Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Peran Ibu Memberikan Penanganan Pertama ISPA Pada Anak |
1 FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PERAN IBU MEMBERIKAN PENANGANAN PERTAMA ISPA PADA ANAK DI DESA PAKIS
KECAMATAN TAYU KABUPATEN PATI Wiwik Wijayanti *), Imron Rosyidi **), Priyanto ***) Program Studi Keperawatan STIKES Ngudi Waluyo Ungaran
E-mail : yaya.wiwik@yahoo.com ABSTRAK
ISPA masih banyak ditemukan ditempat pelayanan kesehatan, baik ditingkat Puskesmas maupun ditingkat Rumah sakit, akan tetapi masih banyak ibu yang belum mengetahui penanganan yang tepat untuk anak sakit ISPA. Ibu memiliki peranan penting dalam melakukan upaya perawatan anak yang menderita ISPA. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan peran ibu memberikan penanganan pertama ISPA pada anak di Desa Pakis Kecamatan Tayu Kabupaten Pati.
Desain penelitian ini Deskriptif Corelasi dengan menggunakan pendekatan cross sectional. Tehnik sampel yang digunakan Total Sampling. Sampel dalam penelitian ini adalah semua ibu yang memiliki anak dengan riwayat ISPA di Desa Pakis Kecamatan Tayu Kabupaten Pati dengan jumlah sampel sebanyak 60 orang. Sampel yang digunakan sebanyak 60 orang. Data dianalisis menggunakan uji chi square.
ABSTRACT
The upper respiratory tract infections cases are still found in the health services, both at the health centers and at the hospital level. But still a lot of mother do not know how to handle upper respiratory tract infection on children at Pakis, Tayu sub district. Mother has an important role to do treatment of children suffering from upper respiratory tract infection. The purpose of this study was to know the factors related to mother’s role in giving first treatment of upper respiratory tract infection on children at Pakis, Tayu sub district Pati Regency.
This research was cross sectional. The samples in this study were all mothers having children with a history of upper respiratory tract infection on children at Pakis, Tayu sub district Pati Regency with the samples as many as 60 people. The data were analyzed by using chi square test.
PENDAHULUAN
Infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) adalah terinfeksinya saluran
pernafasan atas maupun disaluran
pernafasan bawah yang disebabkan oleh virus, yang sering terjadi pada anak usia 2-5 tahun (Surendranathan dkk, 2008).
Infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) disebabkan oleh virus atau bakteri. Penyakit ini diawali dengan panas disertai salah satu atau lebih gejala: Tenggorokan sakit atau nyeri telan, pilek, batuk kering
atau berdahak. Period prevalence ISPA dihitung dalam kurun waktu 1 bulan terakhir. Lima provinsi dengan ISPA tertinggi adalah Nusa Tenggara Timur (41,7%), Papua (31,1%), Aceh (30,0%), Nusa Tenggara Barat (28,3%), dan Jawa Timur (28,3%). Pada Riskesdas 2007, Nusa Tenggara Timur juga merupakan provinsi tertinggi dengan ISPA. Hasil
Riset Dasar Kesehatan Nasional
(Riskesdas) tahun 2007, diketahui setiap tahunnya 40-60% dari kunjungan di
Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Peran Ibu Memberikan Penanganan Pertama ISPA Pada Anak |
2 Puskesmas merupakan penderita penyakit
ISPA. Proporsi kematian anak yang disebabkan oleh ISPA mencapai 20-30% (Depkes RI, 2008).
Angka kejadian ISPA di Jawa Tengah pada tahun 2007 mencapai 18,45%. Dari data tersebut dapat diketahui bahwa ISPA merupakan penyakit menular yang diderita oleh anak dan menjadi
penyebab kematian anak. Period
prevalence ISPA Indonesia menurut Riskesdas 2013 (25,0%) tidak jauh
berbeda dengan 2007 (25,5%),
menggambarkan karakteristik penduduk dengan ISPA yang tertinggi terjadi pada kelompok umur 1-5 tahun (25,8%) (Riskesdas, 2013).
