• Tidak ada hasil yang ditemukan

III. METODE PENELITIAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "III. METODE PENELITIAN"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

24 III. METODE PENELITIAN

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2009 sampai Maret 2010. Lokasi pelaksanaan penelitian, yaitu : Laboratorium Lingkungan Departemen Budidaya Perairan, Laboratorium Kesehatan Ikan Departemen Budidaya Perairan, Laboratorium Nutrisi Ikan Departemen Budidaya Perairan, dan Laboratorium Pengujian Departemen Teknologi Industri Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

3.2 Pelaksanaan Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan atas tiga tahap, yaitu: uji nilai kisaran, uji akut, dan uji sub-kronik. Ikan uji yang digunakan adalah ikan bandeng ukuran 6-7 cm, diperoleh dari Balai Layanan Usaha Produksi Perikanan Budidaya Karawang. Sedangkan, logam berat nikel yang digunakan sebagai sumber toksisitas dalam penelitian adalah nikel klorida (NiCl2

3.3 Uji Nilai Kisaran

). Wadah yang digunakan dalam penelitian berupa akuarium berukuran 20 x 20 x 30 cm, yang diisi air laut dengan salinitas 15 ‰ sebanyak 10 liter. Analisis kadar nikel pada media percobaan menggunakan

Atomic Absorption Spectroscopy (AAS).

Uji nilai kisaran bertujuan untuk mengetahui batas bawah dan batas atas konsentrasi nikel. Batas atas merupakan konsentrasi yang menyebabkan dampak kematian ikan bandeng 100 % dalam waktu 24 jam, sedangkan batas bawah adalah konsentrasi nikel dimana 100% ikan bandeng yang dicobakan masih dapat hidup setelah 48 jam pemaparan. Tahap uji ini menggunakan 150 ekor Ikan uji, kepadatan 1 ekor/L yang dibagi menjadi 4 taraf yaitu 5 ; 50 ; 100 ; dan 150 ppm dan 1 perlakuan kontrol negatif dengan 3 ulangan. Penentuan konsentrasi nikel pada perlakuan dilakukan dengan membuat stock solution 1000 ppm dan selanjutnya dikonversi menggunakan rumus pengenceran, sebagai berikut:

N1 V1 = N2 V2 Keterangan :

……….. (1)

N1 V

= Konsentrasi larutan Ni standar (ppm) 1 = Volume air media yang digunakan (liter)

(2)

25 N2

V

= Konsentrasi Ni yang diinginkan (ppm) 2

Tingkat kematian ikan bandeng dihitung pada jam ke-0, 2, 4, 6, 8, 10, 12, 14, 16 18, 20, 22, dan jam ke-24. Perhitungan berikutnya dilakukan setiap 6 jam sampai jam ke-48. Berdasarkan uji nilai kisaran diperoleh nilai ambang bawah yaitu 5 ppm dan nilai ambang atas yaitu 50 ppm.

= Volume larutan standar yang digunakan (liter)

3.4 Uji Akut

Penghitungan konsentrasi yang digunakan dalam uji akut dengan menggunakan rumus Wardoyo (1981), sebagai berikut:

Log (N/n) = k (log a / log n) ……….. (2) Dengan ketentuan :

a/n = b/a = c/b = d/c = … = N/d ………… (3) Keterangan :

N = nilai konsentrasi ambang atas (ppm) n = nilai konsentrasi ambang bawah (ppm) k = jumlah interval konsentrasi yang di uji (k=4)

a = konsentrasi terkecil dalam deret konsentrasi yang ditentukan (ppm)

Dengan menggunakan persamaan (2) ditentukan konsentrasi terkecil dan dengan persamaan (3) ditentukan nilai konsentrasi untuk uji akut sebanyak 4 perlakuan, sehingga didapatkan konsentrasi 8,89 ppm untuk perlakuan B, konsentrasi 15,81 ppm untuk perlakuan C, konsentrasi 28,12 ppm untuk perlakuan D, dan konsentrasi 50,01 ppm untuk perlakuan E. Setiap perlakuan dilakukan dengan 3 ulangan dan 1 perlakuan kontrol negatif (perlakuan A).

