1
A. Kajian Studi Terdahulu
Beberapa penelitian tentang tindak tutur dan strategi kesantunan sudah banyak dikaji menggunakan pendekatan pragmatik. Beberapa tinjauan pustaka sejenis yang masih relevan akan dijabarkan sebagai berikut.
Penelitian Silvester (2018) mengkaji perihal Analisis Tindak Tutur Direktif Pada Interaksi Guru Dan Siswa Dalam Pembelajaran Di Kelas V SD Kanisius Sumber Magelang Tahun Ajaran 2017/2018 yang berisi tentang mengenai jenis-jenis tindak tutur direktif dan makna pragmatik dalam jenis tindak tutur direktif. Dalam penelitiannya jenis-jenis tindak tutur direktif ditemukan 28 jenis tindak tutur direktif ‘pertanyaan’, 10 jenis tindak tutur direktif ‘perintah’, 2 jenis tindak tutur ‘permintaan’, 4 jenis tindak tutur nasihat, 1 jenis tindak tutur direktif ‘larangan’, dan 1 jenis tindak tutur direktif ‘pemberian izin’. Jenis-jenis tindak tutur direktif dapat ditemukan setelah melakukan pengamatan mengenai situasi tuturan dan proses analisis data. Adapun jenis tindak tutur direktif yang paling dominan sering mucul dari tuturan guru maupun siswa adalah jenis tindak tutur direktif ‘pertanyaan dan ‘perintah. Lalu, untuk makna pragmatik ditemukan sebelas dalam pembelajaran yaitu 12 makna mengingatkan , 2 mengajak, 7 mengarahkan, 1 mendesak, 5 menyindir, 5 makna menyuruh, 2 makna menganjurkan, 2 memohon, 3 makna membujuk, 1 mengkritik, 3 makna menegur.
Adapun maknya yang dominan yang dituturkan oleh guru maupun siswa adalah makna mengingatkan dan makna mengarahkan.
Selanjutnya, ada pula artikel milik Putri dkk (2019) mengkaji perihal Tindak Tutur Direktif Pada Novel Bidadari-Bidadari Surga Karya Tere Liye. Di dalamnya membahas tentang tindak tutur direktif yang diperoleh dalam novel Bidadari-Bidadari Surga karya Tere Liye. Dalam penelitiannya ditemukan 273 tuturan direktif. Dari 273 data tersebut, Tindak tutur direktif yang diperoleh yaitu tindak tutur direktif jenis memesan atau meminta (ordering) dengan fungsi tuturan seperti, fungsi meminta, memberi pesan, memohon, menekan, dan mendorong. Tindak tutur direktif jenis memerintah (commanding) dengan fungsi tuturan seperti, fungsi memerintah, menghendaki, mengkomando, menuntut, menginstruksikan, menyuruh, mengharuskan, memaksa, dan menyilakan. Tindak tutur direktif jenis memohon (requesting) dengan fungsi tuturan seperti, fungsi memohon, mengharap, menawarkan, dan melarang.
Tindak tutur direktif jenis menasihati (advising) dengan fungsi tuturan seperti, fungsi menasihati, memperingatkan, dan mengingatkan. Tindak tutur direktif jenis merekomendasi atau menganjurkan (recommending) dengan fungsi tuturan seperti, fungsi menganjurkan. Tindak tutur direktif jenis bertanya (questions) dengan fungsi tuturan seperti, fungsi bertanya, menginterogasi meminta, menghina, dan membujuk. Tindak tutur direktif jenis melarang (prohibitives) dengan fungsi tuturan seperti, fungsi melarang dan mencegah.
Tindak tutur direktif jenis mengizinkan (permissives) dengan fungsi tuturan seperti, fungsi membolehkan dan mengizinkan. Kedelapan jenis tindak tutur
direktif ini ditandai dengan piranti linguistik dan piranti pragmatik. Piranti pragmatik ditandai dengan konteks tuturan dan intonasi tuturan.
Selanjutnya, penelitian milik Mardhiyah (2019) mengkaji perihal tindak tutur direktif dan strategi kesantunan dalam acara women’s day di Radio Metta FM Surakarta. Dari penelitiannya ditemukan 5 jenis tindak tutur direktif yaitu tindak tutur menyuruh, melarang, menyarankan, meminta, dan mengizinkan.
Tindak tutur direktif yang paling banyak ditemukan adalah tindak tutur menyarankan sebanyak 60 tuturan. Kemudian, Tindak tutur menyuruh ditemukan sejumlah 20 tuturan, tindak tutur melarang ditemukan sejumlah 6 tuturan, tindak tutur meminta dan tindak tutur mengizinkan hanya ditemukan sedikit, yaitu 2 tuturan pada masing-masing tindak tutur tersebut. Tindak tutur direktif yang ditemukan pada penelitian ini ditandai dengan penanda lingual dan penanda konteks. Selanjutnya, strategi kesantunan yang ditemukan acara Women’s Day di Radio Metta FM sebanyak 4 strategi yaitu, strategi tanpa basa-basi (bald on record), strategi kesantunan positif, strategi kesantunan negatif dan strategi samar- samar. Strategi tanpa basa-basi yang ditemukan dalam acara Women’s Day sebanyak 37 tuturan. Kemudian, strategi kesantunan positif ditemukan sejumlah 13 tuturan, strategi kesantunan negatif ditemukan sejumlah 43 tuturan, dan strategi kesantunan samar- samar sejumlah 4 tuturan. Selain keempat strategi tersebut, gabungan dua strategi kesantunan negatif juga ditemukan, yaitu strategi kesantunan negatif bentuk berpagar dan impersonal sejumlah 4 tuturan.
Kemudian, kombinasi strategi positif memberi dan meminta alasan dan strategi negatif meminimalkan imposisi mitra tutur ditemukan sebanyak 1 tuturan. Dengan
demikian, secara keseluruhan terdapat enam strategi kesantunan yang digunakan narasumber pada acara Women’s Day di Radio Metta FM. Strategi kesantunan tanpa basa-basi dalam penelitian ini paling banyak ditemukan karena dipengaruhi oleh kekuasaan relatif yang dimiliki oleh narasumber. Selanjutnya, strategi kesantunan positif dilakukan oleh narasumber bertujuan untuk lebih mengakrabkan antara narasumber dengan petutur. Kemudian strategi kesantunan negatif digunakan mempunyai maksud untuk melunakkan daya keterancaman muka mitra tutur. Strategi kesantunan samar-samar dipilih oleh narasumber memiliki maksud agar terlihat lebih santun dan petutur tidak merasa keberatan atas hal yang disampaikan oleh narasumber.
Penelitian sejenis dari Devy, 2020) mengkaji perihal Tindak Tutur Direktif dan Strategi Kesantunan Dalam Acara Talk show Sarah Sechan. Dari penelitian tersebut membahas tentang tindak tutur direktif yang ditemukan dalam penelitian ini sebanyak 6 tindak tutur yaitu tindak tutur meminta, menyuruh, mengajak, mengizinkan, menyarankan, dan melarang. Tindak tutur direktif yang paling banyak ditemukan adalah tindak tutur menyuruh sebanyak 122 data.
