• Tidak ada hasil yang ditemukan

STRATEGI PEMBINAAN MINAT BACA DI PERGURUAN TINGGI OLEH IKHWAN,S.Sos.,M.M (PUSTAKAWAN MADYA UNRAM)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "STRATEGI PEMBINAAN MINAT BACA DI PERGURUAN TINGGI OLEH IKHWAN,S.Sos.,M.M (PUSTAKAWAN MADYA UNRAM)"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

STRATEGI PEMBINAAN MINAT BACA DI PERGURUAN TINGGI OLEH

IKHWAN,S.Sos.,M.M

(PUSTAKAWAN MADYA UNRAM)

A. PENDAHULUAN

Dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pada pasal 55 menyebutkan bahwa salah satu syarat untuk menyelenggarakan Perguruan Tinggi harus memiliki Perpustakaan. Sedangkan Perpustakaan Perguruan Tinggi (PPT) merupakan Unit Pelaksana Teknis (UPT) yang bersama-sama dengan unit lain melaksanakan Tri Dharma Perguruan Tinggi dengan cara menghimpun, memilih, mengolah, merawat serta melayani sumber informasi kepada lembaga induk khususnya dan masyarakat akademis pada umumnya. Terkait dengan perpustakaan perguruan tinggi sebagaimana diatur dalam Undang-undang Nomor 43 Tahun 2007 Pasal 24, bahwa: (1) Setiap perguruan tinggi menyelenggarakan perpustakaan yang memenuhi standar nasional perpustakaan dengan memperhatikan Standar Nasional Pendidikan.(2) Perpustakaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memiliki koleksi, baik jumlah judul maupun jumlah eksemplarnya, yang mencukupi untuk mendukung pelaksanaan pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat, (3) Perpustakaan perguruan tinggi mengembangkan layanan perpustakaan berbasis teknologi informasi dan komunikasi, (4) Setiap perguruan tinggi mengalokasikan dana untuk pengembangan perpustakaan sesuai dengan peraturan perundang-undangan guna memenuhi standar nasional pendidikan dan standar nasional perpustakaan.

Keberadaan perpustakaan perguruan tinggi dipandang sangat strategis dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Secara umum peran perpustakaan perguruan tinggi adalah memberikan pelayanan informasi yang dibutuhkan oleh penggunanya. Dalam buku Pedoman Umum Penyelenggaraan Perpustakaan Perguruan Tinggi dinyatakan bahwa: Perpustakaan Perguruan Tinggi merupakan Unit Pelayanan Teknis (UPT) perguruan tinggi, yang bersama-sama dengan unit lain turut melaksanakan Tri Dharma Perguruan Tinggi dengan cara memilih, menghimpun, mengolah, merawat serta melayankan sumber informasi kepada lembaga induknya pada khususnya dan masyarakat akademis pada umumnya.

Sejalan dengan pernyataan di atas, Perpustakaan Perguruan Tinggi sebagai bagian integral dari pendidikan tinggi, juga diharapkan dapat menjadikan UPT perpustakaan sebagai lembaga untuk pembinaan minat baca khususnya dikalangan civitas kademika B. MINAT BACA

Setiap orang mempunyai kecenderungan untuk selalu berhubungan dengan sesuatu yang dianggapnya memberikan kesenangan dan kebahagiaan. Dari perasaan senang tersebut timbul keinginan untuk memperoleh dan mengembangkan apa yang telah membuatnya senang dan bahagia.

(2)

membaca adalah untuk memperoleh makna yang tepat dari bacaan yang dibacanya. Oleh karenanya akan menjadikan seseorang terus berpikir untuk memahami makna yang terkandung dalam tulisan. Semakin banyak seseorang membaca, semakin tertantang seseorang untuk terus berpikir terhadap apa yang mereka telah baca.

