BAB II
DASAR TEORI dan TINJAUAN PUSTAKA
II.A. DASAR TEORI
II.1. Umum
Untuk kasus satu dimensi hubungan tegangan-regangan plastis sempurna
dapat dinyatakan melalui persamaan (2.1) berikut :
0 0
σ
σ
α
σ
ε
σ
σ
σ
ε
≥
+
=
<
=
E
E
(2.1)
Bentuk umum kondisi tegangan pada suatu titik dengan digambarkan pada
suatu bentuk badan bebas yang berupa elemen kubus kecil dan juga bentuk badan
bebas untuk kondisi tegangan pada sistem koordinat silinder / polar , sebagai
berikut :
dx x xx xx ∂ σ ∂ + σ dz z zz zz ∂ σ ∂ + σ dy y yy yy ∂ σ ∂ + σ yy σ xx σ zz σ X Z Ydr r rr rr ∂ ∂ +
σ
σ
θ
θ
θθ
σ
θθ
σ
d ∂ ∂ +θθ
σ
rrσ
Gambar II.2. Diagram tegangan pada badan bebas dalam koordinat polar.
Umumnya, hubungan tegangan-regangan elastik-plastik sempurna dapat
dinyatakan dalam bentuk persamaan (2.2) berikut :
) .( . ije ijkl ij ijp ijkl ij C d C d d d
σ
=ε
=ε
−ε
(2.2)
d
σ
ij= tensor kenaikan tegangan
C
ijkl= tensor kekakuan elastis
d
ε
ij= tensor kenaikan regangan total
d
ε
ije= tensor kenaikan regangan elastis
d
ε
ijp= tensor kenaikan regangan plastis
dimana
e ij p ij ij d d dε
=ε
+ε
i , j = 1, 2 ,3
Untuk
kondisi
tegangan
tertentu pada suatu titik material, kondisi leleh
atau fungsi kelelehan
f(
σ
ij)=0
menyatakan / menentukan apakah material berada
dalam kondisi elastis atau plastis. Jika berada dalam kondisi plastis, maka dengan
melalui kriteria pembebanan akan ditentukan apakah suatu kenaikan tegangan
akan memberikan
plastic loading
atau
elastic unloading
. Jika kriteria pembebanan
merupakan pembebanan plastis, maka arah dari vektor kenaikan regangan plastis
dapat ditentukan melalui
flow rule
.
II.2. Kriteria Pembebanan
Untuk material plastis sempurna, permukaan leleh,
f(
σ
ij)=0
, merupakan
suatu permukaan tertentu dalam ruang tegangan. Deformasi plastis terjadi jika
titik tegangan yang terjadi berada di permukaan pembebanan,
f(
σ
ij)=0
. Setelah
penambahan kenaikan tegangan,
d
σ
ij, menghasilkan kondisi tegangan,
σ
ij+d
σ
ij,
harus tetap berada pada permukaan dari
f(
σ
ij+d
σ
ij)=0
, untuk mempertahankan
plastic flow
. Hal ini dikenal sebagai pembebanan (
loading
). Sebaliknya, jika
menghasilkan kondisi tegangan memasuki permukaan,
f(
σ
ij+d
σ
ij)<0
, tidak ada
lagi deformasi plastis yang terjadi. Dalam bentuk tensor tegangan
σ
ijdan tensor
kenaikan tegangan
d
σ
ij, kriteria pembebanan dinyatakan pada gambar berikut :
ij f
σ
∂ ∂ ijσ
ijσ
0 ) ( < ij fσ
k ij f(σ
)= ijσ
Gambar II.3. Kondisi geometrik dari permukaan leleh dan kriteria
loading
dan
unloading.
