• Tidak ada hasil yang ditemukan

Keragaman Sapaan Dalam Tuturan Seputar Kegiatan Perdagangan Di Pasar Banjaran, Kabupaten Bandung.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Keragaman Sapaan Dalam Tuturan Seputar Kegiatan Perdagangan Di Pasar Banjaran, Kabupaten Bandung."

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

Ker agaman Sapaan dalam Tut ur an Seputar Kegiatan Per dagangan

di Pasar Banjar an, Kabupat en Bandung

Makalah

Lapor an Peneliti an Lapangan

Ol eh:

Nur ul Hikmayaty Saeful lah, S.S. NIP. 197806072005012001

Jurusan Pr anci s

Fakultas Sastr a

Univer si tas Padjadjar an Bandung

(2)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Tuhan menciptakan manusia dal am berbagai suku dan bangsa. Setiap suku dan bangsa membentuk satu komunitas yang memi liki ciri dan budaya masing-masing. Masyar akat yang mer upakan anggota komunitas tersebut memer lukan bahasa untuk dapat ber komunikasi satu sama l ain. Bahasa ini dapat dijadi kan cir i ter penting dari suatu masyar akat, sebab melalui bahasa, keanggotaan seseor ang di dalam masyar akat dapat diident ifikasi.

Bahasa yang digunakan di dalam suatu masyar akat bahasa adalah sama. Suhar di dan Sembi r ing dalam Kushartanti dkk. (ed.) mencont ohkan bahwa or ang Indonesia dar i Sabang sampai Mer auke, menganggap bahwa ki ta memakai bahasa yang sama, bahasa Indonesia. Dengan sendi ri nya, kita membentuk suatu masyar akat bahasa yang sama, masyar akat bahasa Indonesia (2007:55).

Namun demi kian, suatu masyar akat bahasa yang memili ki bahasa yang sama dapat juga memiliki ber agam bahasa, ter gantung pada pemakai dan pemakaiannya. Menur ut Suhar di dan Sembir ing dalam buku yang sama, keberagaman bahasa ditentukan oleh berbagai aspek luar bahasa, sepert i kelas sosial, jenis kelami n, etnisitas, dan umur. Sebagi an besar aspek ter sebut mer upakan hal-hal yang ber kaitan dengan pemakai bahasa i tu. Adanya perbedaan dial ek dan aksen dalam satu komunitas mer upakan bukti keberagaman itu yang keber adaannya di pengar uhi oleh aspek-aspek sosial (2007:48).

Ber kenaan dengan masalah etni sitas, peneli tian sosiol ingui sti k yang penuli s lakukan beberapa wakt u lalu mencer mati gejala sosial kebahasaan yang ter jadi di Kecamatan Banjar an, Kabupaten Bandung. Banjar an adalah satu wilayah kecamatan di sel atan Kota Bandung yang t er masuk dalam komunitas etnis Sunda.

(3)

pengelompokan ber dasar kan tempat, keadaan materi , pr estise feodalistis, dan pr ofesi mata pencahar ian. Faktor nilai budaya dan sistem kemasyar akatan ini l ebih jauh ber kaitan er at dengan si stem sapaan dal am bahasa Sunda.

Si st em sapaan muncul akibat adanya inter aksi sosial. Sumampouw dalam Purwo (ed.) menegaskan bahwa setiap tindak ujar an yang dihasi lkan dalam per istiwa ujar an yang ter cipta kar ena adanya interaksi sosi al ber semuka, dengan r agam apapun, salah satu segi nya yang penting adalah sistem penyapaan (2000:220). Si stem sapaan dalam inter aksi sosial memil iki sebutan l ai n yai tu t ut ur sapa. Kr idalaksana menjelaskan bahwa sistem tutur sapa yakni “sistem yang memper tautkan seper angkat kata-kata atau ungkapan-ungkapan yang dipakai untuk menyebut dan memanggil par a pelaku dalam suatu per istiwa bahasa” (1982:14).

Kar tomihar jo mengatakan bahwa sapaan mer upakan salah sat u komponen bahasa yang penting kar ena dal am sapaan ter sebut dapat ditentukan suatu inter aksi ter tentu akan berlanjut. Wal aupun sebagian besar pembicar a tidak menyadar i betapa pentingnya penggunaan sapaan, tetapi kar ena secar a nalur iah setiap pembicar a akan berusaha ber komunikasi secar a jelas, maka dalam ber komunikasi, dengan bahasa apapun, sapaan hampir selalu di gunakan (lihat Subi yatningsih 2008:73).

Penggunaan sapaan dalam ber komunikasi tidak hanya dilihat dar i car a penutur memanggi l atau menyapa petuturnya. Hal yang menar i k untuk diteliti adalah bagai mana petutur menggunakan sapaan t er tentu untuk menjawab sapaan penutur . Dalam hal ini r espons petutur juga har us diper hat ikan.

1.2 Rumusan Masalah

Mengi ngat pentingnya si stem sapaan dal am inter aksi, penulis ter tar i k untuk meneli ti sistem sapaan yang digunakan di Kecamatan Banjar an, ter utama di pasar tr adisional, namun penel itian di khususkan pada tutur an seputar kegi atan per dagangan, antar a penjual-pembeli maupun antar a pemilik toko dengan pegaw ainya dan r espons yang diber ikan oleh petutur, baik itu pembeli maupun kar yaw an t oko.

(4)

1. Apa saja sapaan yang di gunakan di dalam tutur an seputar kegi atan per dagangan?

2. Bagaimanakah r agam sapaan yang muncul di dal am r espons petutur? 3. Faktor -fakt or apa saja yang melatarbelakangi penggunaan sapaan ter sebut

di dalam r espons?

1.3 Tujuan Penelitian

Peneliti an mengenai r agam sapaan ini ber tujuan untuk:

1. Mengetahui sapaan apa saja yang digunakan di dalam tutur an seputar kegiatan per dagangan.

2. Menganali si s dan mendeskr ipsikan r agam sapaan yang muncul di dalam r espons petutur.

3. Menganali si s dan mendeskr ipsikan faktor -faktor yang mel atar belakangi penggunaan sapaan tert entu di dalam r espons.

1.4 Manfaat Penelitian

Peneliti an ini merupakan penelitian dalam bidang sosiolinguistik. Penelitian yang dilakukan di pasar tr adisional di Banjar an, Kabupaten Bandung i ni berusaha mengungkapkan sistem sapaan yang digunakan pada tuturan seputar kegi atan per dagangan, antar a penjual-pembeli maupun antar a pemilik toko dengan pegaw ainya dan r espons yang diber ikan oleh petutur, baik itu pembeli maupun pegaw ai toko. Penelitian ini dihar apkan dapat memberi kan sumbangan yang ber manfaat bagi peneliti an selanjutnya yang lebih besar dan r inci , terutama mengenai kaji an sosiolinguistik.

1.5 Metode dan Teknik Penelitian

1.5 .1 Populasi dan Sampel

Populasi peneliti an ini adal ah per tutur an masyar akat Banjaran, khususnya per tutur an seputar kegiatan per dagangan yang ter jadi di pasar tr adi si onal . Sampel diambil dengan kategor i var iabel berupa jenis pekerjaan, jenis kel amin dan usi a.

(5)

keter libatannya dalam per istiwa tutur ter sebut. Jadi, peneliti hanya sebagai pengamat. Teknik ini digunakan dengan dasar pemi kir an bahwa per il aku berbahasa hanya dapat benar-benar di pahami jika per istiwa ber bahasa itu ber langsung dalam situasi yang sebenar nya yang ber ada dalam konteks yang lengkap (2005:219).

1.5 .2 Metode Penelitian

Metode peneli tian yang dilakukan adalah deskr iptif, yakni mencar i cir i-cir i khusus per tutur an seputar kegiatan per dagangan yang terjadi di Pasar Banjar an.

Teknik pengumpulan data, seperti telah dibahas pada bagian sebelumnya, dil akukan dengan cara si mak bebas l ibat cakap, yaitu dengan melakukan per ekaman dan diikut i dengan pencatatan. Data hasil per ekaman dialihtul iskan pada kar tu dan dipilah berdasarkan tujuan penelitian.

1.5 .3 Metode Analisis Data

Anali si s data mer upakan upaya yang dilakukan untuk mengkl asifikasi, mengelompokkan data. Pengklasifikasian dan pengelompokkan data tentu har us didasar kan pada tujuan penelitian (Mahsun 2005:229).

