Tesis
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar BelakangMamuju merupakan ibu kota Provinsi Sulawesi Barat yang merupakan Provinsi baru hasil pemekaran dari Provinsi Sulawesi Selatan pada tahun 2004. Provinsi Sulawesi Barat terletak di bagian barat Pulau Sulawesi dengan luas
16.796, 19 km2, yang mencakup beberapa kabupaten, yaitu Kabupaten Polewali
Mandar, Majene, Mamasa, Mamuju Utara, Mamuju Tengah and Mamuju. Kabupaten Mamuju terdiri dari beberapa kecamatan antara lain Kalukku, Mamuju, Simboro, Tapalang, Tapalang Barat, Papalang, Sampaga, Bonehau, Kalumpang dan Tommo. Beberapa kecamatan di Kabupaten Mamuju merupakan daerah yang memiliki nilai laju dosis radiasi (radioaktivitas) tinggi (Iskandar dkk., 2007). Nilai radioaktivitas yang tinggi terdapat pada daerah yang tersusun oleh batuan vulkanik, terutama batuan vulkanik Adang. Nilai radioaktivitas tinggi tersebut diperkirakan berasal dari keterdapatan kandungan mineral radioaktif
alami (Syaeful dkk., 2014).
Peta laju dosis radiasi sinar gamma seluruh Indonesia menunjukkan bahwa daerah Mamuju memiliki nilai laju dosis radiasi tertinggi dibandingkan wilayah lain di Indonesia, yang mencapai nilai 2.800 nSv/jam (Iskandar dkk.,
2007). Pengukuran radioaktivitas dilakukan dengan metode radiometric-carborne
survei dengan menggunakan Exploranium GR-130 pada jaringan jalan utama di seluruh Pulau Sulawesi dan di daerah lainnya di Indonesia (Gambar 1.1).
Tesis
Tesis
Temuan secara lebih detil di Kabupaten Mamuju ditemukan di Desa Takandeang, dengan laju dosis radiasi mencapai 2.844 nSv/jam, dan beberapa titik ditemukan di lokasi tersebut dengan laju dosis 2.250 dan 2.200 nSv/jam, jauh lebih tinggi dibandingkan rata-rata laju dosis radiasi di Pulau Jawa sekitar 25 – 50 nSv/jam. Secara umum lengan selatan Mandala Geologi Sulawesi Barat hingga bagian tengah, memiliki laju dosis radiasi yang lebih tinggi dibandingkan daerah lainnya di Pulau Sulawesi, dan tidak menerus ke arah utara. Lokasi lain yang memiliki tingkat laju dosis radiasi yang relatif tinggi ditemukan di Kabupaten
Mamasa dengan laju dosis radiasi 250 nSv/jam (Syaeful dkk., 2014). Kondisi laju
dosis radiasi tersebut tentunya merupakan implikasi dari kondisi geologi baik di permukaan maupun tataan tektonik secara regional.
Nilai laju dosis alamiah yang tinggi di suatu daerah mencerminkan keterdapatan unsur radioaktif yang terkandung dalam batuan, seperti Uranium (U), Thorium (Th) dan Potasium (K) dan atau keterdapatan unsur anak luruhnya. Pada umumnya, keterdapatan mineral radioaktif terutama U dan Th sangat erat kaitannya dengan batuan beku asam baik batuan plutonik (granitik) ataupun batuan vulkanik (riolitik), estimasi kadar rata-rata kandungan U dan Th pada beberapa bagian kerak bumi memiliki kaitan erat dengan jenis batuan penyusunnya (Hazen dkk., 2009), seperti pada Tabel 1.1.