0
dan
0
)
(
Loading
=
∂
∂
=
=
ij ij ijd
f
df
f
σ
σ
σ
(2.3)
0
dan
0
)
(
Unloading
<
∂
∂
=
=
ij ij ijd
f
df
f
σ
σ
σ
(2.4)
Bila fungsi kelelehan juga digunakan sebagai kriteria untuk pembebanan,
fungsi kelelehan juga disebut fungsi pembebanan. Lebih jauh, kondisi
df=f(
σ
ij+d
σ
ij)-f(
σ
ij)=0
merupakan kondisi konsisten (
consistency condition
) yang
penting dalam penentuan besaran vektor regangan plastis.
II.3. Potential Plastic dan Flow Rule
Flow rule
menentukan rasio dari komponen-komponen tensor kenaikan
regangan plastis
d
ε
ijatau arah dari
d
ε
ijpdalam ruang regangan
ε
ij. Fungsi
potential
plastic
,
g(
σ
ij)
, merupakan suatu fungsi skalar dari tensor tegangan. Vektor
kenaikan regangan plastis yang berhubungan pada suatu tensor tegangan
σ
ijditentukan sebagai suatu vektor normal terhadap fungsi potensial
g(
σ
ij)
pada
σ
ij,
dinyatakan dalam persamaan (2.5).
ij p ij
g
d
d
σ
λ
ε
∂
∂
=
.
(2.5)
Dimana
d
λ
merupakan besaran skalar positif dan bernilai tidak nol selama
pembebanan plastis.
1 3 1 I =
ξ
pa ij dε
2 J =ρ
) ( ) ( ij f ij gσ
=σ
Gambar II.4. Kondisi geometrik dari
associated flow rule
dimana
g
(
σ
ij)
=
f
(
σ
ij)
Kasus paling sederhana dalam pemilihan suatu fungsi potensial plastis
untuk material elastis-plastis sempurna adalah dengan menggunakan fungsi
kelelehan sebagai fungsi potensial, misal
g = f
,seperti pada gambar II.4. diatas ,
ij p ij
f
d
d
σ
λ
ε
∂
∂
=
.
(2.6)
Dimana :
g=f
Æ
associated flow rule
g
≠
f
Æ
non associated flow rule
II.4. Hubungan Menyeluruh Konstitutif Plastis Sempurna
Hubungan kenaikan konstitutif (
incremental constitutiv
) yang lengkap
yang menyatakan kenaikan tegangan d
σ
ij dalam bentuk kenaikan regangan total
kl ijkl kl ijkl p kl kl ijkl ij p ij ij ijkl e ij ijkl ij
f
C
d
d
C
d
d
C
d
d
d
C
d
C
d
σ
λ
ε
ε
ε
σ
ε
ε
ε
σ
∂
∂
−
=
−
=
−
=
=
.
.
.
)
.(
)
.(
.
Dimana
C
ijklmerupakan tensor kekakuan elastis. Dengan menggunakan kondisi
konsistensi.
0
=
∂
∂
=
ij ijd
f
df
σ
σ
Akan diperoleh faktor skalar positif
d
λ
, seperti dalam persamaan (2.7) berikut:
kl rs pqrs pq ijkl ij
d
f
C
f
C
f
d
ε
σ
σ
σ
λ
∂
∂
∂
∂
∂
∂
=
(2.7)
Selanjutnya hubungan konstitutif selengkapnya untuk material
elastis-plastis sempurna akan berbentuk.
