• Tidak ada hasil yang ditemukan

INVESTIGASI ACCESS TO CAPITAL (AKSES PERMODALAN)PENGUSAHA: SUATU KAJIAN PADA UMKM DI SUMBAR - Politeknik Negeri Padang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "INVESTIGASI ACCESS TO CAPITAL (AKSES PERMODALAN)PENGUSAHA: SUATU KAJIAN PADA UMKM DI SUMBAR - Politeknik Negeri Padang"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

INVESTIGASI ACCESS TO CAPITAL (AKSES PERMODALAN)

PENGUSAHA: SUATU KAJIAN PADA UMKM DI SUMBAR

GUSTINA

Administrasi Bisnis, Jurusan Administrasi Niaga, Politeknik Negeri Padang Kampus Limau Manis Padang

Email: umikhazid@gmail.com

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk melakukan investigasi terhadap pengusaha UMKM yang telah/belum mengakses modal usaha baik melalui lembaga pemerintah/ non pemerintah. Selain itu penelitian ini juga akan mengidentifikasi kendala/ hambatan yang dialami oleh pengusaha UMKM dalam mengakses modal tersebut. Dari faktor permodalan yang meningkat ini diharapkan dapat meningkatkan kinerja usaha/ business performance yang mereka jalani.

Studi ini merupakan penggabungan dari pendekatan kuantitatif dan kualitatif (mixed methods). Penggunaan metode ini akan memberikan kesempatan kepada peneliti untuk memahami isu yang sedang diinvestagasi secara lebih baik, dibandingkan hanya menggunakan salah satunya saja. Data yang digunakan untuk metode kuantitatif adalah data primer yang diperoleh melalui kuisioner yang disebar pada sample pengusaha UMKM yang terkriteria, sedangkan data kualitatif diperoleh melalui wawancara (in-depth interview) terhadap beberapa responden yang telah mengisi kuisioner yang tersebar. Hasil dari penelitian ini diperoleh bahwa hampir sebagian besar UMKM yang ada di Sumbar tidak mengakses permodalan dari lembaga keuangan. Mereka menggunakan modal yang berasal modal sendiri yang bersumber dari tabungan, pinjaman keluarga atau hasil menjual asset sendiri. Dengan modal usaha yang minim ini tentu cukup sulit pengembangan yang dapat dilakukan oleh UMKM tersebut. Dari kuisioner dan wawancara yang dilakukan ditemukan bahwa hambatan terbesar dalam akses modal ini adalah kurangnya kemampuan dan pengetahuan tentang prosedur dan ketiadaan jaminan sehingga pemilik usaha menjadi tidak percaya diri untuk melakukan akses ini. Dari sini diharapkan pemerintah dapat memberikan pengetahuan dan pendidikan/ penyuluhan serta dukungan kepada UMKM ini terkait akan akses permodalan tersebut.

Keyword: access to capital, business performance, UMKM, Model capital

1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Indonesia merupakan salah satu negara berpenduduk padat di dunia. Salah satu permasalahan besar dinegara ini adalah peningkatan jumlah pencari kerja dan sekaligus meningkatkan jumlah pengangguran. Hal ini didukung oleh bertambahnya jumlah lulusan kerja, SDM yang kurang kompeten, sarana dan prasarana pemerintah untuk bekerja dan fasilitas dan peluang kerja yang tersedia oleh pemerintah yang dirasa sangat kurang. Melihat hal ini, saat ini pemerintah tengah menggiatkan program kewirausahaan dan kemandirian bagi pencari kerja dan rakyat (Gustina, 2013).

Sudah tidak menjadi rahasia lagi bahwa UMKM dan golongan masyarakat kecil mendapatkan kesulitan dalam mencari modal awal yang akan digunakan untuk usaha. Hampir semua lembaga keuangan yang menyediakan fasilitas perkreditan meminta jaminan (collateral) kepada calon nasabahnya. Hal ini akan menimbulkan masalah bagi UMKM yang baru akan merintis usaha, karena disamping memang tidak memiliki jaminan untuk usaha, mereka juga tidak memiliki kecukupan modal untuk memulai. Inilah yang menjadi dasar pemikiran perlunya lembaga pembiayaan yang “ramah” pada UMKM.

