SKRIPSI
PERBEDAAN EFEKTIVITAS PENGGUNAAN
TEPID SPONGING
DAN PLESTER KOMPRES TERHADAP PENURUNAN
SUHU TUBUH PADA ANAK DENGAN DEMAM
Studi ini dilakukan di UPT Puskesmas Mengwi I
OLEH:
I GUSTI AYU FRANCISKA ASIALIANTIN PUTRI NIM. 1102105068
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
SKRIPSI
PERBEDAAN EFEKTIVITAS PENGGUNAAN
TEPID SPONGING
DAN PLESTER KOMPRES TERHADAP PENURUNAN
SUHU TUBUH PADA ANAK DENGAN DEMAM
Studi ini dilakukan di UPT Puskesmas Mengwi I
Untuk Memenuhi Persyaratan
Memperoleh Gelar Sarjana Keperawatan
OLEH:
I GUSTI AYU FRANCISKA ASIALIANTIN PUTRI NIM. 1102105068
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
✁ ✂✄☎✆✝ ✆✆✄✞✁✆✟✠ ✡ ✆✄✝☛✠ ✡✟ ✆✄
Saya yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : I Gusti Ayu Franciska Asialiantin Putri
NIM : 1102105068
Program : S-1 Keperawatan
Menyatakan dengan sebenarnya bahwa Tugas Akhir yang saya tulis ini benar-benar hasil karya sendiri, bukan merupakan pengambilalihan tulisan atau pikiran orang lain yang saya akui sebagai tulisan atau pikiran saya sendiri. Apabila dikemudian hari didapatkan bukti bahwa Tugas Akhir ini adalah jiplakan, maka saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan saya tersebut.
Denpasar, Juni 2015 Yang membuat pernyataan,
☞✌✍✎ ✏✑✒yu Franciska Asialiantin Putri NIM: 1102105068
✓✔ ✕
BA
✖✗E
✖✘✔ ✙✚JUANSKRIPSI
PERBEDAAN EFEKTIVITAS PENGGUNAANTEPID SPONGING
DAN PLESTER KOMPRES TERHADAP PENURUNAN SUHU TUBUH PADA ANAK DENGAN DEMAM
Untuk Memenuhi Persyaratan
Memperoleh Gelar Sarjana Keperawatan
OLEH:
I GUSTI AYU FRANCISKA ASIALIANTIN PUTRI NIM. 1102105068
TELAH MENDAPATKAN PERSETUJUAN UNTUK DIUJI
Pembimbing Utama Pembimbing Pendamping
HA✛A✜A✢✣E✢GE✤AHA✢
✤✥ ✦I✣✤I
✣E✦BEDAA✢EFE✥✧I★I✧A✤✣E✢GG✩✢AA✢
TEPID SPONGING
DA✢✣✛E✤✧E✦✥✪✜✣✦E✤ ✧E✦HADA✣✣E✢✩✦✩✢A✢ ✤✩H✩✧✩B✩H✣ADA A✢A✥ DE✢GA✢ DE✜A✜
✪✛EH:
I G✩✤✧I AY✩ F✦A✢CI✤✥A A✤IA✛IA✢✧I✢✣✩ ✧✦I ✢I✜. 1102105068
✧E✛AH DI✩JIKAN DI HADAPAN TIM PENGUJI PADA HARI : S✫✬✭✬
✧A✢GGA✛ : 22 J✮✬✭ 2015
✧I✜✣E✢G ✩JI:
✯ ✰ ✱✲✰✳✴✵✵✶r✷✸ ✲✹✶✺✶ ✻✼✰ ✽✾✿ ✻❀✰ ❁✹ (Ketua) ... 2. Ns. Ni Made Dian, M.Kep, Sp.Kep.J (Sekretaris) ... 3. Ni Made Aries Minarti, S.Kep, MNg (Pembahas) ...
MENGETAHUI:
DEKAN KETUA
FK UNIVERSITAS UDAYANA PSIK FK UNIVERSITAS UDAYANA
❂ ❃❄ ❃❅ ❆ ❇❈ ❃❇❄❃❉
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan perkenanan-Nya skripsi dengan judul ❊❋ ●❍❋ ■❏❏❑
❋ ▲❋ ▼◆ ❖ P❖ ◆ ❏◗ ❊❋❑ ❘❘ ❙❑❏❏ ❑ TEPID SPONGING ■❏❑ ❊ ❚❋ ◗◆❋●
▼❯❱❊ ●❋◗ ◆ ❋ ●❲❏■❏❊ ❊❋❑ ❙● ❙❑❏❑ ◗ ❙❲❙ ◆ ❙❍ ❙❲ ❊❏■❏ ❏❑❏▼
■❋ ❑❘❏❑■❋❱❏❱ dapat terselesaikan dengan baik.
Dalam penyusunan karya tulis ini penulis mendapatkan berbagai bantuan, petunjuk, serta saran dan masukan dari berbagai pihak. Karena itu, dalam kesempatan kali ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Prof. Dr .dr. Putu Astawa, Sp. OT (K), M.Kes, selaku Dekan Fakultas Kedokteran FK Universitas Udayana.
2. Prof. dr. Ketut Tirtayasa, MS, AIF, selaku Ketua Program Studi Ilmu Keperawatan FK Universitas Udayana.
3. Ns. I Gusti Ayu Ari Rasdini, S.Kep, MPd selaku pembimbing utama dalam menyelesaikan penelitian ini.
4. Ns. Ni Made Dian, M.Kep, Sp.Kep.J selaku pendamping dalam menyelesaikan penelitian ini.
5. dr. Ni Made Tariani, M.Kes, selaku Kepala UPT Puskesmas Mengwi I.
6. Keluarga, khususnya orang tua yang yang dengan penuh perhatian telah memberikan dorongan, semangat, bimbingan, dan saran selama penulis menyelesaikan penelitian ini.
8. Teman-teman yang tidak bisa disebutkan satu per satu yang selalu memberi semangat dalam proses pembuatan proposal penelitian.
9. Semua pihak yang ikut membantu kelancaran penelitian ini.
Penulis menyadari bahwa karya tulis ini masih jauh dari sempurna. Oleh karenanya, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan dalam rangka penyempurnaan karya tulis ini. Akhir kata, semoga karya tulis ini dapat memberikan manfaat bagi perkembangan dunia pendidikan dan pengetahuan secara luas.
Denpasar, Juni 2015
❳❨❩❬ ❭ ❳❪
Putri, I Gusti Ayu Franciska. 2015. Perbedaan Efektivitas Penggunaan Tepid Sponging dan Plester Terhadap Penurunan Suhu Tubuh Pada Anak Dengan Demam. Skripsi, Program Studi Ilmu Keperawatan, Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana. Pembimbing (1) Ns. I Gusti Ayu Ari Rasdini, S.Kep, M.Pd; (2) Ns. Ni Made Dian, S.Kep, M.Kep, Sp.Kep.J.