kl ep ijkl kl tu rstu rs pqkl pq mn ijmn ijkl ij
d
C
d
f
C
f
C
f
f
C
C
d
ε
ε
σ
σ
σ
σ
σ
=
⎟
⎟
⎟
⎟
⎟
⎠
⎞
⎜
⎜
⎜
⎜
⎜
⎝
⎛
∂
∂
∂
∂
∂
∂
∂
∂
−
=(2.8)
jika
f(
σ
ij)=0
dan
df=0
d
σ
ij=C
ijkld
ε
kljika
f(
σ
ij)=0
dan
df<0
atau
f(
σ
ij)<0
II.5. Analisis Tegangan Hardening Plastic
Permukaan pembebanan secara umum dapat dinyatakan sebagai fungsi
dari kondisi tegangan yang terjadi,
σ
ij, dan akumulasi deformasi plastis yang
dinyatakan oleh
ε
ijpdan parameter hardening
κ
sebagai berikut:
0 ) , , (
σ
ijε
ijκ
= f(2.9)
Permukaan pembebanan yang berhubungan pada permukaan leleh awal
f
0, adalah
sebagai berikut:
) 0 , 0 , ( ) ( 0 ij f ij fσ
=σ
Untuk titik tegangan yang bergerak pada permukaan pembebanan atau
bergerak ke dalam, tidak akan ada kenaikan deformasi plastis yang terjadi. Untuk
titik-titik tegangan yang bergerak ke luar permukaan pembebanan, terjadi
kenaikan deformasi plastis dan terjadi pengembangan permukaan leleh. Untuk
titik tegangan pada permukaan pembebanan yang terjadi
f(
σ
ij,
ε
ijp,
κ
)=0
, kondisi
yang menentukan apakah kenaikan tegangan atau regangan lebih jauh akan
menyebabkan suatu pembebanan plastis atau tidak disebut sebagai kriteria
pembebanan. Dalam bentuk kenaikan tegangan, kriteria pembebanan dapat
dinyatakan dalam bentuk
0
loading
>
∂
∂
ij ijd
f
σ
σ
(2.10)
0
loading
neutral
=
∂
∂
ij ijd
f
σ
σ
(2.11)
0
unloading
<
∂
∂
ij ijd
f
σ
σ
(2.12)
Dalam kasus pembebanan (
loading
), titik tegangan yang bergerak ke luar
dari permukaan pembebanan akan menyebabkan terjadinya deformasi plastis yang
lebih jauh,
d
ε
ijp≠
0
. Dalam kasus
neutral loading
, titik tegangan bergerak pada
permukaan pembebanan, dan tidak terjadi penambahan regangan plastis lebih jauh
lagi,
d
ε
ijp=0
. Dalam kasus
unloading
titik tegangan bergerak ke dalam dan dengan
nilai penambahan regangan plastis
d
ε
ijp=0
.
II.6. Flow Rule
Vektor kenaikan regangan plastis dalam ruang regangan memiliki arah
yang sama dengan gradien dari fungsi potensial plastis,
g
.
ij p ij
g
d
d
σ
λ
ε
∂
∂
=
Fungsi potensial plastis,
g
, tidak hanya tergantung pada kondisi tegangan,
tetapi juga pada akumulasi deformasi plastis
) , , (
σ
ijε
ijpκ
g g=(2.13)
II.7. Hardening Rule
Work hardening rule
mendefinisikan bagaimana suatu permukaan
pembebanan baru berkembang sesuai dengan pengembangan dari deformasi
plastis. Perilaku hardening ditunjukkan dengan setelah kondisi tegangan mencapai
titik leleh maka material masih menunjukkan adanya kenaikan tegangan yang
diiringi kenaikan regangan, seperti ditunjukkan pada Gambar 2.6 berikut ini.
Gambar II.6. Response
Hardening
dari Material
Bentuk umum dari hardening dapat dinyatakan sebagai berikut:
0 ) ( ) ( 0 ) ( ) , ( ) , , ( 2 2 = − − = = − =
κ
α
σ
κ
ε
σ
κ
ε
σ
k F k F f ij ij ij ij p ij ij(2.14)
k
2(
κ
)
Æ
menyatakan ukuran dari permukaan pembebanan
F
Æ
mendefinisikan bentuk permukaan
α
ijÆ
menyatakan koordinat dari pusat permukaan pembebanan dalam ruang
tegangan
kenaikan tegangan leleh
σ
hardening
kinematic
0
hardening
isotropic
0
→
≠
→
=
ij ijα
α
II.7.1. Isotropic Hardening
Perilaku
isotropic hardening
ini ditunjukkan dengan adanya
pengembangan permukaan leleh, tetapi tidak merubah bentuk dan lokasinya.
