• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH KEHADIRAN BANDAR KUALANAMU TERHADAP SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT DEA ARAS KABU KECAMATAN BERINGIN KABUPATEN DELI SERDANG SKRIPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "PENGARUH KEHADIRAN BANDAR KUALANAMU TERHADAP SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT DEA ARAS KABU KECAMATAN BERINGIN KABUPATEN DELI SERDANG SKRIPSI"

Copied!
115
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH KEHADIRAN BANDAR KUALANAMU TERHADAP SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT DEA ARAS KABU KECAMATAN

BERINGIN KABUPATEN DELI SERDANG

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sosial

Universitas Sumatera Utara

Oleh :

Reno Pumadiansyah 110902030

DEPARTEMEN KESEJAHTERAAN SOSIAL FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2018

(2)

PENGARUH KEHADIRAN BANDAR KUALANAMU TERHADAP SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT DEA ARAS KABU KECAMATAN

BERINGIN KABUPATEN DELI SERDANG

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Sosial dalam Program Studi Kesejahteraan Sosial

pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara

Oleh

RENO PUMADIANSYAH 110902030

DEPARTEMEN KESEJAHTERAAN SOSIAL FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2018

(3)

Judul Skripsi : PENGARUH KEHADIRAN BANDARA KUALANAMU

TERHADAP SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT DI

DESA ARAS KABU KECAMATAN BERINGIN KABUPATEN DELI SERDANG

Nama Mahasiswa : Reno Pumadiansyah NIM : 110902030

Departemen/Prodi : Kesejahteraan Sosial Menyetujui, DOSEN PEMBIMBING

Agus Suriadi, S.Sos, M.Si NIP. 19670808 199403 1 004

KETUA DEPARTEMEN

Agus Suriadi, S.Sos, M.Si NIP. 19670808 199403 1 004

DEKAN FISIP USU

Dr. Muryanto Amin, S.Sos, M.Si NIP. 19740930 200501 1 002

(4)

PENGARUH KEHADIRAN BANDARA KUALANAMU TERHADAP SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT DI DESA ARAS KABU KECAMATAN

BERINGIN

KABUPATEN DELI SERDANG

ABSTRAK

Bandara Kualanamu memiliki peranan sebagai salah satu sarana transportasi udara dan menjadi transportasi utama yang dapat menghubungkan lokasi antar daerah, antar provinsi, maupun antar negara. Pembangunan Bandara Internasional Kualanamu di Deli Serdang ini ternyata telah memberikan pengaruh terhadap perubahan kawasan sekitarnya. Ini ditandai dengan berkurangnya lahan pertanian yang disebabkan karena terjadinya ahli fungsi lahan dari lahan pertanian menjadi lahan terbangun. Penelitian ini menggunakan tipe penelitian eksplanatif. Penelitian Eksplanatif (kuantitatif) digunakan untuk menguji hubungan antara variabel yang akan di hipotesakan yang membuktikan bagaimana pengaruh antara variabel yaitu, pengaruh Kehadiran Bandara Kuala Namu terhadap Sosial ekonomi Masyarakat Desa Aras Kabu Kecamatan Beringin Kabupaten Deli Serdang. Adapun jumlah sampel dalam penelitian ini adalah 82 KK. Berdasarkan uji hipotesa terhadap kehadiran Bandara Kuala Namu terhadap Sosial Ekonomi Masyarakat Desa Aras kabu Kecamatan Beringin Kabupaten Deli Serdang didapatkan koefisien korelasi product moment nya adalah rxy = 0,525, koefisien tersebut ternyata lebih besar dari harga tabel yaitu 0,217, sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan positif yang mantap. Hal ini berarti kehadiran Bandara Kuala Namu memberi pengaruh terhadap sosial ekonomi masyarakat desa Aras Kabu.

Kata kunci : Pengaruh, Bandara Kualanamu, sosial ekonomi

(5)

EFFECT OF ATTENDANCE AIRPORT AGAINST SOCIAL ECONOMIC COMMUNITY AT ARAS KABU VILLAGE BERINGIN DISTRICTS

DELI SERDANG DISTRICT

ABSTRACT

Kualanamu Airport has a role as one of air transportation and become the main transportation that can connect location between regions, between provinces, and between countries. The construction of Kualanamu International Airport in Deli Serdang turned out to have an effect on the changes in the surrounding area. This is marked by the decrease of agricultural land caused by the expert of land function from agricultural land into wake land.

This research uses explanative type of research. Explanative research (quantitative) is used to test the relationship between hypothesized variables that proves how the influence between variables is the influence of the presence of Kuala Namu Airport to the social economy of Aras Kabu Village, Beringin District, Deli Serdang Regency. The number of samples in this study was 82 families.

Based on the hypothesis test on the presence of Kuala Namu Airport to the Socio-Economic Community of Aras Village, Beringin District, Deli Serdang Regency, the product moment correlation coefficient is rxy = 0,525, the coefficient is bigger than the table price of 0.217, so it can be concluded that there is a positive relationship steady. This means the presence of Kuala Namu Airport gives Influence to Socio-Economic Community of Aras Kabu Village.

Keywords: Influence, Kualanamu Airport, social economy

(6)

KATA PENGANTAR

Penulis mengucapkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan berkah-Nya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini.

Selama melakukan penelitian dan penulisan skripsi ini, Penulis memperoleh bantuan moril dan materil dari berbagai pihak. Oelh karena itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang tulus kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Runtung Sitepu, SH, M.Hum, selaku Rektor Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Dr. Muryanto Amin, S.Sos, M.Si, selaku Dekan Fakultas Ilmu Soisal dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Husni Thamrin, S.Sos, MSP, selaku Wakil Dekan I Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak Agus Suriadi, S.Sos, M.Si, selaku Ketua Departemen Kesejahteraan Sosial Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

5. Ibu Mastauli Siregar, S.Sos, M.Si, selaku Dosen Pembimbing yang telah membimbing dan mengarahkan penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

6. Abangda Fajar Utama Ritonga, S.Sos, M.Kesos, selaku dosen penguji atas saran dan kritik yang diberikan.

7. Kedua Orang Tua tercinta yang mengorbankan segalanya untuk mendukung dan membantu penyelesaian skripsi ini.

8. Atika Khairani, Fahmi Ikhwan Dani dan Raffi Firmansyah, ketiga adik tersayang yang menjadi kebanggan keluarga.

9. Seluruh keluarga besar Sukini yang besar sekali jasanya dalam proses penyelesaian skripsi.

10. Bapak Prof. Dr. dr. M Fidel Ganis Siregar, M.Ked(OG), Sp.OG(K), selaku Wakil Rektor II Universitas Sumatera Utara sekaligus Ketua Umum PS Keluarga USU yang telah banyak memberikan dukungan moril walaupun selalu marah – marah.

(7)

11. Bapak Drs. Hendra Harahap, M.Si, Ph.D, selaku Wakil Dekan III Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara yang telah banyak mendukung dan membantu penyelesaian skripsi ini.

12. Abangda Muhammad Arifin Nasution, S.Sos, MSP, selaku Wakil Dekan II Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Sekretaris Senat Universitas Sumatera Utara sekaligus menjabat Sekretaris Umum PS Keluarga USU yang telah banyak membantu dan meberikan dukungan moril dan materil penyelesaian skripsi ini.

13. Abangda Ikhsan Siregar, ST, M.Eng, selaku Dosen Teknik sekaligus Bendahara Umum PS Keluarga USU yang selalu mendukung saya dalam penyelesaian skripsi ini.

14. Abangda Rulianda Purnomo Wibowo, SP, M.Ec, Ph.D, selaku Staf Ahli Rektor Bidang Akademik Universitas Sumatera Utara yang tidak bosannya membimbing dan memotivasi saya dalam penyelesaian skripsi ini.

15. Abangda Anes Raider, selaku Kepala Stadion dan juga abang angkat yang selalu ada membantu, mendukung hingga menjadi seseorang yang selalu ada di garis terdepan ketika penulis mengalami kesulitan.

16. Bapak dr. Edy Ardiansyah, M.Ked(OG), Sp.OG(K), selaku Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Sumatera Utara yang selalu memberikan dukungan moril dan juga materil.

17. Abangda Indra Gunawan Tarigan, SE, selaku Wakil Ketua Bidang Eksebisi PS Keluarga USU dan pengusaha Emas yang selalu memotivasi dalam penyelesaian skripsi ini.

18. Adinda Sri Afri Anggita Lubis, S.Ikom, seorang perempuan yang sangat menginspirasi dan sangat berperan penting hingga pada akhirnya skripsi ini bisa terselesaikan.

19. Seluruh Pemain PS Lansia USU, yang selama ini telah banyak membantu dan memotivasi hingga selesainya skripsi ini.

20. Seluruh sahabat atau “kedan awak” Pratu Wisnu, Supriantoni, Andriansyah, Panjul (Jarwo), Feri, dr. Riza Andhika, Dandi Surama Torong, S.Pd, Pulung

(8)

Sinulingga, S.Pd, Ijal Ompong, Pras (Gombloh) yang selalu ada dalam suka maupun duka.

21. Seluruh Pemain PS Keluarga USU U19, Tio, Alba, Rizky, Bima, Reza, Faisal dan lainnya yang tidak bisa disebutkan satu persatu.

22. Seluruh Pemain PS Keluarga USU Senior yang berlaga di Liga 3 PSSI Nasional Jepara, kalian luar biasa.

23. Dan semua yang telah membantu penyelesaian skripsi ini.

Penulis menyadari skripsi ini masih banyak memiliki kekurangan dan jauh dari sempurna. Namun harapan penulis semoga skripsi ini bermanfaat kepada seluruh pembaca. Semoga kiranya Allah SWT memberikan Rahmat-Nya kepada kita semua. Amin………….