Berbagai upaya telah dilakukan oleh pemerintah untuk mengendalikan penyakit ISPA, dimulai sejak tahun 1984
bersamaan dengan diawalinya
pengendalian ISPA di tingkat global oleh WHO (Kemenkes, 2012). Namun sampai
saat ini, upaya tersebut belum
memperlihatkan hasil yang signifikan. Kasus ISPA masih banyak ditemukan di tempat pelayanan kesehatan, baik di tingkat Puskesmas maupun di tingkat Rumah sakit. Keluarga memiliki peranan
penting dalam melakukan upaya
pencegahan dan perawatan anak yang menderita ISPA. Hal ini dikarenakan usia
anak belum mampu memenuhi
kebutuhannya sendiri sehingga
membutuhkan bantuan dari orang lain, terutama ibu. Ibu adalah pemberi asuhan primer bagi anak yang sakit kronik (Friedman, 2008).
Pendapat lain dari WHO (2005), pada anak menderita ISPA ibu dapat memberikan makan anak selama sakit dengan porsi sedikit tapi sering, tingkatkan
pemberian cairan untuk mengurangi
dehidrasi, Legakan tenggorokan dan
sembuhkan batuk dengan obat yang aman, Perhatikan tanda yang menunjukkan anak
penderita pneumonia, melakukan
perawatan selama demam.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Suhandayani (2006) mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian ISPA pada anak di Kabupaten Pati adalah kepadatan hunian ruang tidur, ventilasi ruang tidur, keberadaan anggota keluarg yang merokok dan keberadaan anggota keluargayang mengalami ISPA (penularan) memiliki hubungan yang signifikan dengan kejadian ISPA di Kabupaten Pati.
Faktor-faktor yang mempengaruhi peran ibu dalam memberikan penanganan
pertama ISPA pada anak menurut
Friedman dalam Padila (2012), yaitu : (1) Tingkat pendidikan (2) Tingkat ekonomi (3) Umur (4) Pengalaman sakit (5) Tradisi atau kepercayaan.
Menurut studi epidemiologi bahwa permasalahan yang berhubungan dengan kesehatan yang ditemukan paling banyak di masyarakat adalah rendahnya tingkat pendidikan dan ekonomi, seperti yang telah di jabarkan diatas bahwa pendidikan memiliki peran yang penting, dalam hal ini khususnya tentang peran ibu dalam memberikan penanganan pertama ISPA pada anak yang kebanyakan belum tepat
dalam memberikan penanganan di
karenakan masih banyaknya ibu yang memiliki pendidikan yang rendah sehingga saat ini penerimaan masyarakat indonesia terhadap penyembuhan tradisional masih tetap tinggi, bukan hanya masyarakat pedesaan melainkan juga masyarakat perkotaan. Pengobatan tradisional ini bukan hanya oleh masyarakat golongan bawah, melainkan juga oleh golongan menengah dan atas. Hal ini di sebabkan oleh faktor budaya, sistem nilai, tradisi dan
pengetahuan mereka tentang sakit,
penyakit, dan upaya penyembuhannnya (Amir dan Hanafiah, 2009).
Selain tingkat pendidikan tingkat
ekonomi yang rendah menjadikan
masyarakat menggunakan pelayanan
kesehatan non pemerintah misalnya dari swasta maupun penyedia tradisional atau pelayanan kesehatan tradisional lebih
Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Peran Ibu Memberikan Penanganan Pertama ISPA Pada Anak |
3
dapat dianggap sebagai cerminan
kepercayaan masyarakat terhadap
perawatan yang di anggap sesuai oleh masyarakat tersebut, dari pada kemauan mereka membayar setiap jenis pelayanan kesehatan yang di sediakan (Soesetyo dan Tjiptoherijanto, 2008).
Pendidikan dan ekonomi akan
berpengaruh pada peran seseorang,
selanjutnya peran akan berpengaruh pada perilaku peningkatan derajat kesehatan keluarga. Keluarga adalah unit masyarakat terkecil. Oleh sebab itu untuk mencapai derajat kesehatan masyarakat yang baik harus di mulai dari keluarga. Orang tua terutama ibu merupakan sasaran utama dalam penanganan suatu penyakit, seorang ibu yang memiliki peran yang buruk dalam merawat atau memberikan penanganan yang salah akan mempengaruhi anggota keluarga yang lain. Peranan ibu sebagai istri dan ibu dari anak-anaknya, ibu mempunyai peranan untuk mengurus rumah tangga, sebagai pendidik anak-anaknya, selain itu ibu juga berperan sebagai pencari nafkah tambahan dalam keluarga dan pengambil keputusan dalam perawatan kesehatan keluarga (Efendi dan Makhfudli, 2009).
Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan peneliti di Puskesmas Tayu I pada bulan september 2015 jumlah anak yang berkunjung pada bulan agustus dengan ISPA sebanyak 1065 anak hal ini menduduki urutan pertama dari beberapa penyakit pada anak yang berkunjung di Puskesmas Tayu I pada bulan Agustus 2015 dan yang menduduki urutan tertinggi anak menderita ISPA adalah di Desa Pakis sebanyak 60 anak. Berdasarkan hasil wawancara dengan 5 orang ibu di Desa Pakis, 3 diantaranya memiliki tingkat pendidikan dan ekonomi rendah dan mengatakan jika anaknya sakit batuk dan panas ibunya membawa ke dukun bayi mereka berfikiran kalau anaknya hanya (ketliyer) nanti setelah di pijat dan di suwuk (bacakan do’a) akan sembuh sendiri dan 2 orang lainnya memiliki tingkat
pendidikan dan ekonomi baik serta
memiliki peran yang baik dalam
penanganan ISPA yaitu dengan membawa anaknya ke bidan atau puskesmas. Di Desa Pakis rata – rata tingkat pendidikan ibu masih rendah SD, SMP, SMA, dan Tidak Sekolah. Dari data tersebut paling banyak ibu dengan pendidikan SMP. Begitu juga dengan status ekonomi keluarga dimana mayoritas penduduknya bekerja sebagai petani dan karyawan pabrik.
Berdasarkan uraian diatas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang “Faktor-faktor yang berhubungan dengan peran ibu memberikan penanganan pertama ISPA pada anak di Desa Pakis Kec.Tayu Kabupaten Pati”
METODOLOGI PENELITIAN Desain penelitian
Desain penelitian ini adalah deskriptif korelasi dengan menggunakan pendekatan cross sectional yaitu suatu penelitian untuk mempelajari korelasi antara faktor-faktor risiko dengan efek, dengan cara pendekatan, observasi atau pengumpulan data di lakukan disaat yang sama. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah kuesioner (Notoatmodjo, 2012).
WAKTU DAN TEMPAT PENELITIAN Penelitian ini dilakukan di Desa Pakis Kecamatan Tayu Kabupaten Pati pada tanggal 20 Januari 2016.
POPULASI DAN SAMPEL 1. Populasi
Populasi adalah keseluruhan
penelitian atau objek yang diteliti (Notoatmodjo, 2012). Populasi dalam penelitian ini adalah semua ibu yang memiliki anak dengan riwayat ISPA di Desa Pakis Kecamatan Tayu Kabupaten Pati dengan jumlah populasi 60 pada saat studi pendahuluan bulan september 2015.
Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Peran Ibu Memberikan Penanganan Pertama ISPA Pada Anak |
4 Teknik pengambilan sampel yang
digunakan adalah total populasi, karena pada penelitian ini peneliti mengambil sampel sejumlah populasi yang ada yaitu sebanyak 60 ibu.
PENGUMPULAN DATA
Instrumen pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini berupa kuesioner.
ANALISA DATA 1. Analisa Univariat
Analisa ini menggambarkan
disribusi frekuensi dan presentase dari setiap variabel yaitu untuk mencari hubungan antara variabel independen tingkat pendidikan, tingkat ekonomi, dan
tradisi/kepercayaan dengan variabel
dependen peran ibu dalam penanganan pertama ISPA pada anak. Tujuan dari analisis ini adalah untuk menjelaskan atau mendeskripsikan karakteristik
masing-masing variabel yang diteliti
(Notoatmodjo,2012). 2. Analisis Bivariat
Analisa data pada penelitian ini dengan menggunakan analisis bivariat yaitu analisis untuk melihat hubungan dua
variabel yang mempunyai tiga
kemungkinan, pertama, ada hubungan tetapi sifatnya simetris, tidak saling mempengaruhi, kedua, dua variabel saling mempengaruhi, ketiga, sebuah variabel
mempengaruhi variabel yang lain
(Sugiyono, 2015). Data yang penulis gunakan berskala ordinal, maka uji statistik yang digunakan analisis Chi-Square (Notoatmodjo, 2012).
