CONTINUING PROFESSIONAL DEVELOPMENT DI DUNIA
KEDOKTERAN
Fitri Octaviana* PENDAHULUAN
Dokter dapat berperan sebagai penyedia pelayanan kesehatan dan sekaligus sebagai pengajar. Dengan semakin berkembangnya ilmu pengetahuan kedokteran, maka seorang dokter harus terus mengikuti perkembangan ilmu dan teknologi agar dapat meningkatkan pelayanan kesehatan kepada pasien dan dapat mengajarkan ilmu yang terkini kepada peserta didik.
Perkembangan tersebut tidak hanya di bidang klinik namun juga di bidang pendidikan. Contoh pembaruan yang sederhana adalah tentang metode pembelajaran mahasiswa di fakultas kedokteran. Sampai dengan tahun 2005, berbagai fakultas kedokteran masih mengacu pada sistem pedagogi, yaitu metode yang mengharuskan mahasiswa duduk tenang mendengarkan kuliah dosen pengajar. Mahasiswa tidak diberikan kesempatan untuk belajar mandiri dan mencari sumber informasi sendiri. Namun saat ini fakultas kedokteran telah menerapkan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) sejak tahun 2005. Salah satu metode pembelajaran yang digunakan dalam KBK adalah belajar berdasarkan masalah (problem-based learning).1 Pada metode ini,
mahasiswa diberikan kesempatan untuk belajar mandiri dan mencari literatur terbaru sebanyak-banyaknya.1 Para ahli pendidikan percaya bahwa metode ini lebih unggul dibandingkan metode
lama, karena proses pembelajaran mahasiswa bergeser dari hanya sekedar “mengingat” kuliah menjadi “mengetahui” suatu ilmu.2
Salah satu cara untuk mengikuti perkembangan terkini adalah dengan menjalankan Continuing Professional Development (CPD). CPD tidak hanya untuk memperluas wawasan, namun juga untuk mempertahankan kompetensi seorang dokter, baik sebagai pemberi pelayanan kesehatan maupun sebagai pengajar. Pada kegiatan sehari-hari, sebenarnya secara tidak sadar seorang staf pengajar telah melakukan kegiatan CPD, misalnya dengan membaca jurnal kedokteran terbaru, memberikan penatalaksanaan berdasarkan evidence based, serta membimbing mahasiswa dalam melakukan penelitian.3
Kegiatan CPD tersebut sering tidak terdokumentasi dengan baik sehingga pada suatu ketika dapat menjadi salah satu bukti bahwa staf pengajar tersebut telah melakukan CPD sepanjang karirnya. Salah satu jenis dokumentasi tersebut berupa portofolio, yang merupakan kumpulan hasil kerja seseorang. Tinjauan pustaka ini akan membahas tentang CPD dan hal-hal yang terkait dengan konsep CPD, serta merancang bentuk portofolio sebagai salah satu aplikasi CPD.