Bentuk pengembangan permukaan leleh ini umumnya digunakan untuk material
yang dikenai oleh beban
monotonic
, dan juga dapat digunakan untuk memodelkan
respon
softening
dari material dengan menarik permukaan leleh ke dalam
permukaan leleh. Seperti diperlihatkan pada Gambar 2.7. berikut ,
κ
σ
)> ( ij fκ
σ
)= ( ij f 1σ
2σ
OGambar II.7.
Isotropic Hardening
Menunjukkan Pengembangan dari
Permukaan Leleh
II.7.2. Kinematic Hardening
Perilaku kinematic hardening ini ditunjukkan dengan adanya
pengembangan permukaan leleh, yang diiringi dengan berubahnya bentuk dan
lokasi dari permukaan leleh tersebut. Seperti diperlihatkan pada Gambar 2.8. ,
Permukaan leleh berikutnya Permukaan leleh awal
κ
α
σ
− )> ( ij ij fκ
σ
)= ( ij f 1σ
2σ
' O O ijα
Gambar II.8
Kinematic Hardening
Menunjukkan Pengembangan dari
Permukaan Leleh
II.8. Tegangan dan Regangan Efektif
Untuk memodelkan teori
work hardening
pada analisis, haruslah
dihubungkan dengan fungsi
k
2(
κ
)
dan parameter hardening
κ
terhadap variabel
tegangan dan regangan plastis dimana variabel-variabel tersebut dapat ditentukan
dari hasil eksperimental kurva tegangan-regangan uniaksial. Untuk aplikasi ini,
variabel tegangan
σ
e, dinyatakan sebagai tegangan efektif, dan variabel regangan
plastis
ε
p, dinyatakan sebagai regangan efektif. Kurva tegangan efektif-regangan
plastis efektif selanjutnya dapat digunakan untuk mengkalibrasi
k
2dan
κ
dengan
kurva tegangan-regangan eksperimental.
II.8.1. Tegangan Efektif
Untuk
material
isotropic hardening
, fungsi
F(
σ
ij)
dapat digunakan untuk
mendefinisikan tegangan efektif. Bila
F(
σ
ij)
merupakan sebuah fungsi homogen
dari komponen tegangan dengan pangkat
n
, dan parameter ini dibutuhkan untuk
mendapatkan tegangan efektif
σ
eterhadap tegangan uniaksial
σ
upada kondisi
tegangan uniaksial, ini akan mengakibatkan bahwa fungsi
F
dan tegangan efektif
σ
edihubungkan oleh
n e ijC
F
(
σ
)
=
.
σ
dimana
C
dan
n
merupakan konstanta.
Untuk
material
kinematic hardening
n e ij ij ij ij ij ij
C
F
F
σ
α
σ
σ
α
σ
σ
.
)
(
)
(
−
=
=
−
=
(2.15)
II.8.2. Regangan Plastis Ekivalen
Regangan plastis dapat didefinisikan dalam bentuk
plastic work
per unit
volume,
dW
p, melalui tegangan efektif
σ
esebagai
p e
p d
dW =
σ
.ε
(2.16)
Per definisi, kenaikan
plastic work
dapat ditulis sebagai
ij ij p ij ij p
F
d
d
dW
σ
σ
λ
ε
σ
∂
∂
=
=
.
.
(2.17)
Dari kedua persamaan sebelumnya di atas akan didapatkan hubungan
kl kl p ij p ij ij ij
F
F
d
d
d
nF
F
σ
σ
ε
ε
λ
σ
σ
∂
∂
∂
∂
=
=
∂
∂
.
.
