• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS KEPUASAN PELANGGAN DALAM MENINGKATKAN KINERJA MUTU ATRIBUT PRODUK MAINAN EDUKATIF (Studi Kasus Produk Shofia Toys ) YULITA VERANDA USMAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ANALISIS KEPUASAN PELANGGAN DALAM MENINGKATKAN KINERJA MUTU ATRIBUT PRODUK MAINAN EDUKATIF (Studi Kasus Produk Shofia Toys ) YULITA VERANDA USMAN"

Copied!
111
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS KEPUASAN PELANGGAN

DALAM MENINGKATKAN KINERJA MUTU ATRIBUT

PRODUK MAINAN EDUKATIF

(Studi Kasus Produk ’Shofia Toys’)

YULITA VERANDA USMAN

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2009

(2)

YULITA VERANDA USMAN. Customer Satisfaction Analysis in Improving The Quality Performance of Educational Toy Attributes (Case Study: Shofia Toys). Under direction of BUDI SUHARJO and DARWIN KADARISMAN.

Children love to play and want to know about anything in their surrounding. They need to grow and educational toys can facilitate them. The aim of this study was to improve quality performance of product attributes of Shofia Toys by analyzing its customer satisfaction.

Data analysis methods that used in this study were: focus group discussion (FGD) to identify educational toy attributes; top two boxes index to measure customer satisfaction level; and gap analysis, penalty-reward analysis and diagonal analysis to analyze influential factors of customers satisfaction. CHAID analysis was used to determine which one of the product attributes to be the priority of improvement.

There are 26 educational toy attributes that can be grouped into 6 quality dimensions of product, they are performance, reliability, aesthetics, conformance, durability, and serviceability. Customer satisfaction level of Shofia Toys products is 62,5% and dissatisfaction level is 1,0%. Based on the hierarchy of needs, all attributes are performance attributes, but their performance are not sufficient yet and have 19-47% of gaps between important and satisfaction level. At this time, company can do an improvement for the attibutes that related to ability to increase creativity of children; precision; durability; and smoothness of wood product. These are the priorities of quality performance improvement of Shofia Toys product attributes that can improve its customer satisfaction.

Key words: customer satisfaction, educational toy, product attributes

(3)

YULITA VERANDA USMAN. Analisis Kepuasan Pelanggan Dalam Meningkatkan Kinerja Mutu Atribut Produk Mainan Edukatif (Studi Kasus: Produk ’Shofia Toys’). Dibimbing oleh BUDI SUHARJO dan DARWIN KADARISMAN.

Anak merupakan masa depan bangsa dan kepada mereka dititipkan harapan dan cita-cita. Pertumbuhan dan perkembangan fisik, mental, spiritual, dan intelektual anak merupakan prioritas dan fokus perhatian semua pihak. Dunia anak sangat lekat dengan mainan dan bermain. Dengan bermain anak memiliki kesempatan untuk mengeksplorasi lingkungan dan mengembangkan keterampilan, nilai, sikap, toleransi, serta pemahaman. Bermain juga merupakan cara untuk mengeskpresikan perasaan dan emosi seorang anak. Oleh sebab itu kebutuhan dan minat terhadap mainan yang memiliki sifat mendidik (edukatif) terus meningkat dan diikuti pula dengan semakin tingginya tingkat persaingan pada produk tersebut. Namun demikian, produk-produk mainan edukatif yang beredar di pasar saat cenderung memiliki kesamaan dalam hal desain dan bentuknya. Menyadari hal ini, perusahaan harus meningkatkan kreativitas dan menghasilkan produk-produk mainan edukatif yang bermutu dengan pelayanan yang semakin prima. Produk yang dihasilkan harus memiliki nilai tambah yang akan menjadi pembeda (diferensiator) di antara produk-produk sejenis lainnya. Oleh sebab itu perusahaan perlu mengetahui apa yang menjadi harapan dan persepsi pelanggannya terhadap produk dan layanan yang selama ini diberikannya melalui pemantauan dan pengukuran terhadap harapan dan persepsi tersebut. Selanjutnya informasi yang diperoleh dari hasil pemantauan dan pengukuran kepuasan pelanggan itu akan menjadi masukan (input) untuk melakukan peningkatan yang diperlukan, sehingga kepuasan pelanggan dapat terus ditingkatkan dan di kemudian hari diharapkan akan menumbuhkan loyalitas pelanggan.

Penelitian ini bertujuan: (1) mengidentifikasi atribut produk mainan edukatif; (2) mengukur tingkat kepuasan pelanggan terhadap produk Shofia Toys; (3) menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan pelanggan; serta (4) menentukan atribut produk yang menjadi prioritas untuk ditingkatkan oleh perusahaan agar kepuasan pelanggan meningkat.

Data yang dibutuhkan dalam penelitian ini terdiri dari data primer yang diperoleh melalui survei dengan menggunakan kuesioner, wawancara dan observasi lapangan, serta data sekunder yang diperoleh dengan metode desk review. Survei dilakukan pada outlet Shofia Toys di Mal Taman Anggrek, Jakarta Barat yang merupakan outlet mandiri yang dimiliki perusahaan di wilayah DKI Jakarta. Survei menggunakan teknik intercept strore sampling (convenience sampling) dengan responden sejumlah 100 orang.

Pengolahan dan analisis data dilakukan dengan metode: focus group discussion (FGD) untuk mengidentifikasi atribut produk mainan edukatif yang

(4)

analisis diagonal (Suharjo split) untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan pelanggan. Selanjutnya CHAID analysis digunakan untuk menentukan prioritas peningkatan kinerja mutu atribut produk.

Dari hasil FGD diperoleh 26 atribut produk mainan edukatif yang dapat dikelompokkan ke dalam 6 dimensi mutu, yaitu: fungsi utama produk, keandalan, estetika, kesesuaian, daya tahan, dan kemampulayanan. Berdasarkan hasil survei diperoleh tingkat kepuasan pelanggan terhadap produk Shofia Toys adalah sebesar 62,5% dan tingkat ketidakpuasan pelanggan sebesar 1,0%. Namun demikian tingkat kepuasan pelanggan pada setiap atribut produk sebesar 39-78% dan tingkat ketidakpuasannya adalah sebesar 0-32%, dimana atribut yang berhubungan dengan suara/bunyi memiliki tingkat kepuasan terendah (39%) dan tingkat ketidakpuasan tertinggi (32%).

Berdasarkan hirarki kebutuhannya seluruh atribut produk Shofia Toys dikategorikan sebagai performance attributes. Atribut-atribut produk tersebut memiliki kinerja yang belum memadai karena berada dibawah garis efisien dan memiliki nilai negatif, sedangkan kesenjangan (gap) antara tingkat kepentingan dan kepuasan pelanggan masing-masing atribut produk sebesar 19-47% artinya kinerja atribut-atribut produk Shofia Toys tersebut dapat memenuhi harapan pelanggannya sebesar 53-81% (berdasarkan responden yang memberikan jawaban puas dan sangat puas).

Peningkatan kinerja mutu atribut produk Shofia Toys akan dilakukan berdasarkan prioritas, dimana terdapat 6 atribut produk yang berpengaruh secara signifikan terhadap kepuasan pelanggan produk Shofia Toys, yaitu atribut-atribut yang terkait dengan (1) daya tahan (tidak mudah rusak); (2) ketelitian pengerjaan produk; (3) kehalusan pengerjaan produk; (4) kesesuaian fungsi produk dengan usia anak; (5) kemampuan untuk mengingkatkan kreativitas anak; dan (6) suara (bunyi) produk. Dari keenam atribut tersebut, saat ini prioritas peningkatan dapat dilakukan berturut-turut pada atribut yang terkait dengan (1) kemampuan untuk meningkatkan kreativitas anak; (2) ketelitian pengerjaan produk; (3) daya tahan produk (tidak mudah rusak); serta (4) kehalusan pengerjaan produk agar kepuasan menyeluruh (overall satisfaction) terhadap produk Shofia Toys meningkat. Kata kunci: kepuasan pelanggan, mainan edukatif, atribut produk

(5)

Dengan ini saya menyatakan dengan sebenar-benarnya, bahwa laporan akhir yang berjudul:

Analisis Kepuasan Pelanggan Dalam Meningkatkan Kinerja Mutu Atribut Produk Mainan Edukatif (Studi Kasus Produk ’Shofia Toys’)

merupakan hasil karya saya sendiri dibawah bimbingan komisi pembimbing, kecuali yang dengan jelas ditunjukkan rujukannya. Laporan akhir ini belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar pada program sejenis di perguruan tinggi lain serta belum pernah dipublikasikan.

Semua data dan informasi yang dipergunakan telah dinyatakan secara jelas dan dapat diperiksa kebenarannya.

Bogor, April 2009

Yulita Veranda Usman F352064215

(6)

DALAM MENINGKATKAN KINERJA MUTU ATRIBUT

PRODUK MAINAN EDUKATIF

(Studi Kasus Produk ’Shofia Toys’)

YULITA VERANDA USMAN

Laporan Akhir

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Profesional pada

Program Studi Industri Kecil Menengah

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2009

(7)

@ Hak Cipta milik IPB, tahun 2009

Hak Cipta dilindungi Undang-undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh Karya Tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebut sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar bagi IPB.

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.

