• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II LANDASAN TEORI"

Copied!
33
0
0

Teks penuh

(1)

8

BAB II

LANDASAN TEORI

Dewasa ini tidak ada satupun organisasi yang merasa bahwa kegiatan memproduksi sendiri semua bahan baku dan bahan pengemas yang diperlukan merupakan sesuatu yang ekonomis, karena keuntungan-keuntungan dari spesialisasi sangatlah besar. Menilik pendapat Render and Heizer (2001, p412), Teknologi dan efisiensi ekonomi menuntut terciptanya spesialisasi. Dengan demikian, kebanyakan item yang diperlukan dibeli dari pemasok.

Karena proporsi biaya terbesar yang dikeluarkan oleh sebuah organisasi produksi adalah berasal dari pembelian, maka diperlukan departemen Purchasing yang tepat dan efisien sehingga dapat menghasilkan kontribusi yang sangat berarti bagi peningkatan keuntungan (profit) perusahaan. Menurut Pujawan (2005, p137), Departemen Purchasing adalah salah satu komponen utama dari Supply Chain Management yang bertugas untuk menyediakan input, berupa barang maupun jasa, yang dibutuhkan dalam kegiatan produksi maupun kegiatan lain dalam perusahaan

Pada awalnya kegiatan Purchasing hanya dianggap kegiatan pendukung. Hal ini tercermin dengan rendahnya kualifikasi pimpinan maupun staf departemen Purchasing. Namun pada tahun 1980-an pandangan tersebut mulai berubah. Para pelaku bisnis mulai sadar bahwa efisiensi dan value creation tidak hanya perlu dilakukan di bagian produksi namun juga di bagian lainnya, termasuk di departemen Purchasing. Menurut Pujawan (2005, p138), untuk mendukung

(2)

keunggulan dari segi waktu, departemen Purchasing tentunya bisa memilih pemasok yang mempunyai kemampuan untuk mengirimkan barang dalam waktu yang lebih pendek tanpa harus mengorbankan kualitas dan meningkatkan harga.

Dalam konsep rantai pasok, pemasok merupakan salah satu bagian rantai pasok yang sangat penting dan berpengaruh terhadap eksistensi suatu perusahaan. Untuk mendapatkan pemasok yang tepat, perusahaan perlu melakukan pemilihan dan evaluasi pemasok. Evaluasi pemasok adalah masalah keputusan yang kompleks karena konsep strukturnya relatif sulit, data yang digunakan tidak hanya data kuantitatif tapi juga data kualitatif dan banyak faktor atau atribut yang terlibat dalam proses pemilihan sering berlawanan (misalnya: harga paling murah, kualitas paling bagus, pengantaran tepat waktu, dan lain-lain). Selain evaluasi pemasok, juga dibutuhkan evaluasi kinerja pemasok yang berfungsi sebagai bahan evaluasi yang nantinya bisa digunakan untuk meningkatkan kinerja pemasok atau sebagai pertimbangan perlu tidaknya mencari pemasok alternatif.

2.1 Pengertian

Supply Chain

Setiap perusahaan baik yang bergerak dalam bidang produk maupun jasa tidak terlepas dari Supply Chain. Begitu pentingnya Supply Chain bahkan membuat beberapa perusahaan menjadikan Supply Chain mereka sebagai competitive advantage.

Menurut Indrajit dan Djokopranoto (2003), “Supply Chain is a network of connected and interdependent organizations mutually and co-operatively working together to control, manage and improve the flow of material and information from suppliers to end users”.

(3)

Menurut Tan et al. (1999), Supply Chain as “the simultaneous integration of customer requirements, internal processes and upstream supplier performance”.

Menurut New and Payne (1995), Supply Chain is “links each element of the manufacturing and supply process from raw materials through to the end-user”.

2.2

Supply Chain Management

Supply Chain Management adalah konsep yang tumbuh pada era 1990an. Dengan Supply Chain Management yang baik akan membuat perusahaan meningkatkan keuntungan dengan mengatur aliran arus barang mulai dari pemasok, proses produksi dalam perusahaan, sampai output ke customer.

Definisi Supply Chain Management oleh The Council of Logistics Management :

“Supply Chain Management is the systematic, strategic coordination of the traditional business functions within a particular company and across businesses within the Supply Chain for the purpose of improving the long-term performance of the individual company and the Supply Chain as a whole.”

Menurut Simchi-Levi (2003, p2), Supply Chain Management adalah suatu rangkaian pendekatan yang di gunakan untuk mengintegrasikan pemasok (suppliers), perusahaan manufaktur, pergudangan (warehouse), dan toko (stores) secara efisien sehingga

(4)

perdagangan dapat berjalan dan didistribusikan dalam jumlah yang tepat, pada saat yang tepat untuk meminimumkan keseluruhan dan tingkat pelayanan yang optimal.

Menurut Raghavan et al. (2001) Supply Chain Management is “the coordination of the activities of all the companies involved in procuring, producing, delivering and maintaining products and services to customers located in geographically different places”.