.
diperoleh
p e kl kl p ij p ij p d F F F n d d F n d dWσ
ε
σ
σ
ε
ε
λ
. . . . . . . = ∂ ∂ ∂ ∂ = =(2.18)
II.9. Hubungan Tegangan Efektif-Regangan Plastis Efektif
Bila tegangan efektif dan regangan efektif dapat dinyatakan dalam
tegangan uniaksial,
σ
u, dan regangan plastis uniaksial dalam kondisi tegangan
uniaksial. Maka kedua parameter tersebut dapat dikalibrasi terhadap kurva tes
tegangan-regangan uniaksial.
) ( p e eσ
ε
σ
=(2.19)
Dengan melakukan diferensiasi didapatkan hubungan
p e p p e p e
d
d
H
d
H
d
ε
σ
ε
σ
σ
=
(
)
→
=
(2.20)
dimana
H
pmerupakan modulus plastis yang berhubungan dengan laju ekspansi
dari permukaan pembebanan dimana dapat dipertimbangkan disini sebagai
kemiringan dari kurva tegangan-regangan plastis uniaksial pada saat nilai
σ
e.
II.10. Hubungan Incremental Tegangan-Regangan
Hubungan
kenaikan
tegangan-regangan untuk material
elastic work
hardening plastic
dijelaskan di bawah ini. Permukaan pembebanan dari material
work hardening
mempunyai bentuk umum sebagai berikut:
0 ) , , (
σ
ijε
ijpκ
= f(2.21)
Kenaikan regangan total dibagi kedalam dua bagian
p ij e ij ij d d d
ε
=ε
+ε
(2.22)
Kenaikan regangan elastis
d
ε
ijpdihubungkan dengan kenaikan tegangan melalui
hukum Hooke:
)
.(
.
p kl kl ijkl e kl ijkl ijd
d
C
d
C
d
ε
ε
ε
σ
−
=
=
(2.23)
Sementara kenaikan regangan plastis dapat dinyatakan melalui
non associated
flow rule
dalam bentuk umum.
ij p ij
g
d
d
σ
λ
ε
∂
∂
=
.
(2.24)
dimana
g=g(
σ
ij,
ε
ijp,
κ
)
merupakan fungsi potensial plastis, dan
d
λ
merupakan
besaran skalar positif yang akan ditentukan bila titik tegangan yang terjadi harus
tetap berada pada permukaan pembebanan/ leleh yang terjadi selama pembebanan
plastis, maka haruslah memenuhi kondisi konsistensi.
0 = ∂ ∂ + ∂ ∂ + ∂ ∂ =
κ
κ
ε
ε
σ
σ
d f d f d f df ijp p ij ij ij(2.25)
Kondisi konsistensi menentukan suatu pembatasan pada hubungan ketiga
increment
d
σ
ij,
d
ε
ijp, dan
κ
. Menggunakan kondisi konsistensi ini, dapat
dinyatakan besaran skalar
d
λ
dan selanjutnya kenaikan regangan plastis
d
ε
ijpII.B. TINJAUAN PUSTAKA
Penggunaan kolom komposit tubular (
concrete-filled steel tubes CFST
)
telah dimulai pada awal abad 19, yaitu untuk struktur-struktur gedung dan
jembatan, misalnya Almondsbury Motorway Interchange (Inggris), Charleroi
Railways (Belgia), International Labor Organization dan Martigny-Boury
Gymnasium (Swiss). Tabung baja diisi dengan beton yang dipakai pada
struktur-struktur tersebut untuk mendapatkan stabilitas yang tinggi (Shams dan
Saadeghvaziri,1997).
Penggunaan tabung baja yang diisi dengan beton memberikan banyak
keuntungan, antara lain tidak terjadinya
cover spalling
beton, tabung baja
memberikan kontribusi sebagai tulangan dan juga
formwork
, mencegah terjadinya
tekuk lokal, peningkatan kecepatan konstruksi, mempunyai ketahanan terhadap
api yang tinggi dibandingkan dengan penggunaan tabung baja kosong (Tomii et
al, 1973 ; Goode, 1994). Kapasitas dukung beban yang diberikan kolom komposit
lebih besar untuk tiap satuan luas dibandingkan dengan kolom beton tipe lain
dengan dimensi yang sama.
