• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH PERLAKUAN PADA BENIH PADI YANG TERINFEKSI Xanthomonas oryzae pv. oryzae TERHADAP PERTUMBUHAN TANAMAN DAN HASIL PADI DI LAPANG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGARUH PERLAKUAN PADA BENIH PADI YANG TERINFEKSI Xanthomonas oryzae pv. oryzae TERHADAP PERTUMBUHAN TANAMAN DAN HASIL PADI DI LAPANG"

Copied!
57
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH PERLAKUAN PADA BENIH PADI YANG

TERINFEKSI Xanthomonas oryzae pv. oryzae TERHADAP

PERTUMBUHAN TANAMAN DAN HASIL PADI DI LAPANG

AHMAD ZAMZAMI

A24052270

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2009

(2)

RINGKASAN

AHMAD ZAMZAMI. Pengaruh Perlakuan pada Benih Padi yang Terinfeksi

Xanthomonas oryzae pv. oryzae terhadap Pertumbuhan Tanaman dan Hasil

Padi di Lapang. (Dibimbing oleh SATRIYAS ILYAS).

Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh perlakuan pada benih padi yang terinfeksi Xanthomonas oryzae pv. oryzae secara alami terhadap pertumbuhan tanaman dan hasil padi di lapang. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari sampai Juni 2009 di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Benih, Departemen Agronomi dan Hortikultura, IPB dan kebun percobaan Sawah Baru,

University Farm, kampus Darmaga, IPB.

Penelitian ini menggunakan rancangan Petak Terbagi dengan petak utama adalah varietas yang terdiri atas IR64 dan Ciherang, sedangkan anak petak merupakan perlakuan benih yang terdiri atas kontrol, bakterisida 0.2 % (Agrept 20WP), minyak serai wangi 1 %, agens hayati Pseudomonas diminuta (skala IV McFarland), matriconditioning + Agrept 0.2 %, matriconditioning + minyak serai wangi 1 %, matriconditioning + P. diminuta. Pengulangan sebanyak tiga kali sehingga total satuan percobaan berjumlah 42 satuan. Penyemaian dilakukan selama 3 minggu pada wadah plastik. Setelah itu, dipindah tanam ke lapang pada petakan seluas 7.5 m2 dengan dua bibit per lubang tanam.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa matriconditioning + Agrept 0.2 % adalah perlakuan terbaik dalam meningkatkan daya tumbuh bibit dan bobot kering bibit. Perlakuan minyak serai wangi, agens hayati, matriconditioning + Agrept 0.2%, dan matriconditioning + minyak serai wangi 1 % dapat meningkatkan tinggi tanaman selama penyemaian. Pada pengamatan minggu ke-10, perlakuan

matriconditioning + P. diminuta pada benih padi Ciherang menghasilkan tinggi

tanaman tertinggi. Jumlah anakan, jumlah anakan produktif, bobot gabah bernas per malai, persentase gabah bernas per rumpun, dan panen ubinan padi varietas IR64 lebih tinggi daripada Ciherang. Hal ini diduga karena serangan hama walang sangit yang cukup tinggi pada Ciherang.

(3)

Pengamatan pada serangan hawar daun bakteri (HDB) menunjukkan bahwa varietas, perlakuan benih, dan interaksi antara keduanya tidak berpengaruh nyata terhadap serangan HDB di lapang. Perlakuan minyak serai wangi,

matriconditioning + P. diminuta, agens hayati, matriconditioning + Agrept 0.2 %

(4)

PENGARUH PERLAKUAN PADA BENIH PADI YANG

TERINFEKSI Xanthomonas oryzae pv. oryzae TERHADAP

PERTUMBUHAN TANAMAN DAN HASIL PADI DI LAPANG

Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor

AHMAD ZAMZAMI

A24052270

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2009

(5)

Judul : PENGARUH PERLAKUAN PADA BENIH PADI YANG TERINFEKSI Xanthomonas oryzae pv. oryzae TERHADAP PERTUMBUHAN TANAMAN DAN HASIL PADI DI LAPANG Nama : Ahmad Zamzami

NRP : A24052270

Menyetujui, Dosen Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Satriyas Ilyas, MS NIP: 19590225 198203 2 001

Mengetahui,

Ketua Departemen Agronomi dan Hortikultura Fakultas Pertanian IPB

Prof. Dr. Ir. Bambang Sapta Purwoko, M.Sc NIP: 19610218 198403 1 002

(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Desa Huraba, Provinsi Sumatera Utara pada tanggal 24 April 1987. Penulis merupakan anak ke-4 dari Bapak Ahmad Sulaiman, S.sos. dan Ibu Minurhani Pulungan.

Penulis lulus dari SD N 14552 Huraba pada tahun 1999. Kemudian pada tahun yang sama penulis masuk ke SLTP N 1 Siabu. Setahun kemudian, dengan suatu alasan tertentu penulis pindah ke SLTP N 1 Muara Sipongi. Akhirnya penulis lulus dari SLTP N 1 Kotanopan pada tahun 2002.

Pada tahun 2005 penulis lulus dari SMA N 2 Plus Sipirok. Pada tahun yang sama penulis diterima di Institut Pertanian Bogor. Setahun kemudian penulis diterima di Departemen Agronomi dan Hortikultura Fakultas Pertanian IPB.

Selama menjadi mahasiswa penulis aktif di OMDA (Organisasi Mahasiswa Daerah) yaitu Ikmamadina dan Imatapsel. Penulis juga pernah aktif di HIMAGRON IPB (Himpunan Mahasiswa Agronomi IPB). Pada tahun 2009 penulis menjadi asisten mata kuliah Dasar-dasar Ilmu dan Teknologi Benih.

(7)

KATA PENGANTAR

Syukur penulis panjatkan atas rahmat-Nya akhirnya penyusunan skripsi dengan judul: “Pengaruh Perlakuan pada Benih Padi yang Terinfeksi

Xanthomonas oryzae pv. oryzae terhadap Pertumbuhan Tanaman dan Hasil Padi

di Lapang” telah rampung. Rasa terimakasih penulis sampaikan kepada Prof. Dr. Ir. Satriyas Ilyas, MS yang telah membimbing penulis dalam pelaksanaan penelitian dan penyusunan skripsi ini. Penelitian ini merupakan bagian dari penelitian yang diketuai Prof. Dr. Ir. Satriyas Ilyas, MS berjudul “Teknik Peningkatan Kesehatan dan Mutu Benih Padi” yang didanai Badan Litbang Pertanian melalui Program KKP3T, untuk itu penulis mengucapkan terimakasih.

Skripsi ini merupakan salah satu tahapan dalam penyelesaian studi penulis di Departemen Agronomi dan Hortikultura. Semoga melalui skripsi ini penulis dapat mengembangkan kemampuan dalam komunikasi ilmiah melalui tulisan. Melalui skripsi ini penulis juga ingin menyumbangkan tenaga dan pikiran dalam pengembangan ilmu pengetahuan khususnya bidang Ilmu dan Teknologi Benih.

Bogor, Agustus 2009 Ahmad Zamzami

(8)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... v

DAFTAR GAMBAR ... vi

DAFTAR LAMPIRAN ... vii

PENDAHULUAN ... 1 Latar Belakang ... 1 Tujuan ... 3 Hipotesis ... 3 TINJAUAN PUSTAKA... 4 Mutu Benih ... 4

Hawar Daun Bakteri ... 4

Matriconditioning ... 6

Pestisida Sintetik ... 7

Pestisida Nabati ... 8

Agens Hayati ... 10

BAHAN DAN METODE ... 11

Waktu dan Tempat ... 11

Bahan dan Alat ... 11

Metode ... 11

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 19

Kondisi Umum Pertanaman ... 19

Rekapitulasi Sidik Ragam ... 20

Pertumbuhan Tanaman ... 21

Serangan Hawar Daun Bakteri ... 26

Komponen Hasil dan Hasil Panen ... 28

KESIMPULAN DAN SARAN ... 32

Kesimpulan ... 32

Saran ... 32

DAFTAR PUSTAKA ... 33

(9)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Rekapitulasi sidik ragam pengaruh varietas, perlakuan benih, dan

interaksi antara keduanya terhadap peubah-peubah yang diamati .... 20 2. Pengaruh perlakuan benih terhadap daya tumbuh bibit, bobot

kering bibit dan bobot kering brangkasan ... 22 3. Pengaruh perlakuan benih terhadap tinggi tanaman ... 24 4. Pengaruh varietas terhadap tinggi tanaman ... 24 5. Pengaruh interaksi antara varietas dan perlakuan benih terhadap

tinggi tanaman minggu ke-6 ... 24 6. Pengaruh interaksi antara varietas dan perlakuan benih terhadap

tinggi tanaman minggu ke-10 ... 25 7. Pengaruh varietas terhadap jumlah anakan ... 26 8. Pengaruh perlakuan benih terhadap serangan hawar daun

Bakteri ... 26 9. Pengaruh varietas terhadap serangan hawar daun bakteri ... 27 10. Pengaruh perlakuan benih terhadap jumlah anakan produktif

dan jumlah gabah hampa per malai ... 28 11. Pengaruh varietas terhadap jumlah anakan produktif dan jumlah

gabah hampa per malai ... 29 12. Pengaruh perlakuan benih terhadap panen ubinan, bobot gabah

bernas per malai, persentase gabah bernas per rumpun, dan

persentase gabah hampa per rumpun ... 29 13. Pengaruh varietas terhadap panen ubinan, bobot gabah bernas per

malai, persentase gabah bernas per rumpun, dan persentase gabah

(10)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Tetesan eksudat (ooze) bakteri Xanthomonas oryzae pv oryzae

yang dapat diamati pada pagi hari ... 5

2. Pengolahan lahan sekaligus membenamkan jerami ... 13

3. Perlakuan benih ... 15

4. Skala kepadatan bakteri menurut McFarland... 15

5. Kondisi pertanaman padi setelah pengendalian gulma di pematang sawah ... 19

(11)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Deskripsi varietas IR64... 38

