• Tidak ada hasil yang ditemukan

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Kesejahteraan Psikologis Ibu yang Memiliki Anak Tunagrahita di Kota Salatiga T1 462012052 BAB II

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Kesejahteraan Psikologis Ibu yang Memiliki Anak Tunagrahita di Kota Salatiga T1 462012052 BAB II"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

10 TINJAUAN TEORITIS

2.1. Kesejahteraan Psikologis (Psycological Well Being) 2.1.1. Pengertian Kesejahteraan Psikologis

Kesejahteraan psikologis adalah keadaan dimana

seseorang memiliki kondisi yang baik dalam penerimaaan

kelebihan maupun kekurangan dirinya, memiliki hubungan

yang baik dengan orang lain, mandiri, mampu menguasai

lingkungan, memiliki tujuan hidup dan bertumbuh dalam

pribadi (Ryff, 1989). Struktur dari kesejahteraan psikologis

adalah perasaan positif dan negatif dari kepuasan hidup.

Menurut Ryff (1989), kesejahteraan psikologis

dipengaruhi oleh situasi perasaan individu dalam

aktivitasnya sehari-hari. Kesejahteraan psikologis

didefinisikan juga sebagai kebahagiaan dan kepuasaan

hidup. Berdasarkan literatur yang ada, positif psikologi

ditentukan dengan konsep aktualisasi diri (self actualization)

dari Maslow, pandangan Roger tentang individu yang

berfungsi penuh (fully functioning person), perumusan Jung

tentang individuation, dan konsep dewasa dari Allport.

Definisi lain dari positif psikologis dari perspektif

perkembangan masa hidup menekankan pada perbedaan

(2)

dalam definisi ini yaitu teori Erikson tentang tahap model

psikososial, kecenderungan terhadap pemenuhan dasar

hidup dari Buhler dan deskripsi Neugarten tentang

perubahan kepribadian pada usia dewasa dan lansia (Ryff,

1989). Dari beberapa konsep mengenai positif psikologis

sebelumnya, Ryff (1989) merangkum menjadi

dimensi-dimensi. Kesejahteraan psikologis ini ditentukan oleh

dimensi-dimensi tersebut, yakni terdapat 6 dimensi:

penerimaan diri, relasi dengan orang lain, otonomi,

penguasaan lingkungan, tujuan hidup dan pertumbuhan diri.

Dalam penelitian ini kesejahteraan psikologis

didasarkan pada pengertian yang dikemukakan oleh Ryff

(1989) yakni keadaan dimana seseorang memiliki kondisi

yang baik dalam menerima kelebihan maupun kekurangan

dirinya, memiliki hubungan yang baik dengan orang lain,

mampu menentukan tindakannya sendiri, menciptakan

lingkungan yang sesuai dengan kondisi diri, memiliki tujuan

dalam hidup dan mengalami pertumbuhan diri.

2.1.2. Dimensi Kesejahteraan Psikologis

Ryff (1989) mengemukakan terdapat enam dimensi

(3)

a) Penerimaan diri (self acceptance)

Dimensi penerimaan diri, dimensi ini merupakan

karakter dari aktualisasi diri, keberfungsian optimal dan

kedewasaan. Penerimaan diri yang baik ditandai dengan

menerima keadaan dirinya baik kekurangan maupun

kelebihannya, berperilaku positif terhadap dirinya dan

merasa puas dengan masa lalunya. Sebaliknya,

penerimaan diri yang kurang baik adalah memiliki

perasaan tidak puas dengan masa lalu, bermasalah

dengan kualitas personal dan menginginkan menjadi

orang yang berbeda dari mereka sekarang ini.

b) Hubungan yang baik dengan orang lain (positive relations

with others)

Memiliki perasaan hangat, puas dan mampu menjalin

hubungan percaya dengan orang lain menunjukkan

individu memiliki hubungan yang baik dengan orang lain.

Selain itu, individu yang memiliki hubungan baik dengan

individu lain memiliki rasa empati, kasih sayang dan

kerukunan serta mengerti hubungan saling memberi dan

menerima. Individu memiliki hubungan kurang baik

dengan orang lain terlihat dari sulitnya untuk menjalin

hubungan dengan orang lain, sulit untuk terbuka dan

(4)

c) Mandiri (autonomy)

Individu yang mandiri adalah individu yang dapat

memutuskan sendiri tanpa tergantung orang lain, mampu

melawan tekanan sosial dan bersikap dengan benar,

mampu mengontrol perilaku dan mampu mengevaluasi

kemampuan diri. Sedangkan, individu belum mandiri jika

fokus pada harapan dan evaluasi orang lain, percaya

pada pendapat orang lain untuk membuat keputusan

penting, berpikir sesuai dengan tekanan sosial dan

melakukannya.

d) Penguasaaan lingkungan (environmental mastery)

Memiliki penguasaan dan kompeten dalam mengatur

lingkungan, mengatur peraturan dalam kegiatan

eksternal, dapat memanfaatkan secara efektif dalam

setiap kesempatan, dan dapat memilih atau menciptakan

keadaan yang sesuai dengan nilai dan kepentingan

merupakan hal yang dapat dilihat untuk mengetahui

baiknya penguasaan lingkungan individu. Sebaliknya

penguasaan lingkungan yang kurang baik terlihat dari

sulitnya mengatur tanggung jawab setiap hari, merasa

tidak bisa merubah atau memperbaiki keadaan sekitar,

tidak sadar akan kesempatan yang ada dan tidak dapat

(5)

e) Tujuan Hidup (purpose in life)

Individu yang memiliki tujuan dalam hidup, merasa

bahwa saat ini dan masa lalunya memiliki arti, memiliki

keyakinan dalam tujuan hidup menandakan individu

tersebut memiliki tujuan hidup. Sedangkan, individu yang

belum memiliki tujuan hidup akan tidak mengerti artinya

kehidupan, memiliki sedikit tujuan, kehilangan arah, tidak

melihat adanya tujuan hidup dan tidak memiliki keyakinan

arti pemberian kehidupan.

f) Pertumbuhan pribadi (personal growth)

Pertumbuhan pribadi individu dapat dinilai dari

perasaan bahwa perkembangan terus berlanjut, melihat

diri sendiri bertumbuh dan berkembang, membuka diri

akan pengalaman baru, menyadari kemampuan diri

sendiri, melihat perubahan diri dan perilaku setiap waktu.

Individu yang tidak mengalami pertumbuhan pribadi akan

merasa tidak mengalami perubahan atau kemajuan,

merasa bosan dan tidak menarik setiap waktu serta

merasa tidak bisa berkembang dengan sikap dan perilaku

(6)

2.1.3. Faktor yang Mempengaruhi Kesejahteraan Psikologis a) Umur

Dalam penelitiannya Ryff dan Keyes (1995)

memperlihatkan adanya umur mempengaruhi 5 dimensi

kesejahteraan psikologis. Umur tidak mempengaruhi

penerimaan diri individu. Namun umur mempengaruhi

kelima dimensi lainnya. Pada kelompok dewasa muda

dan pertengahan dewasa memiliki nilai tinggi dalam

dimensi tujuan hidup dan pertumbuhan pribadi. Kelompok

dewasa muda menunjukkan nilai yang rendah

dibandingkan dengan pertengahan dewasa dalam

dimensi penguasaan lingkungan. Dimensi mandiri

kelompok dewasa muda menunjukkan nilai yang lebih

rendah kelompok dewasa tua dan pertengahan dewasa.

Dalam dimensi hubungan baik dengan orang lain

kelompok dewasa tua memiliki nilai yang lebih tinggi

dibanding kelompok lainnya.

b) Jenis kelamin

Dalam Ryff & Keyes (1995), menunjukkan nilai yang

lebih tinggi pada wanita dalam dimensi hubungan yang

baik dengan orang lain dibandingkan dengan pria. Akan

(7)

kesejahteraan psikologis wanita lebih rendah

dibandingkan pria.

c) Faktor ekonomi

Tingkat ekonomi yang baik maka kesejahteraan

psikologis akan baik juga. Dalam Ryff (1989),

menunjukkan tingkat ekonomi memiliki nilai yang tinggi

dalam setiap dimensi kesejahteraan psikologis.

d) Pendidikan

Sama halnya dengan tingkat ekonomi, pendidikan juga

menjadi faktor yang mempengaruhi kesejahteraan

psikologis. Semakin tinggi pendidikan individu maka

kesejahteraan psikologis individu tersebut semakin tinggi

(Ryff & Singer, 2008).

e) Kesehatan

Kesejahteraan psikologis yang baik berhubungan

dengan kesehatan individu. Kesejahteraan psikologis

yang baik menunjukkan fungsi imun lebih baik, resiko

rendah penyakit kardiovaskuler, tidur lebih baik dan dapat

(8)

2.2. Anak Tunagrahita

2.2.1 Pengertian Tunagrahita

Tunagrahita digunakan untuk menyebut anak yang

mempunyai kemampuan intelektual di bawah rata-rata,

ditandai oleh keterbatasan intelegensi dan keterbatasan

dalam interaksi sosial (Somantri, 2006). Santrock (2000),

menyatakan retardasi mental adalah keadaan kemampuan

mental yang terbatas, anak tunagrahita memiliki IQ di bawah

70 dan kesulitan untuk menyesuaikan diri dengan kehidupan

sehari-harinya. Menurut American Psyciatric Association

(2000), retardasi mental yaitu keterlambatan mencakup

rentang yang luas dalam perkembangan fungsi kognitif dan

sosial.

American Association of Mental Deficiency (AAMD)

mendefinisikan keterbelakangan mental menunjukkan fungsi

intelektual di bawah rata-rata dan juga disertai

ketidakmampuan dalam penyesuaian perilaku dan terjadi

pada masa perkembangan. Ada beberapa istilah untuk

menyebutkan anak tunagrahita, yaitu mental illness, mental

defiency, mental retardation, mental defective, mental

retarded, mentally handicapped, mental subnormality,

feeblemindedness, oligopheria, amentia, gangguan

(9)

dalam Somantri (2006), menampilkan konsep baru tentang

psikologi bahwa kecerdasan tidak hanya dinilai dari

pendidikannya saja. Anak tunagrahita sendiri tidak dapat

bersekolah di sekolah normal sehingga teori ini

diperkenalkan untuk membedakan anak normal dan anak

tunagrahita berdasarkan kemampuan mental anak.

Untuk memahami teori Binet di atas ada disebutkan MA

(mental age) dan CA (cronology age). MA sendiri adalah

kemampuan mental yang dimiliki seorang anak pada usia

tertentu. Sedangkan CA adalah usia anak. Anak tunagrahita

sendiri memiliki MA yang lebih rendah dari pada anak pada

umumnya seusianya (CA). Sebagai contoh anak normal

berusia 6 tahun maka memiliki MA yang sama sesuai

usianya, sedangkan anak tunagrahita yang berusia sama

memiliki MA dibawah umur usianya. MA ini dipandang juga

sebagai tolak ukur perkembangan kognitif anak (Somantri,

2006).

Dari pengertian di atas dapat disimpulkan tunagrahita

adalah masalah keterbelakangan mental yang ditandai

dengan rendahnya nilai IQ (<70) dan sulit dalam melakukan

(10)

2.2.2 Klasifikasi Tunagrahita

Tunagrahita dikelompokkan menjadi 3, yaitu tunagrahita

ringan, sedang dan berat. Kemampuan intelegensi anak

tunagrahita diukur dengan tes Binet dan Skala Weschler

(WISC) (Somantri, 2006). Pengelompokkan tunagrahita

tersebut adalah sebagai berikut:

1) Tunagrahita Ringan

Tunagrahita ringan disebut dengan moron atau debil.

Menurut Binet kelompok ini memiliki IQ 68-52,

sedangkan kelompok ini memiliki IQ 69-55 menurut

Skala Weschler (WISC). Anak dengan tunagrahita ringan

memiliki ciri fisik yang sama dengan anak normal. Anak

dengan tunagrahita ringan juga masih dapat membaca,

menulis dan berhitung sederhana.

2) Tunagrahita Sedang

Tunagrahita sedang dapat disebut juga dengan

imbesil. Kelompok ini memiliki IQ 51-36 pada Skala Binet

dan IQ 54-40 menurut Skala Weschler (WISC). Anak

tunagrahita sedang tidak dapat menulis, membaca dan

berhitung, tetapi mereka dapat menulis nama sendiri dan

alamat rumah mereka. Untuk perawatan diri, anak

dengan tunagrahita sedang masih dapat mandi,

(11)

3) Tunagrahita Berat

Anak dengan tunagrahita berat disebut dengan idiot.

Kelompok ini dibedakan lagi menjadi tunagrahita berat

dan tunagrahita sangat berat. Tunagrahita berat menurut

Binet memiliki IQ 32-20 dan memiliki IQ 39-25 menurut

Skala Weschler (WISC). Sedangkan tunagrahita sangat

berat memiliki IQ dibawah 19 untuk skala Binet dan

menurut Skala Weschler (WISC) dibawah 24. Anak

tunagrahita berat memerlukan bantuan perawatan diri

secara total dalam berpakaian, mandi, makan dan

mereka juga memerlukan perlindungan sepanjang

hidupnya.

2.2.3 Faktor-faktor Penyebab Ketunagrahitaan

Ketunagrahitaan disebabkan oleh beberapa faktor

(Nevid, Rathus & Greene, 2003), yaitu:

1) Aspek Biologis

Kelainan gen menjadi faktor terjadinya

ketunagrahitaan. Beberapa retardasi mental yang

disebabkan oleh genetik atau kromosom, antara lain:

a) Down syndrome

Down syndrome merupakan abnormalitas yang

(12)

syndrome ditandai dengan kelebihan kromosom atau

trisomi pada pasangan kromosom ke 21

mengakibatkan jumlah kromosom menjadi 47 bukan

46 seperti pada individu normal. Anak dengan down

syndrome memiliki ciri fisik yang khas sehingga anak

dengan down syndrome sering dikatakan kembar

sedunia, karena semua anak down syndrome di

seluruh dunia memiliki gangguan fisik yang sama.

b) Sindrom Klinefelter

Sindrom Klinefelter hanya dapat muncul pada pria

saja karena berpengaruh pada kromosom Y.

Penderitanya memiliki kromosom yang lebih pada

pola kromosom XY menjadi XXY. Sehingga,

penderitanya gagal mengembangkan karakteristik

seks sekunder yang tepat mengakibatkan testis yang

kecil dan tidak berkembang sempurna, produksi

sperma rendah, pembesaran payudara,

perkembangan otot yang kurang baik dan infertilitas.

c) Sindrom Turner

Sindrom turner hanya ditemukan pada wanita

ditandai dengan kromosom seks X tunggal bukan

ganda seperti wanita normal. Penderitanya memiliki

(13)

berkembang dengan baik dan menghasilkan sedikit

estrogen. Mereka cenderung pendek dan infertil saat

dewasa. Mereka cenderung mengalami retardasi

ringan.

2) Faktor Prenatal

a) Rubella

Rubella dapat ditularkan oleh ibu pada bayi yang

belum lahir. Rubella mengakibatkan kerusakan otak

sehingga dapat menyebabkan retardasi mental atau

ketunagrahitaan.

b) Infeksi penyakit kelamin

Infeksi penyakit kelamin seperti sifilis dan herpes

genital dapat menambah resiko anak lahir dengan

retardasi mental. Obat-obatan semasa kehamilan

juga menjadi faktor anak memiliki retardasi mental.

c) Cytomegalovirus

Cytomegalovirus merupakan sumber infeksi yang

terjadi pada wanita mengandung menimbulkan

resiko retardasi mental pada bayi yang

dikandungnya.

(14)

Resiko terjadinya kelahiran anak dengan retardasi

mental adalah pada kelahiran anak prematur.

Kekurangan oksigen atau cedera kepala selama

kelahiran juga dapat menimbulkan resiko retardasi

mental.

4) Faktor Post Natal

Infeksi otak seperti encephalitis dan meningitis atau

trauma pada masa bayi dan kanak-kanak awal dapat

menyebabkan retardasi mental. Keracunan timah pada

anak-anak juga dapat menyebabkan retardasi mental.

2.2.4 Dampak Ketunagrahitaan

Keluarga dan orang tua adalah orang yang paling

banyak menanggung beban akibat ketunagrahitaan

(Somantri, 2006). Keluarga akan merasa sulit untuk

menerima anak dengan kebutuhan khusus tersebut karena

kecewa anak yang dilahirkan tidak memenuhi harapan

keluarga. Akan terjadi krisis penerimaan dalam keluarga

karena keluarga cenderung menolak kehadiran anak

tersebut. Krisis yang dialami ditanggapi dengan bervariasi

pada setiap anggota keluarga. Dalam jurnal (Ghoniyah &

Savira, 2015) ibu dan keluarga mengaku menolak sang

(15)

Memiliki anak berkebutuhan khusus sangat berdampak

pada keluarga itu sendiri. Orang tua akan mengalami shock,

guncangan batin, dan tidak mempercayai kenyataan yang

menimpa anaknya saat pertama kali mengetahui anak

mereka mengalami keterbelakangan mental (Mangunsong,

2009).

Perasaan dan tingkah laku orang tua dalam

menghadapi anak tunagrahita berbeda-beda, ini dapat

dibagi menjadi (Somantri, 2006):

1) Perasaan melindungi anak secara berlebihan, dibagi

dalam wujud:

a. Proteksi biologis

b. Perubahan emosi yang tiba-tiba, diperlihatkan

dengan:

i. Menolak kehadiran anak dengan memberikan

sikap dingin

ii. Menolak dengan rasionalisasi, menahan

anaknya di rumah dan hanya mendatangkan

orang yang terlatih untuk mengurusnya

iii. Merasa berkewajiban untuk memelihara tetapi

tidak memberikan kehangatan

iv. Memeliharanya dengan berlebihan sebagai

(16)

2) Ada perasaan bersalah melahirkan anak berkelainan,

sehingga menimbulkan praduga, seperti:

a. Merasa ada yang tidak beres tentang urusan

keturunan, sehingga menimbulkan depresi

b. Tidak memiliki kepercayaan diri dalam mengasuh anak

tersebut

3) Kehilangan kepercayaan akan memiliki anak yang

normal, karena kehilangan kepercayaan ini orang tua

menjadi cepat marah, tingkah laku menjadi agresif dan

menjadikan orang tua depresi. Pada awalnya orang tua

mampu menyesuaikan diri sebagai orang tua anak

tunagrahita, namun saat kritis akan terjadi kembali.

4) Orang tua merasa terkejut dan kehilangan kepercayaan

diri.

5) Orang tua akan merasa berdosa, perasaan tersebut

kompleks sehingga mengakibatkan depresi.

6) Orang tua merasa bingung dan malu sehingga orang tua

(17)

2.3. Kesejahteraan Psikologis pada Ibu yang Memiliki Anak Tunagrahita

Tunagrahita dapat disebutkan juga retardasi mental. Dalam

penelitian sebelumnya, terdapat pandangan yang sama yakni

tentang penolakan yang orang tua alami saat pertama kali

mengetahui anaknya berbeda. Penolakan ini dianggap wajar

dan pasti terjadi karena setiap orang tua sudah memiliki

harapan terhadap anak mereka sejak anak berada dalam

kandungan. Penelitian yang sama dengan itu mengatakan

pandangannya bahwa ABK ini mendapat perilaku yang buruk

dari lingkungan karena penolakan tersebut (Hidayati, 2011;

Ghoniyah & Savira, 2015).

Dalam penelitian yang lain diungkap bahwa terdapat

masalah kesejahteraan psikologis ibu yang memiliki anak

Down Syndrome. Down Syndrome sendiri merupakan salah

satu retardasi mental atau tunagrahita. Dalam penelitian

tersebut memperlihatkan masalah kesejahteraan psikologis

dilihat dari dimensi kesejahteraan psikologis menurut Ryff

(1989). masalah kesejahteraan psikologis yang dihadapi ibu

dengan anak tunagrahita berbeda-beda.

Persamaan yang terdapat dalam penelitian tersebut adalah

kehadiran anak tunagrahita sangat mempengaruhi kehidupan

(18)

menolak anaknya dan memperlakukan anaknya dengan buruk.

Perlakuan yang buruk membuat ibu selalu berpikiran positif,

sehingga lingkungan tidak lagi menolak namun menjadi

mendukung ibu dalam membesarkan anaknya (Abbeduto,

Seltzer & Shattuck, 2004).

2.4. Definisi Operasional

Kesejahteraan psikologis didefinisikan dalam 6 dimensi

kesejahteraan psikologis (Ryff, 1989) yaitu:

1) Penerimaan diri, (menerima keadaan dirinya baik

kekurangan maupun kelebihannya, berperilaku positif

terhadap dirinya dan merasa puas dengan masa lalunya),

2) Relasi yang baik dengan orang lain (memiliki perasaan

hangat, puas dan mampu menjalin hubungan percaya

dengan orang lain),

3) Otonomi (individu yang dapat memutuskan sendiri tanpa

tergantung orang lain, mampu melawan tekanan sosial dan

bersikap dengan benar, mampu mengontrol perilaku dan

mampu mengevaluasi kemampuan diri),

4) Penguasaan lingkungan (memiliki penguasaan dan

kompeten dalam mengatur lingkungan, mengatur peraturan

dalam kegiatan eksternal, dapat memanfaatkan secara

(19)

menciptakan keadaan yang sesuai dengan nilai dan

kepentingan),

5) Tujuan hidup (merasa sekarang dan masa lalu memiliki arti,

memiliki keyakinan dalam tujuan hidup),

6) Pertumbuhan diri (perasaan bahwa perkembangan terus

berlanjut, melihat diri sendiri bertumbuh dan berkembang,

membuka diri akan pengalaman baru, menyadari

kemampuan diri sendiri, melihat perubahan diri dan perilaku

Referensi

Dokumen terkait

Sasaran yang ingin dicapai Bagian Humas dan Protokol Pemerintah.. Daerah Kabuapten

Jawab: Ya...sudah mendorong keterbukaan informasi dengan kita memunculkan berita, itu berarti kita sudah membuka keluar bahwa kegiatan Pemerintah Daerah Kabupaten Gunungkidul

Mata bor helix kecil ( Low helix drills ) : mata bor dengan sudut helix lebih kecil dari ukuran normal berguna untuk mencegah pahat bor terangkat ke atas

“dulu pernah kita pindah ke lantai 3, di ruang baca, dengan harapan lebih laku karena lebih banyak mahasiswa yang berlalu-lalang di situ, tapi jadi serasa sesak ruangannya. Trus

Warnanya sama dengan transkrip nilai akademik dari unviersitas, namun dengan desain yang agak berbeda…”koq pas saya wisuda dulu belum diberi yang kayak gini sih Pak..saya mau dong

Putra asisten 2010 yang pertama ditunjuk untuk mepraktekkan kompetensi membuka pelajaran saat dikelas.. “Assalamu’alaikum wr wb., apa

If you're just starting your civil engineering career but need to shore up your resume's infrastructure, check out this resume sample for an entry-level civil engineer below..

Pokja VII ULP Pemerintah Kabupaten Hulu Sungai Selatan akan melaksanakan Pelelangan Umum dengan pascakualifikasi untuk paket pekerjaan pengadaan barang sebagai berikut:h.