• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENERIMAAN MASYARAKAT SURABAYA TERHADAP REPORTASE KRIMINAL (RESKRIM) DI KOMPAS TV SURABAYA (Reception Analysis Masyarakat Kota Surabaya Terhadap Reportase Kriminal (Reskrim) di Kompas Tv Surabaya).

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENERIMAAN MASYARAKAT SURABAYA TERHADAP REPORTASE KRIMINAL (RESKRIM) DI KOMPAS TV SURABAYA (Reception Analysis Masyarakat Kota Surabaya Terhadap Reportase Kriminal (Reskrim) di Kompas Tv Surabaya)."

Copied!
91
0
0

Teks penuh

(1)

PENERIMAAN MASYARAKAT SURABAYA TERHADAP REPORTASE KRIMINAL (RESKRIM) DI KOMPAS TV SURABAYA

(Reception Analysis Masyarakat Kota Surabaya Terhadap Reportase Kriminal (Reskrim) di Kompas Tv Surabaya)

SKRIPSI

Oleh : Adila Noor Hasanah

NPM : 1043010123

YAYASAN KESEJAHTERAAN PENDIDIKAN DAN PERUMAHAN UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAWA TIMUR

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI

(2)

Pener imaan Masyar akat Sur abaya Ter hadap Repor tase Kr iminal di Kompas Tv Sur abaya (Studi Reception Analysis Pener imaan Masyarakat Sur abaya Ter hadap Progr am Repor tase

Kr iminal di Kompas Tv Sur abaya)” Disusun Oleh :

ADILA NOOR HASANAH NPM. 10 4301 0123

Telah diper tahankan dihadapkan dan diter ima oleh tim penguji Skr ipsi Pr ogram Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Univer sitas Pembangunan Nasional

“Veter an” J awa Timur Pada Tanggal 17 J uli 2014

PEMBIMBING TIM PENGUJ I

1. Ketua

Ir . H. Didiek Tranggono, M.Si Ir . H. Didiek Tranggono, M.Si NIP. 19581225 199001 1001 NIP. 19581225 199001 1001

2. Ser ketar is

DR. Catur Sur atnoadji, M.Si NPT. 3 6804 94 00281 3. Anggota

Zainal Abidin Achma d, S.Sos, M.Si, M.Ed NPT. 373 05 99 0170 1

Mengetahui, D E K A N

(3)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang selalu dekat dengan kita karena

berkat anugerah dan kebaikanNya yang diberikan sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian Skripsi dengan judul ”Pener imaan Masyarakat Sur abaya Ter hadap Repor tase Kr iminal di Kompas Tv Sur abaya”. Penulisan Skripsi ini merupakan salah satu kewajiban bagi mahasiswa Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur, khususnya Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik dalam rangka memenuhi tugas akademik guna melengkapi sebagian syarat untuk memperoleh Gelar Sarjana.

Hasil penulisan Skripsi ini bukanlah kemampuan dari penulis semata, namun terwujud karena bantuan dan bimbingan dari Bapak Ir. H. Didiek Tranggono, MSi. sebagai dosen pembimbing.

Dalam proses penyelesaian penulisan skripsi ini, penulis mengucapkan banyak terimakasih kepada pihak-pihak berikut ini:

1. Rasulullah Muhammad SAW untuk inspirasi serta tuntunan yang senantiasa mengilhami penulis dalam rangka “perjuangan” memaknai hidup.

2. Prof. DR. Ir. Teguh Soedarto, MP, selaku Rektor UPN “Veteran” Jatim.

3. Dra. Ec. Hj. Suparwati, M.Si, sebagai Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) UPN “Veteran” Jatim.

4. Juwito, S.Sos, M.Si, sebagai Ketua Program Studi Ilmu Komunikasi FISIP UPN “Veteran” Jatim

(4)

6. Bapak Ir. H. Didiek Tranggono, MSi. Sebagai dosen pembimbing

7. Seluruh Dosen Program Studi Ilmu maupun Staf Karyawan FISIP hingga UPN “Veteran” Jatim pada umumnya.

8. Abah dan mama tercinta yang tiada hentinya mendoakan, yang selalu sabar, pemberi semangat, memberikan didikan serta kasih sayang kepadaku. Dan kebahagiaan mereka menjadi tujuan utamaku..

9. Ahmad Yazid Bustami adik tersayang yang sudah membantu dan memberi semangat, serta kedua adik Hamdani dan Annisa. Terimakasih banyak supportnya

10. Special thanks to Yunan Irham Maraya yang sudah memberikan bantuan, tenaga serta fikirannya untuk pembuatan Skripsi ini.

11. Sahabat-sahabat luar biasa yang tak sekedar memotivasi dari sebelum berlangsungnya proses penulisan skripsi ini hingga selesainya skripsi ini, Karina Putri Ekawati dan Dea Adelia Suryani. Teman seperjuangan dalam penyelesaian skripsi.Terimakasih sudah menemani saya. Dan seluruh pihak yang tak dapat penulis sebutkan. Atas keterbatasan halaman ini, untuk segala bentuk bantuan yang diberikan, penulis ucapkan terimakasih. Akhir kata, penulis menyadari bahwa skripsi ini jauh dari kesempurnaan.Oleh sebab itu, kritik maupun saran selalu penulis harapkan demi tercapainya hal terbaik dari skripsi ini. Besar harapan penulis, semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat sekaligus menambah pengetahuan bagi berbagai pihak. Amin

Surabaya, July 2014

(5)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ……….. i

HALAMAN PENGESAHAN ……… ii

KATA PENGANTAR ……… iii

DAFTAR ISI ………... v

DAFTAR GAMBAR ……….. viii

DAFTAR LAMPIRAN ………... ix

ABTRAKSI ………. x

BAB I PENDAHULUAN ………. 1

1.1 Latar Belakang Masalah ……… 1

1.2 Perumusan Masalah ………... 11

1.3 Tujuan Penelitian ……….. 12

1.4 Kegunaan Penelitian ………. 12

BAB II LANDASAN TEORI ……… 13

2.1 Penelitian Terdahulu ……… 13

2.2 Landasan Teori ………. 17

2.2.1 Media Televisi ……….. 17

2.2.2 Televisi Sebagai Media Massa ………. 22

2.2.3 Fungsi Televisi ………. 26

2.2.4 Program Siaran Televisi ……….. 29

2.3 Masyarakat sebagai Khalayak (Audience) ……….. 29

(6)

2.5 Tayangan Berita Kriminal ……… 39

2.6 Reportase Kriminal (Reskrim) di Kompas Tv Surabaya ………. 41

2.7 Kerangka Berfikir ………. 47

BAB III METODE PENELITIAN ……….. 49

3.1 Jenis Penelitian ……….. 49

3.2 Definisi Konseptual ………... 51

3.2.1 Analisis Resepsi ………. 51

3.2.2 Reportase Kriminal (Reskrim) di Kompas Tv Surabaya … 55 3.3 Lokasi Penelitian ……… 59

3.4 Karakteristik Informan dan Teknik Pemilihan Informan ………. 59

3.5 Teknik Pengumpulan Data ……… 61

3.6 Teknik Analisis Data ………. 62

3.6.1 Tahapan Reception Anlysis ……….. 63

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ……… 66

4.1 Gambaran Umum Obyek Penelitian ………. 66

4.1.1 Profil Kota Surabaya ………. 66

4.1.2 Reportase Kriminal (Reskrim) di Kompas Tv Surabaya … 67 4.2 Penyajian Data ……… 70

4.2.1 Identitas Informan ……….. 71

4.3 Analisis Data ……….. 79

4.3.1 Pandangan Informan tentang Reportase Kriminal (Reskrim) di Kompas TvSurabaya ………. 80

(7)

4.3.3 Penerimaan Informan tentang tayangan Reskrim di Kompas Tv Surabaya Sebagai Tayangan Kriminal

yang Mengandung Kekerasan ……….. 84

4.3.4 Penerimaan Informan tentang Reskrim di Kompas Tv Surabaya Mampu Menghadirkan Realitas ……… 86

4.4 Analisis Resepsi (Reception Analysis) ………. 89

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ………. 100

5.1 Kesimpulan ……….. 100

5.2 Saran ………. 101

DAFTAR PUSTAKA ……..……… 103

(8)

DAFTAR GAMBAR

(9)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1 Interview Guide ………. 105

Lampiran 2 Lampiran Wawancara ……… 107

Lampiran 3 Foto Wawancara ……… 130

(10)

ABSTRAKSI

ADILA NOOR HASANAH, PENERIMAAN MASYARAKAT SURABAYA TERHADAP REPORTASE KRIMINAL (RESKRIM ) DI KOMPAS TV SURABAYA (Reception Analysis

Masyarakat Kota Surabaya Terhadap Reportase Kriminal (Reskrim) di Kompas Tv Surabaya) Penelitian ini adalah untuk mengetahui PENERIMAAN MASYARAKAT SURABAYA TERHADAP REPORTASE KRIMINAL (RESKRIM ) DI KOMPAS TV SURABAYA.