*Magister Pendidikan dan staf di Departemen Neurologi FKUI
KONSEP DASAR CONTINUING PROFESSIONAL DEVELOPMENT
Setelah seorang dokter lulus dari fakultas kedokteran, maka hubungannya dengan sumber pendidikan telah terhenti. Oleh karena itu untuk meningkatkan dan mengembangkan pengetahuannya, setiap dokter memerlukan Continuing Professional Development (CPD). CPD adalah sebuah proses pembelajaran yang berkelanjutan pada jalur formal dan non-formal yang bertujuan agar dokter dapat mempertahankan dan meningkatkan standar praktik kedokteran melalui berbagai pelatihan dan pengembangan keilmuan, keterampilan, sikap dan perilaku etika.3 Definisi lain CPD adalah pendidikan dan pelatihan yang dilakukan para dokter setelah mereka menyelesaikan pendidikan kedokteran dasar dan spesialis, yang dilakukan sepanjang hidup dan karir mereka.4
Tujuan CPD di bidang kedokteran adalah meningkatkan pelayanan kesehatan dan secara simultan meningkatkan keyakinan diri tenaga kesehatan untuk mempertahankan dan meningkatkan kompetensinya di bidang praktik kedokteran. Dengan begitu banyaknya cabang ilmu kedokteran, seorang dokter memerlukan CPD untuk memperbaiki diri agar ilmu yang dimilikinya tetap tumbuh berkembang mengikuti kemajuan terkini.4 Pada beberapa negara di
Afrika, Amerika, Eropa, dan Asia, termasuk Indonesia, ijin praktik seorang dokter harus diperbarui pada tiap jangka waktu tertentu. Salah satu syarat memperpanjang ijin praktik adalah bukti bahwa dokter tersebut mengikuti perkembangan ilmu melalui CPD.5,6 Bukti tersebut dapat berupa sertifikat atau nilai pada evaluasi setelah mengikuti Continuing Medical Education (CME). Di beberapa negara, bukti tersebut divalidasi oleh suatu badan resertifikasi ijin praktik. Misalnya, dokter spesialis saraf memerlukan validasi bukti CPD dari Persatuan Dokter Spesialis Saraf Indonesia (PERDOSSI) sebelum memperpanjang surat ijin praktiknya.
CPD mempunyai 3 karakteristik, yaitu: (1) seorang dokter sebaiknya mempunyai alasan dan kebutuhan yang jelas mengapa mengikuti CPD; (2) pembelajaran yang dipilih dan dilakukan adalah berdasarkan kebutuhan dan alasan tersebut; dan (3) ada pengawasan dari pihak independen agar dokter yang mengikuti suatu CPD dapat menuntaskan proses pembelajarannya. Oleh karena itu pada sebagian besar kasus, need assessment merupakan komponen utama yang penting untuk suksesnya suatu kegiatan CPD.4 Misalnya, kebutuhan CPD pada seorang dokter spesialis saraf yang bekerja di daerah pedesaan akan berbeda dengan kebutuhan seorang dokter spesialis saraf yang bekerja dan melakukan penelitian di rumah sakit pendidikan.3
Kegiatan CPD antara lain dapat berupa kursus, konferensi, workshop dan aktivitas yang bersifat arahan mandiri (self directed). Dalam buku petunjuk teknis CPDuntuk dokter praktek umum, bentuk kegiatan CPD dari sudut keprofesian dibedakan dalam lima ranah:7
1. Kegiatan pembelajaran, yaitu kegiatan yang membuat seseorang mempelajari suatu pengetahuan/keterampilan misalnya membaca artikel di jurnal, menelusuri informasi, atau mengikuti suatu pelatihan.
2. Kegiatan profesional; kegiatan yang dilakukan sehubungan dengan fungsinya sebagai dokter. Ini merupakan kesempatan mempertahankan/ meningkatkan ilmu dan keterampilan klinisnya misalnya menangani pasien atau menyajikan makalah menyangkut masalah klinis dalam seminar.
3. Kegiatan pengabdian masyarakat; memberi kesempatan untuk mengasah pengetahuan dan keterampilan klinis, misalnya memberikan penyuluhan kesehatan, atau terlibat dalam penanggulangan bencana.
4. Kegiatan publikasi ilmiah atau popular
5. Kegiatan pengembangan ilmu dan pendidikan, misalnya melakukan penelitian dibidang pelayanan primer, mendidik/mengajar, membuat ujian, menjadi supervisor atau membimbing mahasiswa di bidang ilmunya
Fokus CPD adalah hasil atau keluaran dari suatu kegiatan CPD, karena hasil itulah yang dipraktikkan pada kehidupan sehari-hari. Hasil tersebut tidak tergantung dari banyaknya waktu yang digunakan seseorang pada kegiatan CPD, namun pada banyaknya informasi yang didapat dari suatu kegiatan CPD dan apakah informasi tersebut dapat membawa perubahan dan digunakan dalam pekerjaan sehari-hari.4
Kaitan antara CPD dan inovasi serta perubahan
Seseorang dapat meningkatkan kemampuan dirinya jika ia bersikap terbuka dan bersedia menghadapi berbagai perubahan. CPD merupakan proses berkelanjutan yang hasil atau keluarannya dapat membawa perubahan dan menimbulkan ide inovasi bagi dokter.