Medan, Februari 2018 Penulis,

Reno Pumadiansyah

(9)

DAFTAR ISI

ABSTRAK……… i

ABSTRACK………. ii

KATA PENGANTAR………. iii

DAFTAR ISI……… vi

DAFTAR TABEL……… x

DAFTAR BAGAN………... xiv

DAFTAR LAMPIRAN……… xv

BAB I PENDAHULUAN….………... 1

1.1 Latar Belakang ……….. 1

1.2 Perumusan Masalah ……….. 5

1.3 Tujuan Penelitian ……….. 5

1.4 Manfaat Penelitian ……… 5

1.5 Sistematika ………... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA...………... 7

2.1 Pembangunan ………... 7

2.1.1 Pengertian Pembangunan ……… 7

2.1.2 Nilai Pembangunan ………. 7

2.1.3 Sasaran Pembangunan ……….……… 10

2.1.4 Pembangunan Ekonomi ……..……….... 10

2.1.5 Pembangunan Sosial ……… 13

2.1.6 Pembangunan Daerah ……….. 16

2.1.7 Pembangunan Pedesaan ………... 19

2.2 Bandara ………... 22

2.2.1 Pengertian Bandara ……….. 22

2.2.2 Peran Bandara ……….. 23

(10)

2.2.3 Fungsi Bandara ……… 24

2.3 Sosial Ekonomi ……… 24

2.3.1 Pengertian Sosial ekonomi ……….. 24

2.3.2 Indikator Sosial Ekonomi ……… 25

2.4 Kesejahteraan Sosial ………. 28

2.4.1 Pengertian Kesejahteraan Sosial ……….. 28

2.4.2 Usaha Kesejahteraan Sosial ………. 31

2.5 Kerangka Pemikiran ………. 32

2.6 Hipotesis ………... 34

2.7 Definisi Konsep dan Definisi Operasional ……….. 35

2.8.1 Definisi Konsep ……… 35

2.8.2 Definisi Operasional ……… 36

BAB III METODE PENELITIAN………. 38

3.1 Tipe Penelitian ……….………. 38

3.2 Lokasi Penelitian ……….………. 38

3.3 Populasi dan Sampel ……….……… 38

3.3.1 Populasi ………. 38

3.3.2 Sampel ……… 39

3.4 Teknik Pengumpulan Data ……….... 39

3.5 Teknik Analisa Data ………..………... 40

BAB I PENDAHULUAN….………... 1

1.1 Latar Belakang ……….. 1

1.2 Perumusan Masalah ……….. 5

1.3 Tujuan Penelitian ……….. 5

1.4 Manfaat Penelitian ……… 5

1.5 Sistematika ………... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA...………... 7

(11)

2.1 Pembangunan ………... 7

2.1.1 Pengertian Pembangunan ……… 7

2.1.2 Nilai Pembangunan ………. 7

2.1.3 Sasaran Pembangunan ……….……… 10

2.1.4 Pembangunan Ekonomi ……..……….... 10

2.1.5 Pembangunan Sosial ……… 13

2.1.6 Pembangunan Daerah ……….. 16

2.1.7 Pembangunan Pedesaan ………... 19

2.2 Bandara ………... 22

2.2.1 Pengertian Bandara ……….. 22

2.2.2 Peran Bandara ……….. 23

2.2.3 Fungsi Bandara ……… 24

2.3 Sosial Ekonomi ……… 24

2.3.1 Pengertian Sosial ekonomi ……….. 24

2.3.2 Indikator Sosial Ekonomi ……… 25

2.4 Kesejahteraan Sosial ………. 28

2.4.1 Pengertian Kesejahteraan Sosial ……….. 28

2.4.2 Usaha Kesejahteraan Sosial ………. 31

2.6 Kerangka Pemikiran ………. 32

2.7 Hipotesis ………... 35

2.8 Definisi Konsep dan Definisi Operasional ……….. 35

2.8.1 Definisi Konsep ……… 35

2.8.2 Definisi Operasional ……… 36

BAB III METODE PENELITIAN………. 38

3.1 Tipe Penelitian ……….………. 38

3.2 Lokasi Penelitian ……….………. 38

3.3 Populasi dan Sampel ……….……… 38

(12)

3.3.1 Populasi ………. 38

3.3.2 Sampel ……… 39

3.4 Teknik Pengumpulan Data ……….... 39

3.5 Teknik Analisa Data ………..………... 38

BAB IV DEKRIPSI LOKASI PENELITIAN………... 42

4.1 Keadaan Geografis dan Batas – Batas Desa Aras Kabu………… 42

4.2 Deskripsi Demografi Desa Aras Kabu……….. 42

4.2.1 Penduduk menurut kepala keluarga tiap dusun…………. 42

4.2.2 Jumlah penduduk berdasarkan kelompok umur………… 43

4.2.3 Penduduk menurut jenis kelamin……….. 44

4.2.4 Penduduk menurut agama……….. 44

4.2.5 Penduduk menurut pekerjaan………. 45

4.3 Sarana dan Fasilitas Desa………... 45

4.3.1 Sarana pendidikan (gedung sekolah)………. 45

4.3.2 Sarana olahraga……….. 46

4.3.3 Sarana peribadatan………. 47

4.3.4 Sarana kesehatan di desa aras kabu………... 47

4.4 Gambaran Bandara Kualanamu………. 48

BAB V ANALISA DATA………. 50

5.1 Karakteristik Umum Responden………... 50

5.2 Kehidupan Sosial Bandara Kualanamu (Variable X)……… 53

5.3 Sosial Ekonomi (Variabel Y)……… 55

5.4 Uji Hipotesa……….. 67

BAB VI PENUTUP……….. 71

6.1 Kesimpulan……….. 71

6.2 Saran……… 72 DAFTAR PUSTAKA

(13)

DAFTAR TABEL

Tabel 4.1 Penduduk Menurut Kepala Keluarga Tiap Dusun……….. 42

Tabel 4.2 Jumlah Penduduk Berdasarkan Kelompok Umur………... 43

Tabel 4.3 Penduduk Menurut Jenis Kelamin……….. 44

Tabel 4.4 Penduduk Menurut Agama………. 44

Tabel 4.5 Penduduk Menurut Pekerjaan……… 45

Tabel 4.6 Sarana Pendidikan Desa Aras Kabu……….. 46

Tabel 4.7 Sarana Olahraga Desa Aras Kabu………. 46

Tabel 4.8 Sarana Peribadatan Desa Aras Kabu………. 47

Tabel 4.9 Prasarana Kesehatan Desa Aras Kabu……….. 47

Tabel 5.1 Distribusi Responden Usia……… 50

Tabel 5.2 Distribusi Responden Berdasarkan Pekerjaan……….. 51

Tabel 5.3 Distribusi Responden Berdasarkan Agama……….. 51

Tabel 5.4 Distribusi Responden Berdasarkan Suku………. 52

Tabel 5.5 Distribusi Responden Berdasarkan Pendidikan Formal Terakhir……… 52

Tabel 5.6 Distribusi Responden Berdasarkan Pengetahuan Informasi Tentang Kehadiran Bandara Kualanamu………. 53

Tabel 5.7 Distribusi Responden Berdasarkan Sumber Informasi yang di Peroleh Responden Tentang Kehadiran Bandara Kualanamu. 53 Tabel 5.8 Distribusi Responden Berdasarkan Anggoata Keluarga yang Bekerja di Bandara Kualanamu……….. 54

(14)

Tabel 5.9 Distribusi Resp[onden Berdasarkan Hubungan Ekonomi

Dengan Bandara Kualanamu……… 54 Tabel 5.10 Distribusi Responden Perubahan Sumber Pendapatan

Yang Lain Setelah Beroperasinya Bandara Kualanamu…… 55 Tabel 5.11 Distribusi Responden Tentang Pendapatnya Setelah

Adanya Bandara Kualanamu………. 55 Tabel 5.12 Distribusi Responden Tentang Pendapatnya Sebelum

Adanya Bandara Kualanamu………. 55 Tabel 5.13 Distribusi Responden Tentang Pendapatnya Sesudah

Adanya Bandara Kaualanamu………... 56 Tabel 5.14 Distribusi Responden Penghasilan Responden Sebelum

Adanya Bandara Kualanamu………. 56 Tabel 5.15 Distribuasi Responden Penghasilan Rsponden Sesudah

Adanya Bandara Kualanamu………. 57 Tabel 5.16 Distribusi Responden Jumlah Tanggungan Keluarga……... 57 Tabel 5.18 Distribusi Kondisi Pekerjaan Responden Sebelum

Berdirinya Bandara Kualanamu……… 58 Tabel 5.19 Distribusi Kondisi Pekerjaan Responden Sesudah

Bandara Kualanamu……….. 58 Tabel 5.20 Distribusi Tawaran Pekerjaan kepada Responden di

Bandara Kualanamu……….. 59 Tabel 5.22 Distribusi Pengangguran Berkurang di Desa Aras Kabu….. 59

(15)

Tabel 5.22 Distribusi sarana Pendidikan sebelum berdirinya Bandara

Kulanamu……….. 59

Tabel 5.23 Distribusi Sarana Pendidikan sesudah berdirinya Bandara

Kualanamu……… 60

Tabel 5.24 Dsitribusi Tinglkat Kemampuan Responden Menyekolahkan Anak Sebelum Adanya Bandara Kualanamu……… 60 Tabel 5.25 Distribusi Tingkat Kemampuan Responden Menyekolahkan