Kepadatan ikan uji 10 ekor per unit percobaan (1 ekor/liter). Selama uji akut, pada akuarium diberi aerasi kecil. Feses dan sisa pakan di dasar akuarium disipon setiap hari dan dilakukan pergantian air dengan konsentrasi sesuai perlakuan. Pengamatan terhadap tingkah laku dan mortalitas juvenil ikan bandeng dilakukan pada jam ke-0, 2, 4, 6, 8, 10, 12, 14, 16 18, 20, 22, dan jam ke-24. Perhitungan berikutnya dilakukan tiap 6 jam sekali sampai jam ke-96. Indikator pengamatan tingkah laku yaitu gejala Ram-Jet Ventilation (mulut terbuka terus menerus, dan tutup insang terabduksi), frekuensi pernapasan yaitu gerak membuka dan menutup operculum per menit. pola gerak renang dan refleksi (normal, diam di dasar, ke permukaan, tidak seimbang, terkejut-kejut, atau

(3)

26 kehilangan gerak refleks) dan perubahan warna sisik. Penghitungan gerak operculum dimulai 30 menit setelah pemberian bahan uji, penghitungan dilakukan selama 1 menit dan diulangi setiap 10 menit sampai menit ke 30 dan selanjutnya dibandingkan dengan kontrol.

Pengukuran kualitas air media pada setiap unit percobaan, dilakukan pada jam ke-0, 24, 48, 72 dan ke-96.

3.5 Uji Sub-Kronik

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh toksisitas nikel terhadap tingkat konsumsi oksigen, kondisi hematologi dan stres sekunder ikan uji. Uji sub-kronik ini dilakukan dengan 3 perlakuan dan 3 ulangan yaitu : perlakuan A (tanpa nikel) sebagai kontrol, perlakuan B (1% dari LC50-96 jam), perlakuan C (5% dari LC50-96 jam), perlakuan D (10% dari LC50-96 jam) dan perlakuan E (30% dari LC50

3.5.1 Tingkat Konsumsi Oksigen

-96 jam). Pada tahap ini, digunakan ikan uji sebanyak 180 ekor dengan masing-masing unit sebanyak 20 ekor. Percobaan dirancang mengikuti Rancangan Acak Lengkap (RAL). Uji sub-kronik dilakukan selama 32 hari. Variabel yang diamati, sebagai berikut :

Tingkat konsumsi oksigen diukur dengan menghitung rasio oksigen terlarut pada awal dan akhir penelitian persatuan waktu. Botol respirasi yang digunakan diisi air sampai penuh, selanjutnya diaerasi dengan kuat (bubling) selama 2 hari agar kandungan oksigenya bertambah. Setelah diaerasi air media dibiarkan selama setengah jam, kemudian dilakukan pengukuran oksigen terlarut. Oksigen terlarut diukur dengan menggunakan DO-meter terkalibrasi. Ikan ditimbang kemudian dimasukkan kedalam botol respirasi, diukur DO awal, kemudian ditutup selama 1 jam kemudian diukur DO akhir, maka akan didapatkan tingkat konsumsi oksigen menggunakan rumus dibawah ini (Liao dan Huang 1975) :

TKO = {(DOawal – Doakhir)/W x t} x V……….(4) Keterangan :

TKO = Tingkat Konsumsi oksigen (mg O2/ gr tubuh /jam) DOawal = Oksigen terlarut pada awal pengamatan (ppm) DOakhir = Oksigen terlarut pada akhir pengamatan (ppm) W = berat ikan uji (gr)

t = periode pengamatan (jam)

(4)

