BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Landasan Teori
1. Acute Limpoblastik Leukimia (ALL) a. Pengertian
Leukemia akut merupakan suatu penyakit yang serius, berkembang dengan cepat, dan apabila tidak diterapi dapat menyebabkan kematian dalam waktu beberapa minggu atau bulan. Leukemia akut dapat mempengaruhi jalur perkembangan sel limfoid (leukemia limfoblastik akut atau acute lymphoblastic leukemia (ALL) atau jalur perkembangan sel myeloid (leukemia myeloid akut atau acute myeloid leukemia (AML) (Davey, 2011). Leukemia ditandai oleh proliferasi ganas sel darah putih abnormal (sel blas) dalam sumsum tulang (Meadow & Newell, 2009).
kegagalan membuat sel darah merah maka dapat mengakibatkan anemia. Kurangnya sel darah putih yang normal dapat mengakibatkan penurunan kekebalan tubuh terhadap infeksi dan gagalnya produksi platelets dapat mengakibatkan perdarahan yang gawat (Wijayakusuma, 2012).
b. Prevalensi
ALL lebih sering terjadi pada anak-anak, dengan insidensi yang paling tinggi pada usia 4 tahun. Pemaparan terhadap obat sitotoksik, radiasi, dan beberapa zat kimia seperti benzena meningkatkan kemungkinan terjadinya leukemia akut (Davey, 2011). Leukemia limfoblastik akut terjadi pada 85% kasus, lebih sering muncul pada anak laki-laki dan insidensi puncak terjadi antara usia 2 sampai 5 tahun (Meadow & Newell, 2009).
c. Etiologi
d. Manifestasi klinik
Gejala yang dapat timbul pada leukemia akut, yaitu perdarahan yang abnormal seperti mimisan, perdarahan gusi, mudah mengalami memar, adanya bintik merah dan cokelat tua, anemia, berat badan menurun, badan terasa tidak enak, lemah, lelah, kehilangan energi, denyut jantung cepat, sakit pada tulang atau lambung, dan rentan terhadap infeksi (Wijayakusuma, 2012).
e. Penatalaksanaan
f. Kemoterapi
1) Pengertian dan Tujuan
Kemoterapi secara harfiah berarti penggunaan bahan kimia untuk melawan, mengendalikan atau menyembuhkan penyakit. Namun dalam maknanya yang sekarang lebih banyak digunakan sebagai penggunaan obat untuk pengobatan kanker (Miller, 2008 ). Kemoterapi adalah terapi anti kanker untuk membunuh sel-sel tumor dengan mengganggu fungsi dan reproduksi seluler.
Tujuan dari kemoterapi adalah penyembuhan, pengontrolan dan paliatif sehingga realistik, karena tujuan tersebut akan menetapkan medikasi yang digunakan dan keagresifan rencana pengobatan. Obat yang digunakan untuk mengobati kanker menghambat mekanisme proliferasi sel, obat ini bersifat toksik bagi sel tumor maupun sel normal yang berproliferasi khususnya pada sumsum tulang, epitel gastrointestinal, dan folikel rambut (Neal, 2010).
2) Bentuk Kemoterapi
a) Monoterapi (Kemoterapi Tunggal).
Monoterapi yaitu kemoterapi yang dilakukan dengan satu macam sitostatika. Sekarang banyak ditinggalkan, karena polikemoterapi memberi hasil yang lebih memuaskan.
b) Polikemoterapi (kemoterapi Kombinasi).
Prinsip pemberian kemoterapi kombinasi adalah obat-obat yang diberikan sudah diketahui memberikan hasil yang baik bila diberikan secara tunggal, tetapi masing-masing obat bekerja pada fase siklus sel yang berbeda, sehingga akan lebih banyak sel kanker yang terbunuh. Dasar pemberian dua atau lebih antikanker adalah untuk mendapatkan sinergisme tanpa menambah toksisitas. Kemoterapi kombinasi juga dapat mencegah atau menunda terjadinya resistensi terhadap obat-obat ini.
c) Kemoterapi Lokal.