Anak Setelah Adanya Bandara Kualanamu……….. 61 Tabel 5.26 Distribusi Sumber Biaya Pendidikan Masyarakat Desa

Aras Kabu Sebelum Adanya Bandara Kualanamu………… 61 Tabel 5.27 Distribusi Sumber Biaya Pendidikan Masyarakat Desa

Aras Kabu Setelah Adanya Bandara Kualanamu………….. 61 Tabel 5.28 Distribusi Adanya Bantuan Masyarakat Desa Aras Kabu

Dari Bandara Kualanamu……….. 62 Tabel 5.29 Distribusi Kondisi Kesehatan Masyarakat Desa Aras Kabu

Sebelum Hadirnya bandara Kualanamu……… 62 Tabel 5.30 Distribusi Kondisi Kesehatan Masyarakat Desa Aras Kabu

Sesudah Hadirnya Bandara Kualanamu……… 63 Tabel 5. 31 Distribusi Responden Ketika Sakit Berobat Sebelum

Hadirnya Bandara Kualanamu………. 63 Tabel 5.32 Distribusi Responden Ketika Sakit Berobat Sesudah

Hadirnya Bandara Kualanamu……….. 63

(16)

Tabel 5.33 Distribusi Tipe Rumah Responden sebelum Hadirnya

Bandara Kualanamu………... 64 Tabel 5.34 Distribusi Tipe Rumah Responden sesudah Hadirnya

Bandara Kualanamu……… 64 Tabel 5.35 Distribusi Jumlah Kendaraan Responden Sebelum

Hadirnya Bandara Kualanamu……… 64 Tabel 5.36 Distribusi Jumlah Kendaraan Responden Sesudah

Hadirnya Bandara Kualanamu………. 65 Tabel 5.37 Distribusi Penguasaan Bangunan/Rumah Sebelum

Hadirnya Bandara Kualanamu………. 65 Tabel 5.38 Distribusi Panguasaan Bangunan/Rumah sesudah

Hadirnya Bandara Kualanamu………. 66 Tabel 5.39 Distribusi Terjadinya Kriminalitas Sebelum Hadirnya

Bandara Kualanamu………. 66 Tabel 5.40 Distribusi Terjadinya Kriminalitas sesudah Hadirnya

Bandara Kualanamu………. 66 Tabel 5.41 Distribusi Kondisi Lingkungan di Desa Aras Kabu sebelum

Hadirnya Bandara Kualanamu……….. 67 Tabel 5.42 Distribusi Kondisi Lingkungan di Desa Aras Kabu sesudah

Hadirnya Bandara Kualanamu………... 67

(17)

DAFTAR BAGAN

Bagan 2.5 Kerangka Pemikiran……… 34 Bagan 4.3 Struktur Pemerintahan Desa Aras Kabu………. 48

(18)

DAFTAR LAMPIRAN

1. Surat Pengajual Judul Skripsi

2. Surat Izin Penelitian dari Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik 3. Berita Acara Seminar Proposal Penelitian

4. Kuesioner Penelitian

(19)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Di Indonesia sekarang ini sedang melakukan pembangunan pada aspek – aspek penting, baik dibidang industri, pertanian, ekonomi maupun jasa, dan bidang lainnya. Pembangunan tersebut dilakukan sebagai upaya untuk lebih memajukan perekonomian di Indonesia., khususnya bagi masyarakat menengah kebawah yang membutuhkan banyak sekali pekerjaan ataupun lowongan pekerjaan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari.

Pembangunan banyak dilakukan di daerah perkotaan, karena di kota merupakan pusat berbagai aktifitas perdagangan, ekonomi, industri dan, juga politik. Tetapi di daerah pedesaan dan daerah terpencil juga dilakukan pembangunan. Walaupun pembangunan pada aspek – aspek penting tersebut belum seperti pembangunan di kota. Namun pemerintah pada masa sekarang ini sudah mulai memprioritaskan pembangunan di pedesaan. , hal ini bertujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat didaerah dan dilaksanakan dengan merata di seluruh wilayah serta benar-benar dapat dirasakan oleh seluruh masyarakat sebagai perbaikan tingkat kehidupan menuju kesejahteran sosial.

Untuk menunjang rencana pemerintah tersebut, tahun 2015 pemerintah telah menganggarkan Anggaran Infrastruktur Nasional sebesar Rp290T dimana merupakan anggaran terbesar dalam 5 tahun terakhir, dan bisa jadi merupakan terbesar dalam sejarah. Bisa dibayangkan betapa besarnya dana investasi pembangunan yang harus disediakan untuk pembangunan infrastruktur dengan konsekuensi lamanya waktu yang dibutuhkan untuk infrastruktur itu siap digunakan. Tetapi melihat manfaatnya yang besar untuk menstimulasi tumbuh dan terdistribusi ekonomi masyarakat serta kemampuannya untuk mendorong investasi dan ekspor, rasanya pengorbanan besar yang dilakukan untuk membangun infrastruktur yang merata di Indonesia merupakan pengorbanan yang pantas dengan manfaat yang diraih. (APBNNews, 2015)

(20)

Dalam pelaksanaan pembangunan di Indonesia, perhatian terbesar dan utama diberikan pada bidang ekonomi, untuk itu dalam menunjang pelaksanaan pembangunan tersebut harus disertai dengan pembenahan pada sektor – sektor penting terkait. Sektor yang paling utama adalah infrastruktur sebagai akses yang digunakan agar kegiatan perekonomian berjalan dengan baik. Infrastruktur yang dimaksud seperti akses jalan, jembatan, bandara dll.

Bandara merupakan satu unsur penting yang memegang peranan penting dalam mendukung pelaksanaan pembangunan khususnya bidang ekonomi. Pada Undang – Undang No 40 Tahun 2012 dijelaskan secara detail bahwa peran Bandara sangat penting dalam pemerataan, pertumbuhan, dan sebagai pondorong maupun penggerak untuk menunjang pembangunan daerah tersebut dan juga pembangunan nasional. Bandara ini menjadi pintu gerbang suatu daerah yang mampu melayani kegiatan penerbangan domestik maupun Internasional.

Sehinggga kegiatan perekonomian yang menunjang perkembangan suatu wilayah semakin mudah untuk dilaksanakan.

Secara umum peran bandara melalui angkutan udara dapat memperkokoh kehidupan politik, pengembangan ekonomi, sosial dan budaya serta keamanan dan pertahanan. Dibidang pengembangan ekonomi, sosial dan budaya, angkutan udara memberikan kontribusi yang cukup besar antara lain, di bidang transportasi, pengembangan ekonomi daerah, pertumbuhan pariwisata dan ketenagakerjaan.

bandara di bidang pengembangan ekonomi merupakan kegiatan lalu lintas orang maupun barang untuk membantu membuka akses, menghubungkan dan mengembangkan potensi ekonomi daerah yang pertumbuhan ekonominya masih rendah serta menghidupkan dan mendorong pembangunan wilayah khususnya daerah-daerah yang masih terpencil , sehingga penyebaran penduduk, pemerataan pembangunan dan distribusi ekonomi dapat terlaksana sesuai dengan yang diharapkan.

Saat ini kegiatan pengembangan bandara yang masih hangat di Indonesia salah satunya adalah mengenai pembangunan Bandara Internasional Kualanamu yang terletak di Kabupaten Deli Serdang. Pembangunan bandara ini juga memiliki

(21)

peranan yang sangat penting dalam mendukung pertumbuhan perekonomian wilayah Provinsi Sumatera Utara dan Kabupaten Deli Serdang.

Kabupaten Deli Serdang merupakan salah kabupaten yang berada di Provinsi Sumatera Utara dan secara administrasi berbatasan langsung dengan Kota Medan. Kabupaten ini adalah wilayah hinterland dari Kota Medan, sehingga perkembangan wilayahnya pun sebagaian besar dikarenakan adanya pengaruh yang ditimbulkan dari perkembangan Kota Medan. Namun, pada saat ini yang menjadi salah satu faktor penyebab berkembangannya kabupaten ini karena adanya pembangunan bandara Internasional Kualanamu yang merupakan rencana Pemerintah Provinsi Sumatera Utara dengan tujuan untuk menggantikan fungsi Bandara Internasional Polonia Medan. Alasan adanya rencana pemindahan fungsi bandara tersebut dikarenakan Bandara Polonia Medan memiliki lokasi yang kurang layak yaitu berada di pusat perkotaan Kota Medan. Maka dari itu, pemerintah pun membuat kebijakan dengan pemindahan bandara tersebut.

Perencanaan pembangunan bandara Kualanamu sebenarnya sudah direncanakan sejak tahun 1994, hanya saja terjadi beberapa kendala yang menyebabkan proyek pembangunan tersebut mengalami penundaan. Pada saat ini Bandara Kualanamu sudah beroperasi, hanya saja kegiatan pembangunan masih belum 100 persen selesai. Hal ini karena masih ada beberapa akses menuju bandara yang belum selesai secara keseluruhan. bandara Kualanamu merupakan Bandara Internasional yang menggantikan fungsi bandara Polonia Medan dan akan menjadi pintu masuk utama ke wilayah Sumatera Utara. Bandara ini terletak di Kecamatan Beringin dan Kecamatan Pantai Labu. (Nia dan Samsul, 2014.83)

Bandara Kualanamu memiliki peranan sebagai salah satu sarana transportasi udara dan menjadi transportasi utama yang dapat menghubungkan lokasi antar daerah, antar provinsi, maupun antar negara. Pembangunan Bandara Internasional Kualanamu di Deli Serdang ini ternyata telah memberikan pengaruh terhadap perubahan kawasan sekitarnya. Wilayah yang mendapatkan dampak paling mencolok adalah wilayah selatan Bandara Kualanamu. Seperti yang terjadi di Desa Aras Kabu, Desa yang berbatasan langsung dengan Bandara Kuala Namu ini sangat mendapatkan dampak yang besar. Ini ditandai dengan berkurangnya

(22)

lahan pertanian yang disebabkan karena terjadinya ahli fungsi lahan dari lahan pertanian menjadi lahan terbangun.