Inovasi adalah suatu proses berpikir atau melakukan suatu tindakan yang berbeda yang menyebabkan suatu perubahan yang revolusioner. Tujuannya adalah menyebabkan perubahan yang positif; membuat sesuatu atau menyebabkan orang lain menjadi lebih baik.
Inovasi selalu bersifat baru namun tidak stabil. Suatu inovasi yang diterapkan pada suatu waktu akan dapat tidak digunakan lagi di masa yang akan datang. Bentuk inovasi yang paling sederhana adalah perubahan pada proses berpikir.8 Sedangkan perubahan adalah adopsi dari
inovasi. Tujuan utama perubahan adalah meningkatkan keluaran dan hasil melalui perubahan yang dilakukan pada praktik sehari-hari. Faktor yang memacu perubahan dapat berasal dari lingkungan eksternal atau internal.8
Kaitan antara CPD dan Lifelong Learning
Tanpa disadari, dalam kehidupan sehari-hari sepanjang hidup kita selalu belajar, belajar, dan belajar. Belajar tidak harus merupakan kegiatan formal. Melakukan refleksi terhadap suatu kejadian dan belajar dari kesalahan yang kita buat adalah juga merupakan tindakan pembelajaran. Dengan kata lain, belajar merupakan bagian dari kehidupan seseorang.9
Telah dijelaskan sebelumnya bahwa CPD adalah sebuah proses pembelajaran yang berkelanjutan dan terjadi sepanjang karir seorang dokter. Dengan kata lain, CPD adalah pembelajaran yang terjadi sepanjang hayat (lifelong learning). Lifelong learning merupakan proses pembelajaran yang bersifat self-directed, menstimulasi seseorang untuk mendapatkan pengetahuan, keterampilan dan pengertian yang berlangsung sepanjang hayat, serta dapat diaplikasikan dengan keyakinan diri dan kreatif dalam segala keadaan dan lingkungan.9
Lifelong learning merupakan salah satu bentuk adult learning. Pada pembelajaran tradisional, motivasi belajar seseorang berasal dari luar dirinya. Misalnya karena ingin mendapat nilai yang baik. Sedangkan pada lifelong learning, motivasi belajar seorang dokter berasal dari dalam diri sendiri, yaitu karena kebutuhan dan kewajiban moral untuk selalui mengembangkan diri.
