• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Umum

Drainase mempunyai arti mengalirkan, menguras, membuang, atau mengalihkan air. Secara umum, drainase didefinisikan sebagai serangkaian bangunan air yang berfungsi untuk mengurangi dan/atau membuang kelebihan air dari suatu kawasan atau lahan, sehingga lahan dapat difungsikan secara optimal. Drainase juga diartikan sebagai usaha untuk mengontrol kualitas air tanah dalam kaitannya dengan salinitas (Suripin 2003).

Drainase perkotaan adalah sistem drainase dalam wilayah administrasi kota dan daerah perkotaan (Urban). Sistem tersebut berupa jaringan pembangunan air yang berfungsi mengendalikan atau mengeringkan kelebihan air permukaan di daerah permukiman yang berasal dari hujan lokal, sehingga tidak mengganggu masyarakat dan dapat memberikan manfaat bagi kegiatan manusia (Direktorat Jendral Cipta Karya 2012).

2.2. Acuan Dan Dasar Hukum Perencanaan 2.2.1 Landasan Hukum

Acuan umum yang dipakai adalah Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta sebagai beirkut :

1) Pergub Provinsi DKI Jakarta No 38 tahun 2012 tentang Bangunan Gedung Hijau

(2)

2) Pergub Provinsi DKI Jakarta No 20 tahun 2013 tentang Sumur Resapan

2.2.2 Ketentuan Penyediaan Sistem Penampungan Air Hujan

Adanya ketentuan bagi tiap bangunan untuk mengelola sistem aliran air hujan diuraikan dalam dasar hukum berikut ini ;

1) Pergub Provinsi DKI Jakarta No 38 tahun 2012 tentang Bangunan Gedung Hijau

i. Pasal 22 Ayat (1) ; Setiap bangunan gedung hijau harus menyediakan sistem penampungan air hujan untuk mengurangi limpasan air hujan yang akan disalurkan pada sistem drainase kota.

ii. Pasal 22 Ayat (2) ; Selain menyediakan sistem penampungan air hujan, setiap bangunan hijau juga harus melaksanakan pembuatan sumur resapan dan kolam resapan pada lokasi yang efektif bagi kinerja sumur resapan

2) Pergub Provinsi DKI Jakarta No 20 tahun 2013 tentang Sumur Resapan

i. Pasal 3 Ayat (1) ; Kewajiban pembuatan sumur resapan bagi perorangan dan badan hukum ditujukan kepada :

o setiap pemilik bangunan dan bangunan gedung yang

menutup permukaan tanah; dan

(3)

ii. Pasal 3 Ayat (2) ; Selain kewajiban pembuatan sumur resapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), terhadap perorangan dan badan hukum yang akan membangun di atas lahan 5.000 m2 (lima ribu meter persegi) atau lebih diwajibkan menyiapkan 1% (satu persen) dari lahan yang akan digunakan untuk bangunan kolam resapan di luar perhitungan sumur resapan.

2.3. Konsep Drainase

Di dalam penyelesaian masalah banjir dan/atau genangan yang disebabkan oleh limpasan air hujan (run-off) yang terjadi di kawasan perkotaan, kita mengenal 2 (dua) konsep dasar penanganan sebagai berikut :

2.3.1 Konsep drainase konvensional

Konsep ini dilaksanakan dengan prinsip membuang debit limpasan yang terjadi secepat mungkin dari daerah genangan dan mengalirkannya ke sistem saluran drainase terdekat yang telah ada (existing). Jaringan drainase yang dibuat berupa saluran tersier, saluran sekunder dan saluran drainase primer yang akan membuang seluruh debit ke sungai atau badan air lainnya.

2.3.2 Konsep Drainase berwawasan lingkungan (Eco-Drain)

Drainase berwawasan lingkungan (eco-drain) adalah pengelolaan drainase yang disebut sebagai sistem drainase yang ramah bagi lingkungan, karena debit limpasan tidak dibuang langsung ke saluran drainase yang ada sehingga tidak menambah beban jaringan saluran drainase yang sudah ada disekitarnya. Prinsip ini yang belakangan dikenal dengan sebutan zero runoff.