Hidi (2001) mengatakan bahwa minat merupakan aspek utama yang menentukan cara seseorang menyeleksi dan memproses tipe-tipe informasi yang akan dipilih diantara informasi yang lain. Selain itu, semua jenis minat (baik itu individual maupun situasional) cenderung memudahkan pemahaman dan pengenalan individu pada objek minatnya. Perhatian kedua, lebih diarahkan pada faktor-faktor yang menentukan tingkat minat situasional, seperti karakteristik teks (keberbaruan, intersitas dan kemudahan pemahaman), jenis modifikasi untuk lingkungan pembelajarannya (materi yang disampaikan dikemas dalam konteks yang lebih bermakna), aktivitas regulasi diri individu. Pertanyaan ketiga bagi para peneliti, berkaitan dengan proses didapatkannya minat sehingga menyebabkan perubahan perilaku, kognitif dan afeksi.

Minat baca merupakan suatu kecenderungan kepemilikan keinginan atau ketertarikan yang kuat dan disertai usaha-usaha yang terus menerus pada diri seseorang terhadap kegiatan membaca yang dilakukan secara terus menerus dan diikuti dengan rasa senang tanpa paksaan, atas kemauannya sendiri atau dorongan dari luar sehingga seseorang tersebut mengerti atau memahami apa yang dibacanya.

Dari pendapat di atas dapat ditegaskan bahwa minat baca terkandung unsur perhatian, kemauan, dorongan dan rasa senang untuk membaca. Perhatian bisa dilihat dari perhatiannya terhadap kegiatan membaca, mempunyai kemauan yang tinggi untuk membaca, dorongan dan rasa senang yang timbul dari dalam diri maupun dari pengaruh orang lain. Semua itu merupakan aktivitas yang dilakukan dengan penuh ketekunan dan cenderung menetap

Faktor yang mempengaruhi minat membaca di perguruan tinggi : 1. Karakteristik teks (bacaan)

karakteristik bacaan akan membuat aktivitas membaca menjadi lebih menarik. Schank (1979), mengatakan bahwa konsep bacaan yang isinya menceritakan tentang kematian, bahaya, kekuasaan, kekerasan dan seksual disebut sebagai absolute interest, sebagai tema-tema yang selalu membagkitkan minat individu secara universal. Kintsch (1980) menyebutkan sebagai minat berkaitan dengan emosi. Ia membedakannya dari minat yang berkaitan dengan kognitif yang dibentuk dari isi bacaan yang lebih menggambarkan kejadian-kejadian yang membutuhkan struktur kognitif yang lebih kompleks untuk memahaminya ataupun ada unsur kejutannya.

Selain itu, karakteristik teks yang kemungkinan berkaitan dengan minat yang tinggi antara lain menurut Schraw dkk. (1995) adalah mudah dipahami, teks yang padat, ada penggambaran yang terkesan hidup, melibatkan pembacanya, menimbulkan berbagai reaksi emosi dan membutuhkan pengetahuan sebelumnya. Wade dkk. (1999), menambahkan unsur yang lain yaitu pemahaman, keberbaruan, ada nilai atau kepentingan untuk melakukan aktivitas membaca. Selain itu penggunaan minat untuk membantu mahasiswa mempelajari teks yang sifatnya ilmiah dan menemukan bacaan yang dibaca menambah pemahaman mereka, akan lebih mengembangkan minat yang sifatnya kognitif sehingga membantu pembelajaran mereka.

(3)

Unsur ini berkaitan dengan cara teks disajikan, materi yang digunakan untuk mengajarkannya dan regulasi diri dari pembacanya. Agar teks lebih menarik dan mudah diingat maka dibuat bagian-bagian yang saling berkaitan. Jadi ada manipulasi teks yang mengubah konteks saat aktivitas membaca terjadi. Selain itu minat dapat dirangsang dengan menyajikan materi pendidikan yang lebih bermakna, menantang dan sesuai dengan konteks pribadi atau kombinasi dari ketiganya. Cara lain yang dapat mempengaruhi minat membaca adalah dengan melakukan regulasi diri yaitu membuat tugas yang dihadapi menjadi lebih menarik dan mengembangkan minat individual