Menurut Chan, F. and Qi, H.J. (2003), SCM is “the integration of key business processes from end user through original suppliers that provide products, services, and information that add value for customer and other stakeholders” .

Berikut adalah ilustrasi dari Supply Chain Management :

Gambar 2.1 Ilustrasi Supply Chain Management

Sumber : http://www.scm-institute.org/Our-Relationship-Based-Business-Model.htm

(5)

2.3 Hubungan

Pemasok

dengan

Perusahaan

Pemasok merupakan mitra yang penting dalam menunjang strategi perusahaan. Pengelolaan pemasok membutuhkan kemampuan negosiasi yang khusus, karena mereka bukanlah bagian dari organisasi. Pemilihan pemasok haruslah hati-hati, karena mereka dapat memiliki dampak yang sangat positif atau yang sangat merugikan pada kinerja keseluruhan organisasi. Maka dari itu suatu perusahaan harus mempunyai hubungan yang baik dengan pemasok. Hubungan pemasok dengan perusahaan ini dikenal Supplier Relationship Management (SRM). Berikut adalah definisi dari SRM :

Menurut Mettler and Rohner (2009), Supplier Relationship Management atau Supply Management adalah sebuah pendekatan yang komprehensif untuk mengelola interaksi antara organisasi dengan perusahaan yang memasok produk dan jasa yang digunakan oleh organisasi.

Supplier relationship Management adalah proses yang mendefinisikan bagaimana suatu perusahaan berinteraksi dengan pemasoknya. Seperti yang dapat dilihat dari namanya, ini adalah kebalikan dari Customer Relationship Management (CRM). Sama halnya seperti perusahaan perlu mengembangkan hubungan dengan pelanggan, perusahaan juga perlu membina hubungan dengan pemasok. Hasil yang diinginkan adalah hubungan yang saling menguntungkan bagi kedua pihak.

(6)

2.4 Evaluasi

Kinerja

Pemasok

2.4.1 Definisi

Kinerja pemasok perlu dimonitori secara kontinyu. Penilaian kinerja ini penting sebagai bahan evaluasi yang nantinya bisa digunakan untuk meningkatkan kinerja pemasok atau sebagai bahan pertimbangan perlu tidaknya mencari pemasok alternatif. Pada situasi ketika perusahaan memiliki lebih dari satu pemasok untuk suatu sistem tertentu, hasil evaluasi juga bisa dijadikan dasar dalam mengalokasi pesanan dimasa depan. Tentunya beralasan bahwa pemasok yang lebih baik akan mendapat pesanan lebih banyak. Dengan sistem tersebut pemasok akan terpacu untuk meningkatkan kinerja mereka.

Kriteria yang digunakan untuk memilih pemasok bisa digunakan untuk menilai kinerja pemasok hanya saja perlu dibedakan. Penilaian kinerja pemasok lebih pada hal-hal seperti kualitas, ketepatan waktu, fleksibilitas, dan harga yang ditawarkan selama satu periode tertentu.

2.4.2 Kriteria

Menurut I Nyoman Pujawan (2005, p146), memilih atau mengevaluasi pemasok merupakan kegiatan strategis terutama apabila pemasok tersebut akan memasok item yang kritis atau akan digunakan dalam jangka panjang sebagai pemasok penting. Kriteria pemilihan adalah salah satu hal penting dalam pemilihan pemasok.

Kriteria yang digunakan tentunya harus mencerminkan strategi Supply Chain maupun karakteristik dari item yang akan dipasok. Secara

(7)

umum banyak perusahaan yang menggunakan kriteria - kriteria dasar seperti kualitas barang yang ditawarkan, harga, dan ketepatan waktu pengiriman. Namun terkadang pemilihan pemasok membutuhkan berbagai kriteria lain yang diangap penting oleh perusahaan.

Penelitian yang dilakukan oleh Dickson selama hampir 40 tahun yang lalu menunjukan bahwa kriteria pemilihan pemasok bisa sangat beragam. Tabel 2.1 menunjukan 22 kriteria yang diidentifikasikan oleh Dickson. Angka pada kolom kedua menunjukan tingkat kepentingan dari masing-masing criteria berdasarkan kumpulan jawaban dari survey yang direspon 170 manajer pembelian di Amerika Serikat.

Namun tentu saja setiap perusahaan harus menentukan sendiri kriteria yang digunakan dalam memilih pemasok. Berikut ini adalah kriteria yang digunakan untuk proses memilih atau evaluasi kinerja pemasok-pemasok mereka :

- Banyaknya technical supports yang akan diberikan - Banyaknya ide-ide inovatif

- Kemampuan pemasok untuk berkomunikasi secara efektif untuk masalah-masalah penting

- Fleksibilitas yang ditunjukan oleh pemasok - Cycle time dan kecepatan respon

- Kemiripan tujuan dengan pemasok

- Tingkat kepercayaan yang ada antara perusahaan dengan pemasok

(8)