Kemoterpi lokal digunakan untuk: pengobatan terhadap efusi akibat kanker, pengobatan langsung intra dan peri tumor serta pengobatan intratekal.
3) Cara Pemberian Kemoterapi
Menurut (Miller, 2008) obat kemoterapi dapat diberikan dengan cara:
a) Oral
b) Intramuskuler
Caranya dengan menyuntikkan ke dalm otot, pastikan untuk pindah tempat penyuntikan untuk setiap dosis, karena tempat yang sudah pernah mengalami penusukan membutuhkan waktu tertentu dalam penyembuhannya.
c) Intratekal
Caranya obat dimasukkan ke lapisan sub arakhnoid di dalam otak atau disuntikkan ke dalam cairan tulang belakang. d) Intrakavitas
Memasukkan obat ke dalam kandung kemih melalui kateter dan atau melalui selang dada ke dal rongga pleura.
e) Intravena
Diberikan melalui kateter vena sentral atau akses vena perifer, cara ini paling banyak digunakan.
4) Efek Samping Kemoterapi
Umumnya efek samping kemoterapi meliputi gangguan saluran cerna, mulut, lambung dan usus menyebabkan sariawan, mual, muntah, dan diare.
kesuburan pada wanita, dan berpengaruh terhadap spermatogenesis dan menurunkan nafsu seksual pada pria. Akibat dari dampak yang tidak diinginkan atau dampak yang tidak menguntungkan dari pemberian kemoterapi, maka pasien akan mengalami gangguan fisik atau kelelahan fisik sehingga akan lebih mudah mengalami stres atau kecemasan (Gale & Charette, 2007).
5) Siklus Kemoterapi
Dalam pemberian kemoterapi ada yang disebut dengan istilah “siklus kemoterapi”. Siklus kemoterapi adalah waktu yang
diperlukan untuk pemberian satu kemoterapi. Untuk satu siklus kemoterapi sudah ditentukan masing-masing jenis kanker berapa siklus harus diberikan dan berapa interval waktu antar siklusnya. Sebagai contoh, kemoterapi untuk pasien ALL rawat inap dilakukan setiap minggu sekali dengan kombinasi obat kemoterapi yang berbeda-beda sesuai dengan diagnosa medis, stadium kanker, dan kondisi pasien. Selain itu ada dua jenis kemoterapi pada pasien ALL, yaitu standart risk dan high risk (Protokol Kemoterapi RSUP Dr. Kariadi Semarang, 2017).
diberikan hanya satu atau dua kali saja, tidak ada manfaatnya, karena kanker tidak akan dapat disembuhkan bahkan menjadi lebih tahan atau resisten terhadap pemberian kemoterapi berikunya, selain itu efek sampingnya juga hebat namun tidak memberikan manfaat, juga secara ekonomi memboroskan biaya yang tidak perlu dan hanya membuang-buang waktu saja (Suryo, 2010).
Pasien dengan Acute Limpoblastik Leukimia (ALL) selain mendapatkan farmakoterapi juga membutuhkan dukungan sosial dari perawat maupun keluarga, sebagai salah satu mekanisme koping dampak psikologis akibat progam pengobatan kemoterapi.
2. Dukungan Sosial a. Pengertian
Cohen & Sme dalam Harnilawati (2013), dukungan sosial adalah suatu keadaan yang bermanfaat bagi individu yang diperoleh dari orang lain yang dapat dipercaya, sehingga seseorang akan tahu bahwa ada orang lain yang memperhatikan, menghargai dan mencintainya. Friedman dalam Harnilawati(2013), dukungan sosial keluarga adalah sebagai suatu proses hubungan antara keluarga dengan lingkungan sosial.
tetangga, sekolah, keluarga besar, kelompok sosial, kelompok rekreasi, tempat ibadah, dan praktisi kesehatan. Dukungan sosial internal antara lain dukungan dari suami atau istri, dari keluarga kandung atau dukungan dari anak (Friedman dalam Harnilawati, 2013).
b. Jenis dukungan sosial
Jenis dukungan sosial ada empat, yaitu (Harnilawati, 2013): 1) Dukungan Instrumental
Keluarga merupakan sumber pertolongan praktis & konkrit. 2) Dukungan Informasional
Keluarga berfungsi sebagai sebuah kolektor dan disseminator (penyebar informasi).
