• Tidak ada hasil yang ditemukan

use) dengan variabel wellbeing. Pada kebanyakan siswa, tampak bahwa penerapan strength- knowledge dan strength-use yang tinggi dan sangat tinggi oleh

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "use) dengan variabel wellbeing. Pada kebanyakan siswa, tampak bahwa penerapan strength- knowledge dan strength-use yang tinggi dan sangat tinggi oleh"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

67

5.1. Bahasan

Berdasarkan hasil uji hipotesis yang dilakukan dengan teknik statistik non parametrik Kendall tau-b menggunakan program SPSS for windows versi 16 didapatkan hasil uji hipotesis dari variabel strength- based parenting knowledge dan wellbeing adalah r = 0,359 dengan p = 0,000 (p < 0,05). Sedangkan hasil uji hipotesis untuk variabel strength- based parenting use dan wellbeing adalah r = 0,373 dengan p = 0,000 (p < 0,05). Berdasarkan nilai r dari strength- based parenting knowledge dengan wellbeing dapat disimpulkan bahwakekuatan korelasinya berada pada taraf medium. Kekuatan korelasi untuk nilai r dari strength- based parenting use dengan wellbeing berada pada taraf medium pula.

Dengan demikian, hipotesis penelitian ini diterima, yaitu: Ada hubungan yang positif antara Strength- based parenting (strength knowledge dan strength use) dengan wellbeing pada remaja di SMA X Surabaya, Semakin tinggi strength- based parenting yang diterima remaja, maka semakin tinggi wellbeingnya, dan sebaliknya semakin rendah strength- based parenting yang diterima remaja, semakin rendah pula wellbeing remaja.

Hal ini juga didukung dengan hasil yang terlihat pada bagan 4.8 dan bagan 4.9 yang menggambarkan distribusi frekuensi antara variabel strength- based parenting (strength knowledge dan strength

(2)

use) dengan variabel wellbeing. Pada kebanyakan siswa, tampak bahwa penerapan strength- knowledge dan strength-use yang tinggi dan sangat tinggi oleh orangtua diikuti oleh tingkat wellbeing remaja yang tinggi dan sangat tinggi pula.

Dengan demikian, hal ini sesuai dengan yang diutarakan oleh Reckmeyer dan Robison (2016), ketika orangtua menggunakan gaya strength-based parenting, orangtua membantu anak-anak mereka untuk menemukan potensinya, membimbing dan mendidik anak, serta mengelola emosi anak sehingga anak menjadi sadar dan mengenal dirinya, khususnya apa yang menjadi kekuatannya. Pada akhirnya nanti anak dapat mengatasi permasalahan dalam hidupnya dengan kekuatan yang dimiliki.

Penelitian yang dilakukan oleh Waters (2015b) menunjukkan penerapan strength- based parenting berkaitan dengan menurunnya tingkat stres pada anak- anak karena anak dapat mengatasi stressnya itu dengan kekuatannya, misalnya dengan melakukan regulasi diri yang baik dan berusaha berpikir jernih. Selain itu, ketika anak sudah mampu mengelola emosinya secara positif, dan dapat mengetahui dan mengeksplorasi potensinya, maka relasinya dengan orang lain juga cenderung baik sehingga akhirnya anak dapat meningkatkan kebahagiaan dan kepuasan hidupnya. Pernyataan terakhir ini disimpulkan berdasarkan penelitian Waters (2015a) yang berjudul “Strength-based parenting and life satisfaction in teenagers” pada 689 orang remaja di sebuah SMA di

(3)

Australia. Strength-based parenting memberikan kontribusi yang signifikan terhadap kepuasan hidup remaja bahkan melampaui kontribusi dari gaya pengasuhan otoritatif. Orangtua yang menggunakan strength-based parenting menyadari kelebihan yang dimiliki oleh remaja dan kemudian mendorong remaja untuk mengaktualisasikan dirinya, sehingga remaja menjadi puas dengan kehidupannya, menjadi individu yang optimal secara psikologis, dan ke depannya remaja tersebut menjadi mandiri dalam menentukan setiap keputusannya, dengan kata lain remaja menjadi individu yang memiliki wellbeing yang makin baik.

Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Jach et al. (2017) yang berjudul “Strengths and Subjective Wellbeing in Adolescence: Strength-Based Parenting and the Moderating Effect of Mindset” pada 363 orang remaja di sebuah SMA di Australia. Salah satu hasil penelitiannya menunjukkan bahwa strength- based parenting dan penggunaan strength oleh remaja (strength use) berpengaruh secara positif terhadap subjective wellbeing remaja. Penerapan strength- based parenting tampaknya mendorong anak untuk menggunakan kekuatan yang dimilikinya dan kedua hal ini ternyata dapat meningkatkan subjective wellbeing remaja.

Penelitian ini memberi kontribusi dengan mendukung dan memperluas hasil penelitian sebelumnya, yaitu penelitian yang menghubungkan strength-based parenting dengan life satisfaction (Waters, 2015a) serta penelitian strength based parenting dengan

(4)

stress (Waters, 2015b). Penelitian ini merupakan penelitian awal mengenai strength- based parenting di Indonesia yang hasilnya mendukung pengaruh positif dari strength- based parenting terhadap perkembangan remaja, khususnya dalam meningkatkan wellbeing remaja.

Penelitian ini memiliki kelemahan- kelemahan yang dapat dijelaskan sebagai berikut:

1. Peneliti tidak bisa melakukan pengambilan sampel terhadap siswa kelas XII karena peneliti tidak memperhitungkan bahwa siswa kelas XII harus mengikuti ujian sekolah dan simulasi ujian nasional pada bulan Februari hingga pertengahan April. Oleh karena jadwal ujian siswa kelas XII sudah padat, maka peneliti hanya bisa mengambil data pada siswa kelas X dan kelas XI. Hal ini mengakibatkan sampel menjadi kurang representatif dalam mencerminkan populasi penelitian.

2. Pada penelitian ini, skala Pemberton Happiness Index section B yang mengukur experienced well-being tidak dipergunakan. Berdasarkan hasil dari uji validitas hanya ada 1 aitem saja yang valid dan hasil uji reliabilitas yang diperoleh hanya sebesar 0,436, yang berarti bahwa skala tersebut tidak reliabel. Hal ini mungkin disebabkan karena jawaban yang diberikan oleh subjek cenderung homogen ke arah positif sehingga tidak bisa membedakan antara remaja

(5)

yang memiliki wellbeing yang baik dengan yang tidak. Hal serupa juga dialami oleh Kristi (2017) dalam penelitiannya sehingga skala yang sama juga tidak bisa digunakan. 3. Pada penelitian ini, data strength- based parenting diambil

berdasarkan persepsi remaja bukan dari orangtua. Hasil penelitian mungkin berbeda apabila data yang diambil berdasarkan persepsi orangtua.

Selain itu, penelitian ini terbatas pada faktor pengasuhan orangtua yang mempengaruhi well-being. Peneliti tidak meneliti faktor- faktor lain yang mempengaruhi wellbeing remaja.

5.2. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa ada hubungan positif yang signifikan antara strength- based parenting dengan wellbeing pada remaja di sekolah X, dengan koefisien korelasi untuk strength knowledge dengan wellbeing sebesar 0,359 dan untuk strength- use dengan wellbeing sebesar 0,373. Semakin tinggi strength- based parenting yang diterima remaja, maka semakin tinggi wellbeingnya, dan sebaliknya semakin rendah strength- based parenting yang diterima remaja, maka semakin rendah pula wellbeing remaja.

(6)

5.3. Saran

Berikut ini adalah beberapa saran yang dapat digunakan untuk kepentingan praktis dan teoritis:

1. Bagi sekolah, diharapkan sekolah dapat menjalin kerjasama dengan orangtua untuk meningkatkan dan mempertahankan wellbeing pada remaja. Kerjasama yang dimaksud disini adalah sekolah dapat menjalin komunikasi dengan orangtua dan memberikan edukasi pada orangtua mengenai pentingnya pendekatan strength-based parenting bagi wellbeing pada remaja. Dengan demikian, komunikasi yang terjalin dengan orangtua tidak hanya terkait masalah akademis saja, tetapi juga mengenai upaya-upaya untuk mengembangkan wellbeing remaja dengan berfokus pada kekuatan atau kelebihan mereka.

2. Bagi remaja, diharapkan siswa menjadi peka akan pentingnya wellbeing di usia remaja sehingga siswa makin terdorong untuk mengeksplorasi kekuatan atau kelebihan yang dimiliki dengan berpartisipasi dalam kegiatan ekstrakurikuler, baik yang disediakan oleh sekolah maupun di luar sekolah, yang sesuai dengan kelebihannya itu. 3. Bagi orangtua, diharapkan orangtua ikut andil dalam

membimbing dan mendukung remaja dalam menumbuhkan wellbeing yang baik dengan cara menerapkan strength-

(7)

based parenting kepada remaja. Dengan demikian, remaja akan terbantu dalam memahami kelebihannya dan tujuan hidupnya.

4. Bagi penelitian selanjutnya

Diharapkan agar penelitian selanjutnya dapat mengambil data dengan menggunakan skala strength- based parenting dari persepsi orangtua selain dari persepsi remaja seperti pada penelitian ini. Diharapkan juga agar penelitian selanjutnya dapat memperluas penelitian mengenai wellbeing dengan meneliti faktor- faktor lain yang mempengaruhi wellbeing selain faktor parenting sesuai dengan konteks remaja, seperti adanya pengaruh teman, faktor kesehatan, dan target atau tujuan hidup. Selain itu, sebaiknya apabila peneliti mengambil data dari siswa-siswi di sekolah, peneliti perlu memperhitungkan sebelumnya apakah jadwal ujian sekolah akan bertabrakan dengan jadwal pengambilan data. Dianjurkan agar peneliti selanjutnya dapat mempertimbangkan waktu pembuatan alat ukur (bisa dipercepat) agar sesuai dengan jadwal sekolah. Akhirnya, penelitian berikutnya dapat mencari atau merancang alat ukur yang sesuai untuk wellbeing bagi remaja, khususnya untuk menggantikan alat ukur PHI section B yang tampaknya kurang sesuai dengan konteks Indonesia.

(8)

74

Pelajar.

Azwar, S. (1997). Reliabilitas dan validitas. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Azwar, S. (2012). Penyusunan skala psikologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Beddington, J. (2008). Foresight mental capital and wellbeing project. London: The Government Office for Science. Ben-Zur, H. (2002). Happy adolescents: The link between subjective

well-being, internal resources, and parental factors. Journal of Youth and Adolescene, 32(2), 67-79.

Fergusson, D., & Horwood, L. (2001). Review of findings on child and adolescent mental health. The Christchurch Health and Development, 35, 287-296.

Govindji, R., & Linley, P. A. (2007). Strengths use, self-concordance and well-being: Implications for strengths coaching and coaching psychologists. International Coaching Psychology Review, 2(2), 143-154.

Hervás, G., & Vázquez, C. (2013). Construction and validation of a measure of integrative well-being in seven languages: The pemberton happiness index. Health and Quality of Life Outcomes, 11, 1-13.

Vázquez, C. & Hervás, G. (2013). Addressing current challenges in cross- cultural measurement of wellbeing: The pemberton happiness index. In H. Knoop, & A. D. Fave, (Eds.), Well-being and cultures: Perspectives from positive psychology (pp 31- 49). New York: Springer.

(9)

Hefferon, K. & Boniwell, I. (2011). Positive psychology: Theory, research and applications. New York: McGraw-Hill Companies.

Jach, H.K., Sun, J., Loton, D., Chin, T., & Waters, L. (2017). Strengths and subjective wellbeing in adolescence: Strength-based parenting and the moderating effect of mindset. Journal of Happiness Studies, First Online, 1- 20. Kahneman, D (1999). Objective happiness. In D. Kahneman, E.

Diener, & N. Schwarz (Eds.), Well-being: The foundations of hedonic psychology (pp. 3-25). New York: Russell Sage Foundation.

Korua, S. F., Kanine, E., & Bidjuni, H. (2015). Hubungan pola asuh orang tua dengan perilaku bullying pada remaja SMK 1 Manado . e-journal Keperawatan, 3(2), 1-7.

Kristi, N. A. (2016).“Hubungan antara well-being orangtua pengasuhan otoritatif dan perilaku bermasalah pada remaja awal di SMP X dan SMP Y surabaya”. Skripsi. Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya.