2. Deskripsi varietas Ciherang ... 39

3. Sidik ragam pengaruh perlakuan benih, varietas, dan interaksi antara keduanya terhadap tinggi tanaman ... 40

4. Sidik ragam pengaruh perlakuan benih, varietas, dan interaksi antara keduanya terhadap jumlah anakan ... 42

5. Sidik ragam pengaruh perlakuan benih, varietas, dan interaksi antara keduanya terhadap hawar daun bakteri ... 44

6. Sidik ragam pengaruh perlakuan benih, varietas, dan interaksi antara keduanya terhadap daya tumbuh bibit, bobot kering bibit, bobot kering brangkasan, anakan produktif, dan panen ubinan ... 45

7. Sidik ragam pengaruh perlakuan benih, varietas, dan interaksi antara keduanya terhadap jumlah gabah hampa per malai, bobot gabah bernas per malai, persentase gabah bernas per rumpun, dan persentase gabah hampa per rumpun ... 46

8. Skala McFarland untuk kepadatan bakteri ... 47

9. Hasil analisis tanah ... 47

10. Data cuaca selama penelitian (Februari sampai Mei 2009) ... 47

(12)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Produktivitas padi cenderung melandai. Hal ini disebabkan banyak faktor, salah satunya adalah masih tingginya serangan penyakit pada pertanaman padi di Indonesia. Pyricularia oryzae (blast), Dreschlera oryzae (brown spot), dan

Xanthomonas oryzae (hawar daun) merupakan tiga penyakit penting pada padi

(Neergaard, 1977). Luas serangan penyakit kresek/hawar daun bakteri tahun 2007 mencapai 50.519 hektar dan 12 hektar mengalami puso (Direktorat Perlindungan Tanaman, 2009).

Penyakit hawar daun bakteri disebabkan oleh bakteri Xanthomonas

oryzae pv. oryzae. Penyakit ini sering disebut masyarakat sebagai penyakit kresek.

Sebutan kresek karena daun yang diserang akan mengering dan jika ditiup angin akan berbunyi kresek. Sebagian petani seringkali menganggap serangan penyakit ini sebagai penyakit yang tidak membahayakan karena dianggap pertanda panen. Padahal, menurut Ou (1985) kehilangan hasil padi akibat serangan hawar daun bakteri di Jepang mencapai 20-30 %, di Indonesia besarnya kehilangan hasil hampir sama atau bisa jadi lebih besar. Hal ini dimungkinkan karena Indonesia termasuk daerah tropis dengan curah hujan tinggi dan kelembaban tinggi.

Menurut Sutakaria (1984), X. oryzae pv. oryzae merupakan patogen terbawa benih pada padi. Kerugian akibat patogen terbawa benih sangat besar. Pertama, menjadi media penyebaran patogen ke lokasi yang baru. Kedua, menjadi sumber patogen bagi benih lain yang belum terinfeksi. Ketiga, patogen terbawa benih juga dapat menjadi titik awal perkembangan penyakit pada proses pertumbuhan dan perkembangan tanaman.

Pengendalian penyakit hawar daun bakteri dapat dijadikan salah satu cara untuk meningkatkan produktivitas padi. Pengendalian penyakit pada pertanaman padi dapat dilakukan mulai dari persiapan benih yaitu mengendalikan patogen terbawa benih. Menurut BBPPMBTPH (2007), patogen terbawa benih X. oryzae pv. oryzae berkorelasi dengan serangan penyakit hawar daun bakteri di lapang.

(13)

Dengan demikian, pengendalian penyakit yang dilakukan sedini mungkin (benih) dapat mengurangi serangan penyakit di lapangan.

Pengendalian patogen terbawa benih dapat dilakukan dengan perlakuan benih. Perlakuan benih dapat menggunakan pestisida sintetik, pestisida nabati, dan agens hayati. Menurut Ilyas et al. (2008a), perlakuan benih padi dengan Agrept konsentrasi 0.2 % menunjukkan daya berkecambah dan indeks vigor yang lebih tinggi dibandingkan konsentrasi lainnya. Perlakuan minyak serai wangi dengan konsentrasi 1 % menghasilkan daya berkecambah, indeks vigor, dan kecepatan tumbuh yang lebih tinggi dibanding konsentrasi lainnya. Agens hayati kode A6 (Pseudomonas sp.) memiliki potensi sebagai agens hayati yang efektif untuk mengendalikan X. oryzae pv. oryzae.

Pengendalian patogen terbawa benih hendaknya juga dikombinasikan dengan peningkatan mutu fisiologis benih. Hal ini disebabkan karena pada umumnya benih yang terserang patogen akan mengalami kemunduran mutu yang lebih cepat. Peningkatan mutu fisiologis benih dapat dilakukan dengan cara invigorasi. Invigorasi merupakan proses peningkatan vigor benih secara buatan melalui proses metabolisme terkendali yang dapat memperbaiki kerusakan dalam benih.

Salah satu perlakuan invigorasi adalah matriconditioning. Perlakuan

matriconditioning pada benih cabai dapat meningkatkan pemunculan bibit yang

ditanam pada saat suhu tanah di lapang masih agak rendah (Ilyas, 1994). Perlakuan matriconditioning plus Bacillus subtilis pada benih padi menghasilkan pertumbuhan bibit dan penurunan persentase X. oryzae pv. oryzae yang lebih baik daripada perlakuan lain yang diuji. Perlakuan matriconditioning plus minyak serai wangi 1 % menghasilkan daya berkecambah tertinggi, meningkatkan indeks vigor, dan menurunkan tingkat infeksi X. oryzae pv. oryzae (Ilyas et al., 2008b).

Pengendalian X. oryzae pv. oryzae mulai dari tahapan persiapan benih diharapkan mampu memperbaiki mutu kesehatan benih dan perlakuan invigorasi diharapkan dapat memperbaiki mutu fisiologis benih. Dengan peningkatan mutu benih diharapkan pertumbuhan tanaman dan hasil padi di lapang dapat meningkat.

(14)

Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh perlakuan pada benih padi yang terinfeksi Xanthomonas oryzae pv. oryzae secara alami terhadap pertumbuhan tanaman dan hasil padi di lapang.

Hipotesis

1. Terdapat minimal satu perlakuan benih yang mampu mengendalikan X.

oryzae pv. oryzae dan meningkatkan pertumbuhan tanaman dan hasil padi di

lapang.

2. Terdapat perbedaan respon varietas terhadap pengendalian X. oryzae pv.

oryzae dan peningkatan pertumbuhan tanaman dan hasil padi di lapang.

(15)

TINJAUAN PUSTAKA

Mutu Benih

Mutu benih mencakup mutu genetis, fisiologis, fisik, dan patologis. Mutu genetis berkaitan dengan kesesuaian genetik benih dengan tanaman induk dan kemurnian lot benih. Mutu fisiologis berkaitan dengan proses fisiologi benih selama mengalami pertumbuhan dan perkembangan. Mutu fisik berkaitan dengan keragaan, keseragaman dan kebersihan benih. Mutu patologis berhubungan dengan infeksi patogen terbawa benih baik yang terdapat di dalam maupun di permukaan benih (Ilyas, 2001)1.

Berkaitan dengan mutu patologis benih, menurut Sutakaria (1984), terdapat beberapa patogen terbawa benih pada padi diantaranya : Alternaria spp.,

Apheolexholioidea besseyi, Cercospora oryzae, Culvularia spp., Drechslera oryzae, Epicoccum spp., Fusarium spp., Fusarium graminearum, Fusarium moniliforme, Negrospora spp., Pyricularia oryzae, Sclerotium rolfsii, Tilletia horrida, Trichoconis padwickii, Ustilago virens, X. oryzae pv. oryzae, dan Xanthomonas oryzicola. Berdasarkan ISTA (2005), kesehatan benih adalah ada

atau tidaknya organisme penyebab penyakit, seperti cendawan, bakteri dan virus, dan hama seperti insek, serta kondisi fisiologis seperti defisiensi unsur hara.

Hawar Daun Bakteri

Bakteri Xanthomonas oryzae pv. oryzae merupakan patogen penyebab penyakit hawar daun bakteri (HDB). Patogen ini awalnya dikenal dengan nama

Xanthomonas campestris pv. oryzae. Hawar daun bakteri pada tanaman padi dapat

diawali dari benih padi yang telah terinfeksi X. oryzae pv. oryzae. Selain itu, X.

oryzae pv. oryzae juga dapat menginfeksi tanaman padi yang tidak terserang

melalui stomata, hydatoda, dan luka (Huang and De Cleene, 1989). Setelah patogen masuk ke tanaman inang, patogen masuk ke jaringan vaskular khususnya xilem, di xilem patogen memperbanyak diri dan menyebar ke seluruh bagian

(16)

tanaman yang menyebabkan infeksi yang bersifat sistemik (Gnanamanickam, 2009).

Penyakit hawar daun bakteri pada padi bersifat sistemik dan dapat menyerang tanaman pada berbagai tingkat pertumbuhan. Bakteri ini terutama terdapat dalam berkas-berkas pembuluh (Semangun, 2004). Gejala penyakit dapat dibedakan dalam tiga jenis yaitu gejala layu (kresek) pada tanaman muda atau tanaman dewasa yang peka, gejala hawar, dan daun kuning pucat (Balitbang Tanaman Pangan, 1991). Bakteri X. oryzae pv. oryzae muncul dan tetap bertahan karena bakteri ini dapat hidup pada gulma tertentu, dalam jerami tanaman yang terinfeksi, dan akar tanaman yang terinfeksi yang dapat menjadi sumber inokulum patogen. Demikian juga dengan saluran irigasi pada lahan sawah yang terinfeksi akan menjadi media penyebaran patogen ke lahan sawah yang lain (Suparyono et

al., 2003). Bakteri ini juga dapat tinggal dalam biji sampai beberapa saat sehingga

penularan penyakit melalui benih dapat terjadi (Sutakaria, 1984).

Bakteri X. oryzae pv. oryzae menginfeksi melalui luka-luka pada daun akibat dipotongnya daun sebelum dipindah tanam untuk mengurangi respirasi. Bakteri ini juga dapat menginfeksi melalui luka-luka pada akar sebagai akibat pencabutan saat pindah tanam (Semangun, 2004). Mekanisme kerusakan pada daun yang diakibatkan X. oryzae pv. oryzae diawali dengan masuknya inokulum patogen melalui bagian daun yang luka, membukanya hidatoda atau stomata pada daun. Kemudian patogen memperbanyak diri di epidermis daun. Ketika jumlah patogen telah banyak, maka patogen menyerang sistem vaskular dan ooze keluar dari stomata (Suparyono et al., 2003). Gambar 1 menunjukkan tetesan eksudat (ooze) bakteri X. oryzae pv. oryzae yang dapat diamati pada pagi hari.

Gambar 1. Tetesan eksudat (ooze) bakteri Xanthomonas oryzae pv. oryzae yang dapat diamati pada pagi hari. (http://www.invasive.org).

(17)

Gejala-gejala serangan hawar daun bakteri diawali dengan bercak bergaris kekuning-kuningan pada daun yang memanjang dan melebar, warna lanjut bagian daun yang terserang akan menjadi putih keabu-abuan. kemudian daun cenderung kering dengan cepat, bagian daun yang telah terserang dan kering akan ditumbuhi jamur saprofit. Kresek dapat teramati pada 1-3 minggu setelah pindah tanam, pada bagian daun yang terluka akan berlendir, daun layu dan berwarna hijau keabu-abuan, pada tahap akhir, daun yang terserang akan mengering dan berwarna kuning keabua-abuan seperti daun tua (Suparyono et al., 2003). Pengendalian HDB dapat dilakukan dengan aplikasi pestisida kimia. Pengendalian secara kimia sebaiknya efektif pada konsentrasi rendah, mudah untuk ditranslokasikan dalam jaringan tanaman, dan bersifat selektif serta aman bagi lingkungan (Devadath, 1989).

Matriconditioning

Perkecambahan benih padi dimulai saat dormansi hilang dan terjadi imbibisi. Tingkat imbibisi yang terjadi dipengaruhi oleh komposisi benih, permeabilitas lapisan luar benih, dan ketersediaan air. Ketersediaan air untuk imbibisi tergantung pada potensial air sel. Potensial air sel tersebut merupakan hasil dari tiga potensial yaitu tekanan matriks dinding sel, konsentrasi osmotik sel, dan tekanan turgor sel (Copeland and McDonald, 2001).

Matriconditioning merupakan perlakuan imbibisi benih dengan

memanfaatkan potensial matriks dari media yang digunakan (Khan et al., 1990). Perbedaan matriconditioning dengan osmoconditioning terletak pada media yang digunakan. Pada matriconditioning menggunakan media padat sehingga proses imbibisi sangat ditentukan oleh potensial matriks media. Pada osmoconditioning, bahan yang digunakan adalah cairan sehingga proses imbibisi sangat tergantung pada potensial osmotik cairan tersebut.

Menurut Khan et al. (1990), media matriconditioning hendaknya memiliki karakteristik sebagai berikut: potensial matriks tinggi, potensial osmotik dapat diabaikan, kelarutan air dan integritas matriks selama conditioning dapat diabaikan, bersifat inert dan tidak beracun, daya menahan air tinggi, berpori, dan

(18)

memiliki permukaan luar yang luas. Bahan yang memiliki karakteristik tersebut diantaranya Micro-CelTM produk dari Manville, dan vermikulit.

Serbuk gergaji juga dapat digunakan sebagai bahan alternatif

matriconditioning pada benih cabai. Perlakuan matriconditioning pada benih

cabai menggunakan serbuk gergaji yang dilembabkan dengan 100 µM GA3 secara

nyata meningkatkan indeks vigor dan keserempakan perkecambahan benih cabai vigor sedang dibanding kontrol (Ilyas et al., 2002).

Matriconditioning dapat meningkatkan vigor benih melalui proses

metabolisme yang terkendali yang dapat memperbaiki kerusakan-kerusakan dalam benih. Menurut Fadhilah (2003), perlakuan matriconditioning dengan media arang sekam dapat meningkatkan viabilitas dan vigor benih kedelai. Perlakuan benih kedelai dengan matriconditioning plus inokulan Benomyl (13 jam) dapat meningkatkan tinggi tanaman, jumlah daun, jumlah bunga, bobot kering tajuk, total N tajuk, dan serapan N dibanding dengan benih kedelai tanpa

matriconditioning (Sopyan, 2003). Perlakuan matriconditioning yang diintegrasikan dengan hormon dapat meningkatkan perkecambahan, atau dengan pestisida, biopestisida dan mikroba bermanfaat untuk menangani benih dan kecambah yang terserang penyakit dan meningkatkan pertumbuhan dan hasil tanaman (Ilyas, 2006).

Pestisida Sintetik

Pestisida sintetik atau kimia telah lama dikenal dan digunakan untuk mengendalikan penyakit tanaman. Pestisida sintetik sangat beragam sesuai dengan sasaran organisme pengganggu yang akan dikendalikan. Salah satu jenis pestisida adalah bakterisida. Bakterisida merupakan zat kimia yang digunakan untuk mengendalikan bakteri. Aplikasi bakterisida sangat tergantung pada fase perkembangan penyakit yang akan dikendalikan.

Patogen penyebab penyakit yang terbawa benih dapat dikendalikan melalui perlakuan kimia terhadap benih. Pestisida dapat berfungsi sebagai pemusnah organisme pengganggu, pelindung bagi tanaman dari organisme pengganggu, dan pencegahan infeksi organisme pengganggu terhadap tanaman

(19)

(Heitefuss, 1989). Widiastuti (2006) melaporkan bahwa perlakuan fungisida Ingrofol 0.6 % dan Saromyl 0.6 % pada benih tomat mampu menghambat pertumbuhan patogen penyebab damping off dengan persen penghambatan masing masing 100 % dan 77 %.

Penggunaan Benomil 2.5 g/l dan tepung curcuma 1 g/l pada seed coating dilaporkan berpengaruh nyata terhadap penurunan tingkat infeksi cendawan

Colletotrichum capsici pada benih dan hipokotil cabai (Setiyowati et al., 2007).

Menurut Ilyas et al. (2007), dari tiga jenis bakterisida dengan kandungan bahan aktif yang berbeda yaitu Agrept 20WP, Nordox 56WP, dan Plantomycin 7SP, hanya bakterisida Agrept yang efektif mengendalikan X. oryzae pv. oryzae pada benih padi. Berdasarkan efektivitas menghambat X. oryzae pv. oryzae dan uji fitotoksitas, Agrept konsentrasi 0.2 % dan 0.3 % merupakan perlakuan yang efektif mengendalikan X. oryzae pv. oryzae dan tidak menimbulkan toksik terhadap benih padi.

Perlakuan Agrept dengan konsentrasi 0.2 % menunjukkan daya berkecambah dan indeks vigor yang lebih tinggi dan efektif mengendalikan X.

oryzae pv. oryzae dibandingkan konsentrasi lainnya (Ilyas et al., 2008a). Penggunaan bakterisida pada benih juga dapat diintegrasikan dengan perlakuan yang dapat meningkatkan mutu fisiologis benih. Perlakuan matriconditioning plus Agrept 0.2 % dapat meningkatkan mutu fisiologis (daya berkecambah, indeks vigor, kecepatan tumbuh, bobot kering kecambah normal, dan T50) dan patologis

(menurunkan tingkat infeksi X. oryzae pv. oryzae) benih padi (Rachmawati, 2009).

Pestisida Nabati

Pestisida nabati dapat digunakan sebagai alternatif pengendalian patogen terbawa benih yang ramah lingkungan, mudah didapat dan dengan harga yang relatif murah. Pestisida nabati ada yang bersifat anti-fungi dan anti-bakteri. Mimba (Azadirachta indica A. Juss) merupakan salah satu pestisida nabati yang dapat berfungsi sebagai insektisida, fungisida, nematisida, bakterisida, akarisida dan anti virus. Cengkeh (Syzygium aromaticun L.) dapat berfungsi sebagai insektisida, fungisida, bakterisida, dan pemikat serangga yang banyak

(20)

mengandung senyawa eugenol dan bahan lainnya. Serai wangi (Andropogon

nardus L.) dapat bekerja sebagai insektisida dan fungisida yang mengandung

bahan aktif atsiri yang terdiri atas senyawa sintral, sitronela, geraniol, mirsena, nerol, farnesol, metal heptenon, dan dipentena (Kardinan, 2002).

Perlakuan minyak daun cengkeh atau serai wangi pada benih cabai mampu menghambat pertumbuhan Colletotrichum capsici lebih tinggi dibandingkan tepung cengkeh dan tidak menimbulkan efek toksik (Asie, 2004). Pada benih tomat, perlakuan minyak cengkeh 0.06 % dan minyak serai wangi 0.25 % secara in vitro efektif menghambat pertumbuhan Fusarium sp. dengan persen penghambatan 100 % (Widiastuti, 2006). Sutariati et al. (2005) juga melaporkan perlakuan minyak cengkeh (0.06 %), minyak serai wangi (0.1 %), ekstrak daun mimba (1 %), atau tepung daun cengkeh (1 %) pada benih cabai secara in vitro efektif dalam menghambat pertumbuhan patogen C. capsici.