Demam merupakan suatu kondisi di mana suhu tubuh mencapai lebih dari 37,50C. Pada anak-anak demam merupakan gejala yan paling sering muncul. Terapi non farmakologis dalam hal ini tepid sponging dan plester kompres merupakan salah satu tata laksana dalam menurunkan suhu tubuh pada anak dengan demam. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan efektivitas penggunaan tepid sponging dan plester kompres terhadap penurunan suhu tubuh pada anak dengan demam. Penelitian ini merupakan studi eksperimental dengan pre-test and post-test design. Sebanyak 32 sampel diambil di ruang rawat inap dan poli UPT Puskesmas Mengwi I yang merupakan pasien periode 27 Mei sampai 3 Juni 2015. Teknik sampling yang digunakan adalah probability sampling, dengan simple random sampling. Data pengukuran suhu dan demografis dicatat pada lembar observasi. Setelah itu data diolah dengan uji statistik paired sample t-test dan independent sample t-test. Hasil penelitian ini didapatkan responden perempuan lebih banyak yaitu 59,4%, dengan dominasi responden balita (84,4%). Diagnosa medis yang paling banyak ditemukan adalah nasopharingitis (28,1%), dengue (25%), dan diare (21,9%). Rata-rata penurunan suhu tubuh dengan intervensi plester kompres adalah 0,190C dengan nilaip<0,05, sedangkan padatepid sponging didapatkan penurunan suhu tubuh 0,510C dengan nilai p<0,05. Hasil uji beda menunjukkan bahwa tepid sponging memiliki efektivitas yang lebih tinggi secara signifikan dalam penurunan suhu dibandingkan dengan plester kompes (p<0,05). Berdasarkan temuan diatas disarankan untuk dapat menggunakan intervensi tepid sponging dalam menurunkan suhu tubuh pada anak dengan demam.
❞❡ ❢❣❤❞✐ ❣ probability samping, with a simple random sampling. The recording of body temperature and demographic data is noted in the observational sheet. After that, the data is analyzed with the paired sample t-test and independent sample t-test. It is founded that the female respondent is more than the male which is 59,4% with the domination of under five years (84,4%). The majority of disease founded is nasopharyngitis, dengue fever (25%) and diarrhea (21,9%). The average of body temperature reduction with coolingsheet is 0,190C with p value <0,05, while with tepid sponging, the average reduction is 0,510C with p value <0,05. The result of comparison test show that tepid sponging has a higher effectivity significantly in reducing body temperature compare to cooling sheet (p<0,05). Based on this study, it is recommended to apply tepid sponging in order to reduce the body temperature in feverish children.
➉➊➋ ➌➊➍ ➎➏ ➎
Halaman
HALAMAN JUDUL... i
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ... ii
LEMBAR PERSETUJUAN... iii
LEMBAR PENGESAHAN ... iv
KATA PENGANTAR ...v
ABSTRAK ... vii
➐➑➒ ➓➔➐→ ➓... viii
DAFTAR ISI... ix
DAFTAR TABEL... xiv
DAFTAR GAMBAR ...xv
DAFTAR LAMPIRAN ... xvi
DAFTAR SINGKATAN ... xviii
➣↔ ➣↕➙➛ ➜➝↔➞ ➟➠ ➟↔➜ 1.1 Latar Belakang ...1
1.2 Rumusan Masalah ...5
1.3 Tujuan Penelitian...6
1.3.1 Tujuan Umum ...6
1.3.2 Tujuan Khusus ...6
1.4.1 Manfaat Teoritis ...7
1.4.2 Manfaat Praktis ...7
➡➢ ➡➤ ➤➥➤ ➦JAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Suhu Tubuh dan Pengaturan Suhu ...8
2.1.1 Suhu Tubuh Normal...8
2.3.3 Penyakit yang Sering Dialami Anak ...20
2.3.4 Efek Dari Demam Pada Anak ...21
2.4➲➨➳➯➵➧➳➭➸ ➺➯➸ ➺...21
2.4.2 Tujuan dan Manfaat ...22
2.4.3 Teknik➻➼➽➾➚➪ ➽➶ ➹➘➾ ➹➘...22
2.4.4 Mekanisme Kerja ...23
2.4.5 Prosedur Kerja ...23
2.5 Plester Kompres ...24
2.5.1 Definisi...24
2.5.2 Mekanisme Kerja ...24
2.5.3 Prosedur Kerja ...25
2.6 Antipiretik ...25
2.6.1 Definisi...25
2.6.2 Mekanisme Kerja ...26
2.7 Perbedaan Efektivitas➻ ➼➽➾➚➪➽➶➹➘ ➾ ➹➘dan Plester Kompres ...26
➴➷ ➴➬ ➬➬➮➱ ✃➷ ❐❒➮➷➮❮ ❐❰➱ÏÐ➷ ❐Ñ➬ Ï❮ Ò ➱ ❰➬ ❰ 3.1 Kerangka Konsep ...28
3.2 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ...29
3.2.1 Variabel Penelitian ...29
3.2.2 Definisi Operasional Variabel...29
3.3 Hipotesis ...31
➴➷ ➴➬ ÓÔ➱Ò ❮Ð➱Ï➱❐➱ Õ➬ Ò ➬ ➷ ❐ 4.1 Jenis Penelitian ...32
4.2 Kerangka Kerja...33
4.3 Tempat dan Waktu Penelitian ...34
4.4.1 Populasi ...34
5.1.2 Karakteristik Anak Dengan Demam di UPT Puskesmas Mengwi I .45 5.1.3 Suhu Tubuh Sebelum Dilakukan Pemberian Intervensi íîÜÞï ÙÜðß àÞß àdan Plester Kompres ...46
5.1.4 Suhu Tubuh Setelah Dilakukan Pemberian Intervensi íîÜÞï ÙÜðß àÞß àdan Plester Kompres ...47
5.2 Pembahasan ...50
5.2.1 Karakteristik Responden ...50
5.2.2 Hasil Identifikasi Suhu Tubuh Sebelum Dilakukan Pemberian Intervensiñòóôõö ó÷ø ùôø ùdan Plester Kompres ...54
5.2.3 Hasil Identifikasi Suhu Tubuh Setelah Dilakukan Pemberian Intervensiñòóôõö ó÷ø ùôø ùdan Plester Kompres ...55
5.2.4 Hasil Analisa Perbedaan Efektivitas Penggunaanñòóôõ öó ÷øùôøùdan Plester Kompres Terhadap Penurunan Suhu Tubuh Pada Anak Dengan Demam ...56
5.3 Keterbatasan Penelitian ...58
úû úüýþý ÿ ✁✂û✄☎û✄ þû✆û✄ 6.1 Simpulan...60
6.2 Saran ...61
6.2.1 Kepada UPT Puskesmas Mengwi I ...61
6.2.2 Kepada Peneliti Selanjutnya ...61
☎û ✝✞û✆ ✁þ✞û ✟û
✠✡ ☛☞✡✌☞✡✍ ✎ ✏
Halaman
☞abel 3.1 Definisi Variabel Penurunan Suhu Tubuh Pada Anak Dengan Demam,
Pemberian✑✒✓✔✕✖ ✓✗✘ ✙✔✘ ✙dan Pemberian Plester Kompres ...29
Tabel 4.1Rancangan Penelitian Studi Experimental (✚ ✛✒✜✑✒st ✢✘ ✕✚✗✣✤ ✜✑✒st)....32
Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan Rentang
Usia ...45
Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis
Kelamin ...45
Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan Diagnosa
Medis...45
Tabel 5.4Hasil Pengukuran Suhu Sebelum Intervensi ✑✒✓✔✕ ✖✓ ✗✘✙✔✘✙dan Plester
Kompres Pada Anak Dengan Demam di UPT Puskesmas Mengwi I...46
Tabel 5.5 Hasil Pengukuran Suhu Setelah Intervensi ✑✒✓✔✕ ✖ ✓✗✘ ✙✔✘ ✙ dan Plester
Kompres Pada Anak Dengan Demam di UPT Puskesmas Mengwi I...47