Perubahan sosial ekonomi masyarakat sekitar kawasan Bandara Kuala Namu khususnya Desa Aras Kabu juga dapat dilihat dari PDRB Kabupaten Deli Serdang. PDRB per kapita Kabupaten Deli Serdang baik atas dasar harga berlaku maupun atas dasar harga konstan menunjukkan adanya peningkatan. Pada tahun 2013 PDRB per kapita Kabupaten Deli Serdang atas dasar harga berlaku sebesar Rp 30.854.177,92 sedangkan pada tahun 2012 PDRB per kapita Kabupaten Deli Serdang atas dasar harga berlaku sebesar Rp 26.749.611,91. Dengan demikian pada tahun 2013 PDRB per kapita atas harga berlaku meningkat sebesar 15,34 %.

(PDRB Kab Deli Serdang 2009 – 2013, 2014)

Secara riel (atas dasar harga konstan) PDRB per kapita Kabupaten Deli Serdang tahun 2012 tercatat sebesar Rp 8.615.892,68. Angka ini meningkat menjadi Rp 9.488.690,97 pada tahun 2013 atau mengalami kenaikan sebesar 10,13 %. Sehingga dari sisi perhitungan PDRB seperti dimaksud di atas, maka dapat disimpulkan bahwa kesejahteraan penduduk Kabupaten Deli Serdang tahun 2013 mengalami peningkatan dibandingkan dengan kondisi tahun 2012. (PDRB Kab Deli Serdang 2009 – 2013, 2014)

Pada paragraf sebelumnya dapat dilihat bahwa terjadi kenaikan pertumbuhan ekonomi sebelum dan sesudah pengoperasian bandara Kuala Namu.

Secara fisik sudah terlihat jelas perubahan di Desa Aras Kabu, desa kecil yang terletak di sebelah selatan bandara Kuala Namu. Banyak dari penduduk berahli profesi setelah bandara Kuala Namu secara resmi dioperasikan, dari yang mayoritas sebagai petani kini mereka berahli mata pencarian. Kita bisa lihat sepanjang jalan menuju bandara melalui jalur non tol di desa Aras Kabu tersebut sudah banyak kita jumpai tempat makan, hotel/penginapan, dan tempat – tempat perbisnisan lainnya. Masyarakat Desa Aras Kabu sangat mendapat keuntungan dari kehadiran bandara Kuala Namu ini, dari mulai penyerapan tenaga kerja sampai peluang usaha. Akan tetapi masyarakat daerah Deli Serdang terkhususnya Desa Aras Kabu masih ada yang berprofesi sebagai petani.

(23)

Dari uraian di atas, maka saya penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang “Pengaruh Kehadiran Bandara Kuala Namu Terhadap Sosial Ekonomi Masyarakat di Desa Aras Kabu Kecamatan Beringin Kabupaten Deli Serdang”

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian – uraian yang telah di jelaskan pada latar belakang masalah, maka yang menjadi permasalahan adalah :

“Bagaimana Pengaruh Kehadiran Bandara Kuala Namu Terhadap Sosial Ekonomi Masyarakat di Desa Aras Kabu ?”

1.3 Tujuan Penelitian

Sejalan dengan masalah yang telah dirumuskan sebelumnya, maka yang menjadi tujuan penelitian adalah sebagai berikut :

“Mengetahui Pengaruh Kehadiran Bandara Kuala Namu Terhadap Sosial Ekonomi Masyarakat di Desa Aras Kabu”.

1.4 Manfaat Penelitian

Temuan yang dihasilkan oleh penelitian ini diharapkan memiliki kegunaan sebagai berikut :

1. Dapat memberikan masukan dan sumber informasi bagi disiplin ilmu sosial terutama pada bidang ilmu kesejahteraan sosial, mengenai pengaruh kehadiran bandara kuala namu terhadap sosial ekonomi masyarakat di Desa Aras Kabu Kecamatan Beringin Kabupaten Deli Serdang.

2. Dapat menjadi masukan bagi para peneliti lain yang tertarik meneliti lebuh jauh mengenai tinjauan sosial ekonomi masyarakat Desa Aras Kabu sebagai akibat dari kehadiran bandara Kuala Namu.

3. Bagi penulis sendiri, untuk mengembangkan kemampuan berfikir penulis melalui karya ilmiah penelitian ini.

4. Secara praktis, hasil dari penelitian ini diharapkan menjadi gambaran kepada pihak pengelola bandara internasional dalam memberikan kontribusi yang mempengaruhi sosial ekonomi.

(24)

1.5 Sistematika Penulisan.

BAB I : Pendahuluan.

Meliputi latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, serta sistematika penulisan.

BAB II : Tinjauan Pustaka.

Bab ini menguraikan tentang masalah dan objek yang diteliti, kerangka pemikiran, defenisi konsep dan defenisi operasional.

BAB III : Metode penelitian.

Bab ini berisikan tipe penelitian, lokasi penelitian, populasi dan sampel teknik pengumpulan data serta teknik analisa data.

BAB IV : Deskripsi Lokasi Penelitian.

Bab ini berisikan sejarah singkat tentang berdirinya Bandara Kuala Namu, dan gambaran umum tentang lokasi dimana peneliti melakukan penelitian.

BAB V : Analisa Data.

Bab ini berisikan tentang uraian data yang diperoleh dari hasil penelitian dan pembahasannya.

BAB VI : Penutup.

Bab ini memuat tenatang kesimpulan dan saran yang bermanfaat.

(25)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pembangunan

2.1.1 Pengertian Pembangunan

Pembangunan dapat diartikan sebagai upaya terencana dan terprogram yang dilakukan secara terus menerus oleh sutau negara untuk menciptakan masyarakat yang lebih baik. Setiap individu (society) atau negara (state) akan selalu bekerja keras untuk melakukan pembangunan demi kelangsungan hidupnya untuk masa ini dan masa yang akan datang. Pembangunan dapat diartikan sebagai upaya terencana dan terprogram yang dilakukan secara terus menerus oleh suatu negara untuk menciptakan masyarakat yang lebih baik, dan merupakan proses dinamis untuk mencapai kesejahteraan masyarakat. Proses kegiatan yang dilakukan dalam rangka pengembangan kegiatan ekonomi dan peningkatan taraf hidup masyarakat. Tiap-tiap negara selalu mengejar dengan yang namanya pembangunan, dengan tujuan semua orang turut mengambil bagian.

Kemajuan ekonomi adalah suatu komponen esensial dari pembangunan itu,walaupun bukan satu-satunya.hal ini disebabkan pembangunan itu bukanlah semata-mata fenomena ekonomi. Dalam pengertian yang paling mendasar, bahwa pembangunan itu haruslah mencakup masalah-masalah materi dan financial dalam kehidupan. Pembangunan seharusnya diselidiki sebagai suatu proses multidimensional yang melibatkan reorganisasi dan reorientasi dari semua system ekonomi dan sosial (Todaro, 2001 ; 63 ).

2.1.2 Nilai Inti Pembangunan

Dalam bukunya Michael P.Todaro mengutip pendapat Profesor Goulet dan tokoh-tokoh lainnya mengatakan bahwa paling tidak adanya tiga komponen dasar atau nilai inti yang harus dijadikan sebagai basis konseptual dan pedoman praktis untuk memahami makna pembangunan yang paling hakiki. Ketiga komponen dasar itu adalah :

(26)

1) Kecukupan (sustenance): Kemampuan untuk Memenuhi Kebutuhan Dasar.

Kecukupan yang dimaksud, bukan hanya sekedar menyangkut makanan.

Melainkan mewakili semua hal yang merupakan kebutuhan dasar manusia secara fisik. Kebutuhan dasar ini meliputi pangan, sandang, papan,kesehatan, dan keamanan. Apabila salah satu satu dari sekian banyak kebutuhan dasar ini tidak terpenuhi maka muncullah keterbelakangan absolute. Fungsi dari semua kegiatan pembangunan pada hakekatnya adalah untuk menyediakan sebanyak banyak mungkin perangkat dan bekal guna menghindari kesengsaraan dan ketidakberdayaan yang diakibatkan oleh kekurangan pangan, sandang, papan, kesehatan, dan keamanan. Atas dasar tersebutlah dinyatakan bahwa keberhasilan pembangunan itu merupakan prasayarat bagi membaiknya kualitas kehidupan.

Tanpa adanya kemajuan ekonomi secara berkesinambungan, maka realisasi potensi manusia, baik itu indvidu maupun keseluruhan masyarakat, tidak mungkin berlangsung. Setiap individu harus mendapat kecukupan untuk mendapatkan lebih. Dengan demikian, kenaikan pendapatan perkapita, penambahan lapangan kerja, pengentasan kemiskinan, serta pemerataan pendapatan, merupakan hal-hal yang harus ada (necessary condition) bagi pembangunan,tapi tidak akan memadai tanpa adanya fakto-faktor inti/positif lainnya (not sufficient condition).

Dalam laporan PBB, Human Development Report terbitan tahun 1994 pada BAB pembukaan dengan tegas menyatakan :

Bahwa semau manusia lahir dengan membawa potensi kapabilitas tertentu.