27 Pengukuran konsumsi oksigen dilakukan sebanyak 4 kali yaitu pada hari ke-0, 8, 16, 24, dan 32.

3.5.2 Kadar Hematokrit (Ht)

Pengukuran hematokrit menggunakan Microhematocrit method. Ujung mikrohematokrit/mikrokapiler berheparin (yang dapat mencegah pembekuan darah dalam tabung) ditempelkan pada tetesan darah dan dibiarkan mengalir sendiri memasuki ruangan sampai volume darah mencapai ¾ bagian tabung kemudian salah satu ujung tabung disumbat dengan crestaseal. Darah disentrifuge pada kecepatan 5000 rpm selama 5 menit. Setelah itu akan terbentuk lapisan-lapisan yang terdiri dari lapisan-lapisan plasma yang jernih di bagian atas, kemudian lapisan putih abu-abu (buffy coat) yang merupakan trombosit dan leukosit dan lapisan eritrosit yang berwarna merah. Nilai hematokrit ditentukan dengan mengukur persentase volume eritrosit dari darah dengan menggunakan alat baca mikrohematokrit dan dinyatakan dalam persentase (% Ht).

3.5.3 Kadar Hemoglobin (Hb)

Pengukuran kadar hemoglobin pada prinsipnya adalah mengkonversikan hemoglobin dalam darah ke dalam bentuk asam hematin oleh asam klorida. Mula-mula darah diisap menggunakan pipet sahli hingga skala 20 mm3

3.5.4 Eritrosit

. kemudian dipindahkan ke dalam tabung Hb yang berisi HCl 0.1 N sampai skala 10 (kuning). Didiamkan selama 3–5 menit agar Hb bereaksi dengan HCl membentuk asam hematin, kemudian diaduk dan ditambahkan aquadestila (sedikit demi sedikit) hingga warnanya sama dengan standar. Pembacaan skala dilakukan dengan melihat tinggi permukaan larutan yang dikocok dengan skala lajur g% yang menunjukkan banyaknya Hb dalam gram setiap 100 ml darah dan dinyatakan dalam persentase (% Hb).

Sampel darah diencerkan dengan larutan Hayem untuk menghancurkan sel darah putih agar jumlah sel darah merah dapat dihitung. Pengenceran dilakukan dengan menggunakan piper pencampur berskala maksimum 101 yang dilengkapi pengaduk. Darah diisap hingga skala 0.5 pada pipet, ujung pipet dibersihkan dengan tissue, kemudian larutan hayem diisap dengan cepat dan hati-hati hingga

(5)

28 skala 101 menggunakan pipet yang sama. Pipet dikocok selama 3 menit dengan hati-hati sehingga darah tercampur merata pada bagian yang bertanda 1–101. Larutan pada ujung pipet yang tidak tercampur dibuang dengan menggunakan tissue. Darah yang teraduk diteteskan ke dalam hemocytomer yang dilengkapi dengan gelas penutup hingga memenuhi seluruh permukaan yang berskala. Selanjutnya dilakukan penghitungan di bawah mikroskop.

Untuk menghitung jumlah eritrosit digunakan 5 kotak kecil yang terletak di bagian tengah kamar hitung yaitu empat kotak di sudut-sudutnya dan satu kotak ditengah-tengah. Satu kotak kecil luasnya adalah 0.2 x 0.2 mm = 0.04 mm2, sehingga 5 kotak itu luasnya 5 x 0.04 mm2 = 0.2 mm2. Kedalaman kamar hitung adalah 0.1 mm, sehingga volume cairan di dalam kamar hitung yang diamati adalah 0.2 mm2 x 0.1 mm = 0.02 mm3 atau 2/100 mm3. Dengan demikian jumlah eritrosit per mm3 darah dapat diketahui yaitu 100/2 = 50 a butir. Karena menggunakan pengencer 0.5:100 atau 1:200, maka jumlah eritrosit di dalam mm3 darah dapat diketahui yaitu 50 x 200 x a butir atau a x 104

3.5.5 Leukosit

butir eritrosit.

