POLA INTEGRASI PEMBINAAN SOFT SKILLS DAN HARD SKILLS
SANTRI DALAM KEGIATAN EKSTRAKURIKULER DI PONDOK PESANTREN FATHUL MUNA SAMBIT PONOROGO
TAHUN AJARAN 2017/2018
SKRIPSI
OLEH NUR ROHMAT
NIM. 210313244
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
(IAIN) PONOROGO
ABSTRAK
Rohmat, Nur. Pola Integrasi Pembinaan Soft Skills dan Hard Skills Santri Dalam Kegiatan Ekstrakurikuler di Pondok Pesantren Fathul Muna Sambit Ponorogo Tahun Ajaran 2017/2018. Jurusan Pendidikan Agama Islam (PAI) Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan Isntitut Agama Islam Negeri (IAIN) Ponorogo. Pembimbing Bpk. Nur Kolis, Ph.D.
Kata kunci: Pola Integrasi, Pembinaan Soft Skills dan Hard Skills, Kegiatan Ekstrakurikuler.
Soft Skills dan Hard Skills Merupakan dua unsur yang ada di dalam Life Skill, Soft Skills adalah keterampilan seseorang dalam mengelola dirinya sendiri dan
keterampilan seseorang dalam berhubungan dengan orang lain. Sedangkan Hard
Skills adalah keterampilan seseorang dalam hal penguasaan ilmu pengetahuan, teknologi dan keterampilan teknis yang berhubungan dengan bidang ilmunya. Keduanya tidak dapat dipisahkan antara satu dengan lainnya dalam diri seseorang, melainkan harus diintegrasikan dalam proses pembinaannya melalui latihan-latihan dalam sebuah kegiatan yang relevan, salah satunya yaitu kegiatan ekstrakurikuler sebagaimana yang dilakukan oleh Pon-Pes Fathul Muna.
Penelitian ini merumuskan masalahnya dan bertujuan hendak mengetahui (1) pelaksanaan kegiatan ekstrakurikuler di Pondok Pesantren Fathul Muna Sambit
Ponorogo, (2). Pola Integrasi Pembinaan Soft Skills dan Hard Skills Santri Dalam
Kegiatan Ekstrakurikuler di Pondok Pesantren Fathul Muna Sambit Ponorogo Tahun Ajaran 2017/2018.
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif dengan pendekatan studi kasus. Sedangkan metode yang digunakan dalam pengumpulan data adalah metode observasi partisipan, wawancara dan dokumentasi. Sedangkan teknik analisis data melalui proses reduksi data, display data dan pengambilan kesimpulan atau verifikasi.
Hasil penelitian menyimpulkan bahwa: (1) Bentuk ekstrakurikuler di Pon-Pes Fathul Muna adalah ekstrakurikuler rutin yang dilaksanakan secara terus menerus berdasarkan jadwal yang telah ditetapkan. Ekstrakurikuler di Pon-Pes Fathul Muna jumlahnya cukup banyak, sehingga dalam pelaksanaannya dibina oleh beberapa pembina dan masing-masing pembina memegang ekstrakurikuler yang berbeda. (2)
Pola integrasi pembinaan soft skills dan hard skills santri dalam kegiatan
ekstrakurikuler di pondok pesantren Fathul Muna Sambit Ponorogo tahun ajaran
2017/2018 adalah menggunakan pola integrasi model integrated yaitu bentuk
1 BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Soft skills dan hard skilss merupakan dua hal yang tidak dapat terpisahkan antara satu dan lainnya dalam diri seseorang jika orang tersebut ingin meraih
kesuksesan dalam bidang yang disukainya. Hard skills mengacu kepada
kemampuan teknis dan pengetahuan yang diperlukan untuk melakukan
perkejaan, sedangkan soft skills memungkinkan anda menggunakan kemampuan
teknis lebih efektif.1
Hard Skillss dapat diartikan sebagai keterampilan seseorang dalam hal penguasaan ilmu pengetahuan, teknologi dan keterampilan teknis yang
berhubungan dengan bidang ilmunya. Ia berhubungan dengan kemampuan olah
pikir (kognitif) dan kemampuan olah fisik (psikomotorik). Dengan kata lain,
haard skillss merupakan respresentasi dari kecerdasan intelektual dan juga
kecerdasan kinestetik. Dalam konsep UNESCO, hard skillss merupakan
ekspektasi dari pilar pendidikan learning to know dan learning to do.
Sementara itu soft skillss adalah keterampilan seseorang dalam mengatur
dirinya sendiri (intrapersonal skillss) yang dapat meningkatkan kinerja secara
optimal dan keterampilan seseorang dalam berhubungan dengan orang lain
1
(interpersonal skillss). Ia berkaitan dengan kemampuan afektif dan berada di luar
ranah teknis dan akademik sehingga bersifat psikologis. Konsep soft skillss
merupakan istilah sosiologis yang merupakan representasi dari kecerdasan
emosional. Dalam konsep UNESCO, soft skillss merupakan ekspektasi dari pilar
pendidikan learning to be dan learning to life together.2
Ada sebuah teori yang menyatakan bahwa semakin baik pendidikan yang
diterima maka semakin kompleks soft skills anak-anak. Begitu pula sebaliknya.
Sebuah paket pendidikan yang direncanakan yang dapat meningkatkan soft skills
anak-anak akan menyebabkan arahan di sekolah semakin baik. Termasuk dalam
proses belajar ada contoh yang bisa dilihat dan ditiru.3 Dengan begitu lingkungan
pendidikan sangat berpengaruh bagi perkembangan soft skills dan hard skills
seseorang terutama anak-anak.
Lingkungan pendidikan ada tiga, yaitu di sekolah/pondok pesantren, di
rumah dan di masyarakat. Dari ke tiga lingkungan pendidikan tersebut pondok
pesantren lah satu-satunya lingkungan pendidikan sekaligus lembaga pendidikan
yang peserta didiknya (santri) berada dalam pondok 24 jam non stop. Tentu saja
hal tersebut menjadikan pondok pesantren sebagai tempat yang tepat untuk
mengintegrasikan pembinaan soft skills dan hard skills.
Secara terminologis, pesantren didefeinisikan sebagai lembaga pendidikan
tradisional Islam untuk mempelajari, memahami, mendalami, menghayati dan
2
Barnawi dan Mohammad Arifin, School Preneurship (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2012), 99.
3
mengamalkan ajaran Islam dengan menekankan pentingnya moral keagamaan
sebagai pedoman perilaku sehari-hari. Perlu dijelaskan bahwa pengertian
“tradisional” dalam definisi ini bukan berarti kolot dan ketinggalan zaman, tetapi
menunjuk pada pengertian bahwa lembaga ini telah hidup sejak ratusan tahun
yang lalu.4
Dalam pemakaian sehari-hari, istilah pesantren bisa disebut dengan pondok
saja atau kedua kata ini digabung menjadi pondok pesantren. Asrama yang
menjadi penginapan santri sehari-hari dapat dipandang sebagi pembeda antara
pondok dan pesantren. Pada pesantren santrinya tidak disediakan asrama
(pemondokan) di kompleks pesantren tersebut, mereka tinggal di seluruh desa
sekeliling pesantren (santri kalong) dimana cara dan metode pendidikan dan
pengajaran agama Islam diberikan dengan sistem wetonan yaitu para santri
datang berduyun-duyun pada waktu-waktu tertentu.5
Secara umum pesantren dapat diklasifikasikan menjadi dua, yakni
pesantren salaf (tradisional) dan pesantren khalaf (modern). Sebuah pesantren
disebut pesantren salaf jika dalam kegiatan pendidikannya semata-mata
berdasarkan pada pola-pola pengajaran klasik atau lama, yakni pengajian kitab
kuning dengan metode pembelajaran klasik atau lama serta belum
dikombinasikan dengan pola pendidikan modern. Jenis pondok ini pun dapat
meningkat dengan membuat kurikulum tersendiri, dalam arti kurikulum ala
4
Muljono Darnopolii, PESANTREN MODERN IMMIM Pencetak Muslim Modern (jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2011), 57-58.
