Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Meraih Gelar
Sarjana Hukum Jurusan Hukum Pidana dan Ketatanegaraan
pada Fakultas Syariah dan Hukum
UIN Alauddin Makassar
Oleh:
Putri Amaliyah K. Hamzah NIM: 10300113259
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) ALAUDDIN MAKASSAR
2017
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Meraih Gelar
Sarjana Hukum Jurusan Hukum Pidana dan Ketatanegaraan
pada Fakultas Syariah dan Hukum
UIN Alauddin Makassar
Oleh:
Putri Amaliyah K. Hamzah NIM: 10300113259
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) ALAUDDIN MAKASSAR
2017
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Meraih Gelar
Sarjana Hukum Jurusan Hukum Pidana dan Ketatanegaraan
pada Fakultas Syariah dan Hukum
UIN Alauddin Makassar
Oleh:
Putri Amaliyah K. Hamzah NIM: 10300113259
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) ALAUDDIN MAKASSAR
ii
PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI
Mahasiswa yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : Putri Amaliyah K. Hamzah
NIM : 10300113259
Tempat/ Tgl. Lahir : Lawulo, 8 Mei 1995
Jur/ Prodi/ Konsentrasi : Hukum Pidana dan Ketatanegaraan Fakultas/ Program : Syariah dan Hukum
Alamat : Jalan Salemba No. 16, Gunung Sari.
Judul : Doi Tekonggo Dalam Tradisi Pernikahan Masyarakat Di Kabupaten Konawe Sulawesi Tenggara ( Tinjauan Kesesuaian UU Perkawinan No. 1 Tahun 1974 Dan Hukum Islam ).
Menyatakan dengan sesungguhya dan penuh kesadaran bahwa skripsi ini benar adalah hasil karya sendiri. Jika di kemudian hari terbukti bahwa ia merupakan duplikat, tiruan, plagiat atau dibuat oleh orang lain, sebagian atau seluruhnya, maka skripsi dan gelar yang diperoleh karenanya batal demi hukum.
Gowa, 5 November 2017 Penyusun,
Putri Amaliyah K. Hamzah
iv
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.
Alhamdulillahi Rabbil Alamin. Puji syukur kehadirat Allah SWT, karena atas rahmat dan hidayahnya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi ini dengan tepat waktu sesuai dengan rencana.
Skripsi dengan judul : “Doi Tekonggo Dalam Tradisi Pernikahan Masyarakat Di Kabupaten Konawe Sulawesi Tenggara (Tinjauan Kesesuaian
UU Perkawinan No. 1 Tahun 1974 dan Hukum Islam)” yang merupakan tugas akhir dalam menyelesaikan studi dan sebagai salah satu syarat yang harus dipenuhi untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum (S.H) pada program studi Hukum Pidana dan Ketatanegaraan Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar.
Perjalanan dalam meraih pengetahuan selama ini merupakan pengalaman yang sangat berharga dengan nilai yang tak terhingga. Ketekunan dan keseriusan senantiasa diiringi do’a telah mengantar penulis untuk mendapatkan semestinya, walaupun tidak seutuhnya. Penulis tidak dapat memungkiri bahwa apa yang diperoleh selama ini adalah perjuangan bersama. Dukungan, semangat dan perhatian yang tulus menjadi dasar semangat baru dalam mengiringi perjalanan penulis untuk menyelesaikan pengembaraan dalam dunia pengetahuan.
menuju zaman beradab, dari zaman kegelapan menuju cahaya kehidupan yang hakiki (Islam).
Secara khusus penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada kedua orang tua tercinta ayahanda Abd. Kahar Hamzah dan ibunda Hasmiati yang telah mempertaruhkan seluruh hidupnya untuk kesuksesan anaknya, yang telah melahirkan, membesarkan dan mendidik dengan sepenuh hati dalam buaian kasih sayang kepada penulis.
Selama menempuh studi maupun dalam merampungkan dan menyelesaikan skripsi ini, penulis banyak dibantu oleh berbagai pihak. Oleh sebab itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada :
1. Bapak Prof. Dr. H. Musafir Pababbari, M. Si selaku Rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Alauddin Makassar.