(8)

Kasus Produk ’Shofia Toys’). Nama Mahasiswa : Yulita Veranda Usman Nomor Pokok : F352064215

Program Studi : Industri Kecil Menengah

Disetujui Komisi Pembimbing

Ir. H. Darwin Kadarisman, MS Anggota

Dr. Ir. Budi Suharjo, MS Ketua

Diketahui

Dekan Sekolah Pascasarjana

Prof. Dr. Ir. H. Khairil A. Notodiputro, MS Ketua Program Studi

Industri Kecil Menengah

Prof. Dr. Ir. H. Musa Hubeis, MS. Dipl. Ing. DEA

Tanggal Ujian : 7 April 2009 Tanggal Lulus :

(9)

Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 22 Juli 1969 sebagai anak ketiga dari lima bersaudara dari ayah Jamin B. Usman (alm.) dan ibu Ulfah Lagonah (almh.). Pendidikan sarjana ditempuh di Sekolah Tinggi Manajemen Industri Departemen Perindustrian Republik Indonesia, lulus pada tahun 1993. Pada tahun 2007, penulis diterima di Program Studi Industri Kecil Menengah Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

Saat ini penulis bekerja di PT Focus Consulting Group yang berlokasi di Cibinong, Bogor. Sejak pertengahan tahun 2006 sampai sekarang dipercaya sebagai penanggungjawab pada divisi Pelatihan dan sebelumnya pada tahun 2004-2006 bertanggungjawab pada divisi Pemasaran. Selain itu penulis telah berkecimpung dalam bidang Sistem Manajemen sebagai Konsultan dan Instruktur pelatihan di beberapa perusahaan sejak tahun 1997.

(10)

Puji dan syukur penulis panjatkan ke Hadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga Laporan Tugas Akhir ini berhasil diselesaikan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Profesional pada Program Studi Industri Kecil Menengah Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

Penulis menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya atas pengarahan, masukan, dorongan dan pengertiannya dalam penyusunan dan penyelesaian Laporan Tugas Akhir ini, kepada:

1. Bapak Dr. Ir. Budi Suharjo, MS dan Bapak Ir. Darwin Kadarisman, MS selaku Komisi Pembimbing.

2. Seluruh dosen dan staf penunjang pada Program Studi Industri Kecil Menengah Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, khususnya Mbak Vera, Mas Haer dan Bang Toib.

3. Keluarga besar penulis yang dengan sabar terus memberikan dorongan dan do’a yang tiada hentinya, khususnya Ade Agustiana Usman yang banyak membantu dalam pelaksanaan survei ini.

4. Rekan-rekan mahasiswa/i MPI IPB angkatan 09, Puty dan Anna, serta rekan kerja di PT Focus Consulting Group.

5. Pimpinan dan karyawan CV Edutama Perkasa, serta pihak-pihak lain yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu.

Penulis berharap bahwa Laporan Tugas Akhir ini dapat bermanfaat bagi peningkatan kinerja mutu produk mainan edukatif serta memberikan kontribusi pemikiran bagi semua pihak yang berkepentingan. Namun demikian penulis menyadari masih terdapat kekurangan dalam Laporan Akhir ini, oleh karena itu saran dan masukan untuk perbaikan dan penyempurnaannya di masa mendatang akan diterima dengan hati lapang dan penuh rasa terima kasih.

Bogor, April 2009 Penulis

(11)

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv I. PENDAHULUAN ... 1 A. Latar Belakang ... 1 B. Perumusan Masalah ... 3 C. Tujuan ... 4 D. Kegunaan ... 4

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 5

A. Konsep Produk ... 5

B. Konsep Kepuasan Pelanggan ... 11

C. Survei Kepuasan Pelanggan ... 15

D. Konsep Manajemen Mutu ... 19

III. METODE KAJIAN ... 23

A. Kerangka Pemikiran Konseptual ... 23

B. Tata Laksana Penelitian ... 24

IV. PROFIL PERUSAHAAN ... 37

A. Visi dan Misi ... 37

B. Organisasi ... 38

C. Layout Pabrik ... 39

D. Mesin dan Peralatan ... 41

E. Bahan Baku dan Bahan Pendukung ... 42

F. Proses Produksi ... 42

G. Pemasaran ... 43

H. Praktek-praktek Manajemen Mutu Perusahaan ... 44

V. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 46

A. Identifikasi Atribut Produk ... 46

B. Uji Reliabilitas ... 48

C. Profil Responden ... 48

D. Tingkat Kepuasan Pelanggan ... 50

E. Analisis faktor-faktor yang Mempengaruhi Kepuasan Pelanggan ... 55

(12)

A. Kesimpulan ... 66

B. Rekomendasi ... 67

DAFTAR PUSTAKA ... 68

LAMPIRAN ... 71

(13)

No. Teks Halaman

1. Praktek-praktek manajemen mutu CV Edutama Perkasa ... 44

2. Atribut produk dan pengelompokkannya dalam dimensi mutu produk ... 46

3. Profil demografi responden yang dominan ... 48

4. Tingkat kepuasan dan ketidakpuasan pelanggan terhadap atribut produk 51

5. Tingkat kepuasan pelanggan berdasarkan domisili responden ... 53

6. Tingkat kepuasan pelanggan berdasarkan usia responden ... 53

7. Tingkat kepuasan pelanggan berdasarkan jenis kelamin responden ... 54

8. Tingkat kepuasan pelanggan berdasarkan usia anak responden ... 54

9. Tingkat kepuasan pelanggan berdasarkan pengeluaran responden ... 55

10. Kelompok atribut-atribut produk Shofia Toys ... 56

11. Hasil perhitungan kesenjangan (gap) ... 58

(14)

No. Teks Halaman

1. Daur hidup produk ... 6

2. Diagram konsep kepuasan pelanggan ... 13

3. Berbagai elemen pemberi kepuasan pelanggan ... 15

4. Model umum untuk pengembangan dan penggunaan kuesioner kepuasan pelanggan ... 16

5. Metode penarikan sampel ... 19

6. Model pendekatan proses – Sistem Manajemen Mutu yang menjelaskan klausul-klausul dalam standar ISO 9001 ... 22

7. Kerangka pemikiran konseptual ... 23

8. Bagan alir penelitian ... 25

9. Analisis diagonal – Suharjo split ... 33

10. Diagram pohon dalam analisis CHAID ... 36

11. Struktur organisasi CV Edutama Perkasa ... 39

12. Layout pabrik CV Edutama Perkasa ... 40

13. Proses produksi mainan kayu (wooden toys) ... 42

14. Tingkat kesenjangan (gap) pada setiap atribut produk ... 60

15. Analisis diagonal atribut produk Shofia Toys ... 61

16. Diagram pohon faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan pelanggan terhadap produk Shofia Toys ... 64

(15)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Teks Halaman

1. Hasil diskusi dengan kelompok pelanggan (FGD) ... 72

2. Kuesioner penelitian ... 79

3. Profil responden penelitian ... 84

4. Distribusi kepentingan pelanggan terhadap produk Shofia Toys ... 86

5. Distribusi kepuasan pelanggan terhadap produk Shofia Toys ... 90

6. Matriks penalty-reward analysis ... 94

7. Album photo – CV Edutama Perkasa ... 97

(16)

A. Latar Belakang

Anak-anak merupakan masa depan bangsa dan kepada mereka dititipkan harapan dan cita-cita. Oleh sebab itu orang tua dan masyarakat dituntut untuk selalu memberikan yang terbaik bagi kehidupan seorang anak. Pertumbuhan dan perkembangan anak merupakan prioritas dan fokus perhatian semua pihak. Tidak hanya makanan dan minuman yang bergizi untuk kepentingan raga-nya yang harus diperhatikan, tetapi juga hal-hal yang berkaitan dengan pertumbuhan atau perkembangan mental, spiritual, dan intelektualnya yang disesuaikan dengan dunia mereka yang selalu ceria.

Tidak dapat dipungkiri bahwa dunia anak sangat lekat dengan mainan, karena setiap anak suka bermain dan bermain pada hakikatnya merupakan kebutuhan dasar manusia. Menurut para ahli, dengan bermain anak memiliki kesempatan untuk mengeksplorasi lingkungan dan mengembangkan keterampilan, nilai, sikap, toleransi, serta pemahaman. Bermain merupakan cara untuk mengeskpresikan perasaan dan emosi yang lebih cepat dibandingkan menyampaikan ekspresi secara verbal. Montessori (1961) dalam Ismail (2006) menggambarkan anak yang sedang bermain berada dalam keserasian sepenuhnya dengan hukum dasar dari aktivitas alamiah. Roger juga menekankan bahwa salah satu kondisi internal untuk kreativitas konstruktif adalah kemampuan untuk bermain dengan unsur-unsur dan konsep-konsep sedangkan menurut teori Rekapitulasi, melalui bermain anak dapat melewati tahap-tahap perkembangan yang sama dari perkembangan sejarah umat manusia. Melalui kegiatan bermain, anak dapat memuaskan keinginannya yang terpendam atau mungkin tertekan (Ismail 2006)

Plato, seorang filosof Yunani (470-390 SM), dianggap sebagai orang pertama yang menyadari betapa pentingnya bermain jika ditinjau dari segi nilai praktisnya. Menurut Plato, anak-anak akan mudah mempelajari aritmatika melalui pemberian alat-alat permainan. Filosof lainnya, Aristoteles (384-322

(17)

SM), berpendapat bahwa anak-anak perlu didorong untuk bermain dengan apa yang akan mereka tekuni di masa dewasa nanti (Ismail 2006).

Dengan memperhatikan berbagai hal tersebut, CV Edutama Perkasa membuat produk mainan yang bersifat mendidik (edukatif) dan diberi nama dagang (merek) ’Shofia Toys’. Mainan edukatif tersebut diharapkan dapat mendukung tumbuh kembang anak dan memberikan kepuasan emosional kepada anak. Produk Shofia Toys, sejak pertama kali dipasarkan pada tahun 2002 sampai sekarang, cukup menarik minat dan ketertarikan orang untuk membeli atau menggunakannya. Produk yang awalnya berfungsi sebagai mainan edukatif tersebut, saat ini telah pula menjadi kebutuhan anak-anak yang sedang melakukan terapi yang disebabkan oleh penyakit tertentu yang mereka derita, bahkan orang dewasa pun telah menggunakannya, sehingga permintaan akan produk mainan edukatif ini pun menjadi semakin meningkat. Hal ini menunjukkan, bahwa usaha produk mainan edukatif memiliki prospek yang cukup baik di masa mendatang dan tentu saja membawa konsekuensi kepada persaingan usaha yang semakin tajam.