5
pondok pesantren yang bersangkutan yang disusun sendiri berdasarkan ciri khas
yang dimiliki oleh pondok pesantren. Pesantren khalaf adalah pesantren yang
disamping tetap dilestarikannya unsur-unsur utama pesantren, juga memasukkan
ke dalamnya unsur-unsur modern yang ditandai dengan sistem atau klasikal atau
sekolah dan adanya ilmu-ilmu umum yang digabungkan dengan pola pendidikan
pesantren klasik. Dengan demikian pesantren modern merupakan pendidikan
pesantren yang diperbarui atau dipermodern pada segi-segi tertentu untuk
disesuaikan dengan sistem sekolah. Pesantren ini selain menyelenggarakan
kegiatan kepesantrenan juga menyelenggarakan kegiatan pendidikan fornal (jalur
sekolah), baik itu jalur umum (SD, SMP, dan SMK) maupun jalur berciri khas
agama Islam (MI, MTs, MA, MAK). Biasanya kegiatan pembelajaran
kepesantrenan pada pondok pesantren ini memiliki kurikulum pondok pesantren
yang klasikal dan berjenjang.6
Tujuan diselenggarakannya pendidikan pesantren secara umum adalah
membimbing peserta didik (santri) yang dengan bekal ilmu agamanya mereka
sanggup menjadi mubaligh untuk menyebarkan ajaran Islam dalam masyarakat
sekitar melalui ilmu dan amalnya. Sedangkan tujuan khususnya adalah
mempersiapkan peserta didik (para santri) untuk menjadi orang alim dalam ilmu
agama yang diajarkan oleh kyai yang bersangkutan, serta dalam mengamalkan
6
dan mendakwahkannya dalam masyarakat.7 Tujuan Instruksional Pesantren yang
lebiih luas dengan tetap mempertahankan hakikatnya dan diharapkan menjadi
tujuan pesantren secara nasional pernah diputuskan dalam
Musyawarah/Lokakarya Intensifikasi Pengembangan Pondok Pesantren di
Jakarta yang berlangsung pada tanggal 2 s.d. 6 Mei 1978. Tujuan umum
pesantren adalah membina warga negara agar berkepribadian Muslim sesuai
dengan ajaran agama Islam dan menanamkan rasa keagamaan tersebut pada
semua segi kehidupannya serta menjadikannya sebagai orang yang berguna bagi
agama, masyarakat dan negara.8
Walaupun pesantren sering diasumsikan sebagai lembaga pendidikan Islam
tertua di Indonesia, setelah rumah tangga; tetapi perhatian para peneliti terhadap
pesantren dapat dikatakan belumlah terlalu lama dimulai. Oleh karena itu, masih
banyak sisi-sisi lain dari pesantren yang perlu dielaborasi dan diteliti lebih lanjut.
Apalagi jumlah pesantren di Indonesia terbilang sangat banyak dan terbesar di
hampir seluruh pelosok nusantara. Juga, antara satu pesantren dengan pesantren
lainnya dipastikan memiliki begitu banyak perbedaan di samping persamaan
pada elemen-elemen pokoknya. Tafsir menulis bahwa pesantren sebagai
komunitas dan sebagai lembaga pendidikan yang besar jumlahnya dan luas
penyebarannya di berbagai pelosok tanah air telah banyak memberikan saham
dalam pembentukan manusia Indonesia yang religius. Bahkan lembaga tersebut
7
A. Fatah Yasin, Dimensi-dimensi Pendidikan Islam (Malang: UIN-Malang Press, tt), 243. 8
telah banyak melahirkan pemimpin bangsa di masa lalu, kini, dan agaknya juga
di masa datang. Lulusan pesantren tak pelak lagi banyak yang mengambil
partisipasi aktif dalam pembangunan bangsa.9
Sebagian masyarakat masih menganggap pondok pesantren tetap sebuah
lembaga pendidikan tradisional yang bersifat klasik atau kuno. Dimana hanya
mempelajari ilmu-ilmu pengetahuan agama Islam saja dan mengesampingkan
pengetahuan umum lainnya. Pandangan ini muncul karena memang pesantren
pada mulanya hanya bertujuan mencetak kader-kader Ulama. Namun pada
kenyataannya, mayoritas pesantren saat ini telah mengembangkan sistem
pendidikannya dengan memunculkan berbagai macam ekstrakurikuler atau
kegiatan yang bertujuan agar santri yang sudah lulus dari pesantren dapat
bersaing di dunia luar baik dalam bidang sosial, agama, budaya dan ekonomi.
Jika diamati jumlah pesantren di daerah Ponorogo, sekitar 75%
diantaranya telah membuka berbagai macam ekstrakurikuler. Pondok Pesantren
Fathul Muna Sambit misalnya, telah memiliki sepuluh ekstrakurikuler yang
diantaranya: Institut Jujitsu Indonesia, Hadroh, Pidato, Khutbah Walimah,
Khutbah Jumat dan Ied, Dzibaiyah dan al-Barzanji, Dzikir Fidha, Qiro’ah,
Ternak ayam dan berkebun.
Tujuan penting kegiatan ekstrakurikuler ini adalah sebagai wahana
pengembangan keterampilan santri lebih khusus sebagai sarana pembinaan soft
skills dan hard skills-nya. Karena dalam aplikasinya, semua kegiatan
9
ekstrakurikuler yang ada membutuhkan komunikasi satu dengan yang lainnya.
Mereka akan belajar bagaimana cara bersosialisasi, bermasyarakat, bersikap dan
bertindak. Semuanya mereka pelajari termasuk bagaimana cara penyelenggara
ekstra mengatur anggotanya, bagaimana cara interaksi antar anggota dan
bagaimana cara semua anggota ekstra berkomitmen terhadap tugas dan
kewajibannya.
Berdasarkan uraian di atas, penulis sangat tertarik untuk mengkaji lebih
lanjut tentang pendidikan pondok pesantren kaitannya dengan pola integrasi
pembinaan keterampilan (soft skills dan hard skills) melalui pengembangan
ekstrakurikuler, dalam sebuah skripsi yang berjudul “Pola integrasi pembinaan
soft skills dan hard skills santri dalam kegiatan ekstrakurikuler di pondok
pesantren Fathul Muna Sambit Ponorogo tahun ajaran 2017/2018”.
B. Fokus Penelitian
Mengingat luasnya cakupan pembahasan, keterbatasan waktu dan biaya,
maka peneliti memberikan fokus masalah pada ”Pola integrasi pembinaan soft
skills dan hard skills santri kegiatan ekstrakurikuler di pondok pesantren Fathul
C. Rumusan Masalah
Dari fokus penelitian di atas, masalah dalam penelitian ini dapat
dirumuskan sebagai berikut:
1. Bagaimana bentuk dan pelaksanaan kegiatan ekstrakurikuler yang ada di
pondok pesantren Fathul Muna Sambit Ponorogo Tahun Ajaran 2017/2018 ?
2. Bagaimana pola integrasi pembinaan soft skills dan hard skills santri dalam
kegiatan ekstrakurikuler di pondok pesantren Fathul Muna Sambit Ponorogo
Tahun Ajaran 2017/2018 ?
D. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari penelitian ini sesuai dengan apa yang menjadi
permasalahan yang dikaji yaitu:
1. Untuk mengetahui bentuk pelaksanaan kegiatan ekstrakurikuler yang ada di
pondok pesantren Fathul Muna Sambit Ponorogo Tahun Ajaran 2017/2018.
2. Untuk mengetahui pola integrasi pembinaan soft skills dan hard skills santri
dalam kegiatan ekstrakurikuler di pondok pesantren Fathul Muna Sambit
Ponorogo Tahun Ajaran 2017/2018.
E. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi nilai guna pada berbagai
pihak, yaitu:
1. Secara Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya khazanah keilmuan
dan hard skills santri dalam kegiatan ekstrakurikuler di pondok pesantren Fathul Muna Sambit dan juga bisa sebagai bahan referensi dan tambahan
pustaka pada perpustakaaan IAIN Ponorogo.
2. Secara praktis
a. Bagi Pengasuh Pesantren
Hasil penelitian ini bisa menjadi acuan untuk mengambil kebijakan
yang dapat meningkatkan kualitas pembinaan soft skills dan hard skills
santri terutama di lingkungan pesantren yang dipimpin.
b. Bagi Uztadz
Hasil penelitian diharapkan dapat dimanfaatkan sebagai masukan
untuk menemukan pengembangan ekstrakurikuler yang lebih efektif
guna membina soft skills dan hard skills santri.
c. Bagi Santri
Hasil penelitian diharapkan agar santri lebih aktif lagi dalam kegiatan
ekstrakurikuler, agar kelak mampu menjadi pribadi yang bisa diharapkan
oleh semua pihak sebagai penerus perjuangan Islam.
d. Bagi Peneliti yang akan datang
Hasil penelitian ini diharapkan bisa menjadi pijakan dalam
perumusan desain penelitian lanjutan yang lebih mendalam dan lebih
F. Sistematika Pembahasan
Sebagai gambaran pola pemikiran penulis yang tertuang dalam karya
ilmiah ini, maka penulis menyusun sistematika pembahasan yang dibagi dalam
enam bab yang masing-masing bab terdiri dari sub-sub yang berkaitan erat dan
merupakan kesatuan yang utuh, yaitu:
BAB I: Pendahuluan. Bab ini berfungsi sebagai gambaran umum untuk
memberi pola pemikiran bagi keseluruhan skripsi, yang meliputi latar
belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat
penelitian, dan sistematika pembahasan.