Dusuki (2008) menyebutkan bahwa issue terbesar yang ada di kalangan UMKM adalah mendapatkan modal untuk memulai usaha dan akses masuk (accessable) ke lembaga keuangan (baik bank maupun non bank), ini sering disebut bankable. Tanpa memiliki modal yang memadai, sulit bagi mereka untuk merintis usaha ini, baik untuk biaya sehari-hari seperti bahan baku, peralatan harian yang membantu dalam bekerja (usaha), biaya tenaga kerja, biaya transport dan biaya lainnya. Oleh karena itu pemerintah diharapkan dapat meningkatkan partisipasinya untuk memudahkan dan memperlancar akses ini sehingga akan memperkuat peran UMKM dalam meningkatkan kinerjanya.

(2)

bank, sehingga akhirnya mereka hanya menggunakan dana terbatas yang mereka miliki seperti tabungan dan pinjaman keluarga untuk memulai usahanya. Dengan keterbatasan modal yang mereka miliki, juga akan berimbas pada kinerja/ performance bisnis yang akan mereka peroleh. Hampir serupa dengan hal tersebut, Sinhal (2005) melakukan observasi di negara Asia Selatan juga menemukan bahwa kebanyakan wanita-wanita pengusaha (SME/ UMKM) hampir tidak pernah berhubungan dengan lembaga-lembaga keuangan formal yang disebabkan oleh sulitnya akses ke lembaga-lembaga tersebut. Hal ini didukung oleh Shamin (2008), yang menemukan bahwa hampir sebagian besar samplenya mengatakan tidak pernah mendapatkan pinjaman dari perbankan dengan alasan takut dan ketidaktauan akan prosedur. Mereka berusaha mendapatkan modal dengan cara menggunakan saving sendiri, atau meminjam dari orang lain. Jumlah yang diperoleh tentu saja tidak begitu besar sehingga sulit bagi mereka memperbesar bisnisnya.

Sedangkan untuk kasus Indonesia, belum ada kajian yang rinci perihal ini. Survey yang dilakukan oleh BPS (2005) pada UMI dan UK di sector manufaktur, menunjukkan permasalahan-permasalahan klasik di kelompok usaha Indonesia. Permasalahan itu adalah keterbatasan modal dan kesulitan pemasaran. Khusus untuk masalah permodalan, walaupun ada beberapa skim kredit yang dikhususkan untuk pengusaha kecil, sebagian pengusaha ini terutama yang berdomisili di pedesaan/ pedalaman, menyatakan hampir tidak pernah mendapatkan kredit dari perbankan atau lembaga-lembaga keuangan formal lainnya. Mereka tergantung sepenuhnya pada uang/ tabungan mereka sendiri, uang/ bantuan dari saudara atau meminjam kapada lembaga informal (seperti moneylender/ rentenir, kecendrungannnya mereka tanpa jaminan namun memiliki bayaran bunga/ interest yang tinggi). Alasan mereka adalah ada yang tidak menyadari skim-skim tersebut, ada yang mencoba namun ditolak, atau karena sulitnya menembus birokrasi dan prosedur, atau tidak memiliki jaminan. Hal ini tentu saja sangat menarik untuk diteliti karena secara ilmiah belum ada penelitian yang relevan dengan akses permodalan yang telah dilakukan oleh UMKM yang ada di Indonesia khususnya wilayah Sumatra. Karena itu, peneliti menganggap adalah sebuah urgensi untuk melakukan penelitian ini yang akan menghasilkan rekomendasi bagi pemerintah tentang akses permodalan ini sehubungan dengan perkembangan perekonomian kita yang sangat didukung oleh UMKM.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan dari paparan diatas, peneliti berminat untuk meneliti permasalah akses capital UMKM ini dengan spesifik rumusan masalah adalah sebagai berikut:

(1) Bagaimanakah aksesable UMKM di sumbar terhadap permodalan dari lembaga keuangan

(2) Apakah kendala/hambatan yang dialami sekarang, khususnya untuk mengakses permodalan tersebut 1.3 Tujuan Penelitian

