• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pola Integrasi Pembinaan Soft Skills Dan Hard Skills Santri Dalam Kegiatan Ekstrakurikuler Di Pondok Pesantren Fathul Muna Sambit Ponorogo Tahun Ajaran 2017/2018 - Electronic theses of IAIN Ponorogo

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Pola Integrasi Pembinaan Soft Skills Dan Hard Skills Santri Dalam Kegiatan Ekstrakurikuler Di Pondok Pesantren Fathul Muna Sambit Ponorogo Tahun Ajaran 2017/2018 - Electronic theses of IAIN Ponorogo"

Copied!
89
0
0

Teks penuh

(1)

POLA INTEGRASI PEMBINAAN SOFT SKILLS DAN HARD SKILLS

SANTRI DALAM KEGIATAN EKSTRAKURIKULER DI PONDOK PESANTREN FATHUL MUNA SAMBIT PONOROGO

TAHUN AJARAN 2017/2018

SKRIPSI

OLEH NUR ROHMAT

NIM. 210313244

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI

(IAIN) PONOROGO

(2)

ABSTRAK

Rohmat, Nur. Pola Integrasi Pembinaan Soft Skills dan Hard Skills Santri Dalam Kegiatan Ekstrakurikuler di Pondok Pesantren Fathul Muna Sambit Ponorogo Tahun Ajaran 2017/2018. Jurusan Pendidikan Agama Islam (PAI) Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan Isntitut Agama Islam Negeri (IAIN) Ponorogo. Pembimbing Bpk. Nur Kolis, Ph.D.

Kata kunci: Pola Integrasi, Pembinaan Soft Skills dan Hard Skills, Kegiatan Ekstrakurikuler.

Soft Skills dan Hard Skills Merupakan dua unsur yang ada di dalam Life Skill, Soft Skills adalah keterampilan seseorang dalam mengelola dirinya sendiri dan

keterampilan seseorang dalam berhubungan dengan orang lain. Sedangkan Hard

Skills adalah keterampilan seseorang dalam hal penguasaan ilmu pengetahuan, teknologi dan keterampilan teknis yang berhubungan dengan bidang ilmunya. Keduanya tidak dapat dipisahkan antara satu dengan lainnya dalam diri seseorang, melainkan harus diintegrasikan dalam proses pembinaannya melalui latihan-latihan dalam sebuah kegiatan yang relevan, salah satunya yaitu kegiatan ekstrakurikuler sebagaimana yang dilakukan oleh Pon-Pes Fathul Muna.

Penelitian ini merumuskan masalahnya dan bertujuan hendak mengetahui (1) pelaksanaan kegiatan ekstrakurikuler di Pondok Pesantren Fathul Muna Sambit

Ponorogo, (2). Pola Integrasi Pembinaan Soft Skills dan Hard Skills Santri Dalam

Kegiatan Ekstrakurikuler di Pondok Pesantren Fathul Muna Sambit Ponorogo Tahun Ajaran 2017/2018.

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif dengan pendekatan studi kasus. Sedangkan metode yang digunakan dalam pengumpulan data adalah metode observasi partisipan, wawancara dan dokumentasi. Sedangkan teknik analisis data melalui proses reduksi data, display data dan pengambilan kesimpulan atau verifikasi.

Hasil penelitian menyimpulkan bahwa: (1) Bentuk ekstrakurikuler di Pon-Pes Fathul Muna adalah ekstrakurikuler rutin yang dilaksanakan secara terus menerus berdasarkan jadwal yang telah ditetapkan. Ekstrakurikuler di Pon-Pes Fathul Muna jumlahnya cukup banyak, sehingga dalam pelaksanaannya dibina oleh beberapa pembina dan masing-masing pembina memegang ekstrakurikuler yang berbeda. (2)

Pola integrasi pembinaan soft skills dan hard skills santri dalam kegiatan

ekstrakurikuler di pondok pesantren Fathul Muna Sambit Ponorogo tahun ajaran

2017/2018 adalah menggunakan pola integrasi model integrated yaitu bentuk

(3)
(4)
(5)

1 BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Soft skills dan hard skilss merupakan dua hal yang tidak dapat terpisahkan antara satu dan lainnya dalam diri seseorang jika orang tersebut ingin meraih

kesuksesan dalam bidang yang disukainya. Hard skills mengacu kepada

kemampuan teknis dan pengetahuan yang diperlukan untuk melakukan

perkejaan, sedangkan soft skills memungkinkan anda menggunakan kemampuan

teknis lebih efektif.1

Hard Skillss dapat diartikan sebagai keterampilan seseorang dalam hal penguasaan ilmu pengetahuan, teknologi dan keterampilan teknis yang

berhubungan dengan bidang ilmunya. Ia berhubungan dengan kemampuan olah

pikir (kognitif) dan kemampuan olah fisik (psikomotorik). Dengan kata lain,

haard skillss merupakan respresentasi dari kecerdasan intelektual dan juga

kecerdasan kinestetik. Dalam konsep UNESCO, hard skillss merupakan

ekspektasi dari pilar pendidikan learning to know dan learning to do.

Sementara itu soft skillss adalah keterampilan seseorang dalam mengatur

dirinya sendiri (intrapersonal skillss) yang dapat meningkatkan kinerja secara

optimal dan keterampilan seseorang dalam berhubungan dengan orang lain

1

(6)

(interpersonal skillss). Ia berkaitan dengan kemampuan afektif dan berada di luar

ranah teknis dan akademik sehingga bersifat psikologis. Konsep soft skillss

merupakan istilah sosiologis yang merupakan representasi dari kecerdasan

emosional. Dalam konsep UNESCO, soft skillss merupakan ekspektasi dari pilar

pendidikan learning to be dan learning to life together.2

Ada sebuah teori yang menyatakan bahwa semakin baik pendidikan yang

diterima maka semakin kompleks soft skills anak-anak. Begitu pula sebaliknya.

Sebuah paket pendidikan yang direncanakan yang dapat meningkatkan soft skills

anak-anak akan menyebabkan arahan di sekolah semakin baik. Termasuk dalam

proses belajar ada contoh yang bisa dilihat dan ditiru.3 Dengan begitu lingkungan

pendidikan sangat berpengaruh bagi perkembangan soft skills dan hard skills

seseorang terutama anak-anak.

Lingkungan pendidikan ada tiga, yaitu di sekolah/pondok pesantren, di

rumah dan di masyarakat. Dari ke tiga lingkungan pendidikan tersebut pondok

pesantren lah satu-satunya lingkungan pendidikan sekaligus lembaga pendidikan

yang peserta didiknya (santri) berada dalam pondok 24 jam non stop. Tentu saja

hal tersebut menjadikan pondok pesantren sebagai tempat yang tepat untuk

mengintegrasikan pembinaan soft skills dan hard skills.

Secara terminologis, pesantren didefeinisikan sebagai lembaga pendidikan

tradisional Islam untuk mempelajari, memahami, mendalami, menghayati dan

2

Barnawi dan Mohammad Arifin, School Preneurship (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2012), 99.

3

(7)

mengamalkan ajaran Islam dengan menekankan pentingnya moral keagamaan

sebagai pedoman perilaku sehari-hari. Perlu dijelaskan bahwa pengertian

“tradisional” dalam definisi ini bukan berarti kolot dan ketinggalan zaman, tetapi

menunjuk pada pengertian bahwa lembaga ini telah hidup sejak ratusan tahun

yang lalu.4

Dalam pemakaian sehari-hari, istilah pesantren bisa disebut dengan pondok

saja atau kedua kata ini digabung menjadi pondok pesantren. Asrama yang

menjadi penginapan santri sehari-hari dapat dipandang sebagi pembeda antara

pondok dan pesantren. Pada pesantren santrinya tidak disediakan asrama

(pemondokan) di kompleks pesantren tersebut, mereka tinggal di seluruh desa

sekeliling pesantren (santri kalong) dimana cara dan metode pendidikan dan

pengajaran agama Islam diberikan dengan sistem wetonan yaitu para santri

datang berduyun-duyun pada waktu-waktu tertentu.5

Secara umum pesantren dapat diklasifikasikan menjadi dua, yakni

pesantren salaf (tradisional) dan pesantren khalaf (modern). Sebuah pesantren

disebut pesantren salaf jika dalam kegiatan pendidikannya semata-mata

berdasarkan pada pola-pola pengajaran klasik atau lama, yakni pengajian kitab

kuning dengan metode pembelajaran klasik atau lama serta belum

dikombinasikan dengan pola pendidikan modern. Jenis pondok ini pun dapat

meningkat dengan membuat kurikulum tersendiri, dalam arti kurikulum ala

4

Muljono Darnopolii, PESANTREN MODERN IMMIM Pencetak Muslim Modern (jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2011), 57-58.