BAB II: Berisi tentang landasan teori, yakni untuk mengungkapkan kerangka
acuan teori yang digunakan sebagai landasan dalam melakukan
penelitian yaitu tentang pengertian soft skills dan hard skills dan
kegiatan ekstrakurikuler.
BAB III: Metode penelitian, berisi tentang jenis penelitian dan pendekatan
yang digunakan, serta metode-metode yang digunakan dalam
pengambilan data.
BAB IV: Temuan penelitian, dalam bab ini berisi tentang paparan data, yang
berisi hasil penelitian di lapangan yang terdiri atas gambaran umum
lokasi penelitian dan deskripsi data. Gambaran umum lokasi
penelitian berbicara tentang pondok pesantren Fathul Muna Sambit
Ponorogo yang meliputi: sejarah berdiri, visi dan misi, letak
tentang pola integrasi pembinaan soft skills dan hard skills santri dalam kegiatan ekstrakurikuler di pondok pesantren Fathul Muna
Sambit Ponorogo Tahun Ajaran 2017/2018.
BAB V: Pembahasan, dalam bab ini berisi tentang pembahasan hasil
penelitian yang meliputi temuan-temuan dari hasi penelitian dan
analisis dari hasil penelitian yang telah dilakukan, yang berkaitan
dengan pola integrasi pembinaan soft skills dan hard skills santri
dalam kegiatan ekstrakurikuler di pondok pesantren Fathul Muna
Sambit Ponorogo Tahun Ajaran 2017/2018.
BAB VI: Penutup. Bab ini merupakan bab terakhir dari skripsi yang penulis
susun, didalamnya menguraikan tentang kesimpulan sebagai jawaban
dari pokok permasalahan dan saran-saran yang terkait dengan hasil
penelitian, dan sebagai pelengkap penulisan skripsi ini, penulis
melampirkan daftar kepustakaan, daftar riwayat hidup dan
12 BAB II
KAJIAN TEORI DAN ATAU TELAAH HASIL PENELITIAN TERDAHULU
A. Kajian Teori
1. Pola Integrasi Dalam Pembelajaran
Menurut kamus besar bahasa Indonesia, “pola adalah bentuk atau model
(atau, lebih abstrak, suatu set peraturan) yang bisa dipakai untuk membuat atau untuk menghasilkan sesuatu atau bagian dari sesuatu”.1
Secara istilah integrasi memiliki sinonim perpaduan, penyatuan atau
penggabungan dari dua obyek atau lebih supaya menjadi satu kebulatan atau
menjadi utuh.2
Jadi pola integrasi dalam pembelajaran atau pembinaan dapat diartikan
sebagai model atau bentuk yang dapat dipakai untuk menyatukan atau
meggabungkan beberapa tema, materi, keterampilan dan kompetensi yang
ingin dicapai dari suatu pembelajaran atau pembinaan. Sebagai contoh,
pembinaan soft skills dan hard skills bagi santri di pondok pesantren.
Secara umum pola pengintegrasian materi atau tema pada model
pembelajaran terpadu dapat dikelompokkan menjadi tiga klasifikasi
pengintegrasian kurikulum, yakni pertama, pengintegrasian di dalam satu
1
Tim Redaksi, Kamus Besar Bahasa Indonesia Methode Akhlak Edisi Ke Tiga (Jakarta: Balai Pustaka, 2005), 884.
2
disiplin ilmu; kedua, pengintegrasian di dalam beberapa disiplin ilmu; ketiga,
pengintegrasian di dalam dan beberapa disiplin ilmu.3
a. Pengintegrasian di Dalam Satu Disiplin Ilmu
Model ini merupakan model pembelajaran terpadu yang mentautkan
dua atau lebih bidang ilmu yang serumpun. Misalnya di bidang ilmu alam,
mentautkan antara dua tema dalam kimia dan fisika yang memiliki
relevansi antara tema dalam kimia dan fisika. Misalnya, tema metabolisme
dapat ditinjau dari biologi maupun kimia. Begitupun dengan tema-tema
yang relevan pada bidang ilmu sosial seperti antara sosiologi dan geografi.4
Sebagai contoh lain, tema-tema yang relevan dalam bidang ekstrakurikuler
public speaking misalnya, mentautkan antara dua tema dalam pidato dan khutbah, tema teknik penyampaian materi dapat ditinjau dari keduanya.
Jadi sifat keterpaduan dalam model ini adalah hanya dalam satu
rumpun bidang ilmu saja. Model ini dibagi menjadi tiga, yaitu model
fragmented, model connected, dan model nested.5
b. Pengintgrasian Beberapa Disiplin Ilmu
model ini merupakan model pembelajaran terpadu yang mentautkan
antar disiplin ilmu yang berbeda. Misalnya antara tema yang ada dalam
bidang ilmu sosial dengan bidang ilmu alam. Sebagai contoh, tema energi
3
Trianto, Model Pembelajaran Terpadu Konsep, Strategi dan Implementasinya Dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), 37.
4Ibid ., 37 5
merupakan tema yang dapat dikaji dari bidang ilmu yang berbeda. Baik
dalam bidang ilmu sosial (kebutuhan energi dalam masyarakat) maupun
dalam bidang ilmu alam (bentuk-bentuk energi dan teknologinya).6
Dengan demikian, jelas bahwa dalam model ini suatu tema tersebut
dapat dikaji dari dua sisi bidang ilmu yang berbeda (antar disiplin ilmu).
Integrasi lintas disiplin ini dibagi menjadi tiga model yaitu: model
sequenced, model shared, model webbed, model threaded dan model integrated.7
c. Integrasi Inter dan Antar (Internal) Siswa
Integrasi dalam kategori ini didefinisikan sebagai integrasi yang
terjadi secara internal di dalam diri siswa. Suatu proses integarsi yang
bukan rekayasa eksternal, akan tetapi karena proaktif siswa berdasarkan
orientasi yang ingin dicapainya. Pada kategori ini ada dua model yaitu
immersed dan networked.8
Ada tiga pola integrasi pembelajaran terpadu yang dipilih dan
dikembangkan dalam program pendidikan guru di sekolah, yaitu model
connected, webbed dan integrated.9 Dari ketiga model tersebut penulis
memilih satu model pola integrasi, yaitu model integrated.
6
Trianto, Model Pembelajaran Terpadu Konsep, Strategi dan Implementasinya Dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), 37.
7
Deni Kurniawan, Pembelajaran Terpadu Tematik (Teori, Praktik dan Penilaian), 64. 8
Deni Kurniawan, Pembelajaran Terpadu Tematik (Teori, Praktik dan Penilaian), 64. 9
2. Pembelajaran Terpadu Model Integrated
a. Pengertian
Model ini merupakan pembelajaran yang menggunakan pendekatan
antar bidang studi. Model ini diusahakan dengan cara menggabungkan
bidang studi dengan cara menetapkan prioritas kurikuler dan menemukan
keterampilan, konsep dan sikap yang saling tumpang tindih di dalam
beberapa bidang studi.10 Model integrated merupakan perpaduan dari
sejumlah topik atau bahan ajar yang berbeda-beda tapi esensinya sama
dalam sebuah tema tertentu. model ini berangkat dari tumpang tindih
konsep pengalaman, keterampilan, dan sikap yang menuntut adanya
pengintegrasian multidisiplin. Dalam kaitan ini, perlu adanya satu tema
yang dapat ditinjau dari berbagai disiplin ilmu dalam pemecahan topik
masalah.11
Dalam pengertian lain model integrated juga diartikan sebagai
bentuk pembelajaran yang memadukan sebuah konsep dari sejumlah mata
pelajaran melalui hubungan tujuan-tujuan, isi, keterampilan, aktifitas dan
sikap. Dengan kata lain, bentuk pembelajaran integrated merupakan
pembelajaran antar mata pelajaran yang ditandai oleh adanya pemanduan
10
Trianto, Model Pembelajaran Terpadu Konsep, Strategi dan Implementasinya Dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP),43.