Sampel darah diencerkan dengan larutan Turks untuk menghanculkan sel darah merah agar jumlah sel darah putih dapat dihitung. Untuk mengencerkan leukosit digunakan pipet berskala maksimum 11 yang dilengkapi pengaduk. Mula-mula darah diisap dengan pipet hingga skala 1.0, ujung pipet dibersihkan dengan kertas tissue kemudian larutan Turks diisap dengan cepat dan hati-hati hingga skala 11 menggunakan pipet yang sama. Pencampuran dilakukan dengan menggoyang pipet selama 3 menit agar darah tercampur dengan homogen.

Setelah pencampuran selesai, larutan pada ujung pipet yang tidak tercampur dibuang dengan menggunakan tissue. Kemudian teteskan pada kamar hitung hemocytometer dengan cara menempelkan ujung pipet pada pertemuan antara dasar kamar hitung dan kaca penutup. Perhitungan dilakukan dengan cara yang sama pada perhitungan eritrosit. tetapi yang digunakan 16 kotak pada setiap sudut. Jika jumlah semua butir darah putih pada keempat kotak itu adalah a, maka per mm3 larutan mengandung a x 10/4. Faktor pengenceran 200 kali, maka jumlah leukosit per mm3 darah adalah 200 x 10/4 x a = a x 50 butir.

(6)

29 3.5.6 Rasio Netrofil-limfosit

Dari satu tetes darah kemudian dibuat preparat darah ulas tipis pada gelas objek, kemudian segera dikeringkan dengan cara mengibas-ngibaskan di udara. Setelah kering kemudian dilakukan fiksasi dalam larutan metanol selama 5 menit. Selanjutnya dilakukan perendaman dalam larutan gyemsa selama 15 menit. Kemudian dibilas dengan akuades dan dikeringkan selama satu hari. Setelah kering kemudian direndam dalam xylol selama 5 menit, dan ditutup dengan menggunakan bioleit. Sediaan diamati pada mikroskop dengan pembesaran 1000x dan dilakukan perhitungan masing-masing jenis leukosit hingga mencapai 100 sel leukosit (Aqualex, 2008).

3.6 Kadar Glukosa Darah

Pemeriksaan kadar glukosa dalam darah ikan uji dilakukan sebagai indikator stres sekunder akibat toksisitas nikel. Pengukuran kadar glukosa dalam darah dilakukan pada awal dan akhir penelitian. Sebelum pengambilan darah, ikan dipuasakan selama 24 jam. Pengambilan sampel darah diupayakan dilakukan dalam waktu yang sama. Prosedur pengukuran glukosa dalam darah yaitu : plasma darah diambil dengan cara disentrifuge, selanjutnya 0,05 ml plasma darah, glukosa standar dan akuades dimasukan kedalam masing-masing tabung reaksi yang telah berisi 3,5 ml color reagent (perbandingan asam asetat dan ortotoluidine = 94 : 6). Setelah itu dipanaskan dalam water bath tertutup selama 10 menit pada suhu 100 0

……….(5)

C. Selanjutnya setelah didinginkan pada suhu kamar, lalu dibaca dengan menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 635 nm. Selanjutnya dihitung dengan menggunakan rumus, sebagai berikut :

Keterangan : GD = glukusa darah (mg/100ml) Au = absorbansi sampel

Cs = konsentrasi standar As = absorbansi standar

(7)

30 3.7 Histologi Jaringan Insang dan Hati

Pengamatan kerusakan jaringan dilakukan dengan membuat preparat histologi insang dan hati. Pengamatan dilakukan sebanyak 2 kali yaitu pada hari ke-15 dan hari ke-30 (akhir penelitian). Metode yang digunakan adalah Metode Histoteknik. Tahapan kerja dari metode ini adalah pengambilan sampel, fiksasi, dehidrasi, penjernihan, infiltrasi, penanaman, proses pemotongan, penempelan sayatan pada gelas objek, deparafinisasi, dan pewarnaan (Kiernan, 1990). Preparat yang dibuat selanjutnya diamati di bawah mikroskop, menggunakan mikroskop digital dengan perbesaran 40 kali.