5

(8)

pondok pesantren yang bersangkutan yang disusun sendiri berdasarkan ciri khas

yang dimiliki oleh pondok pesantren. Pesantren khalaf adalah pesantren yang

disamping tetap dilestarikannya unsur-unsur utama pesantren, juga memasukkan

ke dalamnya unsur-unsur modern yang ditandai dengan sistem atau klasikal atau

sekolah dan adanya ilmu-ilmu umum yang digabungkan dengan pola pendidikan

pesantren klasik. Dengan demikian pesantren modern merupakan pendidikan

pesantren yang diperbarui atau dipermodern pada segi-segi tertentu untuk

disesuaikan dengan sistem sekolah. Pesantren ini selain menyelenggarakan

kegiatan kepesantrenan juga menyelenggarakan kegiatan pendidikan fornal (jalur

sekolah), baik itu jalur umum (SD, SMP, dan SMK) maupun jalur berciri khas

agama Islam (MI, MTs, MA, MAK). Biasanya kegiatan pembelajaran

kepesantrenan pada pondok pesantren ini memiliki kurikulum pondok pesantren

yang klasikal dan berjenjang.6

Tujuan diselenggarakannya pendidikan pesantren secara umum adalah

membimbing peserta didik (santri) yang dengan bekal ilmu agamanya mereka

sanggup menjadi mubaligh untuk menyebarkan ajaran Islam dalam masyarakat

sekitar melalui ilmu dan amalnya. Sedangkan tujuan khususnya adalah

mempersiapkan peserta didik (para santri) untuk menjadi orang alim dalam ilmu

agama yang diajarkan oleh kyai yang bersangkutan, serta dalam mengamalkan

6

(9)

dan mendakwahkannya dalam masyarakat.7 Tujuan Instruksional Pesantren yang

lebiih luas dengan tetap mempertahankan hakikatnya dan diharapkan menjadi

tujuan pesantren secara nasional pernah diputuskan dalam

Musyawarah/Lokakarya Intensifikasi Pengembangan Pondok Pesantren di

Jakarta yang berlangsung pada tanggal 2 s.d. 6 Mei 1978. Tujuan umum

pesantren adalah membina warga negara agar berkepribadian Muslim sesuai

dengan ajaran agama Islam dan menanamkan rasa keagamaan tersebut pada

semua segi kehidupannya serta menjadikannya sebagai orang yang berguna bagi

agama, masyarakat dan negara.8

Walaupun pesantren sering diasumsikan sebagai lembaga pendidikan Islam

tertua di Indonesia, setelah rumah tangga; tetapi perhatian para peneliti terhadap

pesantren dapat dikatakan belumlah terlalu lama dimulai. Oleh karena itu, masih

banyak sisi-sisi lain dari pesantren yang perlu dielaborasi dan diteliti lebih lanjut.

Apalagi jumlah pesantren di Indonesia terbilang sangat banyak dan terbesar di

hampir seluruh pelosok nusantara. Juga, antara satu pesantren dengan pesantren

lainnya dipastikan memiliki begitu banyak perbedaan di samping persamaan

pada elemen-elemen pokoknya. Tafsir menulis bahwa pesantren sebagai

komunitas dan sebagai lembaga pendidikan yang besar jumlahnya dan luas

penyebarannya di berbagai pelosok tanah air telah banyak memberikan saham

dalam pembentukan manusia Indonesia yang religius. Bahkan lembaga tersebut

7

A. Fatah Yasin, Dimensi-dimensi Pendidikan Islam (Malang: UIN-Malang Press, tt), 243. 8

(10)

telah banyak melahirkan pemimpin bangsa di masa lalu, kini, dan agaknya juga

di masa datang. Lulusan pesantren tak pelak lagi banyak yang mengambil

partisipasi aktif dalam pembangunan bangsa.9

Sebagian masyarakat masih menganggap pondok pesantren tetap sebuah

lembaga pendidikan tradisional yang bersifat klasik atau kuno. Dimana hanya

mempelajari ilmu-ilmu pengetahuan agama Islam saja dan mengesampingkan

pengetahuan umum lainnya. Pandangan ini muncul karena memang pesantren

pada mulanya hanya bertujuan mencetak kader-kader Ulama. Namun pada

kenyataannya, mayoritas pesantren saat ini telah mengembangkan sistem

pendidikannya dengan memunculkan berbagai macam ekstrakurikuler atau

kegiatan yang bertujuan agar santri yang sudah lulus dari pesantren dapat

bersaing di dunia luar baik dalam bidang sosial, agama, budaya dan ekonomi.

Jika diamati jumlah pesantren di daerah Ponorogo, sekitar 75%

diantaranya telah membuka berbagai macam ekstrakurikuler. Pondok Pesantren

Fathul Muna Sambit misalnya, telah memiliki sepuluh ekstrakurikuler yang

diantaranya: Institut Jujitsu Indonesia, Hadroh, Pidato, Khutbah Walimah,

Khutbah Jumat dan Ied, Dzibaiyah dan al-Barzanji, Dzikir Fidha, Qiro’ah,

Ternak ayam dan berkebun.

Tujuan penting kegiatan ekstrakurikuler ini adalah sebagai wahana

pengembangan keterampilan santri lebih khusus sebagai sarana pembinaan soft

skills dan hard skills-nya. Karena dalam aplikasinya, semua kegiatan

9

(11)

ekstrakurikuler yang ada membutuhkan komunikasi satu dengan yang lainnya.

Mereka akan belajar bagaimana cara bersosialisasi, bermasyarakat, bersikap dan

bertindak. Semuanya mereka pelajari termasuk bagaimana cara penyelenggara

ekstra mengatur anggotanya, bagaimana cara interaksi antar anggota dan

bagaimana cara semua anggota ekstra berkomitmen terhadap tugas dan

kewajibannya.

Berdasarkan uraian di atas, penulis sangat tertarik untuk mengkaji lebih

lanjut tentang pendidikan pondok pesantren kaitannya dengan pola integrasi

pembinaan keterampilan (soft skills dan hard skills) melalui pengembangan

ekstrakurikuler, dalam sebuah skripsi yang berjudul “Pola integrasi pembinaan

soft skills dan hard skills santri dalam kegiatan ekstrakurikuler di pondok

pesantren Fathul Muna Sambit Ponorogo tahun ajaran 2017/2018”.

B. Fokus Penelitian

Mengingat luasnya cakupan pembahasan, keterbatasan waktu dan biaya,

maka peneliti memberikan fokus masalah pada ”Pola integrasi pembinaan soft

skills dan hard skills santri kegiatan ekstrakurikuler di pondok pesantren Fathul

(12)

C. Rumusan Masalah

Dari fokus penelitian di atas, masalah dalam penelitian ini dapat

dirumuskan sebagai berikut:

1. Bagaimana bentuk dan pelaksanaan kegiatan ekstrakurikuler yang ada di

pondok pesantren Fathul Muna Sambit Ponorogo Tahun Ajaran 2017/2018 ?

2. Bagaimana pola integrasi pembinaan soft skills dan hard skills santri dalam

kegiatan ekstrakurikuler di pondok pesantren Fathul Muna Sambit Ponorogo

Tahun Ajaran 2017/2018 ?

D. Tujuan Penulisan

Adapun tujuan dari penelitian ini sesuai dengan apa yang menjadi

permasalahan yang dikaji yaitu:

1. Untuk mengetahui bentuk pelaksanaan kegiatan ekstrakurikuler yang ada di

pondok pesantren Fathul Muna Sambit Ponorogo Tahun Ajaran 2017/2018.

2. Untuk mengetahui pola integrasi pembinaan soft skills dan hard skills santri

dalam kegiatan ekstrakurikuler di pondok pesantren Fathul Muna Sambit

Ponorogo Tahun Ajaran 2017/2018.

E. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi nilai guna pada berbagai

pihak, yaitu:

1. Secara Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya khazanah keilmuan

(13)

dan hard skills santri dalam kegiatan ekstrakurikuler di pondok pesantren Fathul Muna Sambit dan juga bisa sebagai bahan referensi dan tambahan

pustaka pada perpustakaaan IAIN Ponorogo.

2. Secara praktis

a. Bagi Pengasuh Pesantren

Hasil penelitian ini bisa menjadi acuan untuk mengambil kebijakan

yang dapat meningkatkan kualitas pembinaan soft skills dan hard skills

santri terutama di lingkungan pesantren yang dipimpin.

b. Bagi Uztadz

Hasil penelitian diharapkan dapat dimanfaatkan sebagai masukan

untuk menemukan pengembangan ekstrakurikuler yang lebih efektif

guna membina soft skills dan hard skills santri.

c. Bagi Santri

Hasil penelitian diharapkan agar santri lebih aktif lagi dalam kegiatan

ekstrakurikuler, agar kelak mampu menjadi pribadi yang bisa diharapkan

oleh semua pihak sebagai penerus perjuangan Islam.

d. Bagi Peneliti yang akan datang

Hasil penelitian ini diharapkan bisa menjadi pijakan dalam

perumusan desain penelitian lanjutan yang lebih mendalam dan lebih

(14)

F. Sistematika Pembahasan

Sebagai gambaran pola pemikiran penulis yang tertuang dalam karya

ilmiah ini, maka penulis menyusun sistematika pembahasan yang dibagi dalam

enam bab yang masing-masing bab terdiri dari sub-sub yang berkaitan erat dan

merupakan kesatuan yang utuh, yaitu:

BAB I: Pendahuluan. Bab ini berfungsi sebagai gambaran umum untuk

memberi pola pemikiran bagi keseluruhan skripsi, yang meliputi latar

belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat

penelitian, dan sistematika pembahasan.

