• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS KOMPARATIF NILAI PENDIDIKAN DALAM LEGENDA MALIN KUNDANG DAN PULAU PAKU SKRIPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ANALISIS KOMPARATIF NILAI PENDIDIKAN DALAM LEGENDA MALIN KUNDANG DAN PULAU PAKU SKRIPSI"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS KOMPARATIF NILAI PENDIDIKAN DALAM

LEGENDA MALIN KUNDANG DAN PULAU PAKU

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan memperoleh gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd.)

Oleh LIA ANDANI

NIM.120388201112

JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI

TANJUNGPINANG

▸ Baca selengkapnya: buatlah struktur teks cerita sejarah malin kundang

(2)
(3)
(4)

ABSTRAK

Andani, Lia. 2016. Analisis Komparatif Nilai Pendidikan pada Legenda Malin Kundang dan Pulau Paku. Skripsi. Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia. Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan. Universitas Maritim Raja Ali Haji, Pembimbing 1: Drs. Suhardi, M.Pd., Pembimbing 2: Indah Pujiastuti, M.Pd.

Kata Kunci: Analisis Komparatif, Nilai Pendidikan, Malin Kundang dan Pulau Paku.

Sastra menjelaskan kepada kita tentang konsep sastra sebagai salah satu disiplin ilmu humaniora yang akan mengantarkan kita ke arah pemahaman dan penikmatan fenomena yang terkandung di dalamnya. Nilai-nilai pendidikan dapat diungkap manusia melalui berbagai hal di antaranya melalui pemahaman dan penikmatan sebuah karya sastra. Ada empat macam nilai pendidikan, diantaranya religius, moral, sosial, dan budaya. Nilai-nilai tersebut tentunya tidak berbeda dengan nilai-nilai yang ada di kehidupan nyata sebuah masyarakat.

Tujuan yang akan dicapai dalam penelitian deskriptif ini adalah untuk mengetahui nilai-nilai pendidikan dan unsur ekstrinsik dalam legenda Malin Kundang dan Pulau Paku.Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan metode deskriptif kualitatif. Data dan sumber data diperoleh dari Yenny Wahyuni yang berusia 65 Tahun dan Eli Warni yang berumur 50 Tahun.

Capaian hasil penelitian, data tersebut meliputi 6 data nilai religius, 8 data nilai moral, 4 data nilai sosial, dan 1 data untuk nilai budaya. Sedangkan Nilai Pendidikan yang terkandung dalam teks legenda Pulau Paku yang berjudul Laksmana Jangoi sebanyak 36 data. Data tersebut antara lain, 5 data merupakan nilai religius, 11 data untuk nilai moral, 6 data nilai sosial, selanjutnya 5 data merupakan nilai budaya.

(5)

ABSTRACK

Andani, Lia. 2016. Comparative Analysis on the Educational Value Malin Kundang legend and Pulau Paku. Essay. Education Department of Language and Literature Indonesia. Faculty of Teacher Training and Education. Maritime University of Raja Ali Haji, Supervisor 1: Drs. Suhardi, M.Pd., Supervisor 2: Beautiful Pujiastuti, M.Pd.

Keywords: Comparative Analysis, Value Education

Literature tells us about the concept of literature as one of the disciplines in the humanities that will take us towards an understanding and enjoyment of the phenomena contained therein. The value of education can be brought to people through various things in between through the understanding and enjoyment of literature. There are four kinds of values education, including religious, moral, social and cultural rights. Those values must not differ from the values that exist in the real life of a community.

Objectives to be achieved in this descriptive study was to determine the value of education and extrinsic elements in the legend of Malin Kundang and Pulau Paku. In this study, researchers used a qualitative descriptive method. Data and data sources obtained from Yenny Wahyuni aged 65 years and Eli Warni Colorful aged 50 years.

The achievement of the results, the data includes the religious value of data 6, 8 data moral value, social value data 4, and 1 data for cultural values. While the value contained in the Education text Paku island legend, entitled Lakshman Jangoi many as 36 data. The data, among others, five of data is a religious value, 11 data for moral values, 6 social value data, further data is the 5 cultural value.