2. Bapak Prof. Dr. Darussalam, M. Ag., selaku Dekan Fakultas Syariah dan Hukum UIN Alauddin Makassar.
3. Ibu Dra. Nila Sastrawati, M. Si., selaku Ketua Jurusan Hukum Pidana dan Ketatanegaraan dan Ibu Dr. Kurniati, S. Ag., M. Hi., selaku Sekretaris Jurusan Hukum Pidana dan Ketatanegaraan UIN Alauddin Makassar.
4. Bapak Dr. Abdillah Mustari, M. Ag., dan Ibu Hj. Rahmiati, S. Pd., M. Pd., selaku pembimbing I dan pembimbing II yang dengan penuh kesabaran telah meluangkan waktu dan pikirannya untuk memberikan bimbingan, arahan, dan petunjuk mulai dari membuat proposal hingga rampungnnya skripsi ini.
vi
6. Segenap Dosen Fakultas Syariah dan Hukum UIN Alauddin Makassar yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengikuti pendidikan, memberikan ilmu pengetahuan, dan pelayanan yang layak selama penulis melakukan studi.
7. Pemerintah dan Masyarakat Kelurahan Lawulo Kecamatan Anggaberi Kabupaten Konawe yang telah yang telah memberi izin dan berkenan diwawancarai untuk penelitian ini.
8. Kepada sahabat saya Aryati Aqilah, Sri Reski Ayu dan Khusnul Khatimah Hasanuddin yang memberikan semangat dan doa dalam menyelesaikan skripsi ini.
9. Teruntuk saudara Abd Khalik Syam, Terima kasih untuk semuanya waktu tenaga dan pikiran dalam membantu penulis dalam penyelesaian penulisan skripsi.
10. Teman-teman kelas Hukum Pidana dan Ketatanegaraan (HPK E) ,Aulia Nirwana Wahid, Anni Nur Annisa, Mukasifah Syarif, , Paramitha Husain, Hikmawati, Asran Gu, Ayah Alvin, Muhammad Hajar, Akram Amrullah dan lainnya terima kasih kebersamaannya dalam suka dan duka selama ini.
11. Teman-teman KKN Reguler Tahun 2016 Angakatan 53 Desa Ulujangan, Kecamatan Bontolempangan, Kabupaten Gowa, Sunardi Nasir, Ridwan Sukanto, Karmila Pasila Nurhidayah, Ratih Lestari Badwi dan Amirah Rezky terima kasih atas kekeluargaan dan kebersamaannya selama menjalani Kuliah Kerja Nyata.
mengurangi esensi kalian.
Dengan segala keterbatasan dan kerendahan hati penulis sangat menyadari bahwa karya ini masih sangat jauh dari kesempurnaan. Maka dari itu saran dan kritik yang bersifat konstruktif sangat penulis harapan demi kelayakan dan kesempurnaan kedepannya agar bisa diterima secara penuh oleh halayak umum. Semoga Allah swt, selalu menaungi kita sekalian dengan rahmat-Nya dan semoga Allah swt. Akan menilai dan menakar produk kerja keras ini sebagai amal ibadah yang berkelanjutan di sisi-Nya. Amin.