11
tujuan, kemampuan, sikap dari berbagai mata pelajaran dalam topik
tertentu secara utuh.12
Penjelasan Forgaty tentang integrasi lebih luas, dalam pengertian mewadahi berbagai pandangan tentang konsep integrasi itu sendiri. Sebab kalau dilihat lebih jauh, konsep integrasi dalam kurikulum
dan pembelajaran menurut pandangan Sadler dalam Concept of
Primary Education, ternyata terdapat sejumlah pemaknaan. Dimana
kejelasan akan framework yang digunakan, apa yang akan
diintegrasikan dan prinsip-prinsip yang akan dijadikan landasan kerja integrasi sangat penting. Tanpa itu semua, berbicara tentang
integrasi menjadi tidak bermakna (meaningless). Merujuk pada
penjelasan Sadler, ada tiga konsep dasar tentang ide integrasi dalam kurikulum dan pembelajaran yaitu integrasi yang berbasis pada konsep “wholeness”, ide integrasi berbasis pada kebutuhan (siswa), dan integrasi berbasis disiplin ilmu. Masing-masing memiliki logika
tersendiri13
b. Tahapan
Pada tahap awal hendaknya guru membentuk tim antar bidang studi
untuk menyelesaikan konsep-konsep, keterampilan-keterampilan dan
sikap-sikap yang akan dibelajarkan dalam satu semester tertentu untuk
beberapa bidang studi. Langkah berikutnya dipilih beberapa konsep,
keterampilan dan sikap yang mempunyai keterhubungan yang erat dan
tumpang tindih di antara bidang studi.14 Bidang studi yang diintegrasikan
misalnya matematika, fisika, seni dan bahasa dan pelajaran sosial. Selain
itu juga bisa pada ekstrakurikuler seperti pidato, khutbah, bela diri dan
sebagainya.
12
Abdul Majid, Pembelajaran Tematik Terpadu, 78. 13
Deni Kurniawan, Pembelajaran Terpadu Tematik (Teori, Praktik dan Penilaian), 63. 14
Fokus pengintegrasian pada sejumlah keterampilan belajar yang
ingin dilatihkan seorang guru kepada siswanya dalam suatu unit
pembelajaran untuk ketercapaian materi pelajaran (content).
Keterampilan-keterampilan belajar itu menurut Forgaty meliputi berpikir
(thinking skils), keterampilan sosial (social skill) dan keterampilan
mengorganisir (organizing skill).15
c. Kelebihan dan kekurangan
Tipe integrasi memiliki kelebihan yaitu:
1) Adanya kemungkinan pemahaman antar bidang studi, karena dengan
memfokuskan pada isi pelajaran, strategi berpikir, keterampilan sosial
dan ide-ide penemuan lain, satu pelajaran dapat mencakup banyak
dimensi sehingga pembelajaran siswa mejadi semakin diperkaya dan
diperkembang.
2) Memotivasi siswa dalam belajar16
3) Memberikan perhatian pada berbagai bidang yang penting dalam satu
saat. Tipe ini tidak memerlukan penambahan waktu untuk bekerja
dengan guru lain. Dalam tipe ini guru tidak perlu mengulang kembali
materi yang tumpang tindih, sehingga tercapailah efisiensi dan
efektifitas pembelajaran.
15
Trianto, Model Pembelajaran Terpadu Konsep, Strategi dan Implementasinya Dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), 43.
16
Kekurangan tipe integrasi antara lain:
1) Terletak pada guru, yaitu guru harus menguasai konsep, sikap dan
keterampilan yang diprioritaskan.
2) Penerapannya, yaitu sulitnya menerapkan tipe ini secara penuh.
3) Tipe ini memerlukan tim antar bidang studi, baik dalam
perencanaannya maupun pelaksanaannya
4) Pengintegrasian kurikulum dengan konsep-konsep dari masing-masing
bidang studi menuntut adanya sumber belajar yang beraneka ragam.17
3. Konsep Dasar Soft Sills dan Hard Skills
a. Pengertian soft skills dan hard skills
Hard Skillss dapat diartikan sebagai keterampilan seseorang dalam hal penguasaan ilmu pengetahuan, teknologi dan keterampilan teknis yang
berhubungan dengan bidang ilmunya. Ia berhubungan dengan kemampuan
olah pikir (kognitif) dan kemampuan olah fisik (psikomotorik). Dengan
kata lain, haard skills merupakan respresentasi dari kecerdasan intelektual
dan juga kecerdasan kinestetik. Hard skills merupakan ekspektasi dari pilar
pendidikan learning to know dan learning to do.
Sementara itu soft skills adalah keterampilan seseorang dalam
mengatur dirinya sendiri (intrapersonal skills) yang dapat meningkatkan
kinerja secara optimal dan keterampilan seseorang dalam berhubungan
dengan orang lain (interpersonal skills). Ia berkaitan dengan kemampuan
17
afektif dan berada di luar ranah teknis dan akademik sehingga bersifat
psikologis. Konsep soft skills merupakan istilah sosiologis yang merupakan
representasi dari kecerdasan emosional. Soft skills merupakan ekspektasi
dari pilar pendidikan learning to be dan learning to life together.18
b. Integrasi soft skills dan hard skills
Soft skills merupakan pendukung yang sangat berperan nantinya. Seorang ilmuwan yang tidak memiliki kepandaian berkomunikasi, maka
dia akan mudah tersisih dari sebuah kelompok seprofesinya. Jika titel
ilmuwan sudah dicapai namun tidak dapat mengambil inisiatif maka
ilmunya tidak akan terpakai.
Sisi yang sama juga terpakai logika di atas. Seorang yang terampil
bekerja namun tidak memiliki komunikasi yang baik maka
keterampilannya tidak akan banyak diketahui oleh orang. Keterampilan
yang tinggi kalau tidak mampu bekerja secara berkelompok maka tidak
akan bisa bekerja secara devison of labor. Dan kemudian akan bekerja
secara sendiri-sendiri. Ciri demikian tidak bisa terpakai pada zaman
sekarang.19
Soft skills melengkapi hard skills dan sangat penting bagi kesuksesan
apakah di sekolah / perguruan tinggi, di tempat kerja atau yang lainnya.20
Soft skills melengkapi hard skills dan sangat penting bagi kesuksesan di
18
Barnawi dan mohammad Arifin, School Preneurship, tt, 99. 19
Elfindri, et al., Soft skills Untuk Pendidik, 87. 20
tempat kerja yang keras. Seseorang bisa memiliki semua kemampuan
teknis di dunia ini, tetapi jika orang tersebut tidak mampu menjual
gagasannya, bergaul dengan orang lain atau menyerahkan pekerjaannya
tepat waktu, ia tidak mencapai kemajuan apa-apa.21
Sebagai contoh ada sebuah kisah fiksi tentang guru Matematika.
Seorang yang sejak kecilnya bercita-cita menjadi guru bekerja keras di
sekolah dan mecoba memasuki pendidikan lanjutan. Dia lulus di Sekolah
Tinggi Keguruan dan Ilmu pendidikan (STKIP) jurusan Matematika. Dia
belajar secara sungguh-sungguh sehingga nilai matematika yang ia peroleh
paling memuaskan A. Setelah tamat ia melamar menjadi guru Matematika.
Penguasaan ilmu Matematika dan sekaligus mengajarkan Matematika yang
baik merupakan hard skills.22
Ketika seorang guru matematika sudah menguasai ilmu dan juga
mengajarkan kepada anak didik. Maka masih banyak persyaratan agar guru
tadi menjadi sukses dalam hidup dan karirnya. Ketika dia bagus mendidik,
namun tidak memiliki sifat ramah, maka guru Matematika tadi tidak akan
disukai oleh anak didik. Ketika guru tadi tidak disiplin bekerja, malas dan
tidak banyak inisiatif, maka guru di atas kurang soft skills nya.23
21
Peggy Klaus dalam Kaswan, 101 Soft skills Untuk Mecapai Puncak Kinerja dan Kepemimpinan, 2.
22
Elfindri, et al., Soft skills Untuk Pendidik, 85. 23
4. Unsur-unsur Soft skills
a. Kesadaran Diri
Keadaran diri adalah kemampuan untuk mengenali dan memahami
kekuatan, kelemahan, kebutuhan, nilai-nilai, ambisi, suasana hati, emosi,
dorongan diri sendiri dan dampaknya terhadap orang lain. Pengaturan diri
adalah kemampuan untuk mengendalikan atau memberi arah impuls dan
suasana hati yang merusak. Kesadaran diri dan pengaturan diri memiliki
dampak pada kepercayaan diri, menjadi bisa percaya, memiliki integritas
dan terbuka untuk belajar. Ini merupakan proses batin dan spiritiual yang
berhubungan dengan kecerdasan emosional.24
b. Manajemen Diri
Manajemen diri adalah kemampuan dalam mengelola diri sendiri
yang meliputi beberapa wilayah seperti mengelola emosi, mengelola
waktu, mengelola prioritas, mengelola energi, mengelola pikiran,
mengelola kata, mengelola kehidupan pribadi, mengetahui kekuatan dan
mengetahui cara melakukan pekerjaan.25
c. Kecerdasan Sosial
Kesadaran atau kecerdasan sosial merujuk kepada spektrum yang
menentang dan secara instan merasa keadaan batiniah orang lain sampai
24
Kaswan, 101 Soft skills Untuk Mecapai Puncak Kinerja dan Kepemimpinan, 5. 25
memahami perasaan dan pikirannya, untuk mendapatkan situasi sosial yang
rumit. Hal ini meliputi:
1) Empati Dasar : perasaan dengan orang lain; merasakan isyarat-isyarat
emosi nonverbal.