Tujuan pembangunan adalah menciptakan suatu lingkungan yang memungkinkan setiap orang mengembangkan kapabilitas itu,dan kesempatnnya harus senantiasa dipupuk dari satu generasi ke generasi berikutnya. Pondasi nyata bagi pembangunan manusia adalah universalisme pengakuan atas hidup manusia.

Namun jika semua perhatian diarahkan ke hal itu,maka hal tersebut adalah kekliruan. Ada dua alasan pokok. Pertama, akumulasi kekayaan tidak menjamin tersedia atau terpenuhinya pilihan-pilihan terpenting bagi manusia. Kedua, pilihanpilihan manusia itu jauh lebih besar dari kekayaan. (Human Development Report,1994).

(27)

2) Jati Diri (self-estem),: Harga Diri Sebagai Manusia

Komponen inti dari pembangunan yang kedua adalah menyangkut jati diri.

Kehidupan yang serba lebih baik adalah adanya dorongan dari dalam diri untuk maju,untuk menghargai diri sendiri,untuk merasa diri pantas (able) dan layak untuk melakukan sesuatu. Semua itu terangkum dalam jati diri (self-esteem).

Pencarian jati diri bukanlah suatu hal yang bersifa sepele. Karena jati diri itu bukan hal yang sepele. Penyebaran nilai-nilai modern yang bersumber dari negara-negara maju telah menimbulkan kebingungan dan kejutan budaya di banyak negara berkembang.kontak dengan masyarakat lain baik secara ekonomis maupun teknologis lebih maju acap kali menyebabkan defenisi dan batasan mengenai baik-buruk atau benar-salah menjadi kabur. Ini dikarenakan kesejahteraan nasional muncul sebagai berhala baru.

Kemakmuran materil lambat laun dijadikan sebagai suatu ukuran kelayakan universal, dan dinobatkan sebagi landasan atas penilaian sesuatu.

Derasnya serbuan nilai-nilai barat yang mengikis jati diri masyarakat dinegara- negara berkembang. Banyak bangsa yang merasa dirinya kecil atau tidak berarti hanya karena mereka tidak meiliki kemajuan ekonomi dan teknologi seperti bangsa-bangsa lain. Selanjutnya yang dianggap hebat adalah mempunyai kemajuan ekonomi dan teknologi modern,sehingga masyarakt di negara-negara dunia ketiga berlomb-lomba untuk mengejar ketertinggalan tanpa menyadari kehilangan jati dirinya.

3) Kebebasan (freedom) : Kebebasan dari Perbudakan/Penindasan

Tata nilai ketiga sebagai nilai-nilai hakiki pembanguna adalah konsep

“Kebebasan atau Kemerdekaan”. Kebebasan dalam konteks ini diartikan secara luas sebagai kemampuan untuk berdiri tegak sehingga tidak diperbudak oleh pengejaran aspek-aspek materil dalam kehidupan serta bebas dari perasaan perbudakan sosial sebagai manusia terhadap alam. Kebebasan dari kebodohan dan ketergantungan terhadap pihak asing. Kebebasan merangkum pilihan-pilihan yang luas bagi masyarakat dan anggotanya secara bersama-sama untuk memperkecil paksaan/tekanan dari luar, dalam usaha untuk mencapai tujuan sosial yang dinamakan dengan “pembangunan” Arthur Lewis (1986) menekankan hubungan antara pertumbuhan ekonomi dan kebebasan dari sikap-

(28)

sikap budak, dengan menyimpulkan, bahwa keuntungan dari pertumbuhan ekonomi bukanlah kenikmatan karena kekayaan bertambah, tapi karena meningkatnya kebebasan manusia untuk memilih.

2.1.3 Sasaran Pembangunan

Dapat disimpulkan bahwa pembangunan, baik secara fisik, maupun non fisik yang dimiliki oleh masyarakat melalui beberapa gabungan proses social, ekonomi dan institusional, mencakup usaha-usaha untuk mencapai kehidupan yang lebih baik. Apapun komponen-komponen khusus untuk mencapai kehidupan yang lebih baik ini, tetapi pembangunan dalam semua masyaraktat haruslah mempunyai, paling sedikit tiga sasaran sebagai berikut (Todaro: 2001) :

1) Meningkatkan persediaan dan memperluas pembagian/pemerataan bahan - bahan pokok yang dibutuhkan untuk bisa hidup, seperti makanan, perumahan, kesehatan dan perlindungan.

2) Mengangkat taraf hidup, termasuk menambah dan mempertinggi penghasilan, penyediaan lapangan kerja yang memadai, pendidikan yang lebih baik dan perhatian yang lebih besar terhadap nilai-nilai budaya dan manusiawi, dan bukan hanya untuk memenuhi kebutuhan materil, tapi juga untuk mengangkat kesadaran akan harga diri, baik itu secara individu maupun nasional.

3) Memperluas jangkauan pilihan ekonomi dan sosial bagi semua bagi seluruh masyarakat dengan cara membebaskan mereka dari sikap-sikap budak dan ketergantungan,tidak hanya dalam hubungannya dengan orang lain dan juga negara-negara lain tapi dari sumber - sumber kebodohan dan penderitaan manusia.

2.1.4 Pembangunan Ekonomi

Pengertian pembangunan ekonomi yang dijadikan pedoman dalam penelitian ini didefinisikan sebagai suatu proses yang menyebabkan pendapatan per kapita riil penduduk suatu masyarakat meningkat dalam jangka panjang (Sukirno, 1996). Berdasarkan atas definisi ini dapat diketahui bahwa pembangunan ekonomi berarti adanya suatu proses pembangunan yang terjadi terus menerus yang bersifat menambah dan memperbaiki segala sesuatu menjadi

(29)

lebih baik lagi. Adanya proses pembangunan itu diharapkan adanya kenaikan pendapatan riil masyarakat berlangsung untuk jangka panjang.

Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses pembangunan yang terjadi terus-menerus yang bersifat dinamis. Apapun yang dilakukan, hakikat dari sifat dan proses pembangunan itu mencerminkan adanya terobosan yang baru, jadi bukan merupakan gambaran ekonomi suatu saat saja. Pembangunan ekonomi berkaitan pula dengan pendapatan perkapita riil, di sini ada dua aspek penting yang saling berkaitan yaitu pendapatan total atau yang lebih banyak dikenal dengan pendapatan nasional dan jumlah penduduk. Pendapatan perkapita berarti pendapatan total dibagi dengan jumlah penduduk.

Pembangunan ekonomi dipandang sebagai proses multidimensional yang mencakup segala aspek dan kebijaksanaan yang komprehensif baik ekonomi maupun non ekonomi. Oleh sebab itu, sasaran pembangunan yang minimal dan pasti ada menurut Todaro dalam Suryana (2000) adalah:

1. Meningkatkan persediaan dan memperluas pembagian atau pemerataan bahan pokok yang dibutuhkan untuk bisa hidup, seperti perumahan, kesehatan dan lingkungan.

2. Mengangkat taraf hidup temasuk menambah dan mempertinggi pendapatan dan penyediaan lapangan kerja, pendidikan yang lebih baik, dan perhatian yang lebih besar terhadap nilai-nilai budaya manusiawi, yang semata-mata bukan hanya untuk memenuhi kebutuhan materi, akan tetapi untuk meningkatkan kesadaran akan harga diri baik individu maupun nasional.

3. Memperluas jangkauan pilihan ekonomi dan sosial bagi semua individu dan nasional dengan cara membebaskan mereka dari sikap budak dan ketergantungan, tidak hanya hubungan dengan orang lain dan negara lain, tetapi dari sumber-sumber kebodohan dan penderitaan.

Suryana (2000) menyebutkan ada empat model pembangunan, yaitu model pembangunan ekonomi yang beorientasi pada pertumbuhan, penciptaan lapangan kerja, penghapusan kemiskinan dan model pembangunan yang berorientasi pada pemenuhan kebutuhan dasar. Berdasarkan atas model

(30)

pembangunan tersebut, semua itu bertujuan pada perbaikan kualitas hidup, peningkatan barang-barang dan jasa, penciptaan lapangan kerja baru dengan upah yang layak, dengan harapan tercapainya tingkat hidup minimal untuk semua rumah tangga yang kemudian sampai batas maksimal.

Orientasi pembangunan ekonomi Indonesia yang lebih menekankan pada pertumbuhan (growth) turut memperparah ketimpangan antara desa-kota.

Ekonomi pedesaan tidak memperoleh nilai tambah (value added) yang proporsional akibat dari wilayah perkotaan hanya sekedar menjadi pipa pemasaran dari arus komoditas primer dari pedesaan, sehingga sering terjadi kebocoran wilayah yang merugikan pertumbuhan ekonomi daerah itu sendiri (Tarigan, 2005).

Dalam konteks pembangunan spasial, terjadi urban bias yang cenderung mendahulukan pertumbuhan ekonomi melalui kutub-kutub pertumbuhan yang diharapkan dapat menimbulkan efek penetesan (trickle down effect) ke wilayah hinterland-nya. Ternyata net-effect-nya menimbulkan pengurasan besar (massive backwash effect). Dengan perkataan lain, dalam konteks ekonomi telah terjadi transfer sumberdaya dari wilayah pedesaan ke kawasan perkotaan secara besarbesaran. Walaupun kawasan perkotaan juga berperan penting dalam mensuplai barang-barang dan pelayanan untuk pertumbuhan dan produktivitas pertanian.

