• Tidak ada hasil yang ditemukan

Aulya Nanda P., Sri Astutik, Rif ati Dina H.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Aulya Nanda P., Sri Astutik, Rif ati Dina H."

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

285

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN COOPERATIVE INTEGRATED

READING AND COMPOSITION (CIRC) BERBASIS DEEP DIALOGUE CRITICAL THINKING (DDCT)DALAM

PEMBELAJARAN FISIKA DI SMP Aulya Nanda P., Sri Astutik, Rif’ati Dina H. Program Studi Pendidikan Fisika, Jurusan Pendidikan MIPA Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Jember

Email: a.n.prafitasari@gmail.com Abstract

Cooperative Intregrated Reading and Composition (CIRC) can be interpreted as a model that integrates a thorough reading and compose become essential parts and Deep Dialogue Critical Thinking (DDCT) as a approach that dialogue in interpersonal relationships for analyzing, reasoning, decision appropriately and execute it properly. The purpose of this research were: to analyze the result differences ability in learning between class using CIRC based on DDCT with the control class, to describe student’s learning activity in experimental class. The method of the research is true-experiment, using a randomized post-test only control group design. Data analysis using t-tes. The results of the analysis showed: there is significant difference in result of learning of the experimental class and the control class, student’s activity more active in experimental class. Student learning activity that CIRC based on DDCT in the experiment class is 85,51 %, it involves in very active category.

Keyword: Cooperative Intregrated Reading and Composition, Deep Dialogue Critical Thinking.

PENDAHULUAN

Hakikat fisika adalah pengetahuan yang mempelajari gejala-gejala melalui serangkaian proses yang dikenal dengan proses ilmiah yang dibangun atas dasar sikap ilmiah dan hasilnya terwujud sebagai produk ilmiah yang tersusun atas tiga komponen terpenting berupa konsep, prinsip, dan teori yang berlaku secara universal (Trianto, 2010:138). Dengan adanya tiga komponen yang harus diberikan pada siswa ini, maka diperlukan pembelajaran yang dilaksanakan dengan baik dan benar, serta bermakna bagi siswa.

Berdasarkan wawancara yang dilakukan pada beberapa siswa sekolah menengah, tidak banyak perbedaan anggapan tentang bagaimana fisika. Dari mata pelajaran IPA lainnya, fisika menurut siswa tetap dianggap menjadi mata pelajaran paling sulit untuk dipelajari. Anggapan tersebut secara tidak langsung membentuk

sugesti tersendiri dipemikiran siswa sehingga merasa tidak mampu sebelum mempelajarinya dan membuat siswa lebih memilih hafalan rumus daripada mengutamakan pemahamannya. Beberapa hal yang menjadi permasalahan mendasar pada rendahnya hasil belajar fisika adalah pembelajaran yang menurut siswa membosankan, yakni selalu berpusat pada guru, yang membuat siswa sangat pasif, ditambah lagi kurangnya keberhasilan transfer informasi dari guru ke siswa yang dimungkinkan akibat bahasa yang sulit dimengerti. Kurangnya respon dari siswa ini juga dibenarkan oleh guru mata pelajaran fisika bahwa siswa tidak antusias dengan pembelajaran yang ada, tidak memberikan respon yang sesuai, menyibukkan diri sendiri dengan hal yang tidak berkaitan dengan pembelajaran, atau ketika siswa merasa kurang dapat mengungkapan

(2)

gagasan, pendapat, pemikiran, maupun pertanyaan yang membuat siswa terus saja memendam permasalahan yang menghambat proses pembelajaran pada materi selanjutnya.

Permasalahan tersebut dapat ditanggulangi melalui suatu bentuk pembelajaran yang memposisikan guru hanya sebagai fasilitator, yakni kondisi dimana peran guru hanya sebatas mengarahkan siswa untuk mengikuti kegiatan sesuai dengan perencanaan untuk mencapai tujuan pembelajaran. Hal ini akan mengkondisikan siswa lebih aktif dalam mencari informasi untuk memperoleh pemahaman konsepnya sendiri. Pembelajaran yang digunakan juga harus mampu mengatasi masalah dimana siswa

sulit untuk mengungkapkan

permasalahannya dalam memahami suatu materi atau persoalan pada gurunya.