2) Penyelarasan : mendengarkan dengan reseptivitas: menyelaraskan diri
pada seseorang.26
Penyelarasan adalah perhatian yang melampaui empati sesaat ke
kehadiran yang memperlancar hubungan baik. Seseorang menawarkan
perhatian total kepada orang lain dan mendengarkan sepenuhnya. Ia
berusaha memahami orang lain lebih daripada menyampaikan yang ia
maksud.27
3) Ketepatan Empatik
Inti empati adalah telinga yang tertata dengan tepat.
Mendengarkan dengan baik diperlukan secara mutlak demi
keberhasilan suatu pekerjaan. Orang yang tidak dapat atau tidak
bersedia mendengarkan adalah orang yang acuh tak acuh dan tidak
peduli, yang pada gilirannya membuat orang lain enggan
berkomunikasi lagi.
26Ibid
., 17. 27
d. Manajemen Hubungan
Brian Tracy, salah satu sosok paling ternama dalam hal kesuksesan
dan pencapaian pribadi, menyatakan di Amerika kecerdasan terpenting dan
paling dihargai adalah kecerdasan sosial, yakni kemampuan bergaul
dengan baik dengan orang lain. Delapan puluh lima persen kesuksesan
hidup ditentukan oleh kecakapan sosial, kemampuan berinteraksi secara
positif dan efektif dengan orang lain serta memperoleh kerjasama dengan
orang lain untuk mencapai tujuan.
Untuk membangun hubungan yang baik, orang harus memahami
unsur-unsur yang sehat. Ketika ada sesuatu yang tidak beres, sinyal intuitif
memberitahunya. Setidaknya ada tiga unsur yang esensial antara pemimpin
dengan pengikutnya yaitu kepercayaan, saling menghargai/menghormati
dan komunikasi.28
5. Lahirnya Soft skills
Beberapa kemungkinan penjelasan bahwa soft skills tidak lahir begitu
saja dalam diri seseorang, dalam hal ini adalah dalam diri peserta didik. Butuh
proses yang tidak sebentar dan tidak mudah dalam pembentukan soft skills
sehingga bisa dicapai serta diintegrasikan dengan hard skills. Diantara
faktor-faktor yang dapat melahirkan soft skills dianataranya adalah:
a. Rintangan yang dilalui oleh seseorang, semakin berat rintangan semakin
matang dalam menghadapi berbagai masalah. Rintangan itu dilihat sebagai
28
hal yang positif, apakah itu berupa tantangan alam maupun pekerjaan yang
begitu kompleks.
b. Pendidikan formal yang dilalui. Semakin baik pendidikan yang diterima
maka semakin kompleks soft skills seseorang, begitu juga sebaliknya. Paket
pendidikan yang memberikan porsi pembinaan soft skils lebih banyak akan
menyebabkan arahan di sekolah semakin baik. Termasuk dalam proses
belajar ada contoh yang bisa di lihat dan ditiru.
c. Lingkungan yang kondusif. Dapat menyebabkan munculnya berbagai
bentuk soft skills. Sebagai contoh ketika sebuah lingkungan mendorong
untuk bersikap sopan santun dan bertutur kata yang baik maka akan
lahirlah generasi yang memiliki sopan santun dan talenta bahasanya juga
baik.
d. Learning by doing. Alias belajar sendiri, yaitu belajar sambil melakukan, dengan kata lain belajar teori sekaligus dengan prakteknya. Cara ini
merupakan cara yang ampuh untuk belajar agar apa yang dipelajari lebih
melekat dalam memori peserta didik. Belajar sendiri memanglah
membutuhkan fasilitas dan arahan, namun ketika kunci-kunci belajar
diperoleh secara baik, maka akan memudahkan seseorang untuk menggali
sampai diperoleh suatu pemaknaan.29
Siapa yang melahirkan soft skills ? sudah jelas soft skills dapat dilakukan
oleh mereka yang paling dekat dengan perkembangan anak. Pertama adalah
29
orang tua,khususnya ibu yang dikembangkan di rumah. Kemudian
pengembangan soft skills dapat pula dikembangkan saat anak-anak menempuh
pendidikan di sekolah, tentunya guru berperan besar. Selain itu soft skills juga
dapat berkembang pada lingkungan anak-anak dimana dia dibesarkan.30
6. Kegiatan Ekstrakurikuler
a. Pengertian Kegiatan Ekstrakurikuler
Kegiatan Ekstrakurikuler adalah kegiatan yang dilakukan santri di
pondok pesantren, di luar jam belajar kurikulum standar.
Kegiatan-kegiatan ini ada pada setiap jenjang pendidikan dari sekolahdasar sampai
universitas. Kegiatan ekstrakurikuler ditujukan agar santri dapat
mengembangkan kepribadian, bakat, dan kemampuannya di berbagai
bidang di luar bidang akademik. Kegiatan ini diadakan secara swadaya dari
pihak pondok pesantren maupun santri itu sendiri untuk merintis kegiatan
di luar jam pelajaran pondok pesantren.31
Sejalan dengan yang diungkapkan oleh Suryosubroto bahwa kegiatan
ekstrakurikuler adalah kegiatan di luar jam belajar biasa yang bertujuan
agar peserta didik mampu memperkaya pengetahuan dan kemampuannya.32
Lebih jauh lagi kegiatan ekstrakurikuler adalah kegiatan di luar mata
pelajaran dan pelayanan konseling untuk membantu pengembangan peserta
30
Elfindri, et al., Soft skills Untuk Pendidik, 100. 31
Abu Ahmadi dan Widodo Supriono, Psikologi Belajar, (Jakarta : PT Rineka Cipta, 2004), 103.
32
didik sesuai dengan kebutuhan, potensi, bakat dan minat mereka melalui
kegiatan yang secara khusus diselenggarakan oleh pendidik dan atau tenaga
kependidikan yang memiliki kemampuan dan kewenangan di sekolah atau
madrasah.33 Untuk selanjutnya kegiatan ekstrakurikuler disebut
ekstrakurikuler.
Pengertian lain menyebutkan bahwa ekstrakurikuler adalah kegiatan
yang dilakukan di luar jam terjadwal dan dilaksanakan secara berkala atau
hanya dilaksanakan pada waktu tertentu termasuk pada waktu libur, yang
dilakukan di sekolah atau di luar sekolah dengan tujuan untuk memperluas
pengetahuan peserta didik, mengenal hubungan antar berbagai mata
pelajaran, menyalurkan bakat minat serta melengkapi upaya pembinaan
manusia seutuhnya.34
Dengan demikian yang dimaksud dengan ekstrakurikuler adalah
serangkaian kegiatan pengembangan bakat minat yang dilakukan di luar
jam tatap muka biasa guna menunjang realisasi kurikulum agar dapat
memperluas wawasan, pengetahuan, keahlian, dan kemampuan peserta
didik dalam menghayati apa yang telah dipelajari dalam kegiatan
intrakurikuler. Hal yang tidak kalah pentingnya adalah ekstrakurikuler
sebagai upaya pembinaan soft skills serta pembinaan hard skills.
33
Tim Pustaka Yustisia, Panduan Lengkap KTSP. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (Yogyakarta: Pustaka Yustisia, 2007), 213.
34
b. Jenis Ekstrakurikuler
Ekstrakurikuler dibagai menjadi dua jenis, yaitu bersifat rutin dan
bersifat periodik. Ekstrakurikuler yang bersifat rutin adalah bentuk
ekstrakurikuler yang dilaksanakan secara terus-menerus, seperti: latihan bola voly, latihan sepak bola, latihan hadroh, latihan qiro’ah dan
sebagainya, sedangkan ekstrakurikuler yang bersifat periodik adalah bentuk
kegiatan yang dilaksanakan pada waktu tertentu saja, seperti lintas alam,
kemping, pertandingan olahraga dan sebagainya.35
c. Nilai dan Kegunaan Ekstrakurikuler
Ekstrakurikuler memiliki nilai dan kegunaan sebagai berikut:
1) Memenuhi kebutuhan kelompok.
2) Menyalurkan bakat dan minat.
3) Memberikan pengalaman dan eksploratif.
4) Mengembangkan dan mendorong motivasi terhadap mata pelajaran.
5) Mengikat para peserta didik di lembaga pendidikan.
6) Mengembangkan loyalitas terhadap lembaga pendidikan.
7) Mengintegrasikan kelompok-kelompok sosial.
8) Mengembangkan sifat-sifat tertentu.