HASIL PENELITIAN
Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi
Pendidikan Responden Di Desa Pakis Kec.Tayu
Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Tingkat Ekonomi Responden Di Desa Pakis Kec.Tayu Tingkat ekonomi Frekuensi Persentase (%) ≤ 1.250.000 26 43.3 > 1.250.000 34 56.7 Total 60 100,0
Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi
Gambaran Tradisi Atau Kepercayaan Responden Di Desa Pakis Kec.Tayu
Tradisi/ kepercayaan Frekuensi Persentase (%) Kurang 24 40,0 Baik 36 60,0 Total 60 100,0
Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Peran
Responden Dalam Memberikan
Penanganan Pertama ISPA Pada Anak Di Desa Pakis Kec.Tayu
Peran Frekuensi Persentase
(%)
Kurang baik 29 48.3
Baik 31 51.7
Total 60 100,0
Tabel 4.5 Tabulasi Silang Tingkat Pendidikan Dengan Peran Ibu Memberikan Penanganan Pertama ISPA Pada Anak
Pedidikan
Peran p value
Kurang baik Baik Total
n % n % n % 0,002 Dasar 23 63,9 13 36,1 36 100 Menengah 1 7,7 12 92,3 13 100 Tinggi 5 45,5 6 54,5 11 100 Total 29 48,3 31 51,7 60 100
Pendidikan Frekuensi Persentase (%)
Dasar 36 60.0
Menengah 13 21.6
Tinggi 11 18.4
Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Peran Ibu Memberikan Penanganan Pertama ISPA Pada Anak |
5
Tabel 4.6 Tabulasi Silang Tingkat Ekonomi Dengan Peran Ibu Memberikan Penanganan Pertama ISPA Pada Anak
Tingkat ekonomi
Peran p value
Kurang baik Baik Total
n % n % n %
0,000
≤ 1.250.000 22 84,6 4 15,4 26 100
>1.250.000 9 26.5 25 73.5 34 100
Total 31 51,7 29 48,3 60 100
Tabel 4.7 Tabulasi Silang Tradisi Dengan Peran Ibu Memberikan Penanganan Pertama ISPA Pada Anak
Tradisi
Peran p value
Kurang baik Baik Total
n % N % n % 0,001 Kurang baik 18 75,0 6 25,0 24 100 Baik 11 30,6 25 69,4 36 100 Total 29 48,3 31 51,7 60 100 PEMBAHASAN
Gambaran Tingkat Pendidikan Di Desa Pakis
Berdasarkan hasil penelitian
diketahui bahwa responden yang memiliki tingkat pendidikan tinggi sebesar 11
responden (18,4%), menengah 13
responden (21.6%) dan dasar sebanyak 36 responden (60.0%).
Sesuai dengan teori Slamet (2008), menyatakan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan maka wawasan pengetahuan semakin baik dan akan semakin menyadari bahwa begitu penting kesehatan bagi kehidupan.
Responden yang mempunyai
pendidikan tinggi tentang penanganan
pertama ISPA diharapkan dapat
menerapkan pendidikan yang dimilikinya
dalam bentuk perilaku penanganan
pertama ISPA yaitu dengan cara ibu yang memiliki balita yang menderita ISPA untuk segera mendapatkan pertolongan pertama untuk mencegah kejadian ISPA yang lebih parah.
Gambaran Tingkat Ekonomi Ibu Di Desa Pakis
Berdasarkan hasil penelitian
diketahui bahwa responden yang memiliki tingkat ekonomi > 1.250.000 sebesar 34 responden (56,7%) dan ≤ 1.250.000 sebanyak 26 responden (43.3%).
Sesuai dengan teori (Priyoto,2014)
bahwa keadaan sosial ekonomi
mempengaruhi faktor fisik, kesehatan dan pendidikan. Tingkat ekonomi yang rendah
menjadikan masyarakat menggunakan
pelayanan kesehatan non pemerintah misalnya dari swasta maupun penyedia tradisional atau pelayanan kesehatan tradisional lebih dapat dianggap sebagai
cerminan kepercayaan masyarakat
terhadap perawatan yang dianggap sesuai oleh masyarakat tersebut, dari pada kemauan mereka membayar setiap jenis pelayanan kesehatan yang disediakan (Soesetyo dan Tjiptoherijanto, 2008). Gambaran Tradisi Atau Kepercayaan Ibu Di Desa Pakis
Berdasarkan hasil penelitian
diketahui bahwa sebagian responden dengan tradisi yang kurang baik sebanyak 24 responden (40.0%) karena dari 60, 47 responden menyatakan dalam memberikan
Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Peran Ibu Memberikan Penanganan Pertama ISPA Pada Anak |
6 penanganan pertama ISPA pada anaknya
responden menyatakan bahwa ia akan membawa anaknya ke dokter/puskesmas apabila sakit anaknya sudah parah/ sudah perlu mendapatkan pertolongan tenaga kesehatan, sedangkan sebagian responden dengan tradisi baik menyatakan ibu tidak membawa anaknya kedukun pijat, karena ibu menganggap dipijat dan diberikan pengobatan tradisional, obat warung bukan
penanganan yang tepat untuk
menyembuhkan ISPA ttapi ibu langsung membawa anaknya ke puskesmas untuk mengobati anaknya.
Menurut Amir dan Hanafiah (2009) menyatakan bahwa tradisi adalah sesuatu yang identik dengan adat istiadat, kebiasaan kuno, sistem kepercayaan yang mempengaruhi sikap dan pengetahuan
mereka tentang sakit dan upaya
penyembuhannya. Pada masyarakat
pedesaan khususnya, pengobatan
tradisional ini masih menduduki tempat teratas dibanding dengan pengobatan-pengobatan yang lain.
Pada masyarakat yang masih
sederhana, masalah sehat-sakit adalah lebih bersifat budaya dari pada gangguan-gangguan fisik. Identik dengan itu
pencarian pengobatan pun lebih
berorientasi kepada sosial-budaya
masyarakat dari pada hal-hal yang
dianggap masih asing. Dukun
(bermacaam-macam dukun) yang
melakukan pengobatan tradisional
merupakan bagian dari masyarakat berada di tengah-tengah masyarakat, dekat dengan
masyarakat, dan pengobatan yang
dihasilkan adalah kebudayaan masyarakat sehingga lebih diterima oleh masyarakat dari pada dokter, mantri, bidan dan sebagainya yang masih asing bagi mereka. Gambaran Peran Ibu Di Desa Pakis
Berdasarkan hasil penelitian
diketahui bahwa sebagian responden mempunyai peran yang baik dalam memberikan penangan ISPA pada anak di Desa Pakis yaitu sebanyak 31 responden
(51,7 %) karena dari hasil kuesioner peran no 1 didapatkan rata-rata ibu menyatakan bahwa selalu membujuk anaknya untuk makan ketika sakit sebanyak (98,5%), sedangkan yang sering membujuk anaknya untuk makan sebanyak (83,3%) dan kadang-kadang membujuk anaknya untuk makan sebanyak 1 responden (1,6%).
Hasil kuesioner peran no 2 ibu menyatakan selalu (50,0%) menambah lauk daging saat anak makan, sedangkan yang sering menambahkan lauk daging sebanyak (46,6%) dan ibu yang kadang-kadang memberikan lauk daging sebanyak (56,6%). Sedangkan dari hasil kuesioner no 3 ibu menyatakan sering memberikan gorengan untuk anak sebanyak (46,6%) dan kadang-kadang sebanyak (50,0%).
Hasil kuesioner peran no 4 ibu menyatakan selalu memberikan minum banyak ketika anak sakit sebanyak (95.0%), sering (36,6%), dan kadang-kadang (33,3%). Hasil kuesioner peran no 5 didapatkan hasil ibu selalu menghentikan minum ketika anak mengalami batuk (40.0%), sering (63.3%) dan kadang-kadang (26.6%). Hasil kuesioner no 6 selalu memberikan obat dari apotik
sebanyak (80.0%), sering (20.0%),
kadang-kadang (55.0%).