Dalam mengaplikasikan lifelong learning, seorang dokter harus melakukan refleksi, membuat tujuan pembelajarannya sendiri sehingga mempunyai motivasi untuk belajar secara arahan mandiri (self-directed learning), menilai sendiri ilmu dan keterampilan yang dimiliki, membuat rencana pembelajaran, melaksanakan rencana tersebut, dan mengevaluasi apa yang telah dilakukan. 9
Kaitan antara CPD dan Self-directed learning
CPD merupakan suatu proses berkelanjutan untuk mengembangkan diri dan bersifat self-directed learning. Aktivitas pembelajaran arahan mandiri dapat dibagi menjadi 4 kategori, yaitu: (a) interaksi sosial, misalnya mengobservasi seseorang melakukan suatu tindakan; (b) memproses informasi verbal, misalnya berdiskusi dengan teman; (c) pengalaman sendiri secara langsung, misalnya mencoba suatu penemuan baru; dan (d) refleksi, misalnya melakukan refleksi terhadap semua kegiatan yang telah dilakukan dan belajar dari kesalahan.9
Kaitan antara CPD dan Self Evaluation
Evaluasi terhadap kemampuan diri sendiri perlu dilakukan untuk menilai apakah tujuan pembelajaran dan tujuan hidup seseorang sudah tercapai. Evaluasi bukanlah suatu akhir dari proses pembelajaran, melainkan suatu proses untuk memperbarui orientasi, aktivitas pembelajaran atau merubah tujuan pembelajaran. Dengan evaluasi, seseorang dapat menilai sendiri tujuan apa yang telah tercapai dan belum tercapai.9
evaluation juga bertujuan agar seseorang dapat mengeksplorasi seluas mungkin pilihan dan kesempatan yang dimiliki. Self evaluation sebaiknya memiliki suatu struktur yang jelas, terdiri dari metodedan instrumen yang dapat digunakan secara nyata.11, 12
Self evaluation adalah proses yang sirkular dan berkesinambungan, dapat digambarkan seperti roda, dan pusat roda tersebut adalah tujuan yang ingin dicapai (gambar 1). Ada 4 pertanyaan dasar pada siklus self evaluation, yaitu: (1) Apa yang ingin saya ketahui?; (2) Bagaimana saya harus melaksanakan agar tujuan saya tercapai?; (3) Dengan siapa saya bisa bekerja sama?; dan (4) Apa yang ingin saya hindari atau saya takuti? 12
Gambar 1. Roda proses self evaluation12
Seseorang melakukan self evaluation berdasarkan motivasi dan dengan tujuan yang berbeda-beda. Motivasi tersebut dapat berasal dari masa lalu, saat ini, atau masa depan. Motivasi dari masa lalu dapat berupa pengalaman baik atau pengalaman buruk yang ingin dihindari di masa yang akan datang. Motivasi yang berasal dari saat ini dapat berupa keadaan akut yang kritis dan memerlukan tindakan perbaikan segera berdasarkan evaluasi. Tujuan self evaluation dapat dibagi menjadi 3, yaitu: (1) meningkatkan kewaspadaan; (2) belajar dari pengalaman; (3) ingin mengembangkan diri.12
Self evaluation yang dilakukan oleh seorang dokter dapat berupa refleksi yang tercantum dalam portofolio dan dapat pula berupa self-assessment. Menurut Klenowski (1995), self-asssessment adalah salah satu jenis evaluasi atau penilaian terhadap performa seseorang dan merupakan identifikasi kekuatan dan kelemahan seseorang dengan tujuan meningkatkan keluaran atau hasil pembelajaran seseorang.13 Self-assessment merupakan salah satu jenis evaluasi yang
valid karena: (1) dalam membuat self-assessment, seseorang membutuhkan proses pemikiran dengan tingkat yang lebih tinggi; (2) evaluasi ini membutuhkan kriteria tertentu (contoh: kriteria critical appraisal); (3) evaluasi ini bersifat transparan (contoh: prosedur, kriteria dan standar penilaian diketahui secara umum); dan (4) pembelajar mempunyai kesempatan untuk mendapatkan umpan balik dan revisi. 13
Self assessment merupakan salah satu bentuk evaluasi yang digunakan pada CPD khususnya pada Continuing Medical Education (CME), dengan bentuk penilaian normatif dan criterion referenced. Bentuk ini dipilih karena valid dan reliabel. Dengan evaluasi ini, seseorang dapat mengetahui kekuatan, kelemahan, serta pencapaiannya.13
Portofolio adalah kumpulan hasil kerja seseorang yang merupakan suatu bukti tentang pencapaian pengetahuan, keterampilan, sikap dan perilaku, serta profesionalisme seseorang dan juga berisi tentang refleksi diri. Portofolio dapat digunakan sebagai salah satu bentuk evaluasi dalam CPD, dan melihat tingkat pencapaian seseorang.14
Portofolio profesi dokter berisi:15
• Bukti pendidikan formal
• Bukti pelatihan dan berbagai pendidikan berkelanjutan yang diikuti • Jabatan atau posisi yang pernah dipegang sebagai seorang dokter
• Bidang khusus, penyakit atau sindroma tertentu yang dikuasai dan kompeten • Pengabdian masyarakat
• Penelitian yang pernah dilakukan
• Hasil penelitian yang pernah dipublikasikan • Refleksi diri
• Rencana yang akan dilaksanakan dalam jangka pendek (1 tahun) dan jangka panjang (5 tahun).
