• Tidak ada hasil yang ditemukan

16. PENETAPAN KONDUKTIVITAS HIDROLIK TANAH DALAM KEADAAN JENUH: METODE LABORATORIUM

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "16. PENETAPAN KONDUKTIVITAS HIDROLIK TANAH DALAM KEADAAN JENUH: METODE LABORATORIUM"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

16. PENETAPAN KONDUKTIVITAS

HIDROLIK TANAH DALAM KEADAAN

JENUH: METODE LABORATORIUM

Ai Dariah, Yusrial, dan Mazwar

1. PENDAHULUAN

Pergerakan air di dalam tanah merupakan aspek penting dalam hubungannya dengan bidang pertanian. Beberapa proses penting, seperti masuknya air ke dalam tanah, pergerakan air ke zona perakaran, keluarnya air lebih (excess water) atau drainase, aliran permukaan, dan evaporasi, sangat dipengaruhi oleh kemampuan tanah untuk melewatkan air. Parameter atau ukuran yang dapat menggambarkan kemampuan tanah dalam melewatkan air disebut sebagai konduktivitas hidrolik (hydraulik conductivity) (Klute dan Dirksen, 1986).

Tingkat kemampuan tanah untuk melewatkan air sangat dipengaruhi oleh kadar air tanah. Oleh karena itu, konduktivitas hidrolik tanah dibedakan menjadi 2, yakni konduktivitas hidrolik dalam keadaan tidak jenuh, dan dalam keadaan jenuh. Dalam bab ini dibahas konduktivitas hidrolik tanah dalam keadaan jenuh, atau dikenal pula dengan sebutan permeabilitas tanah (soil permeability).

Permeabilitas merupakan salah satu sifat lapisan tanah yang sangat berpengaruh terhadap kepekaan tanah terhadap erosi. Tanah yang bersifat permeable (berpermeabilitas tinggi) relatif kurang peka terhadap erosi dibandingkan dengan tanah yang permeabilitasnya rendah. Beberapa model prediksi erosi, seperti USLE (Wischmeier dan Smith, 1978), WEPP (Flanagan dan Frankenberger, 2002), GUEST (Rose et al., 1997), dan beberapa model erosi lainnya, menggunakan permeabilitas tanah sebagai salah satu parameter untuk menduga besarnya erosi. Namun demikian, nilai yang digunakan untuk input model-model tersebut sebaiknya merupakan hasil pengukuran di lapangan, karena data yang diperlukan adalah nilai permeabilitas dari suatu penampang tanah. Data permeabilitas tanah juga merupakan salah satu data sifat fisik yang sangat diperlukan dalam penilaian kesesuaian lahan (Sys, 1985; Keersebilck dan Soeprapto dalam Prasetyo et al., 2004).

(2)

Penetapan konduktivitas hidrolik dalam keadaan jenuh (permeabilitas tanah) dapat dilakukan di lapangan maupun di laboratorium. Metode laboratorium akan diuraikan dalam bab ini, sedangkan metode lapangan dibahas pada Bab 18.

Ada beberapa metode laboratorium yang dapat digunakan untuk menetapkan konduktivitas hidrolik tanah dalam keadaan jenuh, diantaranya: (1) metode tinggi air konstan/constan head method (Klute dan Dirksen, 1986); (2) metode tinggi air konstan di dalam tangki/constan head soil

core/tank method (Reynold and Elrick, 2002); (3) metode tinggi air terjun di

dalam tangki/falling head soil core/tank method (Reynold and Elrick, 2002); dan (4) metode aliran air dalam kondisi kesetimbangan/steady flow soil

column method (Boolthink dan Bouma, 2002). Pemilihan suatu metode

sangat ditentukan oleh berbagai faktor seperti: (1) ketersediaan alat; (2) sifat alami tanah; (3) ketersediaan contoh tanah; dan (4) kemampuan dan pengetahuan dari pelaku percobaan. Metode yang akan diuraikan dalam bab ini adalah constant head soil method. Metode ini tergolong sederhana dan mudah diaplikasikan. Prinsip yang digunakan identik dengan cara yang dikemukakan De Boodt (dalam LPT,1979), dan didasarkan pada hukum Darcy.

