• Tidak ada hasil yang ditemukan

bhbhj BUPATI JENEPONTO PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN JENEPONTO NOMOR 18 TAHUN 2018 TENTANG RUANG TERBUKA HIJAU

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "bhbhj BUPATI JENEPONTO PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN JENEPONTO NOMOR 18 TAHUN 2018 TENTANG RUANG TERBUKA HIJAU"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

bhbhj

BUPATI JENEPONTO PROVINSI SULAWESI SELATAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JENEPONTO NOMOR 18 TAHUN 2018

TENTANG

RUANG TERBUKA HIJAU

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JENEPONTO,

Menimbang : a. bahwa laju perkembangan pembangunan disertai alih fungsi lahan yang menunjukkan kecenderungan peningkatan di Daerah, harus dibarengi dengan peningkatan dan menjaga kualitas lingkungan, antara lain melalui penyediaan ruang terbuka hijau yang memadai;

b. bahwa dalam rangka meningkatkan dan menjaga kualitas lingkungan melalui pengelolaan ruang terbuka hijau, diperlukan produk hukum yang mengakomodir standar penyediaan ruang terbuka hijau secara terencana, sistematis, terpadu, dan berkelanjutan, serta menjamin kepastian hukum dalam pelaksanaannya;

c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Daerah tentang Ruang Terbuka Hijau.

Mengingat : 1. Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 1959 tentang Pembentukan Daerah-Daerah Tingkat II di Sulawesi (Lembaran Negara Republik IndonesiaTahun 1959 Nomor 74, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 1822);

3. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 134, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4247);

4. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 132, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4444);

5. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5059);

6. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2011

tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman (Lembaran

Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 7, Tambahan

Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5188);

(2)

7. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5234);

8. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5679);

9. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 48, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4833);

10. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 34 Tahun 2009 tentang Pedoman Pengelolaan Kawasan Perkotaan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Nomor 5004);

11. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 21, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5103);

12. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 68 Tahun 2010 tentang Bentuk dan Tata Cara Peran Masyarakat Dalam Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 118, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5160);

13. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2011 tentang Sungai (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 74, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5230);

14. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 37 Tahun 2012 tentang Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 62, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5292);

15. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2016 tentang Penyelenggaraan Perumahan dan Kawasan Permukiman (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 101, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5883);

16. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 87 Tahun 2014

tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 12

Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-

Undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014

Nomor 199);

(3)

17. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Republik Indonesia Nomor 05/PRT/M/2008 tentang Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau di Kawasan Perkotaan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 260);

18. Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 80 Tahun 2015 tentang Pembentukan Produk Hukum Daerah (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 2036);

19. Peraturan Daerah Kabupaten Jeneponto Nomor 01 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Jeneponto Tahun 2012–2031 (Lembaran Daerah Kabupaten Jeneponto Tahun 2012 Nomor 210).

Dengan Persetujuan Bersama

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN JENEPONTO dan

BUPATI JENEPONTO MEMUTUSKAN:

Menetapkan: PERATURAN DAERAH KABUPATEN JENEPONTO TENTANG RUANG TERBUKA HIJAU

BAB I

KETENTUAN UMUM Pasal 1

Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan:

1. Daerah adalah Kabupaten Jeneponto.

2. Pemerintah Daerah adalah Bupati sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah yang memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah otonom.

3. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disingkat DPRD adalah lembaga perwakilan rakyat Daerah yang berkedudukan sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah.

4. Bupati adalah Bupati Jeneponto.

5. Perangkat Daerah adalah unsur pembantu Bupati dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Jeneponto dalam penyelenggaraan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah.

6. Pejabat adalah pejabat yang diberi tugas tertentu di bidang Ruang Terbuka Hijau sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan.

7. Rencana Tata Ruang Wilayah yang selanjutnya disingkat RTRW adalah rencana tata ruang wilayah Kabupaten Jeneponto.

8. Ruang Terbuka Hijau adalah area memanjang/jalur dan/atau mengelompok, yang penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh secara alamiah maupun yang sengaja ditanam.

9. Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan yang selanjutnya disingkat RTHKP

adalah bagian dari ruang terbuka suatu kawasan perkotaan yang diisi oleh

tumbuhan dan tanaman guna mendukung manfaat ekologi, sosial, budaya,

ekonomi dan estetika, yang ditetapkan berdasarkan RTRW Kabupaten

Jeneponto.