Tabel 5.6Hasil Uji Normalitas Suhu✚ ✛✒Intervensi ...47
Tabel 5.7Hasil Uji Normalitas Suhu✚✗✣✤Intervensi ...48
Tabel 5.8 Analisa Penurunan Suhu Tubuh Sebelum dan Setelah Diberikan
Intervensi ✑✒✓✔✕ ✖✓ ✗✘✙✔ ✘ ✙ dan Plester Kompres Pada Anak Dengan Demam di
UPT Puskesmas Mengwi I ...48
Tabel 5.9 Hasil Analisis Uji Perbedaan Efektivitas Penggunaan
✑✒✓✔✕ ✖ ✓✗✘ ✙✔✘ ✙ dan Plester Kompres Pada Anak Dengan Demam di UPT Puskesmas Mengwi I
✥✦✧★ ✦✩✪ ✦✫✬ ✦✩
Halaman
✪a✭bar 3.1 Kerangka Konsep Perbandingan Efektivitas Penggunaan ✮✯✰✱✲ ✳ ✰✴✵ ✶✱✵ ✶ dan Plester Kompres Pada Anak Dengan Demam di UPT Puskesmas Mengwi I ...28
Gambar 4.2 Kerangka Kerja Efektifitas Penggunaan ✮✯✰✱✲ ✷ ✰✴✵ ✶✱✵ ✶ dan Plester
✸✹✺✻ ✹✼✽ ✹✾ ✿❀ ✼✹❁
Lampiran 1 : Jadwal Penelitian
Lampiran 2 : Surat Permintaan Menjadi Responden
Lampiran 3 :Informed Consent
Lampiran 4 : Lembar Observasi
Lampiran 5 : SOPTepid Sponging
Lampiran 6 : SOP Plester Kompres
Lampiran 7 : SOP Pemeriksaan Suhu Aksila
Lampiran 8 : Realisasi Anggaran Dana Penelitian
Lampiran 9 :Master Table
Lampiran 10 : HasilOutputKarakteristik
Lampiran 11 : Uji Normalitas Data
Lampiran 12 : UjiPaired Sample T-Test
Lampiran 13 : Uji Beda DenganIndependent Sample T-Test
Lampiran 14 : Foto Dokumentasi
Lampiran 15 : Surat Ijin Studi Pendahuluan
Lampiran 16 : Surat Ijin Pengumpulan Data
Lampiran 17 : Surat Rekomendasi dari Badan Penanaman Modal dan Perizinan
Lampiran 18 : Surat Ijin Mengadakan Penelitian dari Badan Kesatuan Bangsa,
Lampiran 19 : Surat Keterangan Melakukan Penelitian di UPT Puskesmas
Mengwi I
Lampiran 20 : Lembar Konsultasi Proposal
❂❃❄❅ ❃❆❇❈ ❉❊ ❋❃❅ ❃❉
APD : Alat Perlindungan Diri
Balita : Bawah Lima Tahun
BB : Berat Badan
BMR :Basal Metabolic Rate
CDC :Centre of Disease Control
COX-1 :Cyclooxigenase-1
COX-2 :Cyclooxigenase-2
CRC :Convention of The Rights of Child
DHF :Dengue Hemorrhagic Fever
E. Coli :Escherichia Coli
GI : Gastrointestinal
ICU :Intensive Care Unit
IGD : Instalasi Gawat Darurat
IL-1 :Interleukin-1
ISK : Infeksi Saluran Kemih
Kemenkes RI : Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
Protap : Prosedur Tetap
Puskesmas : Pusat Kesehatan Masyarakat
RSUD : Rumah Sakit Umum Daerah
RSUP : Rumah Sakit Umum Pusat
SDKI : Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia
SOP :Standart Operational Procedure
UNICEF :United Nation Children s Fund
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Demam merupakan suatu kondisi dimana suhu tubuh mengalami peningkatan di
atas normal. Seseorang dapat dikatakan demam jika suhu tubuhnya mencapai
lebih dari 37,50C. Demam pada dasarnya dapat dialami oleh seluruh kalangan
usia, mulai dari bayi sampai orang lanjut usia. Hal ini dapat terjadi karena pada
dasarnya demam menunjukkan bahwa mekanisme dalam tubuh berjalan normal
dalam melawan penyakit yang menimbulkan reaksi infeksi oleh virus, bakteri,
jamur, atau parasit (Djuwariyah, Sodikin, Yulistiani M; 2013).
Berdasarkan studi yang dilakukan oleh Alves J, Camara N, Camara C (2008),
demam merupakan gejala yang paling sering muncul pada penyakit anak-anak.
Kurang lebih 19% sampai 30% pasien yang datang pada kegawatdaruratan
pediatrik disebabkan oleh demam. Walaupun demam menandakan bahwa
fisiologis tubuh berjalan dengan baik dalam menghadapi penyakit, efek yang
diberikan dianggap menganggu dan membuat resah orang tua. Karena itu, tenaga
kesehatan biasanya melakukan pengobatan demam secara simtomatis. Demam
juga memberikan efek psikologis kepada orang tua pasien, utamanya ibu yang
akan mulai khawatir jika anaknya mulai menunjukkan tanda-tanda demam. Sikap
ini kemudian disebut fobia demam (Djuwariyah, Sodikin, Yulistiani M; 2013).
Kekhawatiran ibu sebenarnya tidak sepenuhnya salah, karena terdapat beberapa
2
berfluktuasi ketika mendapatkan paparan. Dengan sedikit paparan panas tinggi,
suhu tubuh anak dapat meningkat dengan cepat. Peningkatan suhu yang terlalu
tinggi inilah yang nantinya dapat menimbulkan kegawat daruratan mulai dari
dehidrasi sampai kejang (Bardu TY, 2014).
Di Indonesia sudah dilakukan studi mengenai angka kejadian demam oleh Bakry
B, Tumbelaka A, Chair I (2008) di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM).
Pada studi tersebut mereka menggunakan rentang lama demam yaitu demam
panjang, dimana demam dengan suhu tubuh di atas 380C dan menetap selama
delapan hari. Pada studi mereka ditunjukkan bahwa angka kejadian demam
panjang adalah 2% dari seluruh pasien yang mana mereka anggap sejalan dengan
estimasi penelitian-penelitian sebelumnya. Di antara faktor penyebab demam
yang ada, ditemukan bahwa 80% kejadian demam disebabkan oleh infeksi (Bakry
B, Tumbelaka A, Chair I; 2008).
Penanganan yang dilakukan untuk pasien demam mencakup penanganan langsung
ke arah kausa dan penanganan simtomatis. Untuk penanganan simtomatis dapat
dilakukan intervensi farmakologis dan intervensi fisik (Alves J, Camara N,
Camara C; 2008). Antipiretik merupakan golongan obat yang menjadi bentuk
utama dalam intervensi farmakologis. Golongan ini bekerja dengan menginhibisi
sintesis prostaglandin, dengan tujuan untuk mengurangi stimulasi set-point
temperatur di hipotalamus (Alves J, Camara N, Camara C; 2008). Pemberian obat
antipiretik dianggap sebagai bentuk lini pertama penanganan demam. Penggunaan
metode ini sangat bermanfaat untuk pasien dengan risiko, misalnya risiko kejang
3
Penggunaan antipiretik juga merupakan langkah yang diutamakan pada tingkat
rumah tangga. Banyak orang tua langsung memberikan obat penurun panas
karena mudahnya mencari obat-obatan antipiretik. Obat penurun panas yang biasa
diberikan adalah yang berbahan dasar kimia seperti parasetamol, asam salisilat,
ibuprofen, dan aspirin. Hal ini dilakukan karena dianggap praktis dan mudah.