Dari pemahaman tentang minat baca, dapat di jelaskan bahwa, setiap mahasiswa yang baru pertama kali masuk pada perguruan tinggi,tidak semuanya mempunya minta untuk membaca, minat tersebut dapat ditumbuhkan dengan cara meregulasi diri yaitu menumbuhkan minat membaca. Dalam hal ini perpustakan perguruan tinggi harus dapat memenuhi karakter bahan bacaan yang sesuai dengan program studijurusan dan fakultas yang ada pada setiapperguruan tinggi, selain tuntutan dari kurukulum, juga disesuaikan dengan perkekmbangan bakat dan minat yang dimiliki oleh civitas akademika.

.

C. STRATEGI PEMBINAAN MINAT BACA DI PERGURUAN TINGGI 1. Kebiasaan Membaca sebagai Budaya di perguruan tinggi

Membaca merupakan suatu proses komunikasi antara penulis dan pembaca. Dalam proses ini terdapat tiga elemen yang harus dipenuhi yaitu penulis (writer), karya tulis (piece of literature) dan pembaca (reader). Dalam proses ini perpustakaan bertindak sebagai perantara antara penulis dan pembaca.

Kebiasaan membaca adalah ketrampilan yang diperoleh setelah seseorang dilahirkan, bukan ketrampilan bawaan. Oleh karena itu kebiasaan membaca dapat dipupuk, dibina dan dikembangkan. Minat baca tanpa didukung oleh fasilitas untuk itu, tidak akan menjadi budaya baca.

Untuk menanamkan budaya menbaca di lingkungan perguruan tinggi, perlu adanya pemahaman tentang fungsi sosial dari kegiatan membaca yakni:

1) achievement reading, yaitu sebagai upaya untuk memperoleh ketrampilan atau kualifikasi tertentu;

2) devotional reading, yaitu membaca sebagai suatu kegiatan yang berhubungan dengan ibadah;

3) culture reading; membaca sesuatu yang berhubungan dengan kebudayaan; dan 4) compensatory reading, membaca untuk kepuasan pribadi.

Untuk tujuan akademik, membaca adalah untuk memenuhi tuntutan kurikulum perguruan tinggi. Di luar institusi formal, mahasiswa membaca untuk tujuan praktis langsung, yang biasanya berhubungan dengan perolehan ketrampilan atau kualifikasi tertentu. Sebaliknya bacaan yang bersifat imajinatif tidak banyak dibaca.

Selain dari padaitu, budaya Membaca memiliki keuntungan khusus dibandingkan dengan penggunaan media lain.

Bahan cetakan akan terus menjadi saluran yang paling penting untuk pendidikan dan kemajuan kebudayaan manusia. Keuntungan tersebut antara lain:

1) Membaca adalah suatu aktivitas pribadi yahg dapat meningkatkan pengembangan individu;

(4)

2) Suatu bahan bacaan dapat dibaca dan dibaca kembali hingga pesan yang dikandungnya dapat diserapi dan

3) Bahan bacaan dapat dibawa kemana saja. 2. Lingkungan Perguruan tinggi

Di lingkungan perguruan tinggi budaya baca juga belum berkembang dengan baik. Perkuliahan di kelas pada umumnya belum diarahkan pada kegiatan membaca. Sumber-sumber pengetahuan untuk mahasiswa adalah kuliah-kuliah di kelas dan diktat. Di sisi lain, perpustakaan hanya memiliki koleksi yang sangat terbatas dengan pelayanan yang sangat sederhana.

Keadaan seperti itu, akan berpengaruh terhadap kehidupan intelektual di dalam kampus. Karena bahan bacaan tidak dibutuhkan secara luas oleh masyarakat akademik, maka kegiatan menulis pun tidak akan dapat berkembang dengan baik (ingat, bahwa penulis yang baik juga adalah pembaca yang baik). Dengan kata lain, komunikasi ilmiah tidak berjalan dengan semestinya.