Tindak tutur melarang juga banyak ditemukan sebanyak 28 data. Selanjutnya tindak tutur mengizinkan ditemukan sebanyak 24 data. Kemudian, tindak tutur meminta ditemukan sebanyak 22 data dan tindak tutur mengajak ditemukan 21 data. Tindak tutur direktif yang paling sedikit ditemukan adalah tindak tutur menyarankan sebanyak 17 data. Tindak tutur direktif yang ditemukan pada penelitian ini ditandai dengan penanda lingual dan penanda konteks. Tindak tutur menyuruh paling banyak ditemukan karena dalam acara tersebut mitra tutur
memiliki pengalaman, pengetahuan lebih dibidangnya atau suatu hal yang menyebabkan penutur menyuruh mitra tutur untuk melakukan suatu hal yang diinginkan oleh penutur. Tindak tutur direktif paling banyak digunakan oleh Sarah Sechan sebagai pembawa acara. Strategi kesantunan yang ditemukan acara talk show Sarah Sechan sebanyak 4 strategi, yakni strategi tanpa basa-basi (bald on record), strategi kesantunan positif, strategi kesantunan negatif dan strategi samar- samar. Strategi tanpa basa-basi yang ditemukan dalam acara Sarah Sechan sebanyak 121 data, strategi kesantunan positif ditemukan sebanyak 18 data, strategi kesantunan negatif ditemukan sebanyak 70 data, dan strategi kesantunan samar-samar ditemukan sebanyak 10 data. Selain keempat strategi tersebut, ditemukan pula gabungan dua strategi kesantunan negatif, yaitu strategi kesantunan negatif berikan penghormatan kepada mitra tutur dan impersonal sejumlah satu data. Dengan demikian terdapat 5 strategi kesantunan yang terdapat pada acara Sarah Sechan. Strategi kesantunan tanpa basa-basi dalam penelitian ini ditemukan paling banyak karena dipengaruhi oleh kekuasaan relatif yang dimiliki oleh pembawa acara. Selanjutnya, strategi kesantunan positif yang dilakukan oleh pembawa acara bertujuan untuk lebih mengakrabkan antara pembawa acara dengan bintang tamu. Kemudian strategi kesantunan negatif digunakan mempunyai maksud untuk melunakkan daya keterancaman muka mitra tutur.
Strategi kesantunan samar-samar digunakan oleh pembawa acara dengan maksud agar terlihat lebih santun dan mitra tutur tidak merasa keberatan atas apa yang disampaikan oleh pembawa acara.
Selanjutnya, tesis Chairul (2000) juga mengkaji perihal tindak tutur direktif dan kesantunan berbahasa pada komunikasi transportasi laut. Dalam penelitian itu mendeskripsikan jenis-jenis subtindak tutur direktif pada komunikasi transportasi laut, mendeskripsikan wujud kesantunan berbahasa pada komunikasi transportasi laut, dan mendeskripsikan faktor-faktor yang mempengaruhi penggunaan tindak tutur direktif serta wujud kesantunan berbahasa pada komunikasi transportasi laut. Dari hasil analisis data ditemukan 6 jenis tindak tutur direktif yaitu permintaan, pertanyaan, perintah, larangan, pemberian izin, dan nasihat. Dari 6 jenis tindak tutur direktif juga terdapat 14 subtindak tutur direktif yaitu meminta, memohon, mengajak, menekan, menyuruh, mengarahkan, mewajibkan, menginstruksikan, mensyaratkan membatasi, melarang, membolehkan, mengingatkan/memperingatkan dan menyarankan.
Pada kesantunan berbahasa ditemukan kesantunan muka negatif dengan 8 strategi meliputi (1) ungkapan secara tidak langsung sesuai konvensi (2) pernyataan berpagar, (3) kurangi daya ancaman, (4) Beri Penghormatan, (5) penggunaan impersonal penutur dan mitra tutur, (6) nyatakan tindakan mengancam wajah sebagai ketentuan sosial yang umum berlaku, (7) nominalkan pernyataan, dan (8) nyatakan secara jelas bahwa penutur sudah memberikan kebaikan atau tidak kepada mitra tutur. Sementara itu, faktor yang mempengaruhi penggunan tindak tutur direktif meliputi penutur dan mitra tutur komunikasi, konteks komunikasi dan tujuan komunikasi pada transportasi laut sedangkan kesantunan berbahasa meliputi hubungan penutur dan mitra tutur, konteks komunikasi dan jenis tuturan komunikasi.
Berdasarkan penelitian-penelitian yang telah diuraikan, penelitian tindak tutur direktif dan strategi kesantunan mulai banyak dilakukan. Objek kajian yang diteliti pun berbeda-beda. Walaupun sama-sama mengkaji tindak tutur direktif dan strategi kesantunan, penelitian ini tidak sama dengan penelitian-penelitian terdahulu karena sumber data yang akan digunakan berbeda dengan penelitian yang telah dikaji sebelumnya.
Secara umum, penelitian-penelitian yang telah dilakukan mengangkat permasalahan berupa wujud tindak tutur direktif, strategi kesantunan dan makna tindak tutur direktif. Penelitian Tindak Tutur Direktif dan Strategi Kesantunan dalam talk show Pas Buka pada Kanal Youtube Trans 7 Official belum pernah dilakukan sebelumnya. Oleh sebab itu, penelitian ini akan membahasnya dengan bertumpu pada teori Searle dan Brown Levinson.
Berdasarkan masalah yang diteliti, data diambil dalam talk show Pas Buka pada Kanal Youtube Trans 7 Official. Talk show Pas Buka tersebut belum pernah diteliti dengan teori tindak tutur direktif dan strategi kesantunan. Untuk lebih mudahnya, perbedaan penelitian ini dengan penelitian-penelitian sebelumya dapat dilihat dalam tabel berikut.
.
Tabel 2.1
Perbedaan dan Persamaan dengan penelitian sebelumnya
Dari tabel di atas, dapat diketahui bahwa penelitian-penelitian yang telah dilakukan berjumlah 5 penelitian. Dari kelima penelitian tersebut, terdapat perbedaan dan kesamaan dengan penelitian ini dari berbagai aspek. Persamaan antara penelitian ini dengan penelitian terdahulu adalah memiliki objek kajian yang sama-sama membahas mengenai tindak tutur dan strategi kesantunan, sedangkan perbedaan penelitian ini terletak pada sumber data dan fokus penelitian
No Judul Penelitian Perbedaan Persamaan
1.
Analisis Tindak Tutur Direktif Pada Interaksi Guru Dan Siswa Dalam Pembelajaran Di Kelas V SD Kanisius Sumber Magelang Tahun Ajaran 2017/2018 (Silvester, 2018)
Terdapat perbedaan pada rumusan masalah, dan sumber data yang digunakan dalam penelitian.
Penelitian ini sama-sama membahas mengenai tindak tutur direktif.
2.
Jurnal Tindak Tutur Direktif Pada Novel Bidadari-Bidadari Surga Karya Tere Liye (Teza, 2019)
Terdapat perbedaan pada rumusan masalah, dan sumber data yang digunakan dalam penelitian.
Terdapat kesamaan pada metode penelitian yang digunakan.
3.
Skripsi Tindak Tutur Direktif dan Strategi Kesantunan Dalam Acara Women’s Day di Radio Metta FM Surakarta (Ayu Mardhiyah, 2019).
Terdapat perbedaan pada sumber data yang digunakan dalam penelitian.
Terdapat kesamaan pada rumusan masalah yang digunakan dalam penelitian.
4.
Skripsi Tindak Tutur Direktif dan Strategi Kesantunan Dalam Acara Talkshow Sarah Sechan (Elyariza Devy, 2020).
Terdapat perbedaan pada sumber data yang digunakan dalam penelitian.
Terdapat kesamaan pada rumusan masalah yang digunakan dalam penelitian.
5.
Tesis Tindak Tutur Direktif dan Kesantunan Berbahasa Pada Komunikasi Transportasi Laut (Nuz Chairul, 2020).