Walau demikian, penggunaan obat-obatan tentunya memiliki beberapa masalah
keamanan, misalnya alergi (Rahayuningsih I, Sodikin, Yulistiani, 2013).
Selain terapi farmakologis, digunakan intervensi fisik yang salah satu contohnya
adalah tepid sponging. Metode ini bekerja pada tingkat metabolik pasien yang
sudah dialterasi saat ada perubahan set point. Dilihat dari sisi positifnya, metode
ini cenderung lebih murah, tersedia cepat, dan mudah dipakai. Namun demikian,
masih belum sepenuhnya jelas keefektifan dari penggunaan metode ini saat
digabungkan dengan antipiretik umum (Alves J, Camara N, Camara C; 2008).
Terdapat dua jenis metode kompres yang dikenal secara umum, yaitu kompres air
dingin dan kompres air hangat (Susanti N, 2012). Dahulu kompres dingin
merupakan pilihan, dengan anggapan bahwa suhu rendah yang dihasilkan dapat
melawan suhu panas yang dihasilkan oleh tubuh. Namun seiring waktu, kompres
menggunakan es sudah tidak dianjurkan karena kompres dingin tidak menurunkan
demam, bahkan demam cenderung naik, dan dapat juga meyebabkan anak
menangis, menggigil, dan kebiruan. Dewasa ini, kompres air hangat lebih
dianjurkan untuk digunakan.
Kompres air hangat menjadi lebih superior dari kompres air dingin melalui
4
tubuh dengan cara memperlebar pembuluh darah (vasodilatasi). Pelebaran ini
nantinya akan meningkatkan aliran darah dalam tubuh. Melalui aliran darah yang
lebih deras ini, sel tubuh diberikan tambahan nutrisi dan oksigen lebih. Selain itu
sampah tubuh (waste product) juga lebih cepat dibuang. Peningkatan ini pada
akhirnya akan mempercepat proses penyembuhan dan memberikan efek
menyejukkan.
Selain dua metode kompres di atas, sekarang juga tersedia kemudahan dengan
tersedianya jenis kompres yang baru, yaitu kompres plester. Kompres jenis ini
mudah diperoleh di apotek dan di toko-toko sekitar rumah. Bahan utama kompres
ini adalah hydrogel on polyacrylate-base dengan kandungan paraben dan mentol
dengan formulasi sedemikian rupa sehingga mampu mempercepat proses
pemindahan panas dari tubuh ke plester kompres. Cara penggunaannya cukup
dengan menempelkan plester di bagian tubuh tertentu seperti dahi, ketiak, dan
lipatan paha. Ketiga area tersebut merupakan letak pembuluh besar di tubuh.
Berdasarkan studi oleh Djuwariyah, Sodikin, Yulistiani M (2013), kompres
plester masih lebih inferior dibandingkan bentukan kompres hangat dalam hal
kecepatan penurunan suhu (Djuwariyah, Sodikin, Yulistiani M; 2013).
Beberapa penelitian yang dilakukan untuk melihat efektivitas penurunan demam
dengan menggunakan tepid sponging dan kompres hangat terlihat beberapa
kebaikan. Perbedaan dari tepid sponging dan kompres hangat terletak pada adanya
penyekaan tubuh di tepid sponging, sehingga pada rancangan penelitian kali ini,
peneliti berniat untuk membandingkan efektifitas antara penggunaan tepid
5
Mengwi I. Pada studi pendahuluan yang dilakukan penulis pada lokasi tersebut,
ditemukan bahwa tujuh dari sepuluh ibu yang mengantar anaknya ke puskesmas
karena adanya keluhan demam, mengatakan bahwa mereka cukup terganggu
dengan efek yang ditimbulkan akibat demam pada anak (menangis, tidak mau
makan, tampak lesu). Sebanyak enam dari sepuluh ibu mengatakan bahwa
tindakan pertama yang mereka lakukan setelah mengetahui anaknya mengalami
demam adalah memberikan obat golongan antipiretik. Menurut mereka, jika
ditemukan demam tidak turun, mereka baru akan membawa anak mereka ke pusat
pelayanan kesehatan terdekat. Sisanya melakukan tindakan berupa pemberian
kompres dengan menggunakan air hangat, dingin, dan beberapa tindakan yang
dipercaya mampu menurunkan demam, seperti pemijatan dengan menggunakan
bawang merah dan minyak kelapa. Kompres yang dilakukan oleh merekapun
diketahui menggunakan air hangat dan air dingin di mana kompres diletakkan
sebagian besar pada dahi dan perut. Sehingga penelitian kali ini dilaksanakan di
Puskesmas karena Puskesmas adalah lini pertama pemberian pelayanan kesehatan
pada masyarakat, di mana demam adalah salah satu gejala yang sering tampak.
1.2 Rumusan Masalah
Dengan memperhatikan latar belakang di atas, maka permasalahan yang dapat
dikaji pada penelitian ini adalah berapa besarkah efektifitas penggunaan tepid
6
1.3 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini terbagi dalam tujuan umum dan tujuan khusus,
yaitu:
1.3.1 Tujuan umum:
Mengetahui perbedaan efektivitas penggunaan tepid sponging dengan plester
kompres terhadap penurunan suhu tubuh pada anak dengan demam di UPT
Puskesmas Mengwi I.
1.3.2 Tujuan khusus:
1. Mengidentifikasi karakteristik anak dengan demam di UPT Puskesmas
Mengwi I.
2. Mengidentifikasi suhu tubuh sebelum dilakukan pemberian intervensi
tepid sponging dan kompres plester.
3. Mengidentifikasi suhu tubuh setelah dilakukan pemberian intervensi
tepid sponging dan kompres plester.
4. Menganalisis perbedaan efektivitas penggunaan tepid sponging dengan
plester kompres terhadap penurunan suhu tubuh pada anak dengan
7
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Manfaat Teoritis
Sebagai informasi ilmiah dalam bidang keperawatan, khususnya keperawatan
anak mengenai efektivitas terapi tepid sponging dan plester kompres terhadap
penurunan suhu tubuh anak dengan demam.
1.4.2 Manfaat Praktis
1. Diharapkan penelitian ini dapat menambah informasi bagi praktisi
kesehatan tentang salah satu alternatif terapi dalam menurunkan suhu
tubuh bagi pasien yang mengalami demam di pelayanan kesehatan.
2. Diharapkan penelitian ini dapat membantu orang tua untuk mengetahui
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Suhu Tubuh dan Pengaturan Suhu
2.1.1 Suhu tubuh normal
Normalnya, suhu yang mengatur bagian dalam tubuh (suhu inti), berada pada
suhu konstan yaitu sekitar 0,60C dari hari ke hari, namun terdapat pengecualian
yaitu apabila seseorang sedang mengalami demam. Menurut Guyton, Arthur C.,
Hall, John E (2006), tidak ada ketetapan mengenai suhu inti normal karena
pengukuran suhu tubuh pada orang dalam keadaan sehat menunjukkan rentang
suhu yang berkisar dari dibawah 360C sampai lebih dari 370C melalui pengukuran
per oral, dan lebih tinggi kira-kira 0,60C bila diukur per rektal.
2.1.2 Pembentukan panas
Pembentukan panas merupakan hasil utama dari proses metabolisme.