- Syarat-syarat finansial

- Pengalaman masa lampau bersama pemasok

Tabel 2.1 Kriteria Pemilihan atau Evaluasi Pemasok

Kriteria Skor

Kualitas 3.5

Delivery 3.4

Performance History 3.0

Warranties and claim policies 2.8

Price 2.8

Technical Capability 2.8

Financial Position 2.5

Procedural Compliance 2.5 Communication System 2.5 Reputation and Position in Industry 2.4

Desire of business 2.4

Management and Organization 2.3

Operating Controls 2.2

Repair Service 2.2

Attitude 2.1

Impression 2.1

Packaging Ability 2.0

(9)

Geographical Location 1.9 Amount of past business 1.6 Reciprocal arrangements 0.6

Sumber : Dickson (1966, p148)

2.5

Pengadaan Bahan Baku dan Bahan Pengemas (Purchasing)

Menurut Render and Heizer (2001, p412), Manajemen pengadaan bahan baku dan bahan pengemas adalah salah satu komponen utama Supply Chain Management. Tujuan manajemen pengadaan bahan baku dan bahan pengemas adalah mendapatkan efisiensi operasi melalui integrasi semua perolehan, pergerakan bahan baku dan bahan pengemas, serta kegiatan penyimpanan bahan baku dan bahan pengemas di perusahaan.

Secara tradisional departemen Purchasing dianggap sebagai bagian yang kurang strategis. Namun dengan beriringnya waktu anggapan tersebut sudah banyak berubah. Ini dikarenakan departemen ini punya potensi untuk menciptakan daya saing perusahaan, bukan hanya dari perannya dalam mendapatkan bahan baku dan bahan pengemas dengan harga murah, tetapi juga dalam upaya meningkatkan time to market, meningkatkan kualitas produk dan meningkatkan responsiveness (dengan memilih pemasok yang bukan hanya murah, tetapi juga responsif).

Menurut Pujawan (2005, p12), Departemen Purchasing dituntut untuk memiliki keahlian bernegosiasi, memiliki kemampuan untuk menerjemahkan tujuan strategis perusahaaan ke dalam sistem pemilihan dan evaluasi pemasok, dan sebagainya. Disamping tugas-tugas rutinnya

(10)

untuk melakukan pembelian bahan baku, bahan pengemas, komponen, jasa, dan sebagainya, departemen ini juga diharapkan bisa menciptakan kolaborasi jangka panjang dengan pemasok-pemasok yang relevan, melibatkan mereka dalam perancangan produk baru, mengevaluasi supply risk, dan sebagainya.

2.5.1 Tugas-Tugas Departemen Purchasing

Melakukan pembelian barang dan jasa adalah salah satu tugas departemen Purchasing. Namun jika kita lihat tujuannya, yakni untuk menyediakan barang maupun jasa dengan harga yang murah, berkualitas, dan terkirim tepat waktu, tugas-tugas bagian pengadaan tidak terbatas pada kegiatan rutin pembelian. Menurut Pujawan (2005, p139), Secara umum tugas-tugas yang dilakukan departemen Purchasing mencakup:

a. Merancang hubungan yang tepat dengan pemasok.

Hubungan dengan pemasok dapat bersifat kemitraan jangka panjang maupun hubungan transaksional jangka pendek. Bagian pengadaan bertugas untuk mengatur relationship portofolio untuk semua pemasok dan juga untuk menetapkan berapa jumlah pemasok yang harus dimiliki untuk tiap jenis item.

b. Memilih pemasok

Untuk pemasok-pemasok kunci yang berpotensi untuk menjalin hubungan jangka panjang, proses pemilihan ini bisa

(11)

melibatkan evaluasi awal, mengundang pemasok untuk melakukan presentasi, kunjungan lapangan (site visit) dan sebagainya. Jika inovasi adalah salah satu kunci dalam persaingan, kemampuan pemasok untuk memasok material dengan spesifikasi yang berbeda mungkin menjadi pertimbangan yang penting. Sebaliknya, pada supply chain yang bersaing atas dasar harga, pemasok yang menawarkan barang dengan harga murah yang mungkin harus diprioritaskan.

c. Memilih dan mengimplementasikan teknologi yang cocok. Kegiatan Purchasing selalu membutuhkan bantuan teknologi yang lebih tradisional dan lumrah digunakan seperti telepon dan fax. Dengan munculnya internet, teknologi pengadaan mengalami perkembangan yang sangat dramatis. Berkembangnya electronic procurement yaitu aplikasi internet untuk kegiatan pengadaan, dapat membantu perusahaan untuk memiliki katalog elektronik yang bisa mengakses berbagai data pemasok. Electronic procurement juga dapat membantu perusahaan untuk memilih pemasok melalui proses e-auction atau e-bidding.

d. Memelihara data item yang dibutuhkan dan data pemasok

Departemen Purchasing harus memiliki data yang lengkap tentang item yang dibutuhkan maupun data tentang

(12)

pemasok mereka. Beberapa data pemasok yang penting untuk dimiliki adalah nama dan alamat masing-masing pemasok, item apa yang mereka pasok, harga per unit, lead time pengiriman, kinerja masa lalu, serta kualifikasi pemasok.

e. Melakukan pembelian.