Terdapat perbedaan pada rumusan masalah dan sumber data yang digunakan dalam penelitian.
Terdapat kesamaan pada beberapa rumusan masalah.
yang akan dikaji, yaitu Tindak Tutur Direktif dan Strategi Kesantunan dalam talk show Pas Buka Pada Kanal Youtube Trans 7 Official.
Dalam penelitian Silvester (2018), penelitian ini memiliki perbedaan pada rumusan masalah dan sumber data yang digunakan. Silvester menggunakan rumusan masalah jenis tindak tutur direktif dan makna pragmatik dalam tindak tutur direktif sedangkan penelitian ini menggunakan rumusan masalah jenis tindak tutur direktif dan strategi kesantunan. Persamaan dari kedua penelitian yaitu sama- sama membahas tentang tindak tutur direktif.
Selanjutnya, ada pula artikel milik Putri dkk (2019). Penelitian ini memiliki perbedaan pada rumusan masalah dan sumber data yang digunakan.
Putri dkk menggunakan rumusan masalah jenis tindak tutur direktif saja sedangkan penelitian ini menggunakan rumusan masalah jenis tindak tutur direktif dan strategi kesantunan. Persamaan dari kedua penelitian yaitu sama-sama membahas tentang tindak tutur direktif.
Selanjutnya, penelitian milik Mardhiyah (2019). Penelitian ini memiliki perbedaan pada sumber data yang digunakan. Mardhiyah menggunakan sumber data acara women’s day di Radio Metta FM Surakarta sedangkan penelitian ini menggunakan sumber data pada talk show Pas Buka. Persamaan dari kedua penelitian yaitu sama-sama membahas tentang tindak tutur direktif dan strategi kesantunan.
Penelitian sejenis dari Devy (2020). Penelitian ini memiliki perbedaan pada sumber data yang digunakan. Devy menggunakan sumber data acara talk show Sarah Sechan sedangkan penelitian ini menggunakan sumber data pada talk
show Pas Buka. Persamaan dari kedua penelitian yaitu sama-sama membahas tentang tindak tutur direktif dan strategi kesantunan.
Selanjutnya, tesis Chairul (2020) yang memiliki perbedaan pada rumusan masalah dan sumber data yang digunakan. Chairul menggunakan sumber data komunikasi pada transportasi laut sedangkan penelitian ini menggunakan sumber data pada talk show Pas Buka.
Penelitian ini memfokuskan pada dialog percakapan yang di dalamnya mengandung tindak tutur direktif dan strategi kesantunan dalam talk show Pas Buka Pada Kanal Youtube Trans 7 Official. Objek kajian penelitian ini adalah dalam talk show Pas Buka Pada Kanal Youtube Trans 7 Official. Talk show Pas Buka tersebut merupakan program baru selama puasa ramadhan tahun 2021 yang tayang pukul 16.30 wib di Trans 7. Program ini diisi oleh lima sekawan yaitu Ayu Ting-Ting, Wendy Cagur, Denny Cagur, Andre Taulany, Desy Genoveva. Talk Show ini mengusung konsep mengenai variety komedi yang berlatar belakang suasana kantor masa kini dengan berbagai konflik yang dibalut komedi. Bintang tamu berbeda pun selalu dihadirkan setiap episode. Dari objek kajian yang diambil tersebut, tentunya menjadi berbeda dengan penelitian terdahulu mengenai tindak tutur direktif dan strategi kesantunan. Hal ini akan memperkaya bentuk penelitian yang mengkaji tindak tutur direktif dan strategi kesantunan yang ada saat ini.
B. Landasan Teori
1. Pragmatik
Pragmatik diperkenalkan oleh sosok filsof bernama Charles Morris tahun 1938. Lewat ilmu tandanya atau semiotik, ia membagi menjadi tiga yaitu (1) sintaktik, (2) semantik, dan (3) pragmatik. Pragmatik hadir karena ketidakpuasan suatu bahasa yang hanya dikaji secara formal saja. Pragmatik merupakan kajian hubungan tanda dengan orang yang menginterpretasikan tanda itu (Morris, 1938:6 dalam Levinson, 1997:1). Tanda tersebut berupa bahasa yang berawal dari sebuah pemikiran dan berkembang menjadi pragmatik yang mana menjadi salah satu cabang ilmu linguistik. Batasan pengertian ilmu pragmatik juga dikemukakan oleh para ahli yang lain. Menurut Parker (dalam Rahardi, 2005:48-49) pragmatik merupakan cabang ilmu bahasa yang mempelajari struktur bahasa secara eksternal dari bagaimana satuan kebahasaan digunakan dalam berkomunikasi.
Banyak ahli pragmatik mendefinisikan perihal pengertian pragmatik secara berbeda. Seperti sosok filsuf Amerika, Leech (dalam terjemahan Oka, 1993:8) memberi batasan baru terhadap pragmatik sebagai studi tentang makna yang berkaitan dengan situasi ujar (speech situations). Terlihat bahwa makna dalam pragmatik berhubungan dengan penutur sedangkan dalam semantik sebagai ciri ungkapan dalam suatu bahasa tertentu yang terpisah dari situasi penutur dan lawan tutur. Menurut (Wijana, 1996:2) menafsirkan bahwa semantik dan pragmatik merupakan cabang ilmu bahasa yang menelaah makna-makna satuan lingual hanya saja semantik mempelajari makna secara internal sedangkan pragmatik mempelajari makna secara eksternal. Batasan lain pun muncul dari Yule (2006:3-
4) dalam bukunya yang berjudul “Pragmatics” yang terdiri dari empat batasan mengenai definisi pragmatik, yaitu :
a. “Pragmatics is the study of speaker meaning” (Pragmatik adalah studi yang mengkaji tentang maksud penutur). Artinya studi ini lebih banyak berhubungan dengan analisis tentang apa yang dimaksudkan orang dengan tuturan-tuturannya.
b. “Pragmatics is the study of contextual meaning” (Pragmatik adalah studi yang mengkaji tentang makna kontekstual). Artinya studi ini perlu melibatkan penafsiran tentang apa yang dimaksudkan orang di dalam suatu konteks khusus dan bagaimana konteks itu berpengaruh terhadap apa yang dikatakan.
c. “Pragmatics is the study of how more gets communicated than is said”
(Pragmatik adalah studi yang mengkaji tentang makna yang oleh pembicara). Artinya pendekatan ini juga perlu menyelidiki bagaimana cara pendengar dapat menyimpulkan tentang apa yang dituturkan agar dapat sampai pada suatu interpretasi makna yang disampaikan oleh penutur.
d. “Pragmatics is the study of the expression of relative distance”
(Pragmatik adalah studi yang mengkaji tentang bentuk ungkapan atau ekspresi menurut jarak sosial dari penutur dan mitra tutur). Artinya tingkat keakraban, baik keakraban fisik, sosial, atau konseptual, menyiratkan adanya pengalaman yang sama. Pada asumsi tentang seberapa dekat atau jauh jarak pendengar, penutur menentukan seberapa banyak kebutuhan yang dituturkan.
Berdasarkan definisi pragmatik dari beberapa ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa pragmatik adalah ilmu linguistik yang mempelajari maksud ujaran, bukan makna ujaran. Pragmatik juga mempelajari fungsi ujaran, yaitu untuk apa suatu ujaran itu dibuat atau diujarkan.