Penulis,
viii
DAFTAR ISI
JUDUL ... i
PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI... ii
PENGESAHAN SKRIPSI ... iii
KATA PENGANTAR... iv-vii DAFTAR ISI... viii-ix DAFTAR TABEL/ILUSTRASI... x
PEDOMAN TRANSLITERASI... xi-xviii ABSTRAK ... xix
BAB I : PENDAHULUAN ... 1-9 A. Latar Belakang ... 1
B. Fokus Penelitian dan Deskripsi Fokus ... 3
C. Rumusan Masalah... 5
D. Kajian Pustaka ... 6
E. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ... 7
BAB II : TINJAUAN UMUM ... 9 - 39 A. TradisiDoi Tekonggo... 9
B. Pernikahan Dalam Syariat Islam ... 13
BAB III : METODOLOGI PENELITIAN ... 40 -46 A. Jenis dan Lokasi Penelitian ... 41
B. Pendekatan Penelitian ... 42
C. Sumber Data... 43
D. Metode Pengumpulan Data ... 45
E. Instrumen Penelitian... 45
F. Teknik Pengolahan dan Analisis Data……… 46
ix
Sulawesi Tenggara... 51 C. KedudukanDoi TekonggoDalam Tradisi Pernikahan
Masyarakat Di Kabupaten Konawe Sulawesi Tenggara... 53 D. Tinjauan Kesesuaian UU Perkawinan No. 1 Tahun 1974
dan Hukum Islam TentangDoi TekonggoDalam Tradisi Pernikahan Masyarakat Di Kabupaten Konawe Sulawesi
Tenggara... 67
BAB V : PENUTUP ... 68-69
A. Kesimpulan ... 68 B. Implikasi Penelitian... 69 DAFTAR PUSTAKA ... 70-72
LAMPIRAN-LAMPIRAN
x
DAFTAR TABEL/ILUSTRASI
Tabel I Fokus Penelitian dan Deskripsi Fokus...5
Tabel II Tentang Informan...43
Tabel III Tentang Jumlah Penduduk...48
Tabel IV Sektor Pendapatan....48
Tabel V Tingkat Pendidikan...49
xi
Daftar huruf bahasa Arab dan transliterasinya ke dalam huruf Latin dapat
dilihat pada tabel berikut:
1. Konsonan
Huruf Arab Nama Huruf Latin Nama
ا alif tidak dilambangkan tidak dilambangkan
ب ba b be
ت ta t te
ث ṡa ṡ es (dengan titik di atas)
ج jim j je
ح ḥa ḥ ha (dengan titik di bawah)
خ kha kh ka dan ha
د dal d de
ذ żal ż zet (dengan titik di atas)
ر ra r er
ز zai z zet
س sin s es
ش syin sy es dan ye
ص ṣad ṣ es (dengan titik di bawah)
ض ḍad ḍ de (dengan titik di bawah)
ط ṭa ṭ te (dengan titik di bawah)
xii
ع ‘ain ‘ apostrof terbalik
غ gain g ge
ف fa f ef
ق qaf q qi
ك kaf k ka
ل lam l el
م mim m em
ن nun n en
و wau w we
ه ha h ha
ء hamzah ʼ apostrof
ى ya y ye
Hamzah (ء) yang terletak di awal kata mengikuti vokalnya tanpa diberi tanda
apa pun. Jika ia terletak di tengah atau di akhir, maka ditulis dengan tanda (‘).
2. Vokal
Vokal bahasa Arab, seperti vokal bahasa Indonesia, terdiri atas vokal tunggal
atau monoftong dan vokal rangkap atau diftong.
Vokal tuggal bahasa Arab yang lambangnya berupa tanda atau harakat,
transliterasinya sebagai berikut:
Tanda Nama Huruf Latin Nama
ا fatḥah a a
ا kasrah i i
Vokal rangkap bahasa Arab yang lambangnya berupa gabungan antara harakat
dan huruf, transliterasinya berupa gabungan huruf, yaitu:
Tanda Nama Huruf Latin Nama
ٸ fatḥahdanyā’ ai a dan i
ٷ fatḥahdanwau au a dan u
Contoh:
َﻒْﯿَﻛ
:kaifaَل ْ ﻮَھ
:haula3. Maddah
Maddah atau vokal panjang yang lambangnya berupa harakatdan huruf,
transliterasinya berupa huruf dan tanda, yaitu:
Harakat dan
Huruf
Nama Huruf dan
Tanda
Nama
ى ... | ا ... fatḥahdanalifatau yā’ ā a dan garis di atas
ى kasrahdanyā’ ī i dan garis di atas
و dammahdanwau ū u dan garis di atas
Contoh:
َتﺎﻣ:māta ﻰَﻣَر:ramā َﻞْﯿِﻗ:qīla ُت ْ ﻮﻤَﯾ:yamūtu
xiv
Transliterasi untuktā’ marbūṭahada dua, yaitu:tā’ marbūṭahyang hidup atau mendapat harakat fatḥah, kasrah,dan ḍammah, transliterasinya adalah [t]. Sedangkan tā’ marbūṭahyang mati atau mendapat harakat sukun,transliterasinya adalah [h].