BAB II: Berisi tentang landasan teori, yakni untuk mengungkapkan kerangka

acuan teori yang digunakan sebagai landasan dalam melakukan

penelitian yaitu tentang pengertian soft skills dan hard skills dan

kegiatan ekstrakurikuler.

BAB III: Metode penelitian, berisi tentang jenis penelitian dan pendekatan

yang digunakan, serta metode-metode yang digunakan dalam

pengambilan data.

BAB IV: Temuan penelitian, dalam bab ini berisi tentang paparan data, yang

berisi hasil penelitian di lapangan yang terdiri atas gambaran umum

lokasi penelitian dan deskripsi data. Gambaran umum lokasi

penelitian berbicara tentang pondok pesantren Fathul Muna Sambit

Ponorogo yang meliputi: sejarah berdiri, visi dan misi, letak

(15)

tentang pola integrasi pembinaan soft skills dan hard skills santri dalam kegiatan ekstrakurikuler di pondok pesantren Fathul Muna

Sambit Ponorogo Tahun Ajaran 2017/2018.

BAB V: Pembahasan, dalam bab ini berisi tentang pembahasan hasil

penelitian yang meliputi temuan-temuan dari hasi penelitian dan

analisis dari hasil penelitian yang telah dilakukan, yang berkaitan

dengan pola integrasi pembinaan soft skills dan hard skills santri

dalam kegiatan ekstrakurikuler di pondok pesantren Fathul Muna

Sambit Ponorogo Tahun Ajaran 2017/2018.

BAB VI: Penutup. Bab ini merupakan bab terakhir dari skripsi yang penulis

susun, didalamnya menguraikan tentang kesimpulan sebagai jawaban

dari pokok permasalahan dan saran-saran yang terkait dengan hasil

penelitian, dan sebagai pelengkap penulisan skripsi ini, penulis

melampirkan daftar kepustakaan, daftar riwayat hidup dan

(16)

12 BAB II

KAJIAN TEORI DAN ATAU TELAAH HASIL PENELITIAN TERDAHULU

A. Kajian Teori

1. Pola Integrasi Dalam Pembelajaran

Menurut kamus besar bahasa Indonesia, “pola adalah bentuk atau model

(atau, lebih abstrak, suatu set peraturan) yang bisa dipakai untuk membuat atau untuk menghasilkan sesuatu atau bagian dari sesuatu”.1

Secara istilah integrasi memiliki sinonim perpaduan, penyatuan atau

penggabungan dari dua obyek atau lebih supaya menjadi satu kebulatan atau

menjadi utuh.2

Jadi pola integrasi dalam pembelajaran atau pembinaan dapat diartikan

sebagai model atau bentuk yang dapat dipakai untuk menyatukan atau

meggabungkan beberapa tema, materi, keterampilan dan kompetensi yang

ingin dicapai dari suatu pembelajaran atau pembinaan. Sebagai contoh,

pembinaan soft skills dan hard skills bagi santri di pondok pesantren.

Secara umum pola pengintegrasian materi atau tema pada model

pembelajaran terpadu dapat dikelompokkan menjadi tiga klasifikasi

pengintegrasian kurikulum, yakni pertama, pengintegrasian di dalam satu

1

Tim Redaksi, Kamus Besar Bahasa Indonesia Methode Akhlak Edisi Ke Tiga (Jakarta: Balai Pustaka, 2005), 884.

2

(17)

disiplin ilmu; kedua, pengintegrasian di dalam beberapa disiplin ilmu; ketiga,

pengintegrasian di dalam dan beberapa disiplin ilmu.3

a. Pengintegrasian di Dalam Satu Disiplin Ilmu

Model ini merupakan model pembelajaran terpadu yang mentautkan

dua atau lebih bidang ilmu yang serumpun. Misalnya di bidang ilmu alam,

mentautkan antara dua tema dalam kimia dan fisika yang memiliki

relevansi antara tema dalam kimia dan fisika. Misalnya, tema metabolisme

dapat ditinjau dari biologi maupun kimia. Begitupun dengan tema-tema

yang relevan pada bidang ilmu sosial seperti antara sosiologi dan geografi.4

Sebagai contoh lain, tema-tema yang relevan dalam bidang ekstrakurikuler

public speaking misalnya, mentautkan antara dua tema dalam pidato dan khutbah, tema teknik penyampaian materi dapat ditinjau dari keduanya.

Jadi sifat keterpaduan dalam model ini adalah hanya dalam satu

rumpun bidang ilmu saja. Model ini dibagi menjadi tiga, yaitu model

fragmented, model connected, dan model nested.5

b. Pengintgrasian Beberapa Disiplin Ilmu

model ini merupakan model pembelajaran terpadu yang mentautkan

antar disiplin ilmu yang berbeda. Misalnya antara tema yang ada dalam

bidang ilmu sosial dengan bidang ilmu alam. Sebagai contoh, tema energi

3

Trianto, Model Pembelajaran Terpadu Konsep, Strategi dan Implementasinya Dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), 37.

4Ibid ., 37 5

(18)

merupakan tema yang dapat dikaji dari bidang ilmu yang berbeda. Baik

dalam bidang ilmu sosial (kebutuhan energi dalam masyarakat) maupun

dalam bidang ilmu alam (bentuk-bentuk energi dan teknologinya).6

Dengan demikian, jelas bahwa dalam model ini suatu tema tersebut

dapat dikaji dari dua sisi bidang ilmu yang berbeda (antar disiplin ilmu).

Integrasi lintas disiplin ini dibagi menjadi tiga model yaitu: model

sequenced, model shared, model webbed, model threaded dan model integrated.7

c. Integrasi Inter dan Antar (Internal) Siswa

Integrasi dalam kategori ini didefinisikan sebagai integrasi yang

terjadi secara internal di dalam diri siswa. Suatu proses integarsi yang

bukan rekayasa eksternal, akan tetapi karena proaktif siswa berdasarkan

orientasi yang ingin dicapainya. Pada kategori ini ada dua model yaitu

immersed dan networked.8

Ada tiga pola integrasi pembelajaran terpadu yang dipilih dan

dikembangkan dalam program pendidikan guru di sekolah, yaitu model

connected, webbed dan integrated.9 Dari ketiga model tersebut penulis

memilih satu model pola integrasi, yaitu model integrated.

6

Trianto, Model Pembelajaran Terpadu Konsep, Strategi dan Implementasinya Dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), 37.

7

Deni Kurniawan, Pembelajaran Terpadu Tematik (Teori, Praktik dan Penilaian), 64. 8

Deni Kurniawan, Pembelajaran Terpadu Tematik (Teori, Praktik dan Penilaian), 64. 9

(19)

2. Pembelajaran Terpadu Model Integrated

a. Pengertian

Model ini merupakan pembelajaran yang menggunakan pendekatan

antar bidang studi. Model ini diusahakan dengan cara menggabungkan

bidang studi dengan cara menetapkan prioritas kurikuler dan menemukan

keterampilan, konsep dan sikap yang saling tumpang tindih di dalam

beberapa bidang studi.10 Model integrated merupakan perpaduan dari

sejumlah topik atau bahan ajar yang berbeda-beda tapi esensinya sama

dalam sebuah tema tertentu. model ini berangkat dari tumpang tindih

konsep pengalaman, keterampilan, dan sikap yang menuntut adanya

pengintegrasian multidisiplin. Dalam kaitan ini, perlu adanya satu tema

yang dapat ditinjau dari berbagai disiplin ilmu dalam pemecahan topik

masalah.11

Dalam pengertian lain model integrated juga diartikan sebagai

bentuk pembelajaran yang memadukan sebuah konsep dari sejumlah mata

pelajaran melalui hubungan tujuan-tujuan, isi, keterampilan, aktifitas dan

sikap. Dengan kata lain, bentuk pembelajaran integrated merupakan

pembelajaran antar mata pelajaran yang ditandai oleh adanya pemanduan

10

Trianto, Model Pembelajaran Terpadu Konsep, Strategi dan Implementasinya Dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP),43.

11

(20)

tujuan, kemampuan, sikap dari berbagai mata pelajaran dalam topik

tertentu secara utuh.12

Penjelasan Forgaty tentang integrasi lebih luas, dalam pengertian mewadahi berbagai pandangan tentang konsep integrasi itu sendiri. Sebab kalau dilihat lebih jauh, konsep integrasi dalam kurikulum

dan pembelajaran menurut pandangan Sadler dalam Concept of

Primary Education, ternyata terdapat sejumlah pemaknaan. Dimana

kejelasan akan framework yang digunakan, apa yang akan

diintegrasikan dan prinsip-prinsip yang akan dijadikan landasan kerja integrasi sangat penting. Tanpa itu semua, berbicara tentang

integrasi menjadi tidak bermakna (meaningless). Merujuk pada

penjelasan Sadler, ada tiga konsep dasar tentang ide integrasi dalam kurikulum dan pembelajaran yaitu integrasi yang berbasis pada konsep “wholeness”, ide integrasi berbasis pada kebutuhan (siswa), dan integrasi berbasis disiplin ilmu. Masing-masing memiliki logika

tersendiri13

b. Tahapan

Pada tahap awal hendaknya guru membentuk tim antar bidang studi

untuk menyelesaikan konsep-konsep, keterampilan-keterampilan dan

sikap-sikap yang akan dibelajarkan dalam satu semester tertentu untuk

beberapa bidang studi. Langkah berikutnya dipilih beberapa konsep,

keterampilan dan sikap yang mempunyai keterhubungan yang erat dan

tumpang tindih di antara bidang studi.14 Bidang studi yang diintegrasikan

misalnya matematika, fisika, seni dan bahasa dan pelajaran sosial. Selain

itu juga bisa pada ekstrakurikuler seperti pidato, khutbah, bela diri dan

sebagainya.

12

Abdul Majid, Pembelajaran Tematik Terpadu, 78. 13

Deni Kurniawan, Pembelajaran Terpadu Tematik (Teori, Praktik dan Penilaian), 63. 14

(21)

Fokus pengintegrasian pada sejumlah keterampilan belajar yang

ingin dilatihkan seorang guru kepada siswanya dalam suatu unit

pembelajaran untuk ketercapaian materi pelajaran (content).

Keterampilan-keterampilan belajar itu menurut Forgaty meliputi berpikir

(thinking skils), keterampilan sosial (social skill) dan keterampilan

mengorganisir (organizing skill).15

c. Kelebihan dan kekurangan

Tipe integrasi memiliki kelebihan yaitu:

1) Adanya kemungkinan pemahaman antar bidang studi, karena dengan

memfokuskan pada isi pelajaran, strategi berpikir, keterampilan sosial

dan ide-ide penemuan lain, satu pelajaran dapat mencakup banyak

dimensi sehingga pembelajaran siswa mejadi semakin diperkaya dan

diperkembang.

2) Memotivasi siswa dalam belajar16

3) Memberikan perhatian pada berbagai bidang yang penting dalam satu

saat. Tipe ini tidak memerlukan penambahan waktu untuk bekerja

dengan guru lain. Dalam tipe ini guru tidak perlu mengulang kembali

materi yang tumpang tindih, sehingga tercapailah efisiensi dan

efektifitas pembelajaran.

15

Trianto, Model Pembelajaran Terpadu Konsep, Strategi dan Implementasinya Dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), 43.

16

(22)

Kekurangan tipe integrasi antara lain:

1) Terletak pada guru, yaitu guru harus menguasai konsep, sikap dan

keterampilan yang diprioritaskan.

2) Penerapannya, yaitu sulitnya menerapkan tipe ini secara penuh.

3) Tipe ini memerlukan tim antar bidang studi, baik dalam

perencanaannya maupun pelaksanaannya

4) Pengintegrasian kurikulum dengan konsep-konsep dari masing-masing

bidang studi menuntut adanya sumber belajar yang beraneka ragam.17

3. Konsep Dasar Soft Sills dan Hard Skills

a. Pengertian soft skills dan hard skills

Hard Skillss dapat diartikan sebagai keterampilan seseorang dalam hal penguasaan ilmu pengetahuan, teknologi dan keterampilan teknis yang

berhubungan dengan bidang ilmunya. Ia berhubungan dengan kemampuan

olah pikir (kognitif) dan kemampuan olah fisik (psikomotorik). Dengan

kata lain, haard skills merupakan respresentasi dari kecerdasan intelektual

dan juga kecerdasan kinestetik. Hard skills merupakan ekspektasi dari pilar

pendidikan learning to know dan learning to do.

Sementara itu soft skills adalah keterampilan seseorang dalam

mengatur dirinya sendiri (intrapersonal skills) yang dapat meningkatkan

kinerja secara optimal dan keterampilan seseorang dalam berhubungan

dengan orang lain (interpersonal skills). Ia berkaitan dengan kemampuan

17

(23)

afektif dan berada di luar ranah teknis dan akademik sehingga bersifat

psikologis. Konsep soft skills merupakan istilah sosiologis yang merupakan

representasi dari kecerdasan emosional. Soft skills merupakan ekspektasi

dari pilar pendidikan learning to be dan learning to life together.18

b. Integrasi soft skills dan hard skills

Soft skills merupakan pendukung yang sangat berperan nantinya. Seorang ilmuwan yang tidak memiliki kepandaian berkomunikasi, maka

dia akan mudah tersisih dari sebuah kelompok seprofesinya. Jika titel

ilmuwan sudah dicapai namun tidak dapat mengambil inisiatif maka

ilmunya tidak akan terpakai.

Sisi yang sama juga terpakai logika di atas. Seorang yang terampil

bekerja namun tidak memiliki komunikasi yang baik maka

keterampilannya tidak akan banyak diketahui oleh orang. Keterampilan

yang tinggi kalau tidak mampu bekerja secara berkelompok maka tidak

akan bisa bekerja secara devison of labor. Dan kemudian akan bekerja

secara sendiri-sendiri. Ciri demikian tidak bisa terpakai pada zaman

sekarang.19

Soft skills melengkapi hard skills dan sangat penting bagi kesuksesan

apakah di sekolah / perguruan tinggi, di tempat kerja atau yang lainnya.20

Soft skills melengkapi hard skills dan sangat penting bagi kesuksesan di

18

Barnawi dan mohammad Arifin, School Preneurship, tt, 99. 19

Elfindri, et al., Soft skills Untuk Pendidik, 87. 20

(24)

tempat kerja yang keras. Seseorang bisa memiliki semua kemampuan

teknis di dunia ini, tetapi jika orang tersebut tidak mampu menjual

gagasannya, bergaul dengan orang lain atau menyerahkan pekerjaannya

tepat waktu, ia tidak mencapai kemajuan apa-apa.21

Sebagai contoh ada sebuah kisah fiksi tentang guru Matematika.

Seorang yang sejak kecilnya bercita-cita menjadi guru bekerja keras di

sekolah dan mecoba memasuki pendidikan lanjutan. Dia lulus di Sekolah

Tinggi Keguruan dan Ilmu pendidikan (STKIP) jurusan Matematika. Dia

belajar secara sungguh-sungguh sehingga nilai matematika yang ia peroleh

paling memuaskan A. Setelah tamat ia melamar menjadi guru Matematika.

Penguasaan ilmu Matematika dan sekaligus mengajarkan Matematika yang

baik merupakan hard skills.22

Ketika seorang guru matematika sudah menguasai ilmu dan juga

mengajarkan kepada anak didik. Maka masih banyak persyaratan agar guru

tadi menjadi sukses dalam hidup dan karirnya. Ketika dia bagus mendidik,

namun tidak memiliki sifat ramah, maka guru Matematika tadi tidak akan

disukai oleh anak didik. Ketika guru tadi tidak disiplin bekerja, malas dan

tidak banyak inisiatif, maka guru di atas kurang soft skills nya.23

21

Peggy Klaus dalam Kaswan, 101 Soft skills Untuk Mecapai Puncak Kinerja dan Kepemimpinan, 2.

22

Elfindri, et al., Soft skills Untuk Pendidik, 85. 23

(25)

4. Unsur-unsur Soft skills

a. Kesadaran Diri

Keadaran diri adalah kemampuan untuk mengenali dan memahami

kekuatan, kelemahan, kebutuhan, nilai-nilai, ambisi, suasana hati, emosi,

dorongan diri sendiri dan dampaknya terhadap orang lain. Pengaturan diri

adalah kemampuan untuk mengendalikan atau memberi arah impuls dan

suasana hati yang merusak. Kesadaran diri dan pengaturan diri memiliki

dampak pada kepercayaan diri, menjadi bisa percaya, memiliki integritas

dan terbuka untuk belajar. Ini merupakan proses batin dan spiritiual yang

berhubungan dengan kecerdasan emosional.24

b. Manajemen Diri

Manajemen diri adalah kemampuan dalam mengelola diri sendiri

yang meliputi beberapa wilayah seperti mengelola emosi, mengelola

waktu, mengelola prioritas, mengelola energi, mengelola pikiran,

mengelola kata, mengelola kehidupan pribadi, mengetahui kekuatan dan

mengetahui cara melakukan pekerjaan.25

c. Kecerdasan Sosial

Kesadaran atau kecerdasan sosial merujuk kepada spektrum yang

menentang dan secara instan merasa keadaan batiniah orang lain sampai

24

Kaswan, 101 Soft skills Untuk Mecapai Puncak Kinerja dan Kepemimpinan, 5. 25

(26)

memahami perasaan dan pikirannya, untuk mendapatkan situasi sosial yang

rumit. Hal ini meliputi:

1) Empati Dasar : perasaan dengan orang lain; merasakan isyarat-isyarat

emosi nonverbal.