(4)

Terdapat 2 pola yang dipakai untuk pengelolaan drainase eco-drain ini, antara lain yaitu :

A. Pola detensi (menampung air sementara), misalnya dengan membuat kolam penampungan.

B. Pola retensi (meresapkan), antara lain dengan membuat sumur resapan, saluran resapan, bidang resapan atau kolam resapan (Direktorat Jendral Cipta Karya 2012).

Dimana pada pelaksanaan tugas besar ini di pilih pola resapan yang mana akan di terapkan dalam perencanaan drainase zero runoff di kawasan Sampoerna Strategic Square II.

2.4. Analisis Hidrologi

Hodrologi adalah ilmu yang berkaitan dengan air bumi , baik mengenai terjadinya, peredaraanya, sifat-sifatnya dan hubungan dengan lingkungannya terutama dengan mahluk hidup. Penerapan ilmu hidrologi bisa di jumpai dalam beberapa kegiatan seperti perencanaan dan operasi bangunan air, penyediaan air untuk berbagai keperluan (air bersih, irigasi, perikanan, peternakan), pembangkit listrik tenaga air, pengendalian banjir, pengendalian erosi dan sedimentasi, transfortasi air, drainase, pengendali polusi, air limbah,dsb (Triatmojo 2013).

Kumpulan data hidrologi dapat disusun dalam bentuk daftar atau tabel. Sering pula daftar atau tabel tersebut disertai dengan gambar-gambar yang biasa disebut diagram atau grafik, dan dapat disajikan dalam bentuk peta tematik, seperti peta curah hujan dan peta tinggi muka air dengan maksud supaya lebih dapat menjelaskan tentang persoalan yang dipelajari.

(5)

Secara umum analisis hidrologi merupakan satu bagian analisis awal dalam perancangan bangunan-bangunan hidraulik. Pengertian yang terkandung di dalamnya adalah bahwa informasi dan besaran-besaran yang diperoleh dalam analisis hidrologi merupakan masukan penting dalam analisis selanjutnya. Bangunan hidraulik dalam bidang teknik sipil dapat berupa gorong-gorong, bendung, bangunan pelimpah, tanggul penahan banjir, dan sebagainya. Ukuran dan karakter bangunan-bangunan tersebut sangat tergantung dari tujuan pembangunan dan informasi yang diperoleh dari analisis hidrologi. Sebelum informasi yang jelas tentang sifat-sifat dan besaran hidrologi diketahui, hampir tidak mungkin dilakukan analisis untuk menetapkan berbagai sifat dan besaran hidrauliknya. Demikian juga pada dasarnya bangunan bangunan tersebut harus dirancang berdasarkan suatu standar perancangan yang benar sehingga diharapkan akan dapat menghasilkan rancangan yang memuaskan.

2.4.1 Pemilihan Data Hujan

Data yang di gunakan untuk analisa frekuensi dapat dibedakan menjadi dua tipe berikut ini

1) Partial duration series

Metode ini digunakan apabila jumlah data kurang dari 10 tahun data runtut waktu. Partial duration series yang juga di sebut (peaks over treshold, POT) adalah rangkaian data debit banjir/hujan yang besarnya di atas suatu nilai batas bawah tertentu. Dengan demikian dalam satu tahun dapat dipilih 2 sampai 5 data tertinggi.

(6)

2) Annual maximum series

Metode ini digunakan apabila tersedia data debit atau hujan minimal 10 tahun data runtut waktu. Tipe ini adalah dengan memilih satu data maksimum setiap tahun. Dalam satu tahun hanya ada satu data yang di gunakan. Dengan cara ini, data terbesar kedua dalam satu tahun yang mungkin lebih besar dari data maksimum pada tahun yang lain tidak di perhitungkan (Triatmojo 2013)

Sebagai input analisa curah hujan perencanaan, dipilih hujan harian maksimum tahunan (annual maximum daily rainfall), untuk masing-masing stasiun penakar hujan yang ada.

2.4.2 Analisa Data Hujan

Data hidrologi yang diperoleh seringkali tidak memiliki data yang lengkap dan menerus, sehingga data-data hidrologi tersebut perlu dilengkapi. Terdapat beberapa metode umum yang digunakan untuk melengkapi data hidrologi, yaitu : (Suripin 2003)

1) Rata-rata Aljabar, metode ini didasarkan pada asumsi bahwa semua penakar hujan memiliki pengaruh yang setara

2) Metode Poligon Thiessen, atau lebih dikenal juga sebagai metode rata-rata timbang (weighted mean).