2. PRINSIP

Secara kuantitatif permeabilitas tanah diartikan sebagai kecepatan bergeraknya suatu cairan pada suatu media berpori dalam keadaan jenuh. Dalam hal ini sebagai cairan adalah air, dan sebagai media berpori adalah tanah.

Konduktivitas hidrolik (permeabilitas) tanah didefinisikan oleh hukum Darcy untuk satu dimensi yaitu aliran secara vertikal. Sifat ini sangat dipengaruhi oleh geometri (ruang) pori dan sifat dari cairan yang mengalir didalamnya. Ukuran pori dan adanya hubungan antar pori-pori tersebut sangat menentukan apakah tanah mempunyai permeabilitas rendah atau tinggi. Air dapat mengalir dengan mudah di dalam tanah yang mempunyai pori-pori besar dan mempunyai hubungan antar pori yang baik. Pori-pori yang kecil dengan hubungan antar pori yang seragam akan mempunyai permeabilitas lebih rendah, sebab air akan mengalir melalui tanah lebih lambat. Kemungkinan tanah-tanah yang pori-porinya besar, permeabilitasnya mendekati nol (hampir tidak ada aliran), yaitu jika pori-pori tersebut terisolasi (tidak ada hubungan) sesamanya.

(3)

Permeabilitas juga mungkin mendekati nol apabila pori-pori tanah sangat kecil, seperti pada tanah liat.

Sifat dari cairan yang secara langsung berpengaruh terhadap permeabilitas tanah adalah viskositas (viscosity) dan berat jenis (density). Permeabilitas berbanding terbalik dengan sifat kekentalan zat cair, dimana sifat kekentalan air (viscosity) berkurang dengan meningkatnya suhu. Oleh karena itu, koefisien permeabilitas meningkat sejalan dengan meningkatnya suhu air. Dalam hal ini penentuan permeabilitas sebaiknya dilakukan pada suhu air tidak lebih dari 20ºC. Total garam terlarut (total

dissolved salt) dalam air rembesan dapat mempengaruhi permeabilitas,

terutama untuk tanah padat.

Pengukuran permeabilitas tanah di laboratorium merupakan aplikasi langsung dari persamaan Darcy pada suatu kolom tanah dalam keadaan jenuh dari suatu penampang melintang (cross-sectional area) yang bersifat seragam (uniform) dan dapat dinyatakan dalam bentuk persamaan berikut:

At

(

H

2

H

1

)

VL

K

s

(1)

dimana: Ks adalah konduktivitas hidrolik dalam keadaan jenuh; V adalah volume air yang mengalir melalui masa (contoh) tanah dengan luas penampang A dalam jangka waktu t; dan (H2-H1) adalah perbedaan tinggi

permukaan air (hydraulic head diference) yang mengalir melewati contoh (kolom) tanah sepanjang L. H1 adalah tinggi hidrolik pada titik masuknya

air, sedangkan H2adalah tinggi hidrolik pada tempat keluarnya air.

3. METODE

3.1. Bahan dan alat

Contoh tanah yang digunakan adalah contoh tanah tidak terganggu (utuh), diambil dengan menggunakan ring atau selinder dari metal (umumnya terbuat dari kuningan atau plastik, metode pengambilan contoh tanah disajikan pada Bab 2). Contoh tanah tetap dipertahankan berada di dalam ring/selinder selama pengukuran/penetapan berlangsung. Dimensi dari contoh tanah dapat bervariasi. Idealnya harus mewakili unit struktur terbesar dalam tanah, namun demikian tidaklah praktis bila menggunakan ukuran yang terlalu besar. Ukuran ring yang dianggap layak untuk digunakan dalam penetapan permeabilitas tanah adalah

(4)

berdiameter antara 5 dan 10 cm dengan panjang atau tinggi ring antara 5 dan 25 cm. Laboratorium Fisika Tanah, Balai Penelitian Tanah Bogor menggunakan ring berukuran tinggi 4 cm dan diameter dalam 7,63 cm.