Pada benih padi, penggunaan minyak cengkeh atau serai wangi konsentrasi 0.5-2 % secara in vitro dapat menghambat pertumbuhan patogen terbawa benih X. oryzae pv. oryzae tanpa menimbulkan toksisitas (Ilyas et al., 2007). Menurut Ilyas et al. (2008a), perlakuan minyak serai wangi dengan konsentrasi 1 % juga dapat menghasilkan daya berkecambah, indeks vigor, dan kecepatan tumbuh yang lebih tinggi dan efektif untuk mengendalikan X. oryzae pv. oryzae dibanding konsentrasi lainnya.

Perlakuan pestisida nabati juga dapat diintegrasikan dengan

matriconditioning. Penambahan minyak cengkeh dalam matriconditioning

mampu menekan cendawan terbawa benih dan tidak menimbulkan efek toksik (Fadhilah, 2003). Sirait (2006) juga melaporkan bahwa perlakuan

matriconditioning, matriconditioning plus minyak cengkeh atau plus minyak serai

wangi pada benih cabai menunjukkan kecenderungan sebagai perlakuan yang lebih baik daripada perlakuan lainnya karena menghasilkan potensi tumbuh maksimum, daya berkecambah, spontanitas tumbuh, kecepatan tumbuh relatif, dan laju pertumbuhan kecambah yang lebih tinggi.

Perlakuan matriconditioning plus minyak cengkeh pada benih cabai efektif meningkatkan mutu benih cabai hasil panen daripada matriconditioning

(21)

plus minyak serai wangi (Mariam, 2006). Pada benih padi, Ilyas et al. (2008a) melaporkan bahwa perlakuan matriconditioning plus minyak serai wangi 1 % menghasilkan daya berkecambah tertinggi, meningkatkan indeks vigor, dan menurunkan tingkat infeksi X. oryzae pv. oryzae.

Agens Hayati

Agens hayati merupakan makhluk hidup yang digunakan untuk mengendalikan makhluk hidup lain yang tidak diinginkan (biopesticide). Agens hayati juga dapat berfungsi sebagai pemacu pertumbuhan dengan berasosiasi positif dengan tanaman. Menurut Ilyas (2006), untuk melindungi benih dari patogen dapat dilakukan perlakuan benih diantaranya menggunakan pestisida sintetik, pestisida nabati, dan mikroorganisme yang memberikan pengaruh berlawanan terhadap patogen. Perlakuan agens hayati Bacillus polymixa atau

Pseudomonas fluorescence atau kombinasi keduanya lebih efektif untuk

menurunkan kejadian penyakit antraknosa pada cabai daripada perlakuan fungisida sintetik.

Perlakuan biomatriconditioning Trichoderma harzianum pada benih cabai efektif menurunkan tingkat kontaminasi Colletotrichum capsici dan meningkatkan potensi tumbuh maksimum, daya berkecambah, bobot kering kecambah normal, indeks vigor, kecepatan tumbuh relatif, dan menurunkan T50

(Kumalasari, 2005). Perlakuan biomatriconditioning Pseudomonas fluorescens pada benih cabai dengan kondisi simpan AC dilaporkan mampu meningkatkan viabilitas benih yang ditunjukkan oleh potensi tumbuh maksimum, daya berkecambah, dan bobot kering kecambah normal yang lebih tinggi dibandingkan dengan kontrol benih sehat, kontrol benih terinfeksi maupun perlakuan yang lain hingga masa simpan 24 minggu (Nurhindarno, 2006). Praptamasari (2006) juga melaporkan bahwa biomatriconditioning Gliocladium sp. pada benih cabai dapat meningkatkan indeks vigor dan menurunkan T50.

Agens hayati kode 5/B (Bacillus subtilis) mampu menghambat X. oryzae pv. oryzae yang terbawa benih padi. Perlakuan matriconditioning plus agens hayati kode 5/B nyata menurunkan tingkat infeksi X. oryzae pv. oryzae dan

(22)

meningkatkan vigor benih padi dibandingkan penggunaan bakterisida sintetik. Menurut Ilyas et al. (2008), matriconditioning plus B. subtilis menghasilkan pertumbuhan bibit dan penurunan persentase X. oryzae pv. oryzae yang lebih baik daripada perlakuan lain yang diuji. Agens hayati kode A6 (Pseudomonas sp.) memiliki potensi sebagai agens hayati yang efektif untuk mengendalikan X.

(23)

BAHAN DAN METODE

Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari sampai Juni 2009 di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Benih, Departemen Agronomi dan Hortikultura, IPB dan kebun percobaan Sawah Baru, University Farm, kampus Darmaga, IPB.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan adalah benih padi yang terinfeksi X. oryzae pv.

oryzae secara alami varietas Ciherang dan IR 64, minyak serai wangi, Tween 80,

bakterisida (Agrept 20WP), agen hayati kode A6 (Pseudomonas diminuta), aquades dan bubuk arang sekam (lolos saringan 0.5 mm). Alat yang digunakan adalah botol kultur, spatula, pipet, timbangan, dan ruang penyimpanan terkendali.

Metode

Penelitian ini menggunakan rancangan Petak Terbagi dengan petak utama adalah varietas yang terdiri atas IR64 dan Ciherang, sedangkan anak petak merupakan perlakuan benih yang terdiri atas kontrol, bakterisida 0.2 % (Agrept 20WP), minyak serai wangi 1 %, agens hayati Pseudomonas diminuta (skala IV McFarland), matriconditioning + Agrept 0.2 %, matriconditioning + minyak serai wangi 1 %, matriconditioning + P. diminuta. Pengulangan sebanyak tiga kali sehingga total satuan percobaan berjumlah 42 satuan. Jika terdapat pengaruh nyata perlakuan pada analisis ragam (taraf kepercayaan 95%), maka dilakukan uji lanjut dengan DMRT. Model Rancangan yang digunakan :

Yijk = µ + αj + δij + βk + (α*β)jk + εijk

Keterangan :

Yijk = Respon tanaman terhadap perlakuan dan galat.

µ = Nilai tengah umum αj = Pengaruh perlakuan α ke-j

δij = Galat I

(24)

(α*β)jk = Pengaruh Interaksi perlakuan αke-j dengan β ke-k

εijk = Galat II (percobaan)

Pengolahan Lahan

Tahapan penelitian dimulai dengan pengolahan lahan. Pengolahan lahan dilakukan dengan terlebih dahulu meratakan jerami yang kemudian sengaja dibenamkan dan dibiarkan membusuk selama dua minggu (Gambar 2). Selanjutnya, lahan digaru untuk meratakan tanah. Setelah seminggu, lahan dibagi menjadi petakan-petakan berukuran 3 m x 2.5 m.

Gambar 2. Pengolahan lahan sekaligus membenamkan jerami

Sumber Benih Padi

Benih padi IR64 dan Ciherang yang digunakan berasal dari BB Padi Sukamandi dengan kelas mutu Benih Penjenis. Sebelum digunakan, benih disimpan dalam kemasan plastik dan ditempatkan pada ruangan dengan suhu konstan 16 0C di Laboratorium Penyimpanan Benih Departemen Agronomi dan Hortikultura IPB selama 2 bulan. Sebelumnya benih varietas IR64 dan Ciherang juga telah mengalami penyimpanan selama masing-masing 3 bulan dan 5 bulan pada suhu kamar di gudang penyimpanan BB Padi Sukamandi. Kesehatan benih padi diuji terhadap keberadaan X. oryzae pv. oryzae menggunakan metode

grinding. Metode grinding dilakukan dengan terlebih dahulu mencuci 400 butir

(25)

5 – 15 0C. Setelah itu, 400 butir benih yang telah direndam tersebut ditambahkan

peptone sucrose agar (PSA) cair, kemudian digerus, diendapkan, selanjutnya

supernatan diencerkan dengan perbandingan 1 : 1000 atau 10-3. Kemudian dituangkan dan disebar merata sebanyak 50 µl ke cawan petri yang telah berisi media PSA. Setelah seminggu, koloni X. oryzae pv. oryzae yang terbentuk diamati dengan mata telanjang , kemudian dihitung jumlah koloni yang terbentuk. Hasil pengujian menunjukkan, benih padi yang digunakan telah terinfeksi

Xanthomonas oryzae pv. oryzae sebesar 51 cfu pada IR64 dan 40 cfu pada

Ciherang. Berdasarkan pengujian mutu fisiologis, benih padi IR64 yang digunakan mempunyai daya berkecambah 92.5 % dan indeks vigor 89.5 %, sedangkan benih Ciherang memiliki daya berkecambah sebesar 91 % dan indeks vigor sebesar 90 %.

Perlakuan Benih

Perlakuan benih terdiri atas kontrol, bakterisida 0.2 % (Agrept 20WP), minyak serai wangi 1 %, agens hayati Pseudomonas diminuta, matriconditioning + Agrept 0.2 %, matriconditioning + minyak serai wangi 1 %, matriconditioning + P. diminuta. Kontrol merupakan benih seberat 10.6 g yang tidak diperlakukan. Perlakuan Agrept 0.2 % dilakukan dengan melembabkan 10.6 g benih dengan 12.72 ml larutan Agrept 0.2 %. Perlakuan minyak serai wangi 1 % dilakukan dengan melembabkan 10.6 g benih dengan larutan minyak serai wangi 1 % yang terlebih dahulu dicampur dengan Tween 80 (4 tetes ≈ 4 ml). Perlakuan agens hayati Pseudomonas diminuta dilakukan dengan melembabkan 10.6 g benih dengan larutan P. diminuta (Skala IV McFarland ≈ 4.5 x 108 bakteri/ml) (Gambar 4).