Ini adalah pekerjaan yang paling rutin dilakukan oleh departemen Purchasing. Proses pembelian bisa dilakukan dengan beberapa cara, misalnya pembelian rutin dan pembelian dengan melalui tender atau lelang.

f. Mengevaluasi kinerja pemasok

Penilaian kinerja pemasok juga pekerjaan yang sangat penting dilakukan untuk menciptakan daya saing yang berkelanjutan. Bagi perusahaan pembeli, kinerja pemasok bisa digunakan sebagai dasar untuk menentukan volume pembelian (jika ada lebih dari satu pemasok untuk item sejenis) maupun untuk menentukan peringkat pemasok.

2.5.2 Pembelian

Rantai pasokan menerima perhatian yang besar karena di sebagian besar perusahaan, pembelian merupakan kegiatan yang paling memakan biaya. Pembelian berarti perolehan barang atau jasa. Kegiatan pembelian adalah salah satu tugas bagian departemen Purchasing yang paling rutin dilakukan. Pembelian

(13)

memberikan peluang besar pengurangan biaya dan peningkatan margin kontribusi.

Menurut Gaspersz (2004), tujuan utama dari pembelian material dan komponen adalah:

1. Mempertahankan kontinuitas dari pemasok agar sesuai dengan jadwal.

2. Memberikan material dan komponen yang memenuhi atau tingkat kualitas yang ditetapkan kepada bagian produksi untuk diproses menjadi produk akhir guna memenuhi permintaan dari pelanggan.

3. Memperoleh item yang dibutuhkan pada biaya yang serendah mungkin tetapi masih tetap konsisten dengan kebutuhan kualitas, waktu penyerahan, dan performansi lainnya.

Sedangkan tujuan dari kegiatan pembelian menurut Render and Heizer (2001, p414) adalah :

1. Membantu mengidentifikasi produk atau jasa yang dapat diperoleh secara eksternal.

2. Mengembangkan, mengevaluasi, dan menentukan pemasok, harga dan pengiriman yang terbaik bagi barang atau jasa tersebut.

(14)

2.5.2.1 Proses Pembelian

Menurut Pujawan (2005, p141), proses pembelian rutin biasanya berlaku untuk item yang pemasoknya sudah jelas karena ada kesepakatan jangka panjang antara pemasok dengan perusahaan. Walaupun proses tender dan lelang sedikit berbeda, pada bagian ini akan dikelompokkan menjadi satu karena pada hakekatnya banyak kemiripan.

a. Pembelian Rutin

Pembelian rutin dilakukan untuk item yang kebutuhannya berulang (repetitive). Biasanya item yang seperti ini relatif standar sehingga proses pembelian tidak lagi melibatkan perancangan spesifikasi. Proses pembelian meliputi langkah-langkah berikut:

Bagian yang membutuhkan mengirimkan permintaaan pembelian ke departemen Purchasing. Departemen Purchasing akan mengevaluasi material requisition (MR)/ purchase requisition (PR) yang diterima.

Begitu pemasok sepakat untuk memenuhi purchase order (PO) tersebut, departemen Purchasing harus secara proaktif memonitor perkembangan pengirimannya agar tidak terjadi keterlambatan.

Pada saat pesanan datang, bagian gudang berkewajiban untuk mengecek benar tidaknya item yang dikirim serta jumlah dan kualitasnya.

(15)

Bagian akuntansi kemudian akan menyelesaikan proses pembayaran sesuai dengan term pembayaran yang berlaku.

b. Pembelian dengan tender / lelang.

Pembelian dengan metode tender atau lelang dilakukan apabila tidak memungkinkan untuk langsung mengirimkan purchase order (PO) ke pemasok setelah ada purchase requition (PR) atau material requition (MR) dari bagian yang membutuhkan barang atau jasa. Tender sedikit berbeda dengan lelang.

Pada proses tender, tidak ada kesempatan bagi peserta (pemasok) untuk merevisi harga yang telah ditawarkan. Harga penawaran biasanya bersifat rahasia dan tidak diperlihatkan kepada peserta lain. Sedangkan untuk proses lelang, peserta diundang untuk datang (secara fisik atau lewat internet) untuk mengikuti proses lelang. Pada saat lelang berlangsung, peserta bisa melihat harga yang ditawarkan oleh peserta yang lain dan mereka boleh merevisi harga sampai pada batas waktu lelang yang ditetapkan.

2.5.2.2 Strategi-Strategi Pembelian

Menurut Render and Heizer (2001, p416), Strategi pembelian sering dikaitkan dengan kemampuan perusahaan untuk mengendalikan dan mengatur hubungan dengan pemasoknya.