Kalau pada kata yang berakhir dengan tā’ marbūṭah diikuti oleh kata yang menggunakan kata sandang al- serta bacaan kedua kata itu terpisah, maka tā’ marbūṭahitu ditransliterasikan dengan ha (h).
Contoh:
ﺔَﺿ ْ وَر ا
ﻷ ْط ِلﺎَﻔ
: rauḍah al-aṭfāl ِﺪَﻤَﻟا
ْﻟا ُﺔَﻨْﯾ
ﺔَﻠِﺿﺎﻔ :al-madīnah al-fāḍilah ﺔَﻤْﻜِﺤَﻟا:al-ḥikmah
5. Syaddah (Tasydīd)
Syaddah atau tasydīd yang dalam sistem tulisan Arab dilambangkan dengan sebuah tanda tasydīd ( ّ◌ ), dalam transliterasi ini dilambangkan dengan perulangan huruf (konsonan ganda) yang diberi tandasyaddah.
Contoh:
َﺎﻨّﺑَر :rabbanā َﺎﻨْﯿّﺠَﻧ:najjainā
َﻟا
ّﻖَﺤ :al-ḥaqq َﻢﱡﻌﻧ:nu“ima ّوُﺪَﻋ:‘aduwwun
Contoh:
ّﻰِﻠَﻋ :‘Alī(bukan‘Aliyyatau‘Aly)
ّﻰﺑَﺮَﻋ:‘Arabī(bukan‘Arabiyyatau‘Araby) 6. Kata Sandang
Kata sandang dalam sistem tulisan Arab dilambangkan dengan huruf لا (alif lam ma‘arifah). Dalam pedoman transliterasi ini, kata sandang ditransliterasi seperti biasa,al-, baik ketika ia diikuti oleh hurufsyamsiyah maupun hurufqamariyah. Kata sandang tidak mengikuti bunyi huruf langsung yang mengikutinya. Kata sandang
ditulis terpisah dari kata yang mengikutinya dan dihubungkan dengan garis mendatar
(-).
Contoh:
ُﺲْﻤّﺸَﻟا:al-syamsu(bukanasy-syamsu) َﻟا
ﺔﻟَﺰﻟّﺰ :al-zalzalah(bukanaz-zalzalah) ﺔَﻔَﺴْﻠَﻔَﻟا :al-falsafah
َﺪﻠﺒَﻟا :al-bilādu 7. Hamzah
Aturan transliterasi huruf hamzah menjadi apostrof (’) hanya berlaku bagi hamzah yang terletak di tengah dan akhir kata.Namun, bila hamzah terletak di awal kata, ia tidak dilambangkan,karena dalam tulisan Arab ia berupaalif.
Contoh:
ْﻣﺄﺗ
xvi
ُت ْ ر ِ ◌ُمأ:umirtu
8. Penulisan Kata Arab yang Lazim Digunakan dalam Bahasa Indonesia
Kata, istilah atau kalimat Arab yang ditransliterasi adalah kata, istilah atau
kalimat yang belum dibakukan dalam bahasa Indonesia. Kata, istilah atau kalimat
yang sudah lazim dan menjadi bagian dari perbendaharaan bahasa Indonesia, atau
sering ditulis dalam tulisan bahasa Indonesia, atau lazim digunakan dalam dunia
akademik tertentu, tidak lagi ditulis menurut cara transliterasi diatas. Misalnya, kata
al-Qur’an (dari al-Qur’ān), alhamdulillah, dan munaqasyah. Namun, bila kata-kata
tersebut menjadi bagian darisatu rangkaian teks Arab, maka harus ditransliterasi
secara utuh.