Faktor-faktor yang memengaruhi laju pembentukan panas atau yang disebut dengan laju
metabolisme antara lain: (1) laju metabolisme basal sel tubuh, (2) laju
metabolisme tambahan yang disebabkan oleh aktivitas otot, (3) metabolisme
tambahan yang disebabkan oleh pengaruh tiroksin terhadap sel, (4) metabolisme
tambahan yang disebabkan oleh pengaruh epinefrin, norepinefrin, dan
perangsangan simpatis terhadap sel, (5) metabolisme tambahan yang disebabkan
oleh meningkatnya aktivitas kimiawi di dalam sel sendiri (terutama bila suhu di
9
pencernaan, absorpsi, dan penyimpanan makanan (Guyton, Arthur C., Hall, John
E; 2006).
2.1.3 Kehilangan panas
Laju hilangnya panas hampir seluruhnya ditentukan oleh dua faktor, yaitu
kecepatan panas yang dapat dikonduksi dari tempat asal panas dihasilkan, yakni
dari dalam inti tubuh ke kulit, dan seberapa cepat panas kemudian dapat
dihantarkan dari kulit ke lingkungan (Guyton, Arthur C., Hall, John E; 2006).
Seperti halnya arus listrik yang memiliki insulator sebagai material yang
menghambat konduksi listrik, tubuhpun memiliki insulator (penyekat) terhadap
aliran panas sehingga suhu internal tubuh dapat dipertahankan. Dalam hal ini
kulit, jaringan subkutan, dan terutama lemak di jaringan subkutan bekerja secara
bersama-sama sebagai insulator panas tubuh. Daya penyekatan yang terletak
dibawah kulit merupakan alat yang efektif untuk mempertahankan suhu inti tetap
normal, meskipun dapat juga memungkinkan agar suhu kulit dapat mendekati
suhu lingkungan.
Penyalur panas yang efektif dalam tubuh adalah darah, dalam hal ini aliran darah
yang diatur oleh pembuluh darah. Bagian penting dalam penyaluran panas ini
adalah pleksus venosus yang mendapatkan suplai dari aliran darah kapiler kulit.
Kecepatan aliran darah ke dalam pleksus venosus bervariasi dari beberapa persen
di atas nol sampai dengan 30% dari total curah jantung (cardiac output). Efisiensi
dari konduksi panas berbanding lurus dengan kecepatan aliran darah pada kulit.
10
konduksi panas dari inti tubuh. Namun hal inipun tetap memiliki batas. Dapat
dikatakan bahwa kulit merupakan pengatur radiator panas, dan aliran darah ke
kulit adalah mekanisme penyaluran panas dari inti tubuh yang efektif,
sebagaimana dituliskan oleh Guyton, Arthur C., Hall, John E (2006). Aliran darah
ini kemudian diatur lagi oleh vasokonstriksi yang hampir seluruhnya diatur oleh
saraf simpatis.
Panas yang sudah disalurkan ke kulit kemudian dialirkan lagi ke lingkungan.
Mekanisme pengaliran panas ini dijelaskan melalui mekanisme fisika dasar yaitu
radiasi, konduksi, konveksi, dan evaporasi. Radiasi adalah transfer panas dari
permukaan suatu objek ke permukaan objek lainnya tanpa kontak langsung antara
keduanya. Panas pada 85% area luas permukaan tubuh diradiasikan ke
lingkungan. Panas dapat dihilangkan melalui radiasi dengan membuka baju atau
selimut. Konduksi adalah transfer panas dari dan melalui kontak langsung antara
dua objek. Benda padat, cair, dan gas mengonduksi panas melalui kontak.
Penggunaan bungkusan es atau memandikan klien dengan kain dingin akan
meningkatkan kehilangan panas konduktif. Konveksi adalah transfer panas
melalui gerakan udara, contohnya adalah penggunaan kipas angin. Kehilangan
panas konvektif meningkat jika kulit yang lembab terpapar dengan udara yang
bergerak. Evaporasi adalah transfer energi panas saat cairan berubah menjadi gas
11
2.1.4 Pengaturan suhu tubuh
Suhu tubuh diatur hampir seluruhnya oleh mekanisme persarafan umpan balik,
dan hampir semua mekanisme ini terjadi melalui pusat pengaturan suhu yang
terletak di hipotalamus. Agar mekanisme umpan balik ini dapat berlangsung,
harus juga tersedia pendetektor suhu untuk menentukan kapan suhu tubuh menjadi
sangat panas atau sangat dingin (Guyton, Arthur C., Hall, John E; 2006).
2.1.5 Konsep “Set-Point” untuk pengaturan suhu
Berdasarkan studi yang ada, ditemukan bahwa pada suhu tertentu, akan terjadi
perubahan kecepatan dan perbandingan antara pembentukan dan kehilangan
panas. Contohnya, pada suhu di atas 37,10C, panas akan lebih cepat menghilang
dari pada terbentuk. Pada kasus ini 37,10C disebut suhu kritis, atau pada topik kali
ini disebut set-point pada mekanisme pengaturan suhu. Mekanisme di sini adalah
segala segala bentuk mekanisme pengaturan suhu tubuh agar kembali mendekati
set-point.
Jika dihubungkan dengan fisiologis tubuh,mekanisme ini terkait dengan umpan
balik negatif. Dalam hal pengaturan suhu tubuh, suhu inti tubuh dijaga agar
perubahan suhu inti seminimal mungkin walaupun suhu lingkungan berubah.
Studi menemukan bahwa suhu tubuh manusia berubah 10C untuk setiap
perubahan 250C sampai 300C suhu lingkungan (Guyton, Arthur C., Hall, John E;
2006).
Set-point ini bukanlah sesuatu yang tidak dapat diubah. Ia juga ditentukan oleh
12
suhu kulit tinggi, maka pengeluaran keringat akan dimulai pada set-point yang
lebih rendah. Karena itulah, saat suhu kulit tinggi, maka set-point akan turun dan
sebaliknya.
2.1.6 Suhu Tubuh Abnormal
Suhu tubuh memiliki tingkat abnormalitasnya sendiri, baik terlalu tinggi ataupun
terlalu rendah. Demam adalah kondisi di mana suhu tubuh menjadi lebih tinggi,
dan disebabkan baik oleh kesalahan pengaturan di otak, ataupun adanya infiltrasi
toksik yang mempengaruhi suhu tubuh. Demam dapat disebabkan oleh bakteri,
tumor otak, dan heatstroke sebagai puncaknya karena adanya pajanan dari
lingkungan, di mana suhu tubuh mencapai 1050F-1080F. Gejala yang paling sering
adalah pusing, mual muntah, delirium, dan bahkan kehilangan kesadaran. Efek
lanjut dari peningkatan suhu tubuh adalah kerusakan parenkimatosa sel, terutama
di otak. Jika hal ini terjadi, sel tersebut sulit bahkan tidak bisa digantikan.
Sementara pada kondisi di mana tubuh terpapar pada suhu dingin, dapat terjadi
henti jantung atau fibrilasi. Pengaturan suhu juga dapat terganggu apabila
kecepatan pembentukan panas turun sampai dua kali lipat atau lebih. Apabila suhu
tubuh sudah terlalu rendah atau terpajan suhu yang terlalu rendah, maka akan
tercipta kristal es di dalam dan menyebabkan frostbite. Hal ini dapat
menyebabkan kerusakan sirkulasi permanen (Guyton, Arthur C., Hall, John E;
13
2.2 Konsep Demam
2.2.1 Definisi demam
Demam atau yang disebut juga hipertermia adalah gejala medis yang umum
ditemukan yang ditandai dengan kenaikan suhu tubuh diatas batas normal (suhu
normal adalah 36,50C-37,50C) yang berhubungan dengan peningkatan set point
pusat pengaturan regulasi temperatur. Peningkatan set point akan memicu
kenaikan tonus otot dan menggigil. Kenaikan suhu tubuh umumnya akan diikuti
dengan perasaan dingin, dan akan merasa hangat saat suhu tubuh yang baru
tercapai. Demam merupakan salah satu respon imun tubuh yang berusaha
menetralkan infeksi bakteri maupun virus. Demam dapat disebabkan oleh
berbagai kondisi, dan demam pada anak umumnya disebabkan oleh mikroba yang
dapat dikenali dan demam dapat menghilang sesudah masa yang singkat (Avner
JR, 2009).