(6)

1. Pendahuluan

Karya sastra sebagai wujud gagasan seseorang melalui pandangan terhadap lingkungan sosial yang berada di sekelilingnya dengan menggunakan bahasa yang indah. Perkataan kesusastraan itu berasal dari bahasa Sanskerta, Susastra. Su berarti baik atau bagus, Sastra berarti: buku, tulisan atau huruf. Jadi kesusastraan itu berarti himpunan buku-buku yang mempunyai bahasa yang indah serta isi yang baik pula (Ambary, 1983:7). Dalam kesusastraan khusus, karangan itu harus meliputi bahasa yang terpelihara baik, isinya yang baik, indah, yaitu yang benar-benar menggambarkan kebenaran dalam kehidupan manusia, setelah itu disertai cara menyajikannya menarik, sehingga berkesan di hati pembaca.

Karya sastra merupakan karya seni. Ia lahir sebagai hasil kontemplasi pengarang dengan realitas yang ada saat itu. Kehadirannya merupakan wakil diri pengarang kepada masyarakatnya. Melalui karya sastra yang diciptakannya, kita dapat melihat pikiran dan pandangan pengarang terhadap kenyataan yang ada (Suhardi, 2011: 12).

Sastra adalah suatu karya seni dalam eksistensinya mengungkapkan peristiwa-peristiwa hidup dan kehidupan yang terjadi di masyarakat dengan menggunakan bahasa sebagai mediumnya (Sutresna, 2006:2). Sastra merupakan perwujudan pengalaman sastrawan tentang sesuatu (benda, orang, atau gagasan) yang diungkapkan dengan menggunakan bahasa yang kreatif sehingga terwujudlah bayangan kenyataan itu (Effendi dalam Sutresna, 2006:4). Pengalaman tersebut dapat dicapai melalui pengalaman indera (apa yang dilihat, didengar, dirasakan), dan pada akhirnya pengalaman nalar atau akal budiitu akan muncul dalam bentuk karya sastra.

Pada dasarnya karya sastra merupakan karya cipta yang mengungkapkan kembali pengamatan dan pengalaman pengarang tentang peristiwa pada kehidupan yang menarik. Peristiwa-peristiwa itu merupakan peristiwa nyata atau mungkin hanya terjadi dalam dunia khayal pengarang. Sastra memiliki dunia sendiri. Suatu

(7)

kehidupan yang tidak harus identik dengan kenyataan hidup (Nurgiyantoro, 1995:3). Kesusastraan pada saat ini telah mengalami perkembangan yang pesat dan menggembirakan. Sepanjang sejarah kehidupan manusia, sastra akan terus bergerak, tumbuh, dan berkembang. Karya sastra adalah suatu hasil cipta manusia yang berdasarkan kenyataan dan diberi imajinasi pribadi lewat media lisan maupun tulisan. Salah satu bentuk karya sastra adalah legenda. Dalam Wikipedia, legenda berasal dari bahasa latin legere, yang berarti cerita prosa rakyat yang dianggap oleh yang mempunyai cerita sebagai sesuatu yang benar-benar terjadi. Oleh karena itu, legenda sering kali dianggap sebagai “sejarah” kolektif (folk history). Walaupun demikian, karena tidak tertulis, maka kisah tersebut telah mengalami distorsi sehingga sering kali jauh berbeda dengan kisah aslinya. Oleh karena itu, jika legenda hendak dipergunakan sebagai bahan untuk merekonstruksi sejarah, maka legenda harus dibersihkan terlebih dahulu bagian-bagiannya dari yang mengandung sifat-sifat folklor

Dalam tulisan ini, peneliti membahas mengenai analisis komparatif nilai pendidikan pada karya sastra berbentuk legenda. Analisis komparatif adalah penelitian yang bersifat membandingkan. Penelitian ini dilakukan untuk membandingkan persamaan dan perbedaan dua atau lebih fakta-fakta dan sifat-sifat objek yang diteliti berdasarkan kerangka pemikiran tertentu. Menurut Nazir (2005: 58) penelitian komparatif adalah sejenis penelitian deskriptif yang ingin mencari jawaban secara mendasar tentang sebab-akibat, dengan menganalisis faktor-faktor penyebab terjadinya ataupun munculnya suatu fenomena tertentu.