35
9) Memberikan kesempatan pemberian bimbingan dan layanan secara
terformat.36
d. Asas Pelaksanaan Ektrakurikuler
1) Harus dapat meningkatkan pengayaan peserta didik, baik ranah
kognitif, afektif maupun psikomotorik.
2) Memberi tempat serta mendorong penyaluran bakat dan minat peserta
didik sehingga mereka terbiasa melakukan kesibukan yang positif.
3) Adanya perencanaan yang telah diperhitungkan secara matang
sehingga tujuan dari ekstrakurikuler dapat tercapai.
4) Adanya monitoring pelaksanaan kegiatan serta evaluasi program.37
e. Tujuan dan Fungsi Ekstrakurikuler
1) Meningkatkan pemahaman terhadap agama sehingga mampu
mengembangkan dirinya sejalan dengan norma-norma agama dan
mampu mengamalkan dalam perkembangan ilmu pengetahuan,
teknologi dan budaya.
2) Meningkatkan kemampuan peserta didik sebagai anggota masyarakat
dalam mengadakan hubungan timbal balik dengan lingkungan sosial,
budaya dan alam semesta.
36
Oemar Hamalik, Administrasi dan Supervisi Pengembangan Kurikulum (Bandung: Mandar Maji, 1992), 129.
37
Departemen Agama Republik Indonesia, Kurikulum Madrasah Aliyah, Petunjuk
3) Menyalurkan dan mengembangkan potensi dan bakat peserta didik
agar dapat menjadi manusia yang berkreatifitas tinggi dan penuh
karya.
4) Melatih sikap disiplin, kejujuran, kepercayaan dan tanggung jawab
dalam melaksanakan tugas.
5) Menumbuhkembangkan akhlak Islami yang mengintegrasikan
hubungan dengan Allah, Rasul, manusia, alam semesta dan diri
sendiri.
6) Mengembangkan sensitifitas peserta didik dalam melihat persoalan
sosial-keagamaan sehingga menjadi insan yang proaktif terhadap
permasalahan sosial dan dakwah.
7) Memberi peluang peserta didik agar memliki kemampuan untuk
komunikasi dengan baik, secara verbal dan non verbal.
8) Melatih kemampuan peserta didik untuk bekerja dengan
sebaik-baiknya secara mandiri maupun kelompok.
9) Menumbuh kembangkan kemampuan peserta didik untuk memecahkan
masalah sehari-hari.38
f. Prinsip-prinsip Ekstrakurikuler
Dengan berpedoman pada tujuan dan maksud ekstrakurikuler dapat
ditetapkan prinsip-prinsip program ekstrakurikuler sebagai berikut:
38
1) Semua murid, guru dan personel administrasi hendaknya ikut serta
dalam meningkatkan program.
2) Kerja sama dalam tim adalah fundamental.
3) Pembatasan-pembatasan untuk partisipasi hendaknya dihindarkan.
4) Porsesnya adalah lebih penting daripada hasil.
5) Program hendaknya cukup komprehensif dan seimbang dapat
memenuhi kebutuhan dan minat semua siswa.
6) Program hendaknya memenuhi kebutuhan khusus sekolah.
7) Program harus dinilai berdasarkan kontribusinya pada nilai-nilai
pendidikan di sekolah dan efisiensi pelaksanaannya.
8) Kegiatan ini hendaknya menyediakan sumber-sumber motivasi yang
kaya bagi pengajaran kelas, sebaliknya pengajaran kelas hendaknya
juga menyediakan sumber motivasi yang kaya bagi kegiatan murid.
9) Ekstrakurikuler ini hendaknya dipandang sebagai integral dari
keseluruhan program di sekolah, tidak sekedar tambahan atau sebagai
kegiatan yang berdiri sendiri.
Dalam usaha membina dan mengembangkan program ekstrakurikuler
hendaknya memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
1) Materi kegiatan yang dapat memberi pengayaan bagi siswa.
2) Sejauh mungkin tidak terlalu membebani siswa.
4) Memanfaatkan kegiatan-kegiatan industri dan dunia usaha.39
Adapun langkah-langkah pelaksanaan ekstrakurikuler diantaranya
adalah:
1) Ekstrakurikuler yang diberikan kepada siswa secara individual atau
kelompok ditetapkan oleh sekolah berdasarkan minat siswa,
tersedianya fasilitas yang diperlukan serta adanya guru atau petugas
untuk itu, bilamana kegiatan tersebut memerlukannya.
2) Kegiatan-kegiatan yang direncanakan untuk diberikan kepada siswa
telah dipertimbangkan keselamatannya dan kemampuan siswa serta
kondisi sosial budaya setempat.
Salah satu ciri yang membedakan ekstrakurikuler dengan kegiatan
OSIS adalah dalam hal penilaian. Apabila suatu kegiatan di sekolah
dinyatakan sebagai ekstrakurikuler maka peserta kegiatan tersebut berhak
mendapat nilai B, C, K yang dinyatakan dalam rapor. Sedangkan peserta
kegiatan OSIS tidak memperoleh nilai tersebut.40 Namun di dalam pondok
pesantren jika tidak diberikan nilai juga tidak menjadi masalah yang
signifikan, karena pondok pesantren tidak dengan sekolah formal yang
mengharuskan adanya penilaian setelah adanya evaluasi. Biasanya di
pondok pesantren penilaiannya langsung secara lisan pada waktu evaluasi
dan dilakukan bersama-sama atau tidak perorangan.
39
Suryosubroto, Proses Belajar Mengajar di Sekolah, 291. 40
B. Telaah Hasil Penelitian Terdahulu
Di samping memanfaatkan berbagai teori yang relevan dengan bahasan ini
penulis melakukan kajian terhadap penelitian-penelitian terdahulu yang ada
relevansinya dengan penelitian ini. Diantaranya adalah:
1. Penelitian oleh Ahmad Shoin Akromuddin, NIM 3211103036 yang berjudul
“Strategi Pondok Psantren Dalam Pembinaan Life Skill (Kecakapan Hidup)
Santri Melalui kegiatan Ekstrakurikuler di Pondok Pesantren Panggung
Tulungagung” Skripsi tahun 2014.
Dari penelitian tersebut dapat diambil kesimpulan:
a. Upaya pembinaan ketrampilan hidup (life skill) santri di pondok pesantren
Panggung Tulungagung, yaitu: dengan menggunakan sistem keterpaduan
antara ilmu umum dan ilmu agama, supaya bisa meningkatkan pengetahuan
dan wawasan santri sebelum terjun ke masyarakat.
b. Bentuk-bentuk kegiatan pembinaan ketrampilan hidup (life skill) santri di
pondok pesantren Panggung Tulungagung, yaitu: Pencak Silat Pagar Nusa, Hadrah, Qiro’at, Pidato, Pembawa Acara (pranoto adicoro), Koperasi
Santri.
c. Faktor pendukung dan penghambat pembinaan ketrampilan hidup (life
skill) santri di pondok pesantren Panggung Tulungagung, yaitu: letak Pondok Pesantren Panggung yang bearada di lingkungan perkotaan
menjadi salah satu faktor pendukung pembinaan life skill (ketrampilan
Pondok Pesantren Panggung yang secara tidak langsung menjadi
pendukung keefektifan pembinaan life skill (ketrampilan hidup) santri.
Sedangkan dalam pengembangan pembinaan life skill (ketrampilan hidup)
santri yang berbasis tekhnologi terhambat oleh biaya dan tenaga pengajar.
2. Penelitian olehMohammad Aminulloh, S.Pd. I. Alumni STAIN Ponorogo
Tahun 2011 yang berjudul “peningkatan life skills siswa melalui program
pengembangan diri di madrasah aliyah Nurul Mujahidin Mlarak Ponorogo
tahun 2010-2011”.