Seiring dengan peningkatan minat masyarakat dan persaingan tersebut, perusahaan menyadari harus terus meningkatkan kreativitas dan menghasilkan produk-produk mainan edukatif yang bermutu dengan pelayanan yang semakin prima. Produk mainan edukatif tersebut setidaknya harus sesuai dengan tujuan penggunaan yang diharapkan, di antaranya yaitu: dapat melatih gerak atau perkembangan motorik halus dan kasar, mengenal konsep-konsep dasar (pengenalan bentuk, warna, dan lain-lain), serta meningkatkan daya kreativitas, keterampilan, imajinasi, fantasi dan konsentrasi yang dibutuhkan seseorang anak, tanpa kehilangan unsur kegembiraan (bermain). Namun saat ini produk-produk mainan edukatif yang berada di pasar cenderung sama dalam hal desain dan bentuk produk. Inovasi dalam menghasilkan produk agar memiliki keunggulan dan nilai tambah yang akan menjadi pembeda (diferensiator) di antara produk-produk mainan edukatif lainnya sangat diperlukan. Selain itu kemudahan untuk mendapatkan produk, ketersediaan produk yang diinginkan serta respon perusahaan terhadap keinginan dan keluhan pelanggan menjadi faktor pendukung yang sangat penting yang harus diperhatikan perusahaan untuk ditingkatkan.

(18)

Oleh sebab itu, CV Edutama Perkasa sebagai perusahaan yang berorientasi pada pelanggan, bermaksud meningkatkan kinerja mutu atribut produk yang dihasilkannya agar kepuasan pelanggan meningkat. Kepuasan pelanggan adalah persepsi pelanggan terhadap sejauh mana (tingkat) persyaratan pelanggan dapat dipenuhi (ISO 2000a). Perusahaan perlu mengetahui apa yang menjadi persepsi pelanggannya terhadap produk dan layanan yang selama ini diberikannya melalui kegiatan pemantauan dan pengukuran terhadap harapan dan persepsi tersebut. Selanjutnya informasi yang diperoleh dari hasil pemantauan dan pengukuran kepuasan pelanggan itu akan menjadi masukan (input) untuk melakukan peningkatan yang diperlukan, sehingga kepuasan pelanggan dapat terus ditingkatkan dan di kemudian hari akan menumbuhkan loyalitas pelanggan.

B. Perumusan Masalah

Selama lebih dari 6 tahun sejak berdirinya, CV Edutama Perkasa terus mengalami peningkatan omset penjualannya. Peningkatan penjualan mencapai ± 15% per tahun, namun di sisi lain produk Shofia Toys menghadapi persaingan usaha yang semakin tajam dengan terus bertambahnya produk mainan edukatif sejenis. Oleh sebab itu perusahaan merasa perlu untuk meningkatkan mutu produk dan memberikan pembeda (diferensiator) pada produk-produknya, termasuk pelayanan yang diberikannya agar kepuasan pelanggan meningkat dan pelanggan dapat dipertahankan, bahkan terus ditingkatkan.

Berdasarkan hasil identifikasi tersebut, permasalahan produk Shofia Toys dapat dirumuskan sebagai berikut:

(1) Bagaimana tingkat kepuasan pelanggan terhadap produk-produk Shofia Toys?

(2) Faktor-faktor apa yang mempengaruhi kepuasan pelanggan terhadap produk-produk Shofia Toys?

(3) Atribut produk apa yang harus ditingkatkan kinerjanya sehingga dapat meningkatkan kepuasan pelanggan?

(19)

C. Tujuan

Penelitian ini bertujuan:

1. Mengidentifikasi atribut produk mainan anak edukatif;

2. Mengukur tingkat kepuasan pelanggan terhadap produk Shofia Toys;

3. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan pelanggan terhadap produk Shofia Toys;

4. Menentukan atribut produk Shofia Toys yang menjadi prioritas untuk ditingkatkan oleh perusahaan agar kepuasan pelanggan meningkat.

D. Kegunaan

Penelitian ini diharapkan akan berguna bagi peningkatan kinerja (performance) mutu atribut produk-produk Shofia Toys, baik dari kualitas (mutu) mainan (barang) maupun pelayanan yang dapat diberikan berdasarkan kebutuhan dan harapan pelanggannya dan selanjutnya diharapkan akan berdampak pula terhadap peningkatan kinerja perusahaan secara keseluruhan.

(20)

A. Konsep Produk 1. Produk dan Jasa

Manusia memuaskan kebutuhan dan keinginan mereka dengan produk dan jasa. Produk adalah segala sesuatu yang dapat ditawarkan ke pasar untuk diperhatikan, dimiliki, digunakan, atau dikonsumsi yang dapat memuaskan kebutuhan atau keinginan. Produk mencakup objek fisik, jasa orang, tempat, organisasi, gagasan atau bauran dari semua bentuk-bentuk tersebut. Jasa adalah segala aktivitas atau manfaat yang dapat ditawarkan oleh suatu kelompok kepada yang lainnya, yang pada dasarnya tidak nyata (berwujud) dan tidak berakibat pada kepemilikan apapun. Namun demikian penawaran perusahaan ke pasar seringkali mencakup baik itu barang berwujud maupun jasa (Kotler dan Armstrong 2001). Dalam ISO 9000 (2000a), produk didefinisikan tidak hanya bermakna barang tetapi juga jasa.

Dalam konsep produk (product concept), perusahaan berpendapat bahwa konsumen akan menyukai produk-produk yang menawarkan fitur yang paling bermutu, berkinerja, dan inovatif. Perusahaan memusatkan perhatian untuk menghasilkan produk yang unggul dan memperbaiki mutunya dari waktu ke waktu (Kotler 2005a). Namun demikian konsep produk juga dapat menyebabkan myopia pemasaran yaitu tidak memperhatikan tantangan yang berkembang dalam industrinya. Perusahaan mendapat sedikit atau tidak mendapat sama sekali masukan pelanggan dan sering sekali mereka bahkan tidak mengamati produk-produk pesaing (Kotler dan Armstrong 2001).

Produk sendiri memiliki lima tahap daur hidup (product life-cycle) sejak masih konsep sampai mati (Gambar 1), yaitu:

1. Pengembangan produk dimulai ketika perusahaan menemukan dan mengembangkan suatu gagasan produk baru selama pengembangan produk, penjualan sebesar nol dan biaya investasi perusahaan menumpuk.

(21)

2. Pengenalan adalah periode pertumbuhan penjualan yang lambat ketika produk diperkenalkan di pasar. Laba belum diperoleh pada tahap ini karena biaya pengenalan produk sangat besar.

3. Pertumbuhan adalah periode penurunan pasar dan peningkatan laba yang pesat.

4. Kedewasaan adalah periode pertumbuhan penjualan yang menurun karena produk telah diterima oleh sebagian besar pembeli potensial. Tingkat laba tetap atau menurun karena pengeluaran pemasaran bertambah untuk mempertahankan produk menghadapi pesaing.

5. Penurunan adalah periode ketika penjualan turun dan laba merosot.

Penjualan dan Laba

Waktu

Laba

Penjualan

Pengembangan Pengenalan Pertumbuhan Kedewasaan Penurunan Kerugian dan

investasi

Gambar 1 Daur hidup produk (Kotler dan Armstrong 2001)

Tidak semua produk mengikuti daur hidup produk ini. Beberapa produk diperkenalkan dan mati dengan cepat, lainnya tetap berada dalam tahap kedewasaan untuk waktu yang lama. Beberapa memasuki tahap penurunan dan kemudian terdaur kembali ke dalam tahap pertumbuhan melalui promosi yang kuat dan positioning ulang (Kotler dan Armstrong 2001).

(22)

2. Mainan Edukatif

Pada dasarnya, semua jenis dan bentuk mainan anak memiliki muatan pendidikan atau bersifat edukatif karena sesungguhnya anak ketika melakukan aktivitas bermain, ia sedang belajar. Mainan edukatif atau yang biasa dikenal juga dengan alat permainan edukatif (APE) adalah jenis mainan yang bersifat edukatif atau dapat memenuhi syarat sebagai perangsang bagi anak untuk terjadinya proses belajar anak (Ismail 2006). APE yang baik adalah yang dapat mengembangkan totalitas kepribadian anak, bukan karena kelucuan atau kebagusannya. Adapun ciri mainan edukatif (APE) yaitu:

(1) dapat merangsang anak secara aktif berpartisipasi dalam proses, tidak pasif atau hanya diam;

(2) bentuk mainan biasanya ”instrumen” sehingga memungkinkan bagi anak untuk membentuk, merubah, dan mengembangkan sesuai dengan imajinasinya;

(3) dibuat dengan tujuan tertentu, sesuai dengan target usia anak.

Menurut Ismail (2006), bermain pada anak-anak ditujukan untuk mengembangkan tiga kemampuan pokok, yaitu:

(1) Kemampuan fisik-motorik (psikomotor). Dengan bergerak seorang anak akan terlatih motorik kasarnya, sehingga memiliki sistem perototan yang terbentuk secara baik dan sehat. Kemampuan motorik halus dapat dilatih dengan permainan seperti: puzzle, membedakan bentuk, dan sebagainya. (2) Kemampuan sosial-emosional (afektif). Anak melakukan aktivitas bermain

karena ia merasa senang untuk melakukannya dan seiring dengan pertumbuhannya anak akan mengalami proses sosialisasi, bergaul dengan orang-orang di sekitarnya.

(3) Kemampuan kecerdasan (kognisi). Dalam proses bermain, anak juga bisa diperkenalkan dengan perbendaharaan huruf, angka, kata, bahasa, komunikasi timbal-balik, maupun mengenal obyek-obyek tertentu.