Contoh:
Fī Ẓilāl al-Qur’ān
Al-Sunnah qabl al-tadwīn 9. Lafẓ al-Jalālah(ﷲ)
Kata “Allah” yang didahului partikel seperti huruf jarrdan huruf lainnya atau berkedudukan sebagaimuḍāf ilaih (frasanominal), ditransliterasi tanpa hurufhamzah. Contoh:
ِﷲ ُ ﻦﯾِدdīnullāh billāh
Adapun tā’ marbūṭahdi akhir kata yang disandarkan kepada Lafẓ al-Jalālah, ditransliterasi dengan huruf [t]. Contoh:
ِﷲ ِﺔَﻤﺣر ْ ﻲِﻓ ْﻢُھhum fī raḥmatillāh 10. Huruf Kapital
kapital berdasarkan pedoman ejaan Bahasa Indonesia yang berlaku (EYD). Huruf
kapital, misalnya,digunakan untuk menuliskan huruf awal nama diri (orang, tempat,
bulan) dan huruf pertama pada permulaan kalimat. Bila nama diri didahului oleh kata
sandang (al-), maka yang ditulis dengan huruf kapital tetap huruf awal nama diri tersebut, bukan huruf awal kata sandangnya. Jika terletak pada awal kalimat, maka
huruf A dari kata sandang tersebut menggunakan huruf kapital (Al-). Ketentuan yang sama juga berlaku untuk huruf awal dari judul referensi yang didahului oleh kata
sandangal-, baik ketika ia ditulis dalam teks maupun dalam catatan rujukan (CK, DP, CDK, dan DR). Contoh:
Wa mā Muḥammadun illā rasūl
Inna awwala baitin wuḍi‘a linnāsi lallażī bi Bakkatamubārakan Syahru Ramaḍān al-lażī unzila fīh al-Qur’ān
Naṣīr al-Dīn al-Ṭūsī Abū Naṣr al-Farābī Al-Gazālī
Al-Munqiż min al-Ḍalāl
Jika nama resmi seseorang menggunakan kata Ibnu (anak dari) dan Abū (bapak dari) sebagai nama kedua terakhirnya, maka kedua nama terakhir itu harus
disebutkan sebagai nama akhir dalam daftar pustaka atau daftar referensi. Contoh:
Abū Walīd Muḥammad ibn Rusyd, ditulis menjadi: Ibnu Rusyd, Abū al-WalīdMuḥammad (bukan: Rusyd, Abū al-Walīd Muḥammad Ibnu)
xviii
B. Daftar Singkatan
Beberapa singkatan yang dibakukan adalah:
swt. = subḥānahū wa ta‘ālā saw. = ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam
xix
Judul : Doi Tekonggo dalam Tradisi Pernikahan Masyarakat di Kabupaten Konawe Sulawesi Tenggara ( Tinjauan Kesesuaian UU Perkawinan No. 1 Tahun 1974 Dan Hukum Islam).
Pokok penelitian dalam masalah ini adalah Doi Tekonggo dalam Tradisi Pernikahan Masyarakat di Kabupaten Konawe Sulawesi Tenggara ( Tinjauan Kesesuaian UU Perkawinan No. 1 Tahun 1974 Dan Hukum Islam) dan rumusan masalah tersebut dibagi beberapa sub masalah yaitu: 1) Bagaimana tatacara pelaksanaan pemberiandoi tekonggo dalam tradisi penikahan masyarakat di Kabupaten Konawe Sulawesi Tenggara ?, 2)
Bagaimana kedudukan doi tekonggo dalam tradisi pernikahan masyarakat di
Kabupaten Konawe Sulawesi Tenggara ?, 3) Bagaimana tinjauan kesesuaian UU
Perkawinan No. 1 Tahun 1974 dan Hukum Islam tentang doi tekonggodalam tradisi
pernikahan masyarakat di Kabupaten Konawe Sulawesi Tenggara ?.
Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan pendekatan yang digunakan adalah Sosiologis dan Syar’i. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah observasi, wawancara, dokumentasi dan penelusuran berbagai literatur atau referensi. Teknik pengolahan dan analisis data dilakukan melalui empat tahapan, yaitu seleksi data, pemeriksaan data, klasifikasi data dan penyusunan data.