(4)

10. Ruang Terbuka Hijau Publik yang selanjutnya disingkat RTH Publik adalah Ruang Terbuka Hijau yang dimiliki dan dikelola oleh Pemerintah Daerah yang digunakan untuk kepentingan masyarakat secara umum.

11. Ruang Terbuka Hijau Privat yang selanjutnya disingkat RTH Privat adalah Ruang Terbuka Hijau milik institusi tertentu atau orang perseorangan yang pemanfaatannya untuk kalangan terbatas antara lain berupa kebun atau halaman rumah/gedung milik masyarakat/swasta yang ditanami tumbuhan.

12. Kawasan adalah suatu area yang dimanfaatkan untuk kegiatan tertentu dengan fungsi utama lindung atau budidaya.

13. Jalur Hijau adalah bagian dari ruang terbuka hijau yang berbentuk memanjang/koridor yang berada di daerah sempadan jalan, sungai, dan area khusus lainnya untuk menunjang fungsi ekologi, sosial dan estetika.

14. Taman adalah bagian dari ruang terbuka hijau dengan segala kelengkapan fasilitasnya (vegetasi, air dan unsur buatan lainnya) yang dikelola dan difungsikan untuk keindahan dan keasrian lingkungan.

15. Setiap orang adalah Orang perorangan, kelompok orang, badan usaha dan/atau badan hukum.

16. Hutan Kota adalah suatu hamparan lahan yang bertumbuhan pohon-pohon yang kompak dan rapat di dalam wilayah perkotaan baik pada tanah negara maupun tanah hak, yang ditetapkan sebagai hutan kota oleh Pejabat yang berwenang.

17. Penataan Ruang adalah suatu sistem proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang.

18. Penghijauan adalah segala kegiatan yang dilakukan untuk memelihara dan meningkatkan kondisi lahan beserta semua kelengkapannya dengan melakukan penanaman pohon pelindung, perdu/semak hias dan rumput/penutup tanah dalam upaya melestarikan tanaman dan meningkatkan kualitas lingkungan hidup.

19. Vegetasi/tumbuhan, adalah keseluruhan tetumbuhan dari suatu kawasan baik yang berasal dari kawasan itu atau didatangkan dari luar, meliputi pohon, perdu, semak, dan rumput.

BAB II

ASAS, TUJUAN DAN FUNGSI Pasal 2

Penyediaan RTH diselenggarakan berdasarkan pada asas:

a. keterpaduan;

b. keserasian dan keseimbangan;

c. keberlanjutan;

d. kedayagunaan dan kehasilgunaan;

e. keterbukaan;

f. perlindungan kepentingan umum;

g. kepastian hukum dan keadilan; dan h. akuntabilitas.

Pasal 3 Tujuan penyediaan RTH yakni:

a. menjaga ketersediaan lahan sebagai kawasan resapan air;

(5)

b. menciptakan aspek planologis perkotaan melalui keseimbangan antara lingkungan alam dengan lingkungan binaan yang berguna untuk kepentingan masyarakat; dan

c. meningkatkan keserasian lingkungan perkotaan sebagai sarana pengaman lingkungan perkotaan yang aman, nyaman, segar, indah, dan bersih.

Pasal 4 Fungsi penyediaan RTH yakni:

a. fungsi utama yaitu meningkatkan kualitas lingkungan; dan

b. fungsi tambahan yaitu berfungsi sosial, budaya, ekonomi dan estetika.

BAB III RUANG LINGKUP

Pasal 5

(1) Ruang lingkup RTH yaitu RTHKP yang disediakan pada kawasan perkotaan dan telah ditetapkan dalam RTRW.

(2) Ruang lingkup sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diselenggarakan melalui penataan dengan tahapan:

a. perencanaan;

b. penetapan;

c. pemanfaatan; dan

d. pengendalian dan pengawasan.

Bagian Kesatu Perencanaan

Pasal 6

(1) Perencanaan RTHKP merupakan penjabaran dari RTRW.

(2) Perencanaan RTHKP memuat jenis, pembudidayaan, luas, lokasi, target waktu pelaksanaan, design teknis dan kebutuhan biaya, dengan mempertimbangkan keserasian, keseimbangan, dan keindahan lingkungan.

(3) Perencanaan RTHKP dan/atau RTH Publik lainnya di Daerah dituangkan dalam bentuk dokumen perancangan/detail desain.