Alternatif solusi yang dapat digunakan adalah suatu model pembelajaran yang terpadu dimana siswa dapat mengembangkan kemampuannya, lebih mudah mengkomunikasikan materinya, lebih kreatif dan kritis dalam menyikapi dan menyelesaikan suatu permasalahan, juga membentuk karakter siswa untuk dapat bersikap ilmiah. Salah satu model pembelajaran yang sesuai dengan konteks tersebut adalah model dari strategi pembelajaran kooperatif. Hal ini karena pembelajaran kooperatif menuntut siswa belajar dalam kelompok-kelompok yang memiliki anggota heterogen. Dalam kelompok akan terjalin kerjasama untuk mencapai tujuan, sehingga terjadi komunikasi antar anggota dimana siswa yang lemah akan mendapat bantuan dari siswa yang lebih mampu, dan hal ini akan mengembangkan kecakapan siswa yang lebih pandai untuk terus meningkatkan pengetahuannya agar dapat dengan mudah mentransfer informasi kepada temannya.

Terdapat beberapa model pembelajaran kooperatif yang dapat dijadikan solusi, namun model pembelajaran

Cooperative Integrated Reading and

Composition (CIRC) dianggap sebagai

model terpadu yang dibutuhkan dalam penelitian ini. Model ini dipilih karena dibandingkan model-model pembelajaran kooperatif yang lain, model CIRC masih jarang digunakan dan merupakan model

pembelajaran terpadu yang sesuai dengan kebutuhan penelitian. Salah satu bentuk keberhasilan dalam menggunakan model CIRC adalah hasil penelitian dari Jayanti (2008) pada penelitian tindakan kelas dalam mata pelajaran kewirausahaan yang menyebutkan bahwa sebanyak 77,5% membantu siswa dalam memahami dan tertarik pada mata pelajaran kewirausahaan, dan dalam tiga siklus pembelajaran selalu menunjukkan peningkatan jumlah ketuntasan belajar siswa di kelas.

CIRC adalah salah satu model pembelajaran kooperatif, dimana siswa akan dibagi menjadi kelompok-kelompok lebih kecil sehingga terjadi komunikasi bersama dalam memahami konsep. Dalam CIRC siswa dituntut untuk membaca kemudian mengkomposisikan materi atau permasalahan yang diberikan sesuai kemampuannya, saling menjelaskan terhadap anggota kelompoknya tentang hasil pemikirannya, mencari solusi bersama dengan saling mengkritik dan merevisi, hingga diperoleh hasil akhir yang kemudian dipresentasikan kepada kelompok lain serta bersama-sama dengan guru membuat kesimpulan atas materi atau permasalahan yang diberikan.

Model pembelajaran CIRC memiliki kelemahan yakni membuat suasana kelas menjadi ramai karena siswa harus dibagi menjadi kelompok-kelompok kecil, tidak terjadi proses dialog yang baik, serta kurang optimalnya proses penyampaian fikiran dan pendapat dari masing-masing anggota karena terkadang hanya siswa yang lebih pandai yang akan memberikan prediksi jawaban karena anggota lainnya kurang dapat menyampaikan gagasan dengan jelas sehingga hanya mengukuti solusi yang ditawarkan oleh siswa yang dianggap lebih mampu tersebut. Kerena penelitian dilakukan pada siswa sekolah menengah pertama, maka kelemahan-kelemahan tersebut akan lebih besar muncul dalam proses pembelajaran. Oleh karena itu diperlukan suatu pendekatan yang dapat mendasari dan mengarahkan agar proses pembelajaran dengan model CIRC dapat berlangsung dengan baik dan sesuai dengan karakteristik dari model tersebut. Model CIRC akan lebih optimal bila pembelajarannya didasari atau dibatasi dengan menggunakan pendekatan