(23)

Selain unsur edukatifnya, dalam produk mainan anak edukatif juga perlu diperhatikan hal-hal yang berkaitan dengan unsur keamanan dan kesehatan di antaranya: desain produk, bahan baku yang digunakan, keamanan elektrikal, kebisingan suara dan kandungan logam atau unsur berbahaya, serta pemberian label peringatan pada produk mainan anak yang dihasilkannya. Standar mutu produk dapat menggunakan atau merujuk pada standar-standar yang sudah ditetapkan oleh pemerintah (nasional) ataupun standar internasional. Badan Standarisasi Nasional (BSN) telah mengeluarkan standar mengenai keamanan produk mainan anak, yaitu: (1) SNI 12-6527.1-2001; Keamanan mainan – Bagian 1: Spesifikasi sifat fisis dan mekanis, (2) SNI 12-6527.2-2001; Keamanan mainan – Bagian 2: Spesifikasi sifat mudah terbakar, (3) SNI 12-6527.3-2001; Keamanan mainan – Bagian 3: Spesifikasi untuk perpindahan elemen-elemen tertentu, dan (4) SNI 12-6527.4-2001 Keamanan mainan – Bagian 4: Spesifikasi untuk peralatan percobaan kimia dan aktivitas yang terkait. Terdapat pula standar internasional untuk keamanan produk mainan anak, diantaranya EN71-1988 part 3; Safety of Toys (keamanan mainan) dan ISO/IEC Guide 50:2002; Safety Aspects – Guidelines for child safety.

3. Dimensi Mutu Produk dan Jasa

Produk merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kepuasan pelanggan. Oleh sebab itu produk harus memiliki pembeda (diferensiator) yang nyata dan tak diragukan. Menurut Kotler (2005a), variabel-variabel yang merupakan pembeda produk (diferensiasi produk) mencakup:

(1) Bentuk merupakan diferensiasi produk berdasarkan ukuran, model, atau struktur fisik produk.

(2) Fitur (feature) merupakan pelengkap fungsi dasar produk.

(3) Kinerja (performance) adalah tingkat berlakunya karekteristik dasar produk. Tingkat kinerja produk disesuaikan dengan pasar sasaran dan tingkat kinerja pesaingnya.

(24)

(4) Kesesuaian (conformance) adalah tingkat kesesuaian produk terhadap spesifikasi sasaran yang dijanjikan.

(5) Daya tahan (durability) adalah ukuran usia yang diharapkan terhadap penggunaan produk dalam kondisi nomal.

(6) Keandalan (reliability) adalah ukuran probabilitas bahwa produk tersebut tidak akan gagal atau rusak dalam periode waktu tertentu.

(7) Mudah diperbaiki adalah ukuran kemudahan untuk memperbaiki produk ketika produk itu rusak atau gagal.

(8) Gaya (style) menggambarkan penampilan dan perasaan yang ditimbulkan oleh produk itu bagi pembeli.

(9) Desain adalah totalitas fitur yang mempengaruhi penampilan dan fungsi produk tertentu sesuai dengan persyaratan pelanggan.

Banyak penelitian dilakukan oleh para pakar di bidang manajemen mengenai dimensi mutu yang mempengaruhi kualitas produk dan jasa, termasuk menentukan dimensi mutu mana yang paling menentukan dalam kualitas produk dan jasa tertentu. Beberapa diantaranya yang paling banyak dikenal adalah dimensi mutu jasa yang dikemukakan oleh Parasuraman et al. (1985) dalam Jasfar (2005) dan dimensi mutu produk yang dikemukakan oleh Garvin (1988).

David Garvin (1988), melalui penelitian yang dilakukannya terhadap beberapa industri manufaktur mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi konsumen dalam menilai kualitas produk, mendefinisikan delapan dimensi yang dapat digunakan untuk menganalisis karakteristik mutu produk, yaitu:

(1) Performance (performansi), berkaitan dengan aspek fungsional dari suatu produk dan merupakan karekteristik utama yang dipertimbangkan konsumen ketika ingin membeli suatu produk.

(2) Feature merupakan aspek kedua dari performance yang menambah fungsi dasar, berkaitan dengan pilihan-pilihan dan pengembangannya. Seringkali terdapat kesulitan untuk memisahkan karakteristik performance dan feature. Biasanya konsumen mendefinisikan nilai dalam bentuk fleksibilitas dan

(25)

kemampuan mereka untuk memilih feature yang ada dan mutu dari feature

itu sendiri.

(3) Reliability (keandalan), berkaitan dengan kemungkinan suatu produk melaksanakan fungsinya secara berhasil dalam periode waktu tertentu di bawah kondisi tertentu (kemungkinan tingkat keberhasilan dalam penggunaan produk).

(4) Conformance (kesesuaian), berkaitan dengan tingkat kesesuaian produk terhadap spesifikasi yang telah ditetapkan sebelumnya berdasarkan keinginan konsumen. Kesesuaian merefleksikan tingkat dimana karakteristik rancangan produk dan karakteristik operasi memenuhi standar yang telah ditetapkan (conformance to requirements).

(5) Durability (daya tahan) merupakan ukuran masa pakai suatu produk.

(6) Serviceability (kemampulayanan) merupakan karakteristik yang berkaitan dengan kecepatan, keramahan, kesopanan, kompetensi, kemudahan dan akurasi dalam perbaikan.

(7) Aesthetics (estetika) merupakan karakteristik yang bersifat subyektif sehingga berkaitan dengan pertimbangan pribadi dan refleksi dari preferensi individual.

(8) Perceived quality (mutu yang dirasakan) bersifat subyektif, berkaitan dengan perasaan konsumen dalam mengkonsumsi suatu produk dan merupakan karakteristik yang berkaitan dengan reputasi (image) produk dan perusahaan.

Parasuraman et al. (1985) dalam Jasfar (2005) berhasil mengidentifikasi sepuluh faktor yang dinilai konsumen dan merupakan faktor utama yang menentukan kualitas jasa melalui penelitian yang dilakukan terhadap beberapa jenis industri jasa, yaitu access, communication, competence, courtesy, credibility, reliability, responsiveness, security, understanding, dan tangibles. Namun pada tahun 1988, Parasuraman (et al.) kembali melakukan penelitian pada kelompok fokus (focus group), baik pengguna maupun penyedia jasa dan akhirnya

(26)

yang diidentifikasi pada penelitian pertama ternyata memiliki hubungan yang sangat kuat dan dapat dijadikan dalam satu dimensi mutu. Kelima dimensi mutu jasa tersebut adalah (Jasfar 2005; Kotler 2005b; Lupiyoadi dan Hamdani 2006): (1) Reliability (keandalan), yaitu kemampuan untuk memberikan pelayanan

yang dijanjikan secara akurat dan terpercaya atau meyakinkan.

(2) Responsiveness (daya tanggap), yaitu kemauan atau keinginan atau kebijakan untuk membantu dan memberikan jasa yang dibutuhkan konsumen secara cepat dan tepat.

(3) Assurance (jaminan), meliputi pengetahuan, kemampuan, keramahan, kesopanan, dan sifat dapat dipercaya (kemampuan untuk menumbuhkan rasa percaya konsumen).

(4) Empathy (empati), meliputi sikap karyawan atau perusahaan untuk memahami kebutuhan, keinginan maupun kesulitan konsumen, memberikan perhatian yang tulus dan mendalam serta bersifat individual atau pribadi (khusus).

(5) Tangibles (produk-produk fisik atau berwujud), tersedianya sarana dan prasana fisik yang dapat diandalkan dan merupakan bukti nyata dari jasa yang diberikan perusahaan, seperti: penampilan fisik, perlengkapan, karyawan, dan bahan komunikasi.

B. Konsep Kepuasan Pelanggan

1. Kebutuhan dan Harapan Pelanggan

Konsep paling dasar yang melandasi pemasaran adalah kebutuhan manusia. Kebutuhan (needs) manusia adalah pernyataaan dari perasaan kekurangan. Kebutuhan meliputi kebutuhan fisik dasar akan makanan, pakaian, kehangatan, dan rasa aman; kebutuhan sosial akan rasa memiliki dan kasih sayang; serta kebutuhan individual akan pengetahuan dan ekspresi diri. Sedangkan keinginan (wants) adalah kebutuhan manusia yang dibentuk oleh budaya dan kepribadian seseorang. Keinginan digambarkan dalam bentuk objek yang akan memuaskan kebutuhan. Manusia memiliki keinginan yang hampir tidak terbatas tetapi hanya

(27)

memiliki sumber daya yang terbatas. Jadi mereka memilih produk yang memberi nilai dan kepuasan terbesar dari uang mereka. Ketika didukung oleh daya beli, keinginan menjadi permintaan (demands). Pelanggan memandang produk sebagai kumpulan manfaat dan memilih produk yang memberi mereka kumpulan manfaat terbaik dari uang mereka (Kotler dan Armstrong 2001).

Dalam pemasaran, kita selalu berbicara tentang bagaimana memenuhi kebutuhan yang belum terpenuhi. Dewasa ini, ada begitu banyak produk yang dapat memenuhi sebagian besar kebutuhan. Semantara itu, akan selalu ada kebutuhan yang tidak terpenuhi, dengan lahirnya tiap-tiap bayi berarti lahir pula segudang kebutuhan baru yang belum terpenuhi atau gaya hidup (life style) yang selalu menciptakan tren-tren baru yang berarti terciptanya kebutuhan baru. Orang dapat mencoba memuaskan kebutuhan tersebut dengan bermacam cara. Strategi pemasaran untuk memuaskan kebutuhan adalah menawarkan sesuatu yang bernilai untuk ditukar dengan sesuatu yang diinginkan pihak lain. Konsep dasar pemasaran adalah pertukaran dan salah satu tujuan pemasaran adalah menciptakan produk yang memenuhi kebutuhan yang sudah jelas dari pasar sasaran yang sudah jelas pula (Kotler 2006).