Beberapa tipe mineralisasi mineral radioaktif yang berhubungan dengan batuan beku asam telah banyak dijumpai di Indonesia, seperti di Bangka Belitung (Granit Klabat), Lampung (Granit Way Kanan), Kalimantan Barat (Granit Sukadana dan Tonalit Sepauk), Kalimantan Timur (Batuan riolit Nyaan),
Tesis
Sulawesi (Granit Mamasa dan Masamba) dan Papua (Granit Anggi). Bahkan secara umum mineralisasi radioaktif dunia selalu berkaitan dengan batuan beku plutonik/vulkanik asam. Secara geologi regional daerah Mamuju tersusun atas batuan vulkanik dengan komposisi batuan basaltik, terutama pada batuan Vulkanik Adang, sehingga keterdapatan mineral radioaktif di daerah yang tersusun oleh batuan vulkanik tersebut sangat unik dan memerlukan penelitian dan kajian ilmiah yang lebih detil.
Tabel 1.1. Estimasi kadar rata-rata kandungan U dan Th pada beberapa bagian kerak bumi yang berbeda (Hazen dkk., 2009)
Kabupaten Mamuju yang memiliki posisi paling barat dan tersusun oleh batuan vulkanik dengan afinitas ultrapotasik/ soshonitik berkomposisi basaltik-andesitik yang dikelompokkan ke dalam satuan batuan vulkanik Adang (Ratman dan Atmawinata, 1993). Keterdapatan nilai laju dosis radiasi yang tinggi memiliki
Tesis
penyebaran hampir merata sesuai dengan sebaran batuan vulkanik Adang (Syaeful dkk., 2014). Batuan vulkanik Adang hingga saat ini belum banyak dibahas secara khusus. Secara umum pulau Sulawesi tersusun oleh batuan vulkanik dengan afinitas yang sangat bervariasi, yang terbentuk karena proses tektonik yang sangat kompleks, yaitu pertemuan antara lempeng Eurasia, Indo-Australia dan Pasifik (Hamilton, 1979). Batuan vulkanik tersebar dari bagian Selatan (Makasar) sampai bagian Utara (Manado). Bagian Barat Sulawesi (Toraja-Makasar) dijumpai batuan vulkanik dengan afinitas ultrapotasik/shosonitik yang berupa lava dan batuan terobosan berkomposisi basaltik-andesitik, dengan kehadiran mineral feldspatoid yang nenunjukkan bahwa magma asalnya tidak jenuh silika, serta kandungan unsur alkali (%Na + %K) yang tinggi. Batuan dengan afinitas vulkanik ultrapotasik berumur 11-13 Ma atau bahkan lebih muda (Priadi, 2009). Keterdapatan mineral radioaktif pada batuan basaltik-andesitik belum pernah dijumpai di Indonesia, sehingga hal ini menjadi sangat menarik untuk di lakukan penelitian terutama genesis batuan vulkanik tersebut.
1.2. Perumusan Masalah
Keterdapatan mineral radioaktif di Daerah Mamuju merupakan suatu temuan baru yang perlu mendapatkan perhatian khusus, karena selain daerah tersebut merupakan lokasi baru dan memiliki data terbatas, daerah tersebut juga memiliki tataan geologi yang berbeda dengan daerah eksplorasi mineral radioaktif lainnya. Untuk itu kegiatan eksplorasi mineral radioaktif di daerah Mamuju harus didukung oleh pengetahuan mengenai tatanan tektonik, magmatisme dan genesis mineralisasi yang matang, sehingga eksplorasi yang dilakukan lebih terarah. Dari
Tesis
latar belakang yang telah diuraikan, maka dapat dirumuskan beberapa masalah, sebagai berikut:
a. Bagaimana genesis batuan vulkanik Adang di daerah Mamuju?
b. Apa jenis batuan sebagai pembawa mineral radioaktif di daerah Mamuju dan
bagaimana sebarannya?
c. Bagaimana genesis dan apa tipe mineralisasi mineral radioaktif di daerah
Mamuju?
1.3. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah:
a. Mengetahui genesis batuan vulkanik Adang di daerah Mamuju
b. Mengetahui jenis dan sebaran batuan pembawa mineral radioaktif di daerah
Mamuju
c. Mengetahui tipe dan genesis mineralisasi mineral radioaktif di daerah Mamuju.
1.4. Lingkup Penelitian 1.4.1. Lingkup Daerah
Lokasi penelitian difokuskan pada sebaran Formasi Gunungapi Adang,
dengan luasan ± 820 km2, yang termasuk dalam wilayah administratif Kecamatan
Tapalang, Tapalang Barat, Mamuju, Simboro dan Kalukku, Kabupaten Mamuju
(Gambar 1.2). Dari data Shuttle Radar Topography Mission (SRTM) dapat
diketahui bahwa daerah penelitian merupakan daerah dengan morfologi perbukitan hingga pegunungan yang memiliki kelerengan yang sangat curam. Perbukitan di daerah penelitian merupakan perbukitan vulkanik yang membentuk kerucut, dan beberapa tempat merupakan kaldera (Gambar 1.3).
Tesis
Gambar 1.2. Cakupan wilayah administrasi daerah penelitian, Kabupaten Mamuju, Sulawesi Barat. a) Provinsi Sulawesi Barat di Pulau Sulawesi dan, b) cakupan daerah penelitian (Bakosurtanal,
2003)
Gambar 1.3. Lokasi penelitian dengan Citra SRTM daerah Mamuju, Sulawesi Barat
Daerah Mamuju dapat dijangkau dengan menggunakan akses udara (Yogyakarta/ Jakarta - Makasar – Mamuju), atau dengan menggunakan akses darat jalur trans barat Sulawesi (Makasar – Mamuju). Untuk mencapai daerah penelitian dapat dicapai dengan kendaraan roda empat, atau dengan kendaraan roda dua. Untuk daerah yang sulit dijangkau, seperti daerah sekitar gunungapi
Tesis
Adang dan hulu-hulu sungai daerah Mamuju, hanya dapat di jangkau dengan berjalan kaki.
1.4.2. Lingkup Kegiatan
Secara umum kegiatan penelitian ini dibagi menjadi beberapa tahap antara lain; persiapan, pengambilan data lapangan, analisis laboratorium, analisis terpadu serta penyusunan tesis dan karya ilmiah. Lingkup kegiatan ini secara lebih detil dijelaskan pada BAB III.
1.5. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian dapat dijadikan sebagai acuan baik di sekitar daerah penelitian ataupun di daerah yang memiliki tatanan geologi yang sama dalam eksplorasi mineral radioaktif oleh Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN). Sehingga sebagai Badan Pelaksana pengusahaan mineral radioaktif (termasuk penyelidikan umum, eksplorasi dan eksploitasi) untuk dikembangkan secara non kemersial sebagai bahan bakar reaktor riset dan sebagai cadangan energi nasional berdasarkan Undang-Undang nomor 10, tahun 1997, BATAN dapat meningkatkan eksplorasi mineral radioaktif yang dilaksanakan. Selain itu, penelitian ini juga bermanfaat dalam pengembangan unsur yang berasosiasi dengan mineral radioaktif seperti unsur logam tanah jarang, besi, dan lain-lain, yang bernilai ekonomis.
1.6. Batasan Penelitian
Penelitian yang dilaksanakan hanya terbatas pada genesis batuan vulkanik Adang yang berkaitan langsung dengan keterdapatan mineral radioaktif dan tidak membahas lebih dalam mengenai batuan vulkanik di sekitarnya. Dalam
Tesis
penelitian ini juga dikaji mengenai keterdapatan mineral radioaktif dan mineral asosiasinya, terutama menyangkut keterdapatan, sebaran dan jenis mineralnya. Namun demikian penelitian ini tidak membahas secara mendalam mengenai genesis, karakteristik serta kuantitas mineralisasi tersebut secara detail.
Pada penelitian ini data yang dikumpulkan berupa data sekunder dan data primer yang hanya merupakan permukaan dan tidak terdapat data bawah permukaan, sehingga interpretasi dan penarikan kesimpulan hanya dilakukan berdasarkan hasil analisis data tersebut. Peanggunaan data geokimia untuk interpretasi didasarkan atas data yang dianggap akurat berdasarkan evaluasi tingkat akurasi dan presisi alat yang digunakan, untuk data yang dianggap tidak akurat tidak digunakan dalam interpretasi.