Untuk mengatasi keadaan seperti itu, harus dilakukan perbaikan yang mencakup dua hal yaitu: perbaikan fasilitas dan karakteristik pelayanan perpustakaan; dan mengubah metode pengajaran dari teaching-based kepada learning-based. Peran perpustakaan harus diubah dari sekedar store house yang pasif menjadi educational force yang aktif. Reformasi perkuliahan akan mempunyai efek timbal-balik pada perpustakaan, dan efek timbal balik yang sama akan dihasilkan pari bahan-bahan bacaan dan pelayanan perpustakaan yang disempurnakan.

Setiap pengelola perguruan tinggi harus mengambil kebijakan yang berkaitan dengan kedua hal tersebut. Dan yang terpenting adalah memperbaiki kondisi perpustakaan lebih dahulu sebelum melakukan reformasi perkuliahan, karena kalau sebaliknya dapat menimbulkan frustrasi di kalangan sivitas akademika. Diperkirakan untuk menjaga keseimbangan dalam upaya peningkatan mutu pelayanan pendidikan tinggi, anggaran belanja perpustakaan harus ditetapkan sekitar 5 persen dari anggaran perguruan tinggi induknya.

Sebagian besar perpustakaan mendapatkan anggaran sangat kecil. Bahkan

ada perpustakaan universitas yang tidak diberikan kewenangan untuk

mengelola anggarannya sendiri. Khusus untuk pengadaan koleksi perpustakaan tidak diperkenankan untuk melakukan pembelian sendiri. Selain persoalan anggaran, juga Mutu sumber daya manusia yang berada di perpustakaan perguruan tinggi. Pustakawan di perguruan tinggi negeri tercatat sebanyak 1356 orang. Sebagian besar berada di jabatan Pustakawan Ahli 843orang (62.16 %), sisanya menduduki jabatan pustakawan Terampil 513 orang (37.83 %). Dari 62.16 % tersebut 255 orang (18.80 %)) yang menduduki pustakawan madya dan 6 orang (0.44%) yang menduduki pustakawan utama. Dari segi pendidikan sebagian besar masih rendah. Hanya 120 orang (8.84%) tenaga perpustakaan perguruan tinggi berpendidikan S2 bidang perpustakaan dan 388 (28.61 %) berpendidikan S1 perpustakaan. Selebihnya berpendidikan SLTA, diploma dan sarjana muda bidang

lain (sumber: http://pustakawan.perpusnas.go.id/tahun 2105). Dari pengalaman

untuk peningkatan dan pengembangan sumber daya dalam bentuk pelatihan, seringkali SDM perpustakaan mengalami kesulitan, karena kurangnya perhatian perguruan tinggi dalam usaha peningkatan dan pengembangan pustakawan.

Dari segi fasilitas, beberapa perguruan tinggi besar, khususnya perguruan tinggi negeri, sudah menyediakan fasilitas gedung/ruang perpustakaan yang cukup besar, namun sebagian lagi, sebagian besar perguruan tinggi swasta belum

(5)

menikmati fasilitas gedung yang memadai. Fasilitas Gedung/ruangan sangat minim termasuk fasilitas teknologi informasi. Padahal kemajuan perpustakaan sangat ditentukan oleh fasilitas ini. Perpustakaan tidak akan mampu menuju “digital library” apalagi “virtual library” jika tidak dilengkapi sarana dan prasarana ICT (Information and Communication Technology).

