• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. Soerjono Soekanto, 1990, Sosiologi : Suatu Pengantar, Jakarta : Rajawali Pers : Edisi Baru Keempat, Cetakan keduabelas, hlm.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. Soerjono Soekanto, 1990, Sosiologi : Suatu Pengantar, Jakarta : Rajawali Pers : Edisi Baru Keempat, Cetakan keduabelas, hlm."

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Negara merupakan sebuah kesatuan wilayah (entity) dari berbagai unsur pembentukan sebuah negara, yang mana didalamnya terdapat bermacam-macam hubungan kepentingan dari sebuah komunitas masyarakat setempat yang berlangsung secara timbal balik dan terikat oleh kesatuan wilayah. 1 Masyarakat setempat merupakan penduduk yang mana anggotanya baik pribadi maupun kelompok itu saling mengadakan hubungan karena adanya naluri untuk hidup bersama dengan orang lain dalam rangka memenuhi kepentingannya.

Indonesia merupakan Negara yang berasaskan hukum (rechtstaat), tidak berasaskan pada kekuasaan saja (machtstaat). 2 Ungkapan itu secara tegas termaktub dalam Pasal 1 ayat 3 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan bahwa Indonesia merupakan negara hukum. Sebagai negara hukum, Indonesia menjadikan hukum sebagai landasan untuk menciptakan ketertiban, keamanan, keadilan serta kesejahteraan bagi warga negaranya.

Negara Indonesia merupakan negara berkembang yang sedang melaksanakan pembangunan di segala bidang, dengan tujuan pokok untuk memberikan kemakmuran dan kesejahteraan lahir dan batin bagi seluruh rakyat Indonesia. Hal ini dapat tercapai apabila masyarakat mempunyai kesadaran bernegara dan berusaha untuk mewujudkan masyarakat yang adil, makmur dan sejahtera. Masyarakat dikatakan sejahtera apabila tingkat perekonomian menengah keatas dan kondisi keamanan yang harmonis. Hal

1

Soerjono Soekanto, 1990, Sosiologi : Suatu Pengantar, Jakarta : Rajawali Pers : Edisi Baru Keempat, Cetakan keduabelas, hlm. 129

2

Ricardo Gosalbo-Bono, The Significance of the Rule of Law and Its Implications for the European Union and The United States, University of Pittsburgh Law Review, 72(2), 2010:

hlm.232

(2)

tersebut dapat tercapai dengan cara setiap masyarakat berperilaku serasi dengan kepentingan yang berlaku dalam kehidupan masyarakat yang diwujudkan dengan bertingkah laku sesuai dengan norma yang berlaku di masyarakat.

Hukum Pidana merupakan hukum yang berfungsi mengatur dan memberikan perlindungan kepada masyaraat umum berkenaan dengan suatu tindak pidana. Secara khusus sebagai bagian dari hukum privat, hukum pidana memiliki fungsi melindungi kepentingan hukum dari perbuatan yang menyerang atau mengganggu kepentingannya. 3

Kriminologi merupakan suatu ilmu pengetahuan yang obyeknya adalah kejahatan, memberikan pemahaman dimana kejahatan ini merupakan suatu gejala sosial. Kriminologi pada dasarnya adalah suatu disiplin yang bersifat faktual. Dalam hal ini juga kriminologi sebagai “non- legal dicipline” artinya kriminologi tidak sebagai disiplin ilmu yang bersifat abstrak, tetapi membahas mengenai gejala pada kenyataannya, oleh karenanya jika suatu masalah dalam masyarakat dilihat dari sudut pandang kriminologi, maka yang menjadi objek dari kriminologi itu adalah kejahatan yang ada dalam masyarakat tersebut. 4

Surtherland dan Cressey mengemukakan bahwa yang termasuk dalam pengertian kriminologi adalah proses pembentukan hukum, pelanggaran hukum dan reaksi terhadap para pelanggar hukum. Dengan demikian kriminologi tidak hanya mempelajari masalah kejahatan saja tetapi juga meliputi proses pembentukan hukum, pelanggaran hukum serta reaksi yang diberikan terhadap para pelaku kejahatan. 5 Sedangkan Bonger memberikan definisi kriminologi sebagai ilmu pengetahuan yang bertujuan menyelidiki gejala kejahatan seluas-luasnya. 6

3

Erdianto Efendi, Hukum Pidana Indonesia Suatu Pengantar, PT Reflika Aditama, bandung, 2011, hlm 210

4

Teguh Prasetyo, Kriminalisasi Dalam Hukum Pidana, PT Penerbit Nusa Media, Bandung, 2013, hlm. 15

5

Made DarmaWeda, Kriminolgi, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1996, hlm. 1

6

Topo Santoso dan Eva Achjani Zulfa, Kriminologi, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2009,

hlm. 9

(3)

Keterkaitan kriminologi dengan ilmu hukum pidana dinilai cukup penting, sebab melalui kriminologi dapat diketahui hal yang menyebabkan dilakukannya kejahatan dan cara penanggulangannya. Salah satu bentuk dari penanggulangan tersebut adalah melalui hukum pidana. Kriminologi membutuhkan hukum pidana sebagai sarana untuk menanggulangi kejahatan, sebaliknya hukum pidana membutuhkan kriminologi untuk mengikuti perkembangan kejahatan apa yang layak di kriminalisasikan atau tidak. 7

Kejahatan adalah perbuatan yang melanggar hukum dan melanggar norma-norma sosial, sehingga masyarakat menentang hal tersebut. 8 Kejahatan merupakan suatu fenomena kompleks yang dapat dipahami dari berbagai sisi yang berbeda. Itu sebabnya dalam keseharian kita dapat menangkap berbagai komentar tentang suatu peristiwa kejahatan yang berbeda satu dengan yang lain. Dalam pengalaman kita ternyata tak mudah untuk memahami kejahatan itu sendiri. Berbicara mengenai kejahatan khususnya pencurian,dapat terjadi dimana saja dan kapan saja, bahkan dapat dikatakan kejahatan terjadi pada setiap masyarakat, karena sifatnya yang merugikan. Oleh karena itu, setiap masyarakat berusaha untuk mencegah dan menanggulangi terjadinya kejahatan. Dengan berbagai usaha untuk menghapus kejahatan ini telah di coba, namun demikian usaha tersebut sampai saat ini baru berhasil mengurangi intensitas dan kualitasnya saja.