3) Dukungan penilaian (appraisal)
Keluarga bertindak sebagai sebuah umpan balik, membimbing dan menengahi pemecahan masalah dan sebagai sumber dan validator identitas keluarga
4) Dukungan emosional
Keluarga sebagai sebuah tempat yang aman dan damai untuk istirahat dan pemulihan serta membantu penguasaan terhadap emosi.
c. Ciri-ciri dukungan sosial
1) Informatif, yaitu bantuan informasi yang disediakan agar dapat digunakan oleh seseorang dalam menanggulangi persoalan-persoalan yang dihadapi, meliputi pemberian nasehat, pengarahan, ide-ide atau informasi lainnya yang dibutuhkan dan informasi ini dapat disampaikan kepada orang lain yang mungkin menghadapi persoalan yang sama atau hampir sama.
2) Perhatian emosional, setiap orang pasti membutuhkan bantuan afeksi dari orang lain, dukungan ini berupa dukungan simpatik dan empati, cinta dan kepercayaan dan penghargaan. Dengan demikian seseorang yang menghadapi persoalan merasa dirinya tidak menanggung beban sendiri tetapi masih ada orang lain yang memperhatikan, mau mendengar segala keluhannya, bersimpati dan empati terhadap persoalan yang dihadapinya, bahkan mau membantu memecahkan masalah yang dihadapinya.
3) Bantuan instrumental, bantuan bentuk ini bertujuan untuk mempermudah seseorang dalam melakukan aktivitasnya berkaitan dengan persoalan-persoalan yang dihadapinya, misalnya dengan menyediakan peralatan lengkap dan memadai bagi penderita, menyediakan obat-obat yang dibutuhkan dan lain-lain.
dukungan sosial keluarga maka penilaian yang sangat membantu adalah penilaian yang positif.
3. Dukungan Perawat terhadap Keluarga Pasien ALL a. Definisi
Perawat merupakan salah satu tenaga kesehatan yang paling sering berinteraksi dengan pasien dan keluarga pasien, mempunyai kewajiban membantu pasien mempersiapkan fisik dan mental untuk menghadapi tindakan medis, termasuk dalam pemberian pendidikan kesehatan. Seorang perawat diharapkan mampu memahami kondisi, kebutuhan pasien dan keluarga. Termasuk salah satunya dalam mengendalikan kebutuhan emosi diri pasien dan keluarga pasien (Ibrahim, 2009). Peran perawat dalam upaya penyembuhan klien menjadi sangat penting. Peran perawat juga diperlukan dalam penanggulangan kecemasan dan berupaya agar pasien tidak merasa cemas melalui asuhan keperawatan komprehensif. Perawat memiliki berbagai peran sebagai pemberi perawatan, sebagai perawat primer, pengambil keputusan klinik, advokat, peneliti dan pendidik (Perry & Potter, 2013).
b. Tujuan
dukungan sosial dalam melakukan asuhan keperawatan pasien adalah memberi dukungan atau suport mental dengan tujuan untuk membantu pasien dan keluarganya mengurangi rasa cemas. Dukungan perawat diberikan sebagai salah satu upaya mengatasi masalah psikososial dan spiritual yang dialami pasien dan keluarganya. Dukungan perawat adalah sikap, tindakan dan penerimaan perawat terhadap pasien melalui pelayanan keperawatan bio-psiko-sosial-spriritual yang komprehensif
bertujuan untuk memberikan kenyamanan fisik dan psikologis. Dukungan
yang diberikan perawat kepada pasien dan keluarga pasien dalam menghadapi masalah psikologis dapat meningkatkan pengetahuan dan kemampuan, meningkatkan keamanan dan kenyamanan (Sarafino, 2010).