2) Penyelarasan : mendengarkan dengan reseptivitas: menyelaraskan diri

pada seseorang.26

Penyelarasan adalah perhatian yang melampaui empati sesaat ke

kehadiran yang memperlancar hubungan baik. Seseorang menawarkan

perhatian total kepada orang lain dan mendengarkan sepenuhnya. Ia

berusaha memahami orang lain lebih daripada menyampaikan yang ia

maksud.27

3) Ketepatan Empatik

Inti empati adalah telinga yang tertata dengan tepat.

Mendengarkan dengan baik diperlukan secara mutlak demi

keberhasilan suatu pekerjaan. Orang yang tidak dapat atau tidak

bersedia mendengarkan adalah orang yang acuh tak acuh dan tidak

peduli, yang pada gilirannya membuat orang lain enggan

berkomunikasi lagi.

26Ibid

., 17. 27

(27)

d. Manajemen Hubungan

Brian Tracy, salah satu sosok paling ternama dalam hal kesuksesan

dan pencapaian pribadi, menyatakan di Amerika kecerdasan terpenting dan

paling dihargai adalah kecerdasan sosial, yakni kemampuan bergaul

dengan baik dengan orang lain. Delapan puluh lima persen kesuksesan

hidup ditentukan oleh kecakapan sosial, kemampuan berinteraksi secara

positif dan efektif dengan orang lain serta memperoleh kerjasama dengan

orang lain untuk mencapai tujuan.

Untuk membangun hubungan yang baik, orang harus memahami

unsur-unsur yang sehat. Ketika ada sesuatu yang tidak beres, sinyal intuitif

memberitahunya. Setidaknya ada tiga unsur yang esensial antara pemimpin

dengan pengikutnya yaitu kepercayaan, saling menghargai/menghormati

dan komunikasi.28

5. Lahirnya Soft skills

Beberapa kemungkinan penjelasan bahwa soft skills tidak lahir begitu

saja dalam diri seseorang, dalam hal ini adalah dalam diri peserta didik. Butuh

proses yang tidak sebentar dan tidak mudah dalam pembentukan soft skills

sehingga bisa dicapai serta diintegrasikan dengan hard skills. Diantara

faktor-faktor yang dapat melahirkan soft skills dianataranya adalah:

a. Rintangan yang dilalui oleh seseorang, semakin berat rintangan semakin

matang dalam menghadapi berbagai masalah. Rintangan itu dilihat sebagai

28

(28)

hal yang positif, apakah itu berupa tantangan alam maupun pekerjaan yang

begitu kompleks.

b. Pendidikan formal yang dilalui. Semakin baik pendidikan yang diterima

maka semakin kompleks soft skills seseorang, begitu juga sebaliknya. Paket

pendidikan yang memberikan porsi pembinaan soft skils lebih banyak akan

menyebabkan arahan di sekolah semakin baik. Termasuk dalam proses

belajar ada contoh yang bisa di lihat dan ditiru.

c. Lingkungan yang kondusif. Dapat menyebabkan munculnya berbagai

bentuk soft skills. Sebagai contoh ketika sebuah lingkungan mendorong

untuk bersikap sopan santun dan bertutur kata yang baik maka akan

lahirlah generasi yang memiliki sopan santun dan talenta bahasanya juga

baik.

d. Learning by doing. Alias belajar sendiri, yaitu belajar sambil melakukan, dengan kata lain belajar teori sekaligus dengan prakteknya. Cara ini

merupakan cara yang ampuh untuk belajar agar apa yang dipelajari lebih

melekat dalam memori peserta didik. Belajar sendiri memanglah

membutuhkan fasilitas dan arahan, namun ketika kunci-kunci belajar

diperoleh secara baik, maka akan memudahkan seseorang untuk menggali

sampai diperoleh suatu pemaknaan.29

Siapa yang melahirkan soft skills ? sudah jelas soft skills dapat dilakukan

oleh mereka yang paling dekat dengan perkembangan anak. Pertama adalah

29

(29)

orang tua,khususnya ibu yang dikembangkan di rumah. Kemudian

pengembangan soft skills dapat pula dikembangkan saat anak-anak menempuh

pendidikan di sekolah, tentunya guru berperan besar. Selain itu soft skills juga

dapat berkembang pada lingkungan anak-anak dimana dia dibesarkan.30

6. Kegiatan Ekstrakurikuler

a. Pengertian Kegiatan Ekstrakurikuler

Kegiatan Ekstrakurikuler adalah kegiatan yang dilakukan santri di

pondok pesantren, di luar jam belajar kurikulum standar.

Kegiatan-kegiatan ini ada pada setiap jenjang pendidikan dari sekolahdasar sampai

universitas. Kegiatan ekstrakurikuler ditujukan agar santri dapat

mengembangkan kepribadian, bakat, dan kemampuannya di berbagai

bidang di luar bidang akademik. Kegiatan ini diadakan secara swadaya dari

pihak pondok pesantren maupun santri itu sendiri untuk merintis kegiatan

di luar jam pelajaran pondok pesantren.31

Sejalan dengan yang diungkapkan oleh Suryosubroto bahwa kegiatan

ekstrakurikuler adalah kegiatan di luar jam belajar biasa yang bertujuan

agar peserta didik mampu memperkaya pengetahuan dan kemampuannya.32

Lebih jauh lagi kegiatan ekstrakurikuler adalah kegiatan di luar mata

pelajaran dan pelayanan konseling untuk membantu pengembangan peserta

30

Elfindri, et al., Soft skills Untuk Pendidik, 100. 31

Abu Ahmadi dan Widodo Supriono, Psikologi Belajar, (Jakarta : PT Rineka Cipta, 2004), 103.

32

(30)

didik sesuai dengan kebutuhan, potensi, bakat dan minat mereka melalui

kegiatan yang secara khusus diselenggarakan oleh pendidik dan atau tenaga

kependidikan yang memiliki kemampuan dan kewenangan di sekolah atau

madrasah.33 Untuk selanjutnya kegiatan ekstrakurikuler disebut

ekstrakurikuler.

Pengertian lain menyebutkan bahwa ekstrakurikuler adalah kegiatan

yang dilakukan di luar jam terjadwal dan dilaksanakan secara berkala atau

hanya dilaksanakan pada waktu tertentu termasuk pada waktu libur, yang

dilakukan di sekolah atau di luar sekolah dengan tujuan untuk memperluas

pengetahuan peserta didik, mengenal hubungan antar berbagai mata

pelajaran, menyalurkan bakat minat serta melengkapi upaya pembinaan

manusia seutuhnya.34

Dengan demikian yang dimaksud dengan ekstrakurikuler adalah

serangkaian kegiatan pengembangan bakat minat yang dilakukan di luar

jam tatap muka biasa guna menunjang realisasi kurikulum agar dapat

memperluas wawasan, pengetahuan, keahlian, dan kemampuan peserta

didik dalam menghayati apa yang telah dipelajari dalam kegiatan

intrakurikuler. Hal yang tidak kalah pentingnya adalah ekstrakurikuler

sebagai upaya pembinaan soft skills serta pembinaan hard skills.

33

Tim Pustaka Yustisia, Panduan Lengkap KTSP. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (Yogyakarta: Pustaka Yustisia, 2007), 213.

34

(31)

b. Jenis Ekstrakurikuler

Ekstrakurikuler dibagai menjadi dua jenis, yaitu bersifat rutin dan

bersifat periodik. Ekstrakurikuler yang bersifat rutin adalah bentuk

ekstrakurikuler yang dilaksanakan secara terus-menerus, seperti: latihan bola voly, latihan sepak bola, latihan hadroh, latihan qiro’ah dan

sebagainya, sedangkan ekstrakurikuler yang bersifat periodik adalah bentuk

kegiatan yang dilaksanakan pada waktu tertentu saja, seperti lintas alam,

kemping, pertandingan olahraga dan sebagainya.35

c. Nilai dan Kegunaan Ekstrakurikuler

Ekstrakurikuler memiliki nilai dan kegunaan sebagai berikut:

1) Memenuhi kebutuhan kelompok.

2) Menyalurkan bakat dan minat.

3) Memberikan pengalaman dan eksploratif.

4) Mengembangkan dan mendorong motivasi terhadap mata pelajaran.

5) Mengikat para peserta didik di lembaga pendidikan.

6) Mengembangkan loyalitas terhadap lembaga pendidikan.

7) Mengintegrasikan kelompok-kelompok sosial.

8) Mengembangkan sifat-sifat tertentu.