Pasal 7

(1) Masyarakat baik perorangan maupun pelaku usaha, dan lembaga/organisasi kemasyarakatan, dapat membuat perencanaan dan perancangan RTHKP pada wilayah/kawasan tertentu untuk kepentingan keserasian dan keindahan lingkungan.

(2) Perencanaan dan Perancangan RTHKP sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat diusulkan kepada Bupati atau Pejabat yang ditunjuk sebagai rekomendasi dalam rangka penyusunan dokumen perancangan/detail desain RTHKP Daerah.

Pasal 8 (1) RTHKP terdiri atas RTH Publik dan RTH Privat.

(2) RTHKP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas beberapa jenis antara

lain:

(6)

a. taman kota;

b. taman rekreasi/wisata;

c. taman lingkungan perkantoran;

d. taman lingkungan perumahan dan permukiman;

e. Hutan Kota;

f. hutan lindung;

g. bentang alam seperti gunung, perbukitan, lembah;

h. kawasan dan jalur hijau jalan raya;

i. sempadan jalan, median jalan;

j. sempadan sungai, pantai, situ/rawa, sumber air/telaga/embung;

k. jalur di bawah tegangan tinggi yaitu saluran udara tegangan tinggi dan saluran udara tegangan ekstra tinggi;

l. pemakaman umum; dan

m. lapangan terbuka (olahraga, upacara, parkir umum).

Bagian Kedua Penetapan

Pasal 9

(1) RTHKP disediakan secara menyebar dan seimbang dengan memperhatikan fungsi ekologis, sosial dan budaya, ekonomi dan estetika.

(2) Luas RTHKP ditetapkan paling kurang 30% (tiga puluh persen) dari luas kawasan perkotaan.

(3) Luas RTHKP sebagaimana dimaksud pada ayat (2), terdiri dari RTH Publik paling kurang 20% (dua puluh persen) dan RTH Privat paling kurang 10%

(sepuluh persen) dari luas kawasan perkotaan.

(4) RTH Hijau Publik sebagaimana dimaksud pada ayat (3), penyediaannya menjadi tanggungjawab Pemerintah Daerah dengan mempertimbangkan sebaran lokasi dan potensi masing-masing kawasan, yang pelaksanaanya akan diatur secara bertahap.

(5) RTH Privat sebagaimana dimaksud pada ayat (3) penyediaannya menjadi tanggung jawab masyarakat baik perorangan maupun pelaku usaha, dan lembaga/organisasi kemasyarakatan, yang pengendalian dan pengawasannya dilaksanakan melalui mekanisme perijinan oleh Perangkat Daerah yang ditunjuk.

Bagian Ketiga Pemanfaatan

Pasal 10

(1) Pemanfaatan RTHKP mencakup upaya peningkatan dan pengembangan fungsi RTH, penataan penggunaan ruang, dan pemeliharaan RTH.

(2) Pemanfaatan RTH Publik dilaksanakan secara terpadu oleh Pemerintah Daerah dan dapat berkerja sama dengan komponen masyarakat baik perorangan, maupun pelaku usaha dan organisasi/lembaga kemasyarakatan lainnya.

(3) Masyarakat baik perorangan maupun kelompok/organisasi kemasyarakatan lainnya, dan pelaku usaha, dapat melakukan pemanfaatan RTH Publik sebagaimana dimaksud pada ayat (2) atas izin dari Bupati atau Pejabat yang ditunjuk.

(4) Pemanfaatan RTH Privat yang berada di setiap persil/bangunan rumah tinggal,

perkantoran, tempat usaha, dan bangunan komersial lainnya, diwujudkan

dengan menanam pohon pelindung, perdu, semak hias, dan/atau penutup

tanah/rumput.

(7)

(5) Pemerintah Daerah berwenang mengatur pemanfaatan RTH Privat dalam rangka kepentingan penataan penggunaan ruang dan lingkungan hidup.

Pasal 11

(1) Pemanfaatan RTHKP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1) dilaksanakan dengan mempertimbangkan karakteristik kawasan dan fungsi/peruntukan Kawasan.

(2) Pemanfatan RTHKP dilaksanakan dengan mengembangkan penataan penggunaan ruang dan lahan, serta penyediaan prasarana dan sarana dalam rangka peningkatan standar kualitas lingkungan.