Hasil kuesioner peran no 7
didapatkan hasil ibu selalu memberikan obat warung untuk anknya sebanyak (20.0%), sering (40.0%), dan kadang-kadang (28.3%). Hasil kuesioner no 8 ibu selalu memberikan lintingan tissue untuk
menghilangkan mukus yang kering
sebanyak (15.0%), sering (50.0%) dan kadang-kadang sebanyak (25.0%). Hasil kuesioner no 9 ibu selalu memberikan kompres apabila anaknya demam sebesar (96.3%), sering (43.3%) dan
kadang-kadang (25.0%). Sedangkan hasil
kuesioner no 10 didapatkan hasil ibu selalu
memberikan selimut untuk anaknya
apabila kedinginan sebesar (92.8%) dan
kadang-kadang memberikan selimut
Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Peran Ibu Memberikan Penanganan Pertama ISPA Pada Anak |
7
Hal tersebut sesuai dengan
pendapat WHO (2005), yang menyatakan bahwa dalam penanganan ISPA dirumah, ibu mengusahakan agar anak makan sedikit dan sering, jika anak menderita demam, ibu dapat menurunkan suhu tubuhnya dengan di kompres dan dapat membantu anak untuk makan, selain itu ibu harus memberikan cairan yang lebih banyak.
Hubungan Tingkat Pendidikan Dengan Peran Ibu Memberikan Penanganan Pertama ISPA Pada Anak
Berdasarkan hasil penelitian
dengan uji statistik menggunakan chi square dengan taraf signifikansi 5 % (0,05) didapatkan p value sebesar 0,002. Nilai p
tersebut menunjukkan bahwa ada
hubungan yang signifikan antara tingkat pendidikan dengan peran ibu memberikan penanganan pertama ISPA pada anak di Desa Pakis, Kecamatan Tayu.
Hal ini sesuai dengan pendapat
Slamet (2008), menyatakan bahwa
semakin tinggi tingkat pendidikan maka wawasan pengetahuan semakin baik dan akan semakin menyadari bahwa begitu penting kesehatan bagi kehidupan.
Hubungan Tingkat Ekonomi Dengan Peran Ibu Memberikan Penanganan Pertama ISPA Pada Anak
Hasil dari uji statistik
menggunakan chi square dengan taraf signifikansi 5 % (0,05) didapatkan p value
sebesar 0,000. Nilai p tersebut
menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara tingkat ekonomi dengan
peran ibu memberikan penanganan
pertama ISPA pada anak di Desa Pakis, Kecamatan Tayu.
Tingkat ekonomi yang rendah
menjadikan masyarakat menggunakan
pelayanan kesehatan non pemerintah misalnya dari swasta maupun penyedia tradisional atau pelayanan kesehatan tradisional lebih dapat dianggap sebagai
cerminan kepercayaan masyarakat
terhadap perawatan yang di anggap sesuai oleh masyarakat tersebut, dari pada kemauan mereka membayar setiap jenis pelayanan kesehatan yang di sediakan (Soesetyo dan Tjiptoherijanto, 2008). Hubungan Tradisi Dengan Peran Ibu
Memberikan Penanganan Pertama
ISPA Pada Anak
Dari hasil uji statistik
menggunakan chi square dengan taraf signifikansi 5 % (0,05) didapatkan p value
sebesar 0,001. Nilai p tersebut
menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara tradisi dengan peran ibu memberikan penanganan pertama ISPA pada anak di Desa Pakis, Kecamatan Tayu.
Menurut Notoatmodjo (2012)
respons seseorang apabila sakit adalah sebagai berikut : Tidak bertindak atau tidak melakukan apa-apa (no action),
tindakan mengobati sendiri (self
treatment), mencari pengobatan ke
fasilitas-fasilitas pengobatan tradisional (traditional remedy)/Dukun
(bermacaam-macam dukun) yang melakukan
pengobatan tradisional, mencari
pengobatan dengan membeli obat-obatan diwarung (chemist shop) dan tukang jamu, mencari pengobatan ke fasilitas – fasilitas pengobatan modern yang diadakan oleh
pemerintah atau lembaga-lembaga
kesehatan swasta, yang dikategorikan ke dalam balai pengobatan puskesmas, dan rumah sakit., dan mencari pengobatan ke
fasilitas pengobatan modern yang
diselenggarakan oleh dokter praktik (private medicine).
KETERBATASAN PENELITIAN
Adapun keterbatasan dalam
penelitian ini adalah : Pengalaman sakit dan umur dengan kepercayaan responden
terhadap suatu pengobatan dapat
berpengaruh variabel yang dieliti sehingga dapat mempengaruhi hasil penelitian,
lingkungan responden dapat
mempengaruhi jawaban dari responden,
Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Peran Ibu Memberikan Penanganan Pertama ISPA Pada Anak |
8 kedokter/puskesmas ketika sakitnya sudah
parah, peneliti mengalami kesulitan saat melakukan penelitian dengan tehnik door to door, banyak responden yang tidak dirumah saat peneliti mendatangi rumah
responden sehingga peneliti harus
mendatangi ulang rumah responden
tersebut.
KESIMPULAN
Responden dengan tingkat
pendidikan tinggi sebesar 11 (18,4 %), responden dengan tingkat ekonomi dengan indikator penghasilan > 1.250.000 sebesar
34 (56,7 %), responden dengan
tradisi/kepercayaan dalam kategori baik sebesar 36 responden (60,0 %), responden ya/ng mempunyai peran baik dalam memberikan penangan ISPA pada anak di Desa Pakis yaitu sebanyak 31 responden (51,7 %), Ada hubungan yang signifikan antara tingkat pendidikan dengan peran ibu memberikan penanganan pertama ISPA pada anak di Desa Pakis, Kecamatan Tayu dengan nilai p value sebesar 0,002, ada hubungan yang signifikan antara tingkat ekonomi dengan peran ibu memberikan penanganan pertama ISPA pada anak di Desa Pakis, Kecamatan Tayu. Dengan nilai p value sebesar 0,000, ada hubungan yang signifikan antara tradisi dengan peran ibu memberikan penanganan pertama ISPA pada anak di Desa Pakis, Kecamatan Tayu. Dengan nilai p value sebesar 0,001
SARAN
Bagi ibu yang memiliki anak dengan sakit ISPA diharapkan dapat melakukan penanganan pertama ISPA dengan tepat, bagi puskesmas diharapkan memberikan asuransi kesehatan bagi masyarakat yang kurang mampu dan bagi peneliti lain untuk meneliti faktor umur, pekerjaan dan lingkungan yang dapat mempengaruhi peran ibu
DAFTAR PUSTAKA
Amir, Amri & Hanafiah, Jusuf. 2009. Etika Kedokteran dan Hukum Kesehatan Edisi 4. Jakarta : EGC Depkes RI. 2008. Buku Bagan
Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS). Jakarta: Depkes Efendi, Ferry & Makhfudli. 2009.
Keperawatan Kesehatan Komunitas. Jakarta : Salemba Medika .
Friedman. 2008. Keperawatan Keluarga. Jakarta : EGC
Kemenkes RI, Ditjen PP&PL. 2012. Lihat dan Dengarkan dan Selamatkan Balita Indonesia dari Kematian; Modul Tatalaksana Standar Pneumonia. Jakarta: Kemenkes RI
Notoatmodjo, Soekidjo. 2012. Promosi Kesehatan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta . Metodologi Penelitian
Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta Padila. 2012. Buku Ajar Keperawatan
Keluarga. Yogyakarta : Nuha Medika
Priyoto, 2014. Teori Sikap dan Perilaku dalam Kesehatan. Yogyakarta : Nuha Medika
Rahmawati, Hartono. 2012. ISPA
Gangguan Pernafasan Pada Anak. Yogyakarta : Nuha Medika
Redi, R dan Sulistyoningsih, H. “Faktor-faktor yang berhubungan dengan Kejadian SPA pada Balita di Desa Bojong Gaok Wilayah Kerja Puskesmas DTP Jamanis Kabupaten Tasikmalaya Tahun 2010”.
(http://journal.unsil.ac.id.pdf)
Riskesdas. 2013. Riset Kesehatan
Dasar.(http://Laporan_Riskesdas20 13.pdf )
Slamet. 2008. Dasar-Dasar Ketrampilan Berbahasa Indonesia. Surakarta : UNS Press
Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Peran Ibu Memberikan Penanganan Pertama ISPA Pada Anak |
9 Soesetyo, Budhi & Tjiptoherijanto,
Prijono. 2008. Ekonomi Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta.
Sugiyono. 2015. Metode Penelitian
Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R & D. Bandung : Alfabeta
Suhandayani, ike. “Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian ISPA pada Balita di Puskesmas Pati I Kabupaten Pati
Tahun 2006”. Skripsi S1 Kesehatan Masyarakat Fakultas Ilmu Keolahragaan Universitas Negeri Semarang 2007.
Surendranathan, Ajenthan dkk. 2008. Rujukan Cepat Pediatri Dan Kesehatan Anak. Jakarta : EGC.
WHO, 2005. Penanganan anak ISPA.