Alat yang relatif sederhana untuk penetapan konduktivitas hidrolik/permeabilitas tanah disajikan pada Gambar 1. Sebuah rak dari kayu atau metal dibuat untuk menyangga 6 - 12 ring sampel, ditempatkan dalam satu baris. Air dialirkan melewati siphon yang menghubungkan ring dengan ring berikutnya. Sistem aliran air dapat dibuat satu arah atau secara berputar (circulating water-supply system). Pada sistem satu arah, kelebihan air (over flow) langsung mengalir menuju saluran pembuangan (Gambar 1), sedangkan pada sistem beputar, kelebihan air ditampung dalam suatu penampung, selanjutnya dialirkan kembali melewati siphon dengan menggunakan pompa (Gambar 2).

Air yang berhasil melalui masa tanah dari masing-masing contoh tanah ditampung dalam wadah, misalnya gelas piala atau labu untuk selanjutnya diukur dengan menggunakan gelas ukur.

3.2. Prosedur

1. Tutup atau lapisi ujung contoh tanah bagian bawah menggunakan kasa halus atau kain tipis, bertujuan untuk menahan tanah sehingga tidak lolos dari ring. Jika contoh tanah bertekstur halus, perlu dipilih penutup dari saringan yang relatif rapat.

2. Contoh tanah di dalam ring (yang telah dilapisi bagian bawahnya dengan saringan) direndam dalam air pada bak perendaman dengan kedalaman sedikit di bawah bagian atas ring (misalnya jika ring yang digunakan mempunyai ketinggian 4 cm, maka ketinggian air perendaman kira-kira sampai setinggi 3 cm dari dasar bak). Maksud perendaman adalah untuk mengeluarkan semua udara dari dalam pori-pori tanah, sehingga tanah dapat dikondisikan dalam keadaan jenuh. Untuk membuat tanah dalam keadaan jenuh, maka dibutuhkan waktu perendaman selama lebih dari 12 jam atau sampai contoh tanah nampak basah (Klute dan Dirksen, 1986). LPT (1979) menggunakan waktu perendaman lebih dari 24 jam untuk membuat kondisi tanah dalam keadaan jenuh sempurna.

3. Setelah proses penjenuhan selesai, bagian atas dari ring yang berisi contoh tanah dihubungkan dengan ring kosong, menggunakan pita atau gelang karet dengan lebar sekitar 3 cm atau selotip (pita perekat)

(5)

tahan air. Selama proses penyambungan, contoh tanah tetap berada di dalam air rendaman. Selanjutnya contoh tanah tersebut dipindahkan ke alat pengukuran, kemudian air dialirkan ke alat tersebut. Jaga agar tinggi air di atas contoh tanah konstan.

4. Lakukan pengukuran volume air yang keluar melalui masa tanah. Untuk mempermudah perhitungan, disarankan setiap pengukuran dilakukan dalam jangka waktu satu jam. Pengukuran pertama dilakukan 6 jam setelah contoh tanah dialiri air. Misalnya, bila contoh tanah diletakkan dan dialiri air pada jam 9, maka pengukuran pertama dilakukan pada jam 15 - jam 16. Pengukuran kedua pada jam 16 - jam 17. Pengukuran selanjutnya dilakukan keesokan harinya pada jam dimulainya proses pengaliran air (dalam hal ini dari jam 9 - jam 10). Pengukuran dilakukan minimal sampai hari keempat pada jam yang sama selama satu jam. Ambil nilai rata-rata dari kelima pengukuran.