Maraknya aksi kriminalitas membuat acara televisi mengenai berita kriminal semakin banyak di televisi nasional hingga televisi lokal sekalipun. Salah satu televisi lokal yang menayangkan program berita kriminal adalah Kompas Tv Surabaya, dengan nama acaranya "Reportase Kriminal (Reskrim)" menyajikan secara khusus mengenai kasus-kasus kriminal yang terjadi di Jawa Timur. Program acara Reportase Kriminal (Reskrim) di Kompas Tv Surabaya dapat memberikan makna yang berbeda bagi masyarakat. Masyarakat yang berasal dari latar belakang serta pengalaman yang berbeda, akan melakukan pro dan kontra bagi makna acara Reskrim. Penelitian ini menggunakan Reception Analysis dalam menggolongkan khalayak menjadi khlayak aktif dalam memaknai teks yang dimunculkan oleh media. Dengan menggunakan metode penelitian Deskriptif Kualitatif, dan untuk pengumpulan data peneliti menggunakan wawancara mendalam (In depth interview). Kesimpulan dari penelitian ini adalah, penerimaan Khalayak Surabaya dalam mengkategorikan Reskrim sebuah acara yang menarik informan remaja hingga dewasa memberikan resepsi dominan-hegemonik yang diharapkan pembuat berita, dalam hal ini adalah Kompas Tv Surabaya. Khalayak yang digolongkan sebagai Negosiasi, tiga informan dewasa yang pada awalnya membangun makna sesuai dengan encoding

teks media, kemudian melakukan pemaknaan berbeda. Dalam hal ini, informan memiliki karakter kritis dalam memberikan pemahaman dan makna teks media, namun pada akhirnya mereka condong ke salah satu arah untuk menerima atau menolak. Sedangkan khalayak yang digolongkan sebagai Oposisi, satu informan yang menolak secara keseluruhan apapun yang ditawarkan oleh Kompas Tv Surabaya. Melihat latar belakang informan ini karakternya religius dan memiliki pendirian yang kuat.

Kata Kunci :

(11)

ABSTRACT

ADILA NOOR HASANAH, RECEPTION SURABAYA SOCIETY TO REPORTASE KRIMINAL (RESKRIM) AT KOMPAS TV SURABAYA (Reception Analysis Surabaya Society to Reportase Kriminal (Reskrim) at Kompas Tv Surabaya)

This research is to find out RECEPTION SURABAYA SOCIETY TO REPORTASE KRIMINAL (RESKRIM) AT KOMPAS TV SURABAYA

The rise of criminal actions make television shows about crime news more and more in national television even to a local television. One of the local television that broadcast the news criminal program is Kompas Tv Surabaya, name of the program is Reportase Kriminal (Reskrim) on Kompas Tv Surabaya which present specially package of criminal cases that occurred in East Java. Reportase Kriminal (Reksrim) on Kompas Tv Surabaya can provide a different meaning for the society. People who come from differents backgrounds and different experiences, will do the pros and cons for the meaning of the program. This research uses Reception Analysis in classifying the audience becomes active audience on the meaning of the text that is raised by the media. By using sescriptive qualitative research methods, and for data collection, researcher used in-depth interviews. The conclusion of this reaserch is Reception Surabaya peoples categorizing Reskrim an exciting program from adolescents to adults informants have reception fit to expected dominant-hegemonic news makers, in this case is the Kompas Tv Surabaya. Audiences are classified as Negotiations, three adult informants who initially according construct meaning with the text encoding media, then do a different meaning. In this case, the informant has character critical in providing to understanding and meaning of media texts, but in the end they are choose to one direction to accept or reject. While audiences were classified as Opposition, one informant who refused to offer any teks media by Kompas Tv Surabaya. See informant's has religius character and has a strong establishment.

Key words :

(12)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Media massa merupakan sarana untuk menyampaikan dan menerima berbagai informasi. Media massa memiliki peran sentral dalam membentuk opini publik dari apa yang diberitakan, baik melalui media cetak maupun media elekronik bahkan media baru. Kini manusia hidup ditengah sesaknya informasi. Bahkan setiap hari kita disuguhi dengan beragam informasi yang disediakan oleh media massa baik itu yang membahas masalah politik, ekonomi, sosial budaya masyarakat, kesehatan, hingga hiburan sesuai dengan orientasi media tersebut.

Media massa benar-benar ingin menunjukkan kepada masyarakat konsumennya bahwa ia adalah benar-benar mereplikasi dari masyarakatnya, karena itu media massa juga harus tampil dalam bentuk kekerasan dan sadistis. Media massa harus punya wajah seram yang membuat masyarakat merinding dan mengelus dada. Padahal secara empiris, replika media massa akan terulang oleh konsumen medianya, yaitu masyarakat mereplikasi informasi media massa dalam proses konstruksi-rekonstruksi. Kekerasan dan sadism media massa dapat disaksikan mulai dari film kekerasan, film horror sampai dengan tayangan berita kriminalitas (Bungin, 2006:346)

(13)

diantaranya “Patroli” dan “Jejak Kasus”, “Buser” dan “SIGI”, “Sidik”, “TKP” dan “Sergap” serta masih banyak tayangan berita kriminal lainnya dan sebagian besar diantaranya ditayangkan setiap hari secara rutin (daily news).

Acara TV dapat disebut merefleksikan kebudayaan suatu masyarakat sehingga apa yang terjadi di layar kaca merupakan refleksi atas apa yang terjadi di masyarakat. Apabila sekarang di media TV yang menduduki rating tertinggi adalah tayangan-tayangan yang berisi kekerasan, gossip, dan misteri, maka itulah gambaran masyarakat kita saat ini. Masyarakat yang suka ngobrol keburukan orang lain, suka kekerasan dan suka hal-hal yang bersifat misteri (klenik). Dan salah satu jenis berita yang memiliki potensi besar pelanggaran kode etik jurnalistik adalah berita-berita kriminal dan berita mengenai konflik.

(Sumber : https://ubrawijaya.academia.edu/RACHMATKRIYANTONO/Posts) diakses pada 15 April 2014.

Sejak banyaknya program berita kriminalitas muncul, berbagai tanggapan pro dan kontra dari berbagai kalangan pun muncul. Ada anggapan bahwa penayangan gambar dalam berita tersebut menampilkan kekerasan sehingga dapat mempengaruhi penonton untuk mengikuti apa yang dia lihat melalui televisi, terutama jika ditonton oleh anak-anak. Namun belum ada bukti yang dapat dipertanggung jawabkan bahwa tayangan kriminal secara paralel juga menyebabkan meningkatnya berita kriminal. Sementara ada juga yang beranggapan bahwa acara ini baik karena dapat memberikan peringatan bagi masyarakat terhadap bahaya sehingga dapat berhati-hati dan dapat menghindarkan diri dari kemungkinan menjadi korban kriminal (http://etnojurnal.blgspt.com/2010/04/tayangan-berita-kriminal-di-televisi.html)

(14)

kekerasan pada orang lain, seperti menganiaya orang lain, membentak orang lain, sampai dengan membunuh orang lain. (3) kekerasan kolektif, seperti perkelahian massal, komplotan melakukan kejahatan maupun sindikat perampokan. (4) kekerasan dengan skala yang lebih besar seperti peperangan dan terorisme yang dampaknya memberi rasa ketakutan dan kengerian yang luar biasa kepada pemirsanya (Bungin, 2006 : 346). Sehingga acara kriminal yang justru tidak memperingatkan audiensnya agar waspada namun malahan menakut-nakuti dan pamer kegagahan aparat atau kesadisan pelaku.

Bagi media massa elektronik, membangun emosi melalui acara seperti ini merupakan upaya yang tidak sulit, karena dengan gambar-gambar yang menyeramkan dan sedikit komentar yang cenderung memilukan, emosi masyarakat akan mencapai puncaknya. Semakin menyeramkan, maka semakin ditonton oleh pemirsa, lalu dengan penuh antusias mereka bercerita kepada orang lain, sehingga orang itu ingin terus menerus menyaksikan di televisi pula terus menerus seperti orang itu (Bungin, 2006 : 347)

(15)

Pada 2012 terjadi 160 peristiwa pembunuhan, dan tahun 2013 hanya ada 96 kasus. Kemudian, kasus trafficking yang tahun lalu mencapai 764 perkara, sekarang tinggal 9 perkara saja. Perjudian tahun lalu ada 3.500 kasus menurun jadi 3.375 kasus.(http://surabaya.tribunnews.com/2013/12/27/kriminalitas-di-jawa-timur-menurun) diakses pada 13 maret 2014 8.33 WIB. Dari jumlah kasus kriminal yang mencapai angka ribuan ini, tak lepas dari perhatian media massa untuk menyampaikannya kepada khalayak dengan cara khusus yang berbeda di setiap masing-masing televisi.

Maraknya aksi kriminalitas tersebut membuat acara televisi mengenai berita kriminal semakin banyak di televisi nasional hingga televisi lokal sekalipun. Salah satu televisi lokal yang menayangkan program berita kriminal adalah Kompas Tv Surabaya, dengan nama acaranya "Reportase Kriminal (Reskrim)", acara yang berdurasi 30 menit ini ditayangkan pada pagi hari, untuk menyajikan berbagai peristiwa kriminal yang terjadi di Jawa Timur selama sepekan.

Acara Reportase Kriminal di Kompas TV Surabaya ditayangkan setiap hari Sabtu pukul 07.30 WIB. Sebuah acara TV lokal di Surabaya yang menayangkan program reportase khusus mengungkap kriminalitas yang terjadi di wilayah Jawa Timur. Acara Reportase Kriminal di Kompas TV Surabaya yang dibawakan oleh host Virgianty Kusumah, memberikan informasi tentang tindak kecurangan dan kriminal dalam masyarakat Jawa Timur, serta tips bagaimana masyarakat dapat terhindar dari tindak kecurangan dan kriminal yang terjadi di masyarakat khususnya wilayah Jawa Timur.