Kegagalan pembangunan di wilayah pedesaan selain mengakibatkan terjadinya backwash effect, juga mengakibatkan penguasaan terhadap pasar, kapital dan kesejahteraan yang lebih banyak dimiliki oleh masyarakat perkotaan.

Sebagai akibatnya kondisi masyarakat pedesaan semakin terpuruk dalam kemiskinan dan kebodohan. Keadaan ini juga dinyatakan oleh Yudhoyono (2004) bahwa pembangunan yang telah berkembang selama ini melahirkan kemiskinan dan pengangguran struktural di pertanian dan pedesaan. Untuk itu tantangan pembangunan ke depan adalah mengintegrasikan pembangunan pertanian dan pedesaan secara berimbang. Melihat kondisi yang demikian, masyarakat pedesaan secara rasional mulai melakukan migrasi ke wilayah perkotaan, yang semakin lama semakin deras (speed up proccesses), meskipun tidak ada jaminan bahwa

(31)

mereka akan mendapatkan pekerjaan, tetapi bagi mereka kehidupan di kota lebih memberikan harapan untuk menambah penghasilan. Keadaan ini selanjutnya menimbulkan persoalan-persoalan terhadap masyarakat kawasan perkotaan, antara lain timbulnya pemukiman kumuh dan rumah liar, masalah kemacetan, keadaan sanitasi dan air bersih yang buruk, menurunnya kesehatan masyarakat dan pada gilirannya akan menurunkan produktivitas masyarakat di kawasan perkotaan.

Model pengembangan wilayah dengan pendekatan sistim agropolitan sulit dijadikan model pembangunan yang akan dilaksanakan secara berkelanjutan apabila tidak melibatkan peran aktif dari semua stakeholder dari awal perencanaan hingga pasca proyek. Pengembangan wilayah dengan pendekatan sistim agropolitan harus menyentuh (1) pembangunan fisik wilayah, seperti:

pembangunan jalan, pasar, terminal, dan lain-lain, (2) sumberdaya manusia dan sosial yaitu: koordinasi antar stakeholder dan pemahaman tentang konsep agropolitan, (3) aspek tekhnologi yaitu: pengolahan hasil pertanian dan peralatannya.

2.1.5 Pembangunan Sosial

Pembangunan sosial muncul dan ramai diperdebatkan sejak awal tahun 1990-an. Topik perdebatan tidak hanya terbatas pada substansinya, tetapi juga menyangkut terminologi yang dianggap lebih tepat untuk mewakili gagasan baru itu. Ada beberapa terminologi yang ditawarkan, antara lain Pembangunan Alternatif, Pembangunan Berbasis Rakyat, Pembangunan Partisipatoris. Isu sentral dari gagasan tersebut adalah mencari alternatif bagi pembangunan yang berfokus pertumbuhan, yang menempatkan uang sebagai yang paling pokok (capital centered development), berubah menjadi pembangunan sebagai proses yang manusiawi (people centered development). Kenyataan bahwa pembangunan yang sangat berfokus pertumbuhan memang telah berhasil dengan gemilang mewujudkan kemakmuran, tetapi gagal mewujudkan kesejahteraan yang lebih merata, bahkan sebaliknya banyak membawa masalah yang sulit dicari pemecahannya (Tangdilintin, 1999).

Wawasan yang lebih luas mengenai pembangunan sosial, mulai berkembang dan diterima secara luas pula pada tahun 1970-an, dengan berbagai

(32)

varian pemikiran yang dipelopori oleh berbagai disiplin ilmu yang bebeda. Secara garis besar muncul berbagai pemikiran yang memberi makna yang berbeda terhadap pembangunan sosial. Ada yang sangat menyederhanakan sebagai identik dengan pelayanan (services), ada yang memberi makna sebagai pemenuhan kebutuhan dasar (basic need), pembangunan mandiri, pembangunan berkelanjutan, dan bahkan pembangunan etnis (ethnodevelopment).

Menurut Paiva (1977) dalam Munandar (2002), pembangunan sosial adalah development of the capacity of people to work continuosly for their own and society’s welfare”. Definisi ini mewakili pemikiran pemberdayaan individu yang akhirnya secara luas dikenal dengan people centered development.

Pembangunan sosial sebagai paradigma alternatif, menempatkan masyarakat sebagai pusat dari proses pembangunan dan ekonomi sebagai cara untuk melayani kebutuhan manusia. Setiap orang, pemerintah, atau lembaga apapun harus menghormati arti kehidupan manusia secara global yang bertanggung jawab terhadap generasi berikutnya dan melindungi kelangsungan lingkungan hidup.

Menurut Margareth dan Midgley (1982) model pembangunan sosial pada dasarnya menekankan pentingnya pengentasan kemiskinan melalui pemberdayaan kelompok marjinal, yakni peningkatan taraf hidup masyarakat yang kurang memiliki kemampuan ekonomi secara berkelanjutan. Tujuan tersebut dicapai melalui (1) upaya menumbuhkembangkan potensi diri (produktivitas masyarakat) yang lemah secara ekonomi sebagai suatu aset tenaga kerja, (2) menyediakan dan memberikan pelayanan sosial khususnya pelayanan kesehatan, pendidikan dan pelatihan, perumahan, serta pelayanan yang memungkinkan mereka dapat meningkatkan produktivitas dan partisipasi sosial dalam kehidupan masyarakatnya. Upaya pertama mengarah pada penciptaan peluang bagi kelompok yang lemah secara ekonomi. Upaya yang kedua mengarah pada peningkatan kemampuan mereka dalam merebut dan memanfaatkan peluang yang telah diciptakan tadi. Untuk mewujudkan kedua hal ini diperlukan adanya intervensi pemerintah, misalnya melalui perundang-undangan yang mengatur quota (keterwakilan sosial) dalam bidang pendidikan dan pekerjaan bagi golongan penduduk yang lemah.

(33)

Pembangunan kesejahteraan sosial sejatinya adalah segenap strategi dan aktivitas yang dilakukan oleh pemerintah, dunia usaha, maupun civil society untuk meningkatkan kualitas kehidupan manusia melalui kebijakan dan program yang bermatra pelayanan sosial, penyembuhan sosial, perlindungan sosial dan pemberdayaan masyarakat (Suharto, 2006). Pembangunan melalui investasi sosial mempunyai dampak langsung berupa penciptaan lapangan kerja, prakarsa partisipasi dalam pembangunan yang lebih luas biarpun pada awalnya dalam lapangan pembangunan sosial yang sederhana. Investasi dalam pembangunan sosial akan meningkatkan produktivitas karena adanya rasa ikut memiliki serta kepercayaan melalui partisipasi yang lebih ikhlas. Karena partisipasi itu dilakukan dengan ikhlas, maka lebih mudah memberikan kepuasan berkat dipenuhinya hak- hak sosial ekonomi dan budaya yang sangat mendasar.

Intervensi pembangunan sosial yang mulai marak di berbagai negara maju menghendaki pendekatan pembangunan bukan lagi untuk mengembangkan negara kesejahteraan (welfare state) dalam arti sempit, tetapi menciptakan suatu komunitas yang bekerja keras (workfare community) yang akhirnya akan menciptakan suatu workfare state yang mengharuskan negara memberikan dukungan fasilitasi yang kuat dalam proses pemberdayaan yang lebih adil dan merata, yang memihak kepada keluarga atau penduduk yang tertinggal.

Biarpun pendekatan baru ini memerlukan dukungan pertumbuhan ekonomi yang memadai, namun bukan tidak mungkin bahwa pertumbuhan ekonomi yang tinggi pada awalnya tidak akan tercapai. Proses pemerataan akan mengharuskan kesempatan kerja diupayakan meluas secara horizontal sehingga keluarga dan penduduk yang tingkat produktivitasnya rendah harus diberikan kesempatan pemberdayaan untuk dapat bekerja agar rasa keadilan bisa ditegakkan. Karena penduduk yang kualitas dan produktivitasnya masih rendah harus diusahakan bekerja secara merata, tingkat pertumbuhan ekonomi tinggi bisa tidak tercapai. Kegiatan ekonomi harus lebih dikuasai oleh pelaku yang terdiri dari rakyat biasa yang sedang berjuang untuk maju. Karenanya, ketika pemberdayaan atau kesempatan kerja diberikan kepada rakyat secara luas, pertumbuhan ekonomi tidak mungkin setinggi upaya yang berorientasi pertumbuhan tinggi.

(34)

Namun dapat dipastikan penduduk berubah, dari sekadar sebagai penonton pembangunan menjadi pelaku pembangunan. Kalau proses ini dilakukan dengan baik dan konsisten, pada waktunya akan menumbuhkan massa baru, workfare society/ yang lebih berkualitas dan mampu mendongkrak pertumbuhan ekonomi yang disertai kepuasan sosial yang sangat tinggi.

2.1.6 Pembangunan Daerah

Saat ini tidak ada satu teori pun yang mampu menjelaskan pembangunan ekonomi daerah secara komprehensif. Namun demikian, ada beberapa teori yang secara parsial dapat membantu bagaimana memahami arti penting pembangunan ekonomi daerah. Pada hakikatnya, inti dari teori-teori tersebut berkisar pada dua hal, yaitu pembahasan yang berkisar tentang metode dalam menganalisis perekonomian suatu daerah dan teori-teori yang membahas tentang faktor-faktor yang menentukan pertumbuhan ekonomi suatu daerah tertentu (Arsyad, 1999).

Pengembangan metode untuk menganalisis suatu perekonomian suatu daerah penting sekali kegunaannya sebagai sarana mengumpulkan data tentang perekonomian daerah yang bersangkutan serta proses pertumbuhannya.

Pengembangan metode analisis ini kemudian dapat dipakai sebagai pedoman untuk menentukan tindakan-tindakan apa yang harus diambil guna mempercepat laju pertumbuhan yang ada. Akan tetapi di pihak lain harus diakui, menganalisis perekonomian suatu daerah sangat sulit (Arsyad, 1999). Beberapa faktor yang sering menjadi penghambat dalam melakukan analisis perekonomian di antaranya:

a) Data tentang daerah sangat terbatas terutama kalau daerah dibedakan berdasarkan pengertian daerah nodal (berdasarkan fungsinya).

b) Data yang dibutuhkan umumnya tidak sesuai dengan data yang dibutuhkan untuk analisis daerah, karena data yang terkumpul biasanya ditujukan untuk memenuhi kebutuhan analisis perekonomian secara nasional.

c) Data tentang perekonomian daerah sangat sukar dikumpulkan sebab perekonomian daerah lebih terbuka jika dibandingkan dengan perekonomian nasional. Hal tersebut menyebabkan data tentang aliran- aliran yang masuk dan keluar dari suatu daerah sukar diperoleh.

(35)

d) Bagi Negara Sedang Berkembang, di samping kekurangan data sebagai kenyataan yang umum, data yang terbatas itu pun banyak yang kurang akurat dan terkadang relatif sulit dipercaya, sehingga menimbulkan kesulitan untuk melakukan analisis yang memadai tentang keadaan perekonomian yang sebenarnya di suatu daerah.

Ada beberapa teori dalam pembangunan daerah yang berhubungan dengan penelitian ini adalah sebagai berikut:

a) Teori Basis Ekonomi (Economic Base Theory)

Teori basis ekonomi ini dikemukakan oleh Harry W. Richardson yang menyatakan bahwa faktor penentu utama pertumbuhan ekonomi suatu daerah adalah berhubungan langsung dengan permintaan akan barang dan jasa dari luar daerah (Arsyad, 1999). Dalam penjelasan selanjutnya dijelaskan bahwa pertumbuhan industri-industri yang menggunakan sumberdaya lokal, termasuk tenaga kerja dan bahan baku untuk diekspor, akan menghasilkan kekayaan daerah dan penciptaan peluang kerja (job creation). Asumsi ini memberikan pengertian bahwa suatu daerah akan mempunyai sektor unggulan apabila daerah tersebut dapat memenangkan persaingan pada sektor yang sama dengan daerah lain sehingga dapat menghasilkan ekspor (Suyatno, 2000).

Ada serangkaian teori ekonomi sebagai teori yang berusaha menjalankan perubahan-perubahan regional yang menekankan hubungan antara sektor-sektor yang terdapat dalam perekonomian daerah. Teori yang paling sederhana dan populer adalah teori basis ekonomi (economic base theory). Menurut Glasson (1990), konsep dasar basis ekonomi membagi perekonomian menjadi dua sektor yaitu:

1) Sektor-sektor Basis adalah sektor-sektor yang mengekspor barang-barang dan jasa ke tempat di luar batas perekonomian masyarakat yang bersangkutan atas masukan barang dan jasa mereka kepada masyarakat yang datang dari luar perbatasan perekonomian masyarakat yang bersangkutan.

2) Sektor-sektor Bukan Basis adalah sektor-sektor yang menjadikan barangbarang yang dibutuhkan oleh orang yang bertempat tinggal di dalam

(36)

batas perekonomian masyarakat bersangkutan. Sektor-sektor tidak mengekspor barang-barang. Ruang lingkup mereka dan daerah pasar terutama adalah bersifat lokal.

Secara implisit pembagian perekonomian regional yang dibagi menjadi dua sektor tersebut terdapat hubungan sebab-akibat di mana keduanya kemudian menjadi pijakan dalam membentuk teori basis ekonomi. Bertambahnya kegiatan basis di suatu daerah akan menambah arus pendapatan ke dalam daerah yang bersangkutan sehingga menambah permintaan terhadap barang dan jasa yang dihasilkan, akibatnya akan menambah volume kegiatan bukan basis. Sebaliknya semakin berkurangnya kegiatan basis akan menurunkan permintaan terhadap produk dari kegiatan bukan basis yang berarti berkurangnya pendapatan yang masuk ke daerah yang bersangkutan. Dengan demikian kegiatan basis mempunyai peran sebagai penggerak utama.

b) Teori Tempat Sentral

Teori Tempat Sentral (central place theory) menganggap bahwa ada hirarki tempat dimana setiap tempat sentral didukung oleh sejumlah tempat lebih kecil yang menyediakan sumberdaya (industri dan bahan baku). Tempat sentral tersebut merupakan suatu pemukiman yang menyediakan jasa-jasa bagi penduduk daerah yang mendukungnya. Teori tempat sentral memperlihatkan bagaimana pola-pola lahan dari industri yang berbeda-beda terpadu membentuk suatu sistem regional kota-kota (Supomo, 2000). Teori tempat sentral ini bisa diterapkan pada pembangunan ekonomi daerah, baik di daerah perkotaan maupun daerah pedesaan. Misalnya, perlunya melakukan pembedaan fungsi antara daerah-daerah yang bertetangga (berbatasan). Beberapa daerah bisa menjadi wilayah penyedia jasa sedangkan daerah lainnya hanya sebagai wilayah pemukiman. Seorang ahli pembangunan ekonomi daerah dapat membantu masyarakat untuk mengembangkan peranan fungsional mereka dalam sistem ekonomi daerah.

c) Teori Interaksi Spasial

Merupakan arus gerak yang terjadi antara pusat-pusat pelayanan baik berupa barang, penduduk, uang maupun yang lainnya. Untuk itu perlu adanya hubungan antardaerah satu dengan yang lain karena dengan adanya interaksi antarwilayah maka suatu daerah akan saling melengkapi dan bekerja sama untuk

(37)

meningkatkan laju pertumbuhan ekonominya. Dalam teori ini didasarkan pada teori gravitasi, di mana dijelaskan bahwa interaksi antardua daerah merupakan perbandingan terbalik antara besarnya massa wilayah yang bersangkutan dengan jarak keduanya. Di mana massa wilayah diukur dengan jumlah penduduk. Model interaksi spasial ini mempunyai kegunaan untuk:

1) Menganalisa gerakan antaraktivitas dan kekuatan pusat dalam suatu daerah.

2) Memperkirakan pengaruh yang ada dan ditetapkannya lokasi pusat pertumbuhan terhadap daerah sekitarnya.

Interaksi antarkelompok masyarakat satu dengan kelompok masyarakat lain sebagai produsen dan konsumen serta barang-barang yang diperlukan menunjukkan adanya gerakan. Produsen suatu barang pada umumnya terletak pada tempat tertentu dalam ruang geografis, sedangkan para langganannya tersebar dengan berbagai jarak di sekitar produsen.

2.1.7 Pembangunan Pedesaan

Pembangunan pedesaan di Indonesia dewasa ini memasuki saat-saat sulit karena sebagai suatu komunitas, sangat sulit untuk mencari faktor pengikat yang dapat dijadikan sebagai landasan bagi suatu gerakan bersama dalam membangun desa. Kondisi ini berbeda dengan keadaan pada awal pelaksanaan pembangunan di era Orde Baru. Banyak faktor yang dapat menjadi pemersatu seluruh gerakan masyarakat desa, terutama karena masyarakat berada pada kondisi yang relatif hampir sama dan menghadapi masalah yang sama untuk memenuhi kebutuhan hidupnya (Jamal, 2009).

Perdebatan yang mewarnai pemikiran tentang pembangunan pedesaan di Indonesia pada masa Orde Baru dan awal Orde Reformasi adalah mengenai pendekatan yang digunakan dalam pembangunan itu sendiri. Secara sederhana terdapat tiga kutub pemikiran tentang pembangunan pedesaan di Indonesia.

Kelompok pertama melihat wilayah pedesaan dan masyarakatnya sebagai sesuatu yang khas dan spesifik, dan dalam menggerakan pembangunan di wilayah pedesaan, pendekatan yang digunakan adalah dengan sedikit mungkin campur tangan pemerintah. Pada sisi lain, para pemikir yang melingkari kekuasaan pada saat itu, sebagai kelompok kedua, cenderung melihat desa sebagai sesuatu yang

(38)

homogen dan perlu digerakkan dengan campur tangan pemerintah yang maksimal.

Pemikiran inilah yang melandasi disusunnya berbagai cetak biru pembangunan pedesaan dan ditetapkannya berbagai peraturan perundangan yang menjadikan desa sebagai suatu wilayah yang homogen dan steril dari kegiatan politik praktis, serta menjadi 'alat pemerintah' dalam pembangunan.

Kelompok ketiga mencoba menyeimbangkan kekuatan masyarakat pedesaan dan negara dalam menentukan arah dan tujuan perubahan sosial yang terjadi dalam masyarakat pedesaan. Beberapa pemikiran dari kelompok pertama antara lain dapat diikuti pada tulisan Rozelle dan Swinnen (2000), Harianto (2007), serta Timer (2007) yang menekankan perlunya dilakukan transformasi kekuasan politik dan penguasaan alat-alat produksi kepada lapisan masyarakat yang memiliki potensi produksi terbesar, tetapi berada dalam kedudukan yang lemah. Kelompok ini mensyaratkan perlunya dilakukan pengaturan kembali struktur penguasaan atas tanah, sistem hubungan penguasaan, pemilikan, sakap menyakap sebagai dasar dalam modernisasi pedesaan. Kegiatan industri akan berkembang sebagai akibat surplus dari pertanian, dan kelebihan tenaga kerja dari pertanian secara bertahap akan diserap sektor pengolahan hasil pertanian dan industri.