35

(32)

9) Memberikan kesempatan pemberian bimbingan dan layanan secara

terformat.36

d. Asas Pelaksanaan Ektrakurikuler

1) Harus dapat meningkatkan pengayaan peserta didik, baik ranah

kognitif, afektif maupun psikomotorik.

2) Memberi tempat serta mendorong penyaluran bakat dan minat peserta

didik sehingga mereka terbiasa melakukan kesibukan yang positif.

3) Adanya perencanaan yang telah diperhitungkan secara matang

sehingga tujuan dari ekstrakurikuler dapat tercapai.

4) Adanya monitoring pelaksanaan kegiatan serta evaluasi program.37

e. Tujuan dan Fungsi Ekstrakurikuler

1) Meningkatkan pemahaman terhadap agama sehingga mampu

mengembangkan dirinya sejalan dengan norma-norma agama dan

mampu mengamalkan dalam perkembangan ilmu pengetahuan,

teknologi dan budaya.

2) Meningkatkan kemampuan peserta didik sebagai anggota masyarakat

dalam mengadakan hubungan timbal balik dengan lingkungan sosial,

budaya dan alam semesta.

36

Oemar Hamalik, Administrasi dan Supervisi Pengembangan Kurikulum (Bandung: Mandar Maji, 1992), 129.

37

Departemen Agama Republik Indonesia, Kurikulum Madrasah Aliyah, Petunjuk

(33)

3) Menyalurkan dan mengembangkan potensi dan bakat peserta didik

agar dapat menjadi manusia yang berkreatifitas tinggi dan penuh

karya.

4) Melatih sikap disiplin, kejujuran, kepercayaan dan tanggung jawab

dalam melaksanakan tugas.

5) Menumbuhkembangkan akhlak Islami yang mengintegrasikan

hubungan dengan Allah, Rasul, manusia, alam semesta dan diri

sendiri.

6) Mengembangkan sensitifitas peserta didik dalam melihat persoalan

sosial-keagamaan sehingga menjadi insan yang proaktif terhadap

permasalahan sosial dan dakwah.

7) Memberi peluang peserta didik agar memliki kemampuan untuk

komunikasi dengan baik, secara verbal dan non verbal.

8) Melatih kemampuan peserta didik untuk bekerja dengan

sebaik-baiknya secara mandiri maupun kelompok.

9) Menumbuh kembangkan kemampuan peserta didik untuk memecahkan

masalah sehari-hari.38

f. Prinsip-prinsip Ekstrakurikuler

Dengan berpedoman pada tujuan dan maksud ekstrakurikuler dapat

ditetapkan prinsip-prinsip program ekstrakurikuler sebagai berikut:

38

(34)

1) Semua murid, guru dan personel administrasi hendaknya ikut serta

dalam meningkatkan program.

2) Kerja sama dalam tim adalah fundamental.

3) Pembatasan-pembatasan untuk partisipasi hendaknya dihindarkan.

4) Porsesnya adalah lebih penting daripada hasil.

5) Program hendaknya cukup komprehensif dan seimbang dapat

memenuhi kebutuhan dan minat semua siswa.

6) Program hendaknya memenuhi kebutuhan khusus sekolah.

7) Program harus dinilai berdasarkan kontribusinya pada nilai-nilai

pendidikan di sekolah dan efisiensi pelaksanaannya.

8) Kegiatan ini hendaknya menyediakan sumber-sumber motivasi yang

kaya bagi pengajaran kelas, sebaliknya pengajaran kelas hendaknya

juga menyediakan sumber motivasi yang kaya bagi kegiatan murid.

9) Ekstrakurikuler ini hendaknya dipandang sebagai integral dari

keseluruhan program di sekolah, tidak sekedar tambahan atau sebagai

kegiatan yang berdiri sendiri.

Dalam usaha membina dan mengembangkan program ekstrakurikuler

hendaknya memperhatikan hal-hal sebagai berikut:

1) Materi kegiatan yang dapat memberi pengayaan bagi siswa.

2) Sejauh mungkin tidak terlalu membebani siswa.

(35)

4) Memanfaatkan kegiatan-kegiatan industri dan dunia usaha.39

Adapun langkah-langkah pelaksanaan ekstrakurikuler diantaranya

adalah:

1) Ekstrakurikuler yang diberikan kepada siswa secara individual atau

kelompok ditetapkan oleh sekolah berdasarkan minat siswa,

tersedianya fasilitas yang diperlukan serta adanya guru atau petugas

untuk itu, bilamana kegiatan tersebut memerlukannya.

2) Kegiatan-kegiatan yang direncanakan untuk diberikan kepada siswa

telah dipertimbangkan keselamatannya dan kemampuan siswa serta

kondisi sosial budaya setempat.

Salah satu ciri yang membedakan ekstrakurikuler dengan kegiatan

OSIS adalah dalam hal penilaian. Apabila suatu kegiatan di sekolah

dinyatakan sebagai ekstrakurikuler maka peserta kegiatan tersebut berhak

mendapat nilai B, C, K yang dinyatakan dalam rapor. Sedangkan peserta

kegiatan OSIS tidak memperoleh nilai tersebut.40 Namun di dalam pondok

pesantren jika tidak diberikan nilai juga tidak menjadi masalah yang

signifikan, karena pondok pesantren tidak dengan sekolah formal yang

mengharuskan adanya penilaian setelah adanya evaluasi. Biasanya di

pondok pesantren penilaiannya langsung secara lisan pada waktu evaluasi

dan dilakukan bersama-sama atau tidak perorangan.

39

Suryosubroto, Proses Belajar Mengajar di Sekolah, 291. 40

(36)

B. Telaah Hasil Penelitian Terdahulu

Di samping memanfaatkan berbagai teori yang relevan dengan bahasan ini

penulis melakukan kajian terhadap penelitian-penelitian terdahulu yang ada

relevansinya dengan penelitian ini. Diantaranya adalah:

1. Penelitian oleh Ahmad Shoin Akromuddin, NIM 3211103036 yang berjudul

“Strategi Pondok Psantren Dalam Pembinaan Life Skill (Kecakapan Hidup)

Santri Melalui kegiatan Ekstrakurikuler di Pondok Pesantren Panggung

Tulungagung” Skripsi tahun 2014.

Dari penelitian tersebut dapat diambil kesimpulan:

a. Upaya pembinaan ketrampilan hidup (life skill) santri di pondok pesantren

Panggung Tulungagung, yaitu: dengan menggunakan sistem keterpaduan

antara ilmu umum dan ilmu agama, supaya bisa meningkatkan pengetahuan

dan wawasan santri sebelum terjun ke masyarakat.

b. Bentuk-bentuk kegiatan pembinaan ketrampilan hidup (life skill) santri di

pondok pesantren Panggung Tulungagung, yaitu: Pencak Silat Pagar Nusa, Hadrah, Qiro’at, Pidato, Pembawa Acara (pranoto adicoro), Koperasi

Santri.

c. Faktor pendukung dan penghambat pembinaan ketrampilan hidup (life

skill) santri di pondok pesantren Panggung Tulungagung, yaitu: letak Pondok Pesantren Panggung yang bearada di lingkungan perkotaan

menjadi salah satu faktor pendukung pembinaan life skill (ketrampilan

(37)

Pondok Pesantren Panggung yang secara tidak langsung menjadi

pendukung keefektifan pembinaan life skill (ketrampilan hidup) santri.

Sedangkan dalam pengembangan pembinaan life skill (ketrampilan hidup)

santri yang berbasis tekhnologi terhambat oleh biaya dan tenaga pengajar.

2. Penelitian olehMohammad Aminulloh, S.Pd. I. Alumni STAIN Ponorogo

Tahun 2011 yang berjudul “peningkatan life skills siswa melalui program

pengembangan diri di madrasah aliyah Nurul Mujahidin Mlarak Ponorogo

tahun 2010-2011”.

