• Tidak ada hasil yang ditemukan

Mengedit Naskah dengan Markah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "Mengedit Naskah dengan Markah"

Copied!
56
0
0

Teks penuh

(1)
(2)
(3)

Mengedit Naskah dengan Markah

Bambang Trim

PenulisPro.id

Seri Kesatu Buku “Kurang Pintar”

(4)

MENGEDIT NASKAH DENGAN MARKAH: Seri Kesatu Buku “Kurang Pintar”

©2021 oleh Bambang Trim

Hak cipta yang dilindungi Undang-Undang ada pada penulis.

Publikasi I, Juli 2021

Buku ini bagian dari Seri Buku “Kurang Pintar” yang digagas oleh Bambang Trim.

Buku ini terbit perdana dalam bentuk elektronik.

Dilarang memperbanyak buku ini dalam bentuk cetakan atau berkas elektronik untuk tujuan komersial.

Penggunaan atau pengutipan konten buku dibenarkan dengan menyebutkan sumbernya.

PenulisPro.id Cimahi, Jawa Barat

(5)

untuk para editor

(6)
(7)

Prakata—v

Introduksi: Orang Kurang Pintar, Bacalah Buku ini—1 Seri 1 Mengedit dengan Markah —5

01 Fondasi Mengedit—7 Penyuntingan Mekanis—8 Dua Bentuk Naskah—11

Penyuntingan Tradisional—13 Penyuntingan Modern—17 Cetak Coba—18

02 MARKAH RALAT—23

Fakta Seputar Markah Ralat—22 Menggunakan Markah Ralat—24 03 INTUISI EDITOR—35

Cara Saya Berlatih—36 Menajamkan Intuisi—39

Daftar Pustaka—41

Penulis Buku “Kurang PIntar”—43

Daftar Isi

(8)

viii

(9)

Prakata

O

rang kurang pintar, bacalah buku ini. Serius atau ber- canda? Serius boleh, bercanda juga boleh. Namun, saya benar-benar bersyukur karena buku acuan “kurang pintar” ini dapat dituntaskan meskipun gagasannya secara tidak seng aja saya tuliskan tahun 2013 dalam bentuk esai di blog Man- istebu.com.

Waktu menuliskan esai tersebut, saya terpengaruh dinami- ka Pilpres 2014. Alhasil, saya lontarkan gagasan untuk menulis Buku Kurang Pintar Memilih Presiden. Ada rasa canda memang di dalam tulisan tersebut.

Saat terjadi pandemi COVID-19 yang membuat saya ber- diam di rumah dalam waktu yang lama, gagasan ini malah ter- pikir kembali. Akhirnya, saya wujudkan saja dalam bentuk buku sebenarnya de ngan topik perdana dari dunia saya, yakni dunia penulisan dan penerbitan buku.

Buku ini aman dan nyaman dibaca untuk remaja usia 13 tahun hingga orang dewasa yang “merasa kurang pintar” dan memer- lukan informasi serta pe ngetahuan dalam format ringkas, padat, dan bernas. Membaca buku ini boleh jadi Anda autopintar.

Saya berkutat dengan riset pustaka, menghimpun banyak data dan fakta serta dalam hal tertentu wwmewawancarai be- berapa narasumber untuk mewujudkan Buku Kurang Pintar ini.

(10)

vi

Semoga pembaca dapat menikmatinya dan tidak terbebani, apalagi malah “masuk angin” karena membaca buku ini.

Saya menyadari bahwa buku ini ba nyak sekali kelebihannya.

Karena itu, selamat membaca dan berbahagia.

Cimahi, Juni 2021 Bambang Trim

(11)

vii

Mereka yang merasa sudah pintar biasanya enggan membaca buku. Karena itu, lebih baik

kurang pintar daripada kurang ajar karena enggan membaca buku.

—Bambang Trim, Tukang Buku Keling

(12)

Foto: Dhimas Arya/Unsplash

(13)

Introduksi:

Orang Kurang Pintar, Bacalah Buku ini

S aya memang tidak sedang bercanda menulis buku bertajuk BUKU “KURANG PINTAR” ini. Ka- lau merasa sudah pintar, jelaslah Anda tidak perlu membaca buku ini. Buku ini memang dikhususkan bagi mereka yang dahaga akan informasi dan pe ngetahuan.

Tentu saja informasi dan pengetahuan yang memintar-

kan di antara sebegitu ba nyak seliweran informasi di du-

nia maya yang membodohkan.

(14)

2

Manusia itu terbagi dalam tiga tipe: mereka yang membuat sesutu terjadi; mereka yang hanya melihat sesuatu terjadi; dan mereka

yang terkagum-kagum sesuatu terjadi.

Seperti halnya kutipan Steve Jobs yang sangat populer:

Tetap lah bodoh, tetaplah lapar, demikian pesan sebenarnya dari buku ini. Memang lebih baik kita berada dalam kondisi “kurang pintar” daripada “kurang ajar”.

Buku “kurang pintar” ini diterbitkan berseri dalam format buku re ferensi kekinian tentang suatu topik. Para pembaca akan disuguhi sub-subtopik yang dikemas secara ringkas, padat, dan bernas.

Buku ini dapat dinikmati para pembaca junior atau senior agar autopintar. Karena itu, buku ini boleh juga disebut Buku

“Kurang Pintar” Junior-Senior.

Ide buku ini sebenarnya berasal dari sebuah esai saya di si- tus web manistebu.com bertajuk “Mari Menulis Buku Kurang Pintar” yang dipublikasikan tahun 2013. Saat pandemi COVID-19 melanda dunia dan Indonesia, saya ba nyak merenung di rumah demi memunculkan sebuah gagasan segar tentang buku. Alhasil, muncul ide membuat buku “kurang pintar” ini.

Saya tertarik dengan kutipan yang pernah diucapkan oleh Nicho la s Murray Butler berikut ini.