Gambar 1. Alat pengukur konduktivitas hidrolik (permeabilitas) tanah dengan sistem pembuangan air satu arah (Foto: Sutono; Gambar: Marwanto)

contoh tanah dalam tabung

saringan

Bagan alat pengukur permeabilitas tanah arah aliran

(6)

Gambar 2. Alat pengukur permeabilitas tanah dengan sistem aliran air berputar (circulating water-supply system) (Gambar: Marwanto)

3.3. Perhitungan

Perhitungan dilakukan dengan menggunakan persamaan Darcy (persamaan 1). Nilai simbol pada persamaan (1) yang dipakai di Laboratorium Fisika, Balai Penelitian Tanah Bogor adalah: A = 45,72 cm2, dan L=4 cm (ukuran ring yang digunakan adalah tinggi 4 cm dengan garis tengah lingkar dalam 7,63 cm), h = 5 cm (tinggi air dari permukaan tanah selama pengukuran, sesuai dengan rancangan alat), dan jangka waktu yang digunakan untuk setiap kali pengukuran adalah 1 jam. Dengan demikian, cara perhitungan dapat disederhanakan dengan menggunakan persamaan berikut:

jam

cm

V

cm

jam

cm

cm

Vcm

K

0

,

017

(

)

/

)

5

)(

1

)(

72

,

45

(

4

2 3

Klasifikasi permeabilitas tanah menurut Uhland dan O’Neil (dalam LPT, 1979) disajikan pada pada Tabel 1. Reynolds dan Elrick (2002) menyatakan bahwa kisaran K (permeabilitas) yang dapat diukur dengan

constans head method adalah sekitar 100-10-5 cm detik-1. Sedangkan

falling head soil core method dapat mengukur K pada kisaran sekitar 10-4 -10-7cm detik-1.

(7)

Tabel 1. Klasifikasi permeabilitas tanah menurut Uhland dan O’Neil dalam LPT (1979) Kelas Permeabilitas cm jam-1 Sangat lambat Lambat Agak lambat Sedang Agak cepat Cepat Sangat cepat <0,125 0,125-0,50 0,50-2,00 2,00-6,25 6,25-12,5 12,5-25,00 >25,00 3.4. Catatan

Proses perendaman dilakukan untuk mengkondisikan tanah dalam keadaan jenuh, namun penjenuhan tidak atau kurang sempurna bisa terjadi misalnya karena adanya udara yang terperangkap dalam pori-pori tanah. Adanya udara yang masih terperangkap dalam pori-pori tanah dapat menyebabkan hasil pengukuran permeabilitas tanah menjadi relatif lebih kecil. Tingkat penjenuhan yang diperoleh pada masing-masing contoh tanah bisa diperkirakan dengan membandingkan kadar air berdasarkan volume dengan porositas total yang diperhitungkan dari berat jenis dan berat volume. Apabila tingkat kejenuhan kurang dari 85%, sebagian besar udara akan memasuki pori-pori tanah yang kosong, dalam hal ini hukum Darcy tidak berlaku lagi. Ketika tingkat kejenuhan lebih besar dari 85%, kebanyakan udara yang ada di tanah adalah dalam bentuk gelembung-gelembung kecil, maka pada kondisi ini, Hukum Darcy diperkirakan akan valid. Untuk kepentingan pengecekan ini, setelah proses penetapan permeabilitas, lakukan penetapan kadar air contoh tanah berdasarkan volume dan berat jenis tanah.