2.2.2 Epidemiologi demam
Demam merupakan salah satu keluhan utama yang disampaikan oleh orang tua
saat membawa anaknya ke tenaga kesehatan. Terlepas dari penyakit utamanya,
demam biasanya muncul sebagai manifestasi awal suatu penyakit, terutama
penyakit infeksi (Rahayuningsih I, Sodikin, Yulistiani M; 2013). Salah satu studi
menyebutkan bahwa angka kejadian demam bervariasi dari 19% hingga 30%.
(Alves J, Camara N, Camara C; 2008). Di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo
(RSCM) sendiri ditemukan bahwa angka kejadian demam adalah sekitar 2%
14
Studi terkait epidemiologi demam memang masih sangat bervariasi karena
demam dianggap sebagai temuan biasa, dan bukanlah sebuah temuan spesifik.
Namun studi lebih dalam mengenai angka kejadian demam dilakukan oleh Limper
M et. al (2011) selama setahun pada Instalasi Gawat Darurat (IGD) slama satu
tahun di Slotervaart Hospital. Dibahas bahwa demam adalah kejadian ketiga
paling banyak saat pasien memasuki IGD. Pada bagian non-bedah, angka
konsultasi karena demam mencapai angka 30%. Studi yang mereka lakukan
adalah menggunakan seluruh pasien yang datang dengan keluhan demam. Pada
studi mereka, ditemukan bahwa terdapat 213 pasien yang datang dengan keluhan
demam dalam setahun. 87,8% di antaranya dirawat di RS, 4,2% meninggal setelah
30 hari follow-up, dan 8,5% pasien diadmisikan ke Intensive Care Unit (ICU)
(Limper M et. al, 2011).
Untuk di Indonesia sendiri, belum ditemukan angka pasti mengenai kejadian
demam, namun dapat dilihat berdasarkan penyakit-penyakit yang memberikan
investasi klinis berupa demam. Misalnya saja pada demam dengue, angka demam
yang dapat terjadi karenanya mencapai angka 112.511 pasien dalam setahun
(Kemenkes, 2014)
2.2.3 Etiologi demam
Demam merupakan gejala yang muncul karena adanya berbagai macam reaksi
yang timbul pada tubuh, dan menandakan bahwa tubuh melakukan perlawanan
terhadap suatu penyakit. Namun berbagai penelitian setuju bahwa penyebab
15
demam yang diakibatkan oleh infeksi mencapai angka 80%, sedangkan sisanya
adalah karena kolagen-vaskular sebanyak 6%, dan penyakit keganasan sebanyak
5%. Untuk penyakit infeksi karena bakteri mencakup tuberkulosis, bakteremia,
demam tifoid, dan infeksi saluran kemih (ISK) sebagai penyebab tertinggi (Bakry
B, Tumberlaka A, Chair I; 2008).
Dalam studi yang dilakukan oleh Limper M et. al (2011), mereka mendapatkan
temuan yang sama seperti studi yang dilakukan di RSCM. Ditemukan bahwa
infeksi merupakan penyebab demam terbanyak. Hal ini sudah dipastikan melalui
kultur darah. Ditemukan bahwa bakteri yang ditemukan paling banyak adalah
bakteri gram positif dengan infeksi saluran pernafasan atas dan bawah sebagai
diagnosis terbanyak. Untuk bakteri gram-negatif sendiri lebih cenderung
menyebabkan bakteremia, atau dengan kata lain memberikan infeksi sistemik.
Hanya satu dari dua puluh pasien yang ditemukan dengan demam selain karena
infeksi (Limper M et. al, 2011). Penyebab demam paling non-infeksi yang dapat
ditemukan adalah demam karena kanker melalui jalur tumor, alergi, dan transfusi
darah (Dalal S, Donna S, Zhukovsky; 2006).
2.2.4 Mekanisme terjadinya demam
Terdapat banyak hal yang dapat menyebabkan demam. Pemecahan protein dan
beberapa substansi lainnya seperti toksin liposakarida yang dilepaskan dari sel
membran bakteri. Perubahan yang terjadi adalah peningkatan set-point meningkat.
Segala sesuatu yang menyebabkan kenaikan set-point ini kemudian dikenal
16
mengeluarkan mekanisme untuk meningkatkan suhu tubuh, termasuk konservasi
panas dan produksi panas. Dalam hitungan jam, suhu tubuh akan mendekati
set-point.
Awal mula pyrogen dilepaskan adalah saat terjadi pemecahan bekateri di jaringan
atau di darah melalui mekanisme pagositosis oleh leukosit, makrofag, dan large
granular killer lymphocytes. Ketiga sel tersebut akan melepaskan sitokin setelah
melakukan pencernaan. Sitokin adalah sekelompok peptide signalling molecule.
Sitokin yang paling berperan dalam menyebabkan demam adalah interleukin-1
(IL-1) atau disebut juga endogenous pyrogen. IL-1 dilepaskan oleh makrofag, dan
sesaat setelah mencapai hyphothalamus, mereka akan mengaktivasi proses yang
menyebabkan demam (Guyton, Arthur C., Hall, John E; 2006).
Cyclooxigenase-2 (COX-2) adalah enzim yang membantu mekanisme kerja
pirogen endogen untuk membentuk prostaglandin E2 (Guyton, Arthur C., Hall,
John E; 2006). COX-2 dianggap sebagai sitokin proinflamatori. Prostaglandin
bekerja dengan mengaktivasi termoregulasi neuron hypothalamic anterior dan
menaikkan suhu tubuh. Rute utama dari sitokin untuk mempengaruhi
hyphothalamus adalah melalui rute vagal. Saat set-point meningkat, maka akan
terjadi dua hal yang menginduksi demam. Yang pertama adalah konservasi panas
yang terjadi melalui vasokonstriksi, dan yang kedua adalah produksi panas
17
2.2.5 Klasifikasi demam
Demam dapat diklasifikasikan melalui dua hal. Pertama adalah demam
berdasarkan penyebabnya, dan kedua adalah demam berdasarkan polanya. Kedua
cara pengklasifikasian ini tidak hanya terbatas pada demam anak, namun juga
demam pada umumnya. Berdasarkan penyebabnya, demam dapat diklasifikasikan
sebagai demam karena infeksi bakteri, demam karena virus, dan karena adanya
parasit (Jupiter Infomedia, 2014). Sementara demam berdasarkan polanya dapat
dibagi menjadi demam demam remiten, demam intermiten, demam rekuren,
demam undulan, demam septik, demam pel ebstein, dan demam tingkat rendah
(Singh A, 2008).
Ciri dari demam karena infeksi bakteri adalah suhu yang tinggi kemudian diikuti
oleh adanya sputum. Pada infeksi saluran pernapasan, dapat terlihat pula adanya
kesulitan bernafas, sedangkan infeksi pada saluran perkemihan dapat
menyebabkan demam tinggi dan menggigil. Demam yang disebabkan oleh virus
memiliki penyebab yang bermacam tergantung penyebabnya seperti dengue,
chikunguniya, dan typhoid (Jupiter Infomedia, 2014).
Demam yang diklasifikasikan berdasarkan polanya lebih berfokus pada waktu
awitan, fluktuasi suhu, dan durasi demam. Pada demam remiten, suhu tubuh
berfluktuasi lebih dari 10C selama 24 jam setiap harinya, sementara demam
berkepenjangan adalah lawan dari remiten di mana demam berfluktuasi tidak
lebih dari 10C selama 24 jam setiap harinya. Jika suhu tubuh turun dan kembali
18
Ada kalanya di mana demam datang dan pergi, atau ada pola bergantian antara
demam dan tidak demam. Demam seperti ini disebut demam rekuren. Kombinasi
dari demam berkepanjangan dan rekurensi disebut demam undulan. Pada demam
ini, akan terdapat periode di mana pasien mengalami demam, kemudian hilang,
kemudian demam muncul kembali (Singh A, 2008).
2.2.6 Penanganan demam
Demam adalah suatu gejala yang dapat menyebabkan rasa tidak nyaman pada
pasien. Karena itulah penanganan demam diperlukan. Penanganan demam dapat
dilakukan dengan jalan medikamentosa, maupun melalui cara fisik, di mana
pengobatan dapat pula mengarah ke arah kausatif ataupun simtomatis.
Obat-obatan yang dipilih untuk menurunkan demam adalah obat yang memiliki efek
antipiretik (menurunkan panas) dan biasanya disertai efek analgesic (menurunkan
nyeri) (Susanti N, 2012).
2.3 Konsep Anak
2.3.1 Definisi anak
Pengertian anak telah ditegaskan pada UU RI Nomer 23 tahun 2002, bab I pasal I,
dimana dijelaskan bahwa anak adalah seseorang yang belum berusia 18 tahun,
termasuk anak yang masih dalam kandungan. Hal ini senada dengan yang tertulis
pada artikel nomer satu Convention on The Rights of Child (CRC) yang diadakan
19
mendefinisikan anak sebagai seseorang di bawah 18 tahun kecuali diatur berbeda
pada masing-masing negara (UNICEF, 1989).
2.3.2 Ciri-ciri anak
Anak-anak memiliki perbedaan dari orang dewasa dari fungsi fisiologis, anatomi,
dan kebutuhan-kebutuhannya. Pada dasarnya anak memiliki kebutuhan yang lebih
spesifik dan kompleks untuk memenuhi kebutuhan fisiknya. Selain itu mereka
memiliki anatomi dan fungsi fisiologis yang belum berkembang sepenuhnya.
Berkaitan dengan penelitian penulis, hal yang perlu digaris bawahi dan dikaji
lebih jauh adalah kebutuhan anak yaitu kebutuhan untuk mengatur suhu tubuh
dengan tepat. Individu yang tinggal di daerah dengan suhu rendah tanpa
dilindungi oleh pakaian hangat tidak akan tumbuh dengan baik dikarenakan energi
yang mereka peroleh dari makanan dikonversikan menjadi panas, sehingga hanya
menyisakan sedikit kalori untuk pertumbuhan jaringan.
Nilai set point normal pada anak merefleksikan basal metabollic rate (BMR) yang
berkurang seiring dengan pertumbuhan anak. Suhu tubuh anak lebih tinggi saat
dia berusia tiga bulan (37,50C) dibandingkan ketika mereka sudah berusia 13
tahun (36,60C). Anak juga memiliki mudah mengalami fluktuasi temperatur
karena tingginya produksi panas per kilogram BB (berat badan) mereka.
Dibandingkan orang dewasa, paparan infeksi pada anak menyebabkan
peningkatan panas yang lebih tinggi dan cepat. Semakin kecil seorang anak,
semakin besar luas permukan untuk kehilangan panas sehubungan dengan panas
20
lebih memiliki lemak sebagai insulasi di lapisan bawah kulit mereka (MacGregor
J, 2008).
2.3.3 Penyakit yang sering dialami anak
Walaupun banyak penyakit anak yang besifat genetik ataupun kongeital, penyakit
yang paling sering dialami anak adalah communicable disease. Masa anak-anak
disebut sebagai masa bermain. Ketika anak bermain dalam grup inilah, terdapat
kemungkinan untuk perpindahan penyakit dari satu anak ke yang lainnya. Secara
jumlah, sebenarnya ada hampir 30 penyakit yang sering dialami anak. Namun jika
digolongkan dalam kelompok besar, penyakit yang sering dialami anak dapat
dibagi menjadi: a) disebarkan dari kontak orang ke orang, b) infeksi
gastrointestinal (GI), dan c) kelainan kulit.
Penyakit yang umum ditemukan pada anak karena adanya kontak dari orang ke
orang adalah cacar air, yang juga menunjukkan demam pada prosesnya. Penyakit
menular dari orang ke orang lainnya yang sering dialami anak adalah influenza.
Dari bagian infeksi GI, yang paling sering menyerang adalah diare yang
disebabkan oleh escherichia coli (e. coli) di mana anak juga menunjukkan
demam. Anak yang juga sering jajan sembarangan juga memiliki resiko untuk
terserang bakteri salmonella. Untuk kelainan kulit, jarang ada yang menunjukan
21
2.3.4 Efek dari demam pada anak
Kecilnya permukaan tubuh pada anak dibandingkan orang dewasa menyebabkan
peningkatan suhu tubuh dapat berpengaruh pada fisiologis organ tubuhnya. Selain
itu karena belum matangnya mekanisme pengaturan suhu tubuh anak sehingga
perubahan suhu dapat terjadi dengan drastis. Peningkatan suhu yang terlalu tinggi
dapat menyebabkan kegawatdaruratan berupa dehidrasi, letargi, penurunan nafsu
makan, asupan nutrisi berkurang, dan kejang yang dapat mengacam kelangsungan
hidup anak (Bardu TY, 2014).
Ketika suhu tubuh mencapai lebih dari 390C meningkatkan produksi sel darah
putih sehingga akan menambah sistem imunitas. Peningkatan suhu tubuh pada
akhirnya juga dapat menekan pertumbuhan bakteri. Meskipun demam adalah
pertanda baik dari tubuh, namun orang tua juga sering kali takut ketika anak
mengalami demam (Nelson WE, 2011).
2.4 Tepid Sponging
2.4.1 Definisi
Tepid sponge adalah teknik kompres hangat yang menggabungkan teknik
kompres blok pada pembuluh darah besarsuperficial dengan teknik seka.
Pemilihan tepid sponge sebagai terapi selain dapat menurunan suhu tubuh, tetapi
juga mampu mengurangi ansietas yang diakibatkan oleh penyakit (Wong DL &
22
2.4.2 Tujuan dan Manfaat
Tujuan utama dari tepid sponge adalah menurunkan suhu tubuh pada anak yang
sedang mengalami demam. Menurut Wong DL & Wilson D (1995) manfaat dari
pemberian tepid sponge adalah menurunkan suhu tubuh yang sedang mengalami
demam, memberikan rasa nyaman, mengurangi nyeri dan ansietas yang
diakibatkan oleh penyakit yang mendasari demam.