Furlong (1979) menunjukkan, bahwa perilaku karakteristik struktur kolom
komposit sebagai berikut :
•
Baja mempunyai tingkat kekakuan sepuluh kali kekakuan beton,
sehingga regangan baja melampui regangan lelehnya, yaitu sekitar 0.12
% sampai 0.18 % untuk baja komersial.
•
Baja cenderung mengalami tekuk lokal setelah mencapai tegangan lelh
tekan.
•
Beton tidak dapat menahan tarik tanpa retak pada regangan kurang dari
0.1 %.
•
Beton yang mengalami regangan kurang dari 0.1 % menunjukkan rasio
Poisson sekitar sepertiga sampa setengan yang dimiliki baja pada
regangan yang sama, tetapi jika regangan mencapai lebih dari 0.16 %
maka rasio Poisson beton lebih besar daripada yang dimiliki baja yang
belum leleh.
Berdasarkan hasil eksperimen yang dilakukan Ahmed Elremaily dan
Atorod Azizinamini (
part of “ Project of The US – Japan Coorporative work in
Eearthquake Engineering “ , Phase 5
), kolom CFT menunjukkan sifat yang baik
(nilai yang tinggi) dalam mendisipasi energi dan daktilitas serta menunjukkan
peningkatan kapasitas kolom secara signifikan akibat kekuatan beton yang
dikekang oleh tabung baja berdasarkan pembebanan aksial dan lateral terhadap
enam buah benda uji kolom CFT.
II.11. Efek Kekangan pada Beton
Pada kolom tubular komposit memiliki kekuatan lentur yang lebh besar
dari pada jumlah kekuatan beton dan baja secara terpisah (
uncoupled)
, dimana hal
ini menunjukkan bahwa terjadinya aksi komposit antara beton dan baja. Menurut
Srinivisan (1999), kapasitas aksial tekan kolom tubular komposit pendek
mencapai 1.5 kali prediksi kekuatan untuk komponen individual, yaitu tabung
baja dan inti beton. Walaupun hasil ini lebih tinggi dari pengamatan peneliti lain,
tetapi kecenderungan ke arah tersebut dapat dipahami.
Beton dengan kuat tekan tak-terkekang yang tinggi memperlihatkan efek
kekangan yang lebih rendah daripada beton dengan kuat tekan tak-terkekang
rendah. Hal ini disebabkan karena dengan meningkatnya kuat tekan akan semakin
sedikit retak mikro (
mickrocracking
) sehingga makin kecil ekspansi lateral yang
diperlukan untuk memobilisasi aksi kekangan yang ditimbulka oleh tabung baja.
Dengan demikian, beton memgalami tekanan kekang yang lebih kecil, yang akan
memberikan efek terhadap kekuatan maupun daktilitas kolom tubular komposit
tersebut. Hal ini berdampak ironis dengan penggunaan beton dengan sifat yang
lebig baik justru memberikan efek kekangan yang lebih kecil ( Johannsson, 2002).
Pengujian kolom komposit yang dilakukan oleh Gardner dan Jacobson
(1967) menunjukkan pembebanan hanya pada tabung baja tidak menghasilkan
peningkatan kapasitas beban dibandingkan dengan tabung baja kososng. Hal ini
disebabkan karena efek Poisson yang menyebabkan tabung baja memisah dari inti
beton setelah ikatan kimia antara beton dan baja terlampui.