c. Jenis dukungan perawat terhadap keluarga pasien ALL
Dukungan yang diberikan perawat termasuk dalam dukungan sosial, meliputi (Sarafino, 2010):
1) Dukungan instrumental (tangible or instrumental support)
2) Dukungan informasional (informational support)
Bentuk dukungan ini melibatkan pemberian informasi, pengetahuan, petunjuk, saran atau umpan balik tentang situasi dan kondisi individu. Jenis informasi seperti ini dapat menolong individu untuk mengenali dan mengatasi masalah dengan lebih mudah.
3) Dukungan emosional (emotional support)
Bentuk dukungan ini melibatkan rasa empati, ada yang selalu mendampingi, adanya suasana kehangatan, dan rasa diperhatikan akan membuat individu memiliki perasaan nyaman, yakin, diperdulikan dan dicintai oleh sumber dukungan sosial sehingga individu dapat menghadapi masalah dengan lebih baik. 4) Dukungan pada harga diri (esteem support)
Bentuk dukungan ini berupa penghargaan positif pada individu, pemberian semangat, persetujuan pada pendapat individu dan perbandingan yang positif dengan individu lain.
Dukungan sosial tersebut baik dukungan dari keluarga maupun perawat bertujuan untuk mengurangi tingkat kecemasan pada pasien dan orang tua pasien ALL selama mengobati pengobatan kemoterapi.
4. Kecemasan
a. Pengertian dan insiden kecemasan
yang menegangkan serta tidak diinginkan (Craig, 2009). Kecemasan juga merupakan suatu keadaan aprehensi atau keadaan khawatir yang mengeluhkan bahwa sesuatu yang buruk akan terjadi (Pedrick & Hyman, 2012).
Kecemasan adalah respon yang tepat terhadap ancaman, tetapi kecemasan menjadi abnormal bila tingkatannya tidak sesuai dengan
proporsi ancaman, atau bila sepertinya datang tanpa ada penyebabnya. Dalam bentuknya yang ekstrim, kecemasan dapat mengganggu fungsi
individu sehari-hari (Videbeck, 2008).
Kebanyak kasus wanita lebih banyak mengalami kecemasan dari pada pria. Setidaknya 17% individu dewasa di Amerika Serikat menunjukkan satu gangguan ansietas atau lebih dalam satu tahun (Videbeck, 2014). Kecemasan juga banyak ditemui pada pasien yang menjalani pemeriksaan, investigasi atau perawatan dalam bidang kesehatan seperti pasien kanker yang menjalani kemoterapi (Skeel & Khleif, 2011).
b. Penyebab dan presipitasi terjadinya kecemasan
Berbagai teori telah dikembangkan untuk menjelaskan penyebab dari gangguan kecemasan. Antara lain teori psikodinamik, faktor-faktor sosial dan lingkungan, faktor-faktor kognitif dan emosional dan faktor biologis (Pedrick & Hyman, 2012).
yang mengancam ke kesadaran. Perasaan kecemasan adalah tanda-tanda peringatan bahwa impuls-impuls yang mengancam mendekat ke kesadaran. Ego menggerakkan mekanisme pertahanan diri untuk mengalihkan impuls-impuls tersebut, yang kemudian mengarah menjadi gangguan kecemasan lainnya (Pedrick & Hyman, 2012). 2) Faktor-faktor lingkungan dan sosial yang menyebabkan terjadinya
gangguan kecemasan didapatkan dari pemaparan terhadap peristiwa yang mengancam atau traumatis, mengamati respon takut pada orang lain dan kurangnya mendapat dukungan sosial. Termasuk dalam dukungan sosial adalah dukungan perawat dan dukungan keluarga (Smeltzer & Bare, 2010).