(16)

Berikut ini beberapa strategi pembelian yang mungkin dikembangkan oleh perusahaan :

a. Banyak Pemasok

Melalui banyak pemasok maka negosiasi dapat dilakukan dengan banyak pilihan, perusahaan dapat memilih antara satu pemasok dengan pemasok lainnya. Pesanan biasanya jatuh ke penawar yang paling murah dan membebankan pemasok untuk memenuhi permintaan pembeli. Pemasok secara agresif bersaing satu sama lainnya. Meskipun banyak pendekatan negosiasi yang dapat digunakan dengan strategi ini, hubungan jangka panjang bukan merupakan tujuan. Pendekatan ini membebankan tanggung jawab pada pemasok agar mempertahankan teknologi, keahlian, dan kemampuan ramalan yang diperlukan ditambah dengan biaya, kualitas, dan kemampuan pengiriman.

b. Beberapa Pemasok

Dengan strategi beberapa pemasok mengimplikasikan bahwa pembeli lebih baik membentuk hubungan jangka panjang dengan pemasok yang komit, Kontrak yang terjadi bersifat eksklusif, pesanan besar dan sering.

Penggunaan hanya beberapa pemasok dapat menciptakan nilai dengan memungkinkan pemasok mempunyai skala ekonomis dan kurva belajar yang menghasilkan biaya

(17)

transaksi dan biaya produksi yang lebih rendah. Penerapan just in time juga dapat diterapkan untuk strategi ini.

c. Integrasi Vertikal

Pembelian dapat diperluas menjadi bentuk integrasi vertikal. Integrasi vertikal, artinya pengembangan kemampuan memproduksi barang dan jasa yang sebelumnya dibeli, atau dengan benar-benar membeli pemasok atau distributor. Integrasi vertikal dapat mengambil bentuk integrasi ke belakang atau ke depan.

Integral vertikal dapat menawarkan peluang-peluang strategis bagi para manajer operasi. Untuk perusahaan-perusahaan yang analisis internalnya menampakkan bahwa mereka mempunyai modal, kemampuan manajemen, dan permintaan yang ada, integrasi vertikal dapat memberikan kesempatan-kesempatan substansial dalam mengurangi biaya. Keuntungan-keuntungan lainnya dalam pengurangan persediaan dan penjadwalan persediaan dapat diperoleh perusahaan yang mengelola integrasi vertikal atau hubungan yang erat dan saling menguntungkan dengan pemasok. Integrasi vertikal dapat menghasilkan pengurangan biaya, peningkatan kualitas, dan pengiriman yang tepat waktu. Sebagai tambahan, integrasi vertikal terlihat baik bila pangsa

(18)

pasar organisasi besar atau bila keahlian manajemennya dapat mengoperasikan penjual yang diakuisisi.

d. Jaringan Keiretsu

Banyak perusahaan manufaktur yang menemukan jalan tengah antara membeli dari sedikit pemasok dan integrasi vertikal. Perusahaan-perusahaan manufaktur seringkali mendukung pemasok secara finansial lewat kepemilikan atau pinjaman. Pemasok kemudian menjadi bagian dari koalisi perusahaan yang dikenal dengan sebutan keiretsu. Anggota keiretsu dipastikan akan mempunyai hubungan jangka panjang dan oleh sebab itu diharapkan dapat berfungsi sebagai mitra, menularkan keahlian teknis, dan mutu produksi yang stabil kepada perusahaan manufaktur. Para angggota keiretsu dapat juga beroperasi sebagai subkontraktor rantai dari pemasok-pemasok yang lebih kecil.

e. Perusahaan Maya (Virtual)

Perusahaan maya mengandalkan berbagai hubungan pemasok untuk memberikan pelayanan pada saat diperlukan. Perusahaan maya batasan organisasinya tidak tetap dan bergerak sehingga mereka bisa menciptakan perusahaan yang unik agar dapat memenuhi permintaan pasar yang berubah-ubah. Hubungan yang ada dapat berjangka pendek ataupun

(19)

berjangka panjang, mitra sejati atau hanya pemberi kolaborasi, dan pemasok atau subkontraktor yang mampu. Keuntungan bentuk perusahaannya mencakup keahlian manajemen yang terspesialisasi, investasi modal yang rendah, fleksibilitas, dan kecepatan. Hasilnya adalah efisiensi.

2.5.3 Evaluasi dan Pemilihan Pemasok

Evaluasi dan pemilihan pemasok merupakan salah satu kegiatan bagian pengadaan yang penting sehingga kegiatan ini harus mendapat perhatian yang lebih. Hal ini disebabkan karena pemasok merupakan bagian penting dari kegiatan pengadaan barang.

2.6

Supply Chain Operations Reference (SCOR)

2.6.1 Pengertian Supply Chain Operations Reference (SCOR)

Menurut Poluha (2007), Supply Chain Operations Reference (SCOR) adalah model proses referensi yang sudah dikembangkan dan didukung Supply Chain Council (SCC) sebagai standar de fakto alat diagnostik lintas industri bagi manajemen rantai pasokan. SCOR memungkinkan pemakai untuk mengerjakan, memajukan, dan memberitahukan kenyataan dalam manajemen rantai pasokan dan diantara semua pihak yang berkepentingan.

(20)

2.6.2 A Process Reference Model Contains

Menurut Supply-Chain Council (2008), A Process Reference Model Contain :

• Uraian atau deskripsi standar dari proses manajemen. • Satu kerangka hubungan antara proses standar. • Metrik standar untuk mengukur kinerja proses.