Kondisi kejahatan yang terjadi yang dialami oleh masyarakat selalu ada. Hal itu menjadi persoalan yang harus diselesaikan oleh semua pihak.

Kejahatan tidak dapat hilang dengan sendrinya, sebaliknya kasus kejahatan semakin sering terjadi dan yang paling dominan adalah jenis kejahatan terhadap harta kekayaan.

Kejahatan terhadap harta benda memiliki potensi meningkat di negara-negara berkembang. Peningkatan ini selaras dengan perkembangan dan pertumbuhan ekonomi. Tidak terkecuali negara maju sekalipun, pasti

7

Erdianto Efendi, Op, Cit, hlm. 237.

8

Kartini Kartono, Patologi Sosial, CV Rajawali, Jakarta Utara, 1992, hlm. 134

(4)

akan menghadapi masalah kejahatan yang mengancam dan mengganggu ketentraman dan kesejahteraan penduduknya. Hal ini menunjukkan bahwa kejahatan dapat terjadi dimana saja, tidak hanya di negara miskin dan berkembang , tetapi juga di negara yang maju.

Perkembangan kejahatan bukanlah suatu hal yang aneh, karena sejarah kehidupan manusia sejak awal diciptakan telah terbukti mengenal kejahatan. Apalagi pada saat seperti sekarang ini perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi justru memberi peluang yang lebih besar bagi perkembangannya berbagai bentuk kejahatan. Atas dasar itulah maka kriminologi dalam pengaktualisasian dirinya berupaya mencari jalan untuk mengantisipasi segala bentuk kejahatan serta gejala-gejalanya.

Kasus kejahatan yang terjadi di masyarakat saat ini sangat beragam jenisnya. Kasus kejahatan konvensional yang menjadi gangguan keamanan dan ketertiban dalam masyarakat antara lain pencurian kendaraan bermotor, pencurian dengan kekerasan, pencurian dengan pemberatan, pemerkosaan, penyalahgunaan narkotika, kenakalan remaja dan judi. Kejahatan tersebut banyak terjadi di kota besar, tanpa terkecuali di Kota Bandung. Masalah kejahatan semakin sering terjadi pada seluruh lapisan masyarakat tanpa terkecuali. Lingkungan masyarakat yang beragam sangat mempengruhi seseorang dalam melakukan tindakan kejahatan, lingkungan kota besar yang padat dan sibuk dengan berbagai aktivitas memudahkan terjadinya suatu tindak kejahatan.

Sejak pandemi Covid-19 muncul, hampir semua orang mengalami

kendala untuk menjalani kehidupan normal akibat pembatasan yang perlu

dilakukan untuk mencegah penularan virus corona. Karena pembatasan

kegiatan tersebut berpengaruh pada berbagai sektor di Negara Indonesia,

khususnya pada sektor ekonomi, untuk itu pemerintah menganjurkan kita

untuk memulai melakukan kegiatan seperti biasa, tetapi dengan mematuhi

protokol kesehatan. Hal itu yang disebut dengan istilah Adaptasi Kebiasaan

Baru (AKB).

(5)

Dalam Pasal 1 ayat (7) Peraturan Walikota Bandung Nomor 37 Tahun 2020 tentang pedoman pelaksanaan adaptasi kebiasaan baru dalam rangka pencegahan dan pengendalian Corona Virus Disease 2019 (Covid- 19) menyebutkan bahwa yang dimaksud Adaptasi Kebiasaan Baru yang selanjutnya disingkat AKB adalah kenormalan baru dimana setiap orang melakukan adaptasi dan perubahan perilaku untuk tetap menjalankan aktivitas normal dengan memperhatikan protokol kesehatan ditengah pandemi Corona Virus Disease 2019 9

Pemerintah Provinsi Jawa Barat mulai memberlakukan Adaptasi Kebiasaan Baru (AKB) pada 1 Juni 2020. Berdasarkan ketentuan WHO, penerapan Adaptasi Kebiasaan Baru (AKB) bisa dilakukan ketika suatu negara atau daerah berhasil mengendalikan angka penyebaran Covid-19, selain itu memiliki fasilitas kesehatan yang mumpuni. Sekda kota Bandung mengklaim bahwa kota Bandung dapat melakukan pengendalian Pandemi Covid-19 ini masuk kategori cukup baik, oleh karenanya pemerintah kota Bandung resmi memberlakukan Adaptasi Kebiasaan Baru (AKB) pada tanggal 27 Juni 2020, dan hal itu ditegaskan dalam keputusan Wali Kota Bandung Nomor 443/Kep.559-Dinkes/2020 tentang perpanjangan pembatasan sosial berskala besar secara proporsional sebagai persiapan pelaksanaan adaptasi kebiasaan baru dalam rangka pencegahan dan pengendalian Corona Virus Disease 2019 (Covid-19). 10

Sejak terjadinya pandemi Covid-19 yang berpengaruh besar terhadap masyarakat sehingga mengakibatkan masyarakat Indonesia mengalami krisis moral khususnya bagi masyarakat ekonomi menengah kebawah. Hal tersebut dapat dilihat dari semakin banyaknya orang yang kehilangan pekerjaannya di situasi pandemi ini sehingga banyak yang menjadi pengangguran.