Karya legenda edukatif adalah suatu kegiatan kreatif sebuah karya seni. Legenda Malin Kundang merupakan legenda yang begitu populer diceritakan sebagai pengantar pendidikan untuk menghormati orang tua. Materi pelajaran tentang legenda pun sudah diajarkan kepada peserta didik mulai dari tingkat Sekolah Dasar (SD) sebagai bentuk pengenalan karya sastra kepada siswa-siswi tingkat dasar tentang asal mulanya terjadi suatu tempat, gunung, peristiwa, dan sebagainya. Di dalam legenda

(8)

juga mencakup pemberian pesan-pesan pendidikan dalam ranah pendidikan religius, pendidikan moral, pendidikan sosial, dan pendidikan budaya. Untuk itu, sastra dapat berfungsi sebagai kaya seni yang bisa digunakan sebagai sarana menghibur diri pembaca dengan memberikan nilai-nilai pendidikan didalamnya. Hal ini sesuai dengan pendapat Nurgiyantoro, yang menyatakan bahwa membaca sebuah karya sastra fiksi berarti menikmati cerita dan menghibur diri untuk memperoleh kepuasan batin bahkan sampai kepada penyentuhan qalbu pembaca tentang arti sebuah pesan-pesan pendidikan melalui torehan pena sang pujangga.

Darmodiharjo (dalam Setiadi, 2006:117) mengungkapkan nilai merupakan sesuatu yang berguna bagi manusia baik jasmani maupun rohani. Sedangkan Soekanto (1983:161) menyatakan, nilai-nilai merupakan abstraksi dari pengalaman-pengalaman pribadi seseorang dengan sesamanya. Nilai merupakan petunjuk-petunjuk umum yang telah berlangsung lama yang mengarahkan tingkah laku dan kepuasan dalam kehidupan sehari-hari. Selain itu, nilai dapat dikatkan sebagai sesuatu yang berharga, bermutu, menunjukkan kualitas, dan berguna bagi manusia. Sesuatu itu bernilai berarti sesuatu itu berharga atau berguna bagi kehidupan manusia. Berangkat dari hal tersebut, karya sastra tidak terlepas dari nilai-nilai yang dikandungnya. Nilai-nilai dalam karya sastra merupakan hasil ekspresi dan kreasi estetetik pengarang (sastrawan) yang ditimba dari kebudayaan masyarakatnya (Sumardjo, 199: 2). Nilai ideal pengarang tersebut berupa aspek-aspek nilai kehidupan, khususnya nilai-nilai pendidikan. Suatu karya sastra bisa dikatakan baik jika mengandung nilai-nilai yang mendidik.

Nilai-nilai pendidikan dapat diungkap manusia melalui berbagai hal di antaranya melalui pemahaman dan penikmatan sebuah karya sastra. Ada empat macam nilai pendidikan religius, moral, sosial, dan budaya. Nilai-nilai tersebut tentunya tidak berbeda dengan nilai-nilai yang ada di kehidupan nyata sebuah masyarakat. Bahkan, nilai-nilai tersebut adalah nilai-nilai yang diidiealkan pengarang

(9)

untuk mengupas suatu masalah yang terjadi di kehidupan nyata (Sumardjo, 1999: 3). Nilai-nilai inilah yang nantinya akan di analisis oleh peneliti.

Berbicara tentang nilai, tentunya cara setiap pengarang mengungkapkan nilai dalam karyanya pasti berbeda-beda. Nurgiyantoro (1995: 36), menyatakan bahwa bentuk pengungkapan nilai dalam fiksi itu ada dua macam, yaitu secara langsung dan tidak langsung. Bentuk penyampaian secara langusng berarti nilai yang disampaikan oleh pengarang itu langsung tampak atau tersurat, sedangkan penyampaian secara tidak langsung berarti nilai yang disampaikan oleh pengarang itu terseirat dalam cerita dan berpadu dengan unsur cerita lainnya yang kohesif. Melalui karya sastra seorang pengarang bermaksud menyampaikan informasi, gambaran atau pesan tertentu kepada pembaca. Sesuatu yang disampaikan itu salah satu sumber gagasannya membahas tentang nilai-nilai pendidikan. Proses penciptaan karya sastra tidak lahir dalam situasi kekosongan budaya dan pendidikan. Bagi seorang pengarang yang peka terhadap permasalahan tersebut, dengan hasil perenungan, penghayatan, dan imajinasinya, maka akan melahirkan gagasan dan ide dalam karya sastra berupa legenda edukasi.