Penelitian ini secara khusus akan mencapai beberapa tujuan yang meliputi 2 hal:

(1) Melakukan investigasi terhadap UMKM yang menjadi objek penelitian tentang akses permodalan yang telah ada atau yang sudah dilaksanakan seperti modal sendiri (dari tabungan), sudah mengakses bank, pinjaman pada pihak keluarga ataupun pinjaman dari pihak lain seperti rentenir/

moneylender. Diharapkan dengan meningkatnya modal yang mereka miliki, bisnis mereka juga akan menunjukkan kinerja/ performance yang meningkat.

(2) Mengidentifikasi kendala/ hambatan yang dialami sekarang untuk mengakses permodalan.

2. LANDASAN TEORI

Penelitian tentang akses capital oleh UMKM yang ada di Indonesia masih sedikit. Oleh karena itu adalah sebuah kebutuhan untuk mendapatkan informasi ini melalui penelitian ilmiah yang dilakukan agar nantinya dapat menjadi rekomendasi bagi para pengambil kebijakan dan praktisi. Untuk itu hal yang pertama akan didiskusikan adalah mengenai permodalan itu sendiri.

2.1.Permodalan

Modal merupakan salah satu hal penting dalam berjalannya sebuah bisnis selain faktor SDM. Jika faktor SDM berhubungan dengan orang yang akan menjalankan/ memanage usaha, maka modal (terutama sejumlah uang) berhubungan dengan operasional usaha.

Jika ditilik dari teorinya, Brigham (2006) mengemukakan bahwa modal terkait dengan utang jangka panjang, saham aatau ekuitas saham yang terkena bunga. Sedangkan dalam standart akuntansi keuangan (IAI, 2007), modal dapat diartikan sebagai hak residual atas asset perusahaan setelah dikurangi semua kewajiban. Melihat pengertian ini disimpulkan bahwa pada dasarnya modal yang dimaksud disini adalah utang/ kredit/ pinjaman yang dipeoleh dari pihak luar perusahaan yang dapat digunakan untuk menjalankan atau mengoperasionalkan perusahaan.

(3)

dilakukan dalam penelitian ini menyangkut dari mana modal keuangan ini diperoleh oleh UMKM guna berjalannya pembangunan perusahaan dan operasional perusahaan.

2.2.Fungsi Modal Kerja

Hal kemudian yang patut kita ketahui adalah fungsi dari modal kerja itu sendiri sehingga perusahaan yang menjalankan bisnisnya harus menggunakannya secara tepat.

Fungsi tersebut adalah sebagai berikut:

1. Modal kerja merupakan sarana untuk menanggulangi kemungkinan buruk yang mungkin akan terjadi akibat penurunan nilai aktiva lancar yang dimiliki oleh perusahaan, seperti penurunan nilai piutang yang diragukan dan tak tertagih, ataupun penurunan nilai persediaan.

2. Ketersediaan modal kerja yang mencukupi/ tepat memberi peluang pada perusahaan untuk dapat membayar semua utang lancarnya tepat waktu.

3. Modal kerja yang tepat guna dan efektif memungkinkan perusahaan menjadi credit standing, yaitu penilaian pihak ketiga (seperti bank dan para kreditur) terhadap perusahaan baik (layak untuk dapat memelihara kredit).

Dengan demikian kecukupan modal kerja yang layak akan membantu perusahaan untuk tetap berkembang dan survive ditengah persaingan yang sangat keras diantara sesama perusahaan kecil UMKM.

2.3.Sumber Modal Usaha Dan Cara Memperolehnya (Access To Capital)

Tidak dapat dipungkiri lagi, bahwa sumber modal usaha yang akan digunakan pada awal berbisnis menjadi suatu hal yang sangat krusial bagi seorang pengusaha, terutama UMKM. Dari mana sumbernya dan bagaimana cara untuk memperolehnya.