3) Faktor-faktor kognitif dan emosional menadi penyebab gangguan kecemasan disebabkan konflik psikologis yang tidak terselesaikan, prediksi berlebih tentang ketakutan, keyakinan-keyakinan yang tidak rasional, sensitivitas yang berlebihan tentang ancaman, salah mengartikan dari sinyal-sinyal tubuh (Pedrick & Hyman, 2012). 4) Faktor-faktor biologis menjadi penyebab gangguan kecemasan
diperoleh dari predisposisi genetik, dan ketidakseimbangan biokimia di otak. Sebagai faktor predisposisi kondisi kesehatan umum seperti kondisi penderita kanker sangat berhubungan dengan penyebab kecemasan (Pedrick & Hyman, 2012).
terjadinya masalah kecemasan dapat berupa ancaman terhadap integritas biologi dan ancaman terhadap konsep diri dan harga diri (Hawari, 2011). Ancaman terhadap integritas biologi dapat berupa penyakit trauma fisik. Ancaman terhadap konsep diri dan harga diri seperti: proses kehilangan, perubahan peran, perubahan hubungan, lingkungan dan status sosial. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya kecemasan yaitu:
1) Faktor internal a) Potensi stressor
Merupakan setiap keadaan atau peristiwa yang menyebabkan stressor psikososial perubahan dalam kehidupan seseorang sehingga orang itu terpaksa mengadakan adaptasi (Smeltzer & Bare, 2010).
b) Maturitas
Individu yang memiliki kematangan kepribadian lebih sukar mengalami gangguan akibat kecemasan, karena individu yang matur memiliki daya adaptasi yang lebih besar terhadap kecemasan.
c) Pendidikan dan status ekonomi
terhadap kemampuan berfikir rasional dan menangkap informasi baru termasuk menguraikan masalah baru (Stuart, 2006).
d) Keadaan fisik
Seseorang yang mengalami gangguan fisik, penyakit kronis, penyakit keganasan akan mudah mengalami kelelahan fisik, sehingga akan mudah mengalami kecemasan.
e) Tipe kepribadian
Tidak semua orang mengalami stressor psikososial akan menderita gangguan kecemasan, hal ini juga tergantung pada struktur atau tipe kepribadian seseorang. Orang yang berkepribadian A akan lebih mudah mengalami gangguan akibat kecemasan daripada orang dengan kepribadian B. Ciri-ciri orang berkepribadian A adalah : tidak sabar ambisius menginginkan kesempurnaan, merasa teburu-buru waktu, mudah gelisah. Sedang orang tipe B adalah orang yang penyabar, tenang, teliti dan rutinitas (Stuart, 2006).
f) Lingkungan dan situasi
g) Usia
Seseorang yang mempunyai usia lebih muda ternyata lebih mudah mengalami gangguan kecemasan daripada orang yang lebih tua, tetapi ada yang berpendapat sebaliknya.
h) Jenis kelamin
Gangguan kecemasan lebih sering dialami perempuan dibandingkan dengan laki-laki.
2) Faktor eksternal
Dukungan sosial dapat mempengaruhi kemampuan koping seseorang dalam mengatasi masalah, termasuk dalam hal kecemasan, selain itu dukungan sosial juga membuat pasien merasa diperhatikan dan dicintai oleh orang lain, merasa dirinya dianggap dan dihargai, dan membuat seseorang merasa bahwa dirinya bagian dari jaringan komunikasi oleh anggotanya. termasuk diantara dukungan sosial meliputi dukungan keluarga dan dukungan orang lain (termasuk perawat) yang bermakna dalam membantu pasien mengatasi masalah (Smeltzer & Bare, 2010).
a) Dukungan keluarga
b) Dukungan perawat
Selain dukungan keluarga, salah satu dukungan sosial yang penting bagi orang tua pasien adalah dukungan perawat. Peran perawat sangat penting untuk memberikan suport atau dukungan dan penyuluhan terhadap penurunan tingkat kecemasan pada orang tua pasien.
c. Tingkat Kecemasan
Ada empat tingkat kecemasan atau ansietas menurut Videbeck (2014), yaitu ringan, sedang, berat, dan panik:
1) Ansietas ringan
duduk tidak tenang, tremor halus pada tangan, dan suara kadang-kadang meninggi.