Legenda yang akan diteliti adalah legenda Malin Kundang dan Pulau Paku. Cerita rakyat Malin Kundang adalah sebuah legenda yang hidup di Minangkabau, yaitu mengenai seorang anak manusia yang bernama Malin Kundang, yang telah berhasil di rantau, pulang dengan kapalnya bersama istrinya. Pada waktu kepulangannya itu, ibunya menjemput Malin Kundang ke pelabuhan. Keadaan ibunya yang sudah tua dan melarat menyebabkan Malin Kundang tidak mau mengakui orang tua itu sebagai ibunya. Karena sangat kecewa, ibunya berdoa agar Allah menurunkan kutukan kepada anaknya itu jika benar dia adalah anaknya. Doa si ibu terkabul dan kapal Malin Kundang dan seisinya menjadi batu.

Sedangkan legenda Pulau Paku mengisahkan seorang perompak yang gagah perkasa dan memiliki anak buah yang cukup sakti hingga sulit ditaklukkan oleh musuhnya. Dia bernama Laksamana Jangoi, perompak besar dan terkenal di tanah

(10)

melayu pada zaman itu. Laksamana Jangoi sangat mencintai seorang anak raja dari pulau Penyengat yang bernama Putri Nilam. Namun, cintanya tidak direstui oleh sang raja sehingga raja berniat menikahkan tuan putri dengan seorang raja yang berasal dari Lingga. Karena cinta yang begitu besar pada Laksamana, tuan putri mengurung diri dan tidak mau makan sehingga ia jatuh sakit, lalu meninggal. Berita meninggalnya tuan putri sampai kepada Laksamana Jangoi, namun beliau tidak percaya. Dengan keyakinan dan cinta yang besar, Laksamana Jangoi yakin bahwa tuan putri masih hidup dan akan datang menemuinya di tengah-tengah perairan kota Tanjungpinang. Laksamana terus menanti tuan putri sehingga kapal Laksamana menjadi sebuah pulau yang kecil sebab bertahun-tahun Laksamana berada disitu.

Berikut gambaran yang melatarbelakangi peneliti untuk menganalisis nilai pendidikan pada Legenda Malin Kundang dan Pulau Paku. Kedua legenda di atas mengandung nilai-nilai pendidikan religius, moral, sosial, dan budaya. Dalam legenda Malin Kundang telah memberikan nilai pendidikan kepada anak-anak untuk tidak bersikap durhaka kepada orang tuanya, terutama sang ibu. Semua anak haruslah berbakti kepada orang tua, sebagaimana mereka yang telah merawat dan mendidik kita dari kecil. Dalam legenda Malin Kundang pula, kita bisa mengetahui betapa kesombongan si Malin Kundang telah membawanya ke situasi nan sangat merugikan kehidupannya.

2. Metode Penelitian

Metode adalah suatu prosedur atau cara untuk mengetahui sesuatu yang mempunyai langkah-langkah yang sistematis. Sedangkan metodologi adalah suatu pengkajian dalam memperoleh peraturan-peraturan suatu metode. Jadi metode penelitian adalah suatu pengkajian dalam mempelajari peraturan-peraturan yang terdapat dalam penelitian (Masyhuri dan Zainuddin, 2008: 151).

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan metode deskriptif kualitatif. Ada beberapa definisi yang dikemukakan oleh para ahli tentang metode deskriptif kualitatif. Menurut Bodgan dan Taylor dalam Zainudin (2008: 152) bahwa penelitian

(11)

kualitatif merupakan prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari manusia dan perilakunya yang dapat diamati sehingga tujuan dari penelitian ini adalah pemahaman individu tertentu dan latar belakang secara utuh. Jadi dalam penelitian kualitatif individu tidak terikat ke dalam variabel ataupun hipotesis tetapi individu dianggap mandiri dengan melibatkan semua aspek kehidupannya.

Paparan lain yang dikemukakan oleh Surakhmad (1998: 140) bahwa metode deskriptif adalah suatu metode yang memusatkan pada pemecahan masalah yang ada pada masa ini dengan cara mengumpulkan, menyusun, mengklasifikasi, menganalisis, dan menginterpretasi data yang ada. Jadi dalam metode deskripsi kualitatif peneliti terjun ke lapangan dengan pikiran-pikiran murni, siap dengan munculnya hipotesis-hipotesis dari fakta-fakta yang ditemukan di lapangan.