(1). Sumber internal/ modal sendiri (berasal dari pemilik usaha). Modal sendiri yaitu modal yang diperoleh dari pemilik usaha, keuntungan yang sangat nyata dari modal sendiri ini adalah ketiadaan beban/biaya bunga. Sedangkan kerugiannya adalah jumlah yang sangat kecil/ terbatas. Modal sendiri ini dapat berasal dari tabungan sendiri, setoran dari pemegang saham, menjual barang yang kurang produktif, menjual barang yang menguntungkan ataupun menggunakan fasilitas/ tempat sendiri (seperti tanah, bangunan, mesin, garasi, dll)

(2). Sumber eksternal (luar pemilik). Modal ini adalah modal pinjaman yang diperoleh dari pihak luar perusahaan dan diperoleh secara pinjaman. Menggunakan modal pinjaman untuk membiayai usaha akan terkena beban bunga, biaya admin, provisi atau komisi serta bunga yang relative. Selain itu juga ada kewajiban untuk mengembalikan pinjaman tepat waktu setelah jangka waktu tertentu.

Modal eksternal ini dapat diperoleh melalui:

a. pinjaman dari lembaga keuangan, baik syariah (seperti BMT, Pegadaian syariah, bank syariah) ataupun konvensional (seperti bank, BPR)

b. pinjaman dari lembaga non keuangan ( seperti pinjaman koperasi, asuransi, BUMN) c. pinjaman perseorangan, seperti pinjaman dari keluarga, ataupun moneylender/ rentenir.

Melihat begitu pentingnya sumber modal dan cara memperolehnya ini (access to capital) bagi perusahaan, terutama UMKM, maka penelitian ini akan focus di area ini.

Seperti yang telah pernah disinggung pada bagian latar belakang, penelitian yang spesifik tentang

accsess to capital ini belum nyata eksis di Indonesia, namun dibeberapa negara Asia telah pernah dilaksanakan. Kebanyakan penelitian melibatkan pengusaha perempuan.

Penelitian yang mendasari lahirnya proposal ini adalah penelitian yang telah dilaksanakan o leh peneliti sendiri (Gustina,dkk 2014), yaitu tentang investigasi motivasi enterpreneur perempuan Minang pada 2014. Hasilnya menunjukkan bahwa selain motivasi ketertarikan terhadap bisnis, yang menjadi hasil lainnya adalah mereka cendrung menggunakan modal awal berupa modal sendiri dari tabungan dan keluarga, namun bukan harta pusaka (atau harta bundo kanduang). Berikut ini penelitian yang telah dilakukan di luar negeri terkait

access to capital).

(4)

Dari survey awal dan wawancara singkat dengan beberapa pengusaha kecil, terlihat mereka memiliki kendala yang mirip dengan apa yang dialami beberapa hasil penelitian diatas. Namun hasil detilnya akan diketahui selanjutnya dalam pembahasan penelitian ini.

3. METODOLOGI PENELITIAN

Penelitian ini akan dilakukan dengan menggabungkan pendekatan kuantitatif dan kualitatif (mixed methods). Alasan menggunakan mixed methods dalam penelitian ini karena pendekatan mixed methods akan memberikan kesempatan kepada peneliti untuk memahami isu yang sedang diinvestigasi secara lebih baik, dibandingkan dengan hanya menggunakan pendekatan kuantitatif atau kualitatif saja (Crasweel, 2012). Menurut Cooper dan Schindler (2008) penelitian kuantitatif ditujukan untuk mengukur sesuatu secara presisi, seperti perilaku, pengetahuan, opini atau kebiasaan. Sedangkan penelitian kualitatif didesign agar peneliti dapat menjelaskan bagaimana suatu proses berlangsung dan mengapa hal tersebut terjadi.

Pada dasarnya populasi adalah semua grup orang, kelompok, event ataupun benda yang berhubungan dengan object yang akan diteliti (Sekaran, 2006). Penelitian ini akan focus pada UMKM yang ada di Sumbar (yang memiliki berbagai macam jenis, seperti makanan, fashion, P&D/kebutuhan sehari-hari, dll). Metode pengumpulan data yang digunakan adalah kuisioner dan wawancara yang dilakukan kepada beberapa sample yang terpilih. Sample yang akan digunakan adalah 100 perusahaan yang terkategori UMKM yang ada di Prop. Sumbar. Teknik sampling yang dipakai adalah convenience/accidentally sampling. Dasar pemilihan teknik ini lebih kepada aksesibilitas nyaman dan kedekatan sample kepada peneliti. Selain itu faktor keterbatasan waktu pengambilan data penelitian juga menjadi salah satu alasannya. Sedangkan untuk wawancara dilakukan terhadap beberapa sample yang dipilih.