3) Metode Isohyet, merupakan metode yang paling akurat untuk menentukan hujan rata-rata, namun diperlukan keahlian dan pengalaman.

(7)

Secara umum metode analisa data hujan yang seringkali digunakan adalah Metode Rata-rata Aljabar, karena ketersedian data lapangan yang sering kali sangat minimum. Analisa untuk melengkapi/pengisian data terhadap satu stasiun hujan yang tidak lengkap/tidak menerus dengan metode rata-rata aljabar dapat dilakukan dengan 2 (dua) cara, antara lain:

1) Jika perbedaan hujan tahunan normal di stasiun yang mau dilengkapi tidak lebih dari 10%, untuk mengisi kekurangan data dapat mengisinya dengan harga rata-rata hujan dari stasiun-stasiun disekitarnya.

2) Jika perbedaan hujan tahunan lebih dari 10 %, melengkapi data dengan metode Rasio Normal, yakni dengan membandingkan data hujan tahunan stasiun yang kurang datanya terhadap stasiun disekitarnya dengan cara sebagai berikut :

            C C B B A A R r R R r R R r R n r 1 (2.1) Dimana :

n = Jumlah stasiun hujan

r = Curah hujan yang dicari (mm)

R = Curah hujan rata-rata setahun di tempat pengamatan R yang datanya akan dilengkapi rA, rB, rC = Curah hujan di tempat-tempat pengamatan

A, B, dan C

RA, RB, RC = Curah hujan rata-rata setahun di stasiun A, B, dan C

(8)

2.4.3 Kala Ulang

Karakteristik hujan menunjukkan bahwa hujan yang besar tertentu mempunyai kala ulang tertentu. Kala ulang rencana untuk saluran mengikuti standar yang berlaku, dengan ketentuan sebagai berikut:

1. Kala ulang yang dipakai berdasarkan luas daerah pengaliran saluran dan jenis kota yang akan direncanakan sistem drainasenya Tabel 2.1

Tabel 2. 1Kala Ulang Berdasar Tipologi Kota Tipologi Kota Catcment Area ( Ha )

< 10 10 - 100 100 - 500 > 500

Kota Metropolitan 2 thn 2 - 5 thn 5 - 10 thn 10 - 25 thn Kota Besar 2 thn 2 - 5 thn 2 - 5 thn 5 - 20 thn Kota Sedang 2 thn 2 - 5 thn 2 - 5 thn 5 - 10 thn Kota Kecil 2 thn 2 thn 2 thn 2 - 5 thn

Sumber :(Direktorat Jendral Cipta Karya 2012)

2. Untuk bangunan pelengkap dipakai kala ulang yang sama dengan sistem saluran dimana bangunan pelengkap ini berada ditambah 10% debit saluran.

3. Perhitungan curah hujan berdasarkan data hidrologi minimal 10 tahun terakhir (mengacu pada tata cara analisa curah hujan drainase perkotaan).

2.4.4 Analisa Hujan Rencana

Perkiraan hujan rencana di lakukan dengan frekuensi terhadap data curah hujan harian rata-rata maksimum tahunan, dengan lama pengamatan sekurang-kurangnya 10 tahun terakhir dari minimal 1(satu) stasiun pengamatan.

Analisa frekuensi terhadap curah hujan, untuk menghitung hujan rencana dengan berbagai kala ulang (1, 2, 5, 10, 25, dan 50 tahun), dapat dilakukan dengan metode gumbel, log person (LN), atau log person tipe III (LN3)(Direktorat Jendral Cipta Karya 2012).

(9)

Adapun yang di gunakan dalam perencanaan sistem drainase pada penelitian ini menggunakan 2 metode yaitu :

1. Metode Log Person Type III

Pada garis besarnya, langkah penyelesaian distribusi Log Pearson Type III adalah sebagai berikut :

a. Mentransformasikan data curah hujan harian maksimum kedalam harga logaritmanya :

R1, R2, ...., Rn menjadi log R1, log R2, ...., log Rn (2.2)

b. Menghitung harga tengahnya (log ) : R

n LogR R

log

(2.3) c. Menghitung harga penyimpangan standar (Sx) :

1 2   

n LogR LogR Sx i (2.4) d. Menghitung koefisien asimetri (Cs) :



3 3 2 1 log . x i s S n n R LogR n C    

(2.5) e. Menghitung besarnya logaritma hujan rencana dengan waktu ulang yang

dipilih, dengan rumus :

x

t LogR K S

LogR   . (2.6)

Dimana :

R = Tinggi hujan rata-rata daerah n = Jumlah tahun pengamatan data Cs = Koefisien penyimpangan

(10)

K = Faktor kekerapan Log Pearson Tipe III f. Menentukan nilai K untuk metode Log Person Tipe III 2. Metode Gumbel

Parameter-parameter statistik yang diperlukan oleh distribusi harga ekstrim gumbel adalah :

a. Menentukan harga tengahnya (R) :

n R

R

i (2.7)

b. Menentukan harga penyimpangan standard (Sx) :

1 ) ( 2   

n R R Sx i (2.8)

c. Menentukan faktor frekuensi (K) :

n n t S Y Y K   (2.9) dimana : K = faktor frekuensi Yt = Reduced Variable Yn = Reduced Mean

Sn = Reduced Standard Deviation

Ri = Curah hujan

n = Jumlah data

d. Menentukan curah hujan rencana dengan waktu ulang yang dipilih, dengan rumus:

x

t

R

K

S

R

.

(11)

e. Menentukan data variasi fungsi kala ulang (Yt)

f. Menentukan data nilai Yn dan Sn yang tergantung pada n 2.4.5 Uji Konsistensi Data Hujan

Diperlukan pengujian parameter untuk menguji kecocokan (the goodness of fittest test) distribusi frekuensi sampel data terhadap fungsi distribusi peluang yang diperkirakan dapat menggambarkan mewakili distribusi frekuensi tersebut. Pengujian parameter yang sering dipakai adalah Chi-Square dan Smirnov-Kolomogrov (Suripin 2003).

1. Uji Kecocokan Chi-Square (Chi-Kuadrat)

Uji Chi-Square dimaksudkan untuk menentukan apakah persamaan distribusi yang telah dipilih dapat mewakili distribusi statistik sample data yang dianalisis. Parameter merupakan variable acak. Parameter X² yang digunakan dapat dihitung dengan rumus (Suripin 2003) :

²

DK = K-(1+1) Ei =

K = 1+3,322 log n(2.11)

Dimana :

= Parameter Chi-Square terhitung G = Jumlah sub kelompok

Oi = Jumlah nilai pengamatan pada sub kelompok i Ei = Jumlah nilai teoritis pada sub kelompok i

(12)

K = Jumlah kelas N = Jumlah data DK = Derajat kebebasan F² = HargaChi Square

Cara memberikan interpretasi terhadap Chi-Square adalah menentukan DK (derajat kebebasan). Uji ini digunakan untuk data yang variabelnya tidak dipengaruhi oleh variable lain dan diasumsikan bahwa sampel dipilih secara acak.

Tabel 2. 2Titik prosentase distribusi Chi-Square d.f = 1-20 Derajat

Kebebasan Derajat Kepercayaan (%)

0.2 0.1 0.05 0.01 0.001 1 1.642 2.706 3.841 6.635 10.827 2 3.219 4.605 5.991 9.21 13.815 3 4.642 6.251 7.815 11.345 16.268 4 5.989 7.779 9.488 13.277 18.465 5 7.289 9.236 11.07 15.086 20.517 6 6.558 10.645 12.592 16.812 22.457 7 9.803 12.017 14.067 18.475 24.322 8 11.03 13.362 15.507 20.09 26.125 9 12.242 14.684 16.919 21.666 27.877 10 13.442 15.987 18.307 23.209 29.588 11 14.631 17.275 19.675 24.725 31.264 12 15.812 18.549 21.026 26.217 32.909 13 16.985 19.812 22.362 27.688 34.528 14 18.151 21.064 23.685 29.141 36.123 15 19.311 22.307 24.996 30.578 37.697 16 20.465 23.524 26.296 32 39.252 17 21.615 24.769 27.587 33.409 40.79 18 22.76 25.989 28.869 34.805 42.312 19 23.9 27.204 30.144 36.191 43.82 20 25.038 28.412 31.41 37.566 45.315 Sumber :(Soewarno 1995)

2. Uji Kecocokan Smirnov–Kolmogorov

Uji Kecocokan Smirnov–Kolmogorov, sering juga uji kecocokan non parametrik (non parametric test), karena pengujian tidak menggunakan fungsi

(13)

distribusi tertentu. Syarat diterimanya distribusi dengan uji Smirnov-Kolmogorov adalah apabila Δmax < Δcr.

Adapun langkah-langkah perhitungan uji Smirnov-Kolmogorov adalah sebagai berikut :

a) Urutkan data (dari besar ke kecil atau sebaliknya) dan tentukan besarnya peluang dari masing-masing data tersebut

X1 = P(X1)

X2 = P(X2)

X3 = P(X3), dan seterusnya (2.12)

b) Urutkan nilai masing-masing peluang teoritis dari hasil penggambaran data (persamaan distribusinya)

X1 = P' (X1)

X2 = P' (X2)

X3 = P' (X3), dan seterusnya (2.13)

c) Dari kedua nilai peluang tersebut, tentukan selisih terbesarnya antar peluang pengamatan dengan peluang teoritis

D = Maksimum ( P(Xn)  P' (Xn) ) (2.14)

d) Berdasarkan tabel nilai kritis (Smirnov-Kolmogorov test) tentukan harga D0

dari Tabel 2.3berikut :

Tabel 2. 3Nilai kritis D0 untuk uji Smirnov-Kolmogorov n α=0.20 α=0.10 α=0.05 α=0.02 α=0.01

5 0.447 0.509 0.563 0.627 0.669 10 0.323 0.369 0.409 0.457 0.486 11 0.308 0.352 0.391 0.437 0.468

(14)

n α=0.20 α=0.10 α=0.05 α=0.02 α=0.01 15 0.266 0.304 0.338 0.377 0.404 20 0.232 0.265 0.294 0.329 0.352 25 0.208 0.238 0.264 0.295 0.317 30 0.190 0.218 0.242 0.270 0.290 35 0.177 0.202 0.224 0.251 0.269 40 0.165 0.189 0.210 0.235 0.252 45 0.156 0.179 0.198 0.222 0.238 50 0.148 0.170 0.188 0.211 0.226 N > 50 1,07/√n 1,22/√n 1,36/√n 1,52/√n 1,63/√n

Sumber : Bonnier, (1980) dalam suripin, (2004) 2.5. Analisa Intensitas Hujan

Intensitas hujan rencana adalah besarnya intensitas hujan maksimum yang mungkin terjadi pada periode ulang tertentu. Hujan dalam intensitas yang besar umumnya terjadi dalam waktu yang pendek. Hubungan intensitas hujan dengan waktu hujan banyak dirumuskan, yang pada umumnya tergantung pada parameter setempat. Besarnya intensitas curah hujan berbeda-beda, biasanya disebabkan oleh lamanya curah hujan dan frekuensi kejadiannya. Untuk perhitungan biasanya didekati dengan rumus empiris yang biasa digunakan untuk karakteristik hujan didaerah tropis.

Rumus menghitung intensitas curah hujan (I) menggunakan hasil analisa distribusi frekuensi yang sudah dirata-rata, menggunakan rumus Mononobe sebagai berikut :

(2.15) dimana :

Rt = hujan rencana untuk berbagai kala ulang (mm)

t = waktu konsentrasi (jam), untuk satuan dalam menit,

3 2 24 24        t R I t t

(15)

t dikalikan 60

It = intensitas hujan untuk berbagai kala ulang (mm/jam) 2.6. Analisa Debit Banjir Rencana

Perhitungan debit banjir rencana dimaksudkan untuk mengingat adanya hubungan antara hujan dan aliran drainase dimana besarnya aliran dalam drainase ditentukan dari besarnya hujan, intensitas hujan, luas daerah, lama waktu hujan, dan ciri-ciri daerah alirannya.

1. Metode Rasional

Metode Rasional hanya digunakan untuk menentukan banjir maksimum bagi saluran-saluran dengan daerah aliran kecil, kira 100-200 acres atau kira-kira 40-80 ha. Metode Rasional ini dapat dinyatakan secara aljabar dengan persamaan sebagai berikut (Subarkah 1980) :

Rumus umum Metode Rasional

A

I

C

Q

t

0

,

278

.

.

.

(2.16) Dimana:

Qt = Debit banjir (m3/det)

C = Koefisien pengaliran I = Intensitas hujan (mm/jam) A =Luas Daerah Aliran (km2)

Ada beberapa kekurangan dari metode ini adalah :

 Daya tampung daerah penangkapan hujan tidak diperhitungkan

 Hujan diperkirakan merata pada seluruh daerah tangkap hujan

(16)

Untuk mengurangi kelemahan tersebut diatas maka metode ini kemudian dimodifikasi, yang disebut Modifikasi Rasional.

2. Metode Modifikasi Rasional

Saluran drainase primer akan dihitung dengan Rumus Rasional yang dimodifikasi. Debit saluran yang akan diperiksa kapasitasnya, dihitung sebagai berikut : A I C C Qt  0,278 . s. . (2.17) d c c s t t t C   2 2 ;

t

c

t

o

t

d V L td(2.18) dimana :

Q = Debit banjir rencana (m3/det)

C = Koefisien Pengaliran yang tergantung dari permukaan tanah daerah perencanaan.

Cs = Koefisien Penyimpangan

I = Intensitas hujan (mm/jam)

A = Luas daerah aliran (catchment area) (Km2)

tc = Waktu konsentrasi, untuk daerah saluran drainase perkotaan

terdiri dari to dan td

to = Waktu yang diperlukan air untuk mengalir melalui permukaan

tanah ke saluran terdekat (menit), rumus lihat halaman berikunya.

td = Waktu yang diperlukan air untuk mengalir didalam saluran ke

(17)

2.7. Analisis Hidrolika

Hidrolika (Hydraulics dari bahasa Greek/Yunani yang berarti air) adalah ilmu yang mempelajari/menyelidiki tentang pengaliran air, tapi sering pula dipakai untuk jenis cairan lain, misalnya dalam "hydraulic control gear" yang biasanya memakai oli sebagai cairannya(Soedradjat 1983).

2.7.1 Waktu Konsentrasi (Tc)

Waktu konsentrasi, suatu DAS adalah waktu yang diperlukan oleh air hujan yang jatuh untuk mengalirdari titik terjauh sampai ke tempat keluaran DAS (titik kontrol) setelah tanah menjadi jenuh dan depresi-depresi kecil terpenuhi. Dalam hal ini diasumsikan bahwa jika durasi hujan sama dengan waktu konsentrasi maka setiap bagian DAS secara serentak telah menyumbangkan aliran terhadap titik kontrol. Salah satu metode untuk memperkirakan waktu konsentrasi adalah rumus yang di kembangkan oleh Kirpich (1940), yang dapat di tulis sebagai berikut (Suripin 2003): 385 . 0 2 1000 87 . 0        xs xL tc (2.19) Dimana :

tc = Waktu konsentrasi (jam)

L = Panjang saluran utama dri hulu sampai penguras (km) s = kemiringan saluran utama(m/m)

Waktu konsentrai dapat juga dihitung dengan membedakannya menjadi dua komponen yaitu :

(18)

1. Waktu yang di perlukan air untuk mengalir di permukaan lahan sampai saluran terdekat to

2. Waktu perjalanan dari pertama masuk saluran sampai titik keluar (td) Rumus pendekatan : menit V LS t menit s n xLx x to t t t d s o c 60 28 , 3 3 2         (2.20) Dimana :

to = overland flow time, waktu pengaliran diatas permukaan mendan

dari titik terjauh ke titik masuk saluran, dapat dicari berdasarkan grafik (time of overland flow)

tc = time in stream, waktu pengaliran di saluran

L = Panjang lintasan aliran di atas permukaan lahan (m) Ls = Panjang lintasan aliran di dalam saluran/sungai (m) V = Kecepatan aliran di dalam saluran (m/det).

2.7.2 Dimensi Saluran

Perhitungan dimensi saluran didasarkan pada debit yang harus ditampung oleh saluran (QS dalam m³/det) lebih besar atau sama dengan debit rencana yang diakibatkan oleh hujan rencana (QT dalam m³/det). Kondisi demikian dapat dirumuskan dengan persamaan berikut :

(19)

Debit yang mampu ditampung oleh saluran QS dapat diperoleh dengan rumus seperti dibawah ini :

QS = As x V (2.22)

Dimana :

As = Luas penampang saluran (m²)

V = Kecepatan rata-rata aliran di dalam saluran (m/det) 2.7.3 Koefisien Pengaliran

Koefisien pengaliran (C) besarnya tergantung pada kondisi dan karakteristik fisik dari daerah pengalirannya, yang biasanya dinyatakan sesuai dengan tata guna lahan pada kondisi terakhir.

Besaran koefisien pengaliran untuk berbagai penggunaan lahan / tata guna lahan dapat dilihat pada Tabel 2.4 berikut ini :

Tabel 2. 4Koefisien limpasan rata-rata untuk daerah perkotaan

Type Kondisi daerah

Pengaliran Nilai C

Berdasar sifat permukaan Rerumputan tanah berpasir

Kemiringan 2 % 0,05 - 0,10

Rata-rata 2-7 % 0,10 - 0,15

Curam >7 % 0,10 - 0,15

Rerumputan tanah keras

Datar 2 % 0,13 - 0,17 Rata-rata 2-7 % 0,18 - 0,22 Curam >7 % 0,25 - 0,35 Jalan Aspal 0,70 - 0,95 Beton 0,80 - 0,95 Batu bata 0,70 - 0,95 Kerikil 0,15 - 0,35

Jalan raya dan trotoir 0,70 - 0,85

Atap 0,75 - 0,95

Berdasar deskripsi daerah

Bisnis dan perdagangan Daerah kota 0,70 - 0,95

Daerah pinggiran 0,50 - 0,70

Pemukiman Rumah tinggal terpencar 0,30 - 0,50

(20)

Type Kondisi daerah

Pengaliran Nilai C

Pemukimam (sub urban) 0,25 - 0,40

Apartemen 0,50 - 0,70

Industri Ringan 0,50 - 0,80

Berat 0,60 - 0,90

Pertamanan, kuburan 0,10 - 0,25

Lapangan bermain 0,10 - 0,25

Halaman kereta api 0,20 - 0,40

Daerah tidak terawat 0,10 - 0,30

Sumber :(DPU 1998)

Koefisien ini diperoleh dari hasil perbandingan antara jumlah hujan yang jatuh dengan yang mengalir sebagai limpasan dari suatu hujan dalam permukaan tanah. Faktor-faktor yang mempengaruhi harga koefisien pengaliran ini adalah adanya infiltrasi dan tampungan hujan pada tanah sehingga mempengaruhi jumlah air hujan yang mengalir.

2.7.4 Penampang Basah berdasarkan debit air (Q) dan kecepatan (V) Dimensi saluran diperhitungkan dengan rumus Manning sebagai berikut :

A V Q . 1

   

R 2/3 i 1/2 n V(2.23) dimana:

Q = Debit air di saluran (m3/det)

V = Kecepatan air (m/det)

n = Koefisien kekasaran dinding. R = Jari-jari hidraulik (meter) I = Kemiringan dasar saluran A = Luas penampang basah (m2)

(21)

2.7.5 Tinggi Jagaan

Tinggi jagaan atau freeboard atau waking adalah jarak vertikal dari puncak saluran ke permukaan air pada kondisi debit rencana. Tinggi Jagaan pada saluran drainase berfungsi untuk mencegah gelombang atau kenaikan muka air yang melimpah ke tepi saluran. Pada umumnya semakin besar debit rencana dalam saluran, semakin besar pula tinggi jagaan yang harus disediakan.

Tinggi Jagaan untuk saluran drainase yang disarankan untuk diambil dinyatakan dalam Tabel berikut :

Tabel 2. 5Syarat penggunaan tinggi jagaan Debit (Q)

(m³/dt)

Tinggi Jagaan / Waking (dalam meter)

Sal. Tanah Sal. Pasangan

< 0.50 0.40 0.20 0.50 - 1.50 0.50 0.20 1.50 - 5.00 0.60 0.25 5.00 -10.00 0.75 0.30 10.00 - 15.00 0.85 0.40 > 15.00 1.00 0.50 Sumber : (CIDA 1994) 2.7.6 Kemiringan Tanah

Kemiringan tanah di tempat dibuatnya fasilitas saluran drainase ditentukan dari hasil pengukuran di lapangan, dihitung dengan rumus :

% 100 2 1 x L t t i  (2.24) dimana :

t1 = tinggi tanah di bagian tertinggi (m)

(22)

Gambar 2. 1Kemiringan Tanah 2.7.7 Kedalaman Kritis (Bilangan Froude)

Bilangan Froude adalah sebuah bilangan tak bersatuan yang digunakan untuk mengukur resistensi dari sebuah benda yang bergerak melalui air, dan membandingkan benda-benda dengan ukuran yang berbeda-beda. Dinamakan sesuai dengan penemunya William Froude. Bilangan ini didasarkan pada kecepatan/beda jarak. Bilangan Froude (Fr) merupakan parameter berdimensi penting dalam studi saluran terbuka. Merupakan perbadingan gaya inersia dengan gaya gravitasi, disebut Bilangan Froude yang bisa ditulis sebaai berikut (Setiawan 2016):

 

0.5

.

L

g

V

Fr

(2.25) Dimana : V = kecepatan rata-rata

L = panjang karakteristik yang terkait dengan kedalaman (kedalam hidrolik untuk aliran saluran terbuka)

g = percepatan gravitasi

Untuk penampang persegi panjang, kedalam hidrolik adalah kedalaman air, karena bilangan Froude merupakan rasio gaya inersia untuk gaya gravitasi.

(23)

Gambar 2. 2Parameter Bilangan Froude

Bilangan Froude dapat diklasifikasikan sebagai berikut : Fr < 1, subkritis

Fr = 1, aliran kritis

Fr > 1, superkritis(Setiawan 2016) 2.8. Analisa Kolam Resapan/Long Storage

Sesuai dengan Pergub DKI Jakarta No.20 tahun 2013, kewajiban untuk menyiapkan kolam resapan adalah sebesar 1% (satu persen) dari lahan yang akan digunakan. Dari perencanaan Sampoerna Strategic Square II, maka kewajiban penyediaan kolam resapan direncanakan berdasarkan luas total tutupan lahan.

2.9. Analisa Sumur Resapan

Berdasarkan kuota debit dengan luas penampang tutupan bangunan yang tercantum didalam Pergub. Prov. DKI Jakarta No. 20 tahun 2013, dimana tiap 25 m2 dari area tertutup diperlukan 1m3 sumur resapan. maka analisa hitungan kebutuhan sumur resapan yang diwajibkan dalam wilayah perencanaan adalah :

a. Luas tutupan lahan (tanpa atap tower & podium) b. Volume air yang diresapkan

Gambar

Tabel 2. 1Kala Ulang Berdasar Tipologi Kota
Tabel 2. 2Titik prosentase distribusi Chi-Square d.f = 1-20
Tabel 2. 3Nilai kritis D0 untuk uji Smirnov-Kolmogorov
Tabel 2. 4Koefisien limpasan rata-rata untuk daerah perkotaan
+4

Referensi

Dokumen terkait

Merupakan kualitas pelayanan dari suatu sistem penyediaan air bersih, sehingga dapat memenuhi kebutuhan pelanggan, dan mencapai tingkat kepuasan pelanggan..

Menurut Peraturan Pemerintah No. 23 tahun 1982 irigasi adalah usaha untuk penyediaan dan pengaturan air untuk menujang pertanian, dan menurut Peraturan Pemerintah No. 20 tahun

Bangunan pembawa mempunyi fungsi membawa/mengalirkan air dari sumbernya menuju petak irigasi. Bangunan pembawa meliputi saluran primer, saluran sekunder, saluran

Secara umum, konsep dasar perencanaan hidrologi dan drainase jalan tambang didasari oleh kebutuhan untuk menangani masalah kelebihan air baik yang berasal dari hujan

a) Air bersih untuk keperluan perkantoran dapat diperoleh dari Perusahaan Air Minum, sumber air tanah atau sumber lain yang telah diolah sehingga memenuhi

Kualitas atau mutu air yang mengalir dalam suatu jaringan pipa distribusi air sangatlah penting. Karena tujuan utama dari perencanaan jaringan distribusi air bersih

Didalam penyediaan air bersih harus memenuhi beberapa persyaratan utama. Persyaratan tersebut meliputi persyaratan kualitatif, persyaratan kuantitatif, mudah didapat

Untuk keperluan irigasi, terutama bagi tanaman, air yang tersedia dari suatu sumber, tidak selamanya langsung dapat dimanfaatkan. Seperti halnya bila air tersebut