(6)

BAB II

LANDASAN TEORI

Ker agaman bahasa yang mencer minkan ker agaman masyar akat dapat ter l ihat pada salah satu segi bahasa yang dinamakan t ut ur sapa. Semua bahasa mempunyai apa yang disebut sist em t ut ur sapa, yakni si stem yang memper tautkan seper angkat kata-kata atau ungkapan-ungkapan yang di pakai untuk menyebut dan memanggil par a pel aku dalam suatu per isti wa bahasa (Kr idal aksana 1982:14). Dalam penel itian i ni, par a pelaku per istiwa bahasa adal ah pedagang, pembeli, dan per tutur annya.

2.1 Sistem Sapaan

Si st em sapaan yang digunakan di dalam masyar akat ber lainan ter gantung pada budaya l okal . Istilah ini dikenal dengan addr ess t er ms. Beber apa bangsa ada yang menggunakan gelar (t it le – T), nama depan (fir st name – FN), nama belakang atau nama keluar ga (l ast name – LN), nama akr ab (nickname), kombinasi beber apa unsur tadi, atau bahkan tanpa istilah apapun.

Ber bagai ti ngkatan sapaan dal am bahasa Inggr is menurut penelitian Br own dan For d adal ah sebagai ber ikut:

1. TLN/ FN asimetris menggambar kan kekuasaan yang tidak seimbang. 2. TLN simetr is menggambar kan ketidaksei mbangan dan ketidakakr aban. 3. FN simetris menggambar kan per samaan der ajat dan keakr aban.

4. TLN simetr is berubah menjadi FN dimulai oleh or ang yang lebih ber kuasa dalam suatu hubungan.

5. T seper ti sebutan Pr ofesor , Dokter , menggambar kan tingkatan pekerjaan yang meni adakan hubungan pribadi. TLN lebih akr ab dar ipada T.

6. FNLN merupakan per nyataan kekuasaan terhadap l awan bicar a. FNLN mengur angi keakr aban dar i FN.

7. FNdengan diminutif digunakan dalam hubungan yang sangat akr ab. 8. Sebutan sayang (pet name) seper ti Honey digunakan dalam hubungan yang

lebih akr ab lagi.

(7)

di bagi an bawah hir ar ki akan mengur angi per bedaan status dar i or ang yang ber ada di atas, namun sebaliknya or ang yang ber ada di bagian atas hi rar ki akan tetap memper besar per bedaan itu. Setiap anggota kelompok hi rar ki menggunakan istilah sapaan tertentu, misalnya kelompok di bagian bawah hir ar ki l ebih menyukai istilah-istilah yang menunjukkan keakraban, sedangkan kelompok atas memi lih menggunakan istilah-i sti lah for mal .

Dar i hasil-hasil penelitian mengenai istilah sapaan ini, Robinson mengajukan hipotesis bahwa istilah-i st ilah tersebut selalu ber hubungan dengan status sosi al seseor ang, tingkat keakr aban, istilah yang ber ti ngkat, dan str uktur sosi al masyar akat (Wardhaugh 2006:260-83).

Dalam bahasa Indonesi a ter dapat sembilan jenis kata sapaan, yaitu: 1. Kata ganti, seper ti aku, engkau, kamu, ia, kami, kit a, mer eka, beliau, dsb. 2. Nama diri, nama orang yang dipakai untuk semua pel aku.

3. Istilah kekerabatan, seper ti bapak, ibu, saudar a, paman, adik, dsb. Sebagai kata sapaan i stilah keker abatan tidak hanya dipakai ter batas di antar a or ang-or ang ber ker abat, tetapi juga dengan or ang lain.

4. Gelar dan pangkat, seper ti dokt er , sust er , gur u, kol onel, jender al, dll.

5. Bentuk pe + V( er bal) atau k ata pelaku, seper ti pembaca, pendengar ,

penont on, penumpang, dll.

6. Bentuk N(ominal) + ku, seper ti Tuhanku, kekasihku, Mir aku, bangsaku, dsb. 7. Kata-kata deiksis atau penunjuk, yaitu sini, sit u, ini.

8. Nominal ( kata benda atau yang dibendakan) lain, seper ti t uan, nyonya, nona, encik, Yang Mulia, dsb.

9. Ciri zer o atau nol, misal nya or ang yang ber kata: “Mau ke mana?” – kata sapaan ‘saudar a’ itu tidak disebut tetapi dimenger ti or ang. Tiadanya suatu bentuk, tetapi maknanya ada i t u disebut cir i zer o (Kr idal aksana 1982:14-15).

2.2 Batasan Penelitian

(8)

Kata sapaan yang dianalisis adalah kata-kata yang digunakan penutur untuk menyapa petutur. Jenis-jenis kata sapaan yang digunakan mer ujuk pada sembilan kata sapaan dal am bahasa Indonesia menurut Kr idalaksana.

(9)

BAB III

ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

3.1 Deskr ipsi Data

Data penelitian ini berupa per cakapan yang ber langsung di Pasar Banjaran yang didapat dengan teknik perekaman dan pencatatan. Setelah dial iht uliskan, didapat 29 per cakapan. Untuk dapat memenuhi tujuan peneliti an, 29 per cakapan ini dir eduksi dan sehingga per cakapan yang dapat di analisis ber jumlah 14 buah.

3.2 Analisis Data

Keduapuluhenam data per cakapan dikelompokkan ke dalam 4 klasifikasi utama, berdasar kan status penutur-petutur, jenis kelami n dan faktor usia. Klasifikasi ter sebut adalah: 1) penutur per empuan kepada petutur per empuan, 2) penutur per empuan kepada petutur laki -laki, 3) penutur laki-l aki kepada petutur per empuan, dan 4) penutur laki-l aki kepada petutur laki -laki.

Penganalisisan data di lakukan dua tahap, per tama yaitu penganalisisan wujud sapaan yang digunakan oleh penutur -petutur, kedua yai tu penganalisi san sapaan dalam r espons petutur dengan memper hatikan faktor-faktor yang melatar belakanginya. Istilah penutur diter apkan pada or ang yang per tama kali mengajak ber bicar a pada rekaman per cakapan, sedangkan petutur adalah or ang yang diajak bicar a ol eh penutur.

3.2 .1 Penutur Perempuan k epada Petutur Per empuan

Di dalam klasifikasi ini peneliti menemukan 7 data dengan r inci an 6 per cakapan antar a pedagang-pembeli dan 1 per cakapan antara pemil ik toko dan pegaw ainya. Penel iti hanya akan membahas dua percakapan yang dianggap mewakil i.

Data 1

Lokasi : di sebuah toko pakaian Penutur : pembel i, seor ang ibu muda Petutur : pedagang baju ser agam

(10)

Pembeli : Bu, gaduh ser agam SMP?

Pedagang : Aya Neng, kanggo i str i atanapi pameget murangkalihna? Pembeli : Ser agam istr i.

Pedagang : Ieu, Neng, aya, ukur an naon nganggona? Pembeli : Duka atuh nya, da putr a abi mah alit. Pedagang : Panginten anu S oge cekap.

Pembeli : Sabar aha pangaosna?

Pedagang : Nawi skeun mah opat puluh wae, Neng.

Pada data 1, kata sapaan yang di gunakan adal ah jeni s kata sapaan dengan istilah keker abatan, yaitu Bu (Ibu) dan panggi lan untuk per empuan yang dianggap masih muda (usia r emaja) dalam bahasa Sunda, Neng.

Pemilihan penggunaan sapaan Bu ol eh penutur bukan ber ar ti bahwa

Lima per cakapan l ain yang ter masuk ke dalam klasifi kasi ini menggunakan sapaan dengan istilah yang sama yaitu, Ibu dan Neng.

Untuk menganalisis sapaan dalam r espons petutur, dalam hal ini pedagang, diperl ukan latar belakang pengetahuan yang umum. Pedagang menggunakan sapaan Neng dengan pandangan bahwa pembeli berusia lebih muda darinya. Penggunaan istilah ini ber ulang-ulang di dalam r espons pedagang. Hal i ni menunjukkan bahwa r espons ter sebut ditujukan secar a khusus kepada si pembeli, kar ena kemungkinan tokonya sedang dalam keadaan r amai dan banyak pengunjung.

Data 2

Lokasi : di sebuah toko pakaian

Penutur : pemil ik toko, suku Padang, ber usia sekitar 35 tahun Petutur : pegawai toko, suku Sunda, berusia sekitar 20 tahun

Si tuasi Tutur : Pemil ik toko meminta kepada pegaw ainya untuk mengambil ser agam sekolah yang dihar apkan oleh pembeli. Saat itu ada ti ga calon pembeli yang sedang melihat-lihat bar ang yang ada di toko ter sebut.

Pemil ik : Ai, Ai, nyandak eta, ieu, anu nganggo ieu…, anu ieu…

Pegawai : Anu mana, Uni? Anu ieu? (mencar i di tumpukan pakaian) Uni… teu aya… Teu aya di dalam!

(11)

Pegawai : Teu aya oge…

Pemil ik : Kamar i kan geus datang bar angna, naha euweuh? Pegawai : Sigana mah dicandak ka Bandung, Ni.

Data 2 menunjukkan var iasi sapaan yang berbeda dar i data sebelumnya. Penutur, dalam hal ini pemilik toko, memanggi l pegawainya dengan sapaan Ai. Ai pada awal nya mengacu pada kata r ayi yang ar tinya adik. Namun ki ni Ai seri ngkali digunakan sebagai nama khas per empuan Sunda. Ada dua kemungkinan dalam sapaan Ai dalam per cakapan ini, per tama bahwa pegawai toko ter sebut ber nama Ai, kedua bahwa pemil ik toko menganggap si pegawai seper ti adiknya sendir i sehingga disapa Ai. Dengan demikian, peneli ti dapat menggolongkan sapaan ter sebut ke dalam poin 2 dar i jenis sapaan menur ut Kr idalaksana, yaitu nama dir i, at au ke dalam poin 3, yai tu istilah keker abatan.

Di lain pihak, pegawai toko memanggil pemili k toko dengan sapaan Uni. Sapaan Uni adalah sapaan khas suku Padang yang ar t inya adalah ‘kakak per empuan’. Seper ti hal nya sapaan Mbak dalam bahasa Jawa, sapaan Uni pada awalnya khusus digunakan di dal am keluar ga untuk or ang-or ang yang ber kerabat. Kini, sapaan Uni lebih bebas digunakan untuk menyapa per empuan yang berdarah Padang, meskipun tidak memil iki hubungan keker abatan.

Anali si s r espons petutur pada per cakapan ini dil akukan dengan memper hatikan faktor usia dan st atus penutur -petutur. Pegawai toko yang ber suku Sunda memanggil pemi lik toko yang ber suku Padang dengan sapaan Uni. Uni atau kakak perempuan digunakan oleh petutur (pegawai t oko) dengan alasan bahwa pemilik toko ber usia l ebih tua dar inya dan stat usnya sebagai pemi lik toko har us mendapat penghormatan. Jadi, sapaan Uni yang sehar usnya mer upakan istilah keker abatan bergeser fungsinya.

3.2 .2 Penutur Perempuan k epada Petutur Laki-lak i

Data per cakapan yang didapat dengan kr iter ia ini ber jumlah 2 buah.

Data 3

Lokasi : di sebuah l apak buah-buahan Penutur : pembel i

Petutur : pedagang buah

(12)

Pembeli : Sabar aha sadayana teh? digunakan oleh masyar akat Sunda untuk memanggi l par a pedagang bar ang maupun jasa. Pada per cakapan ini, penutur menyebut Mang dengan maksud memanggil pedagang buah sebagaimana biasa pedagang lainnya disapa oleh masyar akat Sunda.

Petutur menyapa penutur dengan sapaan Teh (Teteh). Sapaan ini pun ter masuk ke dalam istilah keker abatan dalam bahasa Sunda. Sapaan Tet eh digunakan untuk memanggil kakak per empuan. Tet eh dalam masyar akat Sunda mengalami per luasan makna sehingga kini digunakan bukan hanya untuk menyapa kakak perempuan, tetapi juga untuk menyapa per empuan pada umumnya yang ber usia dewasa (sekitar 20-30 tahun).

Respons pedagang buah sebagai petutur dal am percakapan di atas menyapa penutur dengan sapaan Tet eh mungkin di sebabkan penampilan penutur sebagai pembeli buah tampak seper ti per empuan dewasa, dalam hal i ni tidak tampak seper ti ibu-ibu pada umumnya. Faktor usia ber per an di si ni. Oleh sebab itu petutur ti dak menyebut dengan sapaan Ibu at aupun Neng.

Data 4

Lokasi : di sebuah l apak buah-buahan Penutur : pembel i

Petutur : pedagang buah

Si tuasi tutur : Seor ang per empuan hendak membeli r ambutan. Setelah di ci ci pi buah r ambutan itu r asanya masam sehingga ia ti dak jadi membeli.

Pembeli : Sabar aha r ambutan?

Pedagang : Sapuluh r ebu tilu iket, Neng. sok cobian ar amis geur a, Neng. Pembeli : (mencicipi r ambutan) Haseum ah r ambutanna ge…

Pedagang : Ah pir aku, Neng, sakitu amis? Bade sabar aha kilo, Neng? Pembeli : Moal ah, sugan teh ami s.

(13)

Pada per cakapan di atas, penutur (pembeli) t idak menyebut sapaan untuk petutur , ini mer upakan ci ri zer o atau nol . Meskipun tidak digunakan kata sapaan apapun, namun petutur (pedagang) menger ti bahwa tuturan petutur ditujukan kepadanya, ter utama dengan tutur an-tutur an seper ti “Sabar aha r ambut an?”, “Moal ah…”, dan seter usnya.

Petutur, yaitu pedagang buah, menggunakan sapaan Neng untuk memanggil pembelinya. Seper ti telah di jelaskan pada anali si s data 1, sapaan Neng di gunakan untuk memanggil per empuan yang r elatif masih muda, di batas usi a r emaja.

Respons pet utur dengan memanggi l penutur dengan sapaan Neng memper lihatkan bahwa faktor usia si pembeli yang berper an dal am per i sti wa tutur ini. Petutur menganggap penutur lebih muda darinya dar i segi usia dan penampil an.

3.2 .3 Penutur Laki-laki kepada Petutur Perempuan

Peneliti menemukan 3 data per cakapan yang r elevan dengan klasifi kasi i ni.

Data 5

Lokasi : di depan pasar Penutur : pedagang asongan Petutur : pedagang jamu gendong

Si tuasi tutur : Di depan pasar ber kumpul empat or ang pedagang asongan yang sedang ber istir ahat. Di depan mer eka lewat seor ang pedagang jamu gendong.

(14)

oleh penutur menggambar kan bahwa petutur dianggap lebih tua oleh penutur dan patut dihor mati . Hal ini juga ditunjukkan dengan penyebutan nama atau nomina Asep oleh penutur yang mengacu pada dir inya sendir i. Meski pun penutur menggunakan sapaan Ceu kepada petutur , di dalam per cakapan tampak bahwa pembicar aan ter jadi antar a dua or ang yang sudah sal ing mengenal sebelumnya. Hal ini terbukti dengan tuturan ”Naksir anakna we, Ceu” yang di ujar kan oleh penutur, yang menj elaskan bahwa penutur mengetahui bahwa petutur memliki seor ang anak per empuan. Selain itu, tuturan ”Bi asa we, ngur il ing” yang diujar kan oleh petutur menjelaskan bahwa antar a penutur dan petutur sudah sali ng mengenal kebiasaan petutur yai tu ber kelil ing menjajakan jamunya.

Sapaan Siah yang digunakan oleh petutur untuk menyapa penutur mer upakan kata ganti (pr onomi na) yang setar a dengan kamu dalam bahasa Indonesia. Sapaan Siah ini ter masuk ke dal am r egi ster fami liar bahkan cender ung kasar .

Respons pet utur yang menggunakan sapaan Siah mencer minkan tingkat keakr aban antar a penutur -petutur. Ini juga menunjukkan bahwa penutur (pedagang asongan) ber usia lebi h muda dar ipada petutur.

Data 6

Lokasi : di sebuah war ung kaki li ma Penutur : pembel i, suku Jawa

Petutur : pedagang gor engan

Si tuasi t utur : Ibu-ibu penjual gor engan sedang menggor eng dagangannya. Beberapa or ang ter lihat menikmati gor engan yang ada di sana. Di meja ter dapat ber bagai gor engan, seper ti pi sang gor eng, bal a-bal a, tahu isi, ci r eng, comr o. Seor ang pembel i yang sejak tadi

memer hati kan ibu yang menggor eng ber tanya.

Pembeli : Yang ini apa namanya, Bu? Penjual : Comr o, Jang!

Pembeli : Comr o ini dibuat dar i apa ya?

Penjual : Sampeu, itu lho ubi pohon, t er us di dalamnya aya oncom geus dibumbuan pedes.

Pembeli : Lha, gimana masukkan oncomnya?

(15)

Per cakapan ini memunculkan dua sapaan yang ber beda jenisnya: Bu (Ibu) ter masuk ke dalam jenis sapaan i sti lah keker abat an, sedangkan Jang (Ujang) ter masuk jenis nominal yang biasanya di gunakan untuk menyebut laki-laki muda usia r emaja.

Respons petutur di sini sangat menar ik untuk dianalisis. Faktor usia jelas sekal i per anannya. Petutur (pedagang gor engan) menganggap penutur (pembeli) masih tergolong usia r emaja, hal ini mungkin saja benar . Namun, hal yang menar ik adalah ketika respons ini dihubungkan dengan latar etns penutur yang kebetulan ber dar ah Jawa. Sapaan Jang tentu saja tidak tepat, kar ena pada umumnya panggilan untuk or ang yang ber asal dar i suku Jawa adalah Mas.

3.2 .4 Penutur Laki-laki kepada Petutur Laki-laki

Peneliti menemukan tiga data per cakapan yang termasuk ke dalam klasifi kasi ini. Namun, peneliti akan membahas dua per cakapan kar ena per cakapan ketiga ter wakili di dalam sal ah satu anal isis.

Data 7

Lokasi : di sebuah kios HP Penutur : pembel i, anak muda Petutur : pedagang

Si tuasi tutur : Seor ang calon pembel i menanyakan harga HP.

Pembeli : Kang, aya HP nu kir a pas keur kur ing, nu saper ti dianggo ku Neng

Pembeli : Nu pangmahalna, Kang, nu saratus r ebu, pir aku juragan pulsana ngan saeutik. Nuhun, Kang.

(16)

Sunda ber ar ti kakak laki . Kini sapaan ini juga digunakan untuk memanggil laki-laki yang lebih tua meskipun t idak ber ker abat.

Sapaan Jang (Ujang) seper ti telah dibahas sebelumnya adalah sapaan untuk laki-l aki yang ber usia r emaja. Sapaan ini termasuk nominal.

Respons yang di ber ikan petutur dengan menggunakan sapaan Jang dapat dikatakan tepat, artinya bahwa ketika penutur menyapa petutur dengan Kang maka sapaan tersebut seder ajat dengan Jang.

Data 8

Lokasi : di sebuah war ung Penutur : pembel i, r emaja Petutur : pedagang

Si tuasi tutur : Seor ang anak r emaja sedang membeli obat ‘tolak angin’ dan beber apa makanan keci l.

Pembeli : A, tolak angin aya? Pedagang : Aya.

Pembeli : Sasoek, A!

Pedagang : Naon, sasoek? Sasaset (sachet) meureun? Pembeli : Nya, sasaset. Sabar aha?

Pedagang : Sar ebu. ketika hendak memanggi l kakak laki -laki. Namun, seper ti halnya beber apa sapaan lain dalam bahasa Sunda, sapaan Aa pun mengalami per luasan sehingga di gunakan untuk memanggil laki-l aki yang lebih tua secar a umum.

Petutur, dal am hal ini pedagang, tidak menggunakan sapaan untuk memanggil penutur (pembeli). Hal i ni ber ar ti sapaan yang di gunakan adalah cir i zer o atau nol. Meski pun petutur tidak menggunakan sapaan, namun mudah dipahami bahwa tuturannya ditujukan kepada penutur.

(17)

penutur dan petutur dapat ber langsung dengan baik meskipun tanpa kata sapaan ter tentu.

3.3 Pembahasan Hasil Analisis

Kata sapaan adal ah kata yang muncul dalam per tutur an untuk memanggil or ang yang diajak bicar a. Di dalam tutur sapa, bi asanya kata sapaan memili ki per anan yang penting, ter utama agar tuturan yang ingin di sampaikan tepat diter ima oleh orang yang diajak bicar a.

Setelah menganalisi s per cakapan yang terw akili oleh 8 data, peneliti mendapati bahwa kata sapaan yang digunakan dalam tutur an seputar kegi atan per dagangan di Pasar Banjar an didominasi oleh istilah keker abatan, seper ti Ibu, Uni, Tet eh, Emang, Euceu, Akang, Aa. Selain itu adapula kata sapaan yang ter golong pr onomi na, seper ti Siah, kata sapaan nominal, seper ti Neng, Uj ang, dan cir i zer o.

Dari daftar kata sapaan yang muncul ter sebut, dapat kita ber i cir i bahwa kata sapaan yang digunakan seluruhnya adalah kata sapaan dalam bahasa Sunda, kecuali Ibu yang ber si fat netr al. Hal ini membuktikan bahwa bahasa Sunda di Kecamatan Banjar an masih mer upakan bahasa per gaulan yang pert ama.

Kata-kata sapaan ter sebut mer upakan bukti yang menunjang teor i Kr idalaksana mengenai jenis kata sapaan dal am bahasa Indonesia (dalam hal ini disesuaikan dengan bahasa Sunda).

(18)

BAB IV

SI MPULAN

Peneliti an mengenai sapaan dalam tutur an seputar kegiatan per dagangan yang dilakukan di Pasar Banjar an, Kabupaten Bandung menghasilkan beberapa cir i penting yang dapat disimpulkan sebagai ber ikut :

1. Kata sapaan yang digunakan sebagian besar mer upakan isti lah keker abatan dalam masyar akat Sunda, mi salnya I bu, Tet eh, Emang, Euceu, Akang, Aa. Ada juga penggunaan sapaan dalam bahasa Padang, Uni. Di dalam beber apa tutur an muncul kata sapaan yang ter golong pr onomi na, seper ti Siah, ser ta kata sapaan nominal, seper ti Neng, Ujang, dan cir i zer o.

2. Ragam sapaan yang muncul di dalam r espons petutur kebanyakan ber si fat asimetr is, meskipun antar a penutur-petutur sama-sama menggunakan isitilah kekerabatan. Contohnya penggunaan sapaan Ibu-Neng, Tet eh- Emang, Euceu-Siah, Ibu- Ujang. Selain itu ada pula respons yang simetr is misalnya pada antar a sapaan Ai-Uni, meskipun sapaan Uni ini berasal dari suku Padang.

(19)

DAFTAR PUSTAKA

Djajasudar ma, F. 2006. Met ode Linguistik. Bandung: PT. Refika Aditama.

Kr idalaksana, H. 1982. Fungsi Bahasa dan Sikap Bahasa. Jakar ta: Pener bi t Nusa Indah.

Mahsun, M.S. 2005. Met ode Penelit ian Bahasa. Jakar ta: PT Rajagr afi ndo Persada. Subiyatni ngsih. 2008. “Kaidah Sapaan Bahasa Madur a” dalam Ident it as Madur a

dalam Bahasa dan Sastr a. Sidoar jo: Bal ai Bahasa Sur abaya.

Suhar di, B. dan Sembiring, B.C. 2007. “Aspek Sosial Bahasa” dalam Pesona Bahasa. Jakar ta: PT. Gr amedia Pustaka Utama.

Sumampouw, E. 2000. “Pola Penyapaan Bahasa Indonesi a dal am Inter aksi Ver bal dengan Latar Multil ingual” dalam Kaj ian Ser ba Lingui stik unt uk Ant on

Moeliono. Jakar ta: Pereksa Bahasa.

Referensi

Dokumen terkait

Faktor yang paling dominan dengan perubahan penggunaan lahan yaitu, tingkat pertambahan jumlah fasilitas sosial ekonomi (r = 0,56), sedangkan dua faktor yang lain

Dalam penelitian ini fokus masalah adalah resiliensi Imelda Fransisca ditinjau dari aspek-aspek resilien yang dikemukakan oleh Reivich & Shatte yakni pengendalian

Berdasarkan latar belakang diatas, rencana penelitian ini akan mengevaluasi potensi hidung elektronik yang dikombinasikan dengan metode linear discriminant analysis

Hal-hal yang dilakukan sebelum terjadi tanah longsor antara lain:c. Waspada terhadap curah hujan

Hasil pengukuran kadar kolesterol dan analisis statistika menunjukkan bahwa induksi hiperkolesterol selama 21 hari berhasil meningkatan kadar kolesterol secara

Puluhan masyarakat yang tergabung dalam Masyarakat Peduli Badminton melakukan renovasi bersama lapangan Badminton di Kelurahan Bakti Jaya RT 04/15, Sukmajaya, Depok..

Tujuan makalah ini adalah untuk menguraikan fenomena ketelusan (Transparency) dalam pengurusan belanjawan untuk menangani Covid-19 di provinsi Kepulauan Riau

Minat menurut para ahli psikolog adalah suatu kecenderungan untuk selalu memperhatikan dan mengingat sesuatu secara-terus menerus. Minat ini erat kaitannya dengan