Setelah data diperoleh, kemudian akan diolah dengan analisis kuantitatif dan deskriptif, dibantu dengan pengolah data SPSS sehingga akan diperoleh hasil yang sesuai dengan yang diharapkan dalam hal keshahihan dan keakuratannya. Analisis deskriptif akan menggambarkan suatu objek yang diteliti secara sistematik dan actual serta hubungannya dengan fenomena yang sedang terjadi (Maholtra, 2005).

4. PEMBAHASAN HASIL DAN DISKUSI 4.1.Profil Responden

Penelitian ini telah dilaksanakan di propinsi Sumbar khususnya beberapa kota yang menjadi presentatif terpilih dalam penelitian ini, seperti Padang, Bukitinggi, Batusangkar, Pasaman, Sijunjung dan Pariaman. Adapun kuisioner yang disebarkan kepada para pemilik usaha yang termasuk dalam UMKM berjumlah 100, namun kuisioner yang kembali dan dapat diolah hanya berjumlah 86.

Informasi pertama yang diperoleh dari kuisiner ini adalah strata pendidikan pengusaha kecil tersebut. Hal ini dapat terlihat pada tabel 1 dibawah ini.

Tabel 1.PENDIDIKAN

Secara detil terlihat bahwa mayoritas pengusaha kecil yang ada di Sumbar adalah tamatan SMA dan diploma, artinya mereka cukup memiliki kemampuan berkreatifitas serta motifasi usaha karena biasanya tamatan SMA dan Diploma sudah cukup mandiri dan telaten dalam membuat keputusan. Apalagi setelah memiliki pengalaman dalam menjalankan usahanya beberapa tahun. Hal ini akan terlihat dari pengalaman bisnisnya.

Untuk usia, kebanyakan para pengusaha ini berusia sekitar 30-50 tahun (frekuensi terbanyak 60%). Kelompok usia ini termasuk usia yang masih produktif sehingga diharapkan dapat menghasilkan kreatifitas yang baik dan keputusan usaha yang cukup matang.

(5)

>10 TH 28 32,6 32,6 100,0

Total 86 100,0 100,0

Sedangkan untuk bentuk bisnis yang mereka kembangkan, tabel 3 dapat memberikan informasi, sebagai berikut: sendiri (66%). Artinya yang menjadi tombak bergeraknya perusahaan adalah mutlak dari pemilik sendiri. Hanya sedikit dari mereka yang membeli usaha orang lain (3,5%) dan perusahaan keluarga (19,8%). Ini menunjukkan pengusaha UMKM ini cukup berani dan kreatif untuk memulai usahanya sendiri, walaupun dengan kondisi keuangan minin. Ini akan lebih jelas didiskusikan pada bagaian kuisioner.

TABEL 4.JENIS USAHA disektor makanan (26,7%) dan lain-lain (termasuk bisnis properti/sewa menyewa, usaha P&D,dll). Hal ini dapat dimengerti, bahwa biasanya orang Sumbar memiliki ketrampilan masak memasak ini sejak kecil, sehingga dapat dimaknai menjadi sebuah skill yang mesti dimiliki. Wajar saja sektor ini sering kali dijadikan pilihan usaha bagi mereka. Untuk hal properti, UMKM di sumbar ini masih memiliki keterbatasan permodalan sehingga perkembangan usaha yang dilakukan juga tidak sepesat perusahaan/ usaha yang bermodal besar. Namun rata-rata mereka sudah menggunakan jasa lembaga keuangan untuk membantu mereka.