Studi efek kekangan pada kolom tubular komposit yang dilakukan oleh
Imamura
et al
(1994) berdasarkan pengujian langsung terhadap struktur
sebenarnya yaitu berupa bangunan gedung 12 lantai yang betonnya dipompa dari
bawah masuk ke dalam kolom. Kondisi tegangan pada material komposit dimana
pada tabung baja mengalami tegangan biaksial sementara inti beton mengalami
tegangan triaksial ditunjukkan pada Gambar II.4, dimana efek kekangan
dinyatakan dengan koefisien kekangan
K
dan
α
pada persamaan berikut,
⎟
⎠
⎞
⎜
⎝
⎛
⋅
+
=
D
t
f
K
f
f
cc c y2
' 'α
(2.26)
dimana :
t
= tebal tabung baja
D
= diameter luar tabung baja
cc
f
'= tegangan beton terkekang
c
f
'= tegangan beton tak terkekang
f
y= tegangan leleh baja
K
= koefisien kekangan
Hoop
σ
axialσ
cc f lateral fGambar II.9. Tegangan-tegangan yang bekerja pada tabung baja dan inti
beton akibat pembebanan aksial konsentrik.
Koefisien kekangan
k
dihitung berdasarkan pengujian tekan aksial terhadap inti
beton saja, tanpa membebani tabung baja. Nilai
α
dihitung berdasarkan
persamaan 2.26 dengan mempertimbangkan hasil pengujian pembebanan pada
seluruh penampang ( tabung baja dan inti beton ) maupun pembebanan terhadap
inti beton saja.
Pada gambar II.5 menunjukkan hubungan antara tegangan lateral dan kuat tekan
beton yang diperoleh dari hasil pengujian pembebanan inti beton, dalam bentuk
nondimensional. Nilai gradien garis diperoleh sebesar
K
= 4.01 , dengan koefisien
korelasi sebesar
r
= 0.99
Gambar II.11. Nilai efek kekangan
α
K
( Imamura
et al
, 1994 )
Pada gambar II.6 terlihat hubungan antara tegangan lateral dengan kuat beton
pada tabung baja dengan pembebanan seluruh tampang dalam bentuk
nondimensional. Dalam hal ini tabung baja mengalami tegangan aksial dan
tegangan lingkar (
circumferential
), sehingga tegangan tekan pada tabung baja
direduksi sesuai dengan kondisi leleh von Mises. Nilai gradien garis regresi
α
K
= 0.96 , dengan koefisien korelasi sebesar
r =
0.85 , dengan demikian didapatkan
nilai
α
= 0.24
Pengaruh efek kekangan terhadap beton yang digunakan Hsuan-The HU
et al
dalam penelitian untuk memodelkan kolom beton komposit tubular terhadap
pembebanan uniaksial adalah :
f
'cc=
f
'c+
k
1⋅
f
l(2.27)
⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ ⋅ + = c l c cc f f k ' 2 ' ' 1
ε
ε
(2.28)
dimana :
cc
f
'= tegangan beton terkekang
c
f
'= tegangan beton tak terkekang
k
1, k
2= konstanta hasil eksperimen
cc'
ε
= regangan beton terkekang
f
l=
tegangan kekang lateral
Konstanta
k
1, k
2merupakan nilai dari data eksperimen yang diusulkan Richart,
Brandtzaeg dan Brown (1928), yaitu
k
1= 4.1 dan
k
2= 5
k
1.
Ahmed Elremaily dan Atorod Azizinamini (2002) memodelkan kolom tubular
komposit dengan persamaan kuat tekan beton terkekang sebagai berikut :
(2.29)
dimana :
cc
f
'= tegangan beton terkekang
f
'c0= tegangan beton tak terkekang
f
l= tegangan kekang lateral efektif beton
Tegangan kekang beton ditentukan berdasarkan fungsi dari tegangan lingkar
θ
σ
dari tabung baja.
D t f l θ
σ
2 ' =(2.30)
dimana
D = diameter kolom
t = tebal tabung baja
Tegangan lingkar (
hoop stress
) tabung baja yang ditentukan
berdasarkan kalibrasi model dari data eksperimental dengan pertimbangan
perbandingan nilai rata-rata antara tegangan lingkar dengan tegangan leleh, maka
diperoleh tegangan lingkar
σ
θsebesar 0.1 F
y.
Efek kekangan pada beton yang dibebani aksial konsentrik pada kolom pendek
komposit tubular memberikan kapasitas tekan kolom yang lebih besar
dibandingkan dengan kolom beton yang tidak terkekang ( Oehlers dan Bradford,
1995 ). Hal ini identik dengan penggunaan sengkang spiral pada kolom beton
bertulang konvensional, dimana sengkang spiral memberikan efek kekangan (
lateral stress
) yang meningkatkan kapasitas aksial inti beton. Namun, sifat dari
kolom komposit tubular sangat bervariasi berdasarkan metode pembebanan aksial
konsentrik yang diberikan, dimana hal ini dapat dibagi menjadi tiga kategori :
1.
Pembebanan hanya pada tabung baja
Pada pembebanan tipe ini ( Gardner dan Jacobson,1968 ), yang menunjukkan
tidak tercapainya peningkatan kapasitas aksial kolom, karena efek Poisson yang
menyebabkan tabung baja terpisah dari beton pada saat tercapainya/terlampui
ikatan kimia ( adhesi ) /
adhesive chemical bond
antara baja dan beton.
Keruntuhan pada tipe ini umumnya diakibatkan terjadinya tekuk setempat (
local
buckling
) pada kolom, dimana fungsi beton hanya memperlambat/menunda
terjadinya tekuk pada kolom.
2.
Pembebanan hanya pada inti beton
Kondisi pembebanan ini dikenal sebagai prinsip Lohr ( Lohr , 1934 ), dengan
tabung baja berfungsi sebagai wadah pengisi dari beton (
encasement
). Tabung
baja hanya berikan efek kekangan pada beton tanpa memebrikan kontribusi dalam
memikul beban aksial, yang analog terhadap sifat sengkang spiral pada kolom
beton bertulang konvensional.
3.
Pembebanan pada tabung baja dan inti beton
Pada kondisi ini, tabung baja mengalami tegangan biaksial, yaitu : tegangan aksial
(
longitudinal
) dan tegangan lingkar (
circumferential
) akibat dari
pengembangan/ekspansi lateral inti beton, dimana sesuai dengan kriteria kelelehan
dari von Mises , dengan adanya tegangan aksial akan mereduksi tegangan leleh
lingkar (circumferential). Hal ini akan menyebabkan menurunnya efek kekangan
terhadap inti beton dan juga mengurangi kapasitas beban maksimum pada beton.
Walaupun demikian, akibat tabung baja ikut berfungsi dalam memikul beban
aksial , maka kapasitas beban kolom tetap akan meningkat.
Pada program riset lima tahun kerjasama antara Amerika dan Jepang
( U.S –
Japan Cooperative Earthquake Research Program
) tahap ke lima yang
membahas mengenai kolom komposit tubular yang dilakukan oleh Kenji Sakino
et al
(2004), dengan 114 benda uji dengan pembebanan aksial konsentrik pada
kolom pendek komposit tubular, memberikan kekuatan tekan beton terkekang
ccB
σ
sebagai berikut :
r c U ccBγ
f
k
σ
σ
=
'+
(2.31)
dimana :
U
γ
= faktor reduksi kekuatan beton =
1.67Dc−0.112Gambar. II.12. Perbandingan Reduksi Kuat Tekan Rata-Rata dengan
Diameter
k
= koefisien kekangan = 4.1 ( Richart
et al
, 1929 )
σ
r= tegangan kekang (
lateral pressure
)
Dan hubungan antara tegangan lingkar
σ
sθ(
hoop stress
) dan tekanan lateral (
latral pressure
)
σ
rsebgaai berikut ,
θ