Linley, P. A., & Harrington, S. (2006). Playing to your strengths. The Psychologists, 19(2), 86-89.

Michaelson, J., Mahony, S & Schifferes, J. (2012). Measuring well-being a guide for practitioners. London: New economics foundation.

Murphy, M., & Fonagy, P. (2013). Mental health problems in children and young people. In L. Claire et al. (Eds.).Chief medical officer's annual report 2012: Our children deserve

(10)

better: Prevention pays (pp 176- 188). London, England: Department of Health.

Reckmeyer, M & Robison, J. (2016). Strengths based parenting developing your children’s innate talents. New York: Gallup, Inc

Roberts, Y., Brophy, M., & Bacon, N. (2009). Parenting and well-being: Knitting families together. London: The Young Foundation.

Ryan, R. M., & Deci, E. L. (2001). On hapiness and human potentials: a review of research on hedonic and eudaimonic well-being. Annual Revision Psychology Journal, 52, 141-166.

Ryff, C. D. (1995). Psychological well-being in adult life. Current Directions in Psychological Science, 4(4), 99-104.

Salkind, N. J. & Rasmussen (2008). Encyclopedia of educational psychology. New Delhi: SAGE Publications, Inc.

Santrock, J. W. (2007a). Remaja Jilid 1 (edisi II). Jakarta: Penerbit Erlangga.

Santrock, J. W. (2007b). Remaja Jilid 2 (edisi II). Jakarta: Penerbit Erlangga.

Sarwono, J. (2006). Metode penelitian kuantitatif dan kualitatif. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Seligman, M. E., & Csikszentmihalyi, M. (2000). Positive psychology. American Psychologist, 55(1), 5-14.

(11)

Sugiyono, & Wibowo, E. (2002). Statistika penelitian dan aplikasinya dengan SPSS 10.0 for Windows. Bandung: Alfabeta.

Waterman, A.S. (1993) Two conceptions of hapiness: Contrasts of two personal expressiveness (eudaimonia) and hedonic enjoyment. Journal of Personality and Social Psychology, 64(4), 678-691.

Waters, L. (2015a). Strength based parenting and life satisfaction in teenagers. Advances in Social Sciences Research Journal, 2(11), 158-173.

Waters, L. (2015b). The relationship between strength-based parenting with children’s stress levels and strength-based coping approaches. Psychology, 6, 689-699.

Zukauskiene, R. (2014). Adolescence and well-being. In A. Beh-Arieh, F. Casas, I. Frones, & J.E. Korbin (Eds.), Handbook of child well-being: Theories, methods, and policies in global perspective (pp 1713- 1738). New York: Springer

Referensi

Dokumen terkait

Asumsi rute pergerakan kendaraan berat yang melewati traffic light Bundaran Solo Baru, yaitu sebagai berikut: (1) Kendaraan berasal dari lokasi penelitian menuju luar Kota

Untuk menentukan apakah hasil dari MythBusters memberikan bukti bahwa menguap itu menular, kita akan menerapkan logika yang sama seperti yang kita lakukan

Kesimpulan hasil penelitian dari 30 responden menunjukkan bahwa pengetahuan dan sikap ibu tentang alat kontrasepsi suntikan cyclofem dan depo progestin cukup tinggi

1) Mampu mengidentifikasi kebutuhan nutrisi. 2) Menunjukkan peningkatan fungsi pengecapan dari menelan. 3) Tidak terjadi penurunan berat badan yang berarti. 4) Anak dapat

Maintaining the First Lady’s Power as Reflected in Jane Cox’s Life in David Baldacci’s First Family.. Yogyakarta: Program Studi Pendidikan Bahasa Inggris, Universitas

Berdasarkan hal tersebut maka perlu dilakukan penelitian untuk membandingkan metode pembuatan tablet ODTs menggunakan metode granulasi basah dan kempa langsung sehingga

1.4 Batasan Masalah Masalah yang diangkat dalam skripsi ini terlalu luas jika diteliti secara menyeluruh, Agar penelitian lebih fokus dan tidak meluas dari pembahasan yang

1) Jurnal dengan judul “Kiblat Papat Limo Pancer” 13. Penelitian ini menerangkan mengenai sejarah Kiblat Papat Limo Pancer dalam diri manusia, lalu memberi