(3)

pembelajaran Deep Dialogue Critical

Thinking (DDCT). Sesuai dengan jurnal

Salamah (2008) yang menyebutkan bahwa pembelajaran berbasis DDCT dapat mengoptimalkan semua potensi yang dimiliki oleh mahasiswa untuk mencari, menemukan, mengkonstruk, dan mengkomunikasikan hasil temuannya dalam bentuk lisan dan tulis secara baik dan benar, serta meningkatkan keterampilan berkomunikasi secara analitis-kritis antara guru-siswa atau antar siswa, dengan demikian penggunaan pembelajaran berbasis DDCT dapat meningkatkan hardskill sekaligus softskill.

Pembelajaran berbasis DDCT akan sesuai dengan model CIRC yang memerlukan Deep Dialugue berupa diskusi bermakna bukan hanya dialog satu arah sehingga proses pembelajaran dapat lebih efektif karena dapat saling membantu, bertukar informasi, dan mengkoreksi agar diperoleh pemahaman yang merata. Sedangkan Critical Thinking atau berpikir kritis diperlukan setiap siswa dalam memahami maksud dan konsep dari bacaan

sesuai kemampuannya dengan

mempertahankan hasil pemikiran atau menerima kritikan dan pendapat orang lain dalam memahami konsep atau menyelesaikan permasalahan.

Jadi melalui model pembelajaran CIRC berbasis pendekatan DDCT yang akan saling melengkapi, diharapkan pembelajaran akan lebih meningkatan aktivitas belajar yang tepusat pada siswa dan pemahaman konsep siswa terhadap suatu materi fisika dapat meningkat, sehingga terdapat perbedaan signifikan yang lebih baik dibandingkan dengan proses pembelajaran konvensional yang biasa dilakukan di sekolah.

Oleh karena itu, dari permasalahan yang ada dan alternatif solusi yang digunakan, maka judul yang digunakan dalam penelitian ini adalah “Penerapan Model Pembelajaran Cooperative Integrated

Reading and Composition (CIRC) Berbasis

Deep Dialogue Critical Thinking (DDCT)

dalam Pembelajaran Fisika di SMP”

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah Adakah perbedaan yang signifikan antara hasil belajar fisika siswa menggunakan model pembelajaran

Cooperative Integrated Reading and

Composition (CIRC) berbasis Deep

Dialogue Critical Thinking (DDCT) dengan

menggunakan pembelajaran konvensional, Bagaimanakah aktivitas belajar siswa selama menggunakan model Cooperative

Integrated Reading and Composition

(CIRC) berbasis Deep Dialogue Critical

Thinking (DDCT) dalam pembelajaran fisika

di SMP.

METODE

Jenis penelitian ini adalah penelitian eksperimen yaitu dengan cara memberikan perlakuan dan mengetahui pengaruh pembelajaran dengan menerapkan model

Cooperative Integrated Reading and

Composition (CIRC) berbasis Deep

Dealogue (DDCT) dalam pembelajaran

fisika subpokok bahasan pembiasan cahaya pada kelas eksperimen. Sebagai pembandingnya, terdapat kelas kontrol yang menggunakan pembelajaran konvensional atau cara mengajar yang biasa diterapkan di sekolah. Penentuan sampel penelitian dengan metode cluster random sampling. Metode pengumpulan data dalam penelitian ini adalah metode observasi, dokumentasi, wawancara dan tes.Teknik analisis data untuk hasil belajar siswa dianalisis menggunkan uji t-test, sedangkan untuk mendeskripsikan aktivitas belajar siswa selama pembelajaran di kelas eksperimen menggunakan persentase keaktivan siwa.