Perlakuan matriconditioning yang diintegrasikan dengan Agrept 0.2 %, minyak serai wangi 1 %, maupun P. diminuta menggunakan perbandingan antara benih : arang sekam : larutan pelembab (Agrept/ minyak serai wangi/ P. diminuta) yaitu 1 : 0.8 : 1.2 (g : g : ml). Perlakuan matriconditioning + Agrept 0.2 % dilakukan dengan mencampur 10.6 g benih dengan 8.48 g arang sekam dan 12.72 ml larutan bakterisida Agrept 0.2 %. Perlakuan matriconditioning + minyak serai

(26)

wangi 1 % dilakukan dengan mencampur 10.6 g benih dengan 8.48 g arang sekam dan 12.72 ml larutan minyak serai wangi 1 % + Tween 80 (4 tetes ≈ 4 ml). Perlakuan matriconditioning + P. diminuta dilakukan dengan mencampur 10.6 g benih dengan 8.48 g arang sekam dan 12.72 ml larutan agens hayati P. diminuta.

Semua perlakuan dilakukan dalam botol transparan pada suhu 20 0C pada dua varietas yaitu Ciherang dan IR64. Pengadukan dilakukan setelah 12 jam inkubasi, lamanya inkubasi 30 jam. Setiap perlakuan pada masing-masing varietas diulang sebanyak tiga kali (Gambar 3).

Gambar 3. Perlakuan benih Gambar 4. Skala kepadatan bakteri menurut McFarland

Penyemaian dan Penanaman di Lapang

Penyemaian dilakukan pada wadah plastik dengan memakai lumpur sawah. Lama penyemaian adalah tiga minggu. Penanaman dilakukan pada 3 minggu setelah semai (MSS) dengan jarak tanam 25 cm x 25 cm. Jumlah bibit yang digunakan adalah dua bibit per lubang tanam.

Pemeliharaan tanaman meliputi penyulaman, penyiangan, pengairan, dan pemupukan. Penyulaman dilakukan paling lambat dua minggu setelah tanam (MST) di sawah. Penyiangan dilakukan pada saat gulma telah mempengaruhi pertumbuhan tanaman. Pengairan dibagi dalam beberapa tahapan, saat tanam sampai 3 MST, petakan dibuat macak-macak. Pada 4-10 MST, petakan diairi setinggi 2 sampai 5 cm. Pada 11 MST sampai primordia berbunga, pengairan dilakukan setinggi 5 cm yang dibiarkan mengering sendiri, selanjutnya diairi

(27)

kembali (demikian berulang-ulang). Fase berbunga sampai 10 hari sebelum panen (HSP), petakan diairi terus-menerus setinggi 5 cm. Pada 10 HSP sampai panen, petakan tidak diairi.

Pemupukan menggunakan pupuk alami (pupuk kandang dari kotoran kambing) dan pupuk kimia. Pupuk kandang diaplikasikan pada saat pengolahan lahan dengan dosis 5 ton/ha. Pemupukan selanjutnya menggunakan 200 kg/ha Urea, 200 kg/ha SP-18 dan 100 kg/ha KCl. Sepertiga dosis Urea, SP-18, dan KCl diaplikasikan pada 3 MST. Pada 6 MST, pemupukan Urea kembali dilakukan (sepertiga dosis keseluruhan). Pada saat primordia berbunga, sepertiga dosis pupuk urea diaplikasikan kembali.

Pengamatan

Pengamatan dilakukan pada pertumbuhan tanaman, serangan hawar daun bakteri serta komponen hasil dan hasil panen.

Pertumbuhan tanaman

 Persentase tumbuh bibit

Persentase tumbuh bibit dihitung pada 3 MSS pada 20 bibit contoh.

 Bobot kering bibit

Bobot kering bibit (mg) diukur pada 3 MSS dengan mengambil 10 bibit dari persemaian. Bibit contoh tersebut dioven pada suhu 60 0C selama 3 x 24 jam. Nilai bobot kering bibit didapatkan dengan membagi bobot kering bibit total (10 bibit) dengan angka sepuluh sehingga didapatkan bobot kering bibit per satuan bibit.

 Jumlah anakan

Jumlah anakan dihitung mulai pada 6, 7, 8, 9, 10 MSS dan saat panen (pemindahan bibit ke lapang dilakukan pada 3 MSS) pada lima tanaman contoh.

 Bobot kering brangkasan

Bobot kering brangkasan (g) diukur dengan mencabut tiga tanaman tanpa malai dan mengovennya pada suhu 60 0C selama 3 x 24 jam. Nilai bobot

(28)

kering brangkasan didapatkan dengan membagi bobot kering brangkasan total (tiga rumpun) dengan angka tiga sehingga didapatkan bobot kering brangkasan per satuan rumpun.

 Tinggi tanaman

Tinggi tanaman (cm) diukur dari permukaan tanah pada umur 1, 2, 3, 6, 7, 8, 9, 10 MSS. Saat panen, tinggi tanaman diukur dari permukaan tanah sampai ujung malai terpanjang.

Serangan Hawar daun Bakteri

Serangan hawar daun bakteri diamati intensitasnya berdasarkan persentase luas daun terserang dibandingkan luas total permukaan daun. Pengamatan dilakukan pada lima tanaman contoh per satuan percobaan pada 11, 12, 13 MSS dan saat panen.

Komponen Hasil dan Hasil

 Anakan produktif

Anakan produktif dihitung pada saat panen. Anakan produktif merupakan anakan yang menghasilkan malai. Pengamatan dilakukan pada lima tanaman contoh per satuan percobaan.

 Panen ubinan

Panen ubinan dilakukan saat panen dengan memanen ubinan seluas 3 m2 dan tidak menyertakan tanaman pinggir.

 Jumlah malai per rumpun

Jumlah malai per rumpun dihitung saat panen pada lima tananam contoh.

 Jumlah gabah bernas per malai

Jumlah gabah bernas per malai dihitung dengan mengambil satu malai secara acak dari masing-masing lima tanaman contoh.

(29)

Jumlah gabah hampa per malai dihitung dengan mengambil satu malai secara acak dari masing-masing lima tanaman contoh.

 Bobot gabah bernas per malai

Bobot gabah bernas per malai didapatkan dengan menimbang gabah bernas yang diambil dari malai yang digunakan untuk peubah jumlah gabah bernas per malai.

 Persentase gabah bernas per rumpun

Persentase gabah bernas per rumpun dihitung dengan merontokkan semua malai dalam satu rumpun dan menghitung persentase gabah bernasnya. Pengamatan dilakukan pada lima tanaman contoh per satuan percobaan.

 Persentase gabah hampa per rumpun

Persentase gabah hampa per rumpun dihitung dengan merontokkan semua malai dalam satu rumpun dan menghitung persentase gabah hampanya. Pengamatan dilakukan pada lima tanaman contoh per satuan percobaan

(30)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Umum Pertanaman

Pengendalian organisme pengganggu tanaman (OPT) secara kimiawi tidak dilakukan. Hal ini karena dikhawatirkan pengendalian hama dan penyakit dengan senyawa kimia dapat menimbulkan bias terhadap perlakuan benih. Pengendalian OPT hanya dilakukan dengan kultur teknis manual yaitu pengendalian gulma secara intensif. Hal ini dilakukan karena gulma dapat menjadi tanaman inang bagi hama dan penyakit (Gambar 5).

Gambar 5. Kondisi pertanaman padi setelah pengendalian gulma di pematang sawah

Hama yang banyak menyerang pertanaman adalah keong mas, belalang, walang sangit, dan burung. Keong mas menyerang bibit padi yang masih muda. Keong mas menyerang padi dengan cara memarut jaringan tanaman dan memakannya (Hasanuddin, 2003). Keong mas dikendalikan dengan mengambilnya dari kemalir yang telah dibuat di pinggir petakan (Gambar 5). Dengan adanya kemalir, keong mas akan berkumpul di kemalir sehingga mempermudah menyingkirkannya dari petakan. Belalang menyerang tanaman padi dengan memakan daun tanaman. Walang sangit menyerang dengan cara menghisap cairan dalam bulir padi yang masih muda. Burung menyerang tanaman yang mulai menguning dengan memakan bulir-bulir padi yang telah masak. Pengendalian burung dilakukan dengan membuat orang-orangan sawah yang berfungsi untuk menghalau burung.

Pematan g Saluran

air Kemalir

(31)

Rekapitulasi Sidik Ragam

Tabel 1. Rekapitulasi sidik ragam pengaruh varietas, perlakuan benih, dan interaksi antara keduanya terhadap peubah-peubah yang diamati (Lampiran 3-7)

Peubah Pengamatan minggu ke- Varietas Perlakuan benih Varietas x Perlakuan benih Pr > F Pr > F Pr > F DTB 1 0.0592 tn 0.0009** 0.3405 tn BKB 3 0.6986 tn <0.0001** 0.7974 tn TT 1 <0.0001** <0.0001** 0.3259 tn 2 0.0005** <.0001** 0.2613 tn 3 0.3195 tn 0.0015** 0.3058 tn 6 0.0341* 0.5965tn 0.0320* 7 0.2491 tn 0.5979 tn 0.0521 tn 8 0.7634 tn 0.3798 tn 0.1168 tn 9 0.8916 tn 0.6324 tn 0.1549 tn 10 0.6743 tn 0.4223 tn 0.0164* Panen 0.0050 tn 0.2301 tn 0.3998 tn JA 6 0.1218 tn 0.9386 tn 0.5582 tn 7 0.0067** 0.8832 tn 0.6356 tn 8 0.0046** 0.8671 tn 0.5324 tn 9 0.0013** 0.6340 tn 0.9063 tn 10 0.0046** 0.3816 tn 0.5996 tn Panen 0.0225* 0.8036 tn 0.7788 tn BKBr Panen 0.2371tn 0.4275 tn 0.7535 tn HDB 11 0.8212 tn 0.0989 tn 0.9111 tn 12 0.5230 tn 0.2893 tn 0.9623 tn 13 0.1239 tn 0.2712 tn 0.0709 tn Panen 0.9623 tn 0.3525 tn 0.6870 tn AP Panen 0.0232* 0.7972 tn 0.7844 tn PU Panen 0.0299* 0.0380* 0.2954 tn BGBM Panen 0.1199 tn 0.2615 tn 0.9781 tn ∑GH/M Panen <0.0001** 0.9669 tn 0.9669 tn %GB/R Panen 0.0002** 0.1793 tn 0.8660 tn %GH/R Panen 0.0002** 0.1793 tn 0.8660 tn

Keterangan: DTB: daya tumbuh bibit, BKB: bobok kering bibit, TT: tinggi tanaman, JA: jumlah anakan, HDB: hawar daun bakteri, BKBr: bobot kering brangkasan, AP: anakan produktif, PU: panen ubinan, BGBM: bobot gabah bernas per malai, ∑GH/M: jumlah gabah hampa/malai, %GB/R: persentase gabah bernas/rumpun, %GH/R: persentase gabah hampa/rumpun. (tn): tidak berpengaruh, (*): berpengaruh nyata, (**): berpengaruh sangat nyata.