Dari hasil penelitian tersebut dapat diambil beberapa kesimpulan yaitu:

a. Latar belakang diadakannya program pengembangan diri ini adalah

memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan potensi,

bakat dan minat yang mereka miliki, agar mereka mempunyai keterampilan

yang siap pakai di bidangnya masing-masing, sehingga keterampilan

tersebut menjadi bekal bagi siswa-siswi dalam terjun ke masyarakat,

khususnya bagi mereka yang tidak melanjutkan ke jenjang pendidikan yang

lebih tinggi. Disamping itu diadakannya program pengembangan diri ini

untuk meningkatkan kualitas pendidikan lembaga Madrasah Aliyah Nurul

Mujahidin di era globalisasi ini sehingga diharapkan Madrasah Aliyah

Nurul Mujahidin dapat bersaing dengan lembaga pendidikan lainnya.

b. bentuk-bentuk pendidikan keterampilan yang ada di Madrasah Aliyah

Nurul Mujahidin adalah keterampilan sablon, bengkel las, komputer,

(38)

termasuk ke dalam program pengembangan diri yang dilaksanakan dengan

kerja sama badan usaha yang dilaksanakan di tempat kerja tersebut

(magang). Kegiatannya dilaksanakan selama tiga bulan, dibagi kedalam

enam kali pertemuan/tatap muka dalam satu minggu. Masuk siang hari

setelah pulang sekolah masuk jam 14.00-1600 WIB. (lebih disesuaikan

dengan jam pulang di badan usaha tersebut). Proses penerapannya adalah

siswa melakukan kegiatan belajar keterampilan sambil bekerja/praktek

(magang), dengan petunjuk para pengelola badan usaha tersebut sebagai

tutor/sumber belajar yang sudah terampil dalam pekerjaan tersebut dan

dibantu oleh guru pembimbing dari madrasah Nurul Mujahidin. Dalam

program pengembangan diri ini terdapat aktualisasi upaya peningkatan life

skill siswa, yaitu melalui instrumen-instrumen, situasi, kondisi,

kegiatan-kegiatan dan arahan-arahan yang dapat meningkatkan terhadap life skill

siswa, khususnya personal skill, sosial skill dan vokasional skill siswa.

c. hasil dari program pengembangan diri ini adalah diantaranya meningkatkan

life skill siswa, personal skill, sosial skill dan vokasional skill siswa. Hal demikian merupakan modal bagi peserta didik untuk dapat mengatasi

tantangan dan problem kehidupan yang akan mereka hadapi.

Dari kedua telaah di atas, terdapat perbedaan dan persamaan dengan

penelitian yang akan saya lakukan. Adapun perbedaannya yaitu pada kedua

telaah di atas membahas life skill secara umum dan melebar sedangkan penelitian

(39)

pembinaan soft skills dan hard skills. Sedangkan persamaan antara kedua telaah di atas dengan penelitian yang akan saya lakukan yaitu kita sama-sama

membahas pembinaan kecakapan atau keterampilan (skill) peserta didik pada

(40)

36 BAB III

METODE PENELITIAN

A. Pendekatan dan Jenis Penelitian

Pendekatan penelitian yang digunakan oleh penulis dalam penelitian ini

adalah pendekatan penelitian lapangan berupa penelitian kualitatif yang bersifat

deskriptif non statistik. Prosedur penelitian ini menghasilkan data deskriptif,

ucapan atau lisan dan perilaku untuk dapat diamati dari orang-orang (subyek) itu

sendiri.1 Setelah diperoleh data berupa data-data lisan kemudian dilakukan

pencatatan secara lengkap semua data yang diperoleh dari subyek tersebut.

Data-data tersebut selanjutnya dideskripsi.2

Jenis penelitian yang digunakan adalah studi kasus yaitu penelitian yang

bertujuan mempelajari mengenai unit sosial tertentu yang meliputi individu,

kelompok, institusi atau masyarakat. Dalam penelitian kasus ini akan dilakukan

penggalian data secara mendalam dan menganalisis intensif faktor-faktor yang

terlibat di dalamnya.3

B. Kehadiran Peneliti

Dalam penelitian kualitatif ini, peneliti bertindak sebagai aktor sekaligus

pengumpul data. Dalam penelitian kualitatif peneliti adalah instrumen kunci.

Berfungsi menetapkan fokus penelitian, memilih informan sebagai sumber data,

1

Robert Bogdan, Pengantar Metode Penelitian Kualitatif (Surabaya: Usaha Nasional, 1992), 21-22.

2

Lexy J. Meleong, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2009), 4.

3

(41)

melakukan pengumpulan data, menilai kualitas data, analisis data, menafsirkan

data dan membuat kesimpulan atas temuannya. Peran peneliti sebagai partisipan

pengamat, dan sebagai pendukung adalah catatan-catatan kecil, buku-buku,

kamera, alat perekam dan lain-lain.4

Dalam hal ini peneliti terjun langsung ke lokasi penelitian untuk

mengumpulkan data-data yang diperoleh, peneliti berpartisipasi untuk

mengungkapkan sesuatu yang belum diketahui hingga data tersebut lengkap.

Kehadiran peneliti di sini untuk mewawancarai, mengambil dokumentasi dan

lain sebagainya untuk memperoleh data yang selengkap-lengkapnya.

C. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian ini bertempat di pondok pesantren Fathul Muna Sambit

Ponorogo. Penelitian dilaksanakan berdasarkan penyesuaian dengan topik

penelitian yaitu Pola Integrasi Pembinaan soft skills dan hard skills santri dalam

kegiatan ekstrakurikuler di pondok pesantren Fathul Muna Sambit Ponorogo.

D. Sumber Data

Sumber data adalah subyek darimana fakta diperoleh.5 Sumber data dalam

penelitian kualitatif ini adalah kata-kata dan tindakan. Selebihnya adalah data

tertulis, foto dan sejenisnya. Yang dimaksud kata-kata adalah perkataan atau

4

Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif (Bandung: Alfabeta, 2008), 60. 5

(42)

tindakan orang yang diamati atau diwawancarai. Data ini direkam melalui catatan

tertulis merupakan pelengkap dari metode observasi dan wawancara.6

Adapun sumber data di atas mengungkap tentang:

Prosedur pengumpulan data pada penelitian kualitatif meliputi wawancara,

observasi dan dokumentasi.7 Teknik ini penting digunakan, sebab bagi peneliti

kualitatif, fenomena dapat dimengerti secara baik apabila dilakukan interaksi

dengan subyek melalui wawancara mendalam dan observasi mendalam pada latar

dimana fenomena tersebut berlangsung. Di samping itu untuk melengkapi data,

diperlukan dokumentasi (tentang bahan-bahan yang ditulis atau tentang subyek).8

Mengenai bagaimana pengertian dan teknis ketiga teknik pengumpulan

data tersebut akan dijelaskan sebagai berikut:

6

Tim Penyusun, Buku Pedoman Skripsi STAIN Ponorogo Jurusan Tarbiyah Edisi Revisi (Ponorogo: Jurusan Tarbiyah STAIN Ponorogo, 2016), 46.

7

Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Studi Pendekatan Praktek, 38. 8

(43)

1. Teknik Wawancara

Wawancara adalah pemberian sejumlah pertanyaan yang dipersiapkan

dan diajukan kepada seseorang mengenai topik penelitian secara tatap muka

dan peneliti merekam jawaban-jawabannya sendiri.9

Menurut Deddy Mulyana wawancara merupakan bentuk komunikasi

antara dua orang, melibatkan seseorang yang ingin memperoleh informasi dari

seorang lainnya dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan, berdasarkan

tujuan tertentu. Metode ini bertujuan memperoleh bentuk-bentuk informasi

tertentu dari semua responden, tetapi susunan kata dan urutanya disesuaikan

dengan ciri-ciri setiap responden.10

Dalam pelaksanaan pengumpulan data di lapangan, peneliti dapat

menggunakan metode wawancara mendalam. Sesuai dengan pengertiannya,

wawancara mendalam bersifat terbuka. Pelaksanaan wawancara tidak hanya

sekali atau dua kali, melainkan berulang-ulang dengan intensitas yang tinggi. Peneliti tidak hanya ”percaya dengan begitu saja” pada apa yang dikatakan

informan, melainkan perlu mengecek dalam kenyataan melalui pengamatan.

Itulah sebabnya cek dan ricek dilakukan secara silih berganti dari hasil

9

Emzir, Metode Penelitian Kualitatif Analisis Data (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2011), 49.

10

(44)

wawancara ke pengamatan di lapangan, atau informan yang satu ke informan

yang lain.11

Peneliti harus memiliki konsep yang jelas mengenai hal yang

dibutuhkan, kerangka tertulis, daftar pertanyaan, atau daftar check harus

tertuang dalam rencana wawancara untuk mencegah kemungkinan mengalami

kegagalan memperoleh data. Metode ini digunakan peneliti untuk

mewawancarai pengurus pondok pesantren, uztadz/ustadzah, santri lainnya di

Pondok Pesantren Fathul Muna Sambit Ponorogo untuk mengetahui hal-hal

yang terjadi di dalam pelaksanaan pembelajaran, sehingga mudah

memperoleh informasi untuk melengkapi data penelitian.

2. Observasi Partisipan

Observasi partisipan adalah apabila observator (orang yang melakukan

observasi) turut ambil bagian atau berada dalam keadaan obyek yang

diobservasi (observees). Observasi ini digunakan dalam penelitian

eksploratif.12 Menurut Ahmad Tanzeh Observasi partisipan adalah sebuah

penelitian yang pengumpulan datanya dengan metode observasi berpartisipasi

dan bukan menguji hipotesis, melainkan mengembangkan hipotesis. Oleh

karena itu, penelitian ini dapat dikatakan sebagai penelitian untuk

mengembangkan teori dan karenanya hanya dapat dilakukan oleh peneliti

11

Deddy Mulyana, Metodologi Penelitian Kualitatif, 100. 12

(45)

yang menguasai macam-macam teori yang telah ada di bidang yang menjadi

perhatiannya.13

Dalam observasi ini, peneliti terlibat dengan kegiatan sehari-hari orang

yang sedang diamati atau yang digunakan sebagai sumber data penelitian.

Dengan observasi partisipan ini, maka data yang diperoleh akan lebih lengkap,

tajam dan sampai mengetahui pada tingkat makna dari setiap prilaku yang

nampak.14

Secara indrawi penulis melaksanakan observasi partisipan terhadap

situasi sosial di Pondok Pesantren Fathul Muna Sambit seperti sejarah

singkat, visi dan misi, letak geografis, sarana prasarana yang ada, serta hasil

dalam melaksanakan integrasi pembinaan soft skills dan hard skills santri

dalam kegiatan ekstrakurikuler serta disertai dengan pencatatan.

3. Dokumentasi

Menurut Arikunto, Dokumentasi yaitu mencari data mengenai hal-hal

atau variabel yang berupa catatan, transkip, buku, surat kabar, majalah,

prasasti, notulen rapat, agenda, dan sebagainya.15 Dokumen sebagai

pengumpulan data adalah setiap pernyataan tertulis yang disusun oleh

seseorang atau lembaga untuk keperluan pengujian suatu peristiwa atau

menyajikan akunting. Dalam penerapan metode dokumen ini, biasanya

13

Ahmad Tanzeh, Pengantar Metode Penelitian (Yogyakarta: Teras, 2009), 61. 14

Sugiyono, MetodologiPenelitianKuantitatif dan Kualitatif Dan R&D (Bandung: Alfabeta, 2011), 145.

15

(46)

peneliti menyusun instrumen dokumentasi dengan menggunakan check list

terhadap beberapa variabel yang akan didokumentasikan.16

Dokumentasi ini digunakan untuk mendapatkan data dengan

menyelidiki dokumen. Dokumen tidak hanya digunakan sebagai bahan

penelitian yang bersifat sejarah saja, tetapi juga bisa digunakan pada

penelitian yang lain atau yang bersifat masa sekarang.

Teknik ini digunakan untuk mengumpulkan data-data mengenai letak

geografis pondok, keadaan Uztadz dan santri, sarana dan prasarana yang

digunakan serta data tentang ekstrakurikuler, Sehingga dapat memberikan

data-data yang memudahkan peneliti dalam proses penelitian di pondok

pesantren Fathul Muna Sambit Ponorogo.

F. Teknik Analisis Data

Teknik analisis data pada penelitian ini menggunakan analisa data

kualitatif, mengikuti konsep yang diberikan Miles dan Huberman

mengemukakan bahwa aktifitas dalam analisa data kualitatif dilakukan secara

interaktif, berlangsung dan dilakukan secara terus-menerus pada setiap tahapan

penelitian sehingga sampai tuntas dan datanya sampai jenuh. Aktifitas dalam

analisis data meliputi reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan

(Verivikasi). Adapun langkah-langkah analisanya sebagai berikut:

16

(47)

Pengumpulan Data

Penyajian data

Reduksi data

Penarikan

Kesimpulan-kesimpulan (Verivikasi)

Gambar 3.1 Langkah-langkah analisis data

Keterangan:

1. Analisis data adalah mencari dan menyusun secara sistematis data yang

diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan dan bahan-bahan lain,

sehingga dapat mudah dipahami dan temuannya dapat diinformasikan kepada

orang lain.

2. Mereduksi adalah merangkum, memilih hal-hal pokok, memfokuskan pada

hal-hal yang penting dan membuat kategori. Dengan demikian data yang telah

direduksi memberikan gambaran yang lebih jelas dan mempermudah peneliti

(48)

Dalam penelitian ini data yang akan direduksi adalah data-data hasil

observasi, wawancara serta hasil penelitian yang dilakukan di pondok

pesantren Fathul Muna Sambit Ponorogo.

3. Mendisplay data adalah menyajikan data ke dalam pola yang dilakukan dalam

bentuk uraian singkat, bagan, gafrik, matrik dan lainnya.

Dalam hal ini Miles dan Huberman menyatakan bahwa yang paling

sering digunakan untuk menyajikan data dalam penelitian kualitatif adalah

teks yang bersifat naratif. Dengan mendisplay data, maka akan mepermudah

memahami apa yang terjadi dan merencanakan kerja selanjtunya berdasarkan

apa yang dipahami tersebut.

4. Langkah terakhir dalam penelitian ini adalah penarikan kesimpulan dan

verifikasi (konklusi). Yaitu penarikan data yang terus-menerus baik selama

maupun sesudah pengumpulan data untuk menarik kesimpulan yang dapat

menggambarkan pola yang terjadi.

G. Pengecekan Keabsahan Temuan

1. Ketekunan Pengamatan

Ketekunan pengamatan bermaksud menemukan ciri-ciri dan

unsur-unsur dalam situasi yang sangat relevan dengan persoalan atau isu yang

sedang dicari dan kemudian memusatkan diri pada hal-hal tersebut secara

rinci. Hal itu berarti bahwa peneliti hendaknya mengadakan pengamatan

dengan teliti dan rinci secara berkesinambungan terhadap faktor-faktor yang

(49)

pada pemeriksaan tahap awal tampak salah satu atau seluruh faktor yang

ditelaah sudah dipahami dengan cara biasa.17

2. Triangulasi

Keabsahan data penelitian kualitatif dilakukan dengan triangulasi.

Teknik triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data dengan

memanfatkan sesuatu yang lain di luar data itu untuk keperluan pengecekan

atau sebagai pembanding terhadap data itu. Teknik ini dapat dicari dengan

jalan:

a. Membandingkan data hasil pengamatan dengan data hasil wawancara.

b. Membandingkan apa yang dikatakan orang di depan umum dan pribadi.

c. Membandingkan keadaan perspektif seseorang dengan berbagai pendapat

atau pandangan orang yang berpendidikan tinggi, orang biasa atau

pemerintah.

d. Membandingkan apa yang dikatakan seseorang tentang situasi penelitian

dengan apa yang dikatakan sepanjang waktu.

e. Membandingkan hasil wawancara dengan isu suatu dokumen yang

berkaitan.18

H. Tahapan-tahapan Penelitian

Adapun tahapan-tahapan dalam melakukan penelitian ada empat tahapan

antara lain:

17

Lexy J Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, 177. 18

(50)

1. Tahapan Pra Lapangan

Adapun pra lapangan meliputi: menyusun rancangan penelitian,

memilih lapangan penelitian, mengurus perizinan, menjajaki dan menilai

keadaan lapangan, memilih dan memanfaatkan informan, menyiapkan

perlengkapan dan yang menyangkut etika penelitian.

2. Tahap Pekerjaan Lapangan

Tahap pekerjaan lapangan meliputi: memahami latar penelitian dan

persiapan diri, memasuki lapangan dan berperan serta sambil mengumpulkan

data.

3. Tahap Analisa Data

Tahap analisa data meliputi: analisa selama dan setelah pengumpulan

data.19 Dalam tahap ini penulis melakukan analisis terhadap data-data yang

telah dikumpulkan dari hasil wawancara, observasi dan dokumentasi.

4. Tahap Penulisan hasil laporan

Pada tahap ini penulis menuangkan hasil penelitian yang sistematis

sehingga dapat dipahami dan diikuti alurnya untuk pembaca.

19

(51)

47 BAB IV

DESKRIPSI DATA

A. Deskripsi Data Umum

1. Sejarah Berdirinya Pondok Pesantren Fathul Muna

Pada mulanya Pondok pesantren Fathul Muna hanya sebuah kelompok

kecil yang terdiri dari seorang ustad dan beberapa santrinya. Ustad tersebut

bernama Bapak Syahrifin. Dahulu mereka mengadakan kajian di Campursari,

bergabung dengan yayasan Arjowinangon.

Lambat laun santri yang berminat mengikuti kajian semakin banyak.

Melihat fenomena tersebut maka Bapak Syahrifin dan beberapa orang

temannya berniat untuk mendirikan lembaga pendidikan sendiri. Maka pada

tahun 2000 lembaga pengajian ini berpindah ke Jetis. Disana mereka

mendirikan bangunan sebagai tempat menampung santri yang ingin belajar.

Namun setelah berjalan hampir satu tahun, terjadi masalah mengenai ijin

mendirikan bangunan.

Berawal dari hal tersebut maka lembaga pendidikan tersebut berpindah

ke kawasan Jalan raya Ponorogo-Trenggalek. Tepatnya di Jl. Tanggulangin

No. 20 A Mlandangan Campurejo Sambit Ponorogo, bernama Pondok

Pesantren Fathul Muna yang berarti pembuka angan. Pesantren ini didirikan

dengan maksud untuk membuka wawasan dan pengetahuan santri yang

Gambar

Gambar 3.1 Langkah-langkah analisis data
Tabel 4.1 Data sarana-prasarana Pondok Pesantren Fathul Muna.

Referensi

Dokumen terkait