Sampel dalam penelitian ini adalah kelas VIIIB dan VIIIC SMPN 1 Bondowoso Semester Genap Tahun Pelajaran 2012-2013. Desain penelitian ini menggunakan Design Randomized Post Test Only Control

Group seperti pada gambar 3.1 berikut :

(Suparno, 2007:142 ) Keterangan:

E : Kelas eksperimen K : Kelas Kontrol

N1 :Perlakuan berupa penggunaan metode model Cooperative Integrated

Reading and Composition (CIRC)

berbasis Deep Dealogue (DDCT) N2 :Perlakuan berupa penggunaan model

(4)

Mendefinisikan Mengumpulkan info Menggunakan Rumus Membaca Grafik Memberikan Contoh 0 100 10092,86 86,979,76 92,86 P er sen tase ( %)

Aktivitas dari LKS 1

Menjelaskan Karakteristik … Mengumpulkan info Menggunakan Rumus Melakukan Eksperimen

Menggambar Skema PembiasanMembuat Kesimpulan

0 100 79.7676.19 79.76 64.29 84.52 64.29 P er sen tase ( %)

Aktivitas dari LKS 2

X E :Hasil rata-rata post-test kelas eksperimen

XK :Hasil rata-rata post-test kelas control

HASIL DAN PEMBAHASAN

Data hasil belajar fisika siswa diperoleh dari nilai rata-rata post test pada kelas eksperimen dan kelas control, yaitu kelas eksperimen sebesar 75.5 dan kelas control sebesar 71.25. Hasil perhitungan dengan uji Independent Samples ttest SPSS 16 menunjukkan analisa data post test diperoleh nilai Sig. (2-tailed) sebesar 0.040 atau < 0.05, yang berarti ada perbedaan hasil belajar yang signifikan antara kelas eksperimen dan kelas kontrol (Ha diterima, Ho ditolak). Sehingga dapat disimpulkan bahwa pada pembelajaran terdapat perbedaan yang signifikan antara hasil belajar siswa kelas yang menggunakan model pembelajaran Cooperative Integrated

Reading and Composition berbasis Deep

Dialogue Critical Thinking dengan kelas

yang menggunakan model Direct

Interaction (konvensional). Apabila

ditampilkan dengan grafik yang sederhana, tampak seperti Gambar 4.1.

Tindakan observasi yang dilakukan menghasilkan data berupa aktivitas belajar siswa selama pembelajaran menggunakan model pembelajaran Cooperative Integrated

Reading and Composition berbasis Deep

Dialogue Critical Thinking. Adapun

diagram presentase aktivitas untuk setiap indikator pada masing-asing pertemuan adalah sebagai berikut:

Selain observasi aktivitas siswa berdasarkan indikator aktivitas yang disesuiakan dengan LKS pada setiap pertemuan, juga terdapat penilaian afektif sebagai data pendukung aktivitas siswa

75.5

(5)

selama mengikuti pembelajaran dengan menggunakan model CIRC berbasis DDCT. Maka dapat dibuat ingkasan tentang aktivitas belajar siswa selama pembelajaran menggunakan model pembelajaran

Cooperative Integrated Reading and

Composition berbasis Deep Dialogue

Critical Thinking yang dapat dilihat pada

tabel dibawah ini.

.

Tabel 4.1 Data Rata-rata Aktivitas Belajar pada Tiap Pertemuan

Tabel 4.2 Data Afektif Siswa pada Tiap Pertemuan

PEMBAHASAN

Penerapan model

Cooperative Integrated Reading and

Composition (CIRC) berbasis Deep

Dialogue Critical Thinking (DDCT) dalam

proses pembelajaran adalah penerapan model pembelajaran yang kooperatif dengan mengintegrasikan suatu bahan bacaan, yakni membaca dan mengkomposisikan bagian-bagian yang dianggap penting melalui pendekatan yang menuntut siswa melakukan dialog mendalam dalam kelompok dan berfikir kritis guna mendapatkan prediksi jawaban yang dianggap benar secara bersama untuk membangun konsep fisika pada tiap siswa.