• Manajemen mempraktekkan hasil kinerja terbaik dikelasnya.

• Menyesuaikan standar untuk mencirikan dan kemampuan.

2.6.3 Boundaries of Supply Chain Operations Reference (SCOR) 2.6.3.1 SCOR Spans

Menurut Supply-Chain Council (2008), SCOR spans meliputi :

• Semua interaksi pelanggan, dari pesanan masuk sampai membayar melalui faktur.

• Semua produk (materi fisik dan jasa) transaksi, dari penyalur untuk pelanggan-pelanggan, meliputi alat-alat perlengkapan, barang persediaan, onderdil, kumpulan produk, perangkat lunak, dsb.

• Semua interaksi pasar, dari pemahaman dari permintaan agregat ke pemenuhan dari masing-masing pesanan.

(21)

2.6.3.2 SCOR does not attempt to describe every business process

or activity

Menurut Supply Chain Council, SCOR tidak mencoba untuk mendeskripsikan tiap-tiap proses bisnis atau aktivitas, termasuk:

• Penjualan dan pemasaran (demand generation). • Penelitian dan pengembangan teknologi. • Pengembangan produk.

• Beberapa unsur dari post-delivery customer support.

2.6.3.3 SCOR assumes but does not explicitly address

Menurut Supply Chain Council, SCOR assumes but does not explicitly address:

• Pelatihan. • Kualitas.

• Teknologi Informasi (IT). • Administrasi (bukan SCM).

2.6.4 SCOR A Process Reference Model

Menurut Supply Chain Council, A Process Reference Model SCOR. bisa dilihat pada gambar dibawah ini:

(22)

Gambar 2.2 A Process Reference Model SCOR

2.6.4.1 Level 1 Process Definitions

Menurut Supply Chain Council, Level 1 Process Definitions yaitu :

1. Plan

yaitu proses-proses yang berkaitan dengan keseimbangan antara permintaan aktual dengan apa yang telah direncanakan.

2. Source

yaitu proses-proses yang berkaitan dengan pembelian material atau bahan baku untuk memenuhi permintaan yang ada.

(23)

3. Make

yaitu proses-proses yang berhubungan dengan proses transformasi bahan baku menjadi produk setengah jadi maupun produk jadi untuk memenuhi permintaan yang ada. 4. Deliver

Proses menyediakan barang jadi dan jasa sesuai perencanaan atau permintaan aktual, secara detail meliputi manajemen permintaan, manajemen pengiriman, dan manajemen distribusi.

5. Return

yaitu proses-proses yang berkaitan dengan proses pengembalian produk karena alasan tertentu, misalnya karena produk tidak sesuai dengan permintaan konsumen, dan lain sebagainya.

(24)

2.6.4.1.1 Scope of Supply Chain Operations Reference (SCOR)

Processes

Menurut Supply Chain Council, Scope of SCOR Processes yaitu: 1. Plan (Permintaan / perencanaan persediaan dan manajemen). • Seimbangkan sumber daya dengan kebutuhan dan

mengomunikasikan rencana untuk keseluruhan rantai pasokan, meliputi return dan proses pelaksanaan dari source, make, dan deliver.

• Manajemen dari ketentuan bisnis, kinerja rantai pasokan, pengumpulan data, persediaan, aset modal, transportasi, merencanakan konfigurasi, pengaturan kebutuhan dan izin, dan risiko rantai pasokan.

• Menyesuaikan rencana rantai posokan dengan rencana keuangan.

2. Source (Sourcing stocked, make-to-order, dan engineer-to-order product).

• Menyusun jadwal pengiriman, menerima verifikasi, mengirim produk dan otorisasi pembayaran penyalur. • Identifikasi dan memilih sumber pasokan ketika tidak

dipersiapkan sebelumnya, seperti untuk engineer-to-order product.

• Mengatur ketentuan bisnis, kinerja akses pemasok, dan pemeliharaan data.

(25)

• Mengatur persediaan, aset modal, produk pemasukan, jaringan pemasok, impor / ekspor kebutuhan, kesepakatan pemasok, dan sediakan risiko rantai pasokan.

3. Make (Make-to-stock, make-to-order, dan engineer-to-order production execution).

• Penjadwalan aktivitas produksi, pengeluaran produk, pengujian hasil produksi, pengiriman hasil produksi. • Penyelesaian rancang bangun untuk engineer-to-order

product.

• Mengatur ketentuan, kinerja, data, in-process products (WIP), alat-alat perlengkapan dan fasilitas, transportasi, jaringan produksi, kepatuhan pengatur untuk produksi, dan risiko rantai pasokan.

4. Deliver (Order, warehouse, transportation, dan installation Management for stocked, make-to-order, dan engineer-to-order product).

• Semua tahapan manajemen persediaan dari memproses pemeriksaan pelanggan dan mencatat untuk merencanakan pengiriman dan pemilihan bawaan.

• Manajemen gudang dari penerimaan dan pemilihan produk untuk mengisi dan pengiriman produk.

• Menerima dan verifikasi produk di lokasi pelanggan dan menginstal, jika diperlukan.