Portofolio ini dapat dikaji dan dievaluasi antara lain oleh kepala departemen atau atasan, teman seprofesi, organisasi profesi atau badan independen. Sebelum melakukan evaluasi terhadap portofolio, harus ditentukan dahulu indikator yang jelas, baik bersifat kualitatif ataupun kuantitatif.12 Organisasi profesi seperti Persatuan Dokter Spesialis Saraf Indonesia (PERDOSSI)
telah memiliki panduan validasi yang bersifat kuantitatif dalam menilai kegiatan CPD seorang dokter spesialis saraf. Untuk rencana di masa akan datang, sebaiknya evaluasi portofolio menggunakan kombinasi antara indikator kuantitatif dan kualitatif.
KESIMPULAN
Continuing Professional Development (CPD) adalah proses pembelajaran berkelanjutan yang sebaiknya dilakukan seorang dokter di sepanjang hayatnya untuk meningkatkan pelayanan kesehatan dan mempertahankan serta meningkatkan kompetensi di bidang praktik kedokteran, antara lain melalui self evaluation.Self evaluation dapat berupa self assessment dan refleksi diri yang kemudian dapat didokumentasikan dalam suatu portofolio. Portofolio ini dapat digunakan antara lain untuk kenaikan pangkat dan karir, memperpanjang surat ijin praktik, dan evaluasi untuk kemudian merancang rencana yang akan datang.
DAFTAR PUSTAKA
1. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Kurikulum Berbasis Kompetensi 2005.
2. Gijbels D, Dochy F, Den Bossche PV, Segers M. Effects of problem-based learning: a meta-analysis from the Angle of Assessment. Review of Educational Research 2005;75(1):27-61
3. Indege S. Continuing professional development: A southern perspective. International Hospital Federation Reference Book 2005/2006.
4. World Federation for Medical Education Office. Continuing Professional Development (CPD) of medical doctors. WFME Global Standards for Quality Improvement. University of Copenhagen, Denmark, 2003.
5. Siddiqui ZS. Continuous professional development of medical doctors in Pakistan: Practices, motivation and barriers. University of Western Australia 2007. Manuscript no. SID07623.
7. Ikatan Dokter Indonesia. Petunjuk teknis program p2kb untuk dokter praktek umum. Jakarta: IDI; 2007.
8. Wikipedia. Innovation. Available from: http://en.wikipedia.org/wiki/Innovation. [Accessed on 2nd September 2010].
9. Collins J. Education techniques for lifelong learning. Radiographics 2009;29(2): 613-21.
10. Ainoda N, Onishi H, Yasuda Y. Definition and goals of “self-directed learning” in contemporary medical education literature. Ann Acad Med Singapore 2005;34:515-9.
11. Lakerveld J. Self evaluation: about pitfalls and pudding. Available from: http://www.I-probenet.net. [Accessed on 29th November 2010].
12. Swiss Agency For Development and Cooperation. Manual on self-evaluation. Swiss Agency for Development and Cooperation, 1996.
13. Ross JA. The reliability, validity, and utility of Self-Assessment. Practical Assessment Research & Evaluation;11(10):1-10.
14. Davis MH, Ponnamperuma GG. Portfolios, dissertations and projects. In: Dent JA, Harden RM, editors. A practical guide for medical teachers. Edinburgh: Churcill Livingstone; 2010.p.349-52. 15. Council of Europe. Portofolio for enrollment of foreign doctors in the Dutch medical Science