3.8 Tingkat Kelangsungan Hidup

Kelangsungan hidup merupakan presentase dari perbandingan antara jumlah ikan yang hidup diakhir perlakuan dengan jumlah ikan yang ditebar dalam akuarium diawal perlakuan. Tingkat kelangsungan hidup dihitung berdasarkan persamaan berikut :

X 100% ………..……(6) Keterangan : SR = kelangsungan hidup ikan

Nt = Jumlah ikan pada akhir penelitian No = Jumlah ikan pada awal pemeliharan 3.9 Laju Pertumbuhan

Pertumbuhan ikan yang diukur meliputi pertambahan berat (g) dengan menggunakan neraca digital dan pertambahan panjang (cm) dengan menggunakan

milimeter block. Pengukuran ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh kadar

nickel terhadap laju pertumbuhan juvenil ikan bandeng, mengunakan rumus berikut :

X 100% ……….(7) Keterangan :

Wt = Rerata bobot individu pada akhir peneliitian (g) Wo = Rerata bobot individu pada awal pemeliharaan (g) t = Waktu pemeliharaan (hari)

(8)

31 3.10 Parameter Kualitas Air

Parameter kualitas air yang diukur meliputi : suhu, salinitas, pH, kesadahan, alkalinitas, karbondioksida, oksigen terlarut dan total amoniak nitrogen. Pengukuran suhu, salinitas, pH dan oksigen terlarut dilakukan setiap hari, sedangkan pengukuran karbondioksida, kesadahan, alkalinitas dan total amoniak nitrogen dilakukan setiap minggu.

3.11 Analisis Data

Data yang diperoleh dan data gerak operculum dianalisis dengan analisis sidik ragam pada selang kepercayaan 95% (α = 0,05), selanjutnya jika terdapat perlakuan memiliki pengaruh nyata dilanjutkan uji Tukey untuk mengetahui pengaruh antar perlakuan (Gaspertz 1991). Nilai LC50 dihitung dengan menggunakan analisa statistik probit. Selanjutnya untuk data tingkah laku ikan uji pada uji akut, data pengamatan histopatologi serta hasil penggukuran kualitas air dianalisis secara deskriptif.

Referensi

Dokumen terkait

Saran untuk perbaikan penyelenggaran UASBN diantaranya: (1) Menurut para guru, upaya mengatasi kesulitan tersebut di antaranya adalah: (a) Memperbanyak latihan; (b) SKL

Hukum itu dapat dirumuskan sebagai suatu fenomena (gejala-gejala sosial) terhadap nilai-nilai dan perilaku yang hidup dan berkembang didalam diri manusia tatkala

Dengan demikian kadar protein dan rasio protein terhadap energi pakan harus sesuai dengan kebutuhan ikan agar pakan buatan dapat efisien dan membutuhkan pertumbuhan yang

Tujuan dari dibuatnya tempat sampah otomatis ini selain untuk menanggulangi pencemaran lingkungan kardus tidak terpakai, juga membuat hal yang menarik masyarakat untuk

spesies Hoya yang diamati memiliki epidermis bertipe satu lapis sel (uniseriat) seperti yang umumnya ditemukan pada tumbuhan dengan tipe.. daun non sukulen (Fahn,

Dengan nilai-nilai biaya dan harga jual alat pemerah susu sapi semi otomatis tersebut di atas, pada umur proyek selama 15 tahun dan tingkat bunga 15% diperoleh nilai

Aspek penting dari manajemen administrasi tersebut diantaranya adalah prasyarat bahwa mahasiswa yang dapat mengakses sistem informasi tersebut adalah mahasiswa yang

Tsunami merupakan suatu siri ombak besar yang mempunyai jarak gelombang dan jangka masa yang agak panjang disebabkan oleh gangguan atau perubahan pada dasar laut