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengembangan penataan ruang dan lahan, serta penyediaan prasarana dan sarana sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dalam Peraturan Bupati.

Pasal 12

(1) Pemeliharaan RTH Publik dilaksanakan oleh Perangkat Daerah yang menyelenggarakan urusan RTH dan dapat bekerjasama dengan masyarakat baik perorangan maupun lembaga/organisasi kemasyarakatan lainnya, dan pelaku usaha, guna mengoptimalkan fungsi ekologis, estetika, dan sosial.

(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai kerja sama dalam rangka pemeliharaan RTH Publik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Bupati.

(3) Pemeliharaan RTH Privat dilaksanakan oleh pemilik persil/bangunan/lahan dengan memperhatikan keserasian, keindahan dan keseimbangan lingkungan.

Bagian Keempat

Pengendalian dan Pengawasan Pasal 13

(1) Pengendalian RTHKP dilaksanakan secara berkelanjutan yang cakupannya:

a. konsistensi pemanfataan; dan

b. optimalisasi fungsi RTHKP dan kualitas lingkungan hidup.

(2) Pengendalian RTHKP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan melalui penyusunan dan pembentukan peraturan, perizinan, pelaporan, pemantauan, dan penertiban.

Paragraf 1

Konsistensi Pemanfataan Pasal 14

(1) Masyarakat baik perorangan maupun lembaga/organisasi kemasyarakatan, dan pelaku usaha, dapat memanfaatkan RTHKP dan Ruang Terbuka Hijau lainnya sepanjang tidak menyimpang dari fungsi yang telah ditentukan.

(2) Masyarakat baik perorangan maupun lembaga/organisasi kemasyarakatan, dan pelaku usaha dilarang mendirikan bangunan atau sejenisnya dan/atau melaksanakan kegiatan pemanfaatan untuk kepentingan pribadinya di lokasi RTH Publik tanpa izin dari Bupati atau Pejabat yang ditunjuk.

(3) Masyarakat baik perorangan maupun lembaga/organisasi kemasyarakatan, dan

pelaku usaha yang memanfaatkan RTH Publik dilarang melakukan tindakan

perusakan dan/atau pengambilan tanpa hak prasarana dan sarana

pendukungnya.

(8)

Pasal 15

(1) Izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (2) memuat persyaratan secara ketat, kewajiban menjaga, memelihara, dan pelaporan dalam kegiatan pemanfaatan dalam rangka pelestarian RTH Publik.

(2) Ketentuan lebih lanjut persyaratan dan kewajiban yang termuat dalam izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Bupati.

Paragraf 2

Optimalisasi Fungsi RTHKP dan Kualitas Lingkungan Hidup Pasal 16

(1) Setiap orang dilarang melakukan perusakan dan/atau menyebabkan kematian tanaman/vegetasi yang ada dalam kawasan RTH Publik.

(2) Setiap orang dilarang melakukan pemindahan/penebangan/pemotongan pohon yang ada dalam kawasan RTH Publik tanpa izin Bupati atau pejabat yang ditunjuk.

(3) Izin untuk memindah/menebang/memotong pohon sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat diberikan berdasarkan alasan:

a. pohon dimaksud sudah dalam kondisi kering/lapuk/mati atau keropos batang utamanya sehingga berpotensi mengganggu keselamatan umum;

b. pohon dimaksud mengganggu jaringan listrik, jaringan telepon, kelancaran lalu lintas dan/atau fasilitas umum lainnya; dan

c. berdasarkan hasil penelitian/pemeriksaan yang menunjukkan bahwa pohon dimaksud dapat menyebarkan penyakit atau bahaya lainnya sehingga menganggu kepentingan umum.

(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai izin sebagaimana dimaksud pada ayat (2), diatur dalam Peraturan Bupati.

Pasal 17

Bupati atau Pejabat yang ditunjuk dalam rangka pengawasan RTHKP berwenang melakukan pemantauan dan penertiban dalam penyediaan dan pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau untuk mewujudkan keseimbangan tata ruang dan menjamin terciptanya lingkungan yang aman, nyaman, bersih, dan indah khususnya di kawasan perkotaan dan secara umum lingkungan Daerah.

BAB IV

PERAN SERTA MASYARAKAT Pasal 18

Masyarakat baik perorangan maupun lembaga/organisasi kemasyarakatan, dan pelaku usaha dapat berperan serta dalam penyediaan RTHKP yang dilaksanakan secara terkoordinasi dan terpadu dengan Pemerintah Daerah.