Fokus pada pelanggan merupakan bagian dari proses yang mengarah kepada perbaikan berkesinambungan organisasi dan pemahaman terhadap harapan pelanggan adalah prasyarat untuk peningkatan mutu dan pencapaian kepuasan total. Oleh sebab itu organisasi harus mampu memahami kebutuhan pelanggan sekarang dan di masa mendatang, memenuhi persyaratan dan terus berupaya untuk memenuhi harapan pelanggan (ISO 2000a).

2. Kepuasan Pelanggan

Pelanggan biasanya menghadapi sederetan besar produk dan jasa yang dapat memuaskan kebutuhan tertentu. Bagaimana mereka memilih di antara sedemikian banyak produk dan jasa?. Konsumen membuat pilihan pembelian berdasarkan persepsi mereka terhadap nilai yang melekat pada berbagai produk dan jasa (Kotler dan Armstrong 2001). Pelanggan sangat memerhatikan kualitas, pelayanan, dan nilai. Hal tersebut menciptakan peluang yang kompetitif di pasar

(28)

yang masih kurang digarap. Banyak perusahaan dan industri sedang meningkatkan kualitas, layanan dan nilai mereka, namun belum merupakan atribut keunggulan yang membedakan (Kotler 2006). Persaingan yang semakin meningkat telah memicu perusahaan (bisnis) untuk lebih memperhatikan kepuasan pelanggan.

Menurut Kotler (2005a), kepuasan pelanggan adalah perasaan senang atau kecewa seseorang yang muncul setelah membandingkan antara kinerja (hasil) produk yang dirasakan dan yang diharapkannya. Pada dasarnya pengertian kepuasan pelanggan mencakup perbedaan antara tingkat kepentingan dan kinerja atau hasil. Engel (1990) dan Pawira (1993) dalam Rangkuti (2006) mengatakan bahwa pengertian tersebut dapat diterapkan dalam penilaian kepuasan atau ketidakpuasan terhadap satu perusahaan tertentu karena keduanya berkaitan erat dengan konsep kepuasan pelanggan, sebagaimana dijelaskan pada Gambar 2.

Akhirnya, perusahaan harus beroperasi berdasarkan filosofi bahwa ia mencoba untuk menyerahkan satu tingkat kepuasan tinggi dengan tunduk pada penyerahan tingkat kepuasan yang dapat diterima kepada pemercaya lain, dengan adanya sumber daya totalnya (Rangkuti 2006).

Tujuan perusahaan Kebutuhan dan

keinginan pelanggan Produk

Nilai produk bagi pelanggan

Harapan pelanggan terhadap produk

Tingkat Kepuasan Pelanggan

(29)

3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kepuasan Pelanggan

Kepuasan pelanggan (customer satisfaction) bergantung pada perkiraan kinerja produk dalam memberikan nilai, relatif terhadap harapan pembeli. Jika kinerja produk jauh lebih rendah dari harapan, pembeli tidak terpuaskan. Jika kinerja produk melebihi yang diharapkan, pembeli lebih senang. Pelanggan yang merasa puas akan kembali membeli, dan mereka akan memberitahu yang lain tentang pengalaman baik mereka dengan produk tersebut. Kunci kepuasan pelanggan adalah menyesuaikan harapan pelanggan dengan kinerja perusahaan. Perusahaan yang pintar bermaksud untuk memuaskan pelanggannya dengan hanya menjanjikan apa yang dapat mereka berikan, kemudian memberikan lebih banyak dari yang mereka janjikan (Kotler dan Armstrong 2001).

Dalam mencapai kepuasan pelanggan, perusahaan harus mempertimbangkan elemen-elemen yang mempengaruhinya. Terdapat enam elemen pemberi kepuasan pelanggan, yaitu: (1) produk; (2) penjualan; (3) purna jual; (4) lokasi; (5) waktu; dan (6) budaya, sebagaimana diilustrasikan pada Gambar 3. Elemen budaya memberi pengaruh paling besar karena ini merupakan sumber nilai-nilai dan sistem keyakinan yang menentukan siapa yang dilayani perusahaan. Setiap elemen akan terdiri dari faktor yang merupakan pertimbangan yang ada dalam benak pelanggan pada saat melakukan pembelian (Wellington 1998). John Chambers, CEO Cisco Systems, mengungkapkannya dengan baik: ”Jadikanlah pelanggan pusat dari budaya Anda” (Kotler 2005).

Menurut Irawan (2007) terdapat lima pendorong (driver) utama kepuasan pelanggan. Pendorong pertama adalah kualitas produk. Pelanggan akan puas kalau setelah membeli dan menggunakan produk tersebut, ternyata kualitas produknya baik. Kualitas produk dalam hal ini terdiri dari: performance,

durability, feature, reliability, consistency, dan design. Pendorong kedua adalah harga. Bagi pelanggan yang sensitif, biasanya harga murah adalah sumber kepuasan karena mereka akan mendapatkan value of money yang tinggi. Pendorong ketiga adalah kualitas layanan (service quality). Kualitas layanan sangat bergantung pada tiga hal, yaitu: sistem, teknologi, dan manusia. Pendorong keempat adalah faktor emosi (emotional factor), khususnya untuk

(30)

produk yang berhubungan dengan gaya hidup, seperti: mobil, pakaian, dan lain-lain. Pendorong kelima adalah berhubungan dengan biaya dan kemudahan untuk mendapatkan produk tersebut.

Kepuasan Pelanggan 1. Elemen Produk 6. Elemen Budaya 2. Elemen Penjualan 3. Elemen Purna Jual 4. Elemen Lokasi 5. Elemen Waktu

Gambar 3 Berbagai elemen pemberi kepuasan pelanggan (Wellington 1998)

C. Survei Kepuasan Pelanggan

Kebanyakan pengukuran kepuasan pelanggan dilakukan melalui metode survei. Survei ini bisa dilakukan dengan menggunakan daftar pertanyaan tertulis ataupun lisan, wawancara per telepon atau tatap muka, kelompok fokus (focus group) atau intercept. Pengukuran intercept adalah riset dimana peneliti mencegat pelanggan saat mereka masuk atau keluar dari suatu tempat bisnis dan mengajukan pertanyaan. Pelanggan tersebut ”tertangkap”. Teknik intercept ini bisa merupakan survei tertulis, lisan atau gabungan dari keduanya (Gerson 2002). Pengukuran kepuasan pelanggan dapat dilakukan secara langsung melalui pertanyaan kepada pelanggan dengan ungkapan: sangat tidak puas, tidak puas, cukup puas, puas, dan sangat puas (Rangkuti 2006).

1. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah keusioner. Pengembangan dan penggunaan kuesioner kepuasan pelanggan secara umum

(31)

terdiri dari 3 tahap, yaitu (Hayes 1992): (1) mengidentifikasi persyaratan pelanggan atau dimensi mutu yang merupakan karakteristik penting dari sebuah produk atau jasa; (2) mengembangkan kuesioner, termasuk berbagai komponen spesifik untuk memperoleh informasi spesifik tentang persepsi pelanggan berkaitan dengan persyaratan pelanggan yang teridentifikasi pada tahap 1; (3) penggunaan kuesioner untuk tujuan spesifik. Model umum untuk mengembangkan dan menggunakan kuesioner kepuasan pelanggan digambarkan pada Gambar 4.

Pengukuran kepuasan pelanggan dengan menggunakan kuesioner yang berisi daftar pertanyaan mengenai dimensi mutu produk biasanya menggunakan skala lima (likert), yaitu: skala 1 sampai 5 yang menunjukkan sangat tidak puas

sampai dengan sangat puas. Pertanyaan dalam kuesioner harus dapat dimengerti oleh responden dengan mudah dan jelas. Pertanyaan yang tidak dapat dimengerti oleh akan menyebabkan responden menolak untuk menjawabnya atau menjawab secara tidak tepat. Hal ini akan menyulitkan dalam melakukan analisis data nantinya. Oleh sebab itu, untuk menghindari masalah tersebut sebaiknya kata atau kalimat yang digunakan mudah dimengerti dan tidak bermakna ganda (ambiguous), hindari pertanyaan yang bias, mengarahkan (leading) responden, alternatif dan asumsi yang implisit, terlalu umum dan berupa perkiraan atau dugaan serta gunakan pernyataan yang bersifat positif dan negatif (Malhotra 2004). Mengembangkan dan mengevaluasi kuesioner Menggunakan kuesioner Menentukan kebutuhan pelanggan

Gambar 4 Model umum untuk pengembangan dan penggunaan kuesioner kepuasan pelanggan (Hayes 1992; Supranto 2006)

Kuesioner sebagai intrumen pengukuran harus valid dan dapat diandalkan (reliable). Suatu instrumen dikatakan valid apabila instrumen tersebut dapat mengukur apa yang seharusnya diukur atau sesuai dengan tujuan pengukuran

(32)

(Malhotra 2004; Kountur 2007) atau sejauh mana fakta-fakta mendukung kesimpulan yang dibuat berdasarkan nilai hasil pengukuran (Hayes 1992). Validitas dikatakan sempurna jika tidak ada kesalahan pengukuran atau nilai hasil pengukuran sama dengan nilai hasil sebenarnya dengan nilai kesalahan (eror) sistematik dan acak (random) sama dengan nol (Malhotra 2004). Pengujian validitas kuesioner dimaksudkan untuk memperoleh jaminan atau keyakinan bahwa nilai hasil pengukuran mewakili dimensi-dimensi produk yang dimaksudkan untuk diukur. Metode untuk memastikan validitas kuesioner (Hayes 1992; Malhotra 2004) adalah (1) content-related strategy (content/face validity)

berfokus pada apakah butir-butir pertanyaan mewakili keseluruhan item kepuasan pelanggan. Validitas isi (content) adalah evaluasi yang subyektif terhadap isi kuesioner (skala) yang mewakili pengukuran yang dilakukan; (2) criterion-related strategy (criterion validity) berfokus pada hubungan antara ukuran-ukuran (apa yang diukur) dan apakah nilai hasil pengukuran memperkirakan apa yang seharusnya diperkirakan. Validitas kriteria menguji apakah skala pengukuran menunjukkan hubungan yang diharapkan antar variabel yang dipilih sebagai kriteria yang mengandung arti atau makna tertentu; dan (3) construct-related strategy (construct validity), spesifik kepada apakah ukuran-ukuran (apa yang diukur) berhubungan atau tidak.

Reliabilitas kuesioner adalah sejauh mana hasil pengukuran bebas dari variasi kesalahan acak (random error variance) (Hayes 1992; Malhotra 2004). Semakin kecil nilai kesalahan berarti semakin tinggi reliabilitas atau keandalan pengukuran (reliability of measurement), begitu pula sebaliknya. Reliabilitas berhubungan dengan konsistensi hasil pengukuran jika dilakukan pengukuran kembali terhadap dimensi atau karakteristik yang sama. Reliabilitas disebut juga sebagai: (a) consistency; (b) stability; (c) dependability; (d) predictability; dan (e)

accuracy. Metode mengukur reliabilitas di antaranya terdiri dari: (a) splithalf; (b)

cronbach alfa; (c) variance component (Suharjo 2006). Bentuk atau pendekatan umum untuk menguji reliabilitas kuesioner adalah (1) test-retest reliability

dilakukan dengan memberikan responden satu set skala (item pertanyaan) yang sama (identik) pada dua waktu yang berbeda dengan kondisi yang hampir sama. Digunakan koefisien korelasi untuk membandingkan 2 pengukuran tersebut; (2)

(33)

equivalent form reliability (alternative forms reliability). Pengujian ini memerlukan dua bentuk skala (item pertanyaan) yang sama (equivalent) dan dilakukan pada responden yang sama dalam dua waktu yang berbeda. Korelasi dapat dilihat dari rata-rata (mean), varian (variance), dan interkorelasi pada ke-dua bentuk kuesioner tersebut; dan (3) internal consistency menjelaskan hubungan timbal-balik (interrelationship) antara item (butir-butir) pertanyaan dalam kuesioner, semakin tinggi interrelationship antar butir-butir pertanyaan semakin tinggi reliabilitas kuesioner. Metode pengujian yang digunakan adalah split-half reliability dan cronbach’s alpha.

2. Teknik Sampling

Sampel adalah bagian dari populasi tertentu yang menjadi perhatian. Populasi pada kenyataannya dapat dikelompokkan menjadi dua bagian, yaitu: populasi terbatas (finite) dan populasi tidak terbatas (infinite). Populasi terbatas adalah suatu populasi yang unsurnya terbatas berukuran N. Sedangkan populasi tidak terbatas adalah suatu populasi yang mengalami proses secara terus-menerus sehingga ukuran N menjadi tidak terbatas perubahan nilainya (Suharyadi dan Purwanto 2004).

Ada beberapa metode yang dapat digunakan untuk memilih sampel dari populasi. Setiap metode pengambilan sampel atau teknik sampling memiliki tujuan yang sama, yaitu: memberikan kesempatan untuk menentukan unsur atau anggota populasi untuk dimasukkan ke dalam sampel. Pada dasarnya metode pengambilan sampel (proses pemilihan sampel) dapat dikelompokkan dalam dua bagian, yaitu: (1) random sampling adalah proses pemilihan sampel dengan seluruh anggota populasi mempunyai kesempatan untuk dipilih; dan (2) non-random sampling adalah proses pemilihan sampel dimana tidak semua anggota populasi memiliki kesempatan untuk dipilih (Kountur 2007). Secara skematik metode penarikan sampel ditunjukkan pada Gambar 5.

Selain metode pengambilan sampel yang juga harus diperhatikan adalah menentukan jumlah sampel (sample size) yang tepat dan dapat mewakili setiap anggota populasi. Semakin besar sampel semakin besar kemungkinan untuk

(34)

membuat keputusan yang tepat atau semakin tepat hasil yang diberikan. Hal lain yang perlu dipertimbangkan dalam menentukan jumlah sampel adalah waktu dan biaya penelitian yang tersedia. Namun demikian, bagaimanapun usaha-usaha untuk mendekatkan nilai statistik dengan parameter yang dilakukan dengan memperoleh sampel yang tepat dan mewakili setiap anggota populasi, tetap tidak dapat dihindari bahwa baik nilai rata-rata hitung maupun standar deviasi sampel tidak akan sama persis dengan nilai rata-rata hitung dan standar deviasi populasinya. Perbedaan antara nilai statistik sampel dengan nilai parameter populasi disebut kesalahan penarikan sampel (Suharyadi dan Purwanto 2004).

Probability Sampling Non-Probability Sampling

1. Penarikan sampel acak sederhana (simple random sampling)

2. Penarikan sampel acak terstruktur (stratified random sampling) 3. Penarikan sampel cluster

(cluster random sampling) 4. Penarikan sampel sistematis

(systematic random sampling)

1. Penarikan sampel kuota (Quota sampling)

2. Penarikan sampel purposive

(purposive sampling)

3. Penarikan sampel secara nyaman (convenience sampling)

4. Penarikan sampel berdasarkan pendapat peneliti (judgment sampling)

5. Snowball sampling

Metode Penarikan Sampel

Gambar 5 Metode penarikan sampel (Suharjo 2006; Malhotra 2004)

D. Konsep Manajemen Mutu

Kepuasan pelanggan berkaitan erat dengan mutu. Mutu mempunyai pengaruh langsung terhadap kinerja produk, demikian pula terhadap kepuasan

(35)

pelanggan. The American Society for Quality Control mendefinikan mutu sebagai sifat dan karakteristik total dari sebuah produk atau jasa yang berhubungan dengan kemampuannya memuaskan kebutuhan pelanggan (Kotler dan Armstrong 2001). Oleh sebab itu, mutu harus dikelola sebagai suatu kesatuan fungsi-fungsi dalam perusahaan dan konsep manajemen mutu telah banyak dikembangkan oleh para ahli, seperti: konsep Plan-Do-Check-Action (PDCA) dari Edward Deming; konsep manajemen zero defect dan pencegahan yang disebut juga dalil-dalil manajemen mutu dari Philip B. Crosby; serta Trilogi Juran dari Joseph M. Juran.

Trilogi Juran merupakan ringkasan dari tiga fungsi manajemen mutu yang utama, yaitu: (1) perencanaan mutu; (2) pengendalian mutu; dan (3) peningkatan mutu (Juran 1995). Perencanaan mutu merupakan kegiatan pengembangan produk dan proses yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan pelanggan. Kegiatan dalam perencanaan mutu tersebut terdiri dari merumuskan tujuan mutu, mengidentifikasi pelanggan, menentukan kebutuhan pelanggan, mengembangkan keistimewaan produk yang merespon kebutuhan pelanggan, mengembangkan proses yang dapat menghasilkan keistimewaan produk, serta menciptakan pengendalian proses dan mengubah rencana hasil menjadi kekuatan operasi. Pengendalian mutu terdiri dari mengevaluasi kinerja mutu aktual dan membandingkannya dengan tujuan mutu organisasi serta melakukan tindakan berdasarkan perbedaan (penyimpangan) antara kinerja aktual dan tujuan tersebut. Proses peningkatan mutu adalah sarana untuk meningkatkan kinerja mutu ke tingkat yang dikehendaki. Metodologinya terdiri dari mengembangkan infrastruktur yang diperlukan untuk menjamin upaya peningkatan mutu, mengidentifikasi kebutuhan-kebutuhan spesifik untuk proyek-proyek peningkatan, membentuk sebuah tim proyek, serta memberikan sumber daya, motivasi, dan pelatihan yang dibutuhkan oleh tim. Tim bertanggungjawab kepada setiap proyek peningkatan atau perbaikan mutu untuk mendiagnosis masalah (kasus), merangsang dirumuskannya tindakan perbaikan, dan melaksanakan pengendalian untuk mempertahankan hasil (Juran 1995).

Dalam konsep industri modern Deming, proses industri harus dipandang sebagai suatau perbaikan terus menerus (continous improvement) yang dimulai

(36)

dari sederet siklus sejak adanya ide-ide untuk menghasilkan suatu produk, pengembangan produk, proses produksi, sampai distribusi kepada konsumen. Seterusnya, berdasarkan informasi sebagai umpan balik yang dikumpulkan dari pengguna produk atau pelanggan itu kita dapat mengembangkan ide-ide untuk menciptakan produk baru atau memperbaiki produk lama beserta proses produksi yang ada saat ini. Deming menekankan pentingnya interaksi tetap antara empat komponen utama, yaitu: riset pasar, desain produk, proses produksi dan pemasaran, agar perusahaan industri mampu menghasilkan produk dengan harga kompetitif dan mutu yang lebih baik, sehingga memuaskan konsumennya (Gaspersz 1998).

Beberapa tahun belakangan ini, banyak perusahaan mengadopsi program manajemen mutu total (total quality management). Tujuan dasar dari gerakan mutu terpadu masa kini adalah kepuasan total pelanggan (total customer satisfaction). Mutu dimulai dari kebutuhan pelanggan dan diakhiri dengan kepuasan pelanggan (Kotler dan Armstrong 2001).

Saat ini pendekatan sistem terhadap manajemen mutu total yang banyak dijadikan referensi penerapan oleh organisasi (perusahaan) adalah sistem manajemen mutu ISO 9001, dimana proses-proses yang saling berinterrelasi dan berinteraksi serta berpengaruh terhadap mutu harus diidentifikasi dan dikelola dalam sebuah sistem yang terintegrasi sehingga hasil yang dicapai lebih efektif (ISO 2000b). Model pendekatan proses yang menggambarkan keterhubungan antar proses-proses dan klausul-klausul dalam standar ISO 9001 ditunjukkan pada Gambar 6. Ilustrasi model pendekatan proses ISO 9001 tersebut menunjukkan bahwa pelanggan memegang peranan penting dalam menentukan persyaratan input dan pemantauan kepuasan pelanggan akan memberikan informasi kepada perusahaan sejauh mana persyaratan pelanggan tersebut dapat dipenuhi sehingga perusahaan dapat menentukan tindakan yang tepat untuk melakukan perbaikan atau peningkatan yang diperlukan agar kepuasan pelanggan dapat tercapai dan terus ditingkatkan. Perbaikan atau peningkatan harus dilakukan berdasarkan hasil pemantauan dan pengukuran terhadap produk, proses, maupun kepuasan pelanggan.