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji perbedaan hasil belajar siswa menggunakan model pembelajaran CIRC berbasis DDCT dengan pembelajaran konvensional dan untuk mengetahui seberapa besar aktivitas belajar siswa menggunakan model pembelajaran CIRC berbasis DDCT.

Hasil post-test setelah diberi perlakuan yang berbeda dalam pembelajaran pada materi pembiasan cahaya, diperoleh hasil belajar dalam bentuk post-test yang berbeda pula, yakni kelas eksperimen sebesar 75,5 dan kelas kontrol sebesar 71,25. Hasil analisa

Aktivitas dari LKS

Kriteria Aktivitas Pertemuan 1 92.86% Sangat Aktif

Pertemuan 2 75.59% Aktif

Pertemuan 3 88.09% Sangat Aktif

Karakter Keterampilan Sosial

Pertemuan 1 92.46% 86.90%

Pertemuan 2 87.49% 87.50%

Pertemuan 3 87.30% 74.40%

Menjelaskan Karakteristik Lensa Mengumpulkan info

Membedakan Sinar Istimewa Menggunakan Rumus

Menggambar Bentuk Bayangan

0 100 95.2485.71 84.5271.43 84.52 P er sen tase ( %)

Aktivitas dari LKS 3

(6)

data menunjukkan bahwa pada pembelajaran terdapat perbedaan yang signifikan antara hasil belajar siswa kelas yang menggunakan model pembelajaran Cooperative Integrated

Reading and Composition berbasis Deep

Dialogue Critical Thinking dengan kelas

yang menggunakan model Direct

Interaction (konvensional). Perbedaan hasil

belajar siswa ini dikarenakan pada kelas eksperimen siswa lebih aktif dibandingkan dengan kelas kontrol yang hanya mendorong siswa untuk mencatat dalam mengikuti pelajaran. Pada kelas eksperimen, model pembelajaran CIRC berbasis DDCT lebih banyak mengajak siswa berfikir baik secara individu untuk memprediksi jawabannya sendiri maupun dalam diskusi kelompok untuk berinteraksi secara mendalam dan mendorong siswa untuk berfikir kritis dalam memperoleh prediksi jawaban yang dianggap paling tepat.

Analisis hasil observasi menunjukkan rata-rata aktivitas siswa selama pembelajaran fisika menggunakan model CIRC berbasis DDCT pada masing-masing indikator di setiap pertemuan mengalami perubahan. Rata-rata persentase aktivitas siswa yang paling baik adalah pada pertemuan pertama, yakni 92,86% karena siswa sangat antusias ketika dikenalkan dengan model pembelajaran yang berbeda dari yang biasa siswa dapatkan. Indikator aktivitas tertinggi pada pertemuan pertama adalah mendefinisikan, hal ini dikarenakan siswa dapat langsung mendefinisikan pengertian setelah membaca dan mengartikan maksud dari materi yang ada di LKS. Pada pertemuan kedua terjadi penurunan aktivitas yang cukup banyak yakni menjadi 75,59%. Hal ini dikarenakan kurang baiknya manajemen waktu siswa antara mengerjakan persoalan teori dengan melakukan eksperimen pembiasan pada plan-paralel sehingga penilaian afektif untuk ketrampilan karakter turun dan membuat indikator aktivitas lainnya kurang muncul. Walaupun ketrampilan sosial meningkat dari sebelumnya karena siswa saling bekerjasama, pembagian tugas untuk melakukan eksperimen tidak merata atau tidak bergantian sehingga nilai kecenderungan aktivitas untuk indikator melakukan eksperimen, menggambar skema pembiasan, dan membuat kesimpulan eksperimen setiap siswa berbeda. Pada

