• Tidak ada hasil yang ditemukan

BIOAKTIVITAS MINYAK ATSIRI RIMPANG LENGKUAS MERAH

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BIOAKTIVITAS MINYAK ATSIRI RIMPANG LENGKUAS MERAH"

Copied!
70
0
0

Teks penuh

(1)

BIOAKTIVITAS MINYAK ATSIRI RIMPANG LENGKUAS MERAH Alpinia purpurata K. SCHUM TERHADAP PERTUMBUHAN BAKTERI

Bacillus cereus DAN Pseudomonas aeruginosa

YULINAR H411 09291

JURUSAN BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR 2013

(2)

i BIOAKTIVITAS MINYAK ATSIRI RIMPANG LENGKUAS MERAH Alpinia purpurata K. SCHUM TERHADAP PERTUMBUHAN BAKTERI

Bacillus cereus DAN Pseudomonas aeruginosa

YULINAR H411 09291

Skripsi ini dibuat untuk Melengkapi Tugas Akhir dan Memenuhi Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sains Pada Jurusan Biologi

JURUSAN BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR 2013

(3)

ii LEMBAR PENGESAHAN

BIOAKTIVITAS MINYAK ATSIRI RIMPANG LENGKUAS MERAH Alpinia purpurata K. SCHUM TERHADAP PERTUMBUHAN BAKTERI

Bacillus cereus DAN Pseudomonas aeruginosa

Disetujui Oleh :

Pembimbing Utama Pembimbing Pertama

Prof. Dr. Hj. Dirayah R. Husain, DEA Drs. Asadi Abdullah, M.Si Nip. 19600525 198601 2 001 Nip. 19620303 198903 1 007

(4)

iii KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT. atas segala rahmat, hidayah dan karuniaNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Bioaktivitas Minyak Atsiri Rimpang Lengkuas Merah Alpinia purpurata K. Schum Terhadap Pertumbuhan Bakteri Bacillus cereus dan Pseudomonas aeruginosa“. Shalawat serta salam senantiasa tercurahkan kepada Nabi besar Muhammad SAW. Yang diutus untuk membawa rahmat bagi seluruh alam. Juga untuk keluarga dan sahabat beliau yang dirahmati oleh Allah SWT.

Penyelesaian skripsi ini tidak terlepas dari bantuan dan peran dari berbagai pihak, baik berupa bantuan moral maupun material. Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada ayahanda (Alm.

Abd. Rajab) dan ibunda (Nurbia) tercinta, kakakku tercinta (Juniarti, A.Md), adikku tersayang (Rahmat Hidayat), serta seluruh keluarga atas segala kasih sayang, do’a, nasehat, dukungan, dan bimbingan yang tak henti-hentinya diberikan kepada penulis.

Rasa terima kasih penulis sampaikan kepada ibu Prof. Dr. Hj. Dirayah R.

Husain, DEA selaku pembimbing utama dan Bapak Drs. Asadi Abdullah, M.Si selaku pembimbing pertama atas segala perhatian, dorongan, arahan dan bimbingan kepada penulis selama pelaksanaan penelitian dan penyusunan skripsi

(5)

iv ini, serta ibu Dra. Eva Johannes, M.Si selaku penasehat akademik yang selalu memberikan arahan dan bimbingan kepada penulis selama masa kuliah hingga penulisan skripsi ini. Selanjutnya, penulis mengucapkan terima kasih kepada:

- Bapak Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Hasanuddin beserta para staf.

- Ketua Jurusan Biologi beserta staf dosen dan pegawai jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Hasanuddin.

- Tim penguji skripsi Dr. Zohrah Hasyim, M.Si, Dr. Elis Tambaru, M.Si, Dr.

Irma Andriani, S.Pi, M.Si, dan Drs. Muh. Ruslan Umar, M.Si yang telah memberikan kritik dan saran kepada penulis dalam menyempurnakan kesalahan-kesalahan dalam penulisan skripsi ini.

- Bapak Markus selaku laboran di Laboratorium Mikrobiologi, Fakultas Kedokteran, Universitas Hasanuddin. Terima kasih atas segala bimbingan dan bantuannya selama pelaksanaan penelitian.

- Ibu Rahmayani beserta keluarga. Terima kasih atas dukungan dan bantuannya selama ini.

- Teman-teman Bi09enesis. Terima kasih atas segala dukungan, bantuan, kerjasama, kebersamaan serta kekeluargaan yang telah tercipta diantara kita.

- Saudara-saudariku Jurusan Biologi dan Keluarga Mahasiswa Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Terima kasih atas doa dan dukungannya selama ini.

- Pihak-pihak lain yang tidak dapat disebutkan satu per satu atas semangat dan dukungannya.

(6)

v Penulis menyadari masih terdapat kekurangan dalam penyusunan skripsi ini, untuk itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan skripsi. Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat dalam rangka pembelajaran bagi penulis pada khususnya dan pembaca pada umumnya.

Makassar, 2013

Penulis

(7)

vi ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bioaktivitas dan efektivitas antibakteri minyak atsiri rimpang lengkuas merah Alpinia purpurata K. Schum dalam menghambat pertumbuhan bakteri Bacillus cereus dan Pseudomonas aeruginosa. Minyak atsiri diperoleh dengan destilasi uap. Pengujian daya hambat dilakukan dengan metode difusi agar dan menggunakan berbagai variasi konsentrasi (10%, 20%, 40% dan 80%) yang dibandingkan dengan ciprofloxacin sebagai kontrol positif dan DMSO (Dimetil Sulfoksida) sebagai kontrol negatif dengan masa inkubasi 2x24 jam. Hasil pengujian menunjukkan bahwa minyak atsiri rimpang lengkuas merah Alpinia purpurata K. Schum efektif dalam menghambat pertumbuhan bakteri Bacillus cereus dan Pseudomonas aeruginosa dengan daya hambatan yang efektif pada konsentrasi 20% yakni 18,5-17,2 mm untuk Bacillus cereus dan 18,7-19,3 mm untuk Pseudomonas aeruginosa.

Kata kunci: Bioaktivitas, rimpang lengkuas merah Alpinia purpurata K. Schum, minyak atsiri, antibakteri.

(8)

vii ABSTRACT

The aims of this research were to determine the bioactivity and effectivity of essential oils antibacterial from rhizome of Alpinia purpurata K. schum, in inhibiting the growth of bacteria Bacillus cereus and Pseudomonas aeruginosa.

Essential oils obtained by steam distillation. The inhibition test did by agar diffusion method and using various concentration (10%, 20%, 40% and 80%) that compared with ciprofloxacin as a positive control and DMSO (dimethyl sulfoxide) as a negative control with incubation period of 2x24 hours. The test result showed that the essential oils from rhizome of Alpinia purpurata K. Schum effective in inhibiting the growth of bacteria Bacillus cereus and Pseudomonas aeruginosa with resistance power effective in concentration of 20% which is 18,5- 17,2 mm for Bacillus cereus and 18,7-19,3 mm to Pseudomonas aeruginosa.

Keywords: Bioactivity, rhizome of Alpinia purpurata K. schum, essential oils, antibacterial.

(9)

viii DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

LEMBAR PENGESAHAN ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

ABSTRAK ... vi

ABSTRACT... ... vii

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

I.1 Latar Belakang ... 1

I.2 Tujuan Penelitian ... 3

I.3 Manfaat Penelitian ... 3

I.4 Waktu dan Tempat Penelitian ... 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 4

II.1 Gambaran Umum Lengkuas Merah Alpinia purpurata K. Schum ... 4

II.1.1 Deskripsi Tanaman ... 4

II.1.2 Klasifikasi ... 6

II.1.3 Nama Daerah dan Nama Asing ... 7

II.1.4 Habitat dan Persebaran ... 8

II.1.5 Kandungan dan Manfaat ... 8

II.2 Ekstraksi ... 10

II.2.1 Defenisi ... 10

II.2.2 Tujuan ... 10

II.2.3 Metode Ekstraksi ... 10

II.2.3.1 Destilasi Uap Air ... 10

II.2.3.2 Maserasi ... 12

(10)

ix

II.2.3.3 Soxhletasi ... 12

II.3 Uji Daya Hambat Antimikroba ... 13

II.3.1 Antimikroba ... 13

II.3.2 Mekanisme Kerja Antimikroba ... 14

II.3.3 Metode Uji Aktivitas Antimikroba ... 17

II.4 Gambaran Umum Bakteri Bacillus cereus... 20

II.4.1 Klasifikasi ... 20

II.4.2 Deskripsi Bacillus cereus ... 21

II.5 Gambaran Umum Bakteri Pseudomonas aeruginosa ... 22

II.5.1 Klasifikasi ... 22

II.5.2 Deskripsi Pseudomonas aeruginosa ... 23

BAB III METODE PENELITIAN ... 25

III.1 Alat ... 25

III.2 Bahan ... 25

III.3 Metode kerja ... 26

III.3.1 Pengambilan Sampel ... 26

III.3.2 Pengolahan Sampel ... 26

III.3.3 Destilasi Bahan ... 26

III.3.4 Variasi Konsentrasi Bahan ... 27

III.3.5 Sterilisasi Alat ... 27

III.3.6 Pembuatan Medium Pertumbuhan Bakteri Uji ... 28

III.3.6.1 Pembuatan Medium NA (Nutrient Agar) ... 28

III.3.6.2 Pembuatan Medium MHA (Muller Hinton Agar)... 28

III.3.7 Penyiapan Bakteri Uji ... 28

III.3.7.1 Peremajaan Bakteri Uji ... 28

III.3.7.2 Pembuatan Suspensi Bakteri Uji ... 29

III.3.8 Penyiapan Larutan Pembanding ... 29

III.3.9 Uji Daya Hambat ... 29

III.3.10 Pengukuran Diameter Daerah Hambatan ... 30

III.3.11 Analisis Data ... 30

(11)

x

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 31

IV.1 Bioaktivitas Minyak Atsiri Rimpang Lengkuas Merah Alpinia purpurata K. Schum Terhadap Bakteri Bacillus cereus dan Pseudomonas aeruginosa ... 32

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 44

V.1 Kesimpulan ... 44

V.2 Saran ... 44

DAFTAR PUSTAKA ... 45

LAMPIRAN ... 49

(12)

xi DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Hasil analisis kimiawi dari berbagai jenis lengkuas ... 9 2. Diameter zona hambat minyak atsiri rimpang lengkuas Merah

Alpinia purpurata K. Schum pada bakteri Bacillus cereus dengan masa

inkubasi 24 jam hingga 48 jam ... 34 3. Diameter zona hambat minyak atsiri rimpang lengkuas Merah

Alpinia purpurata K. Schum pada bakteri Pseudomonas aeruginosa

dengan masa inkubasi 24 jam hingga 48 jam ... 38

(13)

xii DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Habitus Lengkuas merah Alpinia purpurata K. Schum ... 5

2. Rimpang lengkuas merah Alpinia purpurata K. Schum ... 6

3. Alat destilasi ... 11

4. Proses penyaringan simplisia ... 12

5. Alat sokhlet ... 13

6. Penghambatan sintesis dinding sel oleh antimikroba ... 14

7. Mekanisme antibiotik dalam menghambat sintesis protein ... 16

8. Tempat kerja dari masing-masing golongan antibiotik ... 16

9. Teknik dilusi ... 17

10. Difusi dengan Metode Kirby Bauer dan hasil uji daya hambat yang memperlihatkan adanya zona hambatan yang terbentuk ... 18

11. Hasil uji daya hambat dengan metode Pour Plate ... 20

12. Bacillus cereus yang diamati di bawah mikroskop elektron... 22

13. Morfologi Pseudomonas aeruginosa yang diamati di bawah mikroskop elektron dengan pembesaran 14.500 ... 23

14. Rimpang lengkuas merah Alpinia purpurata K. Schum yang telah diolah dan minyak atsiri dalam berbagai variasi konsentrasi ... 31

15. Hasil uji daya hambat minyak atsiri rimpang Lengkuas Merah Alpinia purpurata K. Schum terhadap bakteri Bacillus cereus dengan masa inkubasi 24 dan 48 jam ... 33

16. Histogram perbandingan hasil pengukuran rata-rata diameter hambatan (mm) minyak atsiri rimpang lengkuas merah Alpinia purpurata K. Schum terhadap Bacillus cereus dengan masa inkubasi 24 jam dan 48 jam ... 36

(14)

xiii 17. Hasil uji daya hambat minyak atsiri rimpang Lengkuas Merah Alpinia

purpurata K. Schum terhadap bakteri Pseudomonas aeruginosa dengan masa inkubasi 24 dan 48 jam... 37 18. Histogram perbandingan hasil pengukuran rata-rata diameter

hambatan (mm) minyak atsiri rimpang lengkuas merah Alpinia purpurata K. Schum terhadap Pseudomonas aeruginosa dengan masa inkubasi 24 jam dan 48 jam ... 40

(15)

xiv DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

A. Skema Kerja Penelitian ... 49

B. Skema Penyiapan Bahan Rimpang Lengkuas Merah Alpinia purpurata K. Schum untuk Ekstraksi ... 50

C. Skema Destilasi Rimpang Lengkuas Merah Alpinia purpurata K. Schum ... 51

D. Skema Pembuatan Variasi Konsentrasi ... 52

E. Skema Pembuatan Medium ... 53

F. Skema Pembuatan Suspensi Bakteri Uji ... 54

G. Skema Uji Daya Hambat ... 55

(16)

1 BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Indonesia merupakan negara yang memiliki keanekaragaman hayati yang dapat diolah menjadi berbagai macam obat. Sumber daya alam yang dimiliki telah memberikan manfaat dalam kehidupan sehari-hari disamping sebagai bahan makanan, juga dimanfaatkan sebagai obat-obatan herbal (Parwata dan Dewi, 2008).

Tingkat resistensi mikroorganisme terhadap antibiotik semakin meningkat.

Untuk mengatasi resistesi yang terjadi maka perlu dilakukan penelitian untuk menemukan senyawa-senyawa baru dari hasil metabolisme sekunder tumbuhan (Bhunia dan Amal, 2012). Menurut Kainsa dan Reena (2012), tumbuhan sering dimanfaatkan sebagai obat herbal karena dapat mengurangi efek samping yang ditinggalkan dan mudah didapatkan. Salah satu tanaman yang dapat digunakan sebagai bahan obat-obatan herbal adalah lengkuas merah Alpinia purpurata K.

Schum (Itokawa dan Takeya, 1993).

Bagian tanaman dari lengkuas merah Alpinia purpurata K. Schum yang sering digunakan adalah rimpang. Rimpang lengkuas mengandung minyak atsiri yang terdiri dari metilsinamat, sineol, kamfer, δ-pinen, galangin, dan eugenol.

Rimpang lengkuas juga mengandung kamfor, galangol, seskuiterpen dan kristal kuning (Hembing dan Wijayakusuma, 2001). Selain itu, rimpang lengkuas merah Alpinia purpurata K. Schum mengandung senyawa flavonoid, kaempferol-3-

(17)

2 rutinoside dan kaempferol-3-oliucronide (Victorio et al., 2009). Itokawa dan Takeya (1993) menjelaskan bahwa tanaman lengkuas mengandung golongan senyawa flavonoid, fenol dan terpenoid yang dapat digunakan sebagai bahan dasar obat-obatan modern. Rimpang lengkuas merah Alpinia purpurat K. Schum dapat digunakan untuk mengobati masuk angin, diare, gangguan perut, penyakit kulit, radang telinga, bronkhitis, dan pereda kejang (Soenanto dan Sri, 2009).

Penelitian yang dilakukan oleh Sukandar et al. (2009) membuktikan bahwa pada konsentrasi 20% minyak atsiri dari rimpang lengkuas merah Alpinia purpurat K. Schum dapat menghambat aktivitas bakteri Bacillus cereus dan Pseudomonas aeruginosa dengan diameter zona hambat sebesar 17,6 mm. Dari hasil analisa minyak atsiri rimpang lengkuas merah Alpinia purpurata K. Schum menunjukkan bahwa senyawa yang berperan penting sebagai antibakteri adalah sineol, similiaritas, dan dodekatriena.

Berdasarkan uraian di atas, maka dibutuhkan penelitian lebih lanjut tentang aktivitas antibakteri dari minyak atsiri rimpang lengkuas merah Alpinia purpurata K. Schum. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan untuk menguji kemampuan minyak atsiri dari rimpang lengkuas merah Alpinia purpurata K.

Schum terhadap pertumbuhan bakteri Bacillus cereus penyebab kebusukan makanan dan diare, serta Pseudomonas aeruginosa penyebab infeksi pada luka, meningitis, infeksi saluran kemih, dan penyakit nosokomial.

(18)

3 I.2 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk :

1. Mengetahui bioaktivitas minyak atsiri rimpang lengkuas merah Alpinia purpurata K. Schum dalam menghambat pertumbuhan bakteri Bacillus cereus dan Pseudomonas aeruginosa yang ditunjukkan oleh pembentukan zona bening pada media pertumbuhan bakteri uji yang digunakan.

2. Mengetahui efektivitas antibakteri minyak atsiri rimpang lengkuas merah Alpinia purpurata K. Schum terhadap pertumbuhan bakteri Bacillus cereus dan Pseudomonas aeruginosa.

I.3 Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini yaitu dapat memberikan informasi tentang khasiat lengkuas merah Alpinia purpurata K. Schum dalam menghambat pertumbuhan bakteri patogen Bacillus cereus yang dapat menyebabkan kebusukan makanan dan diare, serta Pseudomonas aeruginosa yang dapat menyebabkan infeksi pada luka, meningitis, infeksi saluran kemih dan penyakit nosokomial.

I.4 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari – April 2013. Pengambilan sampel rimpang Lengkuas merah Alpinia purpurata K. Schum di Desa Tamasaju, Kecamatan Galesong Utara, Kabupaten Takalar, Sulawesi Selatan. Analisis kandungan minyak atsiri rimpang Lengkuas merah Alpinia purpurata K. Schum dilakukan di Balai Besar Laboratorium Kesahatan Makassar. Pengujian terhadap bakteri Bacillus cereus dan Pseudomonas aeruginosa di Laboratorium Mikrobiologi, Fakultas Kedokteran, Universitas Hasanuddin, Makassar.

(19)

4 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Gambaran Umum Lengkuas Merah Alpinia purpurata K. Schum II.1.1 Deskripsi Tanaman

Lengkuas merupakan tanaman menahun, berbatang basah (herbaceus), tinggi sekitar 1 sampai 2 meter, bahkan dapat mencapai 3,5 meter. Biasanya tumbuh dalam rumpun yang rapat. Batangnya tegak, tersusun oleh pelepah- pelepah daun yang bersatu membentuk batang semu, berwarna hijau agak keputih- putihan. Batang muda keluar sebagai tunas dari pangkal batang tua. Daun tunggal, berwarna hijau, bertangkai pendek, tersusun berseling. Bentuk daun lanset memanjang, ujung runcing, pangkal tumpul, dengan tepi daun rata. Pertulangan daun menyirip. Panjang daun sekitar 25 - 50 cm, dan lebarnya 7 – 15 cm (Hembing dan Wijayakusuma, 2001).

Bunga majemuk, berbentuk tandan. Kelopak bunga berbentuk lonceng, warnanya putih kehijauan. Mahkota bunga yang masih kuncup pada bagian ujungnya berwarna putih, sedangkan bagian bawah berwarna hijau. Buah dari tanaman lengkuas seperti buah buni, berbentuk bulat, keras. Sewaktu masih muda berwarna hijau-kuning, setelah tua berubah menjadi hitam kecoklatan dengan diameter lebih kurang 1 cm (Hembing dan Wijayakusuma, 2001). Rimpang lengkuas bentuknya besar dan tebal, berdaging, berbentuk silindris dengan diameter sekitar 2-4 cm, dan bercabang-cabang. Bagian luar berwarna coklat agak kemerahan atau kuning pucat mempunyai sisik-sisik berwarna putih atau

(20)

5 kemerahan, keras mengkilap, sedangkan bagian dalamnya berwarna putih. Daging rimpang yang sudah tua memiliki serat yang kasar. Rasanya tajam pedas, menggigit, dan berbau harum karena kandungan minyak atsirinya (Sukandar et al., 2009).

Menurut Wardana et al., (2002), lengkuas dibedakan menjadi 2 berdasarkan warna rimpangnya yaitu lengkuas berimpang putih dan berimpang merah. Lengkuas berimpang putih mempunyai batang semu setinggi 3 m, diameter batang 2,5 cm, dan diameter rimpang 3 – 4 cm. Sedangkan lengkuas merah Alpinia purpurata K. Schum (Gambar 1) memiliki batang semu berukuran tinggi 1 – 1,5 m, diameter batang 1 cm, dan diameter rimpang 2 cm. Rimpang lengkuas merah Alpinia purpurata K. Schum dapat dilihat pada (Gambar 2).

Lengkuas putih sering dimanfaatkan sebagai penyedap masakan. Sedangkan lengkuas merah lebih sering digunakan sebagai obat herbal (Hembing dan Wijayakusuma, 2001).

Gambar 1. Habitus Lengkuas merah Alpinia purpurata K. Schum (Yulinar, 2012)

(21)

6

Gambar 2. Rimpang lengkuas merah Alpinia purpurata K. Schum (Yulinar, 2012)

II.1.2 Klasifikasi

Menurut Tjitrosoepomo (1994), sistematika lengkuas merah Alpinia purpurata K. Schum adalah sebagai berikut:

Regnum : Plantae

Divisio : Spermatophyta Sub Divisio : Angiospermae Classis : Monocotyledoneae Ordo : Zingiberales Familia : Zingiberaceae Genus : Alpinia

Species : Alpinia purpurata K. Schum

(22)

7 II.1.3 Nama Daerah dan Nama Asing

Menurut Hembing dan Wijayakusuma (2001); Sinaga (2000), nama daerah dan nama asing dari A. Purpurata K. Schum adalah sebagai berikut:

Nama Daerah

Sumatra : langkueueh (Aceh), lengkues (Gayo), kelawas atau halawas (Batak), lakuwe (Nias), lengkuas atau langkuwas (Melayu), langkuweh (minangkabau), lawas (Lampung).

Jawa : laja (Sunda), laos (Jawa).

Kalimantan : langkuwas (Banjar).

Nusa Tenggara : kalawasan, laja, lahwas, isem (Bali), langkuwas (pulau Roti).

Sulawesi : laja, langkuwasa (Makassar), aliku (Bugis), lingkuwas(Manado), lingkuboto (Gorontalo), ringkuwas, lingkoas (Minahasa).

Maluku : lawase, lakwase, kourola (Seram), galiasa (Halmahera, Ternate), laawasi, lawasi, lakuwase (Ambon), languase (Buru), lauwasel (Saparua).

Nama Asing

Grote galanga (Belanda), Galanga de inde (Perancis), Groser galgant (Jerman), Greater galangan, Java galangal, Siamese ginger atau Galangal (Inggris), Khulanyan (Arab), Kong deng (Kamboja), Langkuas atau palia (Filipina), Padagoji (Burma), Kulayan (Urdu India), Lengkuas atau Puar (Malaysia), Padagoji (Burma), Kom deng atau Pras (Kamboja), Kha (Laos, Thailand) dan Hong dou ku (Cina).

(23)

8 II.1.4 Habitat dan Persebaran

Lengkuas diduga berasal dari Cina dan sekarang tersebar luas di berbagai daerah di Asia tropis, antara lain Indonesia, Malaysia, Filipina, Cina bagian selatan, Hongkong, India, Bangladesh, dan Suriname. Di Indonesia, mula-mula banyak ditemukan tumbuh di daerah Jawa tengah, tetapi sekarang sudah di budi- dayakan di berbagai daerah (Sinaga, 2000). Umumnya tanaman ini tumbuh baik di tanah yang subur, gembur, banyak mengandung humus dan tidak tergenang air.

Tumbuh di daerah dataran rendah sampai ketinggian 1.200 meter dpl (dari permukaan laut) (Hembing dan Wijayakusuma, 2001).

II.1.5 Kandungan dan Manfaat

Rimpang lengkuas mengandung karbohidrat, lemak, sedikit protein, mineral (K, P, Na), komponen minyak atsiri, dan berbagai komponen lain yang susunannya belum diketahui. Rimpang lengkuas segar mengandung air sebesar 75

%, dalam bentuk kering mengandung 22.44 % karbohidrat, 3.07 % protein dan sekitar 0.07 % senyawa kamferid (Darwis et al. 1991).

Hasil analisis minyak atsiri rimpang lengkuas merah Alpinia purpurata K.

Schum menunjukkan bahwa senyawa yang berperan penting sebagai antibakteri adalah sineol 12,64%, similiaritas 98% dan dodekatriena 12,86% (Sukandar et al., 2009). Menurut Rosyidah (2009), A. purpurata juga banyak mengandung senyawa metabolit sekunder diantaranya flavonoid, fenilpropanoid, piron, stilben dan diarilheptanoid. Sedangkan menurut Yuharmen et al. (2002), rimpang lengkuas mengandung golongan senyawa flavonoid, fenol, dan terpenoid yang memiliki khasiat sebagai antijamur dan antibakteri. Salah satu sifat biologis utama

(24)

9 flavonoid yaitu sebagai antimikroba dan berperan sebagai senyawa pelindung terhadap penyakit yang disebabkan oleh mikroorganisme seperti jamur bakteri dan virus (Kochuthressia et al. 2010).

Lengkuas yang efektif sebagai antimikroba adalah lengkuas pada umur yang masih muda dibandingkan dengan rimpang lengkuas yang sudah tua. Daya antimikroba yang tinggi pada lengkuas merah Alpinia purpurata K. Schum yang berumur muda dapat disebabkan karena kandungan senyawa bioaktif yang relatif berbeda baik dari segi kuantitas maupun kualitas. Adapun perbedaan komponen yang terdapat pada berbagai jenis lengkuas tersebut dapat dilihat pada Tabel 1.

Sebagai berikut (Robinson, 1995).

Tabel 1. Hasil analisis kimiawi dari berbagai jenis lengkuas (Robinson, 1995)

Kandungan Pada Bahan

Jenis

Lengkuas Merah Lengkuas Putih Berumur Tua

Muda Tua

Kadar air 7,90 6,67 6,52

Kadar abu 11,63 7,74 8,20

Kadar abu yang tidak larut asam 4,15 3,01 4,07

Kadar komponen yang larut air 1,13 0,29 0,58

Kadar komponen yang larut etanol 4,48 2,79 4,50

Kadar minyak atsiri 0,22 0,15 0,13

Kadar pati 35,77 32,45 32,71

Kadar lemak 5,38 3,39 3,22

Kadar protein 7,22 6,10 3,82

Kadar serat kasar 35,20 37,94 36,28

Manfaat lengkuas telah banyak digunakan oleh industri farmasi sebagai bahan pembuatan obat modern. Khasiat lengkuas bisa dibuktikan secara medis melalui tes laboratorium dan tidak mengandung senyawa atau unsur yang berbahaya bagi manusia. Sehingga aman dikonsumsi oleh semua anggota keluarga. Rimpang lengkuas merah biasa digunakan untuk mengobati ejakulasi

(25)

10 dini, keputihan, masuk angin, diare, gangguan perut (kembung, mulas), penyakit kulit (eksim, kurap), radang telinga, bronkhitis, pereda kejang dan dapat digunakan sebagai obat kuat (Hembing dan Wijayakusuma, 2001).

II.2 Ekstraksi II.2.1 Defenisi

Menurut Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan (1986), Ekstraksi berasal dari bahasa latin extraction yang diturunkan dari kata kerja extrahare berarti menarik keluar. Ekstraksi adalah penyarian zat-zat berkhasiat atau zat-zat aktif dari berbagai tanaman obat, hewan atau beberapa jenis ikan dengan menggunakan metode dan pelarut tertentu.

II.2.2 Tujuan

Tujuan ekstraksi adalah untuk menarik semua komponen kimia yang terdapat dalam simplisia. Ekstraksi ini didasarkan pada perpindahan massa komponen zat padat ke dalam pelarut dimana perpindahan mulai terjadi pada

lapisan antar muka, kemudian berdifusi masuk ke dalam pelarut (Handa et al. 2008).

II.2.3 Metode Ekstraksi

Beberapa metode ekstraksi yang umum digunakan dalam memperoleh senyawa dari hasil metabolik sekunder tumbuhan, antara lain (Handa et al. 2008):

II.2.3.1 Destilasi Uap Air

Destilasi uap merupakan ekstraksi zat kandungan menguap dari bahan dengan uap air berdasarkan peristiwa tekanan parsial zat kandungan menguap dengan fase uap air dari ketel secara kontinyu sampai sempurna dan diakhiri

(26)

11 dengan kondensasi fase uap campuran menjadi destilat air bersama kandungan yang memisah sempurna atau sebagian. Proses destilasi dapat dilihat pada (Gambar 3).

Destilasi uap air dipertimbangkan untuk menyaring serbuk simplisia yang mengandung komponen yang mempunyai titik didih tinggi pada tekanan normal.

Pada pemanasan biasanya akan terjadi kerusakan zat aktifnya. Untuk mencegah hal tersebut maka penyaringan dilakukan dengan destiliasi.

Destilasi uap adalah istilah yang secara umum digunakan untuk destilasi campuran air dengan senyawa yang tidak larut dalam air. Cara mengalirkan uap air ke dalam campuran, sehingga bagian yang dapat menguap berubah menjadi uap pada temperatur yang lebih rendah dari pada dengan pemanasan langsung.

Gambar 3. Alat destilasi (Yulinar, 2012)

(27)

12 II.2.3.2 Maserasi

Maserasi merupakan cara penyaringan sederhana yang dilakukan dengan merendam serbuk simplisia dalam cairan penyari selama beberapa hari pada temperatur kamar dan terlindung dari cahaya. Maserasi umumnya digunakan untuk bahan alam yang segar. Dalam proses ini, tanaman yang akan diekstraksi ditempatkan dalam wadah dan dibiarkan pada suhu kamar untuk jangka waktu minimal 3 hari dengan agitasi atau pengadukan sering dilakukan sampai materi larut. Campuran kemudian disaring dan semua cairan digabung kemudian dievaporasi dan diuapkan. Pada (Gambar 4) dapat dilihat proses penyaringan simplisia.

Gambar 4. Proses penyaringan simplisia (Puspita, 2011)

II.2.3.3 Soxhletasi

Soxhletasi merupakan ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru, umumnya dilakukan menggunakan alat khusus sehingga terjadi ekstraksi konstan dengan adanya pendingin balik (kondensor). Ekstraksi dengan cara ini pada

(28)

13 dasarnya adalah penyarian berkesinambungan secara dingin. Alat sokhlet dapat dilihat pada (Gambar 5).

Gambar 5. Alat sokhlet (Lansida, 2012)

II.3 Uji Daya Hambat Antimikroba II.3.1 Antimikroba

Menurut Pelczar dan Chan (1988), antimikroba merupakan suatu senyawa yang dapat mengganggu pertumbuhan dan metabolisme mikroba. Suatu senyawa antimikroba yang ideal harus memiliki toksisitas selektif yang berarti obat berbahaya bagi parasit tetapi tidak membahayakan inang.

Berdasarkan aktivitasnya, antimikroba dibedakan menjadi 2 jenis, yaitu (Ganiswara, 1995):

1. Bakteriostatik

Senyawa antimikroba yang mampu menghambat pertumbuhan bakteri namun, jika pemberian senyawa ini dihentikan atau habis, maka pertumbuhan dan

(29)

14 perbanyakan dari bakteri akan kembali meningkat. Contohnya Penisilin, Aminoglikosid, Sefalosporin, Kotrimoksasol, Isoniasid, dan Vankomisin.

2. Bakteriosida

Senyawa antimikroba yang mampu membunuh dan menghentikan aktivitas fisiologis dari bakteri, meskipun pemberian senyawa tersebut dihentikan.

Contohnya Tetrasiklin, Asam fusidat, Kloramfenikol, Linkomisin, Eritromisin (kadar rendah) dan klindamisin.

II.3.2 Mekanisme Kerja Antimikroba

Mekanisme kerja dari antimikroba, antara lain (Pelczar dan Chan, 1988):

1. Merusak dinding sel

Antimikroba dapat menghambat sintesis atau menghambat aktivitas enzim yang dapat merusak dinding sel mikroorganisme (Gambar 6). Kerusakan dinding sel juga dapat terjadi dengan cara mengubahnya setelah selesai terbentuk. Contohnya penisilin dan sefalosporin.

Gambar 6. Penghambatan sintesis dinding sel oleh antimikroba (Denikrisna, 2012)

(30)

15 2. Merubah permeabilitas sel

Antimikroba bekerja scara langsung pada membran sel. Kerusakan pada membran sel dapat mengakibatkan terhambatnya pertumbuhan sel atau matinya sel. Contohnya polimiksin, nistatin, dan amfoteresin B.

3. Merubah molekul protein dan asam nukleat

Terjadinya perubahan molekul protein seperti denaturasi protein dan asam nukleat dapat merusak sel tanpa dapat diperbaiki kembali. Suhu tinggi dan konsentrasi pekat beberapa zat kimia dapat mengakibatkan koagulasi (denaturasi) ireversibel (tak dapat balik) komponen-komponen selular yang vital ini.

4. Menghambat kerja enzim

Di dalam sel terdapat enzim dan protein yang membantu kelangsungan proses- proses metabolisme. Penghambatan enzim dapat mengakibatkan terganggunya metabolisme atau matinya sel.

5. Menghambat sintesis asam nukleat dan protein

DNA, RNA dan protein memegang peranan penting dalam proses kehidupan normal sel. Hal ini berarti bahwa gangguan apapun yang terjadi pada pembentukan atau pada fungsi zat-zat tersebut dapat mengakibatkan kerusakan total pada sel. Contohnya obat yang menghambat sintesis protein adalah kloramfenikol, tetrasiklin, eritromisin, klindamisin, dan pristinamisin.

Sedangkan Rifamisin, aminoglikosida. Pada (Gambar 7) dapat dilihat penghambatan sintesis protein oleh aminoglikosida. Antibiotik yang

(31)

16 menghambat RNA polimerase, dan yang menghambat topoisomerase adalah kuinolon. Kerja dari masing-masing antibiotik dapat dilihat pada (Gambar 8).

Gambar 7. Mekanisme antibiotik dalam menghambat sintesis protein (http://sectiocadavires.wordpress.com, 2012)

Gambar 8. Tempat kerja dari masing-masing golongan antibiotik (Mahsunah, 2011)

(32)

17 II.3.3 Metode Uji Aktivitas Antimikroba

Penentuan kepekaan bakteri patogen terhadap antimikroba dapat dilakukan dengan dua metode yakni dilusi dan difusi (Brooks et al. 2005).

1. Metode Dilusi

Metode ini menggunakan antimikroba dengan kadar yang menurun secara bertahap, baik dengan media cair atau padat. Kemudian media diinokulasikan bakteri uji dan dieramkan. Teknik dilusi dapat dilihat pada (Gambar 9). Uji kepekaan menggunakan metode dilusi agar memakan waktu dan penggunaannya dibatasi pada keadaan tertentu saja. Sedangkan, uji kepekaan cara dilusi cair dengan menggunakan tabung reaksi, tidak praktis dan jarang dipakai, namun kini ada cara yang lebih sederhana yakni menggunakan microdilution platen(Brooks et al. 2005).

Gambar 9. Teknik dilusi (Hermanto, 2012)

(33)

18 2. Metode Difusi

Media yang dipakai adalah Mueller Hinton. Metode difusi ini ada beberapa cara, yaitu (Zabadi, 2010) :

a. Cara Kirby Bauer

Beberapa koloni kuman dari pertumbuhan 24 jam diambil, disuspensikan ke dalam 0,5 ml BHI cair, diinkubasikan 5-8 jam pada 37°C. Suspensi ditambah akuades steril hingga kekeruhan tertentu sesuai dengan standar konsentrasi bakteri 108 CFU per ml. Kapas lidi steril dicelupkan ke dalam suspensi bakteri lalu ditekan-tekan pada dinding tabung hingga kapasnya tidak terlalu basah, kemudian dioleskan pada permukaan media agar hingga rata. Kemudian kertas samir (disk) yang mengandung antibakteri diletakkan di atasnya, diinkubasi pada 37° selama 18-24 jam. Pada (Gambar 10) dapat dilihat metode kerja kirby bauer dan hasil dari uji daya hambat oleh adanya pembentukan zona hambatan.

(A) (B)

Gambar 10. A: Difusi dengan Metode Kirby Bauer; B: Hasil uji daya hambat yang memperlihatkan adanya zona hambatan yang terbentuk (Eigmon, 2010)

(34)

19 b. Cara Sumuran

Beberapa koloni kuman dari pertumbuhan 24 jam diambil, disuspensikan ke dalam 0,5 ml BHI cair, diinkubasikan 5-8 jam pada suhu 37°C. Suspensi ditambah akuades steril hingga kekeruhan tertentu sesuai dengan standar konsentrasi bakteri 108 CFU per ml. Kapas lidi steril dicelupkan ke dalam suspensi bakteri lalu ditekan-tekan pada dinding tabung hingga kapasnya tidak terlalu basah, kemudian dioleskan pada permukaan media agar hingga rata. Media agar dibuat sumuran dengan garis tengah tertentu, ke dalam sumuran diteteskan larutan antibakteri kemudian diinkubasi pada 37°C selama 18-24 jam. Hasilnya dibaca seperti pada cara Kirby Bauer.

c. Cara Pour Plate

Beberapa koloni kuman dari pertumbuhan 24 jam diambil, disuspensikan ke dalam 0,5 ml BHI cair, diinkubasi 5-8 jam pada suhu 37°C. Suspensi ditambah akuades steril hingga kekeruhan tertentu sesuai dengan standar konsentrasi bakteri 108 CFU per ml. Suspensi bakteri diambil satu mata ose dan dimasukkan ke dalam 4 ml agar base 1,5 % yang mempunyai temperatur 50°C. Setelah suspensi kuman tersebut homogen dituang ke dalam media agar Mueller Hinton, ditunggu sebentar sampai agar tersebut membeku, disk diletakkan di atas media kemudian diinkubasi 15-20 jam dengan temperatur 37°C. Hasil dibaca sesuai dengan standar masing-masing bakteri. Hasil uji daya hambat dengan cara Pour Plate dapat dilihat pada (Gambar 11).

(35)

20 Gambar 11. Hasil uji daya hambat dengan metode Pour Plate (Zabadi, 2010)

II.4 Gambaran Umum Bakteri Bacillus cereus II.4.1 Klasifikasi

Menurut Brooks et al.,(2005), klasifikasi Bacillus cereus adalah sebagai berikut :

Kingdom : Prokaryota Phylum : Firmicutes Classis : Bacilli Ordo : Bacillales Familia : Bacillaceae Genus : Bacillus

Species : Bacillus cereus

(36)

21 II.4.2 Deskripsi Bacillus cereus

Menurut Buchanan dan Gibbons (1974), Bacillus cereus (Gambar 12) termasuk genera Bacillus, organisme bersel tunggal, berbentuk batang, termasuk bakteri gram positif, dapat membentuk spora dan bersifat aerobik. Umumnya mempunyai ukuran lebar 1,0 µm – 1,2 µm dan panjang 3 µm – 5 µm.

Menurut Vlaemynck dan Van Heddeghem (1992), pertumbuhan dan generasi Bacillus cereus dapat dipengaruhi oleh faktor suhu, pH, kandungan oksigen, serta terdapatnya kandungan nitrogen dan karbon. Bacillus cereus dapat tumbuh pada suhu 4 – 50ºC dengan suhu optimum 30-40ºC dan tumbuh pada pH 5,5-8,5 (Purwanti et al. 2009).

Bacillus cereus merupakan bakteri pembentuk spora yang tahan panas, dapat menyebabkan keracunan dan kebusukan pada makanan. Bacillus cereus dapat berbagai bentuk keracunan makanan, seperti makanan yang mengandung daging, nasi, susu, kentang dan sereal (Rahayu, 2000). Penyakit yang disebabkan oleh Bacillus cereus, seperti emetik dan penyakit diare. Penyakit emetik dimediasi oleh racun yang sangat stabil yang bertahan pada suhu tinggi, paparan tripsin, pepsin dan pH ekstrem dengan masa inkubasi berkisar antara 1-5 jam setelah makanan dikonsumsi. Sedangkan penyakit diare dimediasi oleh panas dan asam yang labil dengan masa inkubasi berkisar antara 4-16 jam dan gejala sakit berlangsung selama 12-24 jam (Lancette dan Harmon, 1980).

(37)

22 Gambar 12. Bacillus cereus yang diamati di bawah mikroskop elektron

(http://microbewiki.kenyon.edu/Bacillus_cereus, 2012)

II.5 Gambaran Umum Bakteri Pseudomonas aeruginosa II.5.1 Klasifikasi

Klasifikasi Pseudomonas aeruginosa menurut Brooks et al., (2005) adalah sebagai berikut :

Kingdom : Procaryota Phylum : Proteobacteria

Classis : Gammaproteobacteria Ordo : Pseudomonales Familia : Pseudomonadaceae Genus : Pseudomonas

Species : Pseudomonas aeruginosa

(38)

23 II.5.2 Deskripsi Pseudomonas aeruginosa

Menurut Buchanan dan Gibbons (1974), Pseudomonas aeruginosa (Gambar 13) termasuk genera Pseudomonas, bersel tunggal, berbentuk batang, termasuk bakteri gram negatif, motil dengan flagel berjumlah satu, tidak membentuk spora, aerob dan bersifat saprofit. Diameter sel berukuran 0,5 – 0,7 µm dan panjang 1,5 – 3 µm. Membentuk koloni bulat, halus dengan warna flouresens kehijauan. Juga sering memproduksi pigmen kebiruan dan tidak flouresens yang disebut piosianin yang larut dalam agar lainnya (Brooks et al.

2005).

Gambar 13. Morfologi Pseudomonas aeruginosa yang diamati di bawah mikroskop elektron dengan pembesaran 14.500

(http://id.wikipedia.org/wiki/Biofilm, 2012)

Pseudomonas aeruginosa menghasilkan satu atau lebih pigmen, yang

dihasilkan dari asam amino aromatik seperti tirosin dan fenilalanin. Beberapa pigmen tersebut antara lain: piosianin (pigmen berwarna biru), pioverdin (pigmen berwarna kuning), piorubin (pigmen berwarma merah), dan piomelanin (pigmen berwarna coklat). Piosianin, piorubin, dan piomelanin tidak berfluoresensi serta larut dalam

(39)

24 air. Strain yang tidak menghasilkan piosianin disebut apiosianogenik. Kebanyakan strain membentuk koloni halus bulat dengan warna fluoresensi kehijauan, yang merupakan kombinasi pioverdin dan piosianin. Pseudomonas aeruginosa tumbuh baik pada suhu 37-42º C. Bakteri ini banyak terdapat dalam tanah, air, sampah, udara, termasuk flora normal dalam usus dan kulit. Bakteri ini menyebabkan infeksi pada luka dan luka bakar, menghasilkan nanah warna hijau biru, meningitis, infeksi saluran kemih dan berbagai penyakit sistemik lainnya (Brooks et al. 2005).

Penyakit yang disebabkan karena Pseudomonas aeruginosa dimulai dengan penempelan dan kolonisasi bakteri ini pada jaringan inang. Bakteri ini menggunakan fili untuk menempel pada permukaan inang. Pseudomonas aeruginosa memproduksi sejumlah endotoksin dan produk ekstaseluler yang menunjang invasi local dan penyebaran mikroorganisme. Toksin dan produk ekstraseluler ini mencakup protease ekstraseluler, sitotoksin, hemolisin, dan piosianin (Rahmaningsih et al. 2012).

(40)

25 BAB III

METODE PENELITIAN

III.1 Alat

Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah tabung reaksi, erlenmeyer (Pyrex), cawan petri (Pyrex), corong pisah (Pyrex), gelas ukur 50 ml (Pyrex), gelas kimia (Pyrex), tabung pengenceran, pembakar bunsen, jarum ose, batang pengaduk, corong, sendok tanduk, mikropipet, pinset, spoit, pencadang, timbangan analitik (Mettler AG160), rak tabung, neraca ohaus (Harvard Trip Balance), labu destilasi, otoklaf (Webeco), oven (Heraeus), inkubator (Memmert), laminary air flow, lemari pendingin, Rotavapor, blender, jangka sorong, dan kamera.

III.2 Bahan

Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah rimpang lengkuas merah Alpinia purpurata K. Schum, biakan Bacillus cereus dan Pseudomonas aeruginosa, NaCl fisiologis 0,9%, ciprofloxacin, DMSO (Dimetil sulfoksida), Nutrien Agar (NA) sintetik (Oxoid), Muller Hinton Agar (MHA) sintetik (BD), kloroform, spiritus, alkohol 70%, Na-CMC, aquades steril, kertas label, tissue, kertas saring, kapas, swab steril dan aluminium foil.

(41)

26 III.3 Metode kerja

III.3.1 Pengambilan Sampel

Sampel yang digunakan pada penelitian ini yaitu rimpang lengkuas merah Alpinia purpurata K. Schum segar yang diperoleh di Desa Tamasaju, Kecamatan Galesong Utara, Kabupaten Takalar, Sulawesi Selatan.

III.3.2 Pengolahan Sampel

Rimpang lengkuas merah Alpinia purpurata K. Schum yang masih segar sebanyak 1 kg dikupas kemudian dicuci bersih. Rimpang lengkuas yang telah dibersihkan selanjutnya dipotong kecil-kecil dan diblender.

III.3.3 Destilasi Bahan

Rimpang lengkuas merah Alpinia purpurata yang telah diolah selanjutnya didestilasi menggunakan destilasi uap secara bertahap. Penyulingan atau destilasi uap dilakukan dengan cara rimpang lengkuas merah yang telah diolah dimasukkan ke dalam labu destilasi yang telah dirangkai dengan pendingin (kondensor), kemudian dipanaskan. Temperatur kondensor dijaga tetap dingin agar minyak yang menguap semuanya terembunkan dan tidak lepas ke udara (Parwata dan Dewi, 2008). Distilat yang diperoleh merupakan campuran antara minyak dan air Selanjutnya, distilat ditambahkan pelarut kloroform untuk mengikat minyak atsiri sehingga terbentuk 2 lapisan pada cairan distilat yang kemudian dipisahkan dengan menggunakan corong pisah. Kloroform yang telah berikatan dengan minyak atsiri selanjutnya dievaporasi dengan tujuan untuk menguapkan pelarut kloroform sehingga diperoleh minyak atsiri.

(42)

27 III.3.4 Variasi Konsentrasi Bahan

Minyak atsiri yang diperoleh dibuatkan variasi konsentrasi untuk menentukan efektivitas minyak atsiri dengan menggunakan konsentrasi 10%, 20%, 40%, dan 80% (b/v) dengan stok 2 ml. Minyak atsiri ditambahkan dengan Na-CMC sebanyak 0,5% agar minyak atsiri dapat bercampur dengan DMSO.

Konsentrasi 10% dibuat dengan memasukkan 0,2 ml minyak atsiri ke dalam tabung dan ditambahkan 1,8 ml DMSO. Selanjutnya untuk konsentrasi 20%, sebanyak 0,4 ml minyak atsiri dimasukkan dalam tabung dan ditambahkan 1,6 ml DMSO. Untuk konsentrasi 40%, minyak atsiri dimasukkan ke dalam tabung sebanyak 0,8 ml dan ditambahkan 1,2 ml DMSO. Selanjutnya konsentrasi 80%

dibuat dengan memasukkan 1,6 ml minyak atsiri ke dalam tabung dan ditambahkan 0,4 ml DMSO. Kemudian masing-masing tabung dihomogenkan.

III.3.5 Sterilisasi Alat

Semua alat yang akan digunakan disterilkan terlebih dahulu. Alat-alat gelas disterilkan dalam oven pada suhu 180o C selama 2 jam. Alat-alat non gelas, medium dan alat-alat yang tidak tahan suhu tinggi disterilkan menggunakan otoklaf pada suhu 121º C tekanan 2 atm selama 15 menit, sedangkan ose dan alat- alat logam disterilkan dengan cara pemanasan langsung pada nyala api spirtus hingga memijar.

(43)

28 III.3.6 Pembuatan Medium Pertumbuhan Bakteri Uji

III.3.6.1 Pembuatan Medium NA (Nutrient Agar)

Medium yang digunakan adalah NA (Nutrien Agar) sintetik yang dilarutkan dalam 1000 ml aquades.

Cara membuatnya :

Bahan ditimbang sebanyak 20 gram, kemudian dimasukkan ke dalam erlenmeyer dan dilarutkan dengan aquades sambil dipanaskan. Setelah larut, medium tersebut diukur pH-nya hingga 7, kemudian disterilkan di dalam otoklaf pada suhu 121oC dengan tekanan 2 atm selama 15 menit.

III.3.6.2 Pembuatan Medium MHA (Muller Hinton Agar)

Medium yang digunakan adalah MHA (Muller Hinton Agar) sintetik yang dilarutkan dalam 1000 ml aquades.

Cara membuatnya:

Bahan ditimbang sebanyak 38 gram, kemudian dimasukkan ke dalam erlenmeyer dan dilarutkan dengan aquades sambil dipanaskan. Setelah larut, medium diukur pH-nya hingga 7, kemudian disterilkan di dalam otoklaf pada suhu 121o C dengan tekanan 2 atm selama 15 menit.

III.3.7 Penyiapan Bakteri Uji III.3.7.1 Peremajaan Bakteri Uji

Bakteri Bacillus cereus dan Pseudomonas aeruginosa berasal dari biakan murni yang diperoleh dari Laboratorium Mikrobiologi, Fakultas Kedokteran, Universitas Hasanuddin, masing-masing diambil sebanyak satu ose lalu diinokulasikan dengan cara goresan pada medium NA (Nutrien Agar) cawan petri.

(44)

29 Kemudian diinkubasi pada suhu 37oC selama 24 jam. Bakteri Bacillus cereus dan Pseudomonas aeruginosa yang telah diinokulasikan pada medium NA cawan petri, diinokulasikan kembali dengan cara digores pada medium Nutrien Agar miring dan diinkubasi ke dalam inkubator selama 24 jam pada suhu 37oC.

III.3.7.2 Pembuatan Suspensi Bakteri Uji

Bakteri Bacillus cereus dan Pseudomonas aeruginosa yang telah diinokulasikan pada medium NA (Nutrient Agar) miring, selanjutnya masing- masing diambil 1 ose kemudian disuspensikan ke dalam larutan NaCl fisiologis 0,9% steril. Kemudian diukur serapan suspensi biakan dengan Mc. Farland 0,5 yang setara dengan 1,5 x 108 CFU/ml. Tujuannya untuk mengurangi kepadatan mikroba yang akan diujikan.

III.3.8 Penyiapan Larutan Pembanding

a. Larutan Kontrol Positif menggunakan ciprofloxacin dengan konsentrasi 5 µg.

Sebanyak 0,0005 gr ciprofloxacin dilarutkan dengan 200 ml aquades.

b. Larutan Kontrol Negatif menggunakan 1 ml DMSO (Dimetil sulfoksida).

III.3.9 Uji Daya Hambat

Pengujian dilakukan secara in vitro dengan metode difusi agar yang menggunakan pencadang. 6 buah pencadang steril diletakkan ke dalam cawan petri. Medium Muller Hinton Agar (MHA) steril dipanaskan hingga encer lalu didinginkan hingga suhu 40o C – 45o C. Kemudian dituang sebanyak 20 ml secara aseptis ke dalam cawan petri dan dibiarkan memadat sebagai lapisan dasar “based layer”. Selanjutnya dimasukkan suspensi bakteri uji ke dalam 15 ml medium Muller Hinton Agar (MHA) kemudian dihomogenkan dan dituang di atas lapisan

(45)

30 based layer dan dibiarkan padat sebagai lapisan pembenihan “seed layer”.

Selanjutnya, pencadang dilepas hingga terbentuk sumuran. Masing-masing sumuran diisi dengan 0,25 µl minyak atsiri pada kadar konsentrasi efektivitas. Demikian pula larutan ciprofloxacin sebagai kontrol positif dan DMSO sebagai kontrol negatif dengan menggunakan mikropipet. Selanjutnya diinkubasi pada suhu 37o C selama 24 jam.

III.3.10 Pengukuran Diameter Daerah Hambatan

Daerah hambatan diukur untuk masing-masing konsentrasi minyak atsiri rimpang lengkuas merah Alpinia purpurata K. Schum yaitu pada konsentrasi 10%, 20%, 40%, 80%. Pengukuran dilakukan menggunakan jangka sorong dengan membaca skala utama dan skala nonius pada jangka sorong untuk menentukan besarnya diameter daerah zona hambatan dalam satuan milimeter (mm). Pengukuran dilakukan pada inkubasi selama 24 jam dan 48 jam. Hasil yang diperoleh dicatat untuk proses analisis data.

III.3.11 Analisis Data

Data yang diperoleh dari hasil pengukuran dianalisis dengan cara membandingkan diameter zona hambatan yang terbentuk pada pertumbuhan 24 jam hingga 48 jam untuk semua konsentrasi. Bioaktivitas minyak atsiri rimpang lengkuas merah Alpinia purpurata K. Schum dalam menghambat pertumbuhan bakteri Bacillus cereus dan Pseudomonas aeruginosa diketahui berdasarkan ada tidaknya penambahan zona hambat yang terbentuk dari 24 jam ke 48 jam.

Bioaktivitas tersebut dapat bersifat bakteriostatik atau bakteriosida.

(46)

31 BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada penelitian ini, dilakukan uji bioaktivitas minyak atsiri rimpang Lengkuas Merah Alpinia purpurata K. Schum terhadap bakteri Bacillus cereus dan Pseudomonas aeruginosa. Minyak atsiri yang diperoleh merupakan hasil destilasi uap dari rimpang Alpinia purpurata K. Schum yang telah dihaluskan.

Rimpang lengkuas merah yang telah dihaluskan dan minyak atsiri yang telah dibuat dalam berbagai konsentrasi dapat dilihat pada Gambar 14.

(A) (B)

Gambar 14. Rimpang lengkuas merah Alpinia purpurata K. Schum yang telah diolah (A), minyak atsiri dalam berbagai variasi konsentrasi (B)

Pada proses destilasi diperoleh distilat yang merupakan campuran antara minyak dan air. Proses pemisahan antara minyak atsiri dan air dilakukan dengan penambahan kloroform pada distilat karena kloroform merupakan pelarut nonpolar yang dapat berikatan dengan minyak dan tidak dapat menyatu dengan air. Selanjutnya, larutan kloroform yang telah berikatan dengan minyak dipisahkan dari air dan dievaporasi dengan tujuan untuk menguapkan kloroform

(47)

32 hingga diperoleh minyak atsiri murni yang selanjutnya diujikan dengan menggunakan metode difusi agar.

Bakteri uji yang digunakan pada penelitian ini yaitu Bacillus cereus yang merupakan bakteri gram positif, pembentuk spora yang tahan panas, dapat menyebabkan keracunan dan kebusukan pada makanan (Rahayu, 2000) dan Pseudomonas aeruginosa yang merupakan bakteri gram negatif penyebab infeksi pada luka dan luka bakar, menghasilkan nanah warna hijau biru, meningitis, infeksi saluran kemih dan berbagai penyakit sistemik lainnya (Brooks et al. 2005).

IV.1 Bioaktivitas Minyak Atsiri Rimpang Lengkuas Merah Alpinia purpurata K. Schum Terhadap Bakteri Bacillus cereus dan Pseudomonas aeruginosa

Uji efektivitas minyak atsiri rimpang Lengkuas Merah Alpinia purpurata K.

Schum terhadap bakteri Bacillus cereus dan Pseudomonas aeruginosa dilakukan dengan menggunakan konsentrasi 10%, 20%, 40% dan 80% (b/v) yang dibandingkan dengan ciprofloxacin sebagai kontrol positif (+) dan DMSO (Dimetil Sulfoksida) sebagai kontrol negatif (-). Pengujian dilakukan selama masa inkubasi 2x24 jam. Hasil uji daya hambat minyak atsiri rimpang lengkuas merah Alpinia purpurata K. Schum terhadap bakteri Bacillus cereus menunjukkan adanya zona hambatan yang terbentuk pada semua variasi konsentrasi. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 15.

(48)

33 Ulangan I

0

(Y) (Z) Ulangan II

v

(Y) (Z)

Gambar 15. Hasil uji daya hambat minyak atsiri rimpang Lengkuas Merah Alpinia purpurata K. Schum terhadap bakteri Bacillus cereus dengan masa inkubasi 24 (Y) jam dan 48 jam (Z)

Keterangan :

A. Konsentrasi 10%

B. Konsentrasi 20%

C. Konsentrasi 40%

D. Konsentrasi 80%

E. DMSO (Dimetil Sulfoksida) F. Ciprofloxacin (5 µg)

Diameter pencadang : 8 mm

(49)

34 Pada Gambar 15. ditunjukkan bahwa minyak atsiri rimpang lengkuas merah Alpinia purpurata K. Schum dapat menghambat pertumbuhan bakteri Bacillus cereus dengan konsentrasi 10%, 20%, 40% dan 80% yang ditandai dengan terbentuknya zona hambatan pada sekitar daerah minyak atsiri. Zona hambatan juga terbentuk pada pemberian ciprofloxacin (kontrol positif). Namun, pada pemberian DMSO (kontrol negatif) tidak terlihat adanya pembentukan zona hambatan. Setelah inkubasi 48 jam, terlihat bahwa zona hambatan yang terbentuk semakin mengecil dan terlihat adanya pertumbuhan koloni bakteri disekitar zona hambatan. Hasil pengukuran diameter zona hambat minyak atsiri rimpang lengkuas Merah Alpinia purpurata K. Schum pada bakteri Bacillus cereus setelah inkubasi 24 dan 48 jam dapat dilihat pada Tabel 2. berikut :

Tabel 2. Diameter zona hambat minyak atsiri rimpang lengkuas Merah Alpinia purpurata K. Schum pada bakteri Bacillus cereus dengan masa inkubasi 24 jam hingga 48 jam

Waktu Inkubasi

Diameter Zona Hambatan (mm)

10% 20% 40% 80% K (-) K (+)

24 Jam 17,9 18,5 18,7 18,9 0 27,9

16 17,2 17,5 17,8 0 26,1

48 Jam 15,8 16,7 17,2 17 0 27,4

12,6 13,8 14,1 14,5 0 25,6

Keterangan :

Kontrol (-) : DMSO (Dimetil Sulfoksida) Kontrol (+) : Ciprofloxacin 5 µg

(50)

35 Berdasarkan Tabel 2. dapat dilihat bahwa lengkuas merah Alpinia purpurata K. schum pada konsentrasi 10%, 20%, 40%, dan 80% efektif dalam menghambat pertumbuhan bakteri Bacillus cereus. Hal ini ditunjukkan dari hasil pengukuran diameter zona hambatan yang telah diperoleh dengan masa inkubasi 2x24 jam yang dilakukan dengan 2 kali pengulangan.

Pada pengulangan I, diameter zona hambatan yang terbentuk setelah inkubasi 24 jam yaitu pada konsentrasi 10% sebesar 17,9 mm, untuk konsentrasi 20% yaitu 18,5 mm, konsentrasi 40% yaitu 18,7 mm, dan pada konsentrasi 80%

mampu menghambat dengan diameter zona hambatan 18,9 mm. Untuk ciprofloxacin (kontrol positif) diperoleh diameter zona hambat sebesar 27,9 mm dan untuk DMSO (kontrol negatif) tidak terbentuk zona hambatan. Setelah inkubasi 48 jam, diameter zona hambat pada masing-masing konsentrasi mengalami penurunan. Konsentrasi 10% mengalami penurunan zona hambat menjadi 15,8 mm, konsentrasi 20% menjadi 16,7 mm, konsentrasi 40% menjadi 17,2 mm, dan konsentrasi 80% menjadi 17 mm. Pada kontrol positif (+) juga mengalami penurunan diameter zona hambatan menjadi 27,4 mm.

Pada pengulangan II, diameter zona hambatan yang terbentuk setelah inkubasi 24 jam pada konsentrasi 10% yaitu 16 mm, konsentrasi 20% yaitu 17,2 mm, konsentrasi 40% yaitu 17,5 mm, konsentrasi 80% yaitu 17,8 mm. Diameter zona hambatan yang terbentuk pada kontrol positif (+) yaitu 26,1 mm dan untuk kontrol negatif (-) tidak terbentuk diameter zona hambatan. Setelah inkubasi 48 jam, terjadi penurunan diameter zona hambatan yang signifikan yaitu pada konsentrasi 10% menjadi 12,6 mm, konsentrasi 20% menjadi 13,8 mm,

(51)

36 0

5 10 15 20 25 30

10% 20% 40% 80% K (+) K (-)

Diameter Zona Hambatan (mm)

Konsentrasi Minyak Atsiri (%)

24 Jam 48 Jam

konsentrasi 40% menjadi 14,1 mm, konsentrasi 80% menjadi 17 mm dan kontrol positif (+) mengalami penurunan diameter zona hambatan menjadi 25,6 mm.

Perbedaan zona hambatan pada masing-masing konsentrasi dapat dilihat pada histogram berikut (Gambar 16).

Gambar 16. Histogram perbandingan hasil pengukuran diameter hambatan (mm) minyak atsiri rimpang lengkuas merah Alpinia purpurata K. Schum terhadap Bacillus cereus dengan masa inkubasi 24 jam dan 48 jam

(52)

37 Hasil uji daya hambat minyak atsiri rimpang lengkuas merah Alpinia purpurata K. Schum terhadap bakteri Pseudomonas aeruginosa dapat dilihat pada Gambar 17. sebagai berikut:

Ulangan I

(Y) (Z)

Ulangan II

(Y) (Z)

Gambar 17. Hasil uji daya hambat minyak atsiri rimpang Lengkuas Merah Alpinia purpurata K. Schum terhadap bakteri Pseudomonas aeruginosa dengan masa inkubasi 24 (Y) jam dan 48 jam (Z)

Keterangan :

A. Konsentrasi 10%

B. Konsentrasi 20%

C. Konsentrasi 40%

D. Konsentrasi 80%

E. DMSO (Dimetil Sulfoksida) F. Ciprofloxacin (5 µg)

Diameter pencadang : 8 mm

(53)

38 Pada Gambar 16. ditunjukkan bahwa minyak atsiri rimpang lengkuas merah Alpinia purpurata K. Schum dapat menghambat pertumbuhan bakteri Pseudomonas aeruginosa dengan konsentrasi 10%, 20%, 40% dan 80% yang ditandai dengan adanya pembentukan zona hambatan. Selain itu, pembentukan zona hambatan juga dapat dilihat pada pada pemberian ciprofloxacin (kontrol positif). Namun, pada pemberian DMSO (kontrol negatif) tidak terlihat adanya pembentukan zona hambatan. Pada inkubasi 48 jam, zona hambatan semakin mengecil namun tidak mengalami perbedaan yang signifikan dengan zona hambatan pada inkubasi 24 jam. Hasil pengukuran diameter zona hambat minyak atsiri rimpang lengkuas Merah Alpinia purpurata K. Schum pada bakteri Pseudomonas aeruginosa dengan masa inkubasi 24 jam dan 48 jam dapat dilihat pada Tabel 3. Berikut ini:

Tabel 3. Diameter zona hambat minyak atsiri rimpang lengkuas Merah Alpinia purpurata K. Schum pada bakteri Pseudomonas aeruginosa dengan masa inkubasi 24 jam hingga 48 jam

Waktu Inkubasi

Diameter Zona Hambatan (mm)

10% 20% 40% 80% K (-) K (+)

24 Jam 17,6 18,7 19 19,1 0 25,4

18,6 19,3 19,7 20 0 26,7

48 Jam 17,3 18,5 18,8 19 0 26,2

18,4 19,1 19,5 19,9 0 28,8

Keterangan :

Kontrol (-) : DMSO (Dimetil Sulfoksida) Kontrol (+) : Ciprofloxacin 5 µg

(54)

39 Berdasarkan Tabel 3. dapat dilihat, bahwa lengkuas merah Alpinia purpurata K. schum pada konsentrasi 10%, 20%, 40%, dan 80% efektif dalam menghambat pertumbuhan bakteri Pseudomonas aeruginosa. Pada pengulangan I, diameter zona hambatan yang terbentuk setelah inkubasi 24 jam yaitu pada konsentrasi 10% sebesar 17,6 mm, untuk konsentrasi 20% yaitu 18,7 mm, konsentrasi 40% yaitu 19 mm, dan pada konsentrasi 80% mampu menghambat dengan diameter zona hambatan 19,1 mm. Ciprofloxacin (kontrol positif) diperoleh diameter zona hambat sebesar 25,4 mm dan untuk DMSO (kontrol negatif) tidak terbentuk zona hambatan. Setelah inkubasi 48 jam, diameter zona hambat pada masing-masing konsentrasi mengalami penurunan. Konsentrasi 10%

mengalami penurunan zona hambat menjadi 17,3 mm, konsentrasi 20% menjadi 18,5 mm, konsentrasi 40% menjadi 18,8 mm, dan konsentrasi 80% menjadi 19 mm. Sedangkan, pada kontrol positif (+) mengalami peningkatan diameter zona hambatan menjadi 26,2 mm.

Pada pengulangan II, diameter zona hambatan yang terbentuk setelah inkubasi 24 jam tidak berbeda jauh dari hasil yang diperoleh pada pengulangan I.

Pada konsentrasi 10% diameter zona hambatan yang terbentuk yaitu 18,6 mm, konsentrasi 20% yaitu 19,3 mm, konsentrasi 40% yaitu 19.7 mm, konsentrasi 80%

yaitu 20 mm. Diameter zona hambatan yang terbentuk pada kontrol positif (+) yaitu 26,7 mm dan untuk kontrol negatif (-) tidak terbentuk diameter zona hambatan. Setelah inkubasi 48 jam, terjadi penurunan diameter zona hambatan yang tidak terlalu signifikan yaitu pada konsentrasi 10% menjadi 18,4 mm, konsentrasi 20% menjadi 19,1 mm, konsentrasi 40% menjadi 19,5 mm,

(55)

40 0

5 10 15 20 25 30

10% 20% 40% 80% K (+) K (-)

Diameter Zona Hambatan (mm)

Konsentrasi Minyak Atsiri (%)

24 Jam 48 Jam

konsentrasi 80% menjadi 19,9 mm, sedangkan kontrol positif (+) mengalami peningkatan diameter zona hambatan menjadi 28,8 mm.

Perbandingan zona hambatan minyak atsiri rimpang lengkuas merah Alpinia purpurata K. Schum pada berbagai konsentrasi terhadap Pseudomonas aeruginosa dengan masa inkubasi 24 jam dan 48 jam dapat dilihat pada histogram berikut (Gambar 18).

Gambar 18. Histogram perbandingan hasil pengukuran diameter hambatan (mm) minyak atsiri rimpang lengkuas merah Alpinia purpurata K. Schum terhadap Pseudomonas aeruginosa dengan masa inkubasi 24 jam dan 48 jam

Hasil penelitian yang diperoleh menunjukkan, bahwa minyak atsiri rimpang lengkuas merah Alpinia purpurata K. Schum efektif dalam menghambat pertumbuhan bakteri Bacillus cereus dan Pseudomonas aeruginosa karena diameter zona hambat yang terbentuk masing-masing konsentrasi ˃ 14 mm, seperti yang telah dikemukakan oleh Lay (1994), bahwa senyawa yang sensitif dan efektif untuk dijadikan senyawa antimikroba adalah senyawa yang mampu menunjukkan efektivitas dengan luas diameter hambatan > 14 mm. Hal ini juga

(56)

41 dijelaskan oleh Elgayyar et al., (2001) bahwa ekstrak tumbuh-tumbuhan dapat dikelompokkan berdasarkan diameter penghambatan menjadi tiga kategori yaitu tinggi (> 11 mm), sedang (> 6 mm - < 11 mm) dan rendah (< 6 mm).

Daerah hambatan yang dihasilkan minyak atsiri rimpang lengkuas merah Alpinia purpurata K. Schum disebabkan karena minyak atsiri pada rimpang lengkuas merah Alpinia purpurata K. Schum mengandung senyawa, seperti sineol 12,64%, similiaritas 98% dan dodekatriena 12,86% yang berperan penting sebagai antibakteri (Sukandar et al. 2009). Mulyaningsih (1996) yang menganalisis minyak atsiri lengkuas merah juga menemukan adanya berbagai senyawa yang terkandung di dalamnya, seperti β-pinen, α-terpineol, 4-alifenil asetat, α-famesen, β-famesen, kariofilen, germakren, 3,7,11-termetil-1,6,10-dodekatrien-3ol.

Mekanisme penghambatan pertumbuhan bakteri oleh minyak atsiri disebabkan karena minyak atsiri dapat menyebabkan terjadinya perubahan permeabilitas membran dan mengganggu sistem transpor (Ismaiel dan Pierson, 1990).

Uji efektivitas minyak atsiri rimpang lengkuas merah Alpinia purpurata K.

Schum terhadap bakteri Bacillus cereus dan Pseudomonas aeruginosa dilakukan dengan menggunakan berbagai variasi konsentrasi (10%, 20%, 40%, dan 80%).

Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa terjadi peningkatan diameter zona hambatan seiring dengan peningkatan konsentrasi. Adanya perbedaan diameter zona hambatan pada masing-masing konsentrasi disebabkan karena perbedaan besarnya zat aktif yang terkandung pada konsentrasi tersebut. Semakin besar suatu konsentrasi, semakin besar pula komponen zat aktif yang terkandung di dalamnya sehingga zona hambatan yang terbentuk juga berbeda (Brooks et al. 2005).

Referensi

Dokumen terkait

Hasil reaksi antigen-antibodi dengan menggunakan metode dot blot dengan tujuan untuk mengetahui titer pengenceran dengan reaksi terkuat dapat dilihat pada Gambar 1

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji pertumbuhan populasi Daphnia sp yang dikultur pada media kombinasi kotoran ayam dan puyuh, dengan padat tebar awal berbeda serta

Dari hasil pengamatan dan analisis sidik ragam dapat dilihat bahwa pemberian pupuk organik cair Hormon Tanaman Unggul menunjukkan berpengaruh sangat nyata terhadap jumlah

Sonuç olarak farklılıkla öğrenme yaklaşımı ile uygulanan temel hareket beceri eğitimi uygulamalarının 9 yaş (3. Sınıf) ilkokul öğrencilerinin özellikle dikkat ve

Selain itu, menurut Kitab Suci Kwan Im Tek Too yang disusun oleh Chiang Cuen, Dewi Kwan Im dilahirkan pada zaman Kerajaan Ciu / Cian Kok pada tahun 403-221 SM terkait dengan

Bagi Jemaat yang ingin menjadi orangtua asuh, dapat menghubungi Majelis Jemaat di sektor masing-masing atau Kantor Majelis Jemaat GPIB Jemaat ”Bukit Sion” Balikpapan pada setiap

Karena pendekatan pengembangan lebih dekat dengan dunia nyata dan adanya Karena pendekatan pengembangan lebih dekat dengan dunia nyata dan adanya konsistensi pada

Misal, apabila ECFC telah divalidasi menjadi subtipe yang dapat membentuk pembuluh darah dan tidak bersifat parakrin, maka segala hal yang berkaitan dengan