Pemikiran kelompok kedua dapat dilihat dalam tulisan Kartasasmita (1997), Pakpahan (2000), Lokollo (2004), dan para teknokrat Orde Baru, yang menekankan pada upaya penyeragaman pendekatan dalam pembangunan pedesaan. Pemikiran dari kelompok inilah yang banyak mewarnai berbagai kebijakan pembangunan pedesaan di Indonesia, terutama pada masa Orde Baru.

Pemikiran kelompok ketiga antara lain dapat dilihat pada tulisan Kasryno et al.

(1999), serta Islam dan Braun (2007), yang menyatakan harus ada equal- partnership antara rakyat desa dan aparat perencana dan pelaksana pembangunan.

Beberapa persepsi yang keliru dalam pelaksanaan pembangunan pedesaan adalah persepsi bahwa aparat desa merupakan sumber energi dalam pembangunan dan bukan sumber informasi. Selain itu, masyarakat desa sering kali diposisikan sebagai pihak yang digerakkan untuk mendukung pembangunan yang direncanakan dan dilaksanakan pemerintah tanpa diminta pendapatnya. Sistem

(39)

panutan dalam pembangunan pedesaan sebagai sesuatu yang tidak berdasar, dan desa di Indonesia beragam sehingga hendaknya tidak ada upaya penyeragaman

Ssitem cetak biru dalam pembangunan pedesaan akan membuat pembangunan efisien, namun tidak menumbuhkan partisipasi dari masyarakat.

Tidak ada yang keliru dari ketiga pendekatan tersebut karena semuanya mempunyai dasar berpijak dan alasan yang kuat. Namun, ketiga pemikiran tersebut belum dengan jernih memilah persoalan masyarakat desa sebagai persoalan individu masyarakat dan sebagai persoalan suatu komunitas. Bila hal ini dapat dipilah dengan baik maka pentahapan pembangunan pedesaan dapat dilakukan dengan melihat tingkat perkembangan kebutuhan mereka secara individu dan sebagai sebuah komunitas. Pada tahap awal pembangunan Orde Baru, tingkat kebutuhan individu di pedesaan relatif sama, yaitu bagaimana dapat memenuhi kebutuhan dasar, dan perlunya gerakan bersama dalam komunitas untuk mendukung inisiatif pemerintah dalam pembangunan. Oleh karena itu, upaya penyeragaman pembangunan pedesaan dalam bentuk cetak biru bukanlah suatu hal yang keliru. Kekeliruan baru terjadi bila pola ini diterapkan secara permanen untuk waktu yang lama tanpa melihat tingkat perkembangan kebutuhan individu dan keperluan kebersamaan dalam suatu komunitas.

Beranjak dari pemikiran tersebut maka pendekatan pembangunan pedesaan yang sebaiknya digunakan bergantung pada homogenitas kebutuhan individu di suatu wilayah serta ragam keperluan bagi kebersamaan masyarakat desa dalam pembangunan itu sendiri. Pada tataran ini, pendekatan komando didefinisikan sebagai pendekatan instruktif, di mana inisiatif pemerintah sangat dominan dan masyarakat berperan sebagai pihak yang digerakkan.

Pendekatan semipartisipatif merupakan pendekatan yang memadukan inisiatif masyarakat dan campur tangan pemerintah, sedangkan pendekatan partisipatif lebih mengedepankan inisiatif masyarakat dan meminimalkan campur tangan pemerintah. Pada masyarakat yang kebutuhan individunya relatif homogen dan kebutuhan kebersamaan sebagai suatu komunitas lebih pada upaya mendukung inisiatif pemerintah, atau sebagai partner pemerintah maka pendekatan komando bukan suatu hal yang tabu untuk dilaksanakan. Pendekatan partisipatif yang lebih menekankan inisiatif masyarakat akan efektif dilaksanakan

(40)

bila kebutuhan individu masyarakat pada suatu wilayah sangat heterogen, dan kebersamaan sebagai komunitas merupakan energi utama penggerak pembangunan pedesaan atau sebagai partner pemerintah. Pada wilayah dengan tingkat perkembangan individu yang heterogen namun kebersamaan sebagai komunitas merupakan energi utama penggerak pembangunan pedesaan, pendekatan partisipatif lebih tepat digunakan. Pada kondisi yang tidak termasuk kedua hal tersebut, pendekatan semipartisipatif lebih tepat digunakan dalam pembangunan pedesaan.

2.2 Bandara

2.2.1 Pengertian Bandara

Bandar Udara adalah kawasan di daratan dan/atau perairan dengan batas- batas tertentu yang digunakan sebagai tempat pesawat udara mendarat dan lepas landas, naik turun penumpang, bongkar muat barang, dan tempat perpindahan intra dan antarmoda transportasi, yang dilengkapi dengan fasilitas keselamatan dan keamanan penerbangan, serta fasilitas pokok dan fasilitas penunjang lainnya.

Kebandarudaraan adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan penyelenggaraan bandar udara dan kegiatan lainnya dalam melaksanakan fungsi keselamatan, keamanan, kelancaran, dan ketertiban arus lalu lintas pesawat udara, penumpang, kargo dan/atau pos, tempat perpindahan intra dan/atau antarmoda serta meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional dan daerah.

Tatanan Kebandarudaraan Nasional adalah sistem kebandarudaraan secara nasional yang menggambarkan perencanaan bandar udara berdasarkan rencana tata ruang, pertumbuhan ekonomi, keunggulan komparatif wilayah, kondisi alam dan geografi, keterpaduan intra dan antarmoda transportasi, kelestarian lingkungan, keselamatan dan keaamanan penerbangan, serta keterpaduan dengan sektor pembangunan lainnya. (Departemen Perhubungan, 2014).

(41)

2.2.2 Peran Bandara

Bandar udara memiliki peran sebagai:

1) Simpul dalam jaringan transportasi udara yang digambarkan sebagai titik lokasi bandar udara yang menjadi pertemuan beberapa jaringan dan rute penerbangan sesuai hierarki bandar udara;

2) Pintu gerbang kegiatan perekonomian dalam upaya pemerataanpembangunan, pertumbuhan dan stabilitas ekonomi sertakeselarasan pembangunan nasional dan pembangunan daerah yang digambarkan sebagai lokasi dan wilayah di sekitar bandar udara yang menjadi pintu masuk dan keluar kegiatan perekonomian;

3) Tempat kegiatan alih moda transportasi, dalam bentuk interkoneksi antar moda pada simpul transportasi guna memenuhi tuntutan peningkatan kualitas pelayanan yang terpadu dan berkesinambungan yang digambarkan sebagai tempat perpindahan moda transportasi udara ke moda transportasi lain atau sebaliknya;

4) Pendorong dan penunjang kegiatan industri, perdagangan dan/atau pariwisata dalam menggerakan dinamika pembangunan nasional, serta keterpaduan dengan sektor pembangunan lainnya, digambarkan sebagai lokasi bandar udara yang memudahkan transportasi udara pada wilayah di sekitamya;

5) Pembuka isolasi daerah, digambarkan dengan lokasi bandar udara yang dapat membuka daerah terisolir karena kondisi geografis dan/atau karena sulitnya moda transportasi lain;

6) Pengembangan daerah perbatasan, digambarkan dengan lokasi bandar udara yang memperhatikan tingkat prioritas pengembangan daerah perbatasan Negara Kesatuan Republik Indonesia di kepulauan dan/atau di daratan;

7) Penanganan bencana, digambarkan dengan lokasi bandar udara yang memperhatikan kemudahan transportasi udara untuk penanganan bencana alam pada wilayah sekitarnya;

8) Prasarana memperkokoh Wawasan Nusantara dan kedaulatan negara, digambarkan dengan titik-titik lokasi bandar udara yang dihubungkan

(42)

dengan jaringan dan rute penerbangan yang mempersatukan wilayah dan kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia. (Departemen Perhubungan, 2014)

2.2.3 Fungsi Bandara

Berdasarkan fungsinya maka bandar udara merupakan tempat penyelenggaraan kegiatan pemerintahan dan/atau pengusahaan.

Sebagai tempat penyelenggaraan pemerintahan maka bandar udara merupakan tempat unit kerja instansi pemerintah dalam menjalankan tugas dan fungsinya terhadap masyarakat sesuai peraturan perundang-undangan dalam urusan antara lain:

1) Pembinaan kegiatan penerbangan 2) Kepabeanan

3) Keimigrasian 4) Kekarantinaan

Bandar udara sebagai tempat penyelenggaraan kegiatan pengusahaan maka bandarudara merupakan tempat usaha bagi:

1) Unit Penyelenggara Bandar Udara atau Badan Usaha Bandar Udara;

2) Badan Usaha Angkutan Udara; dan

3) Badan Hukum Indonesia atau perorangan melalui kerjasama dengan Unit Penyelenggara Bandar Udara atau Badan Usaha Bandar Udara.

(Departemen Perhubungan, 2014) 2.3 Sosial Ekonomi

2.3.1 Pengertian Sosial Ekonomi

Pengertian sosial ekonomi jarang dibahas secara bersamaan. Pengertian sosial dan pengertian ekonomi sering dibahas secara terpisah. Pengertian sosial dalam ilmu sosial menunjuk pada objeknya yaitu masyarakat. Sedangkan pada departemen sosial menunjukkan pada kegiatan yang ditunjukkan untuk mengatasi persoalan yang dihadapi oleh masyarakat dalam bidang kesejahteraan yang ruang lingkup pekerjaan dan kesejahteraan sosial.

Referensi

Dokumen terkait