Pasal 19

Peran serta masyarakat baik perorangan maupun lembaga/organisasi kemasyarakatan, dan pelaku usaha dalam penyediaan RTH Publik, dapat berupa:

a. pemberian lahan dengan peralihan status hak privat menjadi hak publik untuk penyediaan RTH Publik;

b. penyerahan hak pemanfaatan lahan untuk penyediaan RTH Publik;

(9)

c. pembiayaan pembangunan RTH Publik;

d. pembiayaan pemeliharaan RTH Publik;

e. pengawasan pemanfaatan RTH Publik;

f. pemberian penyuluhan tentang fungsi Ruang Terbuka Hijau dalam peningkatan kualitas dan keamanan lingkungan, sarana interaksi sosial serta mitigasi bencana.

Pasal 20

Peran serta masyarakat dalam penyediaan RTH Privat meliputi:

a. pemberian penyuluhan tentang peranan Ruang Terbuka Hijau dalam peningkatan kualitas lingkungan;

b. turut serta dalam peningkatan kualitas lingkungan dalam hal penanaman tanaman, pembuatan sumur resapan (bagi daerah yang memungkinkan) dan pengelolaan sampah;

c. memaksimalkan lahan pekarangan, berm dan lahan kosong lainnya dengan berbagai jenis tanaman, baik ditanam langsung maupun ditanam dalam pot;

d. turut berpartisipasi aktif dalam komunitas masyarakat pecinta Ruang Terbuka Hijau.

BAB V PEMBIAYAAN

Pasal 21

(1) Pembiayaan RTH Publik disesuaikan dengan kondisi dan kemampuan keuangan Daerah.

(2) Pembiayaan penyediaan RTH Publik bersumber dari:

a. anggaran pendapatan dan belanja Daerah; dan

b. sumber lain yang tidak mengikat dan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

BAB V SANKSI Pasal 22

(1) Setiap orang yang melanggar larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14, dikenakan sanksi administrasi berupa:

a. teguran lisan;

b. peringatan tertulis;

c. pembatasan kegiatan atau pembubaran kegiatan;

d. pembatalan penerbitan izin;

e. pencabutan izin; dan/atau f. tindakan polisionil.

(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai prosedur dan tata cara penjatuhan sanksi administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 23

(1) Pelanggaran terhadap larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) dan ayat (2) dikualifikasi sebagai tindak pidana.

(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penjatuhan sanksi terhadap

pelanggaran larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai

ketentuan peraturan perundang-undangan.

(10)

BAB VI

KETENTUAN PERALIHAN Pasal 24

Izin terkait pemanfaatan RTH Publik yang telah diterbitkan sebelum berlakunya Peraturan Daerah ini, dinyatakan masih tetap berlaku hingga berakhir masa berlakunya dan selanjutnya diwajibkan melakukan penyesuaian berdasarkan Peraturan Daerah ini.

BAB VII

KETENTUAN PENUTUP Pasal 25

Peraturan daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dan menetapkannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Jeneponto.

ditetapkan di Jeneponto

pada tanggal 24 Desember 2018 BUPATI JENEPONTO,

Ttd

IKSAN ISKANDAR diundangkan di Jeneponto

pada tanggal 26 Desember 2018

SEKRETARIS DAERAH KABUPATEN JENEPONTO, Ttd

M. SYAFRUDDIN NURDIN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN JENEPONTO TAHUN 2018 NOMOR 277

NOREG. PERATURAN DAERAH KABUPATEN JENEPONTO PROVINSI SULAWESI

SELATAN : B.HK.HAM.8.192.18

(11)

PENJELASAN ATAS

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JENEPONTO NOMOR 18 TAHUN 2018

TENTANG

RUANG TERBUKA HIJAU I. UMUM

Penyelenggaraan dalam wujud penyediaan ruang terbuka hijau merupakan bagian dari upaya pemenuhan hak asasi manusia dalam rangka mendapatkan kehidupan yang sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat. Dengan lingkungan hidup yang baik dan sehat, melalui ketersediaan ruang terbuka hijau sarana ekologi, estetika dan sosial masyarakat, pada gilirannya akan meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat.

Selain itu, perkembangan pembangunan dan peningkatan jumlah penduduk, berimplikasi terhadap meningkatnya kebutuhan terhadap lahan, dan konsekuensi dari kebutuhan lahan untuk pembangunan dan pemukiman ini adalah kecenderungan berkurangnya kualitas lingkungan.

Berdasarkan pertimbangan dan kondisi praktis sebagaimana diuraikan di atas, maka diperlukan suatu upaya yang maksimal dari Pemerintah Daerah Kabupaten Jeneponto dalam hal menjamin kualitas lingkungan yang sehat dan berkelanjutan dalam rangka peningkatan kualitas kehidupan manusia, melalui penyediaan ruang terbuka hijau yang seimbang dalam tata ruang dan eksis sebagai sarana yang memberikan keindahan, kenyamanan, bersih, dan sehat bagi masyarakat. Agar penyelenggeraan penyediaan ruang terbuka hijau berlangsung secara sistematis, terpadu, menyeluruh, berkualitas, dan berkelanjutan, serta para pemangku kepentingan/pembangunan memiliki pedoman dalam melaksanakan fungsinya masing-masing sehingga dapat berlangsung secara terarah dan mencapai tujuan yang dikehendaki, maka diperlukan suatu perangkat hukum yang mewadahi dan menjadi dasarnya secara yuridis, yaitu Perda Kabupaten Jeneponto tentang Ruang Terbuka Hijau.

II. PASAL DEMI PASAL Pasal 1

Cukup jelas Pasal 2

Huruf a

Yang dimaksud dengan “asas keterpaduan” adalah bahwa penyediaan Ruang Terbuka Hijau diselenggarakan dengan mengintegrasikan berbagai pemangku kepentingan baik lintas sektoral maupun lintas kawasan.

Huruf b

Yang dimaksud dengan “asas keserasian dan keseimbangan” adalah

pengelolaan lingkungan atau penyediaan ruang untuk Ruang

Terbuka Hijau harus memperhatikan berbagai aspek kehidupan

seperti ekonomi, sosial, budaya, serta pelestarian lingkungan.

(12)

Huruf c

Yang dimaksud dengan “asas keberlanjutan” adalah penyediaan Ruang Terbuka Hijau diselenggarakan untuk meningkatkan daya dukung lahan dan daya tampung lingkungan agar dapat menciptakan lingkungan sehat untuk generasi berikutnya.

Huruf d

Yang dimaksud dengan “asas kedayagunaan dan kehasilgunaaan”

adalah bahwa dalam pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau harus dapat memberikan manfaat bagi kehidupan masyarakat baik secara sosial budaya, ekonomi dan estetika lingkungan sehingga terwujud keseimbangan ekologis, konservasi hayati serta kesejahteraan masyarakat.

Huruf e

Yang dimaksud dengan “asas keterbukaan” dalam penyediaan Ruang Terbuka Hijau adalah bahwa dalam setiap perencanaan, pelaksanaan, pengendalian, pemanfaatan dan pengawasan Ruang Terbuka Hijau bersifat transparan dan terbuka. Dengan demikian seluruh lapisan masyarakat mempunyai kesempatan seluas-luasnya untuk memberikan aspirasi atau masukan dalam setiap proses penyelenggaraan penyediaan Ruang Terbuka Hijau.

Huruf f

Yang dimaksud dengan “asas perlindungan kepentingan umum”

adalah bahwa dalam pelaksanaan penyediaan Ruang Terbuka Hijau mendahulukan pelindungan kesejahteraan umum dengan cara yang aspiratif, akomodatif, dan selektif.

Huruf g

Yang dimaksud dengan “asas kepastian hukum dan keadilan” adalah bahwa asas dalam negara hukum yang meletakkan hukum dan ketentuan peraturan perundang-undangan sebagai dasar dalam setiap kebijakan dan tindakan dalam penyediaan Ruang Terbuka Hijau.

Huruf h

Yang dimaksud dengan “asas akuntabilitas” adalah penyediaan Ruang Terbuka Hijau dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 3

Cukup jelas.

Pasal 4

Cukup jelas Pasal 5

Ayat (1)

Kawasan perkotaan di Kabupaten Jeneponto yang ditentukan sebagai RTHKP berdasarkan RTRW, adalah sebagai berikut:

1. Pusat Kegiatan Wilayah (PKW) yaitu kawasan perkotaan yang

berfungsi untuk melayani kegiatan skala kabupaten atau

beberapa kabupaten/kota;

(13)

2. Pusat Kegiatan Lokal Promosi (PKLp) adalah pusat kegiatan yang dipromosikan untuk di kemudian hari ditetapkan sebagai PKL (Pusat Kegiatan Lokal); dan

3. Pusat Pelayanan Kawasan (PPK) adalah kawasan perkotaan yang berfunsi untuk melayani kegiatan skala kecamatan atau beberapa desa.

Ayat (2)

Cukup jelas Pasal 6

Cukup jelas Pasal 7

Cukup jelas Pasal 8

Cukup jelas Pasal 9

Ayat (1)

Fungsi ekologis, meliputi:

a. memberi jaminan penyediaan Ruang Terbuka Hijau menjadi bagian dari sistem sirkulasi udara;

b. pengatur iklim mikro agar sistem sirkulasi udara dan air secara alami dapat berlangsung lancar;

c. sebagai peneduh;

d. produsen oksigen;

e. penyerap air hujan;

f. penyedia habitat satwa;

g. penyerap polutan media udara, air dan tanah; serta h. penahan angin.

Fungsi sosial dan budaya, meliputi:

a. menggambarkan ekspresi budaya lokal;

b. merupakan media komunikasi warga;

c. tempat rekreasi; dan

d. wadah dan objek pendidikan, penelitian, dan pelatihan dalam mempelajari alam.

Fungsi ekonomi, meliputi:

a. sumber produk yang bisa dijual, seperti tanaman hias, buah, sayur; dan

b. bisa menjadi bagian dari usaha pertanian, perkebunan, dan kehutanan.

Fungsi estetika, meliputi:

a. meningkatkan kenyamanan, memperindah lingkungan baik dari skala mikro: halaman rumah, lingkungan permukimam, maupun makro: lansekap secara keseluruhan;

b. menstimulasi kreativitas dan produktivitas warga;

c. pembentuk faktor keindahan arsitektural; dan

d. menciptakan suasana serasi dan seimbang antara area

terbangun dan tidak terbangun.

(14)

Ayat (2)

Cukup jelas Ayat (3)

Cukup jelas Ayat (4)

Cukup jelas Ayat (5)

Cukup jelas Pasal 10

Cukup jelas Pasal 11

Cukup jelas Pasal 12

Cukup jelas Pasal 13

Cukup jelas Pasal 14

Cukup jelas Pasal 15

Cukup jelas Pasal 16

Cukup jelas Pasal 17

Cukup jelas Pasal 18

Cukup jelas Pasal 19

Cukup jelas Pasal 20

Cukup jelas Pasal 21

Cukup jelas Pasal 22

Cukup jelas Pasal 23

Cukup jelas

(15)

Pasal 24

Cukup jelas Pasal 25

Cukup jelas

TAMBAHAN LEMBARAN DAERAH KABUPATEN JENEPONTO TAHUN 2018

NOMOR 13

Referensi

Dokumen terkait

Saran dari penelitian pengembangan ini adalah (1) bagi guru maupun siswa supaya lebih teliti dalam menggunakan program kuis interaktif tipe fill in the

Pencantuman klausula baku yang diterapkan oleh pelaku usaha pada resi pengiriman tersebut harus sesuai dengan ketentuan yang terdapat dalam Undang-Undang No 8 Tahun 1999

Setiap mata pelajaran dalam Program Keahlian (dalam hal ini Teknik Mesin) dan Paket Keahlian (dalam hal ini diambil contoh Teknik Pemesinan) terdiri atas beberapa kompetensi

Dari hasil pemetaan level risk seperti pada gambar 4.5, 4.6, dan 4.7 dapat di simpulkan bahwa level risk yang tertinggi adalah medium high risk yang terdapat pada 2 nd

Data pemboran ini menunjukkan pergeseran lingkungan pengendapan dari kanal cabang tidak aktif (endapan lumpur dan lempung di bagian bawah) menjadi kanal aktif pada sedimentasi

bahwa penyelenggaraan kepariwisataan di Kabupaten Jeneponto, ditujukan untuk mendorong pembangunan daerah, memperluas dan memeratakan kesempatan berusaha dan lapangan

(2) Penyertaan Modal Daerah untuk memenuhi modal dasar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan perundang- undangan yang mengatur mengenai