Menurut Sugiyono (2011: 15) metode penelitian kualitatif berlandaskan pada post positivisme, digunakan untuk meneliti pada kondisi obyek yang alamiah, (sebagai lawannya adalah eksperimen) dimana peneliti adalah sebagai instrumen kunci, pengambilan sumber data dilakukan secara purposive dan snowbaal, teknik pengumpulan dengan trianggulasi (gabungan), analisis data bersifat induktif/kualitatif, dan hasil penelitian kualitatif lebih menekankan pada makna daripada generalisasi.

Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif karena peneliti akan meneliti secara langsung nilai-nilai pendidikan yang terkandung dalam legenda Malin Kundang dan Pulau Paku dengan cara mengamati dan memahami objek penelitian tersebut. Hasil penelitian berbentuk data-data deskriptif.

3. Pembahasan a. Nilai Religius

Nilai religius merupakan sudut pandang yang mengikat manusia dengan Tuhan pencipta alam dan seisinya. Berbicara tentang hubungan manusia dan

(12)

Tuhan tidak terlepas dari pembahasan agama. Agama merupakan pegangan hidup bagi manusia. Agama dapat pula bertindak sebagai pemacu faktor kreatif, kedinamisan hidup, dan perangsang atau pemberi makna kehidupan. Melalui agama, manusia pun dapat mempertahankan keutuhan masyarakat agar hidup dalam pola kemasyarakatan yang telah tetap sekaligus menuntun untuk meraih masa depan yang lebih baik. Analisis nilai religius yang tertera dalam percakapan pada kedua teks legenda Malin Kundang dan Pulau Paku dibahas pada paragraf yang disertai kutipan teks cerita legenda.

b. Nilai Moral

Nilai moral sering disamakan dengan nilai etika, yaitu suatu nilai yang menjadi ukuran patut tidaknya manusia bergaul dalam kehidupan bermasyarakat. Moral merupakan tingkah laku atau perbuatan manusia yang dipandang dari nilai individu itu berada. Sikap disiplin tidak hanya dilakukan dalam hal beribadah saja, tetapi dalam segala hal, sikap yang penuh dengan kedisiplinan akan menghasilkan kebaikan. Analisis nilai moral yang tertera dalam percakapan pada kedua teks legenda Malin Kundang dan Pulau Paku.

c. Nilai Sosial

Nilai sosial merupakan hikmah yang dapat diambil dari perilaku sosial dan tata cara hidup sosial. Suatu kesadaran dan emosi yang relatif terhadap suatu objek, gagasan, atau orang juga termasuk di dalamnya. Karya sastra berkaitan erat dengan nilai sosial, karena karya sastra dapat pula bersumber dari kenyataan-kenyataan yang terjadi di dalam masyarakat. Nilai sosial mencakup kebutuhan hidup bersama, seperti kasih sayang, kepercayaan, pengakuan, dan penghargaan. Nilai sosial yang dimaksud adalah kepedulian terhadap lingkungan sekitar. Kepedulian tersebut dapat berupa perhatian maupun berupa kritik. Kritik tersebut dilatar belakangi oleh dorongan untuk memprotes ketidakadilan yang dilihat, didengar maupun yang dialaminya.Analisis nilai sosial yang tertera dalam percakapan pada kedua teks legenda Malin Kundang dan Pulau Paku.

(13)

Nilai pendidikan budaya adalah tingkat yang palig tinggi dan yang paling abstrak dari adat istiadat. Hal itu disebabkan karena nilai-nilai budaya itu merupakan konsep-konsep mengenai apa yang hidup dalam alam pikiran sebagian besar dari warga sesuatu masyarakat mengenai apa yang mereka anggap bernilai, berharga dan penting dalam hidup, sehingga dapat berfungsi sebagai suatu pedoman yang memberi arah dan orientasi kepada kehidupan para masyarakatnya.