(15)

3

Saya ingin menulis sebuah buku yang berbeda. Karya yang menyebabkan saya membuat sesuatu terjadi. Jadilah ide Buku

“Kurang Pintar” ini meskipun gagasannya seperti sebuah guyo- nan tak serius atau boleh jadi tidak segar-segar amat.

Namun, insyaallah saya menulisnya sangat serius. Buku ini pun diterbitkan berseri dengan beberapa pilihan topik “kurang pintar” yang saya rencanakan juga melibatkan beberapa penga- rang pendamping (co-author) atau sebaliknya, saya yang men- jadi pendamping. Harapan saya dan tentunya yang terlibat di dalam proyek buku “kurang pintar” ini adalah membangkitkan daya literasi tiap generasi menjadi generasi yang genial ; generasi yang tetap merasa kurang pintar dan tetap merasa haus ilmu.

Generasi yang mau “merendahkan diri” di hadapan para guru meskipun mereka kelak menjadi seorang ahli/pakar.

Foto: Austin Distel/Unsplash

(16)

4

Foto: Ali Yahya/Unsplash

(17)

Seri 1

Mengedit dengan Markah

S

eri perdana Buku “Kurang Pintar” ini mengusung topik unik tentang penggunaan markah dalam penyuntingan naskah atau pengoreksian cetak coba (proof reading). Penggunaan markah ralat atau markah koreksi sudah jarang diajarkan, termasuk di dalam kelas-kelas penyuntingan naskah.

Harapannya para pembaca dapat mempraktikkan penggunaan markah untuk menyunting atau mengoreksi draf dalam bentuk ter- cetak meskipun saat ini digaungkan dunia tanpa kertas (paperless).

Akan tetapi, banyak orang yang masih nyaman memeriksa draf nas- kah dalam bentuk cetakan.

Penggunaan markah merupakan ilmu dasar penyuntingan yang boleh disebut sebagai penyuntingan tradisional atau penyuntingan konvensional. Akan tetapi, meskipun saat ini penyuntingan dapat di- kerjakan dengan perangkat lunak, penggunaan markah tetap penting untuk meningkatkan intuisi seorang penyunting atau editor.

(18)

6

Penyuntingan mekanis sebagai pengetahuan dan keterampilan mendasar seorang editor/penyunting (Canva Pro)

(19)

01 Fondasi Mengedit

P

ernahkah Anda menerima hasil koreksi naskah yang penuh coretan? Mungkin Anda pernah menerimanya dari guru, dosen, atau atasan Anda. Kemudian, apakah Anda mengerti maksud coretan tersebut sebagai instruksi koreksi?

Jika guru, dosen, atau atasan Anda ialah “produk” masa lalu, coretan atau tanda-tanda koreksi yang mereka gunakan adalah tanda yang standar. Namun, saat ini sudah jarang orang meng- gunakan tanda atau markah yang standar untuk mengoreksi.

Pekerjaan para editor memperbaiki naskah awalnya me- mang identik dengan mencoret naskah. Namun, coretan edi- tor sejatinya memiliki arti tertentu sehingga yang membacanya dapat mengerti apa yang perlu diperbaiki —penulis dan pengatak halam an.

Tanda atau markah yang digunakan editor untuk mengedit naskah berbentuk simbol-simbol instruksi. Saya sebut markah ralat (correction mark) sebagai istilah yang dikenalkan dosen saya.

Ada begitu banyak markah de ngan instruksi berbeda-beda.

Buku ini secara praktis membantu Anda memahami penggu- naan markah ralat tersebut dalam kegiatan pengeditan atau pe- nyuntingan (secara) mekanis. Mari menyelami dulu apa itu pe- nyuntingan mekanis.

(20)

8

Jika dalam wawancara kerja seorang calon editor tidak dapat menja wab apa itu pengeditan atau penyun tingan mekanis (me- chanical editing), hal itu menjadi sinyal bagi saya untuk tidak meneruskan wawancara. Artinya, sang calon editor tidak mema- hami fondsi mengedit naskah.

Penyuntingan mekanis (mechanical editing) berfokus pada aspek yang bersifat mekanis, seperti kesalahan tik (salah tik), ke salahan kebahasaan (diksi, ejaan, kata berimbuhan, kalimat, paragraf), kesalahan bagian-bagian teks (judul bab, subjudul, kutipan, dsb.), kesalahan rujukan silang, kesalahan data dan fak- ta umum, dan juga me nyangkut masalah kelegalan serta kepa- tutan. Karena itu, pekerjaan mengedit naskah secara mekanis ini boleh dikatakan rumit.

Penyuntingan mekanis berhubungan de ngan penan daan terhadap bagian-bagian naskah yang perlu dikoreksi, dikurangi, ditambahi, atau diubah. Saya kemudian menyebutkan ada lima keputusan penyun tingan yang dibuat oleh seorang editor.

1. Pemakluman: Editor mempertahankan naskah apa adanya jika tidak ada yang perlu dikoreksi karena tidak semua bagian naskah itu mengandung kelemahan atau kesalahan.

2. Perbaikan: Editor memperbaiki semua bagian naskah yang salah, termasuk tipografi, bahasa, dan konsistensi.

3. Pengurangan: Editor memotong bagian naskah (teks atau materi) yang tidak diperlukan.

4. Penambahan: Editor menambahkan teks atau materi pada bagian naskah yang belum sempurna.

Penyuntingan Mekanis

(21)

9

5. Pengubahan: Editor menulis ulang bagian-bagian naskah yang dianggap fatal atau memang memerlukan penulisan ulang agar lebihmudah dipahami pembaca.

Keputusan penyuntingan nomor 1 dan 2 masuk kategori pe- nyuntingan ringan (light copyediting). Adapun nomor 3 dan 4 sudah masuk pada kategori penyun tingan sedang (middle copy- editing) dan nomor 5 masuk kategori penyuntingan berat (heavy copyediting).

(22)

10

Penyuntingan ringan dapat dilakukan oleh editor pemula atau junior. Penyun tingan sedang dapat dilakukan oleh editor madya atau editor mahir. Adapun penyuntingan berat disarankan hanya dilakukan oleh editor senior—mereka yang berpengalaman atau memiliki rekam jejak lebih dari 15 tahun sebagai editor.

Saya menemukan banyak editor yang tidak cukup memiliki

“amunisi” pengetahuan tentang ilmu penyuntingan dan ilmu penerbitan. Betul, mereka adalah para autodidak. Akan tetapi, mereka sebenarnya belum siap diterjunkan menjadi editor, ke- cuali tentu dipaksakan.

Ada yang beruntung memiliki kecintaan terhadap dunia tu- lis-menulis yang menjadi modal untuk mengembangkan diri- nya. Akan tetapi, ada juga yang menjadi “buntung” karena hanya sekadar mencoba-coba.

(23)

11

Saat ini seorang editor dapat menerima dua bentuk naskah, yai- tu naskah tercetak (hardcopy) dan naskah elektro nik (softcopy).

Tuntutan zaman menyebabkan naskah tercetak semakin jarang diminta oleh penerbit karena dapat menyebabkan sampah ker- tas, selain adanya isu paperless terkait lingkungan.

Namun, bukan berarti tidak ada lagi yang bekerja dengan naskah dalam bentuk tercetak. Penyuntingan naskah tercetak (hardcopy editing) ter kadang dianggap lebih akurat diban- dingkan penyuntingan naskah elektronik (on-screen editing) jika dihubung kan dengan daya tahan mata, apalagi bagi mereka yang sudah melewati usia 40 tahun.

Naskah tercetak sudah jarang diterima penerbit. (Canva Pro)

Dua Bentuk Naskah

(24)

12

Artinya, mengedit naskah dalam durasi yang lama pada layar monitor setidaknya berpengaruh terhadap ketahanan mata editor. Berbeda halnya dengan mengedit langsung pada naskah tercetak yang jelas lebih ramah terhadap mata.

Namun, ada argumentasi bahwa layar monitor saat ini se- makin canggih seperti LCD yang dapat menyesuaikan tampilan monitor dengan cahaya ruangan. Alhasil, layar monitor juga ra- mah bagi mata.

Saya merasa keduanya tidak perlu dipertentangkan. Kedua- nya merupakan opsi yang dapat dipilih seorang editor. Namun, keduanya penting dikuasai oleh seorang editor.

(25)

13

Penyuntingan mekanis pada naskah tercetak kini digam- barkan sebagai penyuntingan tradisional/konvensional.

Namun, penge tahuan dan keterampilan penyuntingan je- nis ini harus dikuasai oleh para editor.

Sebagaimana saya sampaikan pada awal buku ini bah- wa untuk menguji seorang calon editor, saya akan bertanya apa yang mereka ketahui tentang penyun tingan mekanis (mechanical editing). Selanjutnya, saya akan memberikan naskah tercetak dan meminta sang calon editor mengedit dengan menggunakan markah ralat yang standar.

Jika calon editor itu tampak dalam situasi tidak biasa atau bingung mengedit naskah tercetak tersebut, hal itu sudah menjadi sinyal bagi saya bahwa sang editor belum paham ilmu dasar penyuntingan naskah. Jadi, penyuntin- gan pada naskah tercetak saat ini dapat digunakan sebagai instrumen untuk mengetes calon editor.

Penyuntingan mekanis pada naskah tercetak juga ber- guna dalam situasi ketika naskah tidak dapat disajikan se- cara elektronik. Misalnya, ketika Anda diminta mengedit dokumen rahasia yang hanya tersedia dalam bentuk ter- cetak atau Anda tiba-tiba diminta atasan untuk mengedit teks pidato yang hanya tersedia dalam bentuk tercetak.

Demikian pula jika seorang penulis hanya memiliki naskah tercetak untuk diedit maka editor pun harus menggunakan cara-cara tradisional atau konvensional tersebut.

Penyuntingan Tradisional

(26)

14

Dosen saya di Prodi D-3 Editing (Unpad), Ibu Sofia Mansoor —beliau pernah menjadi editor kepala di Penerbit ITB—

menggunakan istilah ‘markah ralat’

untuk menyebut tanda-tanda koreksi (correction mark atau copyediting mark).

Markah ralat ini berlaku secara umum yang digunakan oleh banyak editor

naskah di dunia.

Markah adalah kata lain untuk menyebut tanda. Kita sering mendengar kata ini digunakan dalam konteks lalu lintas. Ya, markah jalan.

Sejak kapan markah ralat ini digunakan? Wikipedia menye- butkan bahwa penggunaan markah ralat dimulai sejak mun- culnya aktivitas penerbitan skala besar. Aktivitas ini dapat di- hubungkan sejak ditemukannya mesin cetak pada pertengahan abad ke-15 oleh Gutenberg (1440).

Tradisi penyuntingan naskah di Eropa di mulai ketika dilaku- kan pengecekan sebelum naskah dicetak secara massal, teruta- ma saat mesin cetak di Eropa mulai memproduksi Alkitab (Bible).

Hasil kerja para penyalin Alkitab kemudian diperiksa kembali oleh monastic copyist (pemeriksa dari ka langan gereja) sehingga ter- dapat perubah an pada kata atau istilah yang dianggap tidak te- pat.

(27)

15

Aktivitas mengoreksi alih-alih menjadi mengedit kemudian dikenal di dalam industri penerbitan secara luas. Seorang editor dari Amerika, Maxwell Perkins, menjadi sangat populer. Ia dikenal se bagai editor penemu talenta para penulis, di antaranya Ernest Hemingway, F. Scott Fitzgerald, Marjorie Kinnan Rawlings, dan Thomas Wolfe.

Anda dapat menonton film biopic tentang Perkins yang ber- judul Genius. Di film itu terlihat bagaimana kebiasaan Perkins mengedit naskah, bahkan dilakukannya dalam perjalanan meng- gunakan kereta api —perjalanan dari kantor ke rumahnya. Max Perkins contoh editor yang sangat genius.

Max Perkins, editor bertangan dingin photographer - Library of Congress Prints and Photographs Division)

Di Indonesia profesi editor mulai ada sejak Belanda memboy- ong mesin-mesin cetak ke Indonesia. Penerbit Belanda berdiri menerbitkan buku-buku pendidikan dan buku-buku religi untuk misi penyebaran agama.

Melalui puisi “Syair Jalan Kreta Api” karya Tan Teng Kie di- ketahui tentang kegiatan editor pada tahun 1890-an. Selanjut- nya, tradisi perbukuan di Indonesia tidak terlepas dari pendirian Balai Pustaka pada tahun 1917. Di Balai Pustaka muncul editor

(28)

16

yang juga seorang sastrawan, seperti Sutan Takdir Alisjahbana dan H.B. Jassin.

Era tahun 1970-an dan 1980-an boleh dikatakan mulai meng- geliatnya industri perbukuan Indonesia meskipun Ikatan Pener- bit Indonesia (Ikapi) telah ada sejak tahun 1950. Beberapa tokoh pegiat perbukuan dan editor kemudian muncul membawa pem- baruan dalam bidang ilmu penerbit an.

Saya dapat sebutkan di sini bebe rapa nama, yaitu Ajip Rosidi, Adjat Sakri, Mien A. Rivai, Hassan Pambudi, Pamu suk Eneste, Gorys Keraf, Frans M. Parera, Slamet Djabarudi, Dadi Pakar, Sofia Mansoor, dan Mula Harahap. Penyebut an nama-nama tersebut berdasarkan keaktifan mereka dalam hal mengajar/me latih dan menulis artikel atau buku tentang penulisan, penerbit an, serta penyuntingan naskah.

Beberapa orang di anta- ra mereka telah tiada, tetapi ilmu yang diwariskannya di dalam buku masih berge- ma, terutama bagi saya yang bertekad menjadi penerus mereka. Untuk itu, saya perlu berusaha menyambungkan ilmu penyunting an naskah agar tidak terputus mata ran- tainya pada generasi editor selanjutnya.

Buku langka karya Prof. Mien A. Rifai (UGM Press)

(29)

17

Teknologi digital memang telah me- ngubah kebiasaan editor mengedit.

(Bambang Trim)

Penyuntingan Modern

Era penyuntingan modern dimulai pada awal tahun 1990-an ke- tika terjadi transformasi dari analog ke digital. Di dalam dunia kepenulisan terjadi transformasi dari mesin tik ke komputer des- top. Pada saat itu mulai lahir istilah penerbitan destop (desktop publishing) ketika perangkat komputer sangat membantu kuali- tas, kecepatan, dan keakuratan kerja penerbitan.

Pada pertengahan tahun 1990-an di Indonesia mulai pop- uler peranti lunak pengatak (desain) halaman seperti Ventura Publisher dan Aldus Pagemaker. Tampilan sebuah buku menjadi le bih menarik dan bervariasi. Saat itu hanya segelintir orang yang dapat mengoperasikan aplikasi pendesain halaman tersebut.

(30)

18

Teknologi digital dengan penemuan laser printer juga menjadi- kan pembuatan cetak coba (proof) lebih cepat dan lebih tajam pada kertas HVS. Proof adalah lembaran halaman buku yang telah didesain, baik teks maupun gambar sudah diatak.

Editor masih harus memeriksa cetak coba atau proof untuk memastikan instruksi koreksi pada naskah sudah dimasukkan oleh pe ngatak halaman (desainer). Selain itu, cetak coba juga di- berikan kepada penulis untuk diperiksa kembali jika kemungkin- an ada bagian yang harus dikoreksi.

Saat mengedit cetak coba tercetak, editor dan penulis ha- rus sama-sama menggunakan markah ralat dengan warna tinta bolpoin yang berbeda. Cetak coba ini nanti kembali diberikan ke-

Selanjutnya, tahun 2000-an hingga kini terjadi lompatan teknologi digital yang menyebabkan proses penyuntingan ber- transformasi juga dari analog ke digital. Banyak editor yang lebih tertarik mengedit langsung di naskah elektronik, baik melalui Word atau langsung mengedit di peranti lunak desain seperti Adobe In-Design. Demikian pula penyuntingan dapat dilakukan pada berkas PDF (portable document format) dengan menggu- nakan peranti lunak seperti Adobe Acrobat.

Editor tinggal memberikan tanda (anotasi) pada berkas elek- tronik serta catatan secara digital. Bahkan, pada peranti lunak Word 365, editor dan penulis dapat terkoneksi secara da ring (online) sehingga penyun tingan terlihat secara langsung (real time). Demikian pula yang sekarang dapat dilakukan pada ber- kas Google Doc.

Cetak Coba

(31)

19

pada pengatak halaman/desainer untuk ditata kembali. Setelah itu, pengatak atau desainer akan membuat dumi sebagai acuan cetak.

Seyogianya sebuah dumi tidak boleh lagi dikoreksi. Namun, kadang kala, baik editor maupun penulis sering memasukkan ko- reksi tambahan di dumi buku.

Di penerbit besar, koreksi cetak coba dikerjakan oleh korektor (proof reader) dengan maksud menemukan berbagai kesalahan mekanis yang terlewat oleh editor. Biasanya editor karena fak- tor kelelahan dan kejenuh an tidak dapat menemukan kesalahan

“tersembunyi” pada cetak coba.

(32)

20

Tak banyak lagi yang tahu bagaimana menggunakan markah ralat dalam penyuntingan naskah (Bambang Trim)

(33)

M

ari kembali pada perihal penyuntingan mekanis bahwa aktivitas yang dilakukan seorang editor naskah adalah menandai bagian-bagian yang memerlukan perbaik- an. Karena itu, editor menggunakan markah ralat. Simbol dan makna pada markah ralat harus disepakati oleh para pemangku kepentingan publikasi (penerbit) agar setiap orang dapat me- mahami maksud dan instruksi pada markah tersebut.

Di dalam beberapa buku tentang penulisan untuk anak-anak terbitan asing (Barat), saya menemukan bahwa penggunaan markah ralat juga sudah dikenalkan sejak di sekolah dasar. Arti- nya, keterampilan menyunting dan menggunakan markah ralat telah diajarkan sejak dini.

Dengan demikian, siswa dan mahasiswa di negara tersebut sudah tidak asing lagi dengan penggunaan markah ralat pada naskah. Jika saya hubungkan dengan kewajiban mahasiswa me- nulis KTI di kampus, seyogianya para dosen mengoreksi KTI ma- hasiswa itu menggunakan markah ralat. Namun, sebagian besar dosen dan mahasiswa sama-sama tidak memahami markah ra- lat standar.

02 Markah Ralat

(34)

22

Penyuntingan dengan markah ralat diperkenalkan pada siswa level B di luar negeri. (Bambang Trim/

Writer’s Notebok By the Editors of TIME For Kids, 2006)

Saat ini jika saya menggunakan markah ralat untuk menyun- ting naskah, penulis yang menerima suntingan umumnya tidak paham maksud markah tersebut. Hal ini juga menimbulkan kes- ulitan tersendiri jika ingin menerapkan penggunaan markah ralat secara umum.

(35)

23

FAKTA SEPUTAR MARKAH RALAT

Markah ralat telah lazim diguna-

kan sebagai simbol yang berlaku secara universal di penerbit dari berbagai negara.

Guru dan dosen di Indonesia sebagian besar tidak mengenal penggunaan markah ralat, apalagi siswa dan

mahasiswa.

Markah ralat terdiri atas simbol di dalam

teks dan simbol di margin yang dibubuhkan dengan

coretan tangan.

Simbol markah ralat yang digu- nakan umumnya sama. Jika pun ada

perbedaan, hanya perbedaan kecil dengan maksud

yang sama.

Penggunaan markah ralat secara mekanis dapat meningkat-

kan intuisi editor ketika membaca sebuah naskah.

(36)

24

Baiklah pembaca yang budiman, saya langsung mengenalkan beberapa markah ralat yang berlaku secara umum di dalam pe- nyuntingan naskah. Maksud saya agar semakin banyak orang yang memahami, terutama para pendidik yang dapat mengajar- kannya kembali. Jadi, tidak harus editor yang memahami sim- bol-simbol ini.

Pertama, hal yang harus Anda pahami bahwa markah ralat di bubuhkan pada teks dengan menggunakan bolpoin atau spidol berwarna cerah (merah atau biru). Ada yang membedakan penggunaan warna menjadi kode warna. Merah digunakan un- tuk koreksi salah tik (typographical error), sedangkan biru digu- nakan untuk koreksi dalam hal penghi langan, penambahan, pe- nyesuaian gaya selingkung, dan pembaruan informasi. Namun, sering editor hanya menggunakan satu warna.

Tentang hal siapa yang melakukan koreksi juga terkadang dibedakan, yaitu antara editor dan penulis. Contohnya, edi- tor menggunakan bolpoin berwarna merah, sedangkan penulis menggunakan bolpoin berwarna biru sehingga instruksi perba- ikan dapat dipahami oleh pengatak halaman/desainer.

Kedua, naskah yang Anda terima kini umum nya ditik atau diset dengan aplikasi Word. Biasa nya jika penulis mengikuti pe- doman dari penerbit, naskah yang ditik sudah mengikuti format yang disarankan, seperti

• ukuran kertas yang digunakan;

• ukuran spasi/jarak antarbaris (biasanya 1,5 atau 2 spasi); dan

• lebar margin kiri-kanan dan atas-bawah.

Menggunakan Markah Ralat

(37)

25

Format yang ditentukan sedemikian rupa akan sangat membantu dalam pembubuhan markah ralat pada teks.

Halaman naskah pada dasarnya dapat dibagi dua dengan membayangkan garis khayal. Garis khayal memandu editor untuk membubuhkan markah ralat pada margin kri atau margin kanan naskah.

(38)

Penyuntingan ini secara manual menggunakan markah ralat.

Berikut penjelasan beberapa markah ralat yang sering digunakan dan contoh penggunaannya.

Memasukkan Perubahan

Masukkan tanda sisip ( ) berikut ke dalam teks apabila ada hal yang ingin dimasukkan. Tuliskan huruf atau kata yang dimasukkan di mar- gin kanan atau margin kiri. Apabila materi yang ingin dimasukkan sangat banyak—berupa kalimat ataupun paragraf—, gunakan secarik kertas (kertas post-it) dengan kode penempatan (misalnya Teks A) dibubuhkan pada kiri atas kertas dan ditempelkan pada halaman nas- kah tersebut.

Contoh:

Memindahkan Teks

Terkadang ada teks yang tidak sesuai dengan urutan sebenarnya ataupun tidak tepat penempatannya. Editor dapat meng instruksikan pemindahan teks dengan tanda sisip dengan melingkari bagian yang ingin dipin dahkan dan diteruskan dengan tanda panah ke tempat pe- mindahan.

Contoh:

Sebuah organisasi harus dibangun dengan 1. visi;

2. nilai-nilai; dan 3. misi.

Tidak selalu ada korlasi antara tingkat pendidikan dan tata krama dalam berinteraksi di media sosial.

(39)

Menakuk Teks

Faktor kesalahan menata teks, menyebabkan hasil tata letak teks ti- dak sesuai dengan yang diharapkan. Dalam hal ini ada teks-teks yang semestinya menjorok ke dalam (bertakuk), tetapi tidak menjorok.

Perhatikan contoh berikut.

Buku yang baik mengandung tiga daya, yaitu

• daya gugah;

• daya ubah; dan

• daya pikat

Jika terjadi kesalahan tata letak, Anda dapat membubuhkan dua garis vertikal di samping kiri teks sebagai perintah untuk merapikan.

Berikan catatan catatan: “luruskan teks”.

Contoh:

Saat mengedit sebaiknya editor dalam keadaan pikiran yang segar dan hati yang senang. Hal ini untuk men- gantisipasi kejenuhan pada saat mengedit.

Menghilangkan Teks

Editor kerap menghilangkan huruf, kata, kalimat, atau bah- kan paragraf dalam suatu teks yang memang tidak dibu- tuhkan. Editor dapat menggunakan tanda seperti ini ( ) untuk meng hi langkan kata dan merapatkannya kembali. Tanda ini disebut close-up.

Contoh:

Pemandangan itu mempesona dirinya sehingga ia enggan beran- jak beberapa saat lamanya.

(40)

Penghilangan huruf dapat juga dengan tanda seperti ini. Pada ba- gian margin di kiri atau kanan diberi tanda ( ) yang artinya dihilang- kan atau delete.

Penghilangan satu kata bisa menggunakan cara seperti ini.

Jangan terlalu sering berprasangkaa.

Dia sangat ketakutan sekali mendengar kabar itu.

Penghilangan satu paragraf dapat dilakukan dengan cara seperti ini dengan dibubuhi tanda delete di margin.

Pendeknya, alih wahana adalah pengubahan suatu ben- tuk karya menjadi karya lain. Hal ini berkonsekuensi pada munculnya hak cipta turunan (subsidiary right) pada suatu karya—tidak terbatas hanya fiksi, tetapi juga nonfiksi. Di dalam UU Hak Cipta Nomor 28/2014 (UUHC), proses ini disebut transformasi ciptaan.

Membalikkan Teks

Ada kata yang hurufnya ditik terbalik ataupun gabungan kata (frasa) yang urutan katanya keliru. Editor harus ekstra berhati-hati, teru- tama pada kata-kata yang karena hurufnya terbalik bermakna lain.

Perhatikan contoh:

kelapa seharusnya kepala

post syndrome power seharusnya post power syndrome lain kali seharusnya kali lain

Jadi, gunakan tanda pembalikan ( ) yang disebut tranpose.

(41)

Memisahkan Teks atau Memberi Spasi

Kata seperti kata depan yang seharusnya dipisahkan dari kata yang sesudahnya dapat dipisahkan dengan tanda spasi ( ). Di margin kiri atau kanan teks dibubuhkan tanda ( # ) yang artinya dipisah.

Contoh:

Presiden sudah tiba dikediamannya.

Ia mencalonkan diri menjadi walikota.

Membatalkan Koreksi

Adakalanya editor berubah pikiran tentang teks yang telah dikorek- si untuk dikembalikan ke bentuk semula atau membatalkan koreksi yang dibuatnya. Tanda yang biasa digunakan untuk instruksi sema- cam ini adalah garis putus-putus di bawah teks yang dikoreksi. Ke- mudian, di margin teks kiri atau kanan diberi tulisan stet (Let is stand) artinya tanda koreksi dibatalkan dan kembalikan ke semula.

Contoh:

#

#

Presiden Donald Trump.

Mengubah ke Huruf Kapital dan Huruf Kecil

Kata yang seharusnya dimulai atau ditulis dengan huruf kapital, tetapi tertulis dalam huruf kecil, dapat diubah dengan mudah. Editor tinggal melingkari huruf yang akan diubah dari huruf kecil ke huruf kapital.

Begitu pula sebaliknya jika hendak diubah dari huruf besar ke hu- ruf kecil. Pada margin diberi tanda ( ) untuk huruf besar dan tanda ( ) untuk huruf kecil.

(42)

Mengubah ke Huruf Miring (Italik)

Kata-kata dalam bahasa asing, bahasa daerah, ataupun bahasa per- cakapan harus dicetak miring di dalam teks. Editor menginstruksikan huruf tegak menjadi huruf miring dengan cara memberi garis bawah pada kata atau kelompok kata yang akan dimiringkan. Pada margin dituliskan kata ‘miring’ atau ‘italik’.

Mengubah ke Huruf Tebal

Jika ada huruf atau kata yang perlu ditandai atau diset cetak tebal, editor dapat menginstruksikan perubahan dari huruf normal ke huruf tebal dengan cara memberikan tanda seperti ini ( ) di bawah hu- ruf atau kata yang akan diubah.

Markah Ralat Lain

Markah ralat lain secara lengkap dapat dilihat di dalam tabel berikut ini. Apabila Anda adalah editor pemula, kopi dan tempatkan tabel tersebut di meja kerja Anda. Namun, untuk selanjutnya diharapkan Anda sudah hafal markah ralat tersebut tanpa perlu melihat tabel lagi. Karena itu, berlatihlah berulang-ulang.

Praktik menggunakan markah ralat dilakukan editor dengan mem- beri markah di dalam teks dan di margin. Di dalam teks adalah tanda bagian yang harus dikoreksi, sedangkan di margin adalah keterangan instruksinya.

(43)

Tanda pada Margin

Instruksi Tanda pada Teks

sisipkan Gunakan tanda sisip untuk menam- bah hurf atau kata.

hapuskan huruf/kata Gunakan tanda hapus untuk meng- hapus huruf atau kata kata.

ganti huruf Ganti hurup.

kata ganti kata Ganti istilah

rapatkan/gabungkan Untuk mereka jangan di pisah.

hapus, lalu rapatkan Hapus huruf dan gabuungkan

beri spasi/pisahkan Kue yang dimeja ditutup saja.

balikkan huruf membeli kepala

balikkan kata standar operasional prosedur

batalkan koreksi Mereka tidak terlibat korupsi.

meragukan Korban COVID-19 di Indonesia lebih banyak berusia >40 tahun.

sambungkan

Pindahkan bagian pada baris yang sama.

TABEL MARKAH RALAT

balikkan

balikkan

stet

(44)

Tanda pada Margin

Instruksi Tanda pada Teks

jadikan paragraf baru (pb)

Pandemi sudah berakhir. Peme- rintah Indonesi memaklumkan pencabutan PSBB.

bukan paragraf baru Pandemi masih menghantui beberapa kota di Indonesia.

Contohnya, Surabaya yang masih mengalami kenaikan jumlah positif COVID-19.

panjangkan singkatan/

akronim Penjelasan instruktur itu kurang dpt.

dipahami.

betulkan pemenggalan Mereka disebutkan siap ca- plok saham perusahaan itu.

set subskrip menjadi H2O

set superskrip

suhunya 30oC

sisipkan koma

Untuk itu diperlukan suatu strategi mengatasi lonjakan permintaan.

sisipkan tanda petik

Siapa yang datang barusan?

panjangkan

(45)

Tanda pada Margin

Instruksi Tanda pada Teks

sisipkan tanda hubung mahasiswa seIndonesia

sisipkan tanda pisah

pukul 12.00-15.00 WIB

set huruf italik perlunya social distancing

set huruf tebal huruf dh pada Ramadhan semesti- nya menjadi d.

set huruf kapital kepada presiden Jokowi

set huruf kecil

Ia ingin menjadi Presiden.

kurangi/samakan spasi

antarkata Efek sungai putih pada kata.

tambahkan spasi antar-

baris Spasi yang terlalu rapat bakal sulit untuk dibaca.

kurangi spasi antarbaris Spasi yang terlalu lebar juga sulit

untuk dibaca.

kurangi italik

tebal

kurangi

(46)

34

Saya belajar dan berlatih menggunakan marka ralat sejak tahun 1991 (Bambang Trim)

(47)

S

aya sangat merasakan efek dari menggunakan markah ralat secara terus-menerus. Intuisi mengedit saya mun- cul dan menguat. Sejak belajar di Prodi D-3 Editing, Un- pad, saya selalu membawa bolpoin merah ke mana pun.

Apa yang saya lakukan mungkin sangat aneh kala itu. Jadi, ketika menemukan poster di jalan yang biasa dipasang di papan pengumuman, saya mengeditnya dengan markah ralat. Apa- bila mendapatkan selebaran informasi atau promosi, saya pun mengeditnya dengan bolpoin yang selalu saya bawa ke mana- mana.

Dosen saya pun mengajarkan demikian dalam mata kuliah Praktik Penyuntingan. Setiap ia menemukan sebarang cetakan, apakah itu surat undangan, selipat (leaflet), atau selebar an, ia tugaskan kami mengeditnya. Kemudian, setelah itu baru diba- has.

03 Intuisi Mengedit

(48)

36

Jika ditanyakan bagaimana saya berlatih menggunakan markah ralat, begitulah seperti yang saya ceritakan bahwa saya ke mana pun, bahkan hingga kini, selalu membawa bolpoin atau spidol merah. Saya akan mulai mengedit ketika menemukan materi tercetak.

Memang saat ini pengeditan dengan markah ralat yang saya lakukan sudah mulai berkurang. Umumnya kini untuk memper- cepat proses, saya menggunakan fitur Review yang terpasang di Word untuk mengedit. Kali lain saya juga menggunakan Adobe Acrobat untuk mengedit berkas dalam format PDF.

Namun, penggunaan markah ralat tetap saya pertahankan untuk mengasah intuisi saya dengan bekerja secara mekanis menggerakkan jari tangan saya. Ada kenikmatan tersendiri apa- bila saya menggunakan jari-jari langsung untuk membubuh- kan coretan. Hal ini mungkin sama dengan para ilustrator yang merasakan sensasi berbeda antara bekerja dengan bantuan komputer atau bekerja secara penuh dengan tangan.

Saat ini banyak sekali dokumen beredar tanpa pengeditan, ti- dak terkecuali dokumen yang dikeluarkan oleh lembaga pemer- intah. Hal ini menunjukkan betapa minimnya pengetahuan dan keterampilan mengedit.

Suatu saat saya mengeposkan sebuah dokumen surat edar- an dari pemerintah. Sebelumnya surat ini sudah ramai diperbin- cangkan dan ada pula versi surat yang diedit. Saya sekadar me- nambahkan hal yang diedit menggunakan markah ralat.

Salah seorang warganet mengomentari status saya de ngan nada agak sinis. Pada ujungnya ia mempertanyakan etika meng-

Cara Saya Berlatih

(49)

37

Dokumen surat edaran yang sempat menghebohkan dan viral di dunia maya (Bambang Trim)

kritik. Mungkin karena dia seorang ASN, lantas merasa tergang- gu dan tersinggung.

Memang ini sebentuk kritik saya terhadap lembaga peme- rintah. Sebagai seorang praktisi dan pernah menjadi akademisi, saya kerap diundang menjadi narasumber atau konsultan untuk materi penyuntingan naskah, baik oleh lembaga pemerintah, lembaga pendidikan, LSM, atau lembaga swasta. Saya terlibat dengan lembaga-lembaga mentereng di negeri ini, seperti Sek- retariat Negara Wapres RI, BPK, KPK, BPKP, BI, OJK, DJPPR Ke- menkeu, Ombudsman, Kejaksaan Agung, Mahkamah Agung, dan banyak lagi.

(50)

38

Tentu dapat diperdebatkan apakah tindakan saya menge- poskan editan penuh coretan itu etis atau tidak. Adapun surat itu sendiri oleh Kepala Staf Kepresidenan, Muldoko, dianggap melanggar etika birokrasi. Saya memang tidak berniat memba- has isi surat tersebut karena hanya ingin menyoroti tata tulis dan tata naskah surat dinas.

Intuisi keeditoran saya bereaksi ketika melihat surat itu, apa- lagi di dunia maya yang luar biasa. Akan tetapi, karena beragam- nya warganet, saya pun kini agak menahan diri untuk mengedit tulisan orang, baik berupa status di media sosial maupun berupa dokumen. Umumnya kita memang tidak suka dikoreksi, apalagi disalahkan.

Saya juga kerap melakukan kesalahan berbahasa, terutama kesa lahan tik di media sosial. Alasan semacam pembelaan diri adalah karena terburu-buru atau menyebut itu tulisan sekali jadi, langsung pos. Memang situasi dan kondisi saat kita menulis sangat berpengaruh. Saya kerap menulis cepat di ponsel sehing- ga kemungkinan salah tiknya besar.

Jika ada yang mengkritik, saya pasang emoji tersenyum atau tertawa saja, lalu mengeditnya. Tidak perlu diperpanjang dan ti- dak perlu merasa geram dikoreksi orang lain. Mungkin orang itu memang sedang berlatih menjadi editor atau memang sedang perlu mencari-cari kesalahan orang.

(51)

39

Apakah sama antara intuisi dan naluri? Mirip, tetapi tidak sama.

Di KBBI intuisi diberi makna “daya atau kemampuan mengetahui atau memahami sesuatu tanpa dipikirkan atau dipelajari; bisikan hati; gerak hati”. Adapun naluri lebih bersifat alamiah tertanam pada diri seseorang —mungkin ada yang tajam dan ada yang ti- dak.

Ada satu kata lagi yang mengandung makna mirip yakni ‘fi- rasat’. Kata ‘firasat’ di KBBI salah satunya bermakna “kecakapan mengetahui (meramalkan) sesuatu dengan melihat keadaan (muka dan se bagainya)”.

Jadi, editor itu sejatinya memiliki intuisi, naluri, atau firasat?

Mungkin ketiga dan mungkin pula salah satunya yang menon- jol. Contoh editor yang punya firasat bagus itu, ya, seperti Max Perkins. Ia mampu melihat potensi seorang penulis dan melejit- kan karyanya.

Kalau saya mengatakan memiliki intuisi mengedit tanpa per- nah mempelajarinya, tentu terlalu berlebihan. Jadi, daya untuk mengetahui ada sesuatu yang keliru secara cepat (tiba-tiba) pada naskah itu muncul karena saya intens belajar dan berlatih sebelumnya.

Sering kali terjadi pada saya yang mungkin tidak dapat saya jelaskan bagaimana boleh seperti itu ketika saya membaca nas- kah pada satu baris, tetapi mata saya justru menangkap kesalah- an pada baris lain. Apa yang terjadi pada diri saya itu mungkin pas disebut tacit knowledge dalam bidang pengeditan —penge- tahuan yang dimiliki seseorang yang terbentuk secara lateral, susah untuk dijelaskan dan diajarkan kepada orang lain.

Menajamkan Intuisi

(52)

40

Saya ceritakan pula di sini bagaimana saya mengingat in- formasi di sebuah buku, lalu menyimpannya. Ajaibnya informa- si itu muncul ketika saya ingin menulis buku atau ketika orang lain mendiskusikan gagasan menulis buku kepada saya. De ngan cepat saya langsung mencari buku itu dan menemukan rujukan di sana.

Terkait kebahasaan, Kunjana Rahardi (penulis buku pe- nyuntingan bahasa), pernah mengungkap istilah intuisi linguis- tik—semacam daya menggunakan bahasa yang baik dan benar, termasuk menemukan kesalahan berbahasa. Daya ini saya kira muncul karena rasa cinta dan hasrat menggebu seseorang un- tuk mengerti dan memahami perso alan kebahasaan.

Begitu pula dengan penyuntingan atau pengeditan yang lebih rumit lagi karena bukan sekadar masalah kebahasaan. Seseorang harus mau dan mampu bergumul dengan teks; “mempersunting dan menikahinya”.

Begitulah sepercik pengetahuan “kurang pintar” yang saya sampaikan melalui buku ini. Terima kasih telah membaca Buku

“Kurang Pintar” ini. Semoga Anda semakin pintar dan bernas.

(53)

Einsohn, Amy. 2000. The Copyeditor’s Handbook: A Guide for Book Publishing and Corporate Communication. California:

University of Califor nia Press.

Pambudi, Hassan. 1996. Pedoman Dasar Penerbitan Buku. Ja- karta: Pusta k a Sinar Harapan.

Smith, Datus C. 1992. Penuntun Penerbitan Buku. edisi revisi. Ja- karta: Pusat Grafika Indonesia.

Trim, Bambang. 2005. Memahami Copyediting: Pengantar dan Aplikasi Praktis Editing Naskah untuk Penerbitan Buku. Ja- karta: Ikapi DKI.

—, Bambang. 2019. Editingpedia: Segala Hal tentang Editing Naskah yang Perlu Anda Ketahui. Bandung: Inkubator Penulis Indonesia.

Daftar Pustaka

(54)

42

(55)

Penulis

Buku “Kurang Pintar”

Bambang Trim adalah praktisi penulisan-penerbitan yang telah berpengalaman lebih dari 25 tahun. Ia dijuluki suhu perbukuan di Indonesia serta menjadi perintis sertifikasi profesi penulis buku dan editor di Indonesia. Bambang Trim pernah berkiprah di be- berapa penerbit buku nasional. Karya yang dihasilkannya lebih dari 200 judul buku sejak tahun 1994 serta ratusan artikel di ber- bagai media massa. Kini ia memimpin beberapa perusahaan di bidang penerbitan dan menjadi konsultan perbukuan di lembaga pemerintah.

Cara menghubungi Bambang Trim bambangtrim72@gmail.com 081211237722

(56)

Gambar

TABEL MARKAH RALAT

Referensi

Dokumen terkait