2. Situasi Tutur
Leech (dalam terjemahan Oka, 1993:20) mendefinisikan konteks sebagai latar belakang pengetahuan yang sama-sama dimiliki oleh penutur dan lawan tutur serta yang membantu lawan tutur dapat menafsirkan makna tuturan. Dalam kajian pragmatik konteks sangat penting untuk menafsirkan makna suatu tuturan. Leech (1993:19-20) menyatakan bahwa dalam tindak tutur mempertimbangkan 5 aspek situasi tutur sebagai berikut:
1. Penutur dan Petutur
Penutur adalah orang yang bertutur. Definisi lebih lengkap lagi yaitu orang yang menyampaikan fungsi pragmatis tertentu di dalam peristiwa komunikasi. Sementara petutur adalah orang yang menjadi sasaran dalam bertutur. Untuk definisi petutur dibedakan antara penerima (orang yang menerima dan menafsirkan tuturan) dan petutur (orang yang seharusnya menerima dan menjadi sasaran tuturan). Seorang penerima bisa saja orang yang kebetulan lewat dan mendengar tuturan dari penutur dan bukan sasaran penutur. Sementara itu, petutur adalah orang yang dengan jelas menjadi penerima dan sasaran tuturan dari penutur. Peran penutur dan petutur dilakukan silih berganti, penutur pada tahap tutur selanjutnya dapat menjadi petutur begitu pula sebaliknya sehingga terwujud interaksi
dalam komunikasi. Konsep tersebut juga mencakup penulis dan pembaca apabila tuturan tersebut dikomunikasikan dalam bentuk tulisan. Aspek- aspek yang terkait dengan penutur dan petutur antara lain aspek usia; latar belakang sosial; jenis kelamin; tingkat pendidikan; dan tingkat keakraban.
Aspek-aspek tersebut memengaruhi daya tangkap petutur, produksi tuturan, serta pengungkapan maksud. Penutur dan petutur dapat saling memahami maksud tuturan apabila keduanya mengetahui aspek-aspek tersebut.
2. Konteks sebuah tuturan
Konteks diartikan sebagai aspek-aspek yang bergantung dengan lingkungan fisik dan sosial sebagai tuturan. Konteks dapat juga diartikan sebagai suatu pengetahuan latar belakang yang sama-sama dimiliki oleh penutur dan membantu petutur menafsirkan makna tuturan.
3. Tujuan sebuah tuturan
Bentuk-bentuk tuturan yang diutarakan oleh penutur dilatarbelakangi oleh maksud dan tujuan tertentu. Tujuan tuturan adalah sesuatu yang ingin disampaikan melalui makna yang dimaksud atau maksud penutur mengucapkan sesuatu. Istilah tujuan dianggap lebih netral daripada maksud, karena tidak membebani pemakaiannya dengan suatu kemauan atau motivasi yang sadar, sehingga dapat digunakan secara umum untuk kegiatan-kegiatan yang berorientasi tujuan.
4. Tuturan sebagai bentuk tindakan atau kegiatan: tindak ujar
Pragmatik berurusan dengan tindak-tindak atau performasi- performasi verbal yang terjadi dalam situasi waktu tertentu. Dengan demikian, pragmatik menangani bahasa pada tingkatan yang lebih konkret daripada tata bahasa.
5. Tindakan sebagai produk tindak verbal
Selain sebagai tindak ujar atau tindak verbal itu sendiri, kata “tuturan” dapat digunakan dalam arti yang lain, yaitu sebagai produk suatu tindak verbal (sentence-instance) atau tanda kalimat (sentence-token), akan tetapi bukanlah sebuah kalimat. Maksud kedua ini tuturan-tuturan merupakan unsur-unsur yang maknanya dikaji dalam pragmatik, sehingga dengan tepat pragmatik dapat digambarkan sebagai suatu ilmu yang mengkaji makna tuturan.
3. Tindak Tutur
Dalam berkomunikasi, setiap penutur akan melakukan kegiatan yang mengujarkan tuturan. Bagi Rustono (1999:31), tindak tutur (speech act) merupakan entitas yang bersifat sentral dalam pragmatik sehingga tindak tutur bersifat pokok di dalam pragmatik. Berbicara suatu tuturan tertentu dapat dilihat sebagai suatu tindakan (memengaruhi, menyuruh) di samping memang mengucapkan ataupun mengujarkan tuturan tersebut. Lebih lanjut, Searle mengemukakan dalam bukunya Speech Acts: Essay in the Philosophy of Language (1969:16) bahwa tindak tutur adalah bagian terkecil dari komunikasi linguistik. Suatu komunikasi bukan hanya sekadar lambang, kata atau kalimat, melainkan suatu produk atau hasil dari lambang, kata atau kalimat yang berupa pelaksanaan tindak tutur. Senada dengan pendapat Searle, Yule (2006:82)
memberikan definisi tindak tutur sebagai tindakan-tindakan yang diungkapkan oleh tuturan. Tindak tutur digunakan untuk mengungkapkan maksud komunikatif penutur untuk menghasilkan tuturan bagi petutur. Maksud komunikatif penutur dipahami oleh petutur ketika ada situasi dalam lingkungan atau konteks.
Teori tindak tutur itu sendiri (speech act) pertama kali dikemukakan pada tahun 1956 oleh filsuf Inggris yaitu John L. Austin ( Guru besar Universitas Harvard) dan diterbitkan pada tahun 1962 dengan judul “How to Do Things With Word” (dalam Rustono, 1999:5). Dalam bukunya “How to Do Things With Word”, Austin mengemukakan gagasan mengenai tuturan yang bermodus deklaratif menjadi tuturan konstatif dan performatif.
Menurut Austin (1962:1-5), tuturan konstatif adalah tuturan yang pengungkapannya bertujuan mendeskripsikan sesuatu yang tunduk pada persyaratan kebenaran. Benar atau tidaknya tuturan itu dapat diverifikasi dengan cek pada kenyataannya. Dengan kata lain tuturan yang dapat diuji kebenarannya dengan menggunakan pengetahuan dunia. Misalnya, “Soekarno adalah presiden pertama RI (Republik Indonesia).” Tuturan tersebut merupakan tuturan konstantif karena kebenaran tuturan dapat diterima berdasarkan pengetahuan yang dimiliki petutur yang mendengarkannya, yaitu bahwa Soekarno adalah presiden pertama RI (Republik Indonesia).
Sementara itu, tuturan performatif adalah tuturan yang pengungkapannya bertujuan melakukan sesuatu yang tunduk pada persyaratan keabsahan (kevalidan) atau keshahihan (felicitous conditions). Valid atau tidak validnya tuturan itu dapat diverifikasi berdasarkan pelaku dan situasi harus sesuai, tindakan harus dilakukan
dengan benar dan lengkap oleh semua pelaku, serta pelaku harus mempunyai maksud yang sesuai.
Berkenaan dengan tuturan, Austin (1962) membagi tindak tutur menjadi tiga tindakan yang dapat diwujudkan oleh seorang penutur, yaitu (a) tindak tutur lokusi, (b) tindak tutur ilokusi, dan (c) tindak tutur perlokusi.
a. Tindak Lokusi
Austin menjabarkan bahwa tindak lokusi merupakan “the act of saying something” (Tindakan mengatakan sesuatu) (1962:94).
b. Tindak Ilokusi
Austin menjabarkan bahwa tindak ilokusi merupakan “Performance of an act in saying something” (Pelaksanaan suatu tindakan dalam mengatakan sesuatu) (1962:99).
c. Tindak Perlokusi
Austin menjabarkan bahwa tindak perlokusi merupakan “Saying something will often, or even normally, produce certain consequential effects upon the feelings, thoughts, or actions of the audience, or the speaker, or of the other persons” (Tindakan dalam mengatakan sesuatu akan sering, atau bahkan biasanya menghasilkan efek konsekuensial tertentu pada perasaan, pikiran, atau tindakan audiensi, atau pembicara, atau orang lain) (1962:101). Dengan kata lain tindak tutur perlokusi adalah tindak tutur yang pengutaraannya dimaksudkan untuk memengaruhi petutur atau efek dari tuturan yang dituturkan yang di dalamnya mengandung maksud tertentu.
Menindaklanjuti penelitian yang dilakukan Austin (1962), Searle kembali mengulas mengenai teori tindak tutur. Apabila Austin membagi tuturan berdasarkan jenisnya menjadi tiga jenis yaitu tuturan lokusi; tuturan ilokusi; dan tuturan perlokusi, maka Searle dan Vanderveken (1985:182-215) mengembangkan jenis tuturan berdasarkan kategorinya menjadi lima yaitu, tindak tutur asertif; tindak tutur direktif; tindak tutur komisif; tindak tutur ekspresif; dan tindak tutur deklarasi. Kelima tindak tutur tersebut dijabarkan sebagai berikut.
a. Assertif/representatif
Tindak tutur ini mengungkapkan kepercayaan penutur. Tindak tutur ini berdimensi dengan segala sesuatu hal yang bernilai benar atau salah. Jenis tindak tutur asertif yaitu admit (mengakui), blame (menyalahkan), complain (mengeluh), insist (mendesak), report (melaporkan), dan suggest (menganjurkan).
Contoh tuturan: “Colombus menemukan Amerika pada tahun 1492”.
b. Direktif
Tindak tutur ini mengemukakan keinginan atau kehendak penutur agar petutur melakukan sesuatu. Jenis tindak tutur direktif yaitu ask (meminta), advise (menasehati), order (memesan), command (memerintah), request (meminta), beg, plead, pray, entreat (memohon), invite (mengajak), suggest (menyarankan), dan permit (mengizinkan).
Contoh tuturan: “Ayo bu, silakan masuk!”.
c. Komisif
Tindak tutur ini menuntut penutur pada tindakan yang akan datang.
Tindak tutur ini mengungkapkan tujuan penutur untuk melakukan sesuatu.
Jenis tindak tutur komisif yaitu offer (menawarkan), pledge (berjanji), promise (berjanji), refuse (menolak), dan threaten (mengancam).
Contoh tuturan: “Aku berjanji akan selalu menemanimu”.
d. Ekspresif
Tindak tutur ini menyatakan apa yang penutur rasakan. Tindak tutur ini mengungkapkan pernyataan psikologis dan dapat menjadi pernyataan tentang kesenangan, kepedihan, suka atau tidak suka, sukacita atau dukacita. Jenis tindak tutur ekspresif yaitu apologize (meminta maaf), blaming, congratulate (mengucapkan selamat), praise (memuji), thanking, condole, forgive (memaafkan), dan welcome (menyambut).
Contoh tuturan: “Aku berjanji akan selalu menemanimu”.
e. Deklarasi
Tindak tutur deklarasi merupakan jenis tindak tutur yang mengubah dunia tuturan. Jenis tindak tutur deklarasi yaitu christen (membabtis), fire (memecat), name (memberi nama), dan punish (menghukum).
Contoh tuturan: “Sekarang saya mengucapkan anda suami dan istri”.
Selanjutnya, Yule (2006:95-96) memaparkan bahwa tindak tutur dapat dibedakan menjadi dua, yaitu tindak tutur langsung dan tindak tutur tidak langsung. Tindak tutur langsung adalah hubungan langsung antara struktur dengan fungsi. Tindak tutur langsung berbentuk kalimat deklaratif digunakan untuk
membuat suatu pernyataan. Sementara itu, tindak tutur tidak langsung adalah hubungan tidak langsung antara struktur dengan fungsi. Tindak tutur tidak langsung berbentuk kalimat deklaratif yang digunakan untuk membuat suatu perintah atau permohonan. Salah satu tipe yang paling umum dari tindak tutur tidak langsung dalam bahasa Inggris yaitu bentuk interogatif tetapi secara khusus tidak dipakai untuk menanyakan suatu pertanyaan (karena tidak hanya mengharapkan suatu jawaban, akan tetapi kita mengharapkan suatu tindakan).
4. Tindak Tutur Direktif
Menurut Yule (2006:93), tindak tutur direktif adalah jenis tindak tutur yang digunakan penutur untuk menyuruh orang lain melakukan sesuatu. Tindak tutur direktif menyatakan apa yang diinginkan penutur. Penutur menyampaikan sesuatu yang harus dilakukan petutur dengan sikap sopan dan hormat sehingga petutur bersedia melakukan apa yang disampaikan penutur di kemudian hari.
Tindak tutur tersebut meliputi perintah, pemesanan, permohonan, peringatan, pemberian saran, dan bentuknya dapat berupa kalimat positif dan negatif.
Selanjutnya, Searle dan Vanderveken (1985:37) menyatakan bahwa tindak tutur direktif memiliki poin “The directive point is to try to get other people to do things” (tindak tutur direktif untuk mencoba orang lain melakukan sesuatu). Kemudian, Searle & Vanderveken (1985:198) membagi tindak tutur direktif sebanyak dua puluh empat macam, yaitu (1) direct ‘mengarahkan’; (2) request ‘meminta’; (3) ask ‘meminta/bertanya’; (4) urge ‘mendesak’; (5) tell
‘menyuruh’; (6) require ‘menuntut’; (7) demand ‘menuntut’; (8) order
‘memerintah’; (9) order ‘menyuruh’; (10) forbid ‘melarang’ (11) prohibit
‘melarang’; (12) enjoin ‘melarang’; (13) permit ‘mengizinkan’; (14) suggest
‘menyarankan’; (15) insist ‘menyarankan’; (16) warn ‘memperingatkan’; (17) advise ‘menasehati’; (18) recommend ‘merekomendasikan’; (19) beg
‘mengemis’; (20) supplicate ‘memohon’; (21) entreat ‘memohon dengan sangat’; (22) beseech ‘memohon’; (23) implore ‘memohon dengan sangat’; dan (24) pray ‘berdoa’. Dari dua puluh empat macam tersebut, di bawah ini terdapat beberapa penjelasan dari enam tindak tutur direktif yang ditemukan dalam penelitian ini.
1. Meminta (ask/request)
Tindak tutur meminta adalah tindak tutur yang diujarkan oleh penutur untuk mendapatkan sesuatu dari petutur. Searle dan Vanderveken (1985:199) menjelaskan bahwa ask memiliki makna yang sama request.
Namun, terdapat perbedaan di antara keduanya terletak pada jumlah tujuan. Ask memiliki dua tujuan penggunaan, yaitu (a) nosi untuk menanyakan sesuatu dan (b) nosi untuk meminta seseorang melakukan sesuatu. Dalam tindak tutur meminta, petutur dapat menolak permintaan penutur.
2. Menyuruh (tell/order)
Tindak tutur menyuruh adalah tindakan yang diujarkan oleh penutur agar petutur melakukan suatu tindakan yang diinginkan oleh penutur. Dalam tindak tutur menyuruh, Searle dan Vanderveken
(1985:201) menafsirkan bahwa penutur harus memiliki kekuasaan relatif yang lebih tinggi daripada petutur.
3. Melarang (forbid/prohibit/enjoin)
Tindak tutur melarang adalah tindak tutur yang diujarkan oleh penutur dengan tidak memperbolehkan petutur untuk melakukan sesuatu.
Searle dan Vanderveken (1985:202) menafsirkan bahwa perbedaan antara forbid/prohibit dengan enjoin adalah pada derajat keformalannya. Enjoin merupakan bentuk larangan dalam ragam formal, misal sebuah putusan dalam ranah hukum sedangkan forbid/prohibit merupakan bentuk larangan yang tidak berhubungan dengan hukum.
4. Mengizinkan (permit)
Tindak tutur mengizinkan adalah tindak tutur yang dituturkan oleh penutur dengan tujuan untuk memperbolehkan petutur dalam melakukan sesuatu.
5. Menyarankan (suggest/insist)
Tindak tutur menyarankan adalah tindak tutur yang dituturkan oleh penutur dengan memberikan saran atau anjuran kepada petutur untuk melakukan suatu hal. Tindak tutur menyarankan atau memberikan saran kepada petutur oleh Searle (1985:202) termasuk tindak tutur direktif.
5. Strategi Kesantunan Brown Levinson
Teori tentang kesantunan yang paling berpengaruh adalah teori yang dirumuskan oleh Brown dan Levinson (1987) yang menyatakan bahwa masalah kesantunan adalah satu hal yang fundamental dalam pragmatik karena kesantunan
adalah fenomena universal dalam pemakaian bahasa pada konteks sosial. Fokus teori kesantunan Brown dan Levinson adalah konsep muka (face). Para pakar ini memakai istilah “penyelamatan muka” (face-saving view) dengan menerangkan bahwa kesantunan dilakukan untuk menyelamatkan muka penutur dan petutur yang terdiri dari positif dan negatif. Muka positif merupakan citra positif yang dimiliki orang terhadap dirinya sendiri dan hasrat untuk mendapatkan persetujuan.
Sementara muka negatif merujuk pada tuntutan dasar manusia terhadap wilayah, bagian pribadi, dan hak-hak untuk tidak diganggu. Strategi Kesantunan diperlukan untuk merealisasikan tindakan penyelamatan muka ini (Face threatening act- FTA) dengan mempertimbangkan situasi tutur yang melatarbelakangi tuturan.
Adapun faktor sosiologis yang melatarbelakangi pemilihan strategi kesantunan yang disebutkan oleh Brown dan Levinson (1987:77) yaitu sebagai berikut.
1) Jarak sosial (social distance) yang mana terdapat hubungan simetris antara penutur dan petutur. Faktor jarak sosial ini dapat dipengaruhi oleh usia, jenis kelamin dan latar belakang sosio kultural seseorang.
2) Kekuasaan relatif (relative power) yang mana terdapat hubungan asimetris antara penutur dan petutur. Faktor kekuasaan relatif ini dipengaruhi oleh faktor besarnya perbedaan kekuasaan di antara penutur dan petutur.
3) Derajat Imposisi (rank of imposition) status relatif jenis tindak tutur yang diujarkan penutur dalam budaya yang bersangkutan.
Brown dan Levinson (1987:60) mengidentifikasi lima strategi kesantunan atau pola perilaku umum yang dapat diaplikasikan penutur yaitu (1) strategi tanpa basa-basi (bald on record), (2) strategi kesantunan positif (positive politeness strategy), (3) strategi kesantunan negatif ( negative politeness strategy) dan (4) strategi samar-samar (off record politeness). Kelima strategi kesantunan tersebut memiliki urutan berdasarkan hierarki yang mana semakin besar angkanya semakin tinggi tingkat kesantunannya. Di bawah ini pemaparan dari lima strategi kesantunan tersebut lebih lanjut.
1. Tanpa Basa-basi/tanpa strategi (Bald-on Record Strategy)
Strategi ini sesuai dengan prinsip efisiensi dalam komunikasi yang dituangkan dalam Grice maksim (Grice 1975 dalam Brown dan Levinson 1987:94). Dengan strategi ini penutur tidak melakukan usaha apapun untuk meminimalisir ancaman bagi muka petutur atau untuk mengurangi akibat dari tindakan yang mengancam muka (FTA). Strategi seperti ini akan mengakibatkan petutur merasa terkejut, malu dan tidak nyaman. Strategi ini banyak digunakan oleh penutur dan petutur yang telah saling mengenal dengan baik, misalnya antar teman atau antar anggota keluarga. Strategi ini diwujudkan dalam kalimat imperatif langsung. Biasanya strategi ini juga digunakan untuk mengekspresikan keadaan darurat. Brown dan Levinson mengemukakan konteks penggunaan strategi bald on record sebagai berikut.
1) Dalam keadaan yang sangat mendesak atau bahaya. Keadaan seperti ini dapat menyebabkan hal-hal yang berkaitan dengan muka ditangguhkan terlebih dahulu.
Contoh: a. Lari! (dalam konteks petutur dikejar binatang buas) b. Minggir (dalam konteks petutur akan tertabrak mobil) c. Ambil air! (dalam konteks sebuah kebakaran)
2) Ancaman terhadap muka petutur sangat kecil. Misalnya tindakan yang terkait dengan penawaran, permintaan, saran, dan lain-lain yang jelas mengacu kepada kepentingan petutur dan tidak memerlukan pengorbanan yang besar bagi penutur.
Contoh: a. Pakai saja mobil saya! (dalam konteks petutur membutuhkan mobil).
b. Bapak istirahat saja! (dalam konteks petutur dalam keadaan capek)
c. Duduk di sini, Pak! (dalam konteks petutur lama berdiri di suatu tempat dan memerlukan tempat duduk).
3) Penutur mempunyai kekuasaan yang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan petutur dan penutur mempunyai dukungan luas untuk melakukan tindakan yang mengancam muka petutur tanpa harus kehilangan mukanya sendiri.
Contoh: a. Belikan rokok di toko sebelah! (dalam konteks orang tua-anak) b. Kalau nyapu yang bersih, Nem! (dalam konteks majikan- pembantu)
c. Jangan parkir di situ! (dalam konteks guru-murid)
2. Strategi Kesantunan Positif (Positive Politeness Strategy)
Strategi kesantunan positif adalah strategi kesantunan yang digunakan penutur untuk melindungi muka positif petutur. Muka positif tersebut berkaitan tentang keinginan setiap orang supaya citra positif yang ia miliki dapat diterima dan dihargai oleh orang lain. Misalnya, nilai-nilai solidaritas, ketakformalan, pengakuan, dan kesekoncoan. Secara sederhana dapat dikatakan bahwa kesantunan positif merupakan kebutuhan akan keterhubungan atau keberterimaan (Yule, 2006). Dengan kata lain, kesantunan positif merupakan strategi bertutur yang menunjukkan kedekatan, keakraban, dan penghargaan antara penutur dan petutur. Dalam strategi kesantunan positif terdapat lima belas substrategi:
Strategi ini juga berfungsi sebagai pelancar hubungan sosial dengan orang lain. Dengan menggunakannya, penutur menunjukkan bahwa dia ingin lebih akrab dengan petutur. Dengan kata lain, hubungan menjadi lebih akrab dan mencerminkan kekompakan dalam kelompok. Strategi ini berusaha meminimalisir jarak antara penutur dan petutur dengan cara mengungkapkan perhatian dan persahabatan. Dengan demikian penutur meminimalisir FTA.
Strategi kesantunan positif direalisasikan dengan lima belas cara atau tindakan seperti:
a. Strategi 1: Memperhatikan minat, keinginan, kelakuan, dan segala sesuatu milik petutur (notice; attend to H (his interests, wants, deeds, goods)
Penggunaan strategi ini misalnya penutur memperhatikan kondisi mitra tutur yang meliputi segala perubahan secara fisik, kepemilikan barang-barang tertentu, dan lain-lain.
Contoh: Goodness you cut your hair! (…) By the way, I came to borrow some flour. (“Wah, baru saja potong rambut ya… Omong-omong saya datang untuk meminjam sedikit tepung terigu”) (Brown dan Levinson, 1987:103).
b. Strategi 2: Melebihkan dalam memberikan komentar atau pujian (exaggerate)
Strategi ini dilakukan penutur dengan melebih-lebihkan rasa tertarik, persetujuan dengan rasa simpati terhadap mitra tutur.
Contoh: What a fantastic garden you have! (“Kebun anda betul-betul luar biasa bagusnya”) (Brown dan Levinson, 1987:104).
c. Strategi 3: Meningkatkan rasa tertarik kepada mitra tutur (intensity interest to H)
Strategi ini dapat dilakukan dengan cara penutur meningkatkan rasa tertarik pada petutur dengan membahas topik menarik yang diinginkan petutur. Misalnya, pada suatu interaksi penutur suka menyelipkan sisipan ungkapan dan pertanyaan-pertanyaan yang tujuannya hanya untuk membuat mitra tutur lebih aktif pada interaksi
tersebut. Dalam bahasa Inggris dapat dilihat dari penggunaan tag questions atau ungkapan seperti you know? See what I meant?, dan lain- lain. Dalam bahasa Indonesia, ungkapan tersebut sejajar dengan iya kan?
Betul kan? Paham kan? Mudah kan?, dan lain-lain.
Contoh: “Besok ulangan bahasa Indonesia, iya kan?”
d. Strategi 4: Menggunakan penanda sebagai anggota kelompok yang sama (use in-group identity markers)
Strategi ini dilakukan penutur saat berkomunikasi kepada petutur dengan menggunakan kata-kata dalam kelompok seperti bentuk panggilan, bahasa atau dialek, jargon atau bahasa slang, dan elipsis.
Contoh: “Tolong ambilkan makanan saya, Dik!”
e. Strategi 5: Mengupayakan kesepakatan (seek agreement)
Strategi ini dilakukan penutur dengan menyampaikan tuturan yang mendorong petutur sepakat mencari topik umum yang akan dibahas seperti birorasi atau kejadian-kejadian yang sedang terjadi.
Contoh:
A: “Cuaca hari ini sangat cerah, cocok untuk jalan-jalan!”
B: “Iya jalan-jalan ke pantai.”
f. Strategi 6: Menghindari perbedaan pendapat (avoid disagreement) Strategi ini dapat dilakukan dengan ungkapan “Yes, but…. untuk menghindari ungkapan “No” secara terang-terangan.
Contoh:
C: “Apa dia bertubuh gendut?”
D: “Ya, ya dia tubuhnya memang gendut, tapi tidak terlalu gendut sekali.”
g. Strategi 7: Mengisyaratkan kesamaan pandangan (presuppose common ground)
Strategi dilakukan oleh penutur dengan memberikan rasa empati terhadap petutur. Penutur memahami apa yang dirasakan petutur.
Contoh: “Santai saja sesama teman harus saling membantu.”
h. Strategi 8: Menggunakan lelucon (Joke)
Strategi lelucon dapat digunakan jika penutur dan petutur memiliki latar belakang pengetahuan yang sama. Kesantunan positif ini bisa dilakukan sebagai cara membuat lelucon.
i. Strategi 9: Menampilkan pengetahuan penutur dan mempertimbangkan keinginan mitra tutur (assert S’knowledge and concern for H’S wants)
Strategi ini penutur dan mitra tutur bekerja sama dengan menyatakan sesuatu secara tidak langsung. Hal ini menandakan penutur mengetahui keinginan petutur dan kesediaan untuk menyetujui keinginannya.
Contoh:
“Saya tahu kamu ingin makan dimsum, tapi kedai dimsumnya tutup jadi saya belikan nasi bakar.” (Mengandung permohonan).
j. Strategi 10: Menawarkan, berjanji (offer, promise)
Strategi ini digunakan penutur untuk membuat penawaran dan janji kepada petutur.
Contoh: “Saya akan ke sana sabtu ini.”
k. Strategi 11: Bersikap optimis (be optimistics)
Strategi untuk seseorang bersikap optimis untuk menunjukkan kesantunan positif.
Contoh: “Anda pasti dapat meminjamkan tangga saya minggu depan.”
l. Strategi 12: Menyertakan penutur dan mitra tutur dalam kegiatan (Include both
Strategi ini melibatkan penutur dan petutur dalam suatu aktivitas yang dilakukan menggunakan kata ganti persona pertama jamak inklusif we, dengan maksud you atau me.
Contoh: “Kalau begitu, ayo kita belanja di pasar.”
m. Strategi 13: Memberi atau meminta alasan (give reasons)
Strategi ini dilakukan oleh penutur yang secara tidak langsung memberikan saran kepada petutur terhadap suatu hal. Jika petutur tidak mampu memberikan alasan secara memuaskan tentang suatu hal yang ia lakukan atau tidak, maka FTA yang dilakukan penutur dapat berbentuk sebuah kritik.
Contoh: “Mengapa kita tidak makan bakso tuna saja?”
n. Strategi 14: Menerima atau menampilkan sikap timbal balik atau saling (assume or assert reciprocity)
Strategi penutur dan petutur bekerja sama yang memungkinkan keduanya mendapatkan sesuatu dari masing-masing pihak, yaitu jika penutur melakukan X maka mitra tutur akan melakukan Y.
Contoh: “Saya akan mandi, kalau Anda membelikanku sabun dan shampoo.”
o. Strategi 15: Memberi hadiah kepada mitra tutur (give gifts to H) Strategi dengan memberikan hadiah. Rasa simpati dapat diwujudkan melalui berbagai hal dan dapat ikut merasakan perasaan seseorang seperti ingin disukai, dipedulikan, didengar, dimengerti, dan sebagainya.
Contoh: “Saya tahu apa yang Anda rasakan.”
3. Strategi Kesantunan Negatif (Negative Politeness Strategy)
Strategi kesantunan negatif adalah strategi kesantunan yang digunakan penutur untuk melindungi muka negatif petutur. Muka negatif tersebut berkaitan dengan keinginan seseorang untuk tetap mandiri, bebas dari gangguan pihak luas, dan adanya penghormatan pihak luar terhadap kemandiriannya. Strategi kesantunan negatif merujuk pada keinginan penutur untuk bebas melakukan sesuatu dan bebas dari keharusan untuk melakukan sesuatu. Untuk melaksanakan strategi ini, terdapat sepuluh substrategi
a. Strategi 1: Menggunakan ujaran tidak langsung
Strategi ini dilakukan dengan tindakan pengancaman muka secara tidak langsung. Hal ini dinilai lebih santun daripada dikemukakan secara langsung. Penggunaan tuturan secara tidak langsung dilakukan dengan penggunaan kalimat dan frasa secara konteks tidak memiliki makna yang ambigu.
Contoh: “Bisakah kamu mematikan TV, tolong?”
b. Strategi 2: Menggunakan bentuk berpagar
Strategi ini digunakan untuk mengurangi kekerasan ujaran yang menggunakan bentuk interogatif. Seperti bentuk imperatif dalam menyuruh, meminta maaf, atau memohon. Bentuk-bentuk berpagar sebagai pelunakan suatu ujaran berbentuk pagar leksikal (misal:
sebaiknya) dan pagar performatif (misal: maaf).
Contoh: “Biarkan, saya pergi jika kamu tak keberatan!”
c. Strategi 3: Bersikap pesimis
Strategi ini memberikan perbaikan muka negatif petutur dengan menyatakan secara jelas keragu-raguan penutur yang menunjukkan sikap pesimistis.
Contoh: “Mungkin kamu bisa menolongku.”
d. Strategi 4: Meminimalkan tekanan
Strategi ini dilakukan dengan mengurangi bentuk memerintah secara langsung kepada petutur. Strategi ini biasanya menggunakan kata just dalam bahasa Inggris dan kata hanya dalam bahasa Indonesia.
Contoh: “Saya hanya ingin semua hadir dalam rapat pleno.”
e. Strategi 5: Memberikan penghormatan
Strategi ini digunakan untuk memberikan penghormatan dalam bahasa untuk menyapa orang tertentu. Sementara itu, penghormatan memiliki dua pandangan, pertama penutur bersikap ramah dan merendahkan dirinya. Kedua, penutur meninggikan status sosial.
Contoh: “Selamat pagi Bos, bolehkah saya izin tidak masuk kerja sehari
f. Strategi 6: Meminta Maaf
Strategi ini digunakan untuk memperbaiki muka petutur, penutur menggunakan ucapan maaf sebagai bentuk memperbaiki kesalahan.
Strategi ini memakai tuturan “maaf”.
Contoh: “Maaf, aku tidak bisa hadir untuk acara besok.”
g. Strategi 7: Menghindarkan pengunaan kata “Saya” dan “Kamu”
Strategi ini dilakukan dengan menggunakan bentuk pasif.
Contoh: “Surat itu harus segera diketik secepatnya.”
h. Strategi 8: Menyatakan tindakan pengancaman muka sebagai aturan yang bersifat umum
Strategi ini menunjukkan bahwa tindakan FTA yang dilakukan sebagai hal dari suatu peraturan umum, peraturan, atau kewajiban.
Contoh: “Mohon tidak bermain handphone saat pembelajaran di kelas sedang berlangsung.
i. Strategi 9: Nominalisasi
Strategi ini berkenaan dengan aspek tingkat formalitasnya.
Nominalisasi berkaitan dengan tingkat formalitas. Semakin formal tuturan yang disampaikan maka semaki menyelamatkan muka.
Contoh: “Anda tampil dengan sangat baik dan kami sangat terkesan.”
j. Strategi 10: Menyatakan terus terang penutur berhutang budi kepada mitra tutur.
Strategi ini penutur dapat memperbaki FTA dengan menyatakan secara jelas bahwa penutur memiliki hutang budi kepada mitra tutur apabila petutur dapat melakukan sesuatu padanya.
Contoh: “Saya sungguh berhutang padamu, kamu sudah menolongku.”
4. Strategi Tidak Langsung atau Tersamar (Off-record Politeness Strategy) Strategi ini direalisasikan dengan cara tersamar dan tidak menggambarkan maksud komunikatif yang jelas. Dengan strategi ini penutur membawa dirinya keluar dari tindakan dengan membiarkan lawan tutur menginterpretasikan sendiri suatu tindakan. Strategi ini digunakan jika penutur ingin melakukan tindakan mengancam muka namun tidak ingin bertanggung jawab atas tindakan tersebut. Strategi ini bertentangan dengan maksim Grice yaitu maksim relevansi, maksim kuantitas, maksim kualitas, dan maksim keteraturan. Brown dan Levinson (1987) menambahkan bahwa makin serius suatu tindakan,makin banyak strategi yang dipilih penutur. Banyaknya strategi yang digunakan menunjukkan bahwa tindakan tersebut lebih santun dibanding yang menggunakan sedikit strategi kesantunan. Namun tentu saja tidak tepat menyatakan bahwa satu strategi kesantunan lebih baik dibandingkan dengan strategi lainnya. Suatu strategi akan dikatakan santun jika digunakan dengan tepat disesuaikan dengan konteks interaksi tertentu.
Selanjutnya Brown dan Levinson (1987) menegaskan bahwa bobot suatu tindakan terbentuk dari nilai tambahan dari tiga variabel terikat dalam masyarakat
seperti:relative P yaitu Power (kekuasaan) penutur dengan lawan tutur, D yaitu Social distance(rentangan sosial) antara penutur dengan lawan tutur, dan R yaitu degree or ranking ofimposition (peringkat beban) dari tindakan. Asumsi yang mendasari rumusan ini adalah terdapat hubungan sejajar antara keseriusan FTA dan nilai-nilai yang ditunjukkan masing-masing variabel tersebut.
Sebagai contoh semakin jauh jarak sosialantara penutur dengan lawan tutur ataupun semakin berat beban tindakan yang diarahkan kepada lawan tutur maka semakin santun pula strategi yang diwujudkan.
5. Bertutur di dalam hati atau diam.
Menurut Brown Levinson (dalam Syahrul, 2008:18) strategi ini hanya bertutur dalam hati atau diam dan strategi ini jarang digunakan sehingga jarang diketahui.
C. Kerangka Berpikir
Kerangka pikir adalah sebuah cara kerja yang dilakukan untuk menyelesaikan permasalahan yang akan diteliti. Kerangka berpikir yang terkait dalam penelitian ini secara garis besar digambarkan pada bagan di bawah ini.
Bagan 1. Kerangka Berpikir
Tindak Tutur Direktif dan Strategi Kesantunan Dalam Talk Show Pas Buka Pada Kanal Youtube Trans 7 Official
OOfficial.
Tuturan Pada Talk show Pas Buka Pada Kanal Youtube Trans 7 Official yang di dalamnya terdapat tindak tutur direktif dan strategi kesantunan
Pendekatan Pragmatik
Strategi Kesantunan Brown Levinson
Tindak Tutur Direktif Searle 1. Tindak Tutur Direktif Meminta
2. Tindak Tutur Direktif Bentuk pertanyaan 3. Tindak Tutur Direktif Memerintah 4. Tindak Tutur Direktif Melarang 5. Tindak Tutur Direktif Meminta Izin 6. Tindak Tutur Direktif Menasehati
Jenis tindak tutur direktif dalam Talk Show Pas Buka Pada Kanal Youtube Trans 7 Official.
Penggunaan strategi kesantunan yang dipengaruhi oleh jenis tindak tutur direktif dalam dalam Talk Show Pas Buka Pada Kanal Youtube Trans 7 Official.
Realisasi Tindak Tutur Direktif Metode Analisis Data:
Metode Kontekstual
Bagan 1. menunjukkan bahwa penelitian ini berawal dari fenomena kebahasaan dalam acara Talk Show Pas Buka pada Kanal Youtube Trans 7 Official. Selanjutnya, data dalam penelitian ini adalah tuturan pada Talk show Pas Buka Pada Kanal Youtube Trans 7 Official yang dianalisis menggunakan metode kontekstual. Talk Show Pas Buka dipilih karena mengandung banyak tindak tutur direktif dan strategi kesantunan yang diteliti dengan pendekatan pragmatik. Teori yang digunakan dalam penelitian ini yaitu tindak tutur direktif Searle dan strategi kesantunan Brown dan Levinson. Selanjutnya, hasil analisis yang ditemukan berdasarkan rumusan masalah yaitu realisasi tindak tutur direktif dan penggunaan strategi kesantunan yang digunakan oleh peserta tutur dalam Talk Show Pas Buka
Pada Kanal Youtube Trans 7 Official.
38