Walaupun nilai-nilai budaya berfungsi sebagai pedoman hidup manusia dalam masyarakat, tetapi sebagai konsep, suatu nilai budaya itu bersifat sangat umum mempunyai ruang ligkup yang sangat luas, dan biasanya sulit diterangkan secara rasional dan nyata. Namun, justru karena sifatnya yang umum, luas, dan tidak konkret itu, maka nilai-nilai budaya dalam suatu kebudayaan berada dalam daerah emosional dari alam jiwa para individu yang menjadi warga dari kebudayaan bersangkutan. Kebiasaan dalam daerah tertentu juga memengaruhi tata cara dalam kehidupan sehari-hari.Analisis nilai budaya yang tertera dalam percakapan pada kedua teks legenda Malin Kundang dan Pulau Paku

4. Simpulan

penelitian menunjukkan bahwa nilai pendidikan yang dianalisis melalui unsur ekstrinsik karya sastra yang terkandung dalam teks legenda Malin Kundang karya Ikranegara sebanyak 19 data. Data tersebut meliputi, 6 data nilai religius, 8 data nilai moral, 4 data nilai sosial, dan 1 data untuk nilai budaya.

Nilai Pendidikan yang terkandung dalam teks legenda Pulau Paku yang berjudul Laksmana Jangoi sebanyak 36 data. Data tersebut antara lain, 5 data merupakan nilai religius, 11 data untuk nilai moral, 6 data nilai sosial, selanjutnya 5 data merupakan nilai budaya.

Persamaan teks legenda Malin Kundang dan Pulau Paku yaitu sama-sama memiliki nilai pendidikan yang melatarbelakangi kedua teks fiksi tersebut. perbedaan

(14)

teks legenda Malin Kundang dan Pulau Paku yaitu jumlah nilai pendidikan yang terkandung dalam kedua legenda tersebut tidaklah sama.

5. Saran

Dari hasil penelitian ini, peneliti berkesempatan memberikan saran kepada pembaca berkaitan dengan tema yang diangkat dalam penelitian ini.. Peneliti sarankan kepada penikmat karya sastra termasuk legenda, untuk dapat memahami terlebih dahulu makna yang terkandung dari legenda tersebut, baik yang positif maupun negatif.

Karna peneliti hanya mendeskripsikan nilai-nilai pendidikan maka hasil yang di dapat hanya sebatas kulit luamnya saja. Untuk mengatasi hal tersebut, maka diperlukan wawasan kepada pembacanya dan studi komparatif terhadap legenda-legenda dengan tema yang selaras dengan fokus. Penelitian yang dapat memberikan wacana yang lebih luas dan mendalam nilai-nilai pendidikan dalam teks legenda tersebut.

(15)

DAFTAR PUSTAKA

Ambary, Abdullah. 1983. Intisari Sastra untuk Indonesia. Bandung: Djantika.

Arikunto, Suharsimi. 2006. ProsedurPenelitian; SuatuPendekatanPraktik.Jakarta : PT. RinekaCipta

Nurgiyantoro, Burhan. 1995. Karya Sastra Antara Kreativitas dan Sarana Pendidikan. Yogyakarta: Media Nusantara.

Referensi

Dokumen terkait

Setelah dilakukan uji Friedman, didapatkan perbedaan bermakna antara skor SLEDAI setiap 3 bulan selama satu tahun pengamatan (Tabel 2) dan sesuai hasil analisis post hoc Wilcoxon

Sejalan dengan pendapat Asrijal, (2004) dan Asrijal et al., (2005) bahwa penggunaan bokashi merupakan salah satu cara untuk meningkatkan kesuburan fisik, kimia, dan biologi tanah

Dari pernyataan di atas yang termasuk faktor yang mempengaruhi banyak sedikitnya curah hujan di suatu tempat adalah pernyataan pada nomor ….. a. Perhatikan gambar siklus

Penelitian mengenai beberapa parameter populasi kerang saat ini sudah banyak dilakukan, termasuk Indonesia diantaranya kajian populasi pokea di Sungai Pohara

Dari rangkaian prosesi upacara dan berbagai perlengkapan upacara yang telah disiapkan dan disertakan terlihat bahwa upacara adat apitan merupakan sebuah tradisi yang dimaknai oleh

Beberapa negara maju seperti Jerman, Belanda, Amerika serta Inggris bahkan sudah mulai melarang menggunakan bahan pewarna sintetis atau kimia tersebut untuk bahan pewarna

[r]

Teori yang paling cocok digunakan untuk penelitian ini adalah semantik, karena yang ingin ditelaah apakah elemen pada kemasan mampu menyampaikan manfaat dari produk secara