(32)

Varietas berpengaruh sangat nyata terhadap tinggi tanaman minggu ke-1 dan 2, jumlah anakan minggu ke-7 sampai 10, jumlah gabah hampa per malai, persentase bobot gabah bernas per rumpun, dan persentase bobot gabah hampa per rumpun. Varietas juga berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman minggu ke-6, jumlah anakan saat panen, anakan produktif, dan panen ubinan.

Perlakuan benih berpengaruh sangat nyata terhadap daya tumbuh bibit, bobot kering bibit, tinggi tanaman minggu ke-1 sampai 3. Perlakuan juga berpengaruh nyata terhadap panen ubinan. Interaksi antara varietas dan perlakuan benih hanya terjadi pada tinggi tanaman minggu ke-6 dan 10.

Pertumbuhan Tanaman

Daya Tumbuh Bibit, Bobot Kering Bibit, dan Bobot Kering Brangkasan

Pada peubah persentase daya tumbuh bibit diketahui varietas tidak berpengaruh nyata, perlakuan benih berpengaruh sangat nyata, dan interaksi antara keduanya tidak berpengaruh nyata (Tabel 1).

Perlakuan benih yang terbaik untuk meningkatkan daya tumbuh bibit adalah matriconditioning + Agrept 0.2 % (94.1 %) dibandingkan perlakuan benih lainnya maupun kontrol (77.5 %) (Tabel 2). Hal ini sesuai dengan penelitian Rachmawati (2009) yang menyatakan bahwa matriconditioning + Agrept 0.2 % dapat meningkatkan daya berkecambah benih padi. Perlakuan matriconditioning + minyak serai wangi dan matriconditioning + P. diminuta tidak lebih baik daripada matriconditioning + Agrept 0.2 %. Menurut Nghiep and Gaur (2005), perlakuan kimia (Vitavax, Thiram, dan Mancozeb) terhadap benih padi juga dilaporkan dapat mempertahankan viabilitas benih ≥ 80% walaupun telah mengalami penyimpanan selama 6 bulan.

Semua perlakuan benih (kecuali minyak serai wangi) menghasilkan daya tumbuh bibit yang lebih tinggi daripada kontrol. Hal ini sesuai dengan penelitian Ilyas (2008a) yang menyatakan bahwa perlakuan Agrept 0.2 % atau matriconditioning + minyak serai wangi 1 % dapat meningkatkan daya berkecambah benih padi. Ilyas et al. (2007) juga mengatakan bahwa perlakuan matriconditioning yang diintegrasikan dengan agens hayati Bacillus subtilis dapat meningkatkan vigor benih padi.

(33)

Tabel 2. Pengaruh perlakuan benih terhadap daya tumbuh bibit, bobot kering bibit dan bobot kering brangkasan

Perlakuan Daya Tumbuh Bibit

(%) BK Bibit (mg)* BK Brangkasan (g)** P0 77.5 c 31.833 d 65.345 P1 83.3 bc 39.500 cd 72.028 P2 75.0 c 44.500 bc 62.250 P3 80.8 bc 50.833 ab 71.117 P4 94.1 a 57.167 a 72.811 P5 80.8 bc 49.167 ab 75.511 P6 87.5 ab 51.000 ab 76.983

Keterangan: P0 = kontrol, P1 = bakterisida, P2 = minyak serai wangi, P3 = agens hayati, P4 =

matriconditioning + Agrept 0.2 %, P5 = matriconditioning + minyak serai wangi, P6

= matriconditioning + P. diminuta. Rataan yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji DMRT pada α = 0.05. *: Nilai rata-rata dari sepuluh bibit. **: Nilai rata-rata dari tiga rumpun.

Perlakuan benih yang menunjukkan persentase daya tumbuh bibit terendah adalah minyak serai wangi (75 %) dan kontrol (77.5 %). Perlakuan minyak serai wangi memiliki persentase daya tumbuh bibit yang rendah diduga akibat kelarutan minyak serai wangi yang rendah sehingga kurang terserap oleh benih. Kurangnya penyerapan bahan pelarut (minyak serai wangi) oleh benih menyebabkan pengaruh conditioning melalui perendaman menjadi kurang maksimal. Menurut Untari (2003), terdapat kecenderungan bahwa semakin tinggi konsentrasi perlakuan minyak cengkeh pada benih cabai akan menyebabkan peningkatan T50.

Pengaruh varietas tidak nyata terhadap bobot kering bibit. Namun, pengaruh perlakuan sangat nyata, sedangkan interaksi antara keduanya tidak nyata. Pada peubah ini perlakuan benih yang terbaik adalah matriconditioning + Agrept 0.2 % dengan bobot kering bibit sebesar 57.167 mg. Pada skala laboratorium, perlakuan matriconditioning + Agrept 0.2 % dapat meningkatkan bobot kering kecambah normal benih padi (Rachmawati, 2009). Dengan demikian, pengaruh perlakuan matriconditioning + Agrept 0.2 % tidak hanya berpengaruh pada skala laboratorium, namun juga efektif untuk diaplikasikan di lapang. Kontrol menunjukkan bobot kering bibit yang paling ringan (31.833 mg).

(34)

Pengaruh varietas, perlakuan benih, dan interaksi antara varietas dengan perlakuan benih tidak berpengaruh nyata terhadap bobot kering brangkasan (Tabel 1). Hal ini menunjukkan bahwa pengaruh faktor yang diuji hanya terletak pada kecepatan pertumbuhan (fase awal) karena pada akhirnya menghasilkan kuantitas pertumbuhan yang sama. Selain itu, stagnasi pertumbuhan pada saat pemindahan tanam diduga menghilangkan pengaruh perlakuan pada masa penyemaian sehingga menyebabkan bobot kering brangkasan tidak berbeda nyata.

Tinggi Tanaman

Perlakuan benih berpengaruh sangat nyata hanya pada minggu ke-1 sampai 3. Varietas berpengaruh sangat nyata pada minggu ke-1 dan 2 serta berpengaruh nyata pada minggu ke-6. Pengaruh interaksi antara varietas dan perlakuan benih hanya berpengaruh nyata pada minggu ke-6 dan 10 (Tabel 1).

Pengaruh perlakuan benih pada minggu ke-1 dan 2 menunjukkan bahwa perlakuan matriconditioning + Agrept 0.2 % menghasilkan tinggi tanaman tertinggi dibandingkan dengan perlakuan lain yaitu 14.2 cm dan 24 cm, kontrol menunjukkan tinggi tanaman yang paling rendah (6.7 cm dan 17.7 cm) (Tabel 3). Pada skala laboratorium, Rachmawati (2009) melaporkan bahwa perlakuan matriconditioning + Agrept 0.2 % dapat meningkatkan kecepatan tumbuh kecambah padi.

Pada minggu ke-3, perlakuan minyak serai wangi, agens hayati, matriconditioning + Agrept 0.2 %, dan matriconditioning + minyak serai wangi menghasilkan tinggi tanaman yang lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan lain yaitu berturut-turut 28.2 cm, 28 cm, 27.9 cm, dan 27.4 cm. Kontrol masih menunjukkan tinggi tanaman yang terendah (26 cm) dibandingkan dengan perlakuan lain (Tabel 3). Mariam (2006) melaporkan bahwa perlakuan matriconditioning plus minyak serai wangi dapat meningkatkan pertumbuhan vegetatif tanaman cabai di rumah kaca.

Pengaruh varietas pada minggu ke-1 dan 2 menunjukkan Ciherang memiliki tinggi tanaman yang lebih tinggi (11.7 cm dan 22.4 cm) dibandingkan dengan IR64 (10.3 cm dan 21.3 cm). Pada minggu ke-3 kedua varietas tidak berbeda nyata terhadap tinggi tanaman. Namun, pada minggu ke-6 tanaman padi varietas IR64 (44.3 cm) lebih tinggi daripada Ciherang (42.7 cm) (Tabel 4). Berdasarkan deskripsi varietas, varietas IR64 memiliki tinggi tanaman yang lebih tinggi daripada Ciherang (Suprihatno et al., 2007).

(35)

Tabel 3. Pengaruh perlakuan benih terhadap tinggi tanaman

Perla-kuan

Tinggi tanaman (cm) minggu ke-

1 2 3 6 7 8 9 10 Panen P0 6.7 e 17.7d 26.0 b 43.9 56.5 64.3 74.9 83.4 108.4 P1 12.4 b 21.6c 26.1 b 44.2 53.5 61.6 73.1 81.8 106.7 P2 9.4 d 22.0bc 28.2 a 43.9 55.7 65.5 75.7 84.0 109.0 P3 11.2 c 22.5bc 28.0 a 44.3 55.6 63.9 75.1 85.6 108.2 P4 14.2 a 24.0a 27.9 a 41.9 53.6 62.4 74.3 83.3 107.5 P5 9.9 d 22.8b 27.4 a 43.2 54.3 63.3 74.8 84.0 108.4 P6 13.2ab 22.6bc 26.9ab 43.1 55.1 64.4 76.1 84.3 110.7

Keterangan: P0 = kontrol, P1 = bakterisida, P2 = minyak serai wangi, P3 = agens hayati, P4 =

matriconditioning + Agrept 0.2 %, P5 = matriconditioning + minyak serai wangi, P6

= matriconditioning + P. diminuta. Rataan yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji DMRT pada α = 0.05.

Tabel 4. Pengaruh varietas terhadap tinggi tanaman Varietas

Tinggi tanaman (cm) minggu ke-

1 2 3 6 7 8 9 10 Panen

Ciherang 11.7a 22.4a 27.4 42.7b 54.3 63.8 74.9 83.6 109.6 IR-64 10.3b 21.3b 27.1 44.3a 55.5 63.5 74.8 83.9 107.2

Keterangan: Rataan yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji DMRT pada α = 0.05.

Tabel 5. Pengaruh interaksi antara varietas dan perlakuan benih terhadap tinggi tanaman minggu ke-6

Varietas Perlakuan benih

P0 P1 P2 P3 P4 P5 P6

...Tinggi tanaman (cm)...

IR64 42.9ab 45.6a 45.7a 43.9a 45.3a 44.3a 42.4ab Ciherang 45.0a 42.8ab 42.0ab 44.7a 38.5b 42.0ab 43.9a

Keterangan: P0 = kontrol, P1 = bakterisida, P2 = minyak serai wangi, P3 = agens hayati, P4 =

matriconditioning + Agrept 0.2 %, P5 = matriconditioning + minyak serai wangi, P6

= matriconditioning + P. diminuta. Rataan yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji DMRT pada α = 0.05.

(36)

Tabel 6. Pengaruh interaksi antara varietas dan perlakuan benih terhadap tinggi tanaman minggu ke-10

Varietas

Perlakuan benih

P0 P1 P2 P3 P4 P5 P6

...Tinggi tanaman (cm)...

IR64 85.9ab 83.4abc 84.2abc 85.6abc 83.4abc 84.9abc 80.3c Ciherang 81.0bc 80.2c 83.8abc 85.6abc 83.2abc 83.1abc 88.3a

Keterangan: P0 = kontrol, P1 = bakterisida, P2 = minyak serai wangi, P3 = agens hayati, P4 =

matriconditioning + Agrept 0.2 %, P5 = matriconditioning + minyak serai wangi, P6

= matriconditioning + P. diminuta. Rataan yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji DMRT pada α = 0.05.

Interaksi antara varietas dan perlakuan benih yang terjadi hanya pada tinggi tanaman minggu tertentu menunjukkan bahwa interaksi tersebut belum terlalu berpengaruh pada keseluruhan perkembangan tanaman (Tabel 5 dan 6). Pada minggu ke-6, perlakuan Agrept 0.2 %, minyak serai wangi 1 %, agens hayati, matriconditioning + Agrept 0.2%, dan matriconditioning + minyak serai wangi 1 % pada varietas IR64; dan kontrol, agens hayati, dan matriconditioning +

P. diminuta pada varietas Ciherang menghasilkan tinggi tanaman yang lebih

tinggi (Tabel 5). Namun, pada minggu ke 10, perlakuan matriconditioning + P.

diminuta pada varietas Ciherang menghasilkan tinggi tanaman tertinggi (88.3 cm)

(Tabel 6). Hal ini menunjukkan penggunaan agens hayati cukup baik karena akan terus bersinergi dengan tanaman selama agens hayati tersebut terus hidup dan berkembang.

Jumlah Anakan

Varietas berpengaruh sangat nyata pada minggu ke-7 sampai 10 dan berpengaruh nyata pada saat panen. Perlakuan benih dan interaksi antara varietas dan perlakuan benih tidak berpengaruh nyata. Pengaruh varietas pada minggu ke-7 sampai 10 dan saat panen menunjukkan kesamaan yaitu IR64 memiliki jumlah anakan yang lebih banyak daripada Ciherang walaupun pada minggu ke-6 tidak berbeda nyata (Tabel 7). Secara genetik IR64 memiliki potensi jumlah anakan yang lebih banyak daripada Ciherang (Suprihatno et al., 2007).

(37)

Tabel 7. Pengaruh varietas terhadap jumlah anakan Perlakuan

Jumlah anakan minggu ke-

6 7 8 9 10 Panen

Ciherang 12.886 20.324 b 23.829 b 26.124 b 25.143 b 19.2571 b IR-64 15.267 25.010 a 27.895 a 30.743 a 28.581 a 21.3810 a

Keterangan: Rataan yang tidak diikuti huruf pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata (tidak berpengaruh pada sidik ragam). Rataan yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji DMRT pada α = 0.05.

Serangan Hawar Daun Bakteri

Pengaruh perlakuan benih, varietas, maupun interaksi antara varietas dengan perlakuan benih terhadap serangan hawar daun bakteri (HDB) tidak nyata (Tabel 1). Koefisien keragaman pengamatan HDB pada minggu ke 11, 12, dan 13 cukup tinggi yaitu berturut-turut 40.5 %, 30.4 %, dan 30.8 %. Hal ini mengindikasikan bahwa kejadian serangan HDB di lapangan masih dipengaruhi oleh lingkungan yang tidak terkendalikan (terutama penyebaran patogen). Pada saat panen, koefisien keragaman lebih menurun yaitu 11.5 %. Hal ini diduga karena fase pertumbuhan tanaman yang telah dewasa sehingga penyebaran patogen sudah rendah.

Tabel 8. Pengaruh perlakuan benih terhadap serangan hawar daun bakteri

Perlakuan 11 MST 12 MST 13 MST Panen ... (%)... P0 3.700 4.233 4.300 12.200 P1 3.366 3.566 3.266 11.066 P2 2.433 3.000 2.866 11.333 P3 2.233 2.933 3.133 11.366 P4 2.366 3.066 3.233 10.300 P5 2.600 3.066 3.133 10.933 P6 1.966 3.100 2.933 11.066

Keterangan: : P0 = kontrol, P1 = bakterisida, P2 = minyak serai wangi, P3 = agens hayati, P4 =

matriconditioning + Agrept 0.2 %, P5 = matriconditioning + minyak serai wangi,

P6 = matriconditioning + P. diminuta. Koefisien keragaman 11 MST sampai panen berurutan: 40.5 %, 30.4 %, 30.8 %, dan 11.5%. Rataan yang tidak diikuti huruf pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata (tidak berpengaruh pada sidik ragam) pada α = 0.05.

(38)

Perlakuan Agrept 0.2 %, minyak serai wangi 1 %, dan matriconditioning plus Agrept 0.2 % atau minyak serai wangi 1 % dapat menurunkan tingkat infeksi

X. oryzae pv. oryzae pada benih padi (Rachmawati, 2009). Perlakuan matriconditioning plus minyak serai wangi pada benih padi juga dilaporkan

mampu menurunkan tingkat infeksi X. oryzae pv. oryzae dari 51 cfu menjadi 0 cfu (Ilyas et al., 2008a). Berdasarkan konsep piramida penyakit, serangan penyakit di lapang merupakan interaksi antara keberadaan patogen penyebab penyakit, adanya tanaman inang, dan lingkungan yang mendukung. Dengan demikian, pengendalian penyakit yang hanya pada pengendalian patogen penyebabnya masih kurang efektif.

Perlakuan benih yang menunjukkan kecenderungan menurunkan serangan HDB pada 11 MST adalah matriconditioning + P. diminuta. Namun, pada saat panen matriconditioning + Agrept 0.2 % merupakan perlakuan yang cenderung dapat menurunkan serangan HDB (Tabel 8). Berdasarkan penilaian gejala serangan HDB (Lampiran 10), serangan hawar daun bakteri yang terjadi masih pada tingkat tahan (IRRI, 1996).

Tabel 9. Pengaruh varietas terhadap serangan hawar daun bakteri

Varietas 11 MST 12 MST 13 MST Panen

... (%)...

IR 64 2.6286 3.3810 3.5143 11.1905

Ciherang 2.7048 3.1810 3.0190 11.1714

Keterangan: Rataan yang tidak diikuti huruf pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata (tidak berpengaruh pada sidik ragam) pada α = 0.05.

Varietas Ciherang menunjukkan kecenderungan lebih tahan terhadap serangan HDB daripada IR64 (Tabel 9). Berdasarkan deskripsi varietas padi, Ciherang tahan terhadap HDB strain III dan IV, sedangkan IR64 hanya bersifat agak tahan terhadap HDB strain IV (Suprihatno et al., 2007).

(39)

Komponen Hasil dan Hasil Panen

Anakan Produktif dan Jumlah Gabah Hampa per Malai

Perlakuan benih tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah anakan produktif dan jumlah gabah hampa per malai (Tabel 1). Namun demikian, perlakuan matriconditioning + P. diminuta menunjukkan kecenderungan menghasilkan jumlah anakan produktif yang lebih banyak daripada perlakuan lain (Tabel 10).

Varietas berpengaruh nyata terhadap jumlah anakan produktif, IR64 memiliki anakan produktif yang lebih banyak daripada Ciherang (Tabel 11). Hal ini sesuai dengan sifat genetik IR64 yang memiliki anakan produktif lebih banyak daripada Ciherang (Suprihatno et al., 2007).