2) Ansietas sedang
Pada tahap ini lapangan persepsi individu menyempit, seluruh indra dipusatkan pada penyebab ansietas sehingga perhatian terhadap rangsangan dari lingkungan berkurang. Respon fisiologis berupa sering napas pendek, nadi ekstra sistol dan tekanan darah meningkat, mulut kering, anoreksia, diare atau konstipasi, sakit kepala, sering berkemih, dan letih. Respon kognitif memusatkan perhatiannya pada hal yang penting dan mengesampingkan yang lain, lapang persepsi menyempit, dan rangsangan dari luar tidak mampu diterima. Respon perilaku dan emosi berupa gerakan tersentak-sentak, terlihat lebih tegang, bicara banyak dan lebih cepat, susah tidur, dan perasaan tidak aman 3) Ansietas berat
atau tuntunan, serta lapang persepsi menyempit. Respon perilaku dan emosi perasaan terancam meningkat dan komunikasi menjadi terganggu (verbalisasi cepat).
4) Panik
Merupakan bentuk ansietas yang ekstrem, terjadi disorganisasi dan dapat membahayakan diri. Individu tidak dapat bertindak, agitasi atau hiperaktif, ansietas tidak dapat langsung dilihat, tetapi dikomunikasikan melalui perilaku individu. Respon fisiologis napas pendek, rasa tercekik dan palpitasi, sakit dada, pucat, hipotensi, serta rendahnya koordinasi motorik. Respon kognitif gangguan realitas, tidak dapat berpikir logis, persepsi terhadap lingkungan mengalami distorsi, dan ketidakmampuan memahami situasi. Respon perilaku dan emosi berupa agitasi, mengamuk dan marah, ketakutan, berteriak-teriak, kehilangan kendali atau kontrol diri (aktivitas motorik tidak menentu), perasaan terancam, serta dapat berbuat sesuatu yang membahayakan diri sendiri dan orang lain.
Tidak
Respons adaptif Respons maladaptif
d. Gejala Klinis
Gejala klinis cemas tampak pada keluhan-keluhan yang sering dikemukakan oleh orang yang mengalami gangguan kecemasan antara lain khawatir, firasat buruk, takut pada perkiraannya sendiri, mudah tersinggung dan kadang individu yang bersangkutan merasa tegang dan gelisah. Gejala-gejala lain yang dapat timbul adalah mudah terkejut, takut sendirian, takut pada keramaian dan banyak orang, gangguan pola tidur, mimpi-mimpi yang menegangkan, gangguan konsentrasi dan daya ingat, serta keluhan-keluhan somatik, misalnya rasa sakit pada otot dan tulang, pendengaran berdenging, berdebar-debar, sesak nafas, gangguan pencernakan gangguan perkemihan dan sakit kepala (Hawari, 2011).
B. Kerangka teori
Potensi stressor (stadium kanker)
Variabel Independen Variabel Dependen Stress
Stressor: Kanker & kemoterapi
Kecemasan
D. Variabel penelitian
Variabel penelitian adalah ukuran atau ciri yang dimiliki oleh anggota suatu kelompok yang berbeda dengan yang dimiliki oleh kelompok yang lain (Nursalam, 2008). Variabel dalam penelitian ini ada dua variabel yaitu:
1. Variabel independen yaitu dukungan perawat terhadap orang tua pasien anak dengan Acute Limpoblastic Leukimia (ALL)
2. Variabel dependen, yaitu tingkat kecemasan orang tua pasien Acute Limpoblastik Leukimia (ALL) di ruang anak RSUP Dr. Kariadi Semarang
E. Hipotesa penelitian
Hipotesa yang dapat dirumuskan dalam penelitian ini adalah:
1. Ada hubungan dukungan perawat dengan tingkat kecemasan orang tua pasien Acute Limpoblastik Leukimia (ALL) di Ruang Anak RSUP Dr. Kariadi Semarang