2.4.3 Teknik tepid sponging
Teknik yang digunakan dalam tepid sponging dibagi menjadi dua yaitu persiapan
dan pelaksanaan. Tahap persiapan adalah tahap dimana peneliti mempersiapkan
alat dan bahan yang diperlukan dalam tahap pelaksanaan. Alat dan bahan yang
dibutuhkan meliputi handuk/sapu tangan, selimut, baju mandi (jika ada), perlak,
handschoen, termometer aksila, termometer rektal, dan mangkuk yang berisi air
hangat.
Tahap pelaksanaan dimulai dengan mengkaji kembali kondisi klien, menjelaskan
prosedur yang akan dilaksanakan kepada klien, membawa peralatan ke dekat
klien, mencuci tangan, menjaga privacy klien, mengatur posisi klien,
menempatkan perlak dibawah klien, memakai sarung tangan, membuka pakaian
atas klien dengan hati-hati, mengisi baskom dengan air hangat (suhu 280C-320C),
memasukkan handuk atau sapu tangan ke dalam bak yang berisi air hangat,
memeras handuk atau sapu tangan dan menempatkannya di leher, ketiak, dan
selangkangan. Langkah selanjutnya adalah mengusap bagian ekstremitas klien
23
Lakukan monitor respon klien selama tindakan. Setelah selesai, ganti pakaian
klien dengan pakaian yang tipis dan menyerap keringat, ganti sprai (bila
diperlukan), dan rapikan alat dan bahan yang digunakan selama proses (Hamid
MA, 2011).
2.4.4 Mekanisme kerja
Pada dasarnya, mekanisme kerja dari tepid sponging sama dengan kompres
hangat pada umumnya, namun dengan teknik yang sedikit dimodifikasi. Ketika
pasien diberikan kompres hangat, maka akan ada penyaluran sinyal ke
hypothalamus yang memulai keringat dan vasodilatasi perifer. Karena itulah
blocking dilakukan pada titik-titik yang secara anatomis dekat dengan pembuluh
besar. Vasodilatasi inilah yang menyebabkan peningkatan pembuangan panas dari
kulit (Potter, Patricia A., Perry, Anne G; 2010).
2.4.5 Prosedur kerja
1. Pakai sarung tangan
2. Bantu klien untuk membuka pakaian
3. Mengisi baskom dengan air hangat (suhu air 280C-320C)
4. Masukkan handuk kecil atau saputangan ke dalam baskom, kemudian
peras.
5. Letakkan handuk atau saputangan pada leher, ketiak, dan selangkangan
klien, tunggu selama maksimal 10 menit (atau sampai suhu pada handuk
24
6. Usap bagian ekstrimitas klien selama lima menit dan dilanjutkan dengan
mengusap bagian punggung klien selama 5-10 menit. Pengusapan
dilakukan dari bagian atas menuju bawah (ekstrimitas dan punggung)
7. Monitor respon klien selama dilakukan tindakan
8. Pakaikan klien pakaian yang tipis (yang telah disiapkan) dan mudah
menyerap keringat.
9. Ganti sprei (bila diperlukan)
10.Ambil perlak dan rapikan alat-alat yang digunakan
(Hamid MA, 2011)
2.5 Plester Kompres
2.5.1 Definisi
Alternatif lain dalam melakukan metode fisik untuk menurunkan demam adalah
dengan menggunakan kompres plester yang banyak dijual di minimarket dan
apotek. Kompres plester adalah kompres demam dengan hydrogel on
polyacrylate-base yang memberikan efek pendinginan alami. Untuk mempercepat
proses pemindahan panas dari tubuh ke plester, pleter juga memiliki kandungan
paraben dan mentol (Djuwariyah, Sodikin, Yulistiani M; 2013).
2.5.2 Mekanisme kerja
Pada dasarnya, mekanisme kerja kompres plester tidaklah terlalu berbeda dengan
kompres hangat atau tepid sponging. Titik-titik penempelan kompres plester
25
darah besar seperti dahi, ketiak, dan lipatan paha. Kompres plester juga dapat
membantu untuk vasodilatasi pembuluh darah perifer dan membuka pori-pori
sehingga panas dapat ditransmisikan (Djuwariyah, Sodikin, Yulistiani M; 2013).
2.5.3 Prosedur kerja
1. Memakai sarung tangan
2. Bersihkan bagian tubuh klien yang akan ditempelkan plester kompres
3. Buka kemasan plester kompres
4. Potong plester kompres dengan gunting sesuai ukuran yang diperlukan
5. Lepaskan lapisan transparan
6. Tempelkan plester kompres (daerah yang melekat) pada bagian tubuh
klien (dahi)
7. Rapikan alat-alat yang digunakan
(Hisamitsu Pharmaceutical Co., Inc. Japan Saga Tosu)
2.6 Antipiretik
2.6.1 Definisi
Antipiretik merupakan obat penurun suhu tubuh dimana antipiretik dibagi menjadi
dua golongan, yaitu nonsteroid dan steroid. Obat nonsteroid seperti asetaminofen,
dan ketorolac mampu menurunkan suhu tubuh dengan cara meningkatkan
kehilangan panas. Sedangkan obat steroid menurunkan demam dengan
memodifikasi sistem imun dan menyembunyikan tanda infeksi. Sehingga
26
diberikan untuk menekan demam yang terjadi akibat pirogen (Potter, P.A., Perry,
A.G, 2010).
2.6.2 Mekanisme Kerja
Terdapat berbagai macam pilihat obat dengan efek antipiretik yang dapat
diberikan untuk pasien demam. Asetaminofen, yang merupakan metabolit aktif
fenasetin, memiliki efek analgesik dan juga supresi enzim. Enzim yang disupresi
adalah COX-1 (cyclooksigenase-1) dan COX-2. Namun demikian obat ini hanya
memberikan inhibisi lemah tanpa efek anti-inflamasi yang signifikan (Katzung,
2006). Obat ini rata-rata memiliki half-life 1-4 jam (Macintry PE, Schug SA, Scott
DA, Visser EJ, Walker SM; 2010).
Karena lemahnya efek anti-inflamasi dari asetaminofen, obat ini tidak disarankan
untuk obat-obat seperti rheumatoid arthritis, walaupun masih dapat digunakan
sebagai terapi kombinasi dengan obat lain sebagai analgesik.
2.7 Perbedaan Efektivitas Penggunaan Tepid Sponging dan Plester
Kompres
Studi yang menunjukkan efektifitas penggunaan tepid sponging tunggal adalah
studi oleh Purwanti S dan Winarsih NA (2008) di RSUD (Rumah Sakit Umum
Daerah) dr. Moewardi Surakarta. Studi mereka menunjukkan bahwa terdapat
hubungan antara penurunan suhu tubuh dengan pemberian tepid sponging. Pada
penelitian mereka, rata-rata suhu tubuh sebelum diberikan intervensi adalah
27
adalah 37,90C atau mengalami penurunan suhu tubuh sebesar 10C. Terdapat
rentang waktu tertentu di mana tepid sponging memberikan penurunan suhu yang
paling efektif. Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa rentang waktu terbaik
kerja tepid sponging adalah selama 15-30 menit awal pemberian, dalam tiga kali
pergantian handuk yang digunakan dalam tepid sponging (Thomas S, Vijaykumar
C, Moses PD, Bantonisamy. 2009; Alves J, Camara N, Camara C. 2008).
Walaupun memiliki mekanisme yang sama seperti tepid sponging, namun
demikian studi terdahulu oleh Djuwariyah, Sodikin, Yulistiani M (2013)
menunjukkan bahwa kompres plester masih lebih inferior dibandingkan dengan
kompres hangat. Penurunan panas dengan menggunakan kompres plester