9

Peraturan Walikota Bandung Nomor 37 Tahun 2020 tentang pedoman pelaksanaan adaptasi kebiasaan baru dalam rangka pencegahan dan pengendalian Corona Virus Disease 2019 (Covid- 19)

10

Sapto Adi, https://Jurnalmedia.com/psbb-proporsional-berakhir-kota-bandung-berlanjut-ke-fase-

akb/ diakses pada tanggal 13 September 2020, Pukul 19.52

(6)

Dengan meningkatnya pengangguran sangat berpengaruh besar terhadap tingkat kesejahteraan masyarakat. Masyarakat dengan tingkat kesejahteraan yang rendah cenderung untuk tidak mempedulikan norma atau kaidah hukum yang berlaku. Melihat kondisi ini untuk memenuhi kebutuhan, ada kecenderungan menggunakan segala cara agar kebutuhan tersebut dapat terpenuhi. Dari cara-cara yang digunakan ada yang melanggar dan tidak melanggar norma hukum.

Terjadinya PHK karena situasi pandemi menyebabkan mereka kesulitan mencukupi kebutuhan sehari-hari, hal itu berakibat kepada pelaku untuk menggunakan alternatif dengan melancarkan aksi pencurian, perampokan atau kriminalitas yang lain. 11 Melihat situasi sekarang ini yang serba sulit menyebabkan berbagai perubahan prilaku manusia. Orang yang tidak kuat untuk bertahan dengan cara-cara yang halal akan melakukan jalan pintas yang bertentangan dengan hukum.

Desakan untuk memenuhi kebutuhan hidup akan mendorong seseorang untuk melakukan kriminal, salah satunya adalah mencuri.

Ancaman kejahatan bisa pula terjadi dalam skala besar. Kelompok kriminal stadium berat yang ingin mengambil kesempatan ditengah kesempitan banyak orang, tentu kita berharap hal-hal seperti itu tidak terjadi dan harus dicegah.

Untuk membantu memenuhi kebutuhan sehari-harinya, pemerintah mengeluarkan berbagai macam bantuan sosial kepada masyarakat yang ekonominya terdampak Covid-19. Peranan Dinas Sosial dan Penanggulangan Kemiskinan (Dinsosnangkis) Kota Bandung menjadi ujung tombak dalam penanganan dampak pandemi Covid-19 terhadap kesejahteraan masyarakat.

11

Siti Romlah, Covid-19 dan Dampaknya Terhadap Buruh di Indonesia. ‘Adalah, 4(1), 2020, hlm.

220

(7)

Himpitan ekonomi terkadang membuat orang nekad berbuat kriminal, salah satunya adalah mencuri. Ancaman kejahatan bisa terjadi kapan saja dan dimana saja karena pelaku kelompok kriminal ingin mengambil kesempatan di tengah kesempitan banyak orang.

Terkait dengan mewabahnya penyebaran Corona Virus Disease 2019, yang selanjutya disebut Covid-19 di Indonesia saat ini, ternyata ada peningkatan yang cukup drastis terhadap angka kriminalitas di Indonesia.

Dilansir oleh media indonesia bahwa ada peningkatan yang cukup drastis dari minggu ke 19 ke minggu 20 saat penyebaran Covid-19 di Indonesia.

Peningkatan jumlah tindak kriminal tersebut yaitu pada minggu ke 19 berjumlah 3.481, dan meningkat pada minggu ke 20 menjadi 3.726 kasus. 12

Kasus pencurian yang terjadi menjadi salah satu tindakan kriminal yang marak dilakukan. Mayoritas pelaku beralasan untuk melancarkan aksinya karena kesulitan ekonomi. 13 Para pelaku memanfaatkan situasi saat semua fokus pada penanganan dan penanggulangan penyebaran Covid-19, penanggulangan dan penanganan penyebaran Covid-19 di Indonesia yang berdampak pada semua aspek kehidupan masyarakat Indonesia. Bahkan budaya baru terbangun, apalagi mereka yang kehilangan penghasilan harian. 14

Strain teori dalam teori kriminologi mengemukakan bahwa perubahan kondisi ekonomi dapat menyebabkan terjadinya perilaku yang menyimpang. Manusia pada dasarnya taat akan hukum dan semua orang dalam masyarakat memiliki tujuan yang sama untuk meraih kemakmuran, akan tetapi dalam tekanan besar mereka akan melakukan kejahatan. Hal ini menyebabkan penggunaan cara yang tidak sah dalam mencapai tujuan.

12

Yakub Pryatama Wijayaatmaja, (https://mediaindonesia.com/read /detail/314036-lima- bulanpandemi-COVID-19 kriminalitasnaik-7-persen) diakses pada tanggal 13 September 2020 Pukul 14.34

13

Silpa Hanoatubun, Dampak Covid-19 terhadap Perekonomian Indonesia, EduPsyCouns: Journal of Education, Psychology and Counseling, 2(1), 2020, hlm. 146

14

Siti Romlah, Covid-19 dan Dampaknya Terhadap Buruh di Indonesia. ‘Adalah, 4(1), 2020, hlm.

213

(8)

Dengan demikian akan timbul penyimpangan-penyimpangan dalam mencapai tujuan.

Mencuri merupakan perbuatan mengambil barang milik orang lain tanpa sepengetahuannya, yang dilakukan dengan cara sembunyi-sembunyi dengan tujuan untuk memilikinya.

Akhir-akhir ini, pada masa Adaptasi Kebiasaan Baru (AKB) di Kota Bandung, banyak terjadi aksi pencurian yang membuat resah di lingkungan masyarakat. Diperlukan adanya langkah-langkah pencegahan dari berbagai pihak untuk meminimalisir kehajatan yang meresahkan masyarakat Kota Bandung. Diperlukannya kerjasama dari berbagai pihak mulai dari pihak keamanan, pemerintah, juga masyarakat yang pro aktif untuk mencegah terjadinya kejahatan, khususnya kasus pencurian yang belakangan ini semakin banyak terjadi yang mengakibatkan keresahan pada masyarakat.