Hasil penelitan ini menujukkan bahwa 1) Pemberian Doi tekonggo dalam
tradisi pernikahan masyarakat di Kabupaten Konawe Sulawesi Tenggara disebut mombe’ekangako onggoso. Tetapi sebelum doi tekonggo tersebut diberikan telah dibicarakan terlebih dahulu pada saat acara mowawo niwule, yang telah diputuskan jumlah doi tekonggo yang akan diberikan kepada pihak wanita. 2) Kedudukan Doi tekonggo yaitu wajib diberikan kepada pihak wanita karena fungsinya sebagai biaya yang digunakan dalam pesta perkawinan, 3) Doi tekonggo dalam tradisi pernikahan masyarakat di Kabupaten Konawe Sulawesi Tenggara jika ditinjau dari kesesuaian UU Perkawinan No. 1 Tahun 1974 mengenai hal tersebut. Tidak ada satupun
unsur-unsur dalam undang-undang perkawinan yang menerangkan tentang doi tekonggo
baik berupa syarat dan ketentuan pelaksanaan perkawinan, Sedangkan Pandangan hukum Islam mengenai doi tekonggo hukumnya adalah Mubah, boleh dilaksanakan selama itu tidak bertentangan dalam Syari’at Islam.
1 BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah
Islam mengatur manusia dalam hidup berpasang-pasangan yang diikat melalui
pernikahan yang ketentuannya dirumuskan dalam wujud aturan-aturan yang disebut
hukum perkawinan.1 Sudah menjadi kodrat iradah Allah swt bahwa manusia
diciptakan berpasang-pasangan untuk mempunyai keinginan berhubungan antara pria
dan wanita.
Pernikahan merupakan salah satu unsur yang sangat penting dalam kehidupan
manusia karena menjadi sarana bagi umat manusia untuk membentuk sebuah
keluarga, keturunan, dan melanjutkan hidup sesuai tata norma yang berlaku baik
norma agama, hukum dan adat.
Pernikahan Islami dibangun atas dasar keinginan luhur dan jujur serta dibina
melalui tahapan-tahapan, yakni lamaran, akad nikah, dan pesta pernikahan.
Memelihara kehormatan diri dan keturunan yang baik adalah puncak pemikiran
manusia yang beradab dan kesempurnaan petunjuk Illahi menyangkut relasi antara
laki-laki dan wanita.2
Adapun dalam perkawinan terdapat bebarapa unsur yang harus terpenuhi
demi kelancaran perkawinan tersebut, diantaranya adalah rukun dan syarat. Rukun
dan syarat yang menentukan suatu perbuatan hukum, terutama yang menyangkut
1
Abd Rahman Ghazaly,Fiqh Munakahat(Cet. IV; Bogor: Kencana,2003), h. 13-14.
2
dengan sah atau tidaknya perbuatan tersebut dari segi hukum. Kedua kata tersebut
mengandung arti yang sama dalam hal bahwa keduanya merupakan sesuatu yang
harus terpenuhi.
Melaksanakan sebuah pernikahan perlu diketahui ketentuan aturan-aturan
yang terdapat di hukum perkawinan. Aturan-aturan yang dimaksudkan yaitu rukun
dan syarat yaitu : Adanya calon mempelai laki-laki, calon mempelai wanita, wali dari
mempelai perempuan, dua orang saksi serta ijab kabul dan mahar. Namun unsur
pokok suatu perkawinan secara lengkap adalah calon mempelai laki-laki, calon
mempelai perempuan, wali yang melangsungkan akad dengan calon suami, dua orang
saksi yang menyaksikan akad nikah, serta Ijab dan Qabul.
Di Indonesia sendiri sendiri dikenal dengan berbagai budaya dan tradisi
perkawinan yang berbeda-beda khususnya di daerah Konawe, dalam tradisi adat
perkawinan Konawe khususnya suku Tolaki mempunyai beberapa proses yang harus
di lakukan diantaranya rencana pengajuan lamaran, tahap pengajuan lamaran, dan
tahap perkawinan dimana tahap rencana pengajuan lamaran pihak keluarga pria
melakukan tahapmombeune-une yaitu niat atau angan-angan antara suami istri orang tua pria yang dimunculkan salah satu dari mereka, yang menjadi rencana rahasia
calon mantu yang akan menjadi objek perhatian, dan tahap metiro yaitu mencari informasi. Selanjutnya tahap pengajuan lamaran keluarga melakukan persiapan,
pelaksanaan, dan pertunangan terakhir tahap perkawinan atau mowindahako dimana tahap ini semua proses perkawinan akan berakhir pada sesi ini sesuai waktu yang
disepakati kedua belah pihak.3Sebelum terjadinya prosesi perkawinan atau
3
3
mowindahako , dalam tradisi perkawinannya ada yang disebut mombe’ekangako onggosoyang berarti menyerahkan biaya untuk pesta perkawinan.
Doi tekonggo atau uang pesta tak pelak sekarang menjadi fenomena atau bahan pembicaraan anak muda sekarang yang ingin melangsungkan pernikahan.
Karena telah menjadi sebuah keharusan yang harus mereka penuhi sebelum
melangsungkan pernikahan, Karena doi tekonggo yang akan diberikan kepada pihak wanita itu akan dipergunakan untuk keperluan dalam acara pernikahan.
Adapun kisaran jumlah pemberian doi tekonggo atau uang pesta dari pihak pria dari 20, 30 dan 50 juta dan bahkan sampai ratusan juta. Inilah yang menjadi
problematika sekarang apakah tradisi ini harus ditiadakan atau tetap ada, mengingat
ini bisa memberatkan juga bagi si pria yang sudah ingin melangsungkan pernikahan
kepada pasangan hanya terkandas karena disebabkan doi tekonggo atau uang pesta yang tidak mampu dia penuhi sebanyak permintaan dari pihak keluarga wanita.
Disisi lain doi tekonggo atau uang pesta hanyalah sebuah tradisi dan Islam tidak mengenal adanya hal tersebut yang ada hanyalah pemberian mahar kepada calon
mempelai wanita . Oleh karena itu, penulis tertarik untuk mengambil judul penelitian
yakni:Doi Tekonggo dalam Tradisi Pernikahan Masyarakat di Kabupaten Konawe Sulawesi Tenggara ( Tinjauan Kesesuaian UU Perkawinan No. 1 Tahun 1974 Dan Hukum Islam).
B.Fokus Penelitian dan Deskripsi Fokus
Agar permasalahan yang dikaji dalam penulisan skripsi ini tidak terlalu luas
dan menyimpang dari rumusan permasalahan yang ditentukan, maka penelitian perlu
permasalahan tentang Doi Tekonggo dalam Tradisi Pernikahan Masyarakat di Kabupaten Konawe Sulawesi Tenggara ( Tinjauan Kesesuaian UU Perkawinan No. 1
Tahun 1974 Dan Hukum Islam ).
1. Fokus Penelitian
a. Doi tekonggo
b. Pernikahan
c. Masyarakat
d. Hukum Islam
2. Deskripsi Fokus
a. Doi tekonggo yaitu sejumlah uang yang diberikan oleh calon mempelai pria kepada calon mempelai wanita yang akan digunakan untuk keperluan mengadakan
pesta pernikahan dan belanja pernikahan lainnya.
b. Tradisi yaitu kebiasaan turun temurun.4
c. Pernikahan atau perkawinan yaitu akad yang menghalalkan pergaulan dan
membatasi hak dan kewajiban antara seorang laki-laki dan seorang perempuan
yang bukan mahram .5
d. Masyarakat yaitu sekelompok orang yang membentuk sebuah sistem semi tertutup
atau semi terbuka, dimana sebagian besar interaksi adalah antara individu-individu
yang berada dalam kelompok tersebut.6
4
Pius A Partanto,Kamus Ilmiah Populer(Cet. I; Jakarta: Reality Publisher, 2008), h. 763.