(16)

mengungkap secara lengkap peristiwa-peristiwa kriminal berdasarkan tinjauan motif, latar belakang pelaku dan korban, kronologi peristiwa, proses hukum, hingga analisis dari para ahli terkait, kriminolog atau psikiater. Pada segemen ini, dinamakan “Reskrim In Fokus” dimana hanya difokuskan untuk membahas satu kasus kriminal yang terjadi selama sepekan yang ramai diperbincangkan oleh khalayak dan media-media yang ada. Pada segmen ketiga, ditayangkannya videoyang berisi tindak kejahatan yang terekam oleh kamera cctv.

Penulis melihat adanya tayangan-tayangan yang tidak sesuai dengan aturan dari KPI atau Kode Etik Jurnalistik dalam program Reskrim ini. Pada program Reportase Kriminal (Reskrim) dalam beberapa episode :

1. Reskrim Episode 14 Maret 2014, pada kasus kecelakaan 10 Maret 2014 yang menewaskan seorang pria akibat mengendarai sepeda motor dalam keadaan mabuk, diperlihatkan wajah korban di rumah sakit yang sudah tewas dan penuh luka tanpa di sensor. Hal tersebut tentu saja melanggar peraturan Keputusan Komisi Penyiaran Indonesia nomor 009/sk/kpi/8/2004 pasal 33 yang menyebutkan gambar luka-luka yang diderita korban kekerasan, kecelakaan, dan bencana tidak boleh disorot secara close up

(big close up, medium close up, extreme close up); sedangkan pada tayangan ini wajah korban kecelakaan di ambil secara medium close up.

(17)

Keputusan Komisi Penyiaran Indonesia nomor 009/sk/kpi/8/2004 tentang Pedoman Perilaku Penyiaran (P3) dan Standar Program Siaran (SPS) Komisi Penyiaran Indonesia Pasal 11 Adil ayat 5 yang menyebutkan Dalam pemberitaan kasus kriminalitas dan hukum, lembaga penyiaran harus menyamarkan identitas (termasuk menyamarkan wajah) tersangka, kecuali identitas tersangka memang sudah terpublikasi dan dikenal secara luas. 3. Segmen ketiga pada program Reskrim ditayangkan adegan-adegan kekerasan yang

terambil kamera CCTV yang secara jelas diperlihatkan tanpa disensor bahkan ditambah dengan narasi voice over yang bertujuan untuk mengompor-ngompori bahwa tindakan kekerasan seperti memukul dan menendang, adalah baik dan lumrah. Seperti, “yaa.. pukul terus tendang! Pukul lagi jangan kasih ampun, terus, ya!” Sangat tidak sesuai dengan Salinan Keputusan Komisi Penyiaran Indonesia nomor 009/sk/kpi/8/2004 tentang Pedoman Perilaku Penyiaran (P3) dan Standar Program Siaran (SPS) Komisi Penyiaran Indonesia bagian Pertama Kekerasan Pasal 32 pembatasan Umum ayat 3, yang menyebutkan bahwa Lembaga penyiaran dilarang menyajikan program yang dapat dipersepsikan sebagai mengagung-agungkan kekerasan atau menjustifikasi kekerasan sebagai hal yang lumrah dalam kehidupan sehari-hari.

(18)

asing, lembaga penyiaran wajib menjelaskan identitas sumber materi siaran tersebut kepada khalayak.

Meski terlihat adanya beberapa ketidak sesuaian menurut peniliti antara tayangan tersebut dengan peraturan KPI yang ada, tetap saja menjadi peminat masyarakat Jawa Timur khususnya Surabaya. Dapat terlihat dari rating yang tinggi tiap minggunya mencapai 5,45% (Sumber : Kompas Tv Biro Jatim). Melihat share audience yang cukup baik itu, program ini justru hadir setiap hari untuk menemani masyarkat Surabaya dengan menyajikan kisah-kisah sadis pembunuhan, penjelasan-penjelasan mengenai cara pelaku melakukan kejahatannya, hingga kegagahan polisi yang berhasil melumpuhkan penjahat.

Reportase Kriminal (Reskrim) di Kompas Tv pada dasarnya bertujuan untuk mengingatkan masyarakat untuk lebih waspada terhadap aksi kriminalitas yang bisa menimpa siapapun termasuk dirinya dan orang-orang disekitarnya. Selain itu, Reskrim menjadi fungsi kontrol pengawas lingkungan di Jawa Timur khususnya. Seperti dengan menyajikan bahaya kecelakaan lalu lintas, hukuman pidana bagi pelaku, dan lain sebagainya. Namun, Reskrim mempunyai pandangan tersendiri dalam memaknai setiap peristiwa yang terjadi, dan mewujudkannya ke dalam teks media. Reskrim mengkonstruksi peristiwa itu sesuai dengan idealismenya.

(19)

Reskrim sendiri menyadari akan ada efek negatif yang akan terjadi jika masyarakat terus diterpa tayangan berita aksi tindak kriminalitas yang terjadi meski sudah ada pasal pidana yang sudah disebutkan. Dengan mengakses informasi kriminal, masyakarakat secara tidak langsung mengetahui cara melakukan tindak kriminal. Mulai dari cara mencuri, cara bunuh diri, cara melakukan penipuan, dan sebagainya.

Melalui bahasa yang diolah Reskrim sedemikian rupa, baik bahasa verbal (kata-kata tertulis atau lisan) maupun bahasa non-verbal (gambar, foto, grafik, angka, dan tabel) tentu saja untuk menarik perhatian, membangkitkan perasaan, dan menimbulkan luapan-luapan emosi yang mendalam. Sehingga share ratting audience pun dapat mencapai target.

Rating menjadi “dewa” segala-galanya bagi industri pertelevisian. Semakin tinggi rating, semakin besar uang yang masuk kocek. Para awak media dengan percaya diri menganggap bahwa tayangannya digemari hanya berdasarkan hitung-hitungan rating. Meskipun hingga kini tidak ada jaminan sebenarnya berapa yang suka dan berapa yang tidak suka. Karena, Rating akan tinggi jika pengelola televisi mampu menyuguhkan peristiwa kriminal yang sarat kekerasan sebagai sebuah entertainment. Masyarakat yang kesal dengan tindak kriminal yang semakin mejadi-jadi seolah terpuaskan. (Sumber :

http://bincangmedia.wordpress.com/tag/berita-kriminal/) diakses pada 14 April 2014.

(20)

Objek dalam penelitian ini adalah acara Reportase Kriminal (Reskrim) di Kompas Tv Surabaya. Pada program acara Reportase Kriminal (Reskrim) menayangkan liputan-liputan mengenai tindak kriminalitas yang terjadi namun dikemas dengan elegan dan sangat mendetailkan informasi kriminalitas yang terjadi. Sehingga dapat menarik perhatian pemirsanya dan membuat program tersebut ingin terus ditonton, karena terdiri dari tayangan-tayangan kriminal mulai dari yang sangat sadis hingga kejahatan yang gagal pada kamera cctv.

Penulis memilih pemirsa yang berusia 17 tahun keatas sebagai subjek penelitian, karena usia tersebut dianggap telah memiliki kemampuan berpikir yang lebih sempurna (kematangan kognitif), kematangan emosional, dan sosial (Sobur, 2003 : 52-53) dan peneliti juga menitik beratkan penelitian ini pada masyarakat di kota Surabaya, selain karena kota Surabaya merupakan kota terbesar kedua setelah kota Jakarta, juga karena tingginya angka kriminalitas yang terjadi. Kepala Kepolisian Resor Kota Surabaya Komisaris Polisi Setija Junianta dalam hasil analisa dan dari evaluasi di Mapolrestabes Surabaya, kasus menonjol seperti Curat, Curas, Curanmor, Pembunuhan, dan sebagainya yakni sebanyak 4.454 kasus pada tahun 2013.

(http://surabaya.tribunnews.com/2013/12/27/kriminalitas-di-jawa-timur-menurun)

1.2 Per umusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan sebelumnya, maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Bagaimana Penerimaan masyarakat Surabaya terhadap berita kriminal di program Reportase Kriminal (Reskrim) di Kompas Tv Surabaya ?”

(21)

Tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana penerimaan masyarakat Surabaya tentang berita kriminal di program Reportase Kriminal (Reskrim) di Kompas Tv Surabaya.

1.4 Kegunaan Penelitian

Penelitian ini diharapkan memiliki beberapa kegunaan diantaranya : 1. Kegunaan Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan untuk menambah refrensi perpustakaan bagi Universitas Pembangunan Nasional terutama mengenai penelitian yang berkaitan dengan komunikasi massa khususnya pengaruh media massa terhadap khalayak.

2. Kegunaan Praktis

(22)

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Penelitian Ter dahulu

(23)

kecantikan SNSD dalam video klip Gee. Data yang diperoleh dari empat informan melalui wawancara mendalam, menghasilkan kesimpulan sebagai berikut :

1. Kecantikan dapat dilihat dari dua aspek yaitu inner beauty dan outer beauty, akan tetapi keempat informan sebagai penggemar SNSD menjadi dominan melihat kecantikan melalui inner beauty, meskipun mereka berempat juga tidak dapat memungkiri bahwa kecantikan juga terlihat dari outer beauty, dimana kecantikan dari setiap personil adalah kecantikan buatan. Kecantikan yang tidak alami itu terjadi karena adanya kecanggihan alat kecantikan.Secara keseluruhan, elemen kecantikan elemen kecantikan inner beauty yang ditunjukkan oleh personil SNSD di video klip Gee diakui oleh seluruh informan memiliki daya tarik tersendiri.

2. Namun berbeda dengan kecantikan outer beauty dimana kesamaan pendapat antara IW dan SN serta FF dan CR. Peneliti melihat perbedaan dari informan, yang menunjukkan bahwa kecantikan outer beauty bagi perempuan sangatlah penting. Namun bagi laki-laki, kecantikan outer beauty bukanlah hal yang utama dalam penilaian dari kecantikan itu sendiri.

(24)

menggunakan metode Reception Analysis. Hasil penelitian ini merupakan representasi suara khalayak yang mencakup identitas sosial dan posisi subyek. Sedangkan dalam penelitian ini membahas bagaimana keberagaman etnis yang dimiliki oleh khalayak mengkonstruksi bagaimana pemaknaan sensualitas tubuh perempuan dalam anime Fairy Tail.

Berdasar temuan temuan tersebut, terutama tentang sensualitas tubuh perempuan dan daya tarik fisik, dapat disimpulkan bahwa pemaknaan yang dilakukan khalayak berada pada posisi Dominant Reading. Karena pemaknaan yang dilakukan oleh khalayak sudah sejalan dengan makna sensualitas tubuh perempuan yang ada pada anime Fairy Tail. Media yang ada di Indonesia sendiri sering menggambarkan perempuan cantik dan seksi dengan ciri fisik seperti yang telah disebutkan tadi. Sehingga dapat disimpulkan juga media ikut berperan dalam mengkonstruksi khalayak dalam melakukan negosiasi makna berkaitan dengan sensualitas tubuh perempuan.

Pada penelitian pertama, objeknya berupa tayangan di satu jenis video klip sebuah girl band dari Korea, yang kedua menggunakan kartun Jepang yang diambil dari berbagai serial sebagai objeknya. Sedangkan penelitian kali ini, penulis menggunakan program acara berita khusus kriminal yang tayang pada stasiun tv lokal Jawa Timur. Kemudian, perbedaan juga terdapat pada fokus pembahasan yang menjadi masalah. Pada penelitian pertama, ingin mengetahui konstruksi makna kecantikan, pada penelitian kedua membahas mengenai konstruksi makna sensualitas. Beda dengan penelitian yang penulis lakukan kali ini difokuskan pada tayangan berita kriminal yang didalamnya dapat terkonstruksi makna kekerasan.

(25)

datanya. Kemudian pada penelitian kedua, Remajalah yang menjadi target informannya dengan menggunakan In-depth interview. Sedangkan bedanya pada penelitian penulis saat ini subjeknya adalah masyarakat Kota Surabaya artinya cakupannya yang lebih luas sehingga dipilih beberapa informan dengan sengaja yang sudah dirasa cukup untuk mewakilkan jawaban dari seluruh masyarakat di Kota Surabaya.

2.2 Landasan Teor i 2.2.1. Media Televisi

Televisi yang pada mulanya dipandang sebagai barang mainan atau sesuatu penemuan serius atau sesuatu yang memberikan sumbangan terhadap kehidupan sosial, kemudian berperan sebagai alat pelayanan. Pada intinya, televisi lahir dengan memanfaatkan semua media yang ada sebelumnya. (Denis Mcquail, Mass Communication Theory, 1987).

Televisi merupakan gabungan dari media dengar dan gambar yang bisa bersifat informatif, hiburan dan pendidikan, atau bahkan bisa ketiga unsur tersebut, sebagai berikut:

1. Fungsi Penerangan/informasi, sebagai sarana yang efektif dalam menginformasikan segala berita kepada khalayak.

2. Fungsi Pedidikan, disadari ataupun tidak televisi mempunyai pengaruh yang tidak kecil dalam memberikan pengetahuan tambahan kepada khalayak luas mengenai berbagai hal. 3. Fungsi hiburan, tentunya suatu media yang mudah dan murah dalam upaya kita

(26)

Munculnya media televisi dalam kehidupan manusia memang menghadirkan suatu peradaban, khususnya dalam proses komunikasi dan informasi. (Kuswandi, 1996: 7-8). Kekuatan dan kelemahan televisi, menurut Renald Kasali (1992) adalah:

Kekuatan Televisi:

1. Efisiensi biaya, kemampuan menjangkau khalayak sasaran yang sangat luas. 2. Dampak yang kuat, televisi media audio visual.

3. Pengaruh yang kuat, televisi mempunyai kemampuan yang kuat untuk mempengaruhi persepsi khalayak sasaran.

Kelemahan Televisi:

1. Biaya yang besar, biaya absolut yang sangat ekstrem untuk memproduksi dan menyiarkan siaran komersial.

2. Khalayak yang tidak efektif, televisi adalah media yang tidak selektif, segmentasinya tidak tajam.

3. Kesulitan teknis, jam tayang dalam siaran televisi tidak dapat diubah.

Terlepas dari kelemahan yang dimiliki televisi, kini televisi justru menjadi media informasi yang terus berkembang cepat. Semakin lama televisi semakin terasa sebagai bagian dari kehidupan keluarga. Ada 2 alternatif bagi televisi dalam menyangkan suatu program acara yaitu tayangan yang memang ditujukan untuk perubahan sikap pemirsa dan tayangan acara yang hanya selintas memberikan hiburan tanpa bertujuan mengubah sikap pemirsa (Kuswandi, 1996: 103).

(27)

televisi, lembaga penyelenggara komunikasi bukan secara perorangan, melainkan melibatkan banyak orang dengan organisasi yang kompleks serta pembiayaan yang besar. Dikaitkan dengan paradigma Lasswell, secara tegas komunikasi massa media televisi memperlihatkan bahwa setiap pesan yang disampaikan televisi mempunyai tujuan khalayak serta akan mengakibatkan efek dan umpan balik, baik secara langsng maupun tidak langsung. Tujuan akhir dari penyampaian pesan media televisi, bisa menghibur, mendidik, kontrol sosial, menghubungkan atau sebagai bahan informasi (Kuswandi, 1996: 7).

TV menciptakan suasana tertentu, yaitu para pemirsanya dapat melihat sambil duduk santai tanpa kesengajaan untuk menyaksikannya. Penyampaian pesan seolah-olah langsung dari komunikator dan komunikan. Selain itu, pendidikan masyarakat yang makin baik, juga diharapkan sebagai penangkal masuknya unsur-unsur negatif dari media televisi (isi acara). Melihat kenyataan banyaknya berbagai acara maka secara tidak langsung masyarakat lebih terpropaganda dengan media televisi.

Televisi dikatakan sebagai “kotak ajaib” dunia karena penyuguhan informasinya sangat menarik dengan menampilkan gambar, suara, warna dan kecepatan yang menjadi favorit sejak awal penemuannya. Menurut Ardianto (2004:128-130) Beberapa faktor dan karakteristik yang menarik dari televisi sehingga pemirsa mempunyai minat yang sangat tinggi untuk menontonnya, yaitu :

1. Audio Visual

Televisi memiliki kelebihan, yakni dapat didengar sekaligus dapat dilihat sehingga disebut dengan audiovisual.

(28)

Pertama adalah visualisasi (vizualitation), yakni menerjemahkan kata-kata yang mengandung gagasan yang menjadi gambar. Kedua, adalah penggambaran (picthurization), yakni kegiatan merangkai gambar-gambar individual sedemikian rupa, sehingga kontiunitas mengandung makna tertentu.

3. Pengoprasian

Peralatan yang digunakan lebih banyak dan untuk mengoprasikan lebih rumit serta harus dilakukan oleh orang yang terampil dan terlatih.

Tetapi pesan yang akan disampaikan melalui media televisi, memerlukan pertimbangan sasaran. Faktor-faktor yang perlu diperhatikan itu adalah sebagai berikut:

1. Pemirsa

Sesungguhnya dalam bentuk komunikasi dengan menggunakan media apapun, komunikator akan menyesuaikan pesan dengan latar belakang komunikasinya. Namun untuk komunikasi melalui media elektronik, khususnya televisi, faktor pemirsa perlu mendapat perhatian lebih. Dalam hal ini komunikator harus memahami kebiasaan dan minat pemirsa

2. Waktu

Setelah komunikator mengetahui minat pemirsa, langkah selanjutnya adalah menyesuaikan waktu penayangan dengan minat dan kebiasaan pemirsa.

3. Durasi

Durasi berkaitan dengan waktu, yakni jumlah menit dalam setiap penayangan acara. 4. Metode penyajian

(29)

diabaikan. Fungsi nonhiburan dan noninformasi harus tetap ada karena sama pentingnya. Dengan menggunakan metode penyajian tertentu, diharapkan fungsi mendidik dan membujuk televisi tetap ada, namun tetap diminati pemirsa.

Kehadiran televisi begitu berarti bagi masyarakat. Televisi menjadi suatu kebutuhan dalam ruang publik. Tayangan program acara yang beraneka ragam, mendapat perhatian dari masyarakat. Tentunya televisi mampu menyampaikan pesan yang seolah-olah langsung antara komunikator dengan komunikan.

Melalui televisi masyarakat menjadi tahu berbagai macam informasi. Televisi telah mampu menembus ruang kehidupan masyarakat. Peranan televisi selain sebagai alat informasi juga sebagai control sosial, hiburan serta media penghubung secara geografis yang akan berpengaruh sangat besar terhadap masyarakat. Secara tidak sadar atau tidak sadar pola kehidupan masyarakat telah berubah dan dikendalikan oleh televisi itu sendiri. Banyak jadwal kegiatan masyarakat berubah disesuaikan dengan jadwal program acara yang mereka senangi di televisi.

Jika dapat disimpulkan bahwa media massa televisi berperan sebagai alat informasi, hiburan, kontrol sosial dan penghubung wilayah secara geografis. Isi pesan tayangan televisi bisa diinterpretasikan menurut visi pemirsa serta dampak yang ditimbulkan juga beraneka ragam. Dengan demikian, televisi sangat berperan dalam mempengaruhi mental, pola pikir khalayak umum. Televisi karena sifatnya yang audiovisual merupakan media yang dianggap paling efektif dalam menyebarkan nilai-nilai yang konsumtif dan permisif.

2.2.2 Televisi sebagai Media Massa

(30)

(tampak), jadi televisi berarti tampak atau dapat dilihat dari jauh. Dalam Oxford Learner’s Dictionary menyebutkan, Television is system of sending and receiving pictures and sounds over a distance by radio waves (televisi adalah sistem pengiriman dan penerimaan visual dan audio dalam suatu jarak tertentu melalui gelombang radio). Secara sederhana kita dapat mendefinisikan televisi sebagai media massa yang menampilkan siaran berupa gambar dan suara dari jarak jauh.

Sebagai media massa, televisi merupakan sarana komunikasi massa. Komunikasi massa sendiri mempunyai definisi sederhana seperti yang dikemukakan Bittner (1980: 10) “Mass communication is message communicated trough a mass medium to a large of

people” (komunikasi massa adalah pesan yang dikomunikasikan melalui media massa pada sejumlah besar orang). Ini berarti antara televisi dan komunikasi massa yang menyangkut khalayak banyak sangat berkaitan satu sama lain.

(31)

menutup kemungkinan bahwa feedback masyarakat sebagai komunikan juga penting bagi perkembangan informasi dan pemaketan program televisi itu sendiri. Ini terbukti dengan maraknya saluran interaktif dalam acara-acara televisi seperti talk show ataupun program kuis. Ini menandakan antara televisi dan masyarakat ada suatu benang merah di mana antar-keduanya. Dalam psikologi komunikasi, hal tersebut merupakan efek psikologi pada peristiwa komunikasi massa. Menurut Cassata dan Asate (1979: 12), bila arus komunikasi hanya dikendalikan oleh komunikator, situasi akan menunjang persuasi yang efektif. Sebaliknya bila khalayak dapat mengatur arus informasi, situasi komunikasi akan mendorong belajar yang efektif.

(32)

sebenarnya telah terkontaminasi dengan kepentingan money oriented pemilik acara. Inilah yang membuat masyarakat telah “dibodohi”.

Media massa sejatinya merupakan sarana yang efektif untuk menyebarkan informasi kepada khalayak banyak, terutama televisi. Televisi saat ini sudah menjadi tuhan kedua bagi sebagian besar masyarakat yang mengkonsumsinya. Makin tertarik mereka terhadap tayangan televisi, makin menggila pula televisi dalam menyiarkan program-program unggulannya. Bahkan pemilik acara rela mengesampingkan kode etik penyiaran demi meraup keuntungan rupiah semata. UU no. 32 tahun 2002 tentang penyiaran dan Pedoman Prilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran dari KPI (Komisi Penyiaran Indonesia) yang merupakan turunan dari UU tersebut tidak lagi menjadi landasan dasar dalam pembuatan program televisi. Bahkan ATVSI selaku lembaga yang menaungi pertelevisian di Indonesi telah mendirikan lembaga tandingan KPI yaitu KPPPT (Komisi Penegakkan Pedoman Perilaku Televisi) untuk ikut serta menertibkan tayangan televisi. Namun kenyataan di lapangan berbicara lain. Masyarakat sebagai konsumen acara televisi tetap mendapatkan suguhan yang tidak semestinya dari program televisi. Hal ini bisa dimaklumi karena sanksi hukum atas pelanggaran kode etik tersebut di atas tidak tegas bahkan hanya dianggap sebagai orang-orangan sawah semata.

(Sumber : http://nekadnulis.blogspot.com/2012/01/televisi-sebagai-media-massa-dan.html) diakses pada 16 April 2014 pukul 8.15

2.2.3. Fungsi televisi

(33)

bersangkutan. Asep S. Muhtadi dan Sri Handajani (2000: 102) menyebutkan sebagai media komunikasi massa, televisi adalah sumber informasi yang paling akrab di masyarakat, karena kemampuan daya jangkau (accessability) yang dimiliki, ketersediaan (availability) serta potensi yang sangat besar dalam membentuk pendapat khalayak (public opinion). Ada beberapa unsur penting dalam media massa, yaitu adanya sumber informasi, isi pesan, khalayak sasaran, saluran informasi (media) dan efek dari informasi. Media televisi sebagaimana media massa lainnya mempunyai berbagai fungsi, diantaranya sebagai alat menyebarkan informasi, mendidik, menghibur, mempengaruhi, membimbing, mengkritik dan sebagai kontrol sosial (Wawan Kuswandi, 1996: 98-99). Sebagaimana yang tulis oleh Wawan Kuswandi (1996: 24-25), menurut Robert K. Avert dalam bukunya “Communication and The Media” dan Sanford B. Wienberg dalam “Messages – A Reader in Human Communication”, Randon House, New York 1980, mengungkapkan 3 ( tiga ) fungsi media:

1. The surveillance of the environment, yaitu mengamati lingkungan;

2. The correlation of the part of society in responding to the environment, yaitu mengadakan korelasi antara informasi data yang diperoleh dengan kebutuhan khalayak sasaran, karena komunikator lebih menekankan pada seleksi evaluasi dan interprestasi; 3. The transmission of the social heritage from one generationto the next, maksudnya ialah

menyalurkan nilai-nilai budaya dari satu generasi ke generasi berikutnya. Ketiga fungsi tersebut pada dasarnya memberikan satu penilaian pada media massa sebagai alat atau sarana yang secara sosiologis menjadi perantara untuk menyambung atau menyampaikan nilai-nilai tertentu kepada masyarakat.

(34)

sebagai “to sell goods for us”. Artinya media massa menjadi sarana efektif untuk mempropagandakan hasil produksi dalam mencari keuntungan secara materi atau bentuk promosi barang. Menurut Roedi Hofmann (1999: 54-58) ada 5 (lima) fungsi televisi dalam masyarakat, karena sekarang ini televisi tidak dilihat lagi sebagai sarana pendidikan dan alat promosi perdagangan. Lima fungsi itu adalah sebagai berikut:

1. Pengawasan situasi masyarakat dan dunia

Fungsi ini disebut fungsi informasi. Seandainya fungsi ini diperhatikan betul, televisi dapat menjadi media komunikasi yang cukup demokratis, sejauh hidup di dalam masyarakat dikembalikan lagi kepada masyarakat lewat siaran.

2. Menghubungkan satu dengan yang lain

Televisi dapat menghubungkan hasil pengawasan satu dengan hasil pengawasan lain secara jauh lebih gampang sesuai dengan keinginan masyarakat.

3. Menyalurkan kebudayaan

Sebetulnya kebudayaan rakyat sudah cukup terangkat, kalau televisi lebih proaktif berfungsi sebagai pengawas masyarakat.

4. Hiburan

Hiburan itu merupakan rekreasi, artinya berkat hiburan manusia menjadi lebih segar untuk kegiatan-kegiatan lain. Kalau televisi tidak menghibur umumnya tidak akan ditonton, karena hiburan sudah menjadi kebutuhan manusia.

(35)

sejenisnya. Namun televisi juga harus proaktif memberi motivasi dan menganjurkan supaya orang mau dibantu secara preventif.

2.2.4. Pr ogr am Siaran Televisi

Menurut Wahyudi (1986 : 216), secara umum siaran tv dapat dibagi menjadi 3 golongan besar, yaitu :

a. Siaran berita

Siaran berita bertitik tolak dari pengertian bila kita berbicara tentang berita, berarti semua harus mengandung unsur-unsur faktual, penting, dan menarik.

b. Siaran Non Berita

Siaran non berita yang biasanya siaran-siaran yang tidak memiliki nilai politik dan strategi. Disinilah yang diutamakan keindahan dan sasarannya adalah kepuasan penonton. Boleh tidak faktual, artinya boleh sesuatu yang tidak masuk akal. Yang masuk dalam kategori siaran ini adalah sandiwara, musik, penerangan umum, acara-acara yang mempunyai nilai politik dan strategis.

c. Siaran iklan

Siaran iklan adalah siaran yang khusus ditujukan untuk promosi suatu produk, kegiatan masyarakat yang bertujukan unruk memperkenalkan kepada khalayak guna kepentingan komersial.

Ketiga jenis siaran diatas memiliki latar belakang yang berbeda, demikian pula titik tolaknya, meskipun memiliki tujuan yang sama yaitu menjalankan fungsi utama media massa.

(36)

Menurut Peter L. Berger definisi masyarakat adalah suatu keseluruhan kompleks hubungan manusia yang luas sifatnya. Pengertian keseluruhan kompleks dalam definisi tersebut berarti bahwa keseluruhan terdiri atas bagian-bagian yang membentuk suatu kesatuan. Didalam masyarkaat terdiri dari bagian-bagian yang membentuk hubungan sosial. Hubungan sosial yang luas tersebut disebut masyarakat. (Sari, 1993 : 28)

Sedangkan audience adalah masyarakat yang menggunakan media massa sebagai sumber pemenuhan kebutuhan bermedianya. (Sari, 1993 : 28). Audince dalam komunikasi massa sangat beragam. Masing-masing audience berbeda satu sama lain. Mereka berbeda dalam dalam cara berpakaian, berfikir, menanggapi pesan yang diterimanya, pengalaman dan orientasi hidupnya.

Menurut Hiebert dkk, dalam buku Pengantar Komunikasi Massa (Nurudin, 2007)

audience dalam komunikasi massa setidak-tidaknya mempunyai 2 (lima) karakteristik :

1. Audience cenderung berisi individu-individu yang condong untuk berbagi pengalaman dan dipengaruhi oleh hubungan sosial diantara mereka. Individu-individu tersebut memilih produk media yang mereka gunakan berdasarakan seleksi kesadaran.

2. Audince cenderung besar. Luas disini berarti tersebar ke berbagai wilayah jangkauan sasaran komunikasi massa. Meskipun begitu ukuran luas ini sifatnya bisa jadi relatif. Sebab, ada media tertentu yang khalayaknya mencapai ribuan, ada yang mencapai jutaan. Baik ribuan atau jutaan itu tetap bisa disebut audience meskipun jumlahnya berbeda. Tetapi perbedaan ini bukan sesuatu yang prinsip. Jadi tidak ada ukuran pasti tentang luas audience itu.

(37)

sosial ekonomi, agama, umur tetap berbeda satu sama lain. Pembaca buku komunikasi Massa ini juga heterogen sifatnya.

4. Audience cenderung anonim, yakni tidak mengenal satu sama lain. 5. Audience secara fisik dipisahkan dari komunikator.

Selain itu audience dibedakan menjadi dua tipe, yakni (Sari, 1993 : 27) :

1. General Public Audience, merupakan khalayak yang sangat luas, heterogen dan anonim secara lengkap.

2. Specialized Audience, dibentuk dari beberapa macam kepentingan bersama antar anggotanya sehingga lebih homogen. Kendati mereka tidak saling kenal, tersebar, dan heterogen dalam beberapa hal, namun mereka terbentuk dari individu-individu yang mempunyai satu kesamaan kepentingan atau kesamaan orientasi yang menyebabkan mereka menjadi anggota audience yang sama.

Berdasarkan kedua tipe khalayak diatas, pemirsa program “Reportase Kriminal (Reskrim)” termasuk dalam general public audience atau dapat dikatakan pemirsanya adalah semua orang, tanpa dibatasi oleh adanya kelompok, lembaga, atau perkumpulan tertentu.

Selain itu, Denis Mc Quail dalam buku Teori Komunikasi Massa Suatu Pengantar (1991 : 218), juga terdapat dua faktor dengan golongan usia dan sosial (penghasilan atau pendidikan), karena kedua faktor tersebut yang menentukan ketersediaan waktu luang dan dana untuk menggunakan media.

1. Usia mempengaruhi ketersediaan dan pilihan isi

(38)

pekerjaan profesional yang lebih tinggi dapat juga mengakibatkan pilihan isi yang berbeda, yaitu isi yang lebih informasional atau isi yang lebih didukung oleh nilai-nilai pendidikan dan budaya yang dominan.

2.4 Teor i Analisis Resepsi (Reception analysis Theor y)

Dalam tradisi audience, setidaknya pernah berkembang beberapa varian diantaranya disebut secara berurutan berdasar perjalanan sejarah lahirnya : effect research, uses and gratification research, literary criticism, cultural studies, reception analysis (Jensen & Rosengen,1995:174). Reception analysis bisa dikatakan sebagai perspektif baru dalam aspek wacana dan sosial dari teori komunikasi (Jensen, 1999 : 135).

Sebagai respon terhadap tradisi scientific dalam ilmu sosial, reception analysis

menyarankan baik audience maupun konteks komunikasi massa perlu dilihat sebagai suatu spesifik sosial tersendiri dan menjadi objek analisis empiris. Perpaduan dari kedua pendekatan (sosial dan perspektif diskusif) itulah yang kemudian melahirkan konsep produksi sosial terhadap makna (the social production of meaning). Analisis resepsi kemudian menjadi pendekatan tersendiri yang mencoba mengkaji secara mendalam bagaimana proses-proses aktual melalui mana wacana media diasimilasikan dengan berbagai wacana dan praktik kultural audiensnya (Jensen, 1999 : 137 dalam Mengkaji Khalayak Media dengan Metode Penelitian Resepsi oleh Tri Adi Nugroho Universitas Jenderal soedirman)

(39)

berbagai wacana yang ditawarkan media. Makna yang diusung media lalu bisa bersifat terbuka atau polysemic dan bahkan bisa ditanggapi secara oposisif oleh khalayak (Fiske, 1987).

John Fiske dan Michael de Certeu (1989 : 74) mengungkapkan bahwa dalam Reception Analysis, khalayak dilihat sebagai produsen aktif yang memberikan makna, bukan sebagai konsumen media dalam penelitian ini yaitu televisi, oleh khalayak berkaitan dengan kondisi sosial dan kulturalnya, serta pengalaman individu tiap khalayak. Mereka mengurai sandikan teks media (encoding) dengan cara yang selaras dengan kondisi sosial dan budayanya serta cara-cara yang mereka jalani secara-cara pribadi. Berkembang pada awal hingga pertengahan 1980-an metode ini berpijak pada pandangan bahwa khalayak bersifat aktif dan adanya gagasan “penolakan” terhadap isi teks atau media.

Pada Teori Penerimaan (Reception Analysis) oleh Stuart Hall, analisis resepsi mengacu pada studi tentang makna, produksi, dan penglaman khalayak dalam hubungannya berinteraksi dengan teks media. Fokus dari teori ini ialah proses decoding, interpretasi, serta pemahaman inti dari konsep analisis resepsi. Pada ilmu komunikasi massa, proses komunikasi dikonseptualisasikan sebagai sirkuit atau loop. Model ini dikritisi karena bentuknya yang linier

(sender/message/receiver) yang ditekankan pada level pertukaran pesan dan ketiadaan konsep yang telah terstruktur dari berbagai momen sebagai struktur hubungan yang kompleks.

Programme as ‘meaningful’ discourse

encoding Decoding

meaning Meaning

structures 1 Structures 2

Frameworks Frameworks

Of knowledge Of knowledge

Relations of Relations of

Production Productions

Technical Technical

(40)

Gambar 2.1 Stuar t Hall’s Model of Encoding/Decoding

Sumber : http://www.aber.ac.uk/media/documents/S4B/sem08c.html

Dalam teori ini Stuart Hall mengatakan bahwa makna yang dimaksudkan dan yang diartikan dalam sebuah pesan bisa terdapat perbedaan. Kode yang digunnakan atau sandi (encode) dan yang disandi balik (decode) tidak selamanya berbentuk simetris. Derajat simetri dalam teori ini dimaksudkan sebagai derajat pemahaman serta kesalahpahaman dalam pertukaran pesan dalam proses komunikasi, tergantung pada relasi ekuivalen (simetri atau tidak) yang terbentuk diantara encoder atau decoder. Selain itu posisi posisi encoder dan decoder, jika dipersonifikasikan menjadi pembuat pesan dan penerima pesan.

Dua dasar dari pendekatan encoding-decoding (McQuail & windhal, 1996: 146-147) adalah :

a) Komunikator memilih untuk meng-encode pesan untuk tujuan tertentu serta meanipulasi bahasa dan media guna mencapai tujuan tersebut (pesan media diberikan sebuah ‘preferred reading’)

b) Penerima tidak diharuskan menerima atau men-decode pesan sebagaimana yang dikirimkan namun dapat melawan pengaruh ideologis dengan menerapkan cara pemaknaan yang berlainan atau berlawanan sesuai dengan pengalaman dan sudut pandang mereka

Prinsip dasar dari model ini adalah adanya keragaman makna, keberadaaan komunitas yang memberikan makna dan keunggulan penerima dalam menentukan makna.

(41)

Encoding will have the effect of constructing some of the limits within wich decoding will operate.” Karena encoding akan memiliki efek membangun batasan interpretasi.

Menurut Hall (di dalam O’sullivan et al. 1994) Ketika khalayak menyandi balik (decoding) dalam suatu pesan komunikasi, maka terdapat tiga posisi hipotekal, yaitu :

a) Dominant-hegemonic position, terjadi ketika tanpa sengaja khalayak memaknai pesan yang terkonotasi. Posisi ini disebut ideal dalam sebuah komunikasi transparan, dimana setiap individu bertindak terhadap sebuah kode sesuai apa yang dirasakan mendominasi untuk memiliki kekuatan lebih pada kode lainnya,

b) Negotiated position ialah ketika khalayak sudah mampu menerima ideologi yang dominan dan mereka akan bergerak untuk menindak lanjuti dengan beberapa pengecualian, dan

c) Oppositional position, digambarkan ketika khalayak menerima dan telah mengerti, baik secra literal maupun konotasi-konotasi yang diberikan, namun khalayak menyandinya dengan sangat bertolak belakang. Ini hanya terjadi ketika khalayak memiliki sudut pandang kritis dalam menolak segala bentuk pesan yang disampaikan media dan memilih mengartikannya sendiri.

(42)

interpretation of reception data” (Jensen, 1999 : 139). Ketiga elemen tersebut adalah sebagai berikut :

1. Pertama, mengumpulkan data dari khalayak. Data bisa diperoleh melalui wawancara mendalam (baik individual maupun kelompok). Dalam uraian ini lebih ditekankan perolehan data melalui wawancara individu secara mendalam. Perlu ditekankan bahwa dalam analisis resepsi, perhatian utama dalam wawancara mendalam tetap harus berpegang pada “wacana yang berkembang setelah diantarai media dikalangan pemirsa artinya, wawancara berlangsung untuk menggali bagaimana sebuah isi pesan media tertentu menstimulasi wacana yang berkembang dalam diri khalayaknya.

2. Kedua, menganalisis hasil atau temuan dari wawancara atau rekaman proses jalannya wawancara individual. Setelah wawancara sebagaimana langkah pertama diatas dilakukan maka, tahap berikutnya peneliti akan mengkaji catatan wawancara tersebut yang berupa beberapa transkrip wawancara yang didalamnya kemudian bisa disarikan berbagai kategori pernyataan, komentar dsb. dari peserta diskusi. Dalam tahap ini, peneliti kemudian tidak sekedar melakukan kodifikasi dari seberapa pendapat yang sejalan atau yang tidak sejalan melainkan lebih merekonstruksi proses terjadinya wacana dominan dan sebaliknya, dilihat dari berbagai latar belakang sosio kultural peserta diskusi.

(43)

terjadi di lapangan sehingga memunculkan model atau pola penerimaan yang riil dan lahir dari konteks penelitian sesungguhnya.

Secara umum, pendekatan ini menerangkan bagaimana orang dengan latar belakang budaya dan sejarahnya memberikan makna pada teks media tertentu sehungga membuat isi media tersebut berarti, cocok, dan dapat diakses oleh mereka. Reception analysis (Downing et.al, 1995: 215-216) tidak menggunakan kuisioner sebagai cara mengumpulkan data. Namun menggunakan metode kualitatif seperti wacana kelompok, atau wawancara mendalam guna mendapatkan pengertian tentang interpretasi yang mereka buat pada isi mdia tertentu. Hal ini dilakukan karena mereka berfikir resepsi dan produksi makna tidak dapat dipisahkan dari konteks dimana pemaknaan itu terjadi.

Pendekatan reception analysis berfokus pada penerimaan pesan-pesan media oleh khalayak dan interpretasi-interpretasi yang dimiliki oleh khalayak mengenai isi media dalam hal ini masyarakat Surabaya dalam menerima program acara Reportase Kriminal (Reskrim) di Kompas Tv Surabaya. Dengan cara ini, peneliti dapat mengungkapkan sampai sejauh mana interpretasi masyarakat Surabaya terhadap acara tersebut.

2.5 Tayangan Ber ita Kr iminalitas

(44)

tawuran, penganiayaan dan sebagainya yang disajikan di salah satu program tayangan televisi. (Aprilia, 2004)

Suatu informasi yang menyajikan suatu berita kriminal yang membahas suatu kejahatan dan kekerasan di dalam lingkup hukum yang ada di Indonesia, dalam pembuatan atau pencarian data yaitu data yang di tempat kejadian perkara dan mempunyai fakta dan aktual yang bersinggungan dengan badan hukum, seperti hanya berita pencurian sepeda motor, pencurian di rumah kosong, perampasan, pembunuhan, kekerasan dalam rumah tangga, pelecehan seksual, itu semua sebagian dari tayangan berita kriminal yang dikemas oleh suatu berita yang menayangkan berita kriminal.

Berita kriminal (Deddy Iskandar Muda 2008:36- 37) adalah uraian tentang peristiwa atau fakta atau pendapat yang mengandung nilai berita tentang kejahatan yang ditayangkan di televisi. Berita kriminal sebagai acara yang menayangkan informasi hanya berkisar mengenai kejadian kriminal atau kejahatan, kecelakaan, kebakaran dan atau orang hilang. Tayangan ini dapat dikemas dalam format berita (news) ataupun laporan mendalam (indepth report) yang mengupas suatu kasus lama atau baru yang belum. Sudah terungkap, dan terkadang disertai tips-tips untuk mengantisipasi setiap modus kejahatan.

(45)

yang amat besar (Deddy Iskandar Muda 2008:36- 37). Berita kriminal pada umumnya dikategorikan menjadi 3 bagian, yaitu hard news (berita berat), soft news (berita ringan), dan

investigative reports (laporan penyelidikan). (Deddy Iskandar Muda, 2008:40-43) :

1. Hard news (berita berat) sendiri memiliki arti berita tentang peristiwa yang dianggap penting bagi masyarakat baik sebagai individu, kelompok maupun organisasi. Misalnya tentang mulai diberlakukannya suatu kebijakan baru pemerintah. Contoh berita kriminal dan kekerasan yang dikemas sebagai hard news adalah program Seputar Indonesia (RCTI), Liputan Enam (SCTV), Reportase (Trans Tv) dll.

2. Soft news (berita ringan) sering kali juga disebut dengan features yaitu berita yang tidak terikat dengan aktualitas namun memiliki daya tarik bagi pemirsanya. Seringkali lebih menitikberatkan pada hal – hal yang dapat menakjubkan atau mengherankan pemirsa. Berita kriminal dan kekerasan yang dikemas dalam bentuk soft news dapat kita temui dalam program Jelang Siang (TransTV), Kejamnya Dunia (TransTV) dan lainnya.

3. Investigative Reports (laporan penyelidikan) adalah jenis berita yang eksklusif. Datanya tidak dapat diperoleh dipermukaan, tetapi harus dilakukan berdasarkan penyelidikan. Beberapa program berita yang menyajikan laporan penyelidikan kriminal dan kekerasan adalah antara lain Patroli. Sidik, Sergap, dan Buser.

Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa berita kriminal sebagai program berita yang menayangkan berita-berita berbau kriminalitas, kekerasan atau perbuatan yang melanggar hukum dan mampu menarik perhatian khalayak untuk mencari tahu apa yang terjadi.

(46)

Reportase Kriminal (Reskrim) tayang di Kompas Tv Surabaya, dibawakan oleh presenter Virgianty Kusumah hadir setiap hari Sabtu pukul 07.30 – 08.00 WIB. Dipilihnya untuk tayang pagi hari di akhir pekan, dimana para keluarga sedang ada dirumah sehingga dapat ditonton oleh orang dewasa serta anak-anak yang mendapatkan pengawasan langsung oleh orangtuanya. Dengan durasi 30 menit, Reskrim menghadirkan 3 segmen berisikan rangkuman tindak kriminalitas yang terjadi selama sepekan yang ada di Jawa Timur. Target audiens program acara ini adalah remaja hingga dewasa, dengan segmentasi A,B,C. Berita kriminal yang dihadirkan merupakan berita-berita pilihan seperti pembunuhan, terorisme, narkotika, penipuan, kecelakaan, dan kasus kejahatan lainnya. Kemudian tindak kriminal yang sedang ramai diperbincangkan oleh khalayak dan media massa ketika itu, serta tindak kriminal yang kerap terjadi di masyarakat Jawa Timur khususnya.

Pemanfaatan teori analisis resepsi (reception analysis) sebagai pendukung dalam kajian terhadap khalayak sesungguhnya hendak menempatkan khalayak tidak semata pasif namun dilihat sebagai agen kultural (cultural agent) yang memiliki kuasa tersendiri dalam hal menghasilkan makna dari berbagai wacana yang ditawarkan media, dalam hal ini berita kriminal yang disajikan oleh Kompas Tv surabaya pada program Reportase Kriminal (Reskrim). Makna kekerasan dan kesadisan yang diusung media lalu bisa bersifat terbuka atau polysemic dan bahkan bisa ditanggapi secara oposisif oleh khalayak (Fiske, 1987).

(47)

Kemudian ada juga penangkapan oleh jajaran Polres Lumajang tersangka gembong rampok antar-kota.

Kumpulan-kumpulan berita tindak kriminal ini sebetulnya tidak hanya sekedar memberikan manfaat informasi , tetapi dikhawatirkan dapat juga menakut-nakuti penonton atau kah malah pamer kegagahan aparat serta kesadisan pelaku. Penayangan adegan kekerasan semacam ini disinyalir termasuk kekerasan media (media violence). Namun, hal tersebut justru membuat media tetap menayangkannya karena menurut Bungin, Semakin menyeramkan, maka semakin semakin ditonton oleh pemirsa, lalu dengan penuh antusias mereka bercerita kepada orang lain, sehingga orang itu ingin terus menerus menyaksikan di televisi pula terus menerus seperti orang itu (Bungin, 2006 : 347)

(48)

Kemudian pada segmen ketiga, ditayangkannya videoyang berisi tindak kejahatan yang terekam oleh kamera cctv. Dimana, tayangan yang ditampilkan di segmen ini adalah berisikan tindak kejahatan yang gagal dilakukan oleh pelakunya, dan dibuat narasi serta backsound musik yang menimbulkan kelucuan. Namun penulis melihat bahwa narasi yang dibacakan dalam VO (Voice Over) ini adalah sesuatu yang sangat menganggap bahwa kekerasan itu hal yang lumrah. Terdapat pada tayangan perampok yang sedang dihajar oleh korbannya yang melawan pelaku. Dan hal tersebut tentu saja harus di hindari dan tidak perlu diucapkan yang sampai harus mengelu-elukan kekerasan dengan cara menyakiti orang ialah harus dilakukan dan sangat lumrah.

Reportase Kriminal (Reskrim) di Kompas Tv pada dasarnya bertujuan untuk mengingatkan masyarakat untuk lebih waspada terhadap aksi kriminalitas yang bisa menimpa siapapun termasuk dirinya dan orang-orang disekitarnya. Selain itu, Reskrim menjadi fungsi kontrol pengawas lingkungan di Jawa Timur khususnya. Seperti dengan menyajikan bahaya kecelakaan lalu lintas, hukuman pidana bagi pelaku, dan lain sebagainya. Namun, Reskrim mempunyai pandangan tersendiri dalam memaknai setiap peristiwa yang terjadi, dan mewujudkannya ke dalam teks media. Reskrim mengkonstruksi peristiwa itu sesuai dengan idealismenya.

(49)

Reskrim sendiri menyadari akan ada efek negatif yang akan terjadi jika masyarakat terus diterpa tayangan berita aksi tindak kriminalitas yang terjadi meski sudah ada pasal pidana yang sudah disebutkan. Dengan mengakses informasi kriminal, masyakarakat secara tidak langsung mengetahui cara melakukan tindak kriminal. Mulai dari cara mencuri, cara bunuh diri, cara melakukan penipuan, dan sebagainya.

Melalui bahasa yang diolah Reskrim sedemikian rupa, baik bahasa verbal (kata-kata tertulis atau lisan) maupun bahasa non-verbal (gambar, foto, grafik, angka, dan tabel) tentu saja untuk menarik perhatian, membangkitkan perasaan, dan menimbulkan luapan-luapan emosi yang mendalam. Sehingga share ratting audience pun dapat mencapai target.

Pada Teori Penerimaan (Reception Analysis) oleh Stuart Hall, analisis resepsi program Reportase kriminal (Reskrim) di Kompas Tv Surabaya mengacu pada studi tentang makna mengenai tindak kekerasan dan kriminal, produksi dari setiap berita-berita tindak kriminal, dan penglaman khalayak yang berhubungan dengan kriminalitas dalam hubungannya berinteraksi dengan teks media. Fokus dari teori ini ialah proses decoding, interpretasi, serta pemahaman inti dari konsep analisis resepsi.

(50)

Terlepas dari beberapa tayangan yang kurang sesuai dengan aturan KPI, secara keseluruhan dari segmen ke segmen inilah yang membuat program ini berbeda dengan acara-acara tv lokal di Jawa Timur yang ada saat ini, yang hanya sekedar menayangkan berita-berita seperti pada umunya dan terkesan datar (flat). Serta cara penyajiannya yang unik inilah yang membuat program acara Reksrim menjadi tayangan favorit masyarakat Surabaya. Terbukti dari rating AC Nielson acara ini yang mencapai angka 5,45% tiap minggunya. (Sumber : Kompas Tv

biro Surabaya)

2.7 Ker angka Ber fikir

Televisi merupakan salah satu media massa elektronik yang sangat berpengaruh dalam kehidupan masyarakat. Siaran televisi dapat dinikmati oleh semua kalangan status sosial dan berbagai usia. Kompas Tv Surabaya merupakan stasiun televisi yang memasukkan informasi tindak kriminal dalam salah satu program beritanya. Informasi tersebut ditayangkan pada Reportase Kriminal (Reskrim) yang disiarkan setiap hari Sabtu pukul 07.30 WIB.

(51)
(52)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 J enis Penelitian

Pada penelitian ini peneliti menggunakan metode kualitatif yang bertujuan untuk menjelaskan sedalam-dalamnya melalui pengumpulan data sedalam-dalamnya. Penelitian ini tidak mengutamakan besarnya populasi atau sampling yang sangat terbatas. Jika data sudah terkumpul, sudah mendalam, dan bisa menjelaskan fenomena yang diteliti, maka tidak perlu mencari sampling lainnya. Secara holistik, dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah. Dengan cara deskriptif dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode ilmiah.

Menurut Rakhmat (2004: 24), penelitian deskriptif kualitatif ditunjukkan untuk beberapa hal, diantaranya adalah :

1. Mengidentifikasi masalah atau memeriksa kondisi dan praktek-praktek yang berlaku. 2. Membuat perbandingan atau evaluasi.

3. Mengumpulkan Informasi actual secara rinci yang melukiskan gejala yang ada. 4. Menentukan apa yang dilakukan orang lain dalam menghadapi masalah yang sama

dan belajar dari pengalaman mereka untuk menetapkan rencana dan keputusan pada waktu yang akan datang.

(53)

penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif kualitatif, yaitu metode yang berawal pada data dan bermuara pada kesimpulan (Bungin, 2003: 18)

Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif bertujuan untuk menjelaskan fenomena dengan sedalam-dalamnya melalui pengumpulan data sedalam-dalamnya. Selain itu juga bertujuan untuk menggali kesadaran terdalam para subjek mengenai peristiwa seperti tayangan-tayangan tindak kriminal yang hadir di berbagai media di masyarakat. Untuk memngungkapkan suatu realitas sosial tentang penerimaan masyarakat Surabaya terhadap program acara Reportase Kriminal (Reskrim) di Kompas Tv Surabaya, peneliti menggunakan pendekatan Reception Analysis. Reception Analysis merupakan cara melakukan studi dalam memahami khalayak aktif dengan mendasarkan pada persepsi, pemaknaan dan perasaan. Dikutip dalam jurnal komunikasi (Hariyanto, 2006: 138)

Penelitian ini menggunakan analisis media ini akan menghasilkan data deskriptif kualitatif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari partisipan dan yang dapat diamati melalui teknik wawancara mendalam.

3.2. Definisi Konseptual 3.2.1. Analisis Resepsi

(54)

berpijak pada pandangan bahwa khalayak bersifat aktif dan adanya gagasan “penolakan” terhadap isi teks atau media.

Pemanfaatan teori analisis resepsi (reception analysis) sebagai pendukung dalam kajian terhadap khalayak sesungguhnya hendak menempatkan khalayak tidak semata pasif namun dilihat sebagai agen kultural (cultural agent) yang memiliki kuasa tersendiri dalam hal menghasilkan makna dari berbagai wacana yang ditawarkan media. Makna yang diusung media lalu bisa bersifat terbuka atau polysemic dan bahkan bisa ditanggapi secara oposisif oleh khalayak (Fiske, 1987).

Pada Teori Penerimaan (Reception Analysis) oleh Stuart Hall, analisis resepsi mengacu pada studi tentang makna, produksi, dan penglaman khalayak dalam hubungannya berinteraksi dengan teks media. Fokus dari teori ini ialah proses decoding, interpretasi, serta pemahaman inti dari konsep analisis resepsi. Pada ilmu komunikasi massa, proses komunikasi dikonseptualisasikan sebagai sirkuit atau loop. Model ini dikritisi karena bentuknya yang linier

(sender/message/receiver) yang ditekankan pada level pertukaran pesan dan ketiadaan konsep yang telah terstruktur dari berbagai momen sebagai struktur hubungan yang kompleks.

(55)

Menurut Hall (di dalam O’sullivan et al. 1994) Ketika khalayak menyandi balik (decoding) dalam suatu pesan komunikasi, maka terdapat tiga posisi hipotekal, yaitu :

d) Dominant-hegemonic position, terjadi ketika tanpa sengaja khalayak memaknai pesan yang terkonotasi. Posisi ini disebut ideal dalam sebuah komunikasi transparan, dimana setiap individu bertindak terhadap sebuah kode sesuai apa yang dirasakan mendominasi untuk memiliki kekuatan lebih pada kode lainnya,

e) Negotiated position ialah khalayak dalam batas-batas tertentu sejalan dengan kode-kode program dan pada dasarnya menerima makna yang disodorkan oleh media namun memodifikasikannya sedemikian rupa sehingga mencerminkan posisi dan minat-minat pribadinya.

f) Oppositional position, digambarkan ketika khalayak menerima dan telah mengerti, baik secra literal maupun konotasi-konotasi yang diberikan, namun khalayak menyandinya dengan sangat bertolak belakang. Ini hanya terjadi ketika khalayak memiliki sudut pandang kritis dalam menolak segala bentuk pesan yang disampaikan media dan memilih mengartikannya sendiri.

Dalam dominant misalnya, pembaca pesan yang lebih mendekati makna sebenarnya seperti yang ditawarkan oleh media. Audiens menerima dan memaknai konten media secara mentah-mentah, yaitu audiens menganggap bahwa Reskrim merupakan tayangan berita biasa dan sangat informatif, sehingga tidak mempermasalahkan dengan konten yang ada. Bila disesuaikan dengan teori Stuart Hall, artinya audiens tersebut menerima wacana media tersebut secara keseluruhan.

(56)

melakukan interpretasi sebagai proses adaptasi pada sebuah tayangan, kemudian setelah itu dia bisa condong ke salah satu arah. Pembacaan ini terjadi ketika ideologi pembacalah yang lebih berperan dalam menafsirkan dan menegosiasikan teks.

Oppositional position, yaitu pembaca lebih mengerti makna yang diinginkan oleh produsen, tetapi mereka menolak makna tersebut serta memaknai dengan cara sebaliknya. Artinya dia mengerti ada beberapa tayangan yang seharusnya tidak ditayangkan dan menurut ideologi audiens sangat tidak sesu

Referensi

Dokumen terkait

Para lansia yang ada di UPTD PSLU Tresna Werdha Natar Lampung Selatan dilatih dan diajarkan mengenai berbagai materi tentang aqidah, fiqih, akhlak, dan al-quran

Dalam penelitian ini yang menjadi variable independen adalah strategi.. perluasan merek dan perilaku konsumen muslim, sedangkan

Penelitian ini berjudul Penataan Sistem Inventarisasi, Pengelolaan Dan Pemanfaatan Aset Tetap Di Keuskupan Atambua Timor dengan fokus penelitian untuk mengetahui

It's very appropriate for you to see this page considering that you could obtain the link web page to download the publication Principles Of Music By Philip Lambert Simply click the

Atribut Kunci Primer Field atau kolom data yang butuh disimpan dalam suatu entitas dan digunakan sebagai kunci akses record yang diinginkan; biasanya berupa id;

kesurupan seseorang telah mengalami kecemasan dan depresi yang. merupakan respon negatif dari permasalahan keluarga yang

From the explanations above, the writer concluded that the purposes of promotion are providing information (informing), Persuade targeted customers (persuasive),

Pada anak-anak yang cenderung mengalami kejang demam, pada saat mereka menderita demam bisa diberikan diazepam (baik yang melalui mulut maupun melalui rektal). Dengan