Diajuk Mempe
iajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat emperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)
Program Studi Farmasi
!" # $ !" "
%%&%%'()*
+ +
, ,
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas
segala berkat dan rahmat!Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi
dengan judul “Pengaruh Pemberian Jangka Panjang Ekstrak Etanol Kulit
Mill. Terhadap KadarAlbumin Pada Hati Tikus Terinduksi Karbon
Tetraklorida” ini dengan baik. Skripsi ini disusun untuk memenuhi persyaratan
memperoleh gelar Sarjana Strata Satu Program Studi Fakultas Farmasi
Universitas Sanata Dharma.
Penulis menyadari bahwa dalam pelaksanaan dan penyusunan skripsi ini
tidak terlepas dari bantuan dan campur tangan berbagai pihak. Oleh karena itu
penulis hendak mengucapkan terima kasih kepada :
1. Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma
2. Ibu Phebe Hendra, M.Si., Ph.D., Apt., selaku Dosen Pembimbing skripsi ini
atas segala kesabaran untuk selalu membimbing, memberikan masukan dan
motivasi kepada penulis selama penelitian dan penyusunan skripsi ini.
3. Bapak Ipang Djunarko, M.Sc., Apt. selaku Dosen Penguji skripsi atas
bantuan dan masukkan kepada penulis selama penyusunan skripsi ini.
4. Bapak Yohanes Dwiatmaka, M.Si., selaku Dosen Penguji skripsi atas bantuan
dan masukkan kepada penulis selama penyusunan skripsi dan yang telah
membantu dalam determinasi kulit Mill.
5. Ibu Dr. Sri Hartati Yuliani, M.Si., Apt., sebagai Kepala Laboratorium Fakultas
Laboratorium Fakultas Farmasi saat ini yang telah memberikan izin dalam
penggunaan fasilitas laboratorium untuk kepentingan penelitian ini.
6. Pak Suparjiman selaku laboran Laboratorium Farmakologi!Toksikologi, Pak
Heru selaku laboran Laboratorium Biofarmasetika!Farmakokinetika, Pak
Kayatno selaku laboran Laboratorium Biokimia, Pak Wagiran selaku laboran
Laboratorium Farmakognosi!Fitokimia, dan Pak Suparlan selaku laboran
Laboratorium Kimia Organik, atas segala bantuan dan kerja sama selama di
laboratorium.
7. Segenap dosen dan karyawan atas ilmu yang diberikan.
8. Kedua orang tua penulis yang memberikan doa, kasih sayang, semangat dan
telah mendanai sebagian besar penelitian untuk menyelesaikan skripsi ini.
9. Teman!teman seperjuangan “Tim Mill.” Sisca, Evi, Gita,
Angel, Sita, Uci, Vivo, Gemah, Mita, Puput, Novel, Rissa, Wina dan Jolin,
atas kerja sama, bantuan, suka duka dan perjuangan dalam menyelesaikan
skripsi sampai akhir.
10. Sahabat terkasih Meli, Greta, Verni, Ingrid, Rita, Ko Heru, Ci Agnes, Ci
Lidya, Kak Dian, Ci Angel, Kak Cila, Canly, Angky, dan Andre, atas bantuan,
dukungan, perhatian dan motivasi dalam suka maupun duka selama ini.
11. Teman!teman FST A 2011, FSM B 2011 dan teman!teman Fakultas Farmasi
Sanata Dharma 2011 yang selalu memberikan dukungan, motivasi dan
12. Seluruh teman, baik di Fakultas Farmasi maupun teman!teman lain atas
dukungannya dan semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per
satu sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini dengan baik.
Penulis menyadari bahwa tugas akhir ini belum sempurna dan masih
banyak kekurangan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik, saran dan
masukan demi kemajuan di masa yang akan datang. Penulis berharap semoga
tugas akhir ini dapat memberikan manfaat sekecil apapun bagi perkembangan
ilmu pengetahuan khususnya di bidang ilmu kefarmasian, serta semua pihak, baik
mahasiswa, maupun masyarakat.
Yogyakarta, September 2014
+
HALAMAN JUDUL ……… i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ……….. ii
HALAMAN PENGESAHAN ……….. iii
HALAMAN PERSEMBAHAN ……….. iv
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ……… v
PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ………. vi
PRAKATA ……… vii
DAFTAR ISI ……… x
DAFTAR TABEL ………. xv
DAFTAR GAMBAR ………... xvi
DAFTAR LAMPIRAN ……… xvii
INTISARI ………. xix
………... xx
BAB 1. PENGANTAR ………. 1
A. Latar Belakang ………. 1
1. Rumusan masalah…………...……… 3
2. Keaslian penelitian ………... 4
3. Manfaat penelitian ………....………... 5
a. Manfaat teoritis ………... 5
b. Manfaat praktis ………... 5
B. Tujuan Penelitian ……….. 5
2. Tujuan khusus ……….. 6
BAB II. PENELAAHAN PUSTAKA ……….. 7
A. Mill. ……… 7
1. Deskripsi tanaman ……… 7
2. Nama daerah ……… 8
3. Taksonomi tanaman ………. 8
4. Kandungan fitokimia ……… 8
5. Khasiat dan kegunaan ……….. 9
B. Hati ………... 9
1. Anatomi hati ………. 9
2. Fisiologi hati ……… 11
3. Kerusakan hati ………. 12
C. Albumin ………….………. 14
D. Karbon Tetraklorida ………. 14
E. Antioksidan ……….. 15
F. Ekstraksi ………... 15
G. Landasan Teori ………. 16
H. Hipotesis ………... 17
BAB III. METODE PENELITIAN ……….. 18
A. Jenis dan Rancangan Penelitian ………... 18
B. Variabel dan Definisi Operasional ………... 18
1. Variabel utama ……….. 18
3. Definisi operasional ………. 19
C. Bahan Penelitian ……….. 20
1. Bahan utama ………. 20
2. Bahan kimia ………. 20
D. Alat atau Instrumen Penelitian ………. 21
1. Alat ekstraksi ……… 21
2. Alat uji perlakuan ………. 21
E. Tata Cara Penelitian ………. 22
1. Determinasi serbuk kulit Mill. ……... 22
2. Pengumpulan bahan ………. 22
3. Pembuatan serbuk ……… 22
4. Penetapan kadar air serbuk kulit Mill. ………... 23
5. Pembuatan ekstrak etanol kulit Mill... 23
6. Pembuatan CMC!Na 1% ……….. 24
7. Penetapan konsentrasi pekat ekstrak ……… 25
8. Penetapan dosis ekstrak etanol kulit Mill. ……….. 25
9. Pembuatan larutan karbon tetraklorida konsentrasi 50% ……….. 26
10. Uji pendahuluan ………... 26
11. Pengelompokkan dan perlakuan hewan uji ……….. 26
13. Penetapan kadar serum albumin ……….. 28
F. Tata Cara Analisis Hasil ………... 28
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ………. 29
A. Penyiapan Bahan ……….. 29
1. Pembuatan serbuk kering kulit Mill. ………... 29
2. Hasil determinasi serbuk kering kulit Mill. ……….. 30
3. Penetapan kadar air serbuk kering kulit Mill. ……… 31
4. Pembuatan ekstrak etanol kulit Mill. ………... 31
B. Uji Pendahuluan ………... 33
1. Penentuan dosis hepatotoksin karbon tetraklorida ……... 33
2. Penentuan pengambilan cuplikan darah ………... 33
3. Penetapan lama pemejanan ekstrak etanol kulit Mill. ………... 36
4. Penetapan dosis ekstrak etanol kulit Mill. ……….. 37
C. Hasil Uji Efek Peningkatan Kadar Albumin Pemberian Ekstrak Etanol Kulit Mill. pada Tikus Terinduksi Karbon Tetraklorida ………. 38
2. Kontrol hepatotoksin karbon tetraklorida dosis
2mL/KgBB ………... 42
3. Kontrol ekstrak etanol kulit Mill. dosis 1,40g/KgBB ……… 43
4. Kelompok perlakuan jangka panjang ekstrak etanol kulit Mill. dosis 0,35; 0,70; dan 1,40g/KgBB pada tikus jantan galur Wistar terinduksi karbon tetraklorida dosis 2 mL/KgBB ………. 44
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ……….. 48
A. Kesimpulan ……….. 48
B. Saran ………. 48
DAFTAR PUSTAKA ……… 49
LAMPIRAN ………. 53
+
Tabel I. Purata aktivitas serum ALT setelah pemberian karbon tetraklorida
dosis 2 mL/KgBB pada waktu pencuplikan darah jam ke 0, 24, dan
48………... 34
Tabel II. Perbedaan kenaikan aktivitas ALT setelah pemberian karbon
tetraklorida dosis 2 mL/KgBB pada waktu pencuplikan darah jam
ke 0, 24, dan 48 ………... 36
Tabel III. Efek pengaruh pemberian ekstrak etanol kulit
Mill. terhadap kadar albumin pada tikus jantan galur Wistar
terinduksi karbon tetraklorida ………... 40
Tabel IV. Hasil uji kadar albumin tikus pada kelompok kontrol
hepatotoksin, kontrol negatif, kontrol ekstrak dan perlakuan
+
Gambar 1. Tanaman Mill. ………... 7
Gambar 2. Hati dalam sistem pencernaan .…... 10
Gambar 3. Struktur dasar lobulus hati …... 11
Gambar 4. Diagram batang aktivitas serum ALT pada tikus terinduksi
karbon tetraklorida pada jam ke 0, 24 dan 48 ... 35
Gambar 5. Diagram batang kadar albumin pada kelompok kontrol
hepatotoksin, kontrol negatif, kontrol ekstrak, dan perlakuan
+
Lampiran 1. Foto bagian kulit dan biji Mill. ……… 54
Lampiran 2. Foto bagian dalam buah Mill. ……….. 54
Lampiran 3. Foto bagian luar buah Mill. ………. 54
Lampiran 4. Foto serbuk kulit Mill. ………... 55
Lampiran 5. Foto ekstrak kental etanol kulit Mill. …... 55
Lampiran 6. Foto larutan ekstrak etanol kulit Mill. …... 55
Lampiran 7. Surat pengesahan determinasi kulit Mill. ... 56
Lampiran 8. Surat penetapan kadar air serbuk Mill. ……. 57
Lampiran 9. Surat pengesahan Medical and Health Research Ethics Committee (MHREC) ……… 58
Lampiran 10. Analisis statistik aktivitas serum ALT pada uji pendahuluan penentuan waktu pencuplikan darah ……….. 59
Lampiran 11. Analisis Statistik kadar albumin tikus pada kelompok kontrol hepatotoksin, kontrol negatif, kontrol ekstrak, dan perlakuan ekstrak kulit Mill. ………. 62
Lampiran 12. Hasil rendemen ekstrak etanol kulit Mill. … 66 Lampiran 13. Data bobot pengeringan ekstrak etanol kulit Mill. sampai terbentuk ekstrak kental ……… 66
Lampiran 15. Perhitungan penetapan peringkat dosis ekstrak etanol kulit
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian ekstrak etanol jangka panjang kulit Mill. terhadap peningkatan kadar albumin dan untuk mengetahui kekerabatan antara peningkatan dosis ekstrak etanol kulit Mill. dengan peningkatan kadar albumin pada tikus jantan galur Wistar terinduksi karbon tetraklorida. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental murni dengan rancangan acak lengkap pola searah.
Sebanyak tiga puluh ekor tikus jantan galur Wistar, umur 2!3 bulan, dan berat ± 150!250 gram dibagi secara acak ke dalam enam kelompok perlakuan. Kelompok I (kontrol positif) diberi karbon tetraklorida dengan dosis 2,0 ml/kg BB secara intraperitoneal, kelompok II (kontrol negatif) diberi minyak zaitun sebanyak 2,0 ml/kg BB secara intraperitoneal, kelompok III (kontrol ekstrak) diberi ekstrak etanol kulit Mill. dengan dosis 1,40 g/kgBB secara per oral, kelompok IV!VI (perlakuan) masing!masing kelompok perlakuan diberi ekstrak etanol kulit Mill. dengan tiga peringkat dosis, yaitu 0,35; 0,70; 1,40 g/kgBB secara per oral sekali sehari selama enam hari berturut!turut, kemudian pada hari ke tujuh semua perlakuan diberi karbon tetraklorida dengan dosis 2,0 ml/kg BB secara intraperitoneal. Pada jam ke!24 setelah pemberian karbon tetraklorida, darah tikus diambil dari sinus orbitalis mata untuk penetapan kadar albumin, data dihitung menggunakan metode ANOVA satu arah, dan dilanjutkan dengan uji Schieffe dengan taraf kepercayaan 95%.
Berdasarkan hasil penelitian, pemberian jangka panjang ekstrak etanol kulit Mill. tidak berpengaruh terhadap kadar albumin pada tikus yang terinduksi karbon tetraklorida. Tidak adanya kekerabatan dosis dengan kadar albumin yang muncul, ini terlihat dari semakin besar dosis praperlakuan ekstrak etanol kulit Mill. yang diberikan, kadar albuminnya relatif sama.
3
The aim of study research were to prove long term the effect of ethanol extract of Mill. peels to increased levels of albumin and to determine the relationship between increasing doses of ethanol extract of
Mill. peels with increased levels of albumin in male Wistar rats induced carbon tetrachloride. This researched purely experimental research with randomized complete direct sampling design. This research used thirty male Wistar rats, attain the age 2!3 months and 150!250 grams weight. The rats were divided into six treatment groups. Group I was carbon tetrachloride hepatotoxin control giving as much as 2 ml/KgBW intraperitoneally. Group II was olive oil control by giving as much as 2 ml/KgBW intraperitoneally. Group III was control treatment given 1,40 g/KgBW ethanol extract of Mill. peels. Group IV!VI were the treatment group for ethanol extract of
Mill. peels with doses 0.35; 0.70; 1.40 g/kg body weight orally once a day for six days successively, then in the seventh day all treatments were given carbon dose ethanol extract Mill. peels given, thus the albumin almost the same level.
" # 6
Hati berperan penting bagi tubuh untuk mensekresi empedu,
metabolisme, detoksifikasi zat!zat endogen dan eksogen serta penyimpanan
mineral dan vitamin (Baradero, Dayrit, dan Siswadi, 2008). Apabila terjadi
kerusakan pada hati maka akan sangat berbahaya bagi tubuh. Faktor!faktor
penyebab kerusakan pada hati yaitu virus, efek toksik dari alkohol, obat!obatan,
dan racun (Muchid, 2007). Adanya hepatotoksisitas akan menyebabkan penurunan
produksi albumin di hati. Albumin merupakan protein penting yang berfungsi
untuk proses metabolisme dalam tubuh (Hillyer, Shaz, Zimring, and Abshire,
2009). Adapun fungsi dari uji albumin, yaitu untuk mengukur kemampuan hati
dalam sintesis protein (Singh, Bhat, and Sharma, 2011). Oleh sebab itu uji kadar
albumin dapat digunakan sebagai salah satu parameter untuk mengetahui
kerusakan yang terjadi di hati.
Menurut WHO tahun 2013, 500 juta penduduk dunia terkena infeksi
hepatitis B atau C dan setiap tahunnya membunuh 1,5 juta manusia. Melihat
adanya prevalensi yang cukup tinggi terhadap penyakit hati ini maka kebutuhan
akan hepatoprotektor semakin tinggi pula.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan bahwa 4 miliar
orang, 80% dari populasi dunia, saat ini menggunakan obat!obatan herbal untuk
mengobati penyakit. Obat herbal sekarang ini telah banyak digunakan karena
Indonesia merupakan negara yang kaya akan flora dan faunanya. Sekitar 17%
flora dan fauna yang ada di seluruh dunia, berada di wilayah Indonesia (Effendi,
Hapsari, dan Nuraini, 2013). Oleh sebab itu, kekayaan keanekaragaman hayati di
Indonesia perlu diteliti, dikembangkan dan dimanfaatkan untuk peningkatan
kesehatan maupun tujuan ekonomi, dengan tetap menjaga kelestariannya.
Salah satu tanaman yang terdapat di Indonesia yang berguna dalam
bidang kesehatan adalah tanaman alpukat ( Mill.). Selain
buahnya untuk dimakan, biji dan kulit buah dari tanaman ini dapat dimanfaatkan
sebagai obat. Dari hasil penelitian Vinha, Moreira dan Barreira (2013), kandungan
antioksidan yang terdapat pada kulit buah alpukat ( Mill.)
hampir sama dengan senyawa yang terkandung dalam biji
Mill., hanya berbeda jumlah kandungannya saja. Senyawa yang terkandung di
dalam kulit Mill., yaitu fenol, flavonoid, vitamin C dan vitamin
E. Kandungan antioksidan yang tinggi berfungsi untuk menangkal radikal bebas
yang merupakan salah satu penyebab dari kerusakan hati (Armansyah, Sutriana,
Aliza, Vanda, dan Rahmi, 2010). Adanya kandungan antioksidan yang tinggi pada
kulit alpukat ( Mill.), menunjukan kulit alpukat (
Mill.) memiliki potensi sebagai hepatoprotektor.
Karbon tetraklorida merupakan senyawa hepatotoksin yang sering
digunakan sebagai senyawa model dalam merusak hati. Karbon tetraklorida
menyebabkan kerusakan seluler yang cepat karena adanya reaksi reduksi
dehalogenasi di retikulum endoplasma pada hepatosit membentuk kompleks yang
Soliman, El!Sayed, El!Gindi dan Alqasoumi, 2012). Radikal bebas triklorometil
(CCl3•) dapat bereaksi dengan oksigen membentuk radikal triklorometilperoksi
(•OOCCl3) yang sangat reaktif (Knockaert, Berson, Ribault, Prost, Fautrel,
Pajaud, dkk., 2012). Karbon tetraklorida akan merusak retikulum endoplasma di
hati. Apabila terjadi kerusakan pada retikulum endoplasma, maka prealbumin
tidak dapat menempel pada RE dan albumin tidak akan terbentuk.
Pada penelitian ini digunakan bentuk sediaan ekstrak etanol kulit
Mill. karena pada penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh
Nopitasari (2013) menunjukkan bahwa pemberian jangka panjang ekstrak etanol
biji Mill. mempunyai efek hepatoprotektif pada tikus terinduksi
karbon tetraklorida. Kandungan senyawa antioksidan yang terdapat di dalam biji
Mill. hampir sama dengan yang terkandung di dalam kulit
Mill. (Vinha, dkk., 2013). Oleh karena itu, dengan penggunaan
pelarut etanol untuk menyari kulit Mill. pada penelitian ini,
diharapkan dapat diperoleh senyawa antioksidan.
Oleh sebab itu, peneliti melakukan penelitian untuk mengetahui pengaruh
pemberian ekstrak etanol kulit Mill. terhadap kadar albumin
pada tikus jantan terinduksi karbon tetraklorida.
% 2 ! 2 !
a. Apakah pemberian ekstrak etanol kulit Mill. dalam
penggunaan jangka panjang mampu memberikan efek peningkatan kadar
b. Apakah ada kekerabatan antara peningkatan dosis ekstrak etanol kulit
Mill. dalam penggunaan jangka panjang dengan
peningkatan kadar albumin pada tikus jantan galur Wistar terinduksi
karbon tetraklorida?
- ! 5 "
Sejauh penelusuran pustaka yang dilakukan oleh peneliti, penelitian
biji buah Mill. pernah dilakukan oleh Bertini, Brilhante,
Brito, Cordeiro, Leile, Morais, (2009), yang melaporkan bahwa pada
ekstrak metanol biji Mill. terdapat kandungan fitokimia
berupa flavonoid, antosianin, tannin terkonsendasi, alkaloid dan triterpen.
Penelitian Alhassan, Sule, Atiku, Wudil, Abubakar, dan Mohammed (2012)
melaporkan kandungan antioksidan dan fenol yang terdapat dalam biji
Mill. adalah lebih dari 70%. Penelitian kulit buah
Mill. pernah dilakukan oleh Vinha, dkk. (2013), yang melaporkan
bahwa kandungan fitokimia yang terdapat dalam kulit dan biji
Mill. adalah fenol, flavonoid, vitamin C dan vitamin E. Penelitian
Mokodompit, Edy dan Wiyono (2013), menggunakan etanol sebagai cairan
penyari untuk menyari senyawa flavonoid yang diketahui sebagai antioksidan
kuat yang terkandung di dalam kulit Mill. Nopitasari
(2013) meneliti mengenai efek hepatoprotektif pemberian ekstrak etanol biji
Mill. jangka panjang terhadap aktivitas ALT dan AST pada
Sepanjang penelusuran pustaka yang dilakukan oleh peneliti,
penelitian terkait dengan pengaruh pemberian ekstrak etanol kulit
Mill. terhadap kadar serum albumin pada tikus jantan galur Wistar
terinduksi karbon tetraklorida belum pernah dilakukan.
7 8 " 5 "
8 " " # " !
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi perkembangan
ilmu pengetahuan khususnya di bidang kefarmasian dalam penggunaan
tanaman obat terutama penggunaannya sebagai hepatoprotektor pada organ
hati tikus yang terinduksi karbon tetraklorida.
0 8 " 5# " !
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada
masyarakat mengenai manfaat kulit Mill. untuk
meningkatkan kadar albumin pada pemberian jangka panjang dan dapat
mengetahui hubungan kekerabatan antara peningkatan dosis ekstrak etanol
kulit Mill. dengan peningkatan kadar albumin.
"
% 2 2
Secara umum, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh
pemberian ekstrak etanol kulit Mill. terhadap kadar
albumin pada tikus yang terinduksi karbon tetraklorida berdasarkan kadar
- ! !
Secara khusus, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dosis
peningkatan kadar albumin akibat pemberian jangka panjang ekstrak etanol
kulit Mill. pada tikus jantan galur Wistar terinduksi karbon
tetraklorida. Penelitian ini juga bertujuan untuk mengetahui adanya
kekerabatan antara peningkatan dosis ekstrak etanol kulit
Mill. dalam penggunaan jangka panjang dengan peningkatan kadar albumin
% ! # 5! " 2
20 # % 2 9 / -(%':
Alpukat ( Mill.) merupakan tumbuhan berkayu
yang memiliki siklus hidup mencapai puluhan tahun. Tanaman ini tumbuh liar
di hutan dan banyak ditanam oleh orang di pekarangan. Tinggi pohon alpukat
mencapai 20 meter. Tanaman alpukat memiliki daun yang berbentuk lonjong,
lebar, agak tebal, dan berwarna hijau tua (Gambar 1). Buah bertipe buni, bulat
lonjong serta memiliki kulit yang lembut berwarna hijau hingga ungu
kecokelatan. Daging buahnya tebal berwarna hijau kekuningan. Bijinya
berbentuk polong, keras dan ukurannya relatif besar. Bungannya tersembunyi,
- 2 1 #
Di Indonesia dikenal dengan alpukat, alpuket, dan apokat. Di
Malaysia, tanaman ini dikenal dengan nama buah mentega, avokado, dan
apukado. Orang Thailand menyebut tanaman ini luk noei, dan awokhado. Di
China tanaman ini dikenal dengan nama yiu lie. Di Negara Inggris, tanaman ini
dikenal dengan avocado (Sunanto, 2009).
7 ! 2 " 2
Kerajaan : Plantae (Tumbuhan)
Sub kerajaan : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)
Super divisi : Spermatophyta (Tumbuhan berkulit)
Divisi : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)
Kelas : Magnoliopsida (Berkeping dua atau dikotil)
Sub kelas : Magnoliidae
Bangsa : Laurales
Keluarga :
Genus :
Varietas : Mill.
(USDA, 2014).
' 1 6 8 " 2
Kandungan fitokimia yang terdapat di dalam daun
Mill. adalah saponin, tannin, flavonoid, alkaloid, fenol, steroid dan glikosida
sianogen (Arukwe, Amadi, Duru, Agumuo, Adindu, Odika, , 2012).
golongan polifenol, tannin, flavonoid, triterpenoid, kuinon, monoterpenoid,
dan saponin (Zuhrotun, 2007). Kandungan fitokimia yang terdapat pada kulit
alpukat adalah fenol, flavonoid, vitamin C dan vitamin E (Vinha, dkk., 2013).
Senyawa lain yang terkandung dalam kulit alpukat adalah lutein dan klorofil
(Ashton, Wong, McGhie, Vather, Wang, Jackman, al., 2006).
; ! " 1 6
Berdasarkan penelitian Mokodompit, dkk. (2013), kulit alpukat
( Mill.) memiliki kandungan antioksidan yang berkhasiat
untuk melindungi kulit dari paparan sinar matahari. Menurut penelitian
Alhassan, dkk. (2012), biji alpukat berkhasiat untuk mengobati diare, disentri,
intestinal parasit, sakit gigi, menurunkan berat badan dan menurunkan gula
darah. Idris, Ndukwe dan Gimba (2009), melaporkan bahwa biji alpukat dapat
berkhasiat sebagai antimikroba. Nopitasari (2013), melaporkan bahwa biji
alpukat juga berkhasiat sebagai hepatoprotektor.
"
Hati atau hepar merupakan organ sentral dalam proses metabolisme di
dalam tubuh (Sacher and McPherson, 2004). Struktur anatomi dan fisiologi dari
hati yaitu :
% " 2 "
Hati merupakan kelenjar yang paling besar yang ada di dalam tubuh
manusia. Berat dari hati manusia mencapai 1500 gram atau 1,5 kilogram.
superior dari hati berbentuk cembung dan terletak di bagian bawah kubah
kanan diafragma. Bagian inferior dari hati berbentuk cekung dan di bawahnya
terdapat ginjal kanan, gaster, pankreas, dan usus (Baradero, dkk., 2008).
20 # - " 1 2 !" 2 . # 9 # 1 # / 1 / -((&:
Hati berwarna merah cokelat dan memiliki tekstur yang lunak. Hati
berbentuk baji dengan dasarnya pada sisi kanan dan apeks pada sisi kirinya
(Gibson, 2002). Hati menerima 1500 mL darah per menit, atau sekitar 28%
dari curah jantung, agar dapat melaksanakan fungsinya (Sacher dan
McPherson, 2004).
Hati dibagi menjadi dua lobus, yaitu lobus kiri dan kanan. Lobus
kanan lebih besar dibandingkan dengan lobus kiri (Gibson, 2002). Setiap
lobus hati dibagi ke dalam struktur!struktur unit fungsional yang disebut
lobulus. Lobulus ini merupakan unit fungsional dari hati yang berbentuk segi
enam atau heksagonal. Pada setiap sisi lobulus (Gambar 3) terdapat cabang!
terdapat sel!sel hati (hepatosit) yang tersusun seperti lapisan!lapisan plat dan
berbentuk sinar dan mengelilingi hepatikum. Di antara hepatosit terdapat
sinusoid yang membawa darah dari cabang!cabang vena porta dan arteria
hepatika ke vena hepatika. Pada dinding sinusoid terdapat sel Kupffer yang
bertugas untuk menelan eritrosit dan leukosit yang mati, mikroorganisme, dan
benda!benda asing yang masuk ke hati (Baradero, dkk., 2008).
20 # 7 "# " # ! # 0 ! " 9 # 1 # / 1 / -((&:
Hati menerima dua macam darah yaitu darah yang kaya dengan
oksigen melalui arteria hepatika dan darah yang mengandung lebih banyak
kabon dioksida melalui vena porta. Darah yang berada di dalam vena porta
juga mengandung makanan yang telah diabsorbsi vili dari usus halus
(Baradero, dkk., 2008).
- + ! 6 "
Hati melakukan fungsi yang sangat vital bagi tubuh manusia. Fungsi
dan bilirubin; detoksifikasi zat!zat endogen dan eksogen serta penyimpanan
mineral dan vitamin (Baradero, dkk., 2008).
7 # ! "
Hati rentan terhadap berbagai gangguan, seperti gangguan metabolik,
toksik, mikroba, sirkulatorik, dan neoplastik. Penyakit primer utama pada hati
adalah hepatitis, penyakit hati alkoholik, dan karsinoma hepatoselular (Kumar,
2009). Sebagian besar kerusakan hati disebabkan oleh virus yang menular
secara fekal!oral, parenteral, seksual, perinatal, dan sebagainya. Penyebab lain
dari kerusakan hati adalah akibat efek toksik dari alkohol, obat!obatan, racun,
dan lain!lain (Muchid, 2007).
Jenis kerusakan hati yang terjadi akibat dari efek toksikan, antara lain:
a. Nekrosis
Nekrosis merupakan kerusakan sel hati yang parah. Pada peristiwa
nekrosis, terlihat inti sel yang lisis. Nekrosis sering terdistribusi pada
daerah parenkim hati. Berdasarkan penyebarannya, nekrosis dibedakan
menjadi dua yaitu nekrosis submasif bila hanya terdapat seluruh sel pada
lobulus hati yang mengalami nekrosis dan nekrosis masif bila sebagian
besar hati mengalami peristiwa nekrosis (Kumar, 2009). Pada daerah
terjadinya kerusakan hati maka terjadi peningkatan neutrofil dan eosinofil
b. Kolestatis
Kolestasis yaitu berkurangnya aktivitas sekresi dari empedu yang
disebabkan oleh faktor dari dalam atau dari luar hati (Hodgson dan Levi,
2004).
c. Steatosis
Steatosis atau perlemakan hati ditandai dengan timbunan lemak
pada hati. Perlemakan hati disebabkan suplai asam lemak yang berlebih
dari jaringan adiposa. Perlemakan hati dapat ditandai dengan
meningkatnya enzim!enzim biokimia dalam darah seperti AST (
) dan ALT ( ) (Hodgson, 2010).
d. Fibrosis
Fibrosis merupakan peristiwa terbentuknya jaringan fibrosa
akibat kerusakan toksik langsung maupun akibat peristiwa peradangan
yang tidak terbalikan yang terjadi pada hati. Terbentuknya fibrosis pada
hati akan menyebabkan hati terbagi!bagi menjadi nodul!nodul hepatosit
yang dikelilingi oleh jaringan parut (Kumar, 2009).
e. Sirosis
Sirosis merupakan tahap kerusakan hati kronis dan merupakan
bentuk kerusakan hati terakhir. Sirosis pada hati ditandai dengan
akumulasi sejumlah jaringan parut, khususnya serabut!serabut kolagen di
saluran hati. Penyebab umum dari sirosis hati adalah paparan berulang zat
kimia beracun seperti alkohol. Paparan zat kimia secara kronis
menghambat aliran darah, metabolisme normal hati dan menghambat
proses detoksifikasi (Hodgson, 2010).
3 0 2
Albumin merupakan protein yang paling banyak ditemukan di dalam
darah manusia. Albumin berfungsi sebagai sumber asam amino pada kasus
malnutrisi dan berguna untuk transport protein seperti bilirubin, urobilin, asam
lemak, hormon dan substansi asing seperti penisilin, sulfonamid dan merkuri
(Atara and Lanza, 2002).
Albumin diproduksi oleh hati dan mewakili 50% dari produksi protein
hepatik. Konsentrasi serum albumin normal pada manusia yaitu diantar 3,5 – 5
g/dL (Belfort, Soade, Foley, Phelan, and Dildy, 2010). Konsentrasi serum albumin
normal pada tikus yaitu 3.0 mg/ dL sampai 3.5 mg/dL (Triznarizki, 2007).
Hipoalbuminemia terjadi karena produksi albumin menurun akibat penyakit di
hati (Hillyer, dkk., 2009).
#0 "# # 1
Karbon tetraklorida merupakan suatu senyawa berupa cairan jernih yang
mudah menguap, tidak berwarna, memiliki bau khas, memiliki bobot molekul
153,82 dan sangat sukar larut dalam air (Direktorat Jenderal Pengawasan Obat
dan Makanan, 1995).
Karbon tetraklorida merupakan senyawa hepatotoksin yang mampu
merusak hati. Karbon tetraklorida menyebabkan kerusakan seluler yang cepat
karena adanya reaksi reduksi dehalogenasi di retikulum endoplasma pada
bebas triklorometil (CCl3•) (Awaad, dkk., 2012). Radikal bebas triklorometil
(CCl3•) dapat bereaksi dengan oksigen membentuk radikal triklorometilperoksi
(•OOCCl3) yang sangat reaktif (Knockaert, dkk., 2012).
Jenis kerusakan pada hati yang timbul akibat pemberian karbon
tetraklorida adalah pelemakan atau steatosis dan nektosis. Steatosis terjadi karena
lipid yang terbentuk akan menghambat sintesis protein sehingga menurunkan
produksi liporotein sehingga transport lipid terganggu dan terjadi akumulasi lipid
di hati. Pemejanan karbon tetraklorida dalam waktu yang lama dapat
mengakibatkan terjadinya sirosis dan tumor hati serta kerusakan pada ginjal.
(Timbrell, 2009).
" ! 1
Dalam pengertian kimia, senyawa antioksidan merupakan senyawa
pemberi elektron ( ). Pengertian secara biologis, antioksidan
merupakan senyawa yang mampu menangkal atau meredam dampak negatif
oksidan di dalam tubuh. Antioksidan bekerja dengan mendonorkan satu elektron
yang dimilikinya kepada senyawa yang bersifat oksidan sehingga aktivitas
senyawa oksidan tersebut dapat dihambat (Winarsi, 2007).
+ !"# !
Ekstrak merupakan sediaan kental yang diperoleh dengan cara
mengekstraksi senyawa aktif dari simplisia nabati atau hewani menggunakan
pelarut yang sesuai, kemudian pelarut diuapkan dan massa atau serbuk yang
tersisa diperlakukan sedemikian hingga memenuhi baku yang telah ditetapkan
1 ! #
Hati merupakan kelenjar yang paling besar yang ada di dalam tubuh
manusia. Hati memiliki fungsi yang sangat vital bagi tubuh, seperti mensekresi
empedu; metabolisme karbohidrat, protein, lemak, dan bilirubin; detoksifikasi zat!
zat endogen dan eksogen serta penyimpanan mineral dan vitamin (Baradero, dkk.,
2008). Kerusakan hati dapat terjadi akibat efek toksik dari alkohol, obat!obatan,
racun, virus dan lain!lain (Muchid, 2007).
Karbon tetraklorida telah diketahui sebagai senyawa model yang dapat
menimbulkan toksisitas di hati. Karbon tetraklorida menyebabkan kerusakan
seluler yang cepat karena adanya reaksi reduksi dehalogenasi di retikulum
endoplasma pada hepatosit membentuk kompleks yang sangat reaktif dan tidak
stabil yaitu radikal bebas triklorometil (CCl3•). Radikal bebas triklorometil
(CCl3•) dapat bereaksi dengan oksigen membentuk radikal triklorometilperoksi
(•OOCCl3) yang sangat reaktif. Jenis kerusakan hati yang ditimbulkan akibat
overdosis karbon tetraklorida adalah pelemakan, nektosis, sirosis dan tumor.
Senyawa antioksidan bekerja dengan mendonorkan satu elektron yang
dimilikinya kepada senyawa yang bersifat oksidan sehingga aktivitas senyawa
oksidan tersebut dapat dihambat (Winarsi, 2007). Berdasarkan penelitian Alhssan,
dkk. (2012) melaporkan kandungan antioksidan dan fenol yang terdapat dalam
biji Mill. adalah lebih dari 70%. Menurut penelitian Vinha,
dkk. (2013), diketahui bahwa senyawa yang terdapat di dalam kulit
Nopitasari (2013), ekstrak etanol biji Mill. memiliki khasiat
sebagai efek hepatoprotektif terhadap aktivitas ALT dan AST pada tikus yang
terinduksi CCl4.
Adanya hepatotoksisitas akan menyebabkan penurunan produksi albumin
di hati (Hillyer, dkk., 2009). Adapun fungsi dari uji albumin, yaitu untuk
mengukur kemampuan hati dalam sintesis protein (Singh, dkk., 2011). Oleh sebab
itu uji kadar albumin dapat digunakan sebagai salah satu parameter untuk
mengetahui kerusakan yang terjadi di hati.
Melalui penelitian ini akan diketahui apakah pemberian ekstrak etanol
kulit Mill. dapat meningkatkan kadar albumin pada tikus yang
terinduksi karbon tetraklorida.
5 " ! !
Pemberian ekstrak etanol kulit Mill. dapat
memberikan pengaruh pada kadar albumin tikus jantan terinduksi karbon
! 1 . 6 "
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental murni dengan
rancangan acak lengkap pola searah.
# 0 1 8 ! 5 # !
Variabel – variabel yang digunakan pada penelitian ini adalah :
% # 0 " 2
a. Variabel bebas
Variabel bebas dalam penelitian ini adalah variasi dosis pemberian
ekstrak etanol kulit Mill.
b. Variabel tergantung
Variabel tergantung pada penelitian ini adalah peningkatan kadar
albumin.
- # 0 6 .
a. Variabel pengacau terkendali
Variabel pengacau terkendali dalam penelitian ini adalah kondisi
hewan uji, yaitu tikus jantan galur Wistar dengan berat badan 150!250
g dan umur 2!3 bulan, frekuensi pemberian ekstrak etanol kulit
Mill. satu kali sehari selama enam hari berturut!
turut dengan waktu pemberian yang sama, cara pemberian senyawa
pada tikus dilakukan secara per oral dan bahan uji yang digunakan
berupa kulit Mill. yang ditanam di Wonosari dan
didapatkan dari depot Es Teler 77 di Plaza Ambarukmo Yogyakarta
b. Variabel pengacau tak terkendali
Variabel pengacau tak terkendali dalam penelitian ini adalah
kondisi patologis dari tikus jantan galur Wistar yang digunakan.
7 8 ! 5 # !
a. Ekstrak etanol kulit Mill. Didefinisikan sebagai
ekstrak kental dari serbuk kulit Mill. yang
dilarutkan dalam pelarut etanol 70% dan dimaserasi selama 5 hari
dengan sesekali penggojogan. Kemudian disaring dengan corong
yang telah dilapisi dengan kertas saring, dievaporasi, dan
diuapkan di atas selama 12 jam pada suhu 80ºC, hingga
bobot pengeringan tetap dengan susut pengeringan sebesar 0%.
b. Efek peningkatan kadar albumin. Didefinisikan sebagai kemampuan
ekstrak etanol kulit Mill. pada dosis tertentu untuk
meningkatkan kadar albumin pada tikus jantan galur Wistar terinduksi
karbon tetraklorida.
c. Pemberian jangka panjang. Pemberian ekstrak etanol kulit
Mill. satu kali selama enam hari berturut!turut dengan
3 "
% " 2
a. Hewan uji yang digunakan berupa tikus jantan galur Wistar dengan umur 2!
3 bulan dan berat badan 150!250 g yang diperoleh dari Laboratorium Imono
Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
b. Kulit Mill. yang digunakan ditanam di Wonosari dan
didapatkan dari depot Es Teler 77 di Plaza Ambarukmo Yogyakarta pada
bulan Juni ! Juli 2014.
- 2
a. Bahan hepatotoksin yang digunakan adalah karbon tetraklorida yang
diperoleh dari Laboratorium Kimia Analisis Fakultas Farmasi Universitas
Sanata Dharma.
b. Pelarut hepatotoksin adalah (Bertolli®).
c. Kontrol negatif yang digunakan adalah (Bertolli®).
d. Pelarut yang digunakan untuk pembuatan ekstrak kulit
Mill. adalah etanol 70% yang diperoleh dari General Labora, Yogyakarta.
e. Blanko pengukuran kadar ALT adalah yang diperoleh dari
laboratorium Kimia Analisis Instrumental Fakultas Farmasi Universitas
Sanata Dharma Yogyakarta.
f. Reagen serum ALT.
Komposisi dan konsentrasi dari reagen ALT Diasys yang digunakan adalah
Komposisi pH Konsentrasi
Komposisi dan konsentrasi dari reagen albumin Architect yang digunakan
(pyrex Iwaki Glass®), mesin penyerbuk Retsch®, ayakan no 40 )
( Indotest Multi Lab®, timbangan analitik Mettler Toledo®,
, ( Optima®, IKAVAC®,
Memmert®.
- " 5 #
Microlab 200 Merck®, seperangkat alat gelas berupa ( ,
gelas ukur, tabung reaksi, labu ukur, pipet tetes, , batang pengaduk
(Pyrex Iwaki Glass®), timbangan elektrik Mettler Toledo®, sentrifuge
Centurion Scientific®, ! Genie Wilten®, per oral dan 3 cc
Terumo®, pipa kapiler, dan tabung ) .
" 3 # "
% " #2 ! ! #0 "
Determinasi kulit Mill. dilakukan dengan
mencocokan buah Mill. utuh yang berasal dari salah satu
depot es di Yogyakarta berdasarkan ciri!ciri makroskopis menggunakan buku
acuan Agrilink (2001).
- 6 25 0
Bahan uji yang digunakan adalah kulit Mill. yang
masih segar dan tidak busuk.
7 20 " ! #0
Kulit Mill. dicuci bersih di bawah air mengalir dan
bagian daging buah yang masih terdapat di dalam kulit alpukat tersebut
hingga kulit tidak tampak basah kemudian dilakukan pengeringan
menggunakan pada suhu 50 ˚C selama 24 jam. Setelah kering kulit
dibuat serbuk dan diayak dengan ayakan nomor 40 mesh supaya kandungan
fitokimia yang terkandung dalam kulit Mill. lebih mudah
terekstrak karena luas permukaan serbuk yang kontak dengan pelarut semakin
besar.
' " 5 1 # # ! #0 "
Penetapan kadar air serbuk kulit Mill. bertujuan
untuk mengetahui kadar air dalam serbuk dan untuk memenuhi persyaratan
serbuk yang baik, yaitu kurang dari 10% (Direktorat Jenderal Pengawasan
Obat dan Makanan, 1995).
Penetapan kadar air serbuk kulit Mill. dilakukan
dengan menggunakan alat menggunakan metode susut bobot
pengeringan. 5 gram serbuk kulit Mill. dipanaskan pada
suhu 110˚C selama 15 menit. Kemudian serbuk ditimbang ulang dan dihitung
sebagai bobot setelah pemanasan. Selisih bobot sebelum pemanasan dan
sesudah pemanasan merupakan kadar air dari sampel yang diteliti. Proses
penetapan kadar air dilakukan di Laboratorium Penelitian dan Pengujian
Terpadu Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
; 20 " !"# " "
Ekstraksi dilakukan dengan cara maserasi. Sebanyak 40 gram serbuk
kulit Mill. direndam dalam 200 mL dengan menggunakan
sesekali penggojogan. Tujuan perendaman serbuk kulit
Mill. dalam pelarut etanol yaitu agar senyawa kimia yang terkandung dalam
kulit Mill. dapat terlarut dalam pelarut. Hasil perendaman
disaring menggunakan corong * yang telah dilapisi kertas saring,
sehingga diperoleh filtrat. Serbuk sisa perendaman diremaserasi kembali
dengan 200 mL etanol 70% selama 2 hari dan didiamkan pada suhu kamar
dengan sesekali penggojogan. Filtrat hasil saringan dipindahkan ke dalam labu
alas bulat untuk dievaporasi menggunakan . Hasil evaporasi
dituang ke dalam cawan porselen yang telah ditimbang sebelumnya, agar
mempermudah perhitungan rendemen ekstrak yang akan diperoleh. Cawan
porselen yang berisi larutan hasil evaporasi dipanaskan di atas waterbath
dengan suhu 80 ˚C untuk mendapatkan ekstrak etanol kulit
Mill. yang kental dengan bobot pengeringan ekstrak yang tetap. Menghitung
rata!rata rendemen sepuluh replikasi ekstrak etanol kulit
Mill. kental yang telah dibuat.
Rendemen ekstrak = berat cawan ekstrak kental – berat cawan kosong
Rata!rata rendemen =
) 20 " 3 3< %=
CMC!Na 1% dibuat dengan cara mendispersikan lebih kurang 5,0 g
CMC!Na yang telah ditimbang seksama, digerus, dan dikembangkan selama
24 jam dalam aquadest 300 mL, kemudian dimasukkan ke dalam labu takar
dibuat digunakan untuk melarutkan ekstrak etanol kulit
Mill.
* " 5 ! "# ! 5 " !"#
Konsentrasi yang dapat digunakan adalah konsentrasi pekat yang
dapat dibuat dimana pada konsentrasi tersebut ekstrak dapat dimasukkan serta
dikeluarkan dari spuit oral. Cara pembuatannya adalah dengan melarutkan
ekstrak per cawannya dengan pelarut yang sesuai, yaitu CMC Na 1%
Penetapan peringkat dosis mengacu pada penelitian Nopitasari (2013)
yang didasarkan pada perhitungan dengan bobot tikus paling besar yaitu 250
gram, konsentrasi ekstrak etanol kulit Mill. yang dapat
dimasukkan dan dikeluarkan melalui spuit oral yaitu 7% atau 70mg/mL, serta
volume maksimal pemberian oral yaitu 5 mL.
Maka dosis tertinggi dapat ditentukan sebagai berikut :
BB x D = C x V
Berat badan (kg) x dosis (mg/kgBB) = konsentrasi (mg/mL) x volume
pemberian (mL)
0,250 kg x D = 70mg/mL x 5 mL
D = 1400 mg/kgBB
Dosis yang akan digunakan dalam penelitian adalah 350, 700, dan 1400
mg/kgBB.
> 20 " # " #0 " "# # 1 ! "# ! ;(=
Karbon tetraklorida dibuat dalam konsentrasi 50% dengan cara
melarutkan karbon tetraklorida ke dalam dengan perbandingan 1:1
(Janakat dan Al!Merie, 2002).
%( 5 1
a. Penetapan dosis hepatotoksin karbon tetraklorida. Berdasarkan penelitian
Janakat dan Al!Merie (2002), dosis karbon tetraklorida sebesar 2 mL/KgBB
dapat menginduksi kerusakan hati pada tikus jantan galur Wistar. Dosis
tersebut mampu merusak sel!sel hati pada tikus yang ditunjukkan melalui
kenaikan aktivitas ALT tetapi tidak menimbulkan kematian pada hewan uji.
b. Penetapan waktu pencuplikan darah. Untuk mendapatkan waktu pencuplikan
darah dilakukan orientasi dengan satu kelompok. Dalam satu kelompok
terdiri dari 5 ekor tikus. Pengambilan darah dilakukan melalui sinus orbitalis
mata. Pada jam ke 0, 24, dan 48 jam setelah pemejanan karbon tetraklorida.
Kemudian dilakukan pengukuran aktivitas ALT.
%% 6 25 1 5 # $
Sejumlah tiga puluh ekor tikus dibagi secara acak ke dalam enam
kelompok perlakuan dengan masing!masing kelompok sejumlah lima ekor
a. Kelompok I (kontrol hepatotoksin) diberi karbon tetraklorida yang
dilarutkan ke dalam dengan dosis 2 mL/kgBB secara
intraperitoneal.
b. Kelompok II (kontrol negatif) diberi sebanyak 2 mL/kgBB secara
intraperitoneal.
c. Kelompok III (kontrol ekstrak) diberi ekstrak etanol kulit
Mill. dosis 1,4 g/kgBB secara per oral sekali sehari selama
enam hari berturut!turut.
d. Kelompok IV (dosis rendah) diberi ekstrak etanol kulit
Mill. dosis 0,35 g/kgBB secara per oral sekali sehari selama enam hari
berturut!turut.
e. Kelompok V (dosis tengah) diberi ekstrak etanol kulit
Mill. dosis 0,7 g/kgBB secara per oral sekali sehari selama enam hari
berturut!turut.
f. Kelompok VI (dosis tinggi) diberi ekstrak etanol kulit
Mill. dosis 1,4 g/kgBB secara per oral sekali sehari selama enam hari
berturut!turut.
Pada hari ke tujuh kelompok IV!VI dipejani karbon tetraklorida dengan
dosis 2,0 mL/KgBB secara intraperitoneal. Darah hewan uji diambil melalui
sinus orbitalis mata setelah 24 jam pemberian karbon tetraklorida, yang
%- 20 " ! # 2
Darah diambil melalui bagian sinus orbitalis mata tikus lalu
ditampung dalam tabung ) . Darah didiamkan selama kurang lebih
15 menit, kemudian disentrifugasi selama 15 menit dengan kecepatan 8000
rpm dan bagian supernatannya diambil. Bagian supernatan yang diperoleh
disentrifugasi kembali dengan kecepatan 5000 rpm selama 10 menit.
%7 " 5 1 # ! # 2 0 2
Pengukuran kadar serum albumin dilakukan di Laboratorium
Parahita, Yogyakarta.
+ " 3 # ! ! !
Data kadar serum albumin dianalisis dengan + " untuk
mengetahui normalitas data pada masing!masing kelompok perlakuan. Nilai
normal suatu data ditunjukkan dengan nilai p>0,05. Apabila hasil analisis statistik
+ " kadar serum albumin menunjukkan distribusi data normal
(p>0,05), dilanjutkan dengan analisis , - dengan taraf kepercayaan
95% untuk mengetahui perbedaan masing!masing kelompok. Apabila hasil
tersebut menunjukkan nilai signifikansi (p>0,05), berarti data tersebut homogen.
Uji dilakukan untuk mengetahui kebermaknaan perbedaan antar
kelompok. Jika diperoleh distribusi data yang tidak normal maka dilakukan
analisis data menggunakan + ( "- untuk melihat homogenitasnya, dan
dilanjutkan dengan uji . "- untuk melihat kebermaknaan perbedaan
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian ekstrak
etanol kulit Mill. terhadap kadar albumin pada tikus jantan
galur Wistar terinduksi karbon tetraklorida. Penelitian ini juga bertujuan untuk
mengetahui adanya kekerabatan antara peningkatan dosis ekstrak etanol kulit
Mill. dalam penggunaan jangka panjang dengan peningkatan
kadar albumin pada tikus jantan galur Wistar terinduksi karbon tetraklorida.
Penelitian ini merupakan pengembangan dari penelitian sebelumnya yang sudah
menguji mengenai efek pemberian ekstrak etanol biji Mill.
terhadap aktivitas ALT dan AST pada tikus yang terinduksi karbon tetraklorida.
Pengamatan hasil penelitian ini dapat tercapai dengan rangkaian
penelitian meliputi determinasi buah Mill., penetapan kadar air
serbuk kering kulit Mill., penentuan dosis hepatotoksik karbon
tetraklorida, penentuan waktu pencuplikan darah, uji kontrol negatif dari ,
uji kontrol sediaan ekstrak etanol kulit Mill., dan uji efek
ekstrak etanol kulit Mill. dengan dosis 350; 700; dan 1400
mg/kgBB terhadap kadar albumin.
4 5
% 20 " ! #0 # 6 "
Penelitian mengenai efek hepatoprotektif ini menggunakan kulit
mengalir. Kemudian kulit Mill. tersebut dikeringkan dan
diserbuk. Serbuk kering kulit Mill. yang didapatkan di ayak
dengan menggunakan ayakan nomor40 mesh. Pengayakan ini dilakukan supaya
kandungan fitokimia yang terkandung dalam kulit Mill. lebih
mudah terekstrak karena luas permukaan serbuk yang kontak dengan pelarut
semakin besar. Apabila ukuran dari serbuk simplisia terlalu kecil maka pada saat
dimungkinkan terdapat serbuk simplisia yang lolos saat penyaringan.
- ! 1 " #2 ! ! #0 # 6 "
Penelitian mengenai efek antihepatotoksik ini menggunakan kulit
Mill. sebagai bahan yang diuji aktivitasnya. Untuk memastikan
kebenaran serbuk yang digunakan dalam penelitian ini, maka dilakukan
determinasi. Determinasi kulit buah Mill. dilakukan dengan
mencocokan buah Mill. utuh yang diperoleh dari depot Es Teler
di Plaza Ambarukmo Yogyakarta berdasarkan ciri!ciri makroskopis menggunakan
buku acuan Agrilink (2001).
Hasil determinasi menunjukan jenis buah Mill. yang
digunakan dalam penelitian ini yaitu Endranol. Buah Mill. jenis
ini menyerupai buah pir, ujung buah tumpul sedang pangkal buahnya runcing, biji
buahnya berbentuk jorong, daging buahnya tebal berwarna kuning, kulit buah
berwarna hijau dan permukaan kulit buah licin berbintik kuning dengan tebal kulit
1,5 mm. Saat muda kulit buah berwarna hijau muda dan ketika setengah matang
buah yang peneliti gunakan dalam penelitian ini adalah benar kulit buah
Mill.
7 " 5 1 # # ! #0 # 6 "
Penetapan kadar air ini bertujuan untuk mengetahui kandungan air yang
terdapat di dalam serbuk kulit Mill., sehingga dapat diketahui
apakah kandungan air yang terdapat pada serbuk kulit buah
Mill. memenuhi persyaratan yang ditetapkan atau tidak. Direktorat Jenderal
Pengawasan Obat dan Makanan (1995) menetapkan bahwa serbuk yang baik bila
memiliki kandungan air kurang dari 10%.
Proses penetapan kadar air pada serbuk kering kulit
Mill. dilakukan di LPPT Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. Hasil kandungan
kadar air di dalam serbuk kulit Mill. adalah 7,10 %.
Kandungan air yang terdapat di dalam serbuk Mill. memenuhi
persyaratan yang ditetapkan.
' 20 " !"# " " 5 "
Pembuatan ekstrak etanol kulit alpukat Mill.
menggunakan metode maserasi. Metode maserasi ini digunakan untuk menyari
simplisia sehingga zat!zat aktif yang terdapat di dalam simplisia dapat berpindah
ke dalam cairan penyari. Kelebihan dari metode ini yaitu proses pengerjaannya
sederhana dan alat!alat yang digunakan sederhana. Cairan penyari yang digunakan
untuk menyari zat aktif yang terdapat dalam kulit Mill. adalah
etanol. Menurut penelitian Vinha, dkk. (2013), diketahui bahwa senyawa yang
Mill., yaitu fenol, flavonoid, karotenoid, vitamin C dan vitamin E.
Perbedaan senyawa antara biji dan kulit Mill. terletak pada
jumlah kandungan masing!masing senyawa. Penelitian Javier, David, Maria, Petri,
dan Mario (2011), menyatakan bahwa senyawa golongan fenolik pada biji
Mill. diisolasi dengan menggunakan pelarut organik yang bersifat
polar. Penelitian Zuhrotun (2007) menggunakan etanol sebagai cairan penyari
untuk menyari senyawa yang terdapat di dalam biji Mill. Selain
itu, pada penelitian Nopitasari (2013) menggunakan cairan penyari etanol untuk
mengambil senyawa yang terdapat dalam biji Mill. Penelitian
Mokodompit, dkk. (2013) menggunakan etanol sebagai cairan penyari untuk
menyari senyawa flavonoid yang diketahui sebagai antioksidan kuat yang
terkandung di dalam kulit Mill.
Parameter standarisasi ekstrak etanol kulit Mill. dilihat
dari bobot tetap pengeringan. Bobot tetap pengeringan yaitu selisih penimbangan
< 0,5 mg tiap gram zat sisa dari 2 kali penimbangan berturut!turut. Selisih dari 2
bobot penimbangan pada penetapan bobot tetap sebesar 0% menunjukan ekstrak
yang terdapat dalam cawan ditimbang 1 jam sekali selama 10 jam atau hingga
bobot tetap. Penelitian ini menggunakan waktu pengeringan 15 jam untuk
mendapatkan bobot tetap ekstrak etanol kulit Mill. Peneliti
menggunakan 400 gram serbuk kering kulit Mill. untuk
mendapatkan ekstrak etanol kulit Mill. Rata!rata hasil ekstrak
adalah 4,48 gram. Pada pembuatan 400 gram serbuk kering kulit
Mill. menghasilkan rendemen sebesar 11,20%.
1
% " 1 ! ! 5 " " ! #0 " "# # 1
Penelitian ini menggunakan karbon tetraklorida sebagai senyawa model
hepatotoksin. Hepatotoksin karbon tetraklorida pada dosis tertentu dapat
menyebabkan perlemakan pada hati. Menurut Janakat dan Al!Merie (2002), dosis
karbon tetraklorida sebesar 2 mL/kgBB dapat menginduksi kerusakan hati pada
tikus jantan galur Wistar. Dosis tersebut mampu merusak sel!sel hati pada tikus
yang ditunjukkan melalui kenaikan aktivitas ALT dan AST tetapi tidak
menimbulkan kematian pada hewan uji. Menurut Sivakrishnan dan Kottaimuthu
(2014), pada kenaikan aktivitas serum ALT 2!3 kali dari normal, kadar albumin di
dalam darah ikut mengalami penurunan sebesar ± 0,95 mg/dL. Berdasarkan
penelitian yang dilakukan oleh Sivakrishnan dan Kottaimuthu (2014), terdapat
keterkaitan antara kenaikan aktivitas serum ALT dengan penurunan kadar
albumin.
- " 5 6 20 . 5 1 #
Penentuan pengambilan cuplikan darah pada hewan uji bertujuan untuk
mengetahui waktu peningkatan aktivitas enzim ALT yang paling tinggi pada
hewan uji setelah hewan uji diinduksi karbon tetraklorida dengan dosis 2
mL/KgBB. Cuplikan darah hewan uji diambil dari sinus orbitalis. Penentuan
waktu pengambilan cuplikan darah pada hewan uji dilakukan pada jam ke 0, 24
melakukan uji pendahuluan penentuan pengambilan cuplikan darah berdasarkan
peningkatan aktivitas serum ALT dalam darah tikus. Berdasarkan uji yang
dilakukan, diperoleh data aktivitas serum ALT seperti yang tertera pada tabel I.
0 # " " ? " ! ! # 2 ! " 5 20 # #0 " "# # 1 1 ! ! - 2 @ 6 5 1 $ " 5 . 5 1 # 2 <(/ -'/ 1 '&
Waktu pencuplikan jam ke! Purata aktivitas ALT ±SE (U/l) 0 72,3 ± 5,8
24 217,3 ± 2,7 48 90,3 ± 3,8
Keterangan : SE = Standar error
Dari hasil tersebut menunjukkan bahwa kenaikan aktivitas serum ALT yang paling
tinggi terjadi pada jam ke! 24 (217,3 ± 2,7 U/l). Purata aktivitas serum ALT pada
jam ke 24 lebih tinggi 2!3 kali dibandingkan dengan purata aktivitas serum ALT
pada jam ke! 0 (72,3 ± 5,8 U/l). Purata aktivitas serum ALT pada jam ke 48 (90,3
± 3,8 U/l) lebih rendah dibandingkan dengan purata aktivitas serum ALT pada
jam ke!24. Hasil tersebut menandakan aktivitas serum ALT pada jam ke! 48 sudah
mengalami penurunan. Berdasarkan hasil yang tercantum dalam tabel I dan
gambar 4, menunjukkan bahwa pada jam ke! 24 terjadi kerusakan hati yang paling
20 # ' 6# 2 0 " 6 " ? " ! ! # 2 5 1 " ! " # 1 ! #0 " "# # 1 5 1 2 (/ -'/ 1 '&
Data aktivitas serum ALT diuji secara statistik dengan menggunakan
analisis variansi satu arah. Hasil analisis uji statistik aktivitas serum ALT pada
jam ke 0 dan 48 dengan jam ke 24 menunjukan nilai signifikansi 0,000 (<0,05).
Nilai tersebut menunjukan bahwa terdapat perbedaan antara aktivitas serum ALT
pada jam ke 0 dan 48 dengan aktivitas serum ALT pada jam ke 24.
Tahapan analisis statistik selanjutnya dilakukan dengan menggunakan uji
. Tujuan dilakukan uji ini adalah untuk mengetahui kebermaknaan
perbedaan antar kelompok. Hasil analisis aktivitas serum ALT dari uji
0 #0 1 " ? " ! ! " 5 20 # #0
Keterangan : BB = Berbeda bermakna (p<0,05) ; TB = Berbeda tidak bermakna (p>0,05)
Berdasarkan hasil uji yang tercantum dalam tabel II, aktivitas serum ALT
pada pencuplikan ke!0, dan 48 memiliki perbedaan yang bermakna terhadap
aktivitas serum ALT pada pencuplikan jam ke!24 setelah pemejanan karbon
tetraklorida dosis 2mL/KgBB. Hal ini berarti pada jam ke!24 terjadi kenaikan
aktivitas ALT yang tinggi dibandingkan dengan aktivitas ALT pada jam ke!0 dan
48. Data di tabel II menunjukan data aktivitas serum ALT pada pencuplikan jam
ke!0 berbeda tidak bermakna dengan data aktivitas serum ALT pada pencuplikan
jam ke! 48. Hasil tersebut menandakan tidak terjadi kenaikan aktivitas serum ALT
setelah jam ke 24. Hal ini berarti aktivitas ALT pada jam ke!0 dan 48 sama.
Berdasarkan kondisi tersebut, penelitian mengenai pengaruh pemberian jangka
panjang ekstrak etanol kulit Mill. terhadap peningkatan kadar
albumin menggunakan waktu pencuplikan darah pada jam ke! 24 setelah hewan
uji dipejani karbon tetraklorida.
7 " 5 2 5 2 !"# " "
Berdasarkan penelitian Kurniawati, dkk. (2011), dalam penelitian efek
parasetamol, menjelaskan bahwa praperlakuan ekstrak metanol!air daun .
pada kelompok hewan uji diberikan selama enam hari dan pada hari ke 7
diberi hepatotoksin parasetamol. Penelitian Nopitasari (2013) melakukan
penelitian mengenai efek hepatoprotektif pemberian jangka panjang ekstrak etanol
biji Mill. terhadap aktivitas serum ALT dan AST pada tikus
terinduksi karbon tetraklorida dengan memberikan ekstrak biji
Mill. selama enam hari berturut!turut dan pada hari ke 7 diberi karbon tetraklorida
sebagai hepatotoksin. Penelitian ini hampir serupa dengan penelitian yang
dilakukan oleh Kurniawati, dkk. (2011) dan Nopitasari (2013). Pada penelitian ini,
ekstrak etanol kulit Mill. dipejankan selama enam hari
berturut!turut ke hewan uji, kemudian hewan uji dipejankan karbon tetraklorida
dengan dosis 2mL/kgBB pada hari ke!7.
' " 5 1 ! ! !"# " "
Tujuan dari penetapan dosis ekstrak etanol kulit Mill.
pada penelitian ini adalah untuk menentukan tingkatan dosis dari ekstrak etanol
kulit Mill. yang akan digunakan. Penetapan dosis ekstrak
etanol kulit Mill. didasarkan pada penelitian yang dilakukan
oleh Nopitasari (2013). Penelitian yang dilakukan oleh Nopitasari (2013)
menentukan tingkatan dosis ekstrak etanol biji Mill.
berdasarkan dosis maksimal ekstrak etanol biji Mill. pada tikus
yang merupakan konsentrasi tertinggi ekstrak etanol biji Mill.
Konsentrasi tertinggi yang digunakan pada penelitian Nopitasari (2013) adalah
dapat dimasukkan dan dikelurkan dari yaitu 70 mg/ml sehingga
diperoleh dosis maksimal 1,40 g/kgBB. Berdasarkan penelitian Nopitasari (2103),
pada penelitian ini menggunakan dosis maksimal 1,40 g/KgBB. Tingkatan dosis
ekstrak etanol kulit Mill. ditentukan berdasarkan dosis
maksimal pemberian. Tingkatan dosis ekstrak etanol kulit Mill.
yang digunakan pada penelitian ini adalah 0,35; 0,70; dan 1,40 g/kgBB.
3 ! 8 6 " 1 # 0 2 20 # !"#
" " 5 1 ! # 1 ! #0
"# # 1
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian ekstrak
etanol kulit Mill. terhadap peningkatan kadar albumin pada
tikus terinduksi karbon tetraklorida. Selain itu, penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui apakah terdapat kekerabatan antara peningkatan dosis ekstrak etanol
kulit Mill. dengan peningkatan kadar albumin pada tikus yang
terinduksi karbon tetraklorida. Penelitian ini dilakukan dengan memberikan
ekstrak etanol kulit Mill. satu kali sehari selama enam hari
berturut!turut secara per oral dengan peringkat dosis terkecil sebesar 0,35 g/kgBB;
dosis tengah sebesar 0,70 g/kgBB; dan dosis tinggi sebesar 1,40 g/kgBB. Setelah
hewan uji di pejani ekstrak, pada hari ke 7, hewan uji diinduksi karbon
tetraklorida dengan dosis 2 mL/kgBB. Pemberian karbon tetraklorida akan
merusak hati dan menurunkan kadar albumin di dalam darah. Pembentukan
albumin akan menurun dan menyebabkan penurunan kadar albumin dalam darah
(Hillyer, 2009).
20 # ; 6# 2 0 " 6 1 # 0 2 5 1 25 "# 5 " " ! / "# 6 " 8/ "# !"# 1 5 # !"# "
Keterangan :
Kontrol CCl4 : Pemberian hepatotoksin CCl4 dosis 2 ml/kg BB
Kontrol : Pemberian 2 ml/kgBB
Kontrol sediaan : Pemberian ekstrak etanol kulit Mill. dosis 1,40 g/kgBB
Dosis 1 : Perlakuan ekstrak etanol kulit Mill. 0,35 g/KgBB + CCl4 2 ml /kgBB
Dosis 2 : Perlakuan ekstrak etanol kulit Mill. 0,70 g/KgBB + CCl4 2 ml /kgBB
Dosis 3 : Perlakuan ekstrak etanol kulit Mill. 1,40 g/KgBB + CCl4 2 ml /kgBB
Pencuplikan darah dilakukan pada jam ke! 24 setelah pemberian senyawa
hepatotoksin karbon tetraklorida. Berdasarkan hasil orientasi yang telah
aktivitas serum ALT yang paling tinggi. Pencuplikan darah pada hewan uji ini
dilakukan melalui vena orbitalis yang terletak di daerah mata.
0 8 5 6 # 5 20 # !"# " "
I : Kelompok kontrol hepatotoksin CCl4 dosis 2 ml/kg BB II : Kelompok kontrol negatif ( 2 ml/kgBB)
Kelompok kontrol negatif dalam pengujian ini yaitu kelompok tikus yang
diinjeksi dengan dosis 2 mL/kgBB secara intraperitoneal. Pengujian
kelompok kontrol negatif ini bertujuan untuk memastikan (pelarut karbon
dan tidak menimbulkan efek toksik terhadap hewan uji. Pengujian kontrol negatif
pada penelitian ini sangat penting karena membuktikan bahwa penurunan kadar
albumin yang terjadi bukan disebabkan yang diberikan, tetapi murni
Pengujian kontrol negatif ini dilakukan dengan menginjeksikan
dengan dosis 2 mL/kgBB pada hewan uji secara intraperitoneal. Pengambilan
cuplikan darah dilakukan pada jam ke! 24 setelah pemberian melalui
sinus orbitalis. Waktu pengambilan cuplikan darah pada pengujian ini disamakan
dengan kontrol hepatotoksin (karbon tetraklorida). Pada kontrol hepatotoksin,
dipejankankan bersama dengan karbon tetraklorida dan pengambilan
darah dilakukan pada jam ke!24. Hal ini dilakukan untuk menyamakan kondisi
perlakuan. Dosis yang digunakan dalam penelitian ini sama dengan dosis
hepatotoksin karbon tetraklorida yaitu 2 mL/kgBB. Hal ini bertujuan untuk
memastikan bahwa penurunan kadar albumin bukan karena pemberian
sebagai pelarut melainkan karena pemberian hepatotoksin karbon tertraklorida.
Hasil penelitian Wijaya (2013) menyimpulkan bahwa sebagai pelarut
karbon tetraklorida tidak memberikan pengaruh terhadap kenaikan serum ALT
dan AST hewan uji, yang berarti tidak menurunkan kadar albumin. Berdasarkan
hasil pengukuran kadar albumin yang tercantum dalam tabel III dan gambar 5,
purata kadar albumin sebesar 3,6 ± 0,1 mg/dL.
- "# 5 " " ! #0 " "# # 1 1 ! ! - 2 @ 6
Pengujian kelompok kontrol karbon tetraklorida dosis 2 mL/kgBB
bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian karbon tetraklorida dengan dosis
2 mL/kgBB terhadap sel!sel hati tikus jantan galur Wistar berupa penurunan kadar
albumin. Pengujian ini dilakukan dengan cara memejankan karbon tetraklorida
dosis 2 mL/kgBB ke tikus secara intraperitoneal. Pada jam ke! 24, darah tikus
kemudian dilakukan pengukuran kadar albumin. Hasil pengukuran kadar albumin
dapat dilihat pada tabel III dan gambar 5. Berdasarkan hasil dari pengukuran,
purata kadar albumin yang diperoleh sebesar 2,92 ± 0,2 mg/dL, sedangkan purata
kadar albumin kontrol negatif ( oil) sebesar 3,63 ± 0,1 mg/dL.
Berdasarkan hasil dari uji yang tercantum dalam tabel IV, kontrol
negatif karbon tetraklorida berbeda bermakna dengan kontrol . Hal ini
menandakan karbon tetraklorida memberikan pengaruh berupa penurunan kadar
albumin. Adapun penurunan kadar albumin berkorelasi atau berkaitan dengan
terjadinya kerusakan pada hati (Hillyer, dkk., 2009).
7 "# !"# " " 1 ! ! %/'( 6@ 6
Pengujian kelompok kontrol ekstrak etanol kulit Mill.
bertujuan untuk melihat pengaruh pemberian ekstrak etanol kulit
Mill. terhadap kadar albumin pada hewan uji. Tujuan lain dalam
pengujian kontrol ekstrak pada hewan uji adalah untuk mengetahui apakah ekstrak
etanol kulit Mill. memberikan efek toksik pada hewan uji atau
tidak selama enam hari pemejanan ekstrak etanol kulit Mill.
Dosis ekstrak etanol kulit Mill. yang digunakan adalah
peringkat dosis tinggi 1,40 g/KgBB. Hal ini dikarenakan bila pada peringkat dosis
yang paling tinggi 1,40 g/KgBB tidak berpengaruh pada penurunan kadar albumin
maka dapat diasumsikan dosis tengah 0,70 g/KgBB dan dosis kecil 0,35 g/Kg juga
tidak berpengaruh terhadap penurunan kadar albumin.
Pengujian ini dilakukan dengan cara memejankan ekstrak etanol kulit