pertemuan ketiga, untuk meningkatkan kembali aktivitas siswa, peneliti terlebih dahulu memotivasi siswa untuk lebih aktif dan melakukan diskusi mendalam kembali dalam memprediksi jawaban pada setiap permasalahan di LKS dan mengingatkan siswa untuk lebih fokus agar siap dalam mengerjakan post-test pada pertemuan berikutnya. Hasil pertemuan ketiga menunjukkan aktivitas belajar siswa kembali meningkat menjadi 88,09%, walaupun dari afektif siswa baik karakter maupun ketrampilan sosial menurun dari pertemuan sebelumnya. Hal ini karena siswa lebih aktif dan fokus dalam mengerjakan LKS secara individu namun interaksi antar anggota dalam kelompok kurang. Sehingga dapat disimpulkan bahwa aktivitas siswa dapat turun atau meningkat sesuai dengan proses pembelajaran yang ada, yakni sangat baik ketika diberikan LKS yang menuntutnya memprediksi jawaban dengan membaca dan menganalisa materi yang ada di LKS, namun turun aktivitasnya ketika diberikan waktu untuk melakukan eksperimen karena tidak semua anggota akan ikut melakukan eksperimen dengan baik. Rata-rata penilaian aktivitas siswa dari tiga pertemuan adalah 85,51% sehingga dapat dikategorikan aktivitas belajar siswa sangat aktif .

Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa melalui penerapan model pembelajaran CIRC dapat menarik siswa untuk senang belajar dan membantu memahami pelajaran (Jayanti: 2008). Hasil pembelajaran berbasis DDCT dapat mengoptimalkan semua potensi yang dimiliki oleh siswa untuk mencari, menemukan, mengkonstruk, dan mengkomunikasikan hasik temuannya dalam bentuk lisan dan tulis dengan lebih baik (Salamah: 2008). Hasil penelitian sebelumnya tersebut menguatkan bahwa hasil belajar dengan menggunakan model pembelajaran Cooperative Integrated

Reading and Composition berbasis Deep

Dialogue Critical Thinking lebih baik

daripada di kelas kontrol serta dalam proses pembelajarannya siswa akan sangat aktif.

Tanggapan mengenai proses melalui penerapan model pembelajaran Cooperative

Integrated Reading and Composition

berbasis Deep Dialogue Critical Thinking dapat diketahui dari hasil wawancara dengan guru bidang studi fisika dan beberapa siswa.

(7)

Guru bidang studi menilai model pembelajaran CIRC berbasis DDCT baik untuk diterapkan dan dapat mendukung untuk tercapainya hasil belajar fisika yang lebih baik. Menurut siswa pembelajaran CIRC berbasis DDCT lebih menarik sehingga siswa lebih termotivasi dalam mengikuti pembelajaran daripada model pembelajaran yang biasa diterapkan di sekolah. Hal ini karena mereka dituntut untuk lebih aktif, siswa diberi kesempatan mengungkapkan pendapatnya tanpa rasa malu pada teman sendiri dalam kelompoknya, siswa lebih paham karena menemukan konsep dengan bahasa mereka sendiri, dan siswa yang pasif akan menjadi aktif dengan belajar bersama dalam kelompok yang heterogen.

Proses pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran

Cooperative Integrated Reading and

Composition berbasis Deep Dialogue

Critical Thinking memiliki beberapa kendala

dan kekurangan, yakni memotivasi kembali siswa dalam melakukan model pembelajaran yang sama setiap pertemuannya dan kurangnya manajemen waktu yang baik oleh siswa dalam mengerjakan LKS. Selain itu, dalam setiap pembelajaran harus benar-benar menekankan pada siswa untuk terlebih dahulu memprediksi jawabannya sendiri kemudian didiskusikan secara mendalam dengan kelompoknya. Solusinya guru harus membangun suasana santai namun serius agar siswa tidak merasa jenuh, selalu mengingatkan tentang penggunaan waktu yang efisien, dan menegaskan pada siswa dengan mengerjakan di lembar tugasnya sendiri sebelum berdiskusi. Kemudian perlu menekankan peran guru dalam pengelolaan kelas yang efektif agar tercipta keseriusan dan kedisiplinan siswa.