D. PENUTUP

Berdasarkan pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa, keberadaan perpustakaan perguruan tinggi sangat penting untuk menunjuang out-put perguruan tinggi yang berkualitas dan bermutu. Untuk mencapai out-put yang bermutu dan berdaya saing, kebutuhan informasi, sarana dan prasaran yang tersedia di perpustakaan perguruan tinggi,perlu di perhatikan dan di tingkatkan,sehingga informasi yang tersedia tidak hanya sebagai pelengkap saja,melainkan disesuaikan dengan kebutuhan,kurikulum, serta perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Kalau tidak, minat baca mahasiswa tidak akan pernah ada peningkatan. Selain itu pembinaan minat baca di lingkungan perguruan tinggi perlu di rencanakan dengan baik, yakni dengan memperhatikan langkah-langkah strategis seperti : menjadikan membaca sebagai budaya di perguruan tinggi, keberadaan perpustakaan di perguruan tinggi disesuaikan dengan system dan undang pendidikan tinggi dan undang-undang perpustakaan, sehingga ketersedia sarana, fasilitas, anggaran, system dan sumber daya manusia (pustakawan) menjadi program atau rencana perioritas dan strategis perguran tinggi dalam pencapaian visi,misi, tujuannya.

DAFTAR PUSTAKA

Al-Zastrouw Ng . Strategi Kultur Menumbuhkan Minat baca. http://gpmb.perpusnas.go.id. .diakses tanggal Oktober 2015

Irawati, Indira. 2005. Penguasaan Information Literacy Mahasiswa Program Studi Ilmu Perpustakaan, Skripsi Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia. Kartosedono, S. 1995. Perpustakaan sebagai Lembaga Pendidikan dan Sarana Mencerdaskan

Masyarakat Bangsa . Media Pustakawan

Perpustakaan Nasional Republik Indonesia, 2007. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 2007 tentang Perpustakaan. Jakarta. Perpusnas. RI.

Perpustakaan Nasional Republik Indonesia, 2015. Data Pengembangan Pustakawan. . http://pustakawan.perpusnas.go.id/diakses Oktober 2015

Sutarno. 2006. Perpustakaan dan Masyarakat. Denpasar: Konggres IPI Ke-X.

Suciati, Uminurida. 2007. Manfaat Information Literacy (Literasi Informasi) bagi Pustakawan. Media Informasi Vol. XVI, No.2

Sudarsono, Blasius, 2006. Mencari Akar Kepustakawanan Indonesia, Visi Pustaka: 8(1) Sudiarto. 2006. Persepsi tentang Minat Baca di Indonesia. Media Perpustakaan, Volume 13,

(6)

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian kali ini akan dilakukan pengujian pada burner yang menggunakan oli bekas sebagai bahan bakar, dengan pemanasan awal pada oli bekas yang bertujuan untuk memudahkan

Interaksi antara panjang pipa dengan laju lair udara dan interaksi laju alir udara dengan laju alir air serta interaksi panjang pipa dengan laju alir mempunyai nilai yang

Satu faktor lagi yang sering diidentifikasikan sebagai penyebab timbulnya keinginan karyawan untuk mencari pekerjaan lain adalah job insecurity (ketidakamanan

9 BILLION LOTA PERMAI PLAZA KOTA PERMAI NO 2, LRG KOTA PERMAI 13, TMN KOTA PERMAI 14000 BKT MERTAJAM PASAR RAYA BESAR/DEPARTMENT AL STORE.. NAMA CALON ALAMAT CALON

Berdasarkan masalah bagian kasir, admin personalia, akuntansi, dan direktur kesulitan dalam melakukan proses pencarian data hutang karyawan, perhitungan gaji, data tunjangan,

Berdasarkan uraian diatas, maka dilakukan penelitian dengan bertujuan untuk mengetahui aktivitas antibakteri dari formulasi sediaan krim tipe A/M ekstrak etanol buah asam

Penyelesaian bipartit dilakukan agar perselisihan dapat dilaksanakan secara kekeluargaan, yang diharapkan masing-masing pihak tidak merasa ada yang dikalahkan dan

(2) Kop Naskah Dinas Perangkat Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54 huruf b, digunakan untuk Naskah Dinas Perangkat Daerah yang ditandatangani oleh Staf Ahli