4.2. Pembahasan Hasil Kuisioner Access to capital

Hal pertama yang didiskusikan di sini adalah penting/tidaknya modal usaha bagi UMKM. Tabel 5 menunjukkan hasil sebagai berikut:

(6)

LEMBAGA KEUANGAN/BANK 16 18,6 18,6 97,7 sedangkan 23% menyatakan dari pinjaman keluarga besar, sedangkan yang mendapat modal awal dari lembaga keuangan hanya 18%. Ini memperlihatkan bahwa UMKM di sumbar masih kurang bersentuhan dengan lembaga keuangan. mengindikasikan sebuah kendala, apakah yang menjadi penghalang untuk akses fasilitas tersebut ke lembaga keuangan, apakah karena prosedur, atau karena faktor lainnya.

TABEL 8.TINGKAT KESULITAN MENGAKSES BANK

Tabel 8 mendeskripsikan bahwa hampir mendekati 80% UMKM sample menyatakan mengakses permodalan diperbankan tidak mudah. Merka memiliki beberapa alasan. Pertama, menurut mereka prosedur yang harus dipenuhi sulit dan memakan waktu lama. Kedua, mereka kurang percaya diri untuk melakukan peminjaman, dikarenakan terbatasnya/ kurangnya jaminan/ agunan yang mereka miliki. Sehingga ini menjadikan mereka harus kembali lagi mencari akses permodalan dari tabungan sendiri/ keluarga besarnya. Hal ini tentu saja belum dapat mengoptimalkan usaha yang mereka lakukan karena jumlah yang kecil tersebut. Karena itu peneliti sangat menyarankan kepada pemerintah untuk kembali memberikan perhatian dan kemudahan akses ini kepada UMKM tersebut. Dengan berkembangnya usaha mereka, ini akan sangat membantu pemerintah dalam hal penyerapan tenaga kerja. UMKM secara nyata akan menambah pekerjanya jika usahanya semakin besar, sehingga dapat mengurangi pengangguran.

4.3.Kendala Usaha

Setelah mendiskusikan hasil kuisiner yang telah dijalankan, pada bagian ini akan didiskusikan kendala-kendala usaha apa yang dihadapi oleh UMKM di sumbar berdasarkan kuisioner yang peneliti jalankan. Tujuan pembahasan kendala ini adalah agar terdapat kejelasan bagi pemerintah (sebagai penanggungjawab gerak perekonmian negara ini yang ditopang salah satunya oleh UMKM) untuk membuat penyelesaian dan segera melakukan kebijakan yang diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan UMKM ini. Hasil penelitian menemukan bahwa kendala-kendala yang terjadi tersebut dapat dilihat pada tabel berikut:

(7)

tradisional, sedangkan salah satu syarat global untuk keberhasilan usaha adalah teknologi yang berdaya saing). Untuk permodalan, UMKM kita, khususnya di Sumbar, walaupun sudah ada skim khusus untuk mereka (seperti KUR), mereka masih kukuh dan tergantung pada uang/tabungan sendiri dan bantuan keluarga besarnya. Seperti juga disinggung di pembahasan sebelumnya, keterlibatan mereka pada sebuah lembaga keuangan masih sangat minim, alasanya seperti kesulitan prosedur dan tidak bisa memenuhi persyaratan. Khusus untuk kendala pemasaran, penulis melihat bahwa UMKM kita, khusunya di Sumbar, belum memiliki sumber-sumber daya untuk mencari, mengembangkan, atau memperluas pasar-pasar mereka sendiri. Sebaliknya mereka sangat tergantung pada mitra dagangnya (misalnya pedagang keliling, pengumpul atau trading house) untuk memasarkan produknya, atau ketergantungan pada konsumen yang datang langsung ke tempat-tempat produksi mereka. Atau dapat disimpulkan bahwa untuk segi pemasaran, UMKM Sumbar masih bersifat pasif (menunggu) konsumen. Padahal saat ini perdagangan menghendaki pelaku usaha untuk lebih proaktif (jemput bola) kepada konsumen.