Ada beberapa kesalahan lain yang mungkin terjadi dalam penetapan permeabilitas tanah di laboratorium, yaitu:

- Penggunaan contoh yang tidak mewakili kondisi lapangan yang sebenarnya. Hal ini dapat dihindari dengan pengamatan yang seksama di lapangan, perhatikan sampai detail (ambil contoh tanah tak terganggu yang mewakili dan gunakan contoh/ulangan yang banyak). - Kesalahan penggunaan tekanan hidrolik di laboratorium. Tekanan

(8)

hidrolik di tempat asal sampel. Tekanan hidrolik harus dipilih sedemikian rupa sehingga aliran adalah laminar (sampai diperoleh hubungan garis lurus antara pengeluaran air dan tekanan hidrolik), dan Hukum Darcy bisa berlaku. Umumnya tidak mudah untuk mendapatkan aliran laminar pada tanah dengan tekstur lebih kasar. Dalam hal ini, test laboratorium harus dilakukan sesuai dengan tekanan hidrolik yang sebelumnya telah diantisipasi di lapanganan.

- Udara terlarut di dalam air. Ketika air masuk ke dalam contoh tanah, sejumlah kecil udara yang terlarut di dalam air, cenderung mengumpul membentuk seperti gelembung di rongga antara air dan tanah. Hal ini akan mengurangi permeabilitas sejalan dengan bertambahnya waktu. Pengujian permeabilitas terhadap contoh tanah jenuh, biasanya tidak menunjukkan penurunan yang signifikan jika menggunakan air suling. - Kebocoran sepanjang sisi dari permeameter dapat mengakibatkan nilai

permeabilitas meningkat.

4. DAFTAR PUSTAKA

Boolthink and Bouma, 2002. Steady flow soil column method: Laboratory method. p. 812-815. In Campbell et al. (Eds.). Method of Soil Analysis Part 4-Physical Method.

Flanagan, D. C., and D. C. Frankenberger. 2002. Water Erosion Prediction Model (WEPP) Window Interface Tutorial. Workshop on Soil Erosion Assesment with the Process-Based WEPP Model. Indianapolis, Indiana.

Klute, A., and Dirksen. 1986. Hidraulic conductivity and diffusivity: Laboratory method. p. 687-732. In Klute, A. (Ed.). Methods of Soil Analysis Part I. Physical and Mineralogical Methods. Second Edition.

Prasetyo, B. H., J. S. Adiningsih, K. Subagyono, dan R.D.M. Simanungkalit. 2004. Mineralogi, fisika dan mineralogi lahan sawah. hlm. 29-83

dalam Tanah Sawah dan Teknologi Penelolaannya. Puslibang

Tanah dan Agroklimat. Badan Litbang Pertanian.

LPT (Lembaga Penelitian Tanah). 1979. Penuntun Analisa Fisika Tanah. Lembaga Penelitian Tanah. Badan Litbang Pertanian.

(9)

Reynold, W. D., and D. E. Elrick. 2002. Constant head (tank) method: Laboratory method. p. 804-808. In Campbell et al. (Eds.). Method of Soil Analysis Part 4-Physical Method.

Reynold, W. D., and D. E. Elrick. 2002. Falling head soil core (tank) method: Laboratory method. p. 809-812. In D. E. Elrick and Campbell (Eds.). Method of Soil Analysis Part 4-Physical Method. Rose, C. W., K. J. Coughland, C. A. A. Ciesolka, and B. Fentie. 1997.

Program GUEST (Griffith University Erosion System Template). p. 34-58. In Coughland, K. J., and C. W. Rose (Eds.). A New Soil Conservation Methodology and Application to Cropping System in Tropical Steepland. ACIAR Technical Report, No. 40. Canbera. Sys., C. 1985. Evaluation of the Physical Environment for Rice Cultivation.

In Soil Physics and Rice. International Rice Research Institute.

Los Banos, Laguna. Philipines.

Wischmeier, W. H., and D. D. Smith. 1978. Predicting rainfall erosion losses. A guide to conservation planning. USDA Agric. Handb. No. 573.

Gambar

Gambar 1. Alat pengukur konduktivitas hidrolik (permeabilitas) tanah dengan sistem pembuangan air satu arah (Foto: Sutono;
Gambar 2. Alat pengukur permeabilitas tanah dengan sistem aliran air berputar (circulating water-supply system) (Gambar:

Referensi

Dokumen terkait