Dari hasil penelitian tersebut dapat diambil beberapa kesimpulan yaitu:
a. Latar belakang diadakannya program pengembangan diri ini adalah
memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan potensi,
bakat dan minat yang mereka miliki, agar mereka mempunyai keterampilan
yang siap pakai di bidangnya masing-masing, sehingga keterampilan
tersebut menjadi bekal bagi siswa-siswi dalam terjun ke masyarakat,
khususnya bagi mereka yang tidak melanjutkan ke jenjang pendidikan yang
lebih tinggi. Disamping itu diadakannya program pengembangan diri ini
untuk meningkatkan kualitas pendidikan lembaga Madrasah Aliyah Nurul
Mujahidin di era globalisasi ini sehingga diharapkan Madrasah Aliyah
Nurul Mujahidin dapat bersaing dengan lembaga pendidikan lainnya.
b. bentuk-bentuk pendidikan keterampilan yang ada di Madrasah Aliyah
Nurul Mujahidin adalah keterampilan sablon, bengkel las, komputer,
termasuk ke dalam program pengembangan diri yang dilaksanakan dengan
kerja sama badan usaha yang dilaksanakan di tempat kerja tersebut
(magang). Kegiatannya dilaksanakan selama tiga bulan, dibagi kedalam
enam kali pertemuan/tatap muka dalam satu minggu. Masuk siang hari
setelah pulang sekolah masuk jam 14.00-1600 WIB. (lebih disesuaikan
dengan jam pulang di badan usaha tersebut). Proses penerapannya adalah
siswa melakukan kegiatan belajar keterampilan sambil bekerja/praktek
(magang), dengan petunjuk para pengelola badan usaha tersebut sebagai
tutor/sumber belajar yang sudah terampil dalam pekerjaan tersebut dan
dibantu oleh guru pembimbing dari madrasah Nurul Mujahidin. Dalam
program pengembangan diri ini terdapat aktualisasi upaya peningkatan life
skill siswa, yaitu melalui instrumen-instrumen, situasi, kondisi,
kegiatan-kegiatan dan arahan-arahan yang dapat meningkatkan terhadap life skill
siswa, khususnya personal skill, sosial skill dan vokasional skill siswa.
c. hasil dari program pengembangan diri ini adalah diantaranya meningkatkan
life skill siswa, personal skill, sosial skill dan vokasional skill siswa. Hal demikian merupakan modal bagi peserta didik untuk dapat mengatasi
tantangan dan problem kehidupan yang akan mereka hadapi.
Dari kedua telaah di atas, terdapat perbedaan dan persamaan dengan
penelitian yang akan saya lakukan. Adapun perbedaannya yaitu pada kedua
telaah di atas membahas life skill secara umum dan melebar sedangkan penelitian
pembinaan soft skills dan hard skills. Sedangkan persamaan antara kedua telaah di atas dengan penelitian yang akan saya lakukan yaitu kita sama-sama
membahas pembinaan kecakapan atau keterampilan (skill) peserta didik pada
36 BAB III
METODE PENELITIAN
A. Pendekatan dan Jenis Penelitian
Pendekatan penelitian yang digunakan oleh penulis dalam penelitian ini
adalah pendekatan penelitian lapangan berupa penelitian kualitatif yang bersifat
deskriptif non statistik. Prosedur penelitian ini menghasilkan data deskriptif,
ucapan atau lisan dan perilaku untuk dapat diamati dari orang-orang (subyek) itu
sendiri.1 Setelah diperoleh data berupa data-data lisan kemudian dilakukan
pencatatan secara lengkap semua data yang diperoleh dari subyek tersebut.
Data-data tersebut selanjutnya dideskripsi.2
Jenis penelitian yang digunakan adalah studi kasus yaitu penelitian yang
bertujuan mempelajari mengenai unit sosial tertentu yang meliputi individu,
kelompok, institusi atau masyarakat. Dalam penelitian kasus ini akan dilakukan
penggalian data secara mendalam dan menganalisis intensif faktor-faktor yang
terlibat di dalamnya.3
B. Kehadiran Peneliti
Dalam penelitian kualitatif ini, peneliti bertindak sebagai aktor sekaligus
pengumpul data. Dalam penelitian kualitatif peneliti adalah instrumen kunci.
Berfungsi menetapkan fokus penelitian, memilih informan sebagai sumber data,
1
Robert Bogdan, Pengantar Metode Penelitian Kualitatif (Surabaya: Usaha Nasional, 1992), 21-22.
2
Lexy J. Meleong, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2009), 4.
3
melakukan pengumpulan data, menilai kualitas data, analisis data, menafsirkan
data dan membuat kesimpulan atas temuannya. Peran peneliti sebagai partisipan
pengamat, dan sebagai pendukung adalah catatan-catatan kecil, buku-buku,
kamera, alat perekam dan lain-lain.4
Dalam hal ini peneliti terjun langsung ke lokasi penelitian untuk
mengumpulkan data-data yang diperoleh, peneliti berpartisipasi untuk
mengungkapkan sesuatu yang belum diketahui hingga data tersebut lengkap.
Kehadiran peneliti di sini untuk mewawancarai, mengambil dokumentasi dan
lain sebagainya untuk memperoleh data yang selengkap-lengkapnya.
C. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian ini bertempat di pondok pesantren Fathul Muna Sambit
Ponorogo. Penelitian dilaksanakan berdasarkan penyesuaian dengan topik
penelitian yaitu Pola Integrasi Pembinaan soft skills dan hard skills santri dalam
kegiatan ekstrakurikuler di pondok pesantren Fathul Muna Sambit Ponorogo.
D. Sumber Data
Sumber data adalah subyek darimana fakta diperoleh.5 Sumber data dalam
penelitian kualitatif ini adalah kata-kata dan tindakan. Selebihnya adalah data
tertulis, foto dan sejenisnya. Yang dimaksud kata-kata adalah perkataan atau
4
Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif (Bandung: Alfabeta, 2008), 60. 5
tindakan orang yang diamati atau diwawancarai. Data ini direkam melalui catatan
tertulis merupakan pelengkap dari metode observasi dan wawancara.6
Adapun sumber data di atas mengungkap tentang:
Prosedur pengumpulan data pada penelitian kualitatif meliputi wawancara,
observasi dan dokumentasi.7 Teknik ini penting digunakan, sebab bagi peneliti
kualitatif, fenomena dapat dimengerti secara baik apabila dilakukan interaksi
dengan subyek melalui wawancara mendalam dan observasi mendalam pada latar
dimana fenomena tersebut berlangsung. Di samping itu untuk melengkapi data,
diperlukan dokumentasi (tentang bahan-bahan yang ditulis atau tentang subyek).8
Mengenai bagaimana pengertian dan teknis ketiga teknik pengumpulan
data tersebut akan dijelaskan sebagai berikut:
6
Tim Penyusun, Buku Pedoman Skripsi STAIN Ponorogo Jurusan Tarbiyah Edisi Revisi (Ponorogo: Jurusan Tarbiyah STAIN Ponorogo, 2016), 46.
7
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Studi Pendekatan Praktek, 38. 8
1. Teknik Wawancara
Wawancara adalah pemberian sejumlah pertanyaan yang dipersiapkan
dan diajukan kepada seseorang mengenai topik penelitian secara tatap muka
dan peneliti merekam jawaban-jawabannya sendiri.9
Menurut Deddy Mulyana wawancara merupakan bentuk komunikasi
antara dua orang, melibatkan seseorang yang ingin memperoleh informasi dari
seorang lainnya dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan, berdasarkan
tujuan tertentu. Metode ini bertujuan memperoleh bentuk-bentuk informasi
tertentu dari semua responden, tetapi susunan kata dan urutanya disesuaikan
dengan ciri-ciri setiap responden.10
Dalam pelaksanaan pengumpulan data di lapangan, peneliti dapat
menggunakan metode wawancara mendalam. Sesuai dengan pengertiannya,
wawancara mendalam bersifat terbuka. Pelaksanaan wawancara tidak hanya
sekali atau dua kali, melainkan berulang-ulang dengan intensitas yang tinggi. Peneliti tidak hanya ”percaya dengan begitu saja” pada apa yang dikatakan
informan, melainkan perlu mengecek dalam kenyataan melalui pengamatan.
Itulah sebabnya cek dan ricek dilakukan secara silih berganti dari hasil
9
Emzir, Metode Penelitian Kualitatif Analisis Data (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2011), 49.
10
wawancara ke pengamatan di lapangan, atau informan yang satu ke informan
yang lain.11
Peneliti harus memiliki konsep yang jelas mengenai hal yang
dibutuhkan, kerangka tertulis, daftar pertanyaan, atau daftar check harus
tertuang dalam rencana wawancara untuk mencegah kemungkinan mengalami
kegagalan memperoleh data. Metode ini digunakan peneliti untuk
mewawancarai pengurus pondok pesantren, uztadz/ustadzah, santri lainnya di
Pondok Pesantren Fathul Muna Sambit Ponorogo untuk mengetahui hal-hal
yang terjadi di dalam pelaksanaan pembelajaran, sehingga mudah
memperoleh informasi untuk melengkapi data penelitian.
2. Observasi Partisipan
Observasi partisipan adalah apabila observator (orang yang melakukan
observasi) turut ambil bagian atau berada dalam keadaan obyek yang
diobservasi (observees). Observasi ini digunakan dalam penelitian
eksploratif.12 Menurut Ahmad Tanzeh Observasi partisipan adalah sebuah
penelitian yang pengumpulan datanya dengan metode observasi berpartisipasi
dan bukan menguji hipotesis, melainkan mengembangkan hipotesis. Oleh
karena itu, penelitian ini dapat dikatakan sebagai penelitian untuk
mengembangkan teori dan karenanya hanya dapat dilakukan oleh peneliti
11
Deddy Mulyana, Metodologi Penelitian Kualitatif, 100. 12
yang menguasai macam-macam teori yang telah ada di bidang yang menjadi
perhatiannya.13
Dalam observasi ini, peneliti terlibat dengan kegiatan sehari-hari orang
yang sedang diamati atau yang digunakan sebagai sumber data penelitian.