Untuk semua kendala yang dihadapi UMKM Sumbar, solusi/ penyelesaian yang sering dilakukan / diusahakan oleh responden terlihat pada tabel 10 berikut:

TABEL 10.PENYELESAIAN individu/ sendiri-sendiri atau meminta bantuan keluarga. Inisiatif untuk menyelesaikan secara kelompok melalui pokja-pokja masih minim. Padahal kita tidak dapat memungkiri, kadangkala penyelesaian yang tidak terpikirkan secara sendiri muncul saat bersama sama dengan rekan sesama pengusaha kecil sehingga penulis sangat memberi anjuran agar UMKM di sumbar segera menggabungkan diri dalam pokja pokja yang linier. Dalam hal ini, Disperindag sumbar sudah memfasilitasi dengan membentuk beberapa sentral pokja, sehingga jika ada kebijakan baru sehubungan dengan pengembangan usaha ini, informasi dapat mengalir dengan mudah, karena disperindag dalam hal ini mewakili pejabat pemerintah hanya tinggal menghubungi atau mendatangi pokja tersebut dan jika workshop untuk pengembangan digelar, semua peserta/ anggota pokja mudah dikumpulkan. Rata-rata UMKM di sumbar belum pernah mendapatkan program penguatan UMKM (misal pelatihan, pendampingan,, dll). Kedepan pengembangan usaha UMKM ini melalui program penguatan tersebut dapat menjadikan salah satu sarana penyelesaian terhadap mayoritas kendala yang mereka hadapi.

Terkait dengan penyelesaian kendala permodalan, berikut ini hasil penelitian yang ditemukan, dapat dilihat pada tabel 11 berikut ini. tambahan modal melalui modal sendiri, keluarga dan orang terdekat. Prosentasenya melebihi separuh sample, dan hanya sekitar 24% yang berusaha berhubungan dengan lembaga keuangan. Hal ini tentu saja menjadi sebuah kendala yang sangat klasik (seperti pernah disinggung pada pembahasan sebelumnya) karena tentu modal tambahan itu jumlahnya terbatas (dimiliki keluarga/ sendiri). Kondisi akan berbeda jika mereka (UMKM) mencoba memasuki ranah lembaga keuangan, karena untuk saat ini pemerintah sudah sangat mempermudah pemberian kredit-kredit lunak ini untuk pengusaha kecil. Prosedur diberikan secara jelas, jaminan/agunan dapat diminimalisir, dan waktu pembayaran dapat ditentukan bersama antara pihak pengusaha dan bank. Diharapkan dengan demikian perkembangan usaha mereka dapat terpantau oleh pihak lembaga keuangan sekaligus oleh pemerintah, karena tentu lembaga keuangan akan memberikan report pada pemerintah. Menurut peneliti, ini sebuah solusi yang dapat membantu pengusaha kecil di sumbar.

(8)

kendala –kendala besar tersebut dapat terselesaikan dan terealisasinya pengembangan usaha kecil yang baik, kuat dan berkesinambungan.

5. KESIMPULAN

UMKM saat ini sudah memiliki peran yang cukup besar dalam menopang perekonomian bangsa. Bagaimana tidak, mereka yang termasuk pada usaha kecil dan menengah ini mampu ikut serta menambahkan devisa pada negara, selain itu mereka juga mampu menyerap tenaga kerja yang cukup besar. Oleh karena itu sudah selayaknya mereka mendapatkan perhatian baik dari pemerintah, akademisi maupun praktisi untuk membantu pengembangan usaha dan bisnis mereka.

UMKM di sumbar banyak bergerak pada sektor makanan dan usaha lainnya, seperti industri kecil, P&D. Dari penelitian ini ditemukan bahwa mereka masih kesulitan dalam mendapatkan tambahan modal usaha maupun perluasan usaha. Modal awal usaha mereka didapat dari tabungan sendiri/pinjaman keluarga yang jumlahnya sangat terbatas. Mereka ingin mendapatkan tambahan yang lebih besar,namun masih terkendala untuk mengakses ke lembaga keuangan. Hasil temuan menunjukkan bahwa mereka masih memiliki beberapa hambatan untuk mengakses ke lembaga keuangan, diantaranya adalah prosedur bank yang masih kurang dipahami, adanya jaminan/ agunan yang cukup besar sehingga menyebabkan mereka tidak memiliki kepercayaan diri bahwa usaha untuk mendapatkan modal dari lembaga keuangan ini akan berhasil. Ini dalam jangka panjang tentu saja akan berpengaruh pada operasional usaha mereka. Mereka menjadi sulit untuk meluaskan usaha karena modal kecil, tidak / kurangnya kerjasama dengan pihak luar (lembaga keuangan bisa menjadi salah satu jaminan bagi kolega usaha jika akan melakukan kontrak), tidak bisa mengekspor karena daya saing rendah dan teknologi manual/tradisional yang akan membutuhkan modal besar untuk beralih ke yang lebih baik.

Adapun kendala besar yang ditemukan adalah masalah daya saing, permodalan dan pemasaran. Ini sudah diprediksi oleh beberapa praktisiterdahulu, seperti Tambunan (2009). Untuk daya saing, UMKM sumbar dapat melakukan kerjasama dalam pokja-pokja yang dibawahi/ diperhatikan oleh Disperindag Sumbar, sehingga mereka dapat diberikan penguatan, seperti pelatihan dan pendampingan. Sedangkan dalam hal permodalan, pemerintah harus lebih meratakan informasi tentang adanya bantuan modal usaha khusus untuk usaha kecil ini dengan mempermudah prosedur mengaksesnya yang dilakukan lewat kerjasama pihak bank. Untuk pemasaran, diharapkan pemerintah dapat membantu dengan cara menjalin kerjasama dengan pihak pihak yang berwenang sehingga UMKM memiliki jaringan/networking lebih luas.

DAFTAR PUSTAKA

BPS, 2005, Sumbar Dalam Angka,

Cooper, D. R. & Schindler, P. S., (2008). “Business Research Methods”. New York: McGraw-Hill Companies, Inc..

Craswell, J.W. (2012). “Educational Research. Planning, Conducting And Evaluating Quantitative And Qualitative Research”. Boston: Pearson.

Dusuki, Asyraf W, (2008), “Banking For The Poor : The Role Of Islamic Banking In Microfinance

Initiatives”, International Journal Of System And Ethics, Emerald Group Publishing, Vol 24, pp 49-66

Gustina, 2013, Baitul Maal Wat Tamwil (BMT) Sebagai Salah Satu Microfinacing Bagi UMKM, Jurnal Polibisnis vol. 5 No 2 Okt 2013

Gustina, Afifah, dan Hidayatul Ihsan, (2014), Investigasi Motivasi Enterpreneur (Pengusaha) Perempuan : Sebuah Kajian Dalam Komunitas Matrilinial, prosiding seminar nasional ekonomi, manajemen dan akuntansi (SNEMA 2014), FE-UNP: Padang, pp 198-224

Kaur dan Bawa, (1998), Psychological Correlates Of Entrepreneurical Performance Among Women, The Journal Of Entrepreneurship, Vol 8 No 2

Maholta, N. K., 2005. Riset Pemasaran Pendekatan Terapan. Jakarta: PT. Indeks.

Nilufer, A.K, 2001, Jobs, Gender And Small Entreprises In Bangladesh : Factors Affecting Women Entrepreneurs In Small And Cottage Industries In Bangladesh. SEED Working Paper No. 14, Genewa : international labor office.

Shamin, Munir Uddin, (2008), Building Women In Business: A Situation Analysis Of Women Entrepreneurs In Bangladesh. Dhaka : Bangladesh Women Chamber Of Commerce And Industry In Cooperation With The Center For International Private Entreprise

Sinhal, Shalini,(2005), Developing Women Entrepreneurs In South Asia: Issues, Initiative And Experiences. ST/ESCAP/2401, trade and investment Division, Bangkok : UNESCAP

Tambunan, Tulus, (2009), “UMKM di Indonesia”, Bogor : Penerbit Ghalia Indonesia

(9)

Gambar

Tabel 1.PENDIDIKAN
TABEL 6.ASAL MODAL AWAL USAHA
Tabel 6 memperlihatkan bahwa 55% modal awal usaha mereka dapatkan dari tabungan sendiri,

Referensi

Dokumen terkait