Varietas berpengaruh sangat nyata terhadap jumlah gabah hampa per malai (Tabel 1). Ciherang menunjukkan jumlah gabah hampa per malai yang jauh lebih banyak daripada IR64 (Tabel 11). Salah satu penyebabnya adalah serangan hama walang sangit yang cukup tinggi pada Ciherang. Lokasi penanaman varietas Ciherang lebih jauh dari jangkauan penjaga sawah daripada varietas IR64 sehingga Ciherang cenderung lebih banyak terserang walang sangit.

Tabel 10. Pengaruh perlakuan benih terhadap jumlah anakan produktif dan jumlah gabah hampa per malai

Perlakuan ∑ Anakan produktif ∑ Gabah hampa/malai

P0 18.9 53.0 P1 20.0 55.2 P2 19.8 53.8 P3 20.7 57.0 P4 20.4 53.2 P5 20.7 51.6 P6 21.5 54.6

Keterangan: : P0 = kontrol, P1 = bakterisida, P2 = minyak serai wangi, P3 = agens hayati, P4 =

matriconditioning + Agrept 0.2 %, P5 = matriconditioning + minyak serai wangi,

(40)

Tabel 11. Pengaruh varietas terhadap jumlah anakan produktif dan jumlah gabah hampa per malai

Varietas ∑ Anakan produktif ∑ Gabah hampa/ malai

Ciherang 19.2 b 63.3 a

IR-64 21.3 a 44.8 b

Keterangan: Rataan yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji DMRT pada α = 0.05.

Panen Ubinan, Persentase Gabah Bernas per Rumpun, dan Persentase Gabah Hampa per Rumpun

Perlakuan benih berpengaruh nyata terhadap panen ubinan (Tabel 1). Perlakuan minyak serai wangi, matriconditioning + P. diminuta, agens hayati, dan matriconditioning + Agrept 0.2 % menghasilkan panen ubinan terbanyak berturut-turut 1.49 kg, 1.45 kg, 1.38 kg, dan 1.36 kg dibandingkan dengan perlakuan lain maupun kontrol (1.28 kg) (Tabel 12). Perlakuan minyak serai wangi menghasilkan panen ubinan yang tinggi diduga disebabkan persentase gabah bernas per rumpunnya cenderung tinggi (86.63 %) (setelah matriconditioning + minyak serai wangi), sedangkan matriconditioning + P. diminuta menghasilkan jumlah anakan produktif (21.5) yang lebih banyak daripada perlakuan lain maupun kontrol (18.9) (Tabel 10).

Tabel 12. Pengaruh perlakuan benih terhadap panen ubinan, persentase gabah bernas per rumpun, dan persentase gabah hampa per rumpun

Perlakua n Ubinan (kg) Bobot gabah bernas/ malai (g) % Gabah bernas/ rumpun % Gabah hampa/ rumpun P0 1.2822 ab 2.0860 82.273 17.727 P1 1.1302 b 2.1185 82.119 17.881 P2 1.4967 a 2.3722 86.635 13.365 P3 1.3820 a 2.3252 84.865 15.135 P4 1.3667 a 2.4525 85.884 14.116 P5 1.3007 ab 2.4688 86.659 13.341 P6 1.4585 a 2.4855 86.554 13.446

Keterangan: P0 = kontrol, P1 = bakterisida, P2 = minyak serai wangi, P3 = agens hayati, P4 =

matriconditioning + Agrept 0.2 %, P5 = matriconditioning + minyak serai wangi, P6

= matriconditioning + P. diminuta. Rataan yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji DMRT pada α = 0.05.

(41)

Perlakuan agens hayati dapat meningkatkan panen ubinan diduga disebabkan oleh jumlah anakan produktif yang mendekati perlakuan matriconditioning + P. diminuta. Rendahnya persentase gabah hampa per rumpun dan serangan hawar daun bakteri yang paling rendah pada saat panen diduga sebagai penyebab tingginya hasil ubinan perlakuan matriconditioning + Agrept 0.2 %.

Perlakuan benih tidak berpengaruh pada bobot gabah bernas per malai, persentase gabah bernas per rumpun, dan persentase gabah hampa per rumpun (Tabel 1). Namun demikian, perlakuan matriconditioning + P. diminuta menunjukkkan kecenderungan menghasilkan bobot gabah bernas per malai yang lebih tinggi (2.48 g). Perlakuan matriconditioning + minyak serai wangi menunjukkan kecenderungan menghasilkan persentase gabah bernas per rumpun yang lebih tinggi (86.65 %) daripada perlakuan lainnya. Kontrol dan bakterisida menunjukkan kecenderungan menghasilkan persentase gabah hampa per rumpun yang lebih tinggi daripada perlakuan lainnya masing-masing 17.72 % dan 17.88 % (Tabel 12).

Varietas berpengaruh nyata terhadap panen ubinan, sedangkan pengaruh interaksi antara varietas dengan perlakuan benih terhadap panen ubinan tidak nyata (Tabel 1). Varietas IR64 menghasilkan panen ubinan yang lebih banyak daripada Ciherang yaitu 1.41 kg. Berdasarkan deskripsi varietas, seharusnya Ciherang memiliki hasil yang lebih tinggi daripada IR64 (Suprihatno et al., 2007). Kejanggalan ini disebabkan oleh persentase gabah hampa per rumpun varietas Ciherang (17.55 %) yang jauh lebih banyak daripada IR64 (Tabel 13) dan sekaligus memiliki bobot gabah bernas per malai dan persentase gabah bernas per rumpun yang juga jauh lebih sedikit daripada IR64 yaitu 2.24 g dan 82. 44 %. Tingginya persentase gabah hampa per rumpun ini menyebabkan terjadinya kehilangan hasil (panen ubinan) yang cukup besar pada Ciherang. Persentase gabah hampa per rumpun yang tinggi pada varietas Ciherang diduga disebabkan oleh serangan walang sangit yang cukup tinggi.

Tabel 13. Pengaruh varietas terhadap panen ubinan, persentase gabah bernas per rumpun, dan persentase gabah hampa per rumpun

Varietas Ubinan (kg) Bobot gabah bernas/ malai (g) % Gabah bernas/ rumpun % Gabah hampa/ rumpun Ciherang 1.28029 b 2.2440 82.441 b 17.559 a IR-64 1.41024 a 2.4156 87.556 a 12.444 b

Keterangan: Rataan yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji DMRT pada α = 0.05.

(42)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Matriconditioning + Agrept 0.2 % merupakan perlakuan benih yang

terbaik dalam meningkatkan persentase daya tumbuh bibit dan bobot kering bibit. Perlakuan minyak serai wangi, agens hayati, matriconditioning + Agrept 0.2%, dan matriconditioning + minyak serai wangi merupakan perlakuan benih yang menghasilkan pertumbuhan tinggi tanaman tertinggi selama masa penyemaian. Pada minggu ke-10, perlakuan matriconditioning + P. diminuta pada benih padi Ciherang menghasilkan tinggi tanaman yang tertinggi. Jumlah anakan, jumlah anakan produktif, bobot gabah bernas per malai, persentase gabah bernas per rumpun, dan panen ubinan padi varietas IR64 lebih tinggi daripada Ciherang. Hal ini diduga karena serangan hama walang sangit yang cukup tinggi pada varietas Ciherang.

Varietas, perlakuan benih, dan interaksi antara keduanya tidak berpengaruh nyata terhadap serangan HDB di lapang. Perlakuan minyak serai wangi, matriconditioning + P. diminuta, agens hayati, matriconditioning + Agrept 0.2 % menghasilkan panen ubinan tertinggi dibandingkan dengan perlakuan lain.

Saran

Penulis menyarankan untuk menggunakan sistem tanam Tabela (tanam benih langsung) dengan menggunakan alat khusus untuk melihat pengaruh perlakuan benih pada pertumbuhan setelah fase bibit tanpa dipengaruhi oleh stagnasi pertumbuhan yang disebabkan proses pemindahan tanam. Penelitian lebih lanjut juga diperlukan untuk mengetahui pengaruh perlakuan benih terhadap perubahan anatomi dan biokimia dalam benih padi.

Gambar

Gambar 1. Tetesan eksudat (ooze) bakteri Xanthomonas oryzae pv. oryzae yang   dapat diamati pada pagi hari
Gambar 2. Pengolahan lahan sekaligus membenamkan jerami
Gambar 5. Kondisi pertanaman padi setelah   pengendalian gulma di pematang sawah

Referensi

Dokumen terkait

Penyusunan program penyuluhan pertanian bersama petani menyiratkan suatu pandangan luas tentang partisipasi masyarakat. Partisipasi merupakan keterlibatan masyarakat

PLN (Persero) Wilayah NTT sebaiknya dapat memperhatikan hasil dari kuesioner yang masih termasuk dalam kategori rendah yaitu pada variabel kompensasi, dimana karyawan

Berdasarkan kesimpulan yang telah diuraikan di atas, maka saran yang dapat diberikan adalah : 1) Lampung Post dapat dan mengembangkan strategi pemasaran khususnya dalam

Metode yang dilakukan dalam pengerjaan tugas akhir ini dimulai dengan tahapan observasi atau pengamatan pada perusahaan, strukturisasi data untuk dapat menghasilkan

Proses pembentukan konsep dan pendalaman ide diperlukan waktu yang cukup untuk mendapatkan hasil yang maksimal, proses manajemen waktu sangatlah kritis dan memegang peranan penting

Tazkiyatun nafsi adalah perilaku santri di markaz al Aziziyah Lueng Bata Banda Aceh, dalam perilaku mereka tidak mengalami gangguan psikis yang berat karena

Suatu pertanyaan dikatakan valid dan dapat mengukur variabel penelitian yang dimaksud jika nilai koefisien validitasnya lebih dari atau sama dengan 0,30 (Kaplan &amp;