(26)

Invoicing pelanggan.

• Mengatur ketentuan bisnis deliver, kinerja, keterangan, persediaan barang jadi, aset modal, transportasi, daur hidup produk, impor / mengekspor kebutuhan, dan risiko rantai pasokan.

5. Return (Return of raw materials dan receipt of returns of finished goods).

• Semua produk yang cacat kembali ke tahap source yaitu mengidentifikasi kondisi produk, produk disposisi, meminta otorisasi produk yang kembali, penjadwalan pengiriman produk, pengembalian produk cacat dan pengiriman produk yang kembali, penjadwalan kwitansi kembali, menerima produk, dan mengirim produk cacat. • Semua pemeliharaan kembali, reparasi, dan periksa

secara seksama tahapan produk dari tahap source yaitu mengidentifikasi kondisi produk, produk disposisi, meminta otorisasi produk yang kembali, penjadwalan pengiriman produk, pengembalian produk MRO (Maintenance, Repair, Overhaul) dan produk yang kembali, penjadwalan kwitansi kembali, penerimaan produk, dan pengiriman produk MRO (Maintenance, Repair, Overhaul).

• Semua kelebihan produk kembali dari tahap source yaitu mengidentifikasi kondisi produk, produk disposisi, minta

(27)

otorisasi produk dikembalikan, penjadwalan pengiriman produk, dan pengembalian kelebihan produk dan deliver yaitu memberi otorisasi produk yang kembali, jadwalkan kwitansi kembali, menerima produk, dan kirim kelebihan produk.

• Mengatur ketentuan bisnis pengembalian, kinerja, pengumpulan data, pengembalian persediaan, aset modal, transpotasi, konfigurasi jaringan, pengaturan kebutuhan dan izin, dan risiko rantai pasokan.

2.6.4.1.2 Performance Attributes and Level 1 Strategic Metrics

Menurut Supply Chain Council, Level 1 Metrics are primary, high level measures that may cross multiple SCOR processes. Level 1 Metrics do not necessarily relate to a SCOR Level 1 process (PLAN, SOURCE, MAKE, DELIVER, RETURN). Lihat

gambar 2.4.4.1.1 Performance Attributes and Level 1Metric.

Tabel 2.2 Performance Attributes and Level 1Metric

Level 1 Metrics

Performance Attribute

Customer-Facing Internal-Facing

Reliability Responsiveness Flexibility Cost Assets

Perfect Order Fulfillment

Order Fulfillment Cycle Time

Upside Supply Chain Flexibility

(28)

Upside Supply Chain Adapability

Downside Supply Chain Adapability

Supply Chain Management Cost Costs of Goods Sold Cash to Cash Cycle Time

Return on Supply Chain Fixed Assets

Return on Working Capital

Sumber : Supply Chain Council, (2008)

1. Perfect Order Fulfillment

Menurut Supply Chain Excellence (SCE) Limited (2008), Perfect Order Fulfillment adalah hal – hal yang berkaitan dengan:

• Pengiriman "tepat waktu dan terpenuhi" dari tanggal permintaan atau persetujuan tanggal.

• Kecocokan antara faktur penjualan, PO, surat jalan, dan kwitansi.

• Tidak mempunyai masalah dengan mutu produk. Menurut Supply-Chain Council (2006), persentase dari pengiriman pesanan tepat waktu secara penuh. Komponen termasuk semua barang dan kuantitas tepat waktu menggunakan ketentuan pelanggan dari tepat waktu dan kelengkapan dokumentasi.

(29)

Perfect Order Performance = Total Perfect Orders / Total Number of Orders

2. Order Fulfillment Cycle Time

Menurut Supply Chain Council (2006), Order Fulfillment Cycle Time adalah waktu rata-rata yang diperlukan untuk memenuhi pemesanan pelanggan secara konsisten.

Order Fulfillment Cycle Time = Sum actual cycle times for all orders delivered / Total Number of order delivered

3. Upside Supply Chain Flexibility

Menurut Supply Chain Council (2006), jumlah hari yang diperlukan untuk memenuhi kenaikan 20% dalam jumlah yang diantar.

Upside Supply Chain flexibility = The larger of the number of days required to achieve suistanable increase for source, make dan deliver

4. Upside Supply Chain Adaptability

Menurut Supply Chain Council (2006), persentase maksimum kenaikan dalam jumlah yang diantar yang dapat

(30)

dicapai dalam 30 hari (tanpa pemesanan kembali, biaya penalti atau biaya gudang)

Upside Supply Chain adaptability = Percentage suistable increase

5. Downside Supply Chain Adaptability

Menurut Supply Chain Council (2006), penurunan dalam jumlah yang dipesan dalam 30 hari dari pengantaran tanpa ada biaya gudang dan biaya penalti.

Downside Supply Chain adaptability = Percentage sustainable reduction

6. Supply Chain Management Cost

Menurut Supply Chain Council (2006), jumlah dari semua biaya yang terhubung dengan proses SCOR level 2 untuk Plan, Source, Deliver and Return.