5
Beni Ahmad Saebani,fiqh Munakahat( Cet. I: Bandung: Pustaka Setia, 2001), h. 9.
6
5
e. Hukum Islam adalah hukum yang bersumber dari dan menjadi bagian agama
Islam. Syariat yang berarti hukum-hukum yang diadakan oleh Allah untuk
ummatnya yang di bawa oleh seorang nabi baik hukum yang berhubungan dengan
kepercayaan (aqidah) maupun hukum-hukum yang berhubungsn dengan amaliah
(perbuatan).7
Tabel 1
TentangFokus Penelitian dan Deskripsi Fokus
No Fokus Penelitian Deskripsi Fokus
1 Doi tekonggodalam tradisi pernikahan masyarakat
- Pengertiandoi tekonggo - Pengertian tradisi - Pergertian pernikahan - Pengertian masyarakat
2 Hukum Islam - Pengertian Hukum Islam
C.Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, maka penulis merumuskan
masalah yang akan menjadi dasar dalam penyusunan skripsi. Rumusan masalah ini
terbagi atas dua antara lain, masalah pokok yaitu “ Doi Tekonggo dalam Tradisi Pernikahan Masyarakat di Kabupaten Konawe Sulawesi Tenggara ( Tinjauan
Kesesuaian UU Perkawinan No. 1 Tahun 1974 Dan Hukum Islam ). dan sub masalah
sebagai berikut:
1. Bagaimana tatacara pelaksanaan pemberian doi tekonggo dalam tradisi pernikahan masyarakat di Kabupaten Konawe Sulawesi Tenggara?
7
2. Bagaimana kedudukan doi tekonggo dalam tradisi pernikahan masyarakat di Kabupaten Konawe Sulawesi Tenggara?
3. Bagaimana tinjauan kesesuaian UU Perkawinan No. 1 Tahun 1974 dan Hukum
Islam tentangdoi tekonggo dalam tradisi pernikahan masyarakat di Kabupaten Konawe Sulawesi Tenggara?
D.Kajian Pustaka
Masalah yang akan dikaji dalam skripsi ini yaitu Doi Tekonggo dalam Tradisi Pernikahan Masyarakat di Kabupaten Konawe Sulawesi Tenggara ( Tinjauan
Kesesuaian UU Perkawinan No. 1 Tahun 1974 Dan Hukum Islam ). Ada beberapa
literatur yang dijadikan acuan dasar, yaitu sebagai berikut:
Abd. Rahman Ghazaly dalam bukunya Fiqih Munakahat diterbitkan oleh Prenada Media tahun 2003, Buku ini menjelaskan mengenai pengertian perkawinan,
sikap agama Islam terhadap perkawinan, hukum melakukan perkawinan, rukun dan
syarat sah perkawinan, serta hikmah perkawinan selain masalah perkawinan buku ini
membahas juga masalah peminangan, mahar dan kafa’ah dalam perkawinan, larangan
perkawinan, talak, poligami, dan lain-lain.
Abdul Rahman dalam bukunya Perkawinan dalam Syariat Islam diterbitkan oleh Kencana tahun 2001, Buku ini menjelaskan mengenai masalah
perkawinan serta lika-likunya seperti perceraian, talak, rujuk, pemberian nafkah, hak
atas anak, dan sebagainya berdasarkan hukum Islam ( syari’at ) sebagaimana
digariskan dalam Al-Quran dan dijabarkan oleh sunnah Rasulullah saw.
7
menjelaskan tentang Pengertian Nikah, Dasar Hukum Nikah, Hukum Nikah, dan
Perkawinan yang Terlarang.
Nurdin Abdullah dalam bukunya Perkawinan Adat Tolakiditerbitkan oleh CV. Karya Baru Unaaha tahun 2004, Buku ini menjelaskan tentang Proses
perkawinan Adat Tolaki dan segala macam ritual yang di laksanakan dalam proses
perkawinan.
Dengan melihat beberapa buku yang dikemukakan diatas tidak satupun yang
membahas tentang masalah doi tekonggo atau uang pesta.Namun, ada satu buku yang menