Pikiran
Rakyat
o
Sen;n
123
17 18 19
8Jan
OPeb
o
Se/asa
0
Rabu0
Kam;s
0
Jumat4
5
6
7
8
9
10
11
20
21
22
23
<!3)
25
26
o
Mar OApr
o
Me;
OJun
OJul
0
Ags
.
Sabtu
0
Minggu
12
13
14
15
16
27
28
29
30
31
OSep
OOkt
ONov
ODes
Etika Kommrikasi
Pansus
Oleh GUN GUN HERYANTO
H
AL krusial di luar ra-nah hukum dan poli-tik yang kini 'bergulir bak pola panas di Pansus Cen-tury ialah persoalan etika ko-munikasi. Sejak pansus diben-tuk, hampir semua pengonsum-si media massa mendapat me-nu harian berupa "reality show" bercita rasa senayan. Fo-rum pemeriksaan saksi untuk mengungkap kasus Century, se-jak awal berbalut intrik, kete-gangan, serta perdebatan dari hal yang substansial hingga ar-tifisial. Di tengah gegap gempi-tanya isu ini, mulai terasa ada hal yang mengusik keadaban publik, terutama menyangkut etika komunikasi yang diper-tontonkan pansus yang terhor-mat tersebut.Ada dua konteks mengapa ki-ta perlu berbicara soal etika ter-kait dengan proses komunikasi di Pansus Century.
Pertama, seluruh rapat pan-sus yang menghadirkan saksi disiarkan secara live oleh me-dia, terutama televisi dan radio.
-~
Konsekuensinya, dinamisasi da-lam forum akan ditonton atau didengar jutaan orang Indone-sia dari segala uIndone-sia dan berbagai lapisan masyarakat. Siaran langsung seperti ini merupakan kemajuan bagi demokrasi infor-masi di negeri kita. Oleh karena, sifat rapatnya yang terbuka dan disiarkan secara langsung ini-lah, seyogianya anggota pansus pun mematut diri untuk meme-rankan tugas dan fungsinya se-cara cerdas, kritis, elegan, ber-etika, dan saling menghormati.
Ked.ua,anggota pansus sejati-nya merepresentasikan diri se-bagai wakil rakyat dengan sega-la atribut yang melekat pada mereka. lni merupakan amanat yang harns dijalankan dengan penuh pemahaman dan peng-hayatan.Sebagaikomunikator yang mewakili hak-hak sipil po-litik konstituennya, setiap ang-gota pansus, dari mana pun partainya, sepatutnya menem-patkan penghormatan atas sta-tus yang disandangnya itu. Ti-dak semata penting dalam koil-teks pencitraan diri komunika-tor, melainkan juga dalam pe-nguatan peran lemb~adi mata rakyat.
Sejumlah indikasi mengarah kuat pada minimnya penghor-matan' anggota pansus terhadap etika berkomunikasi. Hal ini bi-sa kita amati dalam tiga hal.
Pertama, proses produksi pe-san verbal dan nonverbal yang tidak relevan, bahkan kontra-produktif dengan kehormatan anggota dewan serta tugas dan fungsi Pansus. Misalnya, kata-kata seperti "bangsat", "setan", "kodok", atau bentakan dan
hardikan kasar di luar substan-si persoalan membuat kita ter-peranjat dan bertanya di mana-kah letak keadaban publik me-reka. Tak hanya kata-kata ver-bal, banyak pula bahasa non-verbal yang nyinyir, merendah-kan, bahkan bernuansa SARA dalam konteks tempat di mana pesan nonverbal itu diproduksi dan didistribusikan kepada khalayak.
Ked.ua,ada indikasi pemerik-saan saksi telah berubah men-jadi interogasi terdakwa. Tidak ada yang salahjika setiap ang-gota pansus menelisik berbagai data, fakta, atau opini dari para saksi dengan cerdas dan kritis. Berbagai elaborasi diperkenan-kan guna memperkaya verifika-si data atau mengonfirmaverifika-si fak-ta dari saksi berbeda. Akan te-tapi, seyogianya mereka juga menghormati status dan kehor-matan saksi di mata publik. Saksi' juga punya hak untuk menegosiasikan kehormatan mereka di forum pansus. lnilah yang kita maksudkan sebagai keadaban publik untuk mem-bangun civil society tanpa ter-jebak pada perilaku tirani
opi-ni.
Kita setuju, siapa pun yang bertanggungjawab atas karut-marut Century wajib ditindak, tetapi kitajuga mesti menem-patkan forum pansus secara proporsional. Pansus bukanlah forum pengadilan, lebih-Iebih penghakiman bagi para saksi termasuk bagi mereka yang di-indikasikan terlibat sekalipun. Agresivitas verbal sebagian be-sar anggota pansus terlihat do-minan mengarah pada minim-nya penghargaan atas propor-sionalitas forum tadi. Mengurai fakta secara kritis tidak selalu
Kliping Humas Unpad 2010
diperankan dengan cara-cara
menghakimi, apalagijika
sam-pai ke tahapan
abuse of power
dengan menggiring opini.
Ter-lebih, jika Qpiniyang dibentuk
mengarah pada
hidden dgenda
kelompokpolitiknyasemata.
Valensi pelanggaran
Lunturnya etika komunikasi
di rapat-rapat pansus yang
disi-arkan secara langsung kepada
publik,bisa menjadi satu di
an-tara variabel munculnya
pe-langgaran harapan. Meminjam
asumsi teori pelanggaran
ha-rapan
(expectancy violation
theory)
dari Judee Burgoon,
ketika norma-norma
komuni-kasi dilanggar, maka
pelang-garan tersebut dapat
dipan-dang positif atau negatif
ter-gantung pada persepsi si
pene-rima. Valensi, menurut
Bur-goon dan Hale dalam
Nonver-bal Expectancy
Violations
(1998), melibatkan
pemaham-an atas pelpemaham-anggarpemaham-anmelaluiin-
pelanggaranmelaluiin-terpretasi dan evaluasi.
Jika kitamengikutiberbagai
.suara publik yang terekam di media massa, milis group, dan situs jejaring sosial seperti Fa-cebook dan Twitter, tentu kita akan bisa menangkap jelas bahwa telah muncul valensi pe-langgaran (violation valence)
berbentuk interpretasi dan eva-luasi negatif terhadap etika ko-munikasi yang dipraktikkan se-bagian anggota pansus.
Sebaliknya, saat mengha,dapi saksi tangguh seperti Marsilam Simanjuntak, sebagian besar anggota pansus tampak kikuk, kurang percaya diri, bahkan tak mampu mengembangkan fo-rum yang biasanya "galak". Ini bukan sekadar kalah jam ter-bang seperti dinyatakan
Bam--=;r;;. --r w =:111 ...
bang Soesatyo,tetapi lebih
pa-da kebiasaanpansus untuk
me-nempatkan diri mereka sebagai
komunikator yang superior.
Akibatnya, kerap kali mereka
lalai bahwa kecerdasan forum
tidak tercermin dari
kengoto-tan, melainkan dari kedalaman
elaborasi. Proses pansus yang
mengindahkan etika
komuni-kasi akan menjadi pendidikan
politikbagi publik.***