Supply Chain Management cost = Cost to plan + Cost to source + cost to deliver + Cost to return

7. Cost of Goods Sold

Menurut Supply Chain Council (2006), biaya yang berhubungan dengan pembelian bahan baku dan

(31)

menghasilkan barang jadi. Biaya ini termasuk biaya (pekerja, material) dan biaya tidak langsung.

Cost of goods sold = Direct material + Direct Labour + Overhead

8. Cash-to-Cash Cycle Time

Menurut Supply Chain Council (2006), cash-to-cash cycle adalah waktu yang diperlukan untuk investasi dan memperoleh kembali dana kedalam perusahaan setelah barang dikirimkan ke pelanggan.

Cash to cash cycle time = inventory days of supply + days sales outstanding + day payable outstanding

9. Return on Supply Chain Fixed Assets

Menurut Supply Chain Council (2006), hasil yang didapat organisasi kembali dari investasi dari capital pada aset tetap supply chain. Hal ini termasuk aset yang digunakan untuk Plan, Source, Make, Deliver dan Return.

Return on fixed assets = (Supply Chain revenue – COGS – Supply Chain Management costs) / Supply Chain fixed assets

(32)

10. Return on Working Capital

Menurut Supply Chain Council (2006), Return on Working Capital adalah pengukuran yang menilai kepentingan dari investasi yang relatif terhadap posisi modal usaha perusahaan.

Return on working capital = (Supply Chain revenue – COGS – Supply Chain Management costs)/ working capital

2.7 Diagram Pareto

Diagram Pareto diperkenalkan oleh seorang ahli, yaitu Alfredo Pareto (1848- 1923). Diagram Pareto ini merupakan suatu gambaran yang mengurutkan klasifikasi data dari kiri ke kanan menurut urutan dari yang tertinggi hingga terendah. Dengan urutan ini dapat membantu dalam menemukan permasalahan yang paling penting untuk segera diselesaikan (urutan tertinggi) sampai dengan masalah yang tidak harus segera diselesaikan (urutan terendah). Menurut Mitra (1993), Diagram Pareto juga dapat mengidentifikasi masalah yang paling penting yang mempengaruhi usaha perbaikan kualitas dan memberikan petunjuk dalam mengalokasikan sumber daya yang terbatas untuk menyelesaikan masalah. Menurut Mitra (1993) proses penyusunan diagram Pareto meliputi enam langkah, yaitu :

1. Menentukan metode atau arti pengklasifikasian data, misalnya berdasarkan masalah, penyebab, jenis ketidaksesuaian, dan sebagainya.

(33)

2. Menentukan satuan yang digunakan untuk membuat urutan karakteristik-karakteristik tersebut, misalnya rupiah, frekuensi, unit, dan sebagainya.

3. Mengumpulkan data sesuai dengan interval waktu yang telah ditentukan.

4. Merangkum data dan membuat urutan kategori data tersebut dari yang terbesar hingga yang terkecil.

5. Menghitung frekuensi kumulatif atau persentase kumulatif yang digunakan.

6. Menggambar diagram batang, menunjukkan tingkat kepentingan relatif masing-masing masalah. Mengidentifikasi beberapa hal yang penting untuk mendapatkan perhatian.

Gambar

Gambar 2.1 Ilustrasi Supply Chain Management
Tabel 2.1 Kriteria Pemilihan atau Evaluasi Pemasok
Gambar 2.2 A Process Reference Model SCOR
Gambar 2.3 Urutan proses pada model SCOR
+2

Referensi

Dokumen terkait

Meskipun demikian, ada penelitian yang menunjukkan bahwa persepsi nilai ternyata tidak berpengaruh signifikan terhadap niat beli konsumen, salah satunya adalah oleh Jaafar

Selat yang dipergunakan untuk pelayaran internasional, misalnya seperti Selat Malaka di Indonesia adalah selat yang di dalamnya dapat terjadi pelayaran

Untuk mengetahui exercise Half Semont Manuver lebih baik dari exercise Brandt-doroff Manuver dalam menggurangi keluhan vertigo pada gangguan fungsi Vestibular Posterior

tanpa izin penerima dana atau kerabat penerima dana tersebut. Telepon penagihan ini bermasalah bukan hanya karena bagaimana data tersebut digunakan, tetapi karena perilaku

Penggunaan daun gamal (Gliricidia sapium), guna mempercepat kematangan buah pisang Raja Sere dan Emas yang dilakukan Yulianingsih dan Dasuki (1989), menyatakan bahwa daun gamal

Sebagai perbandingan bangunan fasilitas cottage, ada beberapa kawasan wisata dengan fasilitas akomodasinya yang memanfaatkan lingkungan sekitarnya sehingga fasilitas wisata

SRT akan mencakup enam fungsi kerja sebagai berikut: (i) penyebaran informasi terkait program yang ada, dan terutama pada program jaminan sosial yang baru saja diluncurkan,

Penelitian bertujuan untuk mengetahui bagaimana populasi bakteri anaerob, produksi gas metana, dan potensi sludge biogas feses sapi perah sebagai sumber bakteri anaerob