(37)

Manajemen Sumberdaya Pengukuran, Analisis, Perbaikan PENINGKATAN BERKELANJUTAN P E L A N G G A N P E R S Y A R A T A N K E P U A S A N P E L A N G G A N Tanggungjawab Manajemen Produk Keluaran Masukan Realisasi Produk

Gambar 6 Model pendekatan proses - Sistem Manajemen Mutu yang menjelaskan klausul-klausul dalam standar ISO 9001 (ISO 2000b)

Penigkatan berkelanjutan (continual improvement)

Peningkatan berkelanjutan dapat dilakukan dengan 2 (dua) cara yang mendasar, yaitu: (1) proyek terobosan (breakthrough projects) untuk memperbaiki dan meningkatkan proses yang ada sekarang atau menerapkan proses baru yang dilaksanakan diluar kegiatan rutin dan melibatkan sebuah tim lintas fungsi dalam perusahaan; (2) secara bertahap (small-step ongoing improvement activities) yang bergulir bersamaan dengan proses yang berlangsung. Dalam melaksanakan peningkatan, penanggung jawab perusahaan harus memberikan kewenangan yang sesuai kepada karyawan, dukungan teknis dan sumber daya yang diperlukan (ISO 2000c). Perusahaan harus pula memperhatikan kondisi (permintaan) pasar dan karakteristik pelanggan sehingga peningkatan kinerja mutu atribut produk diharapkan dapat pula meningkatkan penjualan dan kinerja perusahaan secara keseluruhan.

(38)

A. Kerangka Pemikiran Konseptual

Kepuasan konsumen ditentukan oleh dua sisi yaitu harapan yang dimiliki konsumen terhadap sebuah produk atau layanan dan kinerja produk atau layanan yang disediakan perusahaan. Perbedaan di antara keduanya akan mempengaruhi tingkat kepuasan konsumen terhadap sebuah produk. Selanjutnya konsep kepuasan konsumen dapat dijelaskan seperti pada Gambar 7.

DIMENSI MUTU PRODUK

KEPUASAN KONSUMEN

PRODUK/LAYANAN PERUSAHAAN VISI DAN MISI PERUSAHAAN

HARAPAN

KEBUTUHAN/

KEINGINAN KOMUNIKASI PENGALAMAN

INFORMASI WOM KONSUMEN DIMENSI MUTU PRODUK KEPUASAN KONSUMEN PRODUK/LAYANAN PERUSAHAAN VISI DAN MISI PERUSAHAAN

HARAPAN

KEBUTUHAN/

KEINGINAN KOMUNIKASI PENGALAMAN

INFORMASI WOM

KONSUMEN

Gambar 7 Kerangka pemikiran konseptual

Pada Gambar 7 terlihat bahwa produk atau layanan yang dihasilkan perusahaan ditentukan oleh visi dan misi perusahaan. Perusahaan akan menetapkan tujuan dan strategi bagi produk atau layanan yang dihasilkannya berdasarkan visi dan misi tersebut yang kemudian diterjemahkan ke dalam proses-proses internal (operasional) perusahaan.

(39)

Di sisi lain harapan konsumen terbentuk dari pengalaman konsumen dalam mengkonsumsi produk atau layanan pada waktu lalu, informasi dari teman, keluarga, dan lain-lain yang biasa disebut dengan “word of mouth”, serta kebutuhan dan keinginan konsumen terhadap produk tersebut. Selain itu harapan juga dapat terbentuk dari komunikasi (promosi) yang dilakukan oleh perusahaan kepada konsumen atau potensial konsumen melalui berbagai media (iklan). Oleh sebab itu perusahaan harus berhati-hati terhadap setiap pesan dan gambaran yang disampaikan kepada konsumen atau potensial konsumen mengenai produk atau layanan yang dimilikinya agar harapan konsumen yang terbentuk dapat sesuai (dipenuhi) oleh kinerja produk atau layanan yang diberikan perusahaan.

Kepuasan konsumen dapat dicapai apabila harapan yang terbentuk sesuai dengan persepsi konsumen terhadap produk atau layanan yang diterima. Kinerja produk atau layanan yang melampaui harapan konsumen akan menimbulkan kepuasan yang sangat tinggi, sebaliknya kinerja produk atau layanan yang tidak memenuhi harapan akan menimbulkan ketidakpuasan atau kekecewaan konsumen. Pengukuran tingkat kepuasan konsumen dilakukan melalui dimensi mutu produk atau layanan yang bersangkutan.

B. Tata Laksana Penelitian 1. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dibatasi untuk lingkup wilayah DKI Jakarta dan pola penjualan langsung. Oleh sebab itu survei dilakukan pada outlet Shofia Toys yang berlokasi di Mal Taman Anggrek, Jakarta Barat. Alasan pemilihannya adalah pengunjung Mal Taman Anggrek merupakan outlet mandiri yang dimiliki oleh CV Edutama Perkasa di wilayah DKI Jakarta. Pengumpulan data pendukung juga dilakukan pada Kantor Pusat dan Pabrik CV Edutama Perkasa yang berlokasi di jalan Perumahan Taman Alamanda Blok E1 No. 6, Bekasi dan warehouse-nya di jalan Jalan Pepaya 2 No. 70 Perumnas I Bekasi, Jawa Bawat 17135, sedangkan focus group discussion (FGD) dilaksanakan di Sekolah Dasar Islam Terpadu (SDIT) Hikmah, Matraman, Jakarta Timur. Waktu penelitian berlangsung dari bulan Juli 2008 sampai Oktober 2008.

(40)

2. Tahapan Penelitian

Tahapan penelitian ini digambarkan dalam bagan alir penelitian (Gambar 8).

Pengumpulan Data

Pengolahan dan Analisis Data Perancangan Penelitian

Tujuan Penelitian

Perancangan dan Uji Kuesioner

Kesimpulan dan Rekomendasi Permasalahan

Gambar 8 Bagan alir penelitian

3. Pengumpulan Data a) Data Sekunder

Data sekunder adalah informasi yang telah dikumpulkan sebelumnya (tersedia) untuk beberapa tujuan, bukan semata-mata untuk tujuan penelitian yang dilakukan saat ini (Malhotra 2004). Sumber data sekunder mencakup informasi yang telah ada dalam perusahaan dan juga informasi yang bisa didapat dari laporan-laporan, publikasi perdagangan, berbagai organisasi penelitian, data sensus, dan berbagai penyedia informasi (Gerson 2002). Keunggulan data sekunder adalah bisa diperoleh dengan biaya dan waktu yang ekonomis.

(41)

Informasi seperti ini biasanya sudah tersedia dan gratis. Kelemahannya adalah data tersebut mungkin tidak bisa langsung cocok dengan situasi penelitian yang akan dilakukan, sudah usang ketika akan digunakan atau tidak cukup akurat untuk membuat keputusan (Gerson 2002). Pengumpulan data sekunder dilakukan dengan metode desk review.

Data sekunder dalam penelitian ini terutama mengenai profil perusahaan untuk mendapatkan gambaran kondisi perusahaan secara menyeluruh. Walaupun beberapa informasi terkait dengan profil perusahaan tersebut dapat dikategorikan dalam data primer karena diperoleh melalui observasi dan wawancara langsung di lokasi pabrik. Kondisi ini disebabkan CV Edutama Perkasa yang memproduksi produk Shofia Toys merupakan perusahaan dalam kelompok usaha kecil menengah (UKM) dan sebagaimana layaknya UKM di Indonesia, maka CV Edutama Perkasa belum memiliki informasi tertulis mengenai gambaran umum (profil) perusahaannya secara lengkap.

b) Data Primer

Data primer adalah informasi yang dikumpulkan sendiri yang langsung berkaitan dengan penelitian yang dilakukan. Kumpulan data primer jauh lebih akurat, namun pelaksanaannya lebih mahal (Gerson 2002).

Data primer dalam penelitian ini adalah data yang diperoleh dari hasil survei lapangan. Survei tersebut dilakukan dengan menggunakan kuesioner dan wawancara langsung kepada responden serta observasi lapangan. Survei dibatasi untuk lingkup wilayah DKI Jakarta dan pola penjualan langsung, yaitu pada outlet Shofia Toys yang berlokasi di Mal Taman Anggrek, Jakarta Barat karena pengunjungnya memiliki daya beli yang cukup tinggi dan merupakan outlet mandiri yang dimiliki oleh CV Edutama Perkasa di wilayah DKI Jakarta.

Penggunaan kuesioner bertujuan memperoleh informasi mengenai persepsi dan harapan pelanggan secara obyektif. Kuesioner yang dikembangkan berdasarkan dimensi mutu produk akan dibagikan kepada responden di outlet Mal Taman Anggrek dan diisi langsung di tempat oleh responden sendiri setelah terlebih dahulu diberi penjelasan yang memadai dan dipastikan apakah sudah

(42)

pernah membeli atau menggunakan produk Shofia Toys sebelumnya, sedangkan wawancara bertujuan memperoleh informasi yang mungkin tidak diperoleh dari kuesioner serta melakukan konfirmasi mengenai harapan pelanggan yang akan digunakan sebagai masukan bagi pengembangan kinerja produk-produk Shofia Toys. Wawancara dengan pembeli di outlet Mal Taman Anggrek dilakukan secara langsung (tatap muka). Data primer akan memberikan informasi mengenai profil responden serta tingkat kepentingan dan tingkat kepuasan pelanggan. Responden yang diwawancarai dan yang mengisi kuesioner adalah responden yang sama.