Dengan observasi partisipan ini, maka data yang diperoleh akan lebih lengkap,
tajam dan sampai mengetahui pada tingkat makna dari setiap prilaku yang
nampak.14
Secara indrawi penulis melaksanakan observasi partisipan terhadap
situasi sosial di Pondok Pesantren Fathul Muna Sambit seperti sejarah
singkat, visi dan misi, letak geografis, sarana prasarana yang ada, serta hasil
dalam melaksanakan integrasi pembinaan soft skills dan hard skills santri
dalam kegiatan ekstrakurikuler serta disertai dengan pencatatan.
3. Dokumentasi
Menurut Arikunto, Dokumentasi yaitu mencari data mengenai hal-hal
atau variabel yang berupa catatan, transkip, buku, surat kabar, majalah,
prasasti, notulen rapat, agenda, dan sebagainya.15 Dokumen sebagai
pengumpulan data adalah setiap pernyataan tertulis yang disusun oleh
seseorang atau lembaga untuk keperluan pengujian suatu peristiwa atau
menyajikan akunting. Dalam penerapan metode dokumen ini, biasanya
13
Ahmad Tanzeh, Pengantar Metode Penelitian (Yogyakarta: Teras, 2009), 61. 14
Sugiyono, MetodologiPenelitianKuantitatif dan Kualitatif Dan R&D (Bandung: Alfabeta, 2011), 145.
15
peneliti menyusun instrumen dokumentasi dengan menggunakan check list
terhadap beberapa variabel yang akan didokumentasikan.16
Dokumentasi ini digunakan untuk mendapatkan data dengan
menyelidiki dokumen. Dokumen tidak hanya digunakan sebagai bahan
penelitian yang bersifat sejarah saja, tetapi juga bisa digunakan pada
penelitian yang lain atau yang bersifat masa sekarang.
Teknik ini digunakan untuk mengumpulkan data-data mengenai letak
geografis pondok, keadaan Uztadz dan santri, sarana dan prasarana yang
digunakan serta data tentang ekstrakurikuler, Sehingga dapat memberikan
data-data yang memudahkan peneliti dalam proses penelitian di pondok
pesantren Fathul Muna Sambit Ponorogo.
F. Teknik Analisis Data
Teknik analisis data pada penelitian ini menggunakan analisa data
kualitatif, mengikuti konsep yang diberikan Miles dan Huberman
mengemukakan bahwa aktifitas dalam analisa data kualitatif dilakukan secara
interaktif, berlangsung dan dilakukan secara terus-menerus pada setiap tahapan
penelitian sehingga sampai tuntas dan datanya sampai jenuh. Aktifitas dalam
analisis data meliputi reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan
(Verivikasi). Adapun langkah-langkah analisanya sebagai berikut:
16
Pengumpulan Data
Penyajian data
Reduksi data
Penarikan
Kesimpulan-kesimpulan (Verivikasi)
Gambar 3.1 Langkah-langkah analisis data
Keterangan:
1. Analisis data adalah mencari dan menyusun secara sistematis data yang
diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan dan bahan-bahan lain,
sehingga dapat mudah dipahami dan temuannya dapat diinformasikan kepada
orang lain.
2. Mereduksi adalah merangkum, memilih hal-hal pokok, memfokuskan pada
hal-hal yang penting dan membuat kategori. Dengan demikian data yang telah
direduksi memberikan gambaran yang lebih jelas dan mempermudah peneliti
Dalam penelitian ini data yang akan direduksi adalah data-data hasil
observasi, wawancara serta hasil penelitian yang dilakukan di pondok
pesantren Fathul Muna Sambit Ponorogo.
3. Mendisplay data adalah menyajikan data ke dalam pola yang dilakukan dalam
bentuk uraian singkat, bagan, gafrik, matrik dan lainnya.
Dalam hal ini Miles dan Huberman menyatakan bahwa yang paling
sering digunakan untuk menyajikan data dalam penelitian kualitatif adalah
teks yang bersifat naratif. Dengan mendisplay data, maka akan mepermudah
memahami apa yang terjadi dan merencanakan kerja selanjtunya berdasarkan
apa yang dipahami tersebut.
4. Langkah terakhir dalam penelitian ini adalah penarikan kesimpulan dan
verifikasi (konklusi). Yaitu penarikan data yang terus-menerus baik selama
maupun sesudah pengumpulan data untuk menarik kesimpulan yang dapat
menggambarkan pola yang terjadi.
G. Pengecekan Keabsahan Temuan
1. Ketekunan Pengamatan
Ketekunan pengamatan bermaksud menemukan ciri-ciri dan
unsur-unsur dalam situasi yang sangat relevan dengan persoalan atau isu yang
sedang dicari dan kemudian memusatkan diri pada hal-hal tersebut secara
rinci. Hal itu berarti bahwa peneliti hendaknya mengadakan pengamatan
dengan teliti dan rinci secara berkesinambungan terhadap faktor-faktor yang
pada pemeriksaan tahap awal tampak salah satu atau seluruh faktor yang
ditelaah sudah dipahami dengan cara biasa.17
2. Triangulasi
Keabsahan data penelitian kualitatif dilakukan dengan triangulasi.
Teknik triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data dengan
memanfatkan sesuatu yang lain di luar data itu untuk keperluan pengecekan
atau sebagai pembanding terhadap data itu. Teknik ini dapat dicari dengan
jalan:
a. Membandingkan data hasil pengamatan dengan data hasil wawancara.
b. Membandingkan apa yang dikatakan orang di depan umum dan pribadi.
c. Membandingkan keadaan perspektif seseorang dengan berbagai pendapat
atau pandangan orang yang berpendidikan tinggi, orang biasa atau
pemerintah.
d. Membandingkan apa yang dikatakan seseorang tentang situasi penelitian
dengan apa yang dikatakan sepanjang waktu.
e. Membandingkan hasil wawancara dengan isu suatu dokumen yang
berkaitan.18
H. Tahapan-tahapan Penelitian
Adapun tahapan-tahapan dalam melakukan penelitian ada empat tahapan
antara lain:
17
Lexy J Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, 177. 18
1. Tahapan Pra Lapangan
Adapun pra lapangan meliputi: menyusun rancangan penelitian,
memilih lapangan penelitian, mengurus perizinan, menjajaki dan menilai
keadaan lapangan, memilih dan memanfaatkan informan, menyiapkan
perlengkapan dan yang menyangkut etika penelitian.
2. Tahap Pekerjaan Lapangan
Tahap pekerjaan lapangan meliputi: memahami latar penelitian dan
persiapan diri, memasuki lapangan dan berperan serta sambil mengumpulkan
data.
3. Tahap Analisa Data
Tahap analisa data meliputi: analisa selama dan setelah pengumpulan
data.19 Dalam tahap ini penulis melakukan analisis terhadap data-data yang
telah dikumpulkan dari hasil wawancara, observasi dan dokumentasi.
4. Tahap Penulisan hasil laporan
Pada tahap ini penulis menuangkan hasil penelitian yang sistematis
sehingga dapat dipahami dan diikuti alurnya untuk pembaca.
19
47 BAB IV
DESKRIPSI DATA
A. Deskripsi Data Umum
1. Sejarah Berdirinya Pondok Pesantren Fathul Muna
Pada mulanya Pondok pesantren Fathul Muna hanya sebuah kelompok
kecil yang terdiri dari seorang ustad dan beberapa santrinya. Ustad tersebut
bernama Bapak Syahrifin. Dahulu mereka mengadakan kajian di Campursari,
bergabung dengan yayasan Arjowinangon.
Lambat laun santri yang berminat mengikuti kajian semakin banyak.
Melihat fenomena tersebut maka Bapak Syahrifin dan beberapa orang
temannya berniat untuk mendirikan lembaga pendidikan sendiri. Maka pada
tahun 2000 lembaga pengajian ini berpindah ke Jetis. Disana mereka
mendirikan bangunan sebagai tempat menampung santri yang ingin belajar.
Namun setelah berjalan hampir satu tahun, terjadi masalah mengenai ijin
mendirikan bangunan.
Berawal dari hal tersebut maka lembaga pendidikan tersebut berpindah
ke kawasan Jalan raya Ponorogo-Trenggalek. Tepatnya di Jl. Tanggulangin
No. 20 A Mlandangan Campurejo Sambit Ponorogo, bernama Pondok
Pesantren Fathul Muna yang berarti pembuka angan. Pesantren ini didirikan
dengan maksud untuk membuka wawasan dan pengetahuan santri yang