

○○○○○○○○○○○○○○○○○

○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○

Akibat penyiapan pemilu yang masih jauh dari memadai, banyak calon pemilih belum memeriksa namanya pada daftar pemilih. Seharusnya hak rakyat untuk berpartisipasi sudah dijamin sejak pendaftaran.

Anak-anak di bawah umur mengikuti kampanye partai politik.

F.X. SUMARYONO

S

etelah masa pendaftaran berakhir, ternyata masih banyak penduduk Timor Lorosae yang belum men-daftarkan diri. Sebagian di antaranya adalah mereka yang memenuhi syarat untuk ikut dalam pemilu. Masyarakat di beberapa sub-distrik dan suco tidak mempunyai kendaraan untuk menjang-kau tempat pendaftaran yang terlalu jauh dari rumah mereka. Belum ada data yang akurat tentang berapa jumlah penduduk yang belum terdaftar dan berapa di anta-ranya yang mempunyai hak pilih. Na-mun, kenyataan ini menunjukkan bahwa ada sebagian penduduk yang tidak akan dapat mengikuti pemilu mendatang.

Menyusul proses pendaftaran, KPI memberikan waktu 10 hari bagi para pe-milih untuk melihat daftar nama dan di Tempat Pemungutan Suara (TPS) mana mereka akan memilih. Sebetulnya masa 10 hari itu tidak tepat disebut sebagai masa pengumuman daftar nama pemilih dan TPS. Pasalnya, pemilih harus datang ke tempat pendaftaran semula dan me-nunjukkan kartu pendaftaran, kemudian petugas pemilu akan memberitahu di mana mereka akan memilih.

Para pemilih mengharapkan bahwa proses pendaftaran akan menjadi lebih sederhana dari proses Konsultasi Rak-yat dua tahun lalu. Apalagi pemilu ini dilakukan dalam suasana yang bebas da-ri letupan senjata dan kobaran api. Ke-nyataannya, pengalaman tidak selalu membawa pelajaran, setidaknya bagi lembaga yang mengurus pemilu perta-ma di negeri ini.

Banyak orang tidak menemukan na-manya dalam daftar calon pemilih. Da-lam beberapa kasus, para calon pemilih ini diminta oleh petugas untuk memerik-sa ulang di tempat pendaftaran lain, de-ngan hasil yang sama. Calon pemilih lain mendapati namanya terdaftar di TPS di Atauro.

Hal ini menunjukkan adanya ketidak-telitian dalam proses pendaftaran mau-pun pembagian calon pemilih ke dalam TPS. Hal lain yang terbaca dari kenya-taan ini adalah bahwa keadaan geografis dan demografis Timor Lorosae ternyata luput dari perhatian lembaga pelaksana pemilu. Dili, misalnya, karena merupa-kan satu wilayah pemilihan, kemudian diasumsikan sebagai suatu wilayah yang terdiri dari daratan yang seluruhnya bersambung. Padahal pulau Atauro juga termasuk wilayah distrik Dili.

Bagi lembaga pemilu, hal ini mungkin hanya menyangkut angka yang sangat kecil dibandingkan jumlah penduduk Timor Lorosae secara keseluruhan. Bahkan ada yang berpendapat, bahwa toh jumlah penduduk di Timor Lorosae yang tidak sempat mendaftar, atau yang namanya tidak terdapat dalam daftar ca-lon pemilih jauh lebih kecil dibanding-kan jumlah penduduk Timor Lorosae yang masih di luar negeri. Tetapi sebe-tulnya hal ini mengundang sebuah per-tanyaan yang lebih mendasar tentang sejauh mana proses pemilu ini diran-cang sehingga dapat menjamin pelaksa-naan hak rakyat untuk ikut dalam pe-milu.

Pemilu meru-pakan mekanisme utama bagi keikut-sertaan rakyat da-lam proses peng-ambilan keputus-an dalam demo-krasi perwakilan. Lebih penting la-gi, keputusan yang akan dibuat oleh rakyat Timor Lo-rosae dalam pe-milu mendatang merupakan suatu keputusan yang sangat fundamen-tal, yakni me-nyangkut konsti-tusi bagi negeri ini.

Pasal 25 Kove-nan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik men-syaratkan bahwa dalam hal keikut-sertaan individu dalam pemerin-tahan melalui

wa-kilnya, wakil tersebut harus dipilih me-lalui pemilu yang bebas dan adil. Secara umum diterima bahwa agar mempunyai legitimasi yang memadai, sebuah pemilu yang bebas dan adil harus terdiri dari empat elemen, yakni (1) sama untuk se-mua penduduk yang mempunyai hak pilih, (2) pemungutan suara dilakukan secara rahasia, (3) pemilu dilakukan se-cara periodik dalam jangka waktu yang masuk akal, serta (4) bebas dari diskri-minasi, baik terhadap pemilih, para ca-lon maupun partai politik.

Sebagian dari keempat elemen terse-but memang memterse-butuhkan keterlibatan keputusan pada tingkat yang lebih ting-gi. Selebihnya tergantung kepada bagai-mana proses pemilu itu dirancang. Tan-pa disadari, sebetulnya proses pemilu yang sedang berlangsung ini sudah me-ngesampingkan beberapa elemen yang relevan dari keempat elemen tersebut. Sedikitnya upaya untuk memastikan bahwa semua penduduk yang mempu-nyai hak pilih dapat mendaftarkan diri sebenarnya merupakan pengingkaran

yang serius terhadap hak individu untuk turut serta dalam pemilihan umum, dan karenanya, dalam proses pemerintahan. Di samping kenyataan bahwa tempat pendaftaran tidak terjangkau oleh seba-gian masyarakat, masalah lain yang juga cukup menyolok adalah penyediaan in-formasi bagi masyarakat. Hal ini menja-di keprihatinan, baik menyangkut isi maupun cakupan penyebaran informasi. Masyarakat yang tinggal di desa-desa terpencil tidak mengetahui informasi tentang pemilu mendatang.

Media elektronik, yang sebetulnya cukup efektif dalam keadaan tingkat buta huruf cukup tinggi, ternyata hing-ga beberapa bulan terakhir tidak dapat ditangkap di sebagian besar wilayah Ti-mor Lorosae. Faktor lain, ada berapa persen dari jumlah penduduk yang me-miliki pesawat televisi dan radio? Bah-kan untuk waktu yang relatif lama, seba-gian masyarakat yang telah menerima informasi tentang pendaftaran pendu-duk, tidak mengetahui bahwa pendaftar-an penduduk ypendaftar-ang dilakukpendaftar-an oleh UN-TAET juga dimaksudkan untuk men-daftarkan calon pemilih.

Penyediaan informasi ini sangat penting bagi masyarakat pemilih. Hing-ga sekarang sebagian penduduk belum mengetahui bahwa pemilu ini adalah un-tuk memilih Majelis Konstituante yang bertugas menyusun konstitusi. Sedang bagi mereka yang mengetahui, arti pen-ting konstitusi bagi Timor Lorosae ma-sih merupakan hal yang asing.

Dalam keadaan seperti ini, sulit seka-li mengharapkan rakyat untuk menetu-kan pilihannya, karena pilihan-pilihan itu sendiri tidak jelas. Secara sederhana, orang dapat menyimpulkan bahwa ini karena rakyat masih bodoh dan tidak memahami proses politik yang sedang berlangsung di negeri ini. Tetapi jika kita mengamati bahwa esensi dari proses politik saat ini juga sulit dijelaskan

seca-ra terbuka dan jelas oleh kalangan partai politik, kesimpulan tersebut harus ditinjau kembali.

Akibat dari ketidakjelasan informasi tersebut, ditambah dengan berbagai ke-sulitan yang dihadapi dalam proses pen-daftaran telah nampak dalam berbagai bentuk. Misalnya, sebagian penduduk tidak akan dapat menggunakan hak pi-lihnya, sebagian yang lain menjadi ku-rang antusias dengan pemilu menda-tang. Pemilih juga sulit membentuk pen-dapat tentang apa yang akan dipilih. Le-bih buruk lagi, hal ini membuka peluang bagi penyebaran informasi yang bersifat menyesatkan rakyat serta tindakan-tin-dakan manipulatif lainnya. Di beberapa distrik, dengan memanfaatkan ketidak-tahuan rakyat tentang proses yang se-dang berjalan serta tidak adanya meka-nisme penertiban, pengikut-pengikut dari beberapa partai secara paksa me-minta rakyat memberikan dana bagi kampanye mereka.

Melihat persoalan-persoalan terse-but, persiapan untuk pemilu mendatang

meninggalkan pertanyaan untuk dija-wab. Salah satunya adalah apakah hasil dari pemilu mendatang akan benar-be-nar mencerminkan kehendak rakyat? Yang pasti, masih sulit bagi banyak o-rang untuk menetukan apa yang mereka kehendaki untuk ditulis dalam konsti-tusi Timor Lorosae. Di tengah keadaan ini, masalah-masalah menyangkut isi konstitusi masih jarang diperbincangkan dalam kampanye partai-partai politik.

Memang penting bahwa partai-partai yang maju dalam pemilihan umum juga sudah mempunyai tawaran-tawaran ten-tang pelayanan serta jaminan-jaminan apa yang dapat mereka berikan kepada rakyat jika sesudah proses konstitusi nanti mereka menduduki kursi peme-rintahan, tetapi hal ini tidak dengan de-mikian mengabaikan pembicaraan ten-tang konstitusi, yang merupakan aturan main bagi pelaksanaan pemerintahan itu nantinya.

Konsep demokrasi perwakilan dida-sarkan pada prinsip bahwa rakyatlah yang sesungguhnya mempunyai kekua-saan politik. Pasal 21 Deklarasi Univer-sal Hak Asasi Manusia (DUHAM) yang menuntut jaminan bagi hak setiap orang untuk berpartisipasi dalam pemerintah-an di negarpemerintah-anya berarti bahwa rakyatlah sesungguhnya pemegang kedaulatan.

Secara gamblang pasal 21 (3) DU-HAM menyatakan bahwa kehendak rakyat haruslah menjadi dasar dari keku-asaan pemerintah. Jika pemilihan umum akhirnya dilihat sebagai kerangka utama yang akan memungkinkan tercapainya tujuan-tujuan selanjutnya dalam kehi-dupan bernegara, hendaknya dipastikan sejak awal, bahwa pemilihan umum itu dilaksanakan dengan pertimbangan yang menyeluruh untuk menjamin legitimasi hasilnya, yang berlandaskan pada peng-ungkapan bebas kehendak rakyat. l

Joaquim Fonseca, Kepala Divisi Advokasi Kebijakan Yayasan HAK.

Referensi

Dokumen terkait

Ancaman kepada keselamatan Sabah – pembinaan negara-bangsa di sebalik masyarakat yang berbilang etnik, pelarian dan orang tidak bernegara, dan migran ekonomi, ditambah pula

Dari analisis secara kualitatif dapat terlihat bahwa dengan peningkatan kadar ekstrak uji, sel-sel yang mengekspresikan COX-2 positif semakin sedikit, menunjukkan bahwa

(031) 8470563 Masa berlalu: l6 Februari 2012 s/d l5 Februari 2016 LinskuD Akreditasi. Bidang pengujian Bahan atau

dilakukan oleh peneliti didapatkan peningkatan kadar protein urin yang signifikan dengan nilai p = 0,000 setelah melakukan latihan fisik akut jenis anaerobik dengan

in   Online   Media       Widodo Agus Setianto  Jurusan Ilmu Komunikasi FISIPOL UGM 

Hasil penelitian ini menunjukan bahwa peran guru BK yang dilakukan dengan pemberian layanan bimbingan kelompok yang selama ini diberikan oleh guru BK kepada

Untuk mengetahui efektivitas koefisien bobot yang dihasilkan dari aktual seleksi dalam plot pertama terhadap seluruh tahapan seleksi pada plot uji keturunan jabon merah,

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pasangan perkawinan Etnis Tionghoa dengan Etnis Betawi dengan perbedaan latar belakang budaya yang terlihat jelas, mampu menjalin hubungan