Pemilihan responden dilakukan berdasarkan convenience sampling (non probability sampling) dengan menggunakan intercept store sampling, dimana responden dipilih pada saat keluar dari outlet atau selesai berkunjung. Responden adalah pelanggan yang minimal telah melakukan pembelian atau menggunakan produk Shofia Toys yang ke-2 kalinya pada saat survei dilaksanakan karena pelanggan tersebut dianggap telah memiliki pengalaman yang cukup terhadap produk-produk Shofia Toys, sehingga dapat memberikan jawaban yang cukup akurat sesuai dengan tujuan penelitian.

Penentuan jumlah sampel dimana jumlah populasi (N) tidak terhingga dapat dilakukan berdasarkan tingkat ketelitian absolut proporsi dengan perhitungan sebagai berikut (Suharjo 2006):

dimana, Z = nilai sebaran normal p = proporsi sampel

e = kesalahan dugaan(sampling error)

Dengan tingkat kepercayaan 95% dan sampling error sebesar 10% diperoleh jumlah sampel sebesar 96,04 ≈ 100 responden.

2 2 2 /

(

1

)

e

p

p

Z

n

=

α

(43)

Keterangan:

= 5%; z = 1,96; α

p = 0,5 (karena market share tidak diketahui)

4. Metode Identifikasi Atribut Produk

Focus group discussion (FGD) adalah salah satu metode yang digunakan untuk mengeksplorasi gambaran awal suatu produk yang menjadi obyek penelitian berdasarkan informasi langsung dari pelanggan atau suara pelangggan (voice of customer) serta memperjelas permasalahan penelitian yang akan dilakukan. Studi eksplorasi melalui kegiatan FGD ini bertujuan untuk memperoleh masukan mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan pelanggan yang merupakan atribut-atribut produk dalam dimensi-dimensi mutu (variabel bebas) yang diteliti. Dimensi mutu produk yang diekplorasi dalam kegiatan FGD tersebut mengacu kepada 8 dimensi mutu produk yang diperkenalkan oleh Garvin (1988), yaitu: karakteristik (fungsi) utama produk (performance); fungsi tambahan produk (feature); keandalan (reliability); kesesuaian (conformance); daya tahan (durability); kemampulayanan (serviceability); estetika (aesthetic); dan mutu yang dirasakan (perceived quality). Peserta FGD berjumlah 10 (sepuluh) orang dan merupakan pelanggan produk mainan anak edukatif (pernah membeli atau menggunakan mainan anak edukatif). Peserta FGD adalah orang yang berbeda dengan responden penelitian dalam survei kepuasan pelanggan ini.

Dalam FGD tersebut, setiap peserta diminta untuk memberi masukan mengenai berbagai atribut mainan anak yang dianggap penting dan menjadi pertimbangan dalam memilih atau membeli mainan anak yang sesuai bagi putra-putri mereka. Setiap peserta diberi kesempatan yang sama dan bebas mengutarakan pendapatnya tentang berbagai atribut produk yang mewakili suatu dimensi mutu tertentu. Setiap dimensi mutu akan diekplorasi sampai semua peserta tidak mempunyai informasi atau masukan lagi mengenai atribut mutu yang berkenaan dengan dimensi mutu tersebut, sebelum akhirnya beralih pada dimensi mutu lainnnya. Langkah berikutnya, setelah ke-8 dimensi mutu selesai

(44)

dieksplorasi, dilakukan klarifikasi dan konfirmasi terhadap masing-masing atribut tersebut untuk lebih memperjelas dan mengoreksi pernyataan yang kurang tepat serta atribut-atribut yang kemungkinan memiliki maksud yang sama dan perlu dieliminasi salah satunya sehingga diperoleh hasil akhir atribut produk mainan anak yang teridentifikasi.

Tahapan terakhir FGD adalah tahap penentuan atau pemilihan, dimana masing-masing peserta diskusi diminta untuk memilih atribut-atribut yang benar-benar penting menurut pendapat pribadi peserta dari daftar atribut produk mainan anak yang teridentifikasi tersebut. Atribut produk yang dipilih oleh lima peserta atau lebih (≥ 50% dari jumlah peserta) ditetapkan sebagai faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan pelanggan terhadap produk mainan anak edukatif dan selanjutnya menjadi masukan untuk mendesain pertanyaan dalam kuesioner yang merupakan instrumen penelitian untuk mengukur tingkat kepentingan dan tingkat kepuasan pelanggan terhadap produk Shofia Toys.

5. Reliabilitas dan Validitas Kuesioner

Pengujian reliabilitas dan validitas kuesioner sebagai alat ukur (instrumen) yang digunakan dalam penelitian ini dimaksudkan untuk memastikan data hasil pengukuran yang dilakukan melalui survei kepuasan pelanggan dapat mewakili nilai sebenarnya. Reliabilitas dinilai berdasarkan besarnya nilai koefisien alpha atau cronbach’s alpha yang diperoleh dengan menggunakan perhitungan sebagai berikut (Gerson 2002):

rxx’ = (K / (K-1)) * (1 – [(∑Xii) / (∑Xii + ∑ Xij)])

dimana, i ≠ j

Xii dan Xij adalah elemen-elemen dalam matriks korelasi atau kovarians

K adalah jumlah item dimensi atau atribut (pertanyaan)

Koefisien alpha berada pada rentang nilai 0–1. Apabila koefisien alpha memiliki nilai 0,6 atau kurang, maka secara umum menunjukkan bahwa reliabilitas tidak memuaskan (Malhotra 2004). Perhitungan koefisien alpha atau cronbach’s alpha dilakukan terhadap 26 item pertanyaan dengan 100 responden.

(45)

Validitas berhubungan dengan penilaian terhadap alat ukur (instrumen) yang digunakan dalam penelitian dengan maksud untuk memperoleh manfaat yang lebih besar dari hasil penelitian yang dilakukan. Penilaian validitas kuesioner dalam penelitian ini menggunakan konsep dimensi mutu yang dikemukan oleh Garvin (1988) dan kemudian dikembangkan menjadi atribut-atribut mutu produk mainan edukatif melalui pendekatan konsumen. Selanjutnya atribut-atribut produk tersebut digunakan untuk mendesain kuesioner penelitian kepuasan pelanggan terhadap produk mainan edukatif Shofia Toys.

6. Metode Analisis

a) Analisis Tingkat Kepuasan Pelanggan

Tingkat kepuasan pelanggan diukur dengan menggunakan indeks dalam bentuk top two boxes index yang diperoleh dari hasil perhitungan persentase jumlah responden yang memberikan jawaban puas dan sangat puas (Irawan 2007). Untuk skala 1-5, maka indeks kepuasan pelanggan diperoleh dari persentase jumlah responden yang menjawab pada skala 4 dan 5, sedangkan tingkat ketidakpuasan pelanggan dapat diperoleh dari persentase jumlah responden yang menjawab pada skala 1 dan 2 (tidak puas dan sangat tidak puas). Apabila top two boxes index menyatakan angka 80%, maka dapat diinterpretasikan bahwa jumlah pelanggan yang terpuaskan adalah sebanyak 80% atau tingkat kepuasan pelanggan mencapai 80%. Dengan demikian indeks ini menjadi lebih mudah untuk dikomunikasikan kepada berbagai pihak yang membutuhkannya.

b) Penalty-reward Analysis

Menurut Suharjo (2004) dalam Wirawan (2005), Penalty-reward analysis bertujuan mengelompokkan atribut berdasarkan hirarki kebutuhannya yang dikaitkan dengan kontribusi atribut tersebut terhadap pengembangan kepuasan secara menyeluruh. Atribut tersebut dibagi dalam 3 kategori, yaitu:

Gambar

Gambar 1  Daur hidup produk  (Kotler dan Armstrong 2001)
Gambar 2  Diagram konsep kepuasan pelanggan (Rangkuti 2006)
Gambar 3  Berbagai elemen pemberi kepuasan pelanggan  (Wellington 1998)
Gambar 4  Model umum untuk pengembangan dan penggunaan kuesioner
+7

Referensi

Dokumen terkait

Alasan Peninjauan Kembali oleh Terpidana dengan dasar adanya novum dan kekhilafan/kekeliruan yang nyata sesuai dengan Pasal 263 (2) KUHAP adalah ditemukan bukti baru

Saat tes Iqro 3, pada pembacaan perubahan bentuk tanda baca oleh pengajar, fokus anak berubah ke letak tanda bacanya, sehingga saat huruf Hijaiyyah yang akan

1) Sesuai dengan BAB 1 Pasal 3 Bakal Calon Presiden 2) Tidak menjadi Presiden maupun Anggota KPP. 3) Membuat Surat Pernyataan kesanggupan mengikuti proses pemilihan sampai

Kota/Kabupaten yang mengalami inflasi antara lain yaitu Kota Kediri sebesar 0,31 persen, Kota Surabaya sebesar 0,26 persen, Kota Madiun sebesar 0,12 persen, Kota

Dan menurut Uzer (2006 : 97) pengelolaan kelas adalah keterampilan guru untuk menciptakan dan memelihara kondisi belajar yang optimal dan mengembalikannya bila terjadi gangguan

Nilai-nilai tersebut yaitu nilai religius berjumlah 22, nilai jujur berjumlah 24, nilai toleransi berjumlah 13, nilai disiplin berjumlah 6, nilai kerja keras

Building Products Indonesia dalam melakukan kegiatan ekspor telah didukung dengan dokumen V-Legal yang sah untuk produk yang wajib menggunakan dokumen V-Legal dan

Dalam antologi puisi Celana yang diterbitkan pada tahun 1999, penyair menggunakan repetisi sebanyak 30 kali dalam berbagai bentuk dan yang tidak digunakan adalah