Kasus kejahatan pencurian yang terjadi pada masa Adaptasi Kebiasaan Baru (AKB) yang meresahkan masyarakat Kota Bandung, diartikan sebagai gejala sosial yang timbul karena faktor-faktor ketidaksejahteraan pelaku kejahatan, hal itu menjadi masalah di tengah masyarakat. Banyak lembaga dan profesi yang dibentuk pemerintah untuk mengatasi masalah sosial di masyarakat.

Peran serta tanggung jawab pihak kepolisian juga sangat diperlukan

dalam situasi seperti ini, karena memiliki wewenang dan tugas untuk

menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat (kamtibmas) serta pelayanan

dan pengayoman masyarakat seperti yang termaktub dalam Pasal 13 UU

No.2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia yang

mmenyatakan bahwa tugas pokok kepolisian adalah memelihara keamanan

dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum serta memberikan

perindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat.

(9)

Tugas dan fungsi tersebut merupakan sebagian dari implementasi Pasal 1 ayat (5) UU Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia bahwa 15 :

“Keamanan dan ketertiban masyarakat adalah suatu kondisi dinamis masyarakat, sebagai salah satu prasyarat terselenggaranya proses pembangunan nasional dalam rangka tercapainya tujuan nasional yang ditandai oleh terjaminnya keamanan, ketertiban, dan tegaknya hukum, serta terbinanya ketentraman, yang mengandung kemampuan membina serta mengembangkan potensi dan kekuatan masyarakat dalam menangkal, mencegah, dan menanggulangi segala bentuk pelanggaran hukum dan bentuk-bentuk gangguan lainnya yang dapat meresahkan masyarakat”

Kejahatan pencurian yang belakangan ini marak terjadi di Kota Bandung, melancarkan aksinya dengan berbagai macam modus operandi yang dilakukan oleh pelaku tindak pidana pencurian di masa Adaptasi Kebiasaan Baru (AKB) ini. Kalau hal ini tidak dapat diatasi, tentu perbuatan tersebut sangat meresahkan dan merugikan masyarakat.

Kewaspadaan terhadap aksi pencurian di tengah masyarakat Kota Bandung harus ditingkatkan, karena di situasi seperti ini aksi pencurian berpotensi akan terus mengalami peningkatan. Dari data yang diperoleh penulis dari reserse kriminal polrestabes Bandung menunjukan adanya peningkatan tindak pidana pencurian pada masa Adaptasi Kebiasaan Baru (AKB)

15

Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia

(10)

Tabel 1

Data kejahatan pencurian polrestabes Bandung tahun 2020

N O

JENIS PENCURI

AN

JAN FEB MAR APR MEI JUNI JULI AGST C

T C C

C T

C C

C T

C C

C T

C C

C T

C C

C T

C C

C T

C C

C T

C C 1

CURANMOR

R-2

16 11 35 7 30 13 25 15 17 10 20 19 29 20 26 39 2

CURANMOR

R-4

3 - 2 - 1 2 1 2 2 3 2 - 3 - 2 -

3

CURI BIASA

10 8 22 12 20 12 9 7 13 7 16 8 14 7 21 15 4

CURAT

19 20 30 16 25 29 24 22 26 31 29 49 22 24 27 26 5

CURAS

19 18 8 10 6 14 9 15 5 10 8 13 5 6 5 10 JUMLAH 67 57 97 45 82 70 68 61 63 61 75 89 73 57 81 90

Sumber : Kasatreskrim polrestabes Bandung

Sejak adanya pandemi Covid-19 dan diberlakukannya Masa Adaptasi Kebiasaan Baru (AKB) yang berpengaruh besar terhadap kehidupan masyarakat sehingga mengakibatkan masyarakat mengalami krisis moral khususnya bagi masyarakat ekonomi menengah kebawah. Hal tersebut dapat dilihat dari semakin banyaknya orang yang kehilangan pekerjaannya di situasi pandemi ini sehingga banyak yang menjadi pengangguran sehingga menyebabkan mereka kesulitan mencukupi kebutuhan sehari-hari, hal itu berakibat kepada pelaku untuk menggunakan alternatif dengan melancarkan aksi pencurian. Orang yang tidak kuat untuk bertahan dengan cara-cara yang halal akan melakukan jalan pintas yang bertentangan dengan hukum .

Hal ini tentu akan meresahkan masyarakat dan harus ditindak secara serius untuk menjaga situasi dan kondisi di tengah masyarakat tetap aman.

Dengan kecenderungan semakin meningkatnya angka pencurian di Kota

Bandung, perlu dilakukanya tindakan baik secara preventif maupun represif

pihak kepolisian juga upaya dari berbagai pihak dalam menanggulangi

kejahatan pencurian.

(11)

Berdasarkan uraian diatas yang telah menggambarkan tentang permasalahan mengenai tindak pencurian yang tinggi di tengah masyarakat Kota Bandung pada masa Adaptasi Kebiasaan Baru (AKB). Permasalahan inilah yang akan dikaji lebih jauh dalam penelitian ini, dengan judul

“Tinjauan Kriminologi Terhadap Peningkatan Kejahatan Pencurian Biasa Pada Masa Adaptasi Kebiasaan Baru (AKB) di Kota Bandung”

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah penulis uraikan diatas, maka dapat dirumuskan yang menjadi permasalahan yang akan penulis teliti adalah sebagai berikut:

1. Apa faktor Penyebab Peningkatan Kejahatan Pecurian Biasa Pada Masa Adaptasi Kebiasaan Baru (AKB) di Kota Bandung perspektif Kriminologi?

2. Bagaimana upaya Penanggulangan Peningkatan Kejahatan Pencurian Biasa Pada Masa Adaptasi Kebiasaan Baru (AKB) di Kota Bandung?

3. Apa kendala dalam Penanggulangan Peningkatan Kejahatan Pencurian Biasa Pada Masa Adaptasi Kebiasaan Baru (AKB) di Kota Bandung?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan masalah yang dikembangkan dalam identifikasi masalah diatas, maksud dan tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui faktor Penyebab Peningkatan Kejahatan Pecurian Biasa Pada Masa Adaptasi Kebiasaan Baru (AKB) di Kota Bandung perspektif Kriminologi

2. Untuk mengetahui upaya Penanggulangan Peningkatan Kejahatan

Pencurian Biasa Pada Masa Adaptasi Kebiasaan Baru (AKB) di Kota

Bandung

(12)

3. Untuk mengetahui kendala dalam Penanggulangan Peningkatan Kejahatan Pencurian Biasa Pada Masa Adaptasi Kebiasaan Baru (AKB) di Kota Bandung

D. Kegunaan Penelitian

Seperti pada umumnya dalam setiap penulisan skripsi tentu ada kegunaan yang dapat diambil dari penelitian yang dilakukan dalam penulisan skripsi tersebut. Kegunaan penelitian secara umum yang dapat diambil dalam penulisan skripsi ini terdiri dari kegunaan yang bersifat teoritis dan kegunaan yang bersifat praktis.

1. Kegunaan Teoritis

Mengharapkan bahwa hasil penelitian ini dapat menyumbangkan pemikiran di bidang hukum yang akan mengembangkan disiplin ilmu hukum, khususnya dalam disiplin ilmu hukum pidana mengenai kejahatan pencurian pada masa Adaptasi Kebiasaan Baru (AKB) dalam perspektif kriminologi.

2. Kegunaan Praktis

Dari segi praktis diharapkan bahwa hasil penelitian ini dapat

dimanfaatkan atau diterapkan oleh penegak hukum dan para pelaksana

hukum khususnya mengenai meningkatnya tindak pidana pencurian

pada masa Adaptasi Kebiasaan Baru (AKB). Dengan menggunakan

pendekatan kriminologi, dapat mengetahui faktor-faktor yang

mempengaruhi tindakan sampai terjadinya tindak pidana pencurian

pada masa Adaptasi Kebiasaan Baru (AKB), maka penegak hukum

dapat mengambil langkah penanggulangan yang tepat untuk menangani

apabila timbul suatu kejahatan. Juga memberikan pemahaman kepada

masyarakat bahwa kondisi dan situasi serta keamanan lingkungan bukan

hanya tanggung jawab aparat penegak hukum, melainkan tanggung

jawab bersama.

(13)

E. Kerangka Pemikiran

Soerjono soekanto berpendapat bahwa perubahan sosial dalam masyarakat disebabkkan oleh masyarakat itu sendiri atau dari luar masyarakat yang mengakibatkan kehidupan dalam masyarakat tersebut berubah. 16 Ketidakmampuan seorang individu dalam bertindak sesuai dengan norma yang hidup di dalam masyarakat, dapat mengakibatkan tindakan yang menyimpang oleh individu atau masyarakat.

Keadaan seperti ini dapat menambah banyaknya masalah dalam masyarakat (social problem), timbulnya masalah tersebut, biasanya berkaitan dengan kebutuhan sandang, pangan, dan papan, sulitnya beradaptasi dengan kondisi seperti ini mengakibatkan kebingungan dan keresahan pada masyarakat. Kondisi seperti itu mengakibatkan manusia melakukan pola tingkah laku yang menyimpang dengan norma, bahkan cenderung dapat merugikan orang lain, diantaranya melakukan suatu kejahatan.

Lahirlah berbagai macam pandangan dan teori dalam mempelajari kejahatan, untuk mengetahui sebab timbulnya kejahatan, salah satunya kejahatan pencurian, dalam perspektif kriminologi yang membahas tentang kejahatan pada umumnya memiliki dimensi yang sangat luas, sehingga berpengaruh pada sudut pandang yang akan digunakan ketika melakukan analisa terhadap subyek pembahasan.

J. Constant memberikan definisi terhadap kriminologi, yakni ilmu pengetahuan yang memiliki tujuan untuk menentukan faktor-faktor yang menjadi sebab terjadinya suatu kejahatan dan penjahat. 17 Jadi kriminologi mengkaji tentag sebab timbulnya suatu kejahatan juga keadaan yang juga mempengaruhi serta mengkaji cara melakukan pemberantasan terhadap kejahatan.

16

Ende Hasbi Nassaruddin, kriminologi, CV Pustaka Setia, Bandung, 2016, hlm.187

17

A.S. Alam, Amir Ilyas, Kriminologi Suatu Pengantar, Prenamedia Group, Jakarta, 2018, hlm.2

(14)

Kejahatan merupakan tindak susila (dalam arti luas) sebab masyarakat tidak menyukai tingkah laku tersebut. Kejahatan dilihat dari sudut pandang pendekatan legal memiliki arti suatu perbuatan yang melanggar hukum pidana atau undang-undang yang berlaku di suatu negara.

Perbuatan seperti itu sangat merugikan warga masyarakat.

Kriminologi memberi arti yang lebih luas terhadap kejahatan.

Kejahatan tidak hanya sebagai perbuatan yang melanggar hukum pidana atau undang-undang saja, tetapi lebih luas lagi yaitu mencakup perbuatan anti sosial yang merugikan masyarakat 18 , walaupun perbuatan tersebut belum bahkan tidak diatur oleh Undang-undang atau hukum pidana.

Teori dalam kriminologi membahas secara umum tentang konsep yang relevan untuk menganalisis kejahatan, reaksi sosial terhadap kejahatan yang sering menjadi masalah sosial di dalam masyarakat. Kondisi sosial memang memungkinkan berpengaruh terhadap terjadinya suatu kejahatan seperti pencurian.

Mengenai kejahatan pencurian, berikut beberapa teori dalam kriminologi guna untuk menjawab dan mengungkapkan apa yang menjadi faktor dan penyebab terjadinya suatu kejahatan pencurian pada masa Adaptasi Kebiasaan Baru (AKB), yaitu antara lain :

1. Teori Asosiasi Diferensial (Differential Association Theory)

Gabriel Tarde menyatakan bahwa kejahatan yang dilakukan oleh seseorang adalah hasil peniruan terhadap tindakan kejahatan yang ada dalam masyarakat. Sedangkan Edwin H. Sutherland berhipotesis bahwa perilaku kriminal, baik meliputi teknik kejahatan, motif, dorongan, sikap dan rasionalisasi yang nyaman, dipelajari melalui asosiasi yang dilakukan mereka yang melanggar norma-norma masyarakat, termasuk norma hukum, artinya semua tingkah laku dipelajari dengan berbagai cara. Oleh karenanya, perbedaan tingkah laku yang conform dengan criminal adalah apa dan bagaimana sesuatu itu dipelajari.

18

Muhammad Yamin, Tindak Pidana Khusus, CV Pustaka Setia, Bandung, 2012, hlm.17

(15)

Sutherland merupakan seorang ahli kriminologi yang berpengaruh pada abad ke-20 berpendapat bahwa, sifat kriminal itu bukan karena pewarisan melainkan karena dipelajari dalam pergaulan di masyarakat, sedangkan pergaulan dalam masyarakat itu berbeda-beda sebab dipengaruhi oleh keadaan lingkungan sendiri. 19

Dengan teori ini, dapat memberikan pandangan sebagai teori yang dapat menjelaskan sebab-sebab terjadinya kejahatan. Adapun kelebihan dari teori asosiasi diferensial bertumpu pada aspek-aspek:

a. Teori ini relatif mampu untuk menerangkan hal yang menyebabkan adanya kejahatan akibat dari penyakit sosial.

b. Dalam teori ini juga mampu untuk menjelakan bagaimana seseorang menjadi jahat karena adanya atau melalui proses belajar menjadi jahat

Jadi kesimpulannya ialah menurut teori asosiasi diferensial, tingkah laku jahat dipelajari dalam kelompok melalui interaksi dan komunikasi.

Yang dipelajari dalam kelompok tersebut adalah teknik untuk melakukan kejahatan dan alasan (nilai-nilai, motif, rasionalisasi dan tingkah laku) yang mendukung perbuatan jahat tersebut.

2. Teori Tegang atau Anomi (Strain Theory)

Durkheim dalam bukunya yang berjudul the Duvisuon of Labor in Society (1893), menggunakan istilah anomie untuk menggambarkan keadaan de regulation dalam masyarakat. Keadaan de-regulasi oleh Durkheim diartikan sebagai tidak ditaatinya aturan-aturan yang terdapat dalam masyarakat dan orang tidak tahu apa yang diharapkan dari orang lain.

Robrert K. Merton menganggap bahwa manusia pada dasarnya selalu melanggar hukum setelah terputusnya antara tujuan dan cara mencapainya menjadi demikian besar, sehingga satu-satunya cara mencapai tujuan adalah melalui jalur yang tidak legal.

19

Edwin H. Sutherland, Asas-Asas Kriminologi, Alumni, Bandung, 2005, hlm.106

(16)

Setiap masyarakat memiliki tujuan-tujuan tertentu yang ditanamkan pada seluruh warganya. Untuk mencapai tujuan tersebut terdapat sarana-sarana yang dapat dipergunakan. Tetapi dalam kenyataannya tidak semua orang dapat menggunakan sarana-sarana yag tersedia. Hal ini menyebabkan penggunaan cara yang tidak sah dalam mencapai tujuan. Dengan demikian akan timbul penyimpangan-penyimpangan dalam mencapai tujuan.

Dalam setiap masyarakat selalu terdapat struktur sosial. Struktur sosial, yang berbentuk kelas-kelas, menyebabkan adanya perbedaan- perbedaan kesempatan dalam mencapai tujuan. Keadaan-keadaan tersebut (tidak meratanya sarana-sarana serta perbedaan struktur kesempatan) akan menimbulkan frustasi di kalangan masyarakat yang tidak mempunyai kesempatan dalam mencapai tujuan. Dengan demikian, ketidakpuasan, konflik, frustasi dan penyimpangan muncul karena tidak adanya kesempatan bagi mereka dalam mencapai tujuan.

Situasi ini akan menimbulkan keadaan dimana para warga tidak lagi mempunyai ikatan yang kuat terhadap tujuan serta sarana-sarana atau kesempatan yang terdapat dalam masyarakat.

Teori Strain adalah kegunaan konsep yang dimaksud lebih lanjut untuk menjelaskan penyimpangan tingkah laku yang disebabkan salah satunya karena kondisi ekonomi di dalam masyarakat. Karena penyimpangan tingkah laku individu yang disebabkan karena ekonomi yaitu banyak keperluan untuk memuaskan usaha mereka dan ketika dihadapkan dengan pilihan untuk memuaskan kebutuhan mereka dalam kondisi sosial. 20

Teori ini memberikan asumsi bahwa manusia taat hukum dan semua orang dalam masyarakat memiliki tujuan yang sama untuk meraih kemakmuran, akan tetapi dalam tekanan besar mereka akan melakukan kejahatan. Keinginan untuk meningkat secara sosial (social mobility)

20

Marlina, Hukum Panintensir, PT Refika Aditama, Bandung, 2011, hlm.120

(17)

membawa pada penyimpangan, karena struktur sosial yang membatasi akses menuju tujuan melalui legitimate means (pendidikan tinggi, bekerja keras, dan koneksi keluarga).

Dari teori yang telah di jelaskan bahwa faktor yang mempengaruhi kejahatan seperti pencurian itu berbagai macam, sehingga seseorang dapat melakukan perbuatan yang menyimpang tersebut.

Kejahatan pencurian ini semakin banyak terjadi di masyarakat pada masa Adaptasi Kebiasaan Baru (AKB) seperti ini, khususnya di Kota Bandung. Dalam situasi seperti ini pencurian memiliki kecenderungan meningkat, hal ini tentu akan meresahkan masyarakat dan harus ditindak secara serius untuk menjaga situasi dan kondisi di tengah masyarakat tetap aman.

Kejahatan merupakan gejala sosial yang senantiasa dihadapi oleh setiap masyarakat di dunia ini. Kejahatan dalam keberadaanya dirasakan sangat meresahkan, disamping itu juga menganggu ketertiban dan ketentraman dalam masyarakat berupaya semaksimal mungkin untuk menanggulangi kejahatan tersebut. Upaya penanggulangan kejahatan telah dan terus dilakukan oleh pemerintah maupun masyarakat.

Berbagai program dan kegiatan telah dilakukan sambil terus mencari cara tepat dan efektif untuk mengatasi masalah tersebut.

Penanggulangan yaitu segala daya dan upaya yang dilakukan oleh setiap orang maupun lembaga pemerintahan ataupun swasta yang bertujuan mengusahakan pengamanan, penguasaan dan kesejahteraan hidup sesuai dengan hak-hak asasi manusia yang ada.

Menurut Barda Nawawi Arief upaya atau kebijakan untuk

melakukan pencegahan dan penanggulangan kejahatan termasuk bidang

kebijakan kriminal. Kebijakan kriminal ini pun tidak terlepas dari

kebijakan yang lebih luas, yaitu kebijakan sosial yang terdiri dari

kebijakan/upaya-upaya untuk kesejahteraan sosial dan kebijkan atau

upaya-upaya untuk perlindungan masyrakat. Kebijkan penanggulangan

(18)

kejahatan dilakukan dengan menggunakan sarana “penal” (hukum pidana), maka kebijkan hukum pidana khususnya pada tahap kebijakan yudikatif harus memperhatikan dan mengarah pada tercapainya tujuan dari kebijakan sosial itu berupa “social welfare” dan “sosial defence” 21

Dengan demikian upaya penanggulangan kejahatan secara garis besar dapat dibagi dua yaitu, jalur “penal” (hukum pidana) dan jalur

“non penal” (diluar hukum pidana).

1) Upaya Non Penal (preventif)

Penanggulangan kejahatan secara preventif dilakukan untuk mencegah terjadinya atau timbulnya kejahatan yang pertama kali. Mencegah kejahatan lebih baik dari pada mencoba untuk mendidik penjahat menjadi lebih baik kembali, sebagaimana semboyan dalam kriminologi yaitu usaha-usaha memperbaiki penjahat perlu diperhatikan dan diarahkan agar tidak terjadi lagi kejahatan ulangan. Sangat beralasan bila upaya preventif diutamakan karena upaya preventif dapat dilakukan oleh siapa saja tanpa suatu keahlian khusus dan ekonomis.

Barnest dan Teeters menunjukan beberapa cara untuk menanggulangi kejahatan yaitu:

a. menyadari bahwa akan adanya kebutuhan-kebutuhan untuk mengembangkan dorongan-dorongan sosial atau tekanan-tekanan sosial dan tekanan ekonomi yang dapat mempengaruhi tingkah laku seseorang ke arah perbuatan jahat.

b. Memusatkan perhatian kepada individu-individu yang menunjukan potensialitas kriminal atau sosial, sekalipun potensialitas tersebut disebabkan gangguan-gangguan biologis dan psikologis atau kurang mendapat

21

Barda Nawawi Arief, Masalah Penegakan Hukum dan Kebijakan Hukum Pidana dalam

Penanggulangan Kejahatan, Jakarta, Kencana Prenada Media Group, 2014, hlm.77

(19)

kesempatan sosial ekonomis yang cukup baik sehingga dapat merupakan suatu kesatuan yang harmonis.

Dari pendapat Barnest dan Teeters tersebut diatas menunjukan bahwa kejahatan dapat kita tanggulangi apabila keadaan ekonomi atau keadaan lingkungan sosial yang mempengaruhi seseorang kearah tingkah laku kriminal dapat dikembalikan pada keadaan baik. Dengan kata lain perbaikan keadaan ekonomi mutlak dilakukan. Sedangkan faktor-faktor biologis, psikologis, merupakan faktor yang sekunder saja.

Jadi dalam upaya preventif itu adalah bagaimana kita melakukan suatu usaha yang positif, serta bagaimana kita menciptakan suatu kondisi seperti keadaan ekonomi, lingkungan, juga kultur masyarakat yang menjadi suatu dinamika dalam pembangunan dan bukan sebaliknya seperti menimbulkan ketegangan-ketegangan sosial yang mendorong timbulnya perbuatan menyimpang juga disamping itu bagaimana meningkatkan kesadaran dan partisipasi masyarakat bahwa keamanan dan ketertiban menjadi tanggung jawab bersama.

2) Upaya Penal (Represif)

Upaya represif adalah suatu upaya penanggulangan

kejahatan secara konsepsional yang ditempuh setelah terjadinya

kejahatan. Penanggulangan dengan upaya represif dimaksudkan

untuk menindak para pelaku kejahatan sesuai dengan

perbuatannya serta memperbaikinya kembali agar mereka sadar

bahwa perbuatan yang dilakukanya merupakan perbuatan yang

melanggar hukum dan merugikan masyarakat, sehingga tidak

akan mengulanginya dan orang lain juga tidak akan melakukan

mengingat sanksi yang ditanggungnya sangat berat.

(20)

Dalam membahas sistem represif, tentunya tidak terlepas dari sistem peradilan pidana kita, dimana dalam sistem peradilan pidana paling sedikit terdapat 5 (lima) sub-sistem yaitu kehakiman, kejaksaan, kepolisian, lembaga pemasyarakatan, dan kepengacaraan (advokat) yang merupakan kesuluruhan yang terangkai dan berhubungan secara fungsional. Upaya represif dalam pelaksanaanya dilakukan pula dengan metode perlakuan (treatment) dan penghukuman (punishment).

F. Langkah-Langkah Penelitian

Penelitian merupakan suatu kegiatan ilmiah yang berkaitan dengan analisa dan konstruksi yang dilakukan secara metodologis, sistematis, dan konsisten.

Guna membahas setiap permasalahan yang ditempuh, penulis menggunakan:

1. Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif analisis, yaitu yaitu metode penelitian yang tujuannya memberikan gambaran secara sistematis, faktual, dan akurat mengenai fakta-fakta, mengkontruksi gejala-gejala serta hubungan antara fenomena-fenomena yang diselidiki dari hasil pengamatan beberapa kejadian untuk kemudian dianalisis secara aktual dengan realita yang ada.

2. Metode Pendekatan

Pendekatan masalah yang digunakan dalam penelitian ini adalah

pendekatan kriminologi yaitu penelitian yang bertujuan untuk

memperoleh pegetahuan yang lebih mendalam tentang kejahatan

dengan cara mengumpulkan, mengklasifikasikan, menganalisis, dan

menafsirkan fakta-fakta (kejahatan) serta hubungannya dengan fakta-

fakta lain, seperti fakta sosial, ekonomi, politik, budaya, dengan

menggunakan metode ilmiah.

(21)

3. Sumber Data

Guna memperoleh data yang sesuai dan mencakup permasalahan yang diteliti, maka dalam penulisan skripsi ini menggunakan data sebagai berikut

a. Data primer

Data primer merupakan data yang diperoleh dari objek yang akan diteliti (responden) yang dilakukan dengan penelitian lapangan (field research). Sumber data primer mengacu pada hasil penelitian dari wawancara dengan objek penelitian yang mana wawancara tersebut ditujukan untuk memberikan informasi kepada penulis terkait penyebab meningkatnya kejahatan pencurian serta upaya dalam menanggulangi dan mencegah peningkatan kejahatan pencurian di masa Adaptasi Kebiasaan Baru (AKB).

b. Data sekunder

Data sekunder merupakan data yang antara lain mencakup perundang-undangan, dokumen-dokumen resmi, buku-buku, hasil penelitian yang berupa laporan, dan bahan lainnya yang dapat menunjang dalam penelitian ini.

c. Data tersier

Data tersier adalah sumber data yang diambil dari kamus- kamus dan ensiklopedi yang digunakan untuk membantu menjelaskan bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, serta buku-buku di luar bidang hukum lainnya

4. Jenis Data

a. Bahan hukum primer

Bahan hukum primer merupakan suatu bentuk peraturan

perundang- undangan yang bersifat mengikat karena dikeluarkan

oleh lembaga negara atau pemerintah sehingga dapat membantu

(22)

dalam penelitian. Adapun bahan hukum primer yang digunakan yaitu:

1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

2) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)

3) UU No.22 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia

4) Peraturan Walikota Bandung Nomor 37 Tahun 2020 tentang pedoman pelaksanaan adaptasi kebiasaan baru dalam rangka pencegahan dan pengendalian Covid-19

b. Bahan hukum sekunder

Bahan hukum sekunder merupakan hukum yang memberikan penjelasan atas keterangan atau mendukung bahan hukum primer yang berupa buku- buku, jurnal atau majalah yang ditulis oleh para sarjana hukum, teori-teori dan pendapat ahli, situs internet yang berhubungan dengan permasalahan dan sebagainya

c. Bahan hukum tersier

Bahan hukum tersier merupakan bahan hukum yang memberikan petunjuk dari bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder yang berupa kamus umum, kamus hukum, kamus besar bahasa Indonesia dan kamus bahasa Inggris. 22

5. Teknik Pengumpulan data

Teknik pengumpulan data adalah cara atau metode yang digunakan untuk mengumpulkan data, oleh karena itu diperlukan teknik pengumpulan data sebagai berikut:

22

Soerjono Soekamto dan Sri Mamudji, 1990, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan

Singkat, Jakarta, Rajawali Press, hlm. 14-15.

(23)

a. Studi Kepustakaan

Studi pustaka merupakan suatu cara pengumpulan data dengan melakukan penelusuran dan menelaah bahan pustaka (literatur, hasil penelitian, majalah ilmiah, jurnal ilmiah dsb) b. Penelitian Lapangan (field research)

Penelitian lapangan merupakan salah satu pengumpulan data dalam penelitian kualitatif, penelitian ini dilakukan dengan teknik sebagai berikut:

1) Wawancara

Yaitu cara yang digunakan untuk memperoleh keterangan lisan guna mencapai keterangan tertentu. 23 2) Observasi

Aktifitas terhadap suatu proses atau objek dengan maksud merasakan, memahami sebuah fenomena berdasarkan pengetahuan dan gagasan yang sudah diketahui sebelumnya, untuk mendapatkan informasi- informasi yang dibutuhkan untuk melanjutkan suatu penelitian.

6. Analisis Data

Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif kualitatif. Deskriptif kualitatif yaitu metode analisis data yang mengelompokan dan menganalisis data yang diperoleh dengan penelitian lapangan menurut kualitas dan kebenarannya, kemudian dihubungankan dengan teori-teori, asas-asas, dan kaidah-kaidah hukum untuk memperoleh suatu kesimpulan. Penarikan kesimpulan dilakukan dengan metode induktif, yaitu menguraikan hal-hal yang bersifat khusus kemudian menarik kesimpulan yang bersifat umum.

23

Burhan Ashshofa, Metode Penelitian Hukum, Rineka Cipta, Jakarta, 2007, hlm.95

(24)

7. Lokasi Penelitian

Untuk memperoleh data yang diperlukan guna penelitian ini, maka penulis memilih lokasi sebagai berikut:

1. Satuan Reserse Kriminal Polrestabes Bandung;

2. Dinas Sosial dan Penanggulangan Kemiskinan Kota Bandung;

3. Perpustakaan Fakultas Syari’ah dan Hukum Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati Bandung;

4. Badan Perpustakaan dan Kearsipan Daerah Provinsi Jawa Barat.

Referensi

Dokumen terkait