Penerapan model pembelajaran

Cooperative Integrated Reading and

Composition berbasis Deep Dialogue

Critical Thinking pada pembelajaran fisika

terbukti membuat siswa termotivasi dan mampu meningkatkan aktivitas siswa selama pembelajaran dan mempengaruhi hasil belajar siswa secara signifikan.

Pembahasan di atas menunjukkan bahwa pembelajaran fisika dengan menggunakan model pembelajaran

Cooperative Integrated Reading and

Composition berbasis Deep Dialogue

Critical Thinking dapat digunakan sebagai

informasi dan alternatif pembelajaran untuk mengajar fisika serta memperbaiki hasil belajar siswa. Dengan menggunakan model pembelajaran Cooperative Integrated

Reading and Composition berbasis Deep

Dialogue Critical Thinking kemampuan

siswa untuk mengingat materi yang telah dipelajari lebih baik dan bermakna.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil dan pembahasan pada bab sebelumnya, dapat diperoleh kesimpulan sebagai berikut.

1. Ada perbedaan yang signifikan antara hasil belajar fisika siswa menggunakan model pembelajaran Cooperative Integrated Reading and Composition berbasis Deep Dialogue Critical

Thinking dengan pembelajaran

konvensional pada pembelajaran fisika di kelas VIII SMPN 1 Bondowoso tahun ajaran 2012/2013.

2. Aktivitas belajar siswa selama mengikuti pembelajaran fisika menggunakan model pembelajaran Cooperative Integrated Reading and

Composition berbasis Deep Dialogue

Critical Thinking di kelas VIII SMPN 1

Bondowoso tahun ajaran 2012/2013 adalah sebesar 85.51%, sehingga termasuk dalam kategori sangat aktif.

DAFTAR PUSTAKA

Al-Hakim, S. 2009. Strategi Berdasarkan Pembelajaran Berdasarkan Deep

Dealogue/Critical Thinking

(DD/CT). Jakarta: P3G Dikdasmen

Basir. 1988. Evaluasi Pendidikan. Surabaya: Airlangga University PressJayanti, R. D. 2008. Ketuntasan Belajar

Melalui Penerapan Model

Pembelajaran Kooperatif Tipe Cooperativa Integrated Reading and Comprehension. Jurnal Pendidikan Ekonomi. I (2), 103-115.

Salamah, Umi. 2008. Pembelajaran Menulis Karya ilmiah Berbasis Deep Dialogue/Critical Thinking.

(8)

Slavin, R.E. 2005. Cooperative Learning;

Teori, Riset, dan Praktik. Bandung:

Nusamba.

Suparno, P. 2007. Metodologi Pembelajaran

Fisika. Yogyakarta: Universitas

Sanata Dharma

Trianto. 2010. Model Pembelajaran

Gambar

tabel dibawah ini.

Referensi

Dokumen terkait

Dalam kedudukannya sebagai pengelola barang, dan dihubungkan dengan amanat pasal 6 ayat (2) Undang-undang nomor 17 tahun 2003, Gubernur juga berwenang mengajukan usul untuk

Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak etanol daun petai cina (Leucaena glauca (L.) Benth.) memiliki kemampuan untuk menangkap radikal bebas dengan

Proporsi sebaran jenis fasilitas umum di masing-masing wilayah di Surabaya dengan menggunakan persentase untuk setiap fasilitas umum di Surabaya didapatkan hasil bahwa

Menurut Manuaba (2008; h.389) disebutkan perdarahan terjadi karena gangguan hormon, gangguan kehamilan, gangguan KB, penyakit kandungan dan keganasan genetalia. 55)

Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara strategi regulasi emosi cognitive reappraisal dengan kecenderungan gaya pengambilan keputusan hypervigilance

Tanaman jarak pagar yang diamati pada Tabel 2, memiliki rata-rata karakter arah ujung daun lurus ketas/lurus 90˚ dan memiliki karakter ujung daun yang meruncing.Bentuk ujung

Pengertian penghasilan yang merupakan obyek dari Pajak Penghasilan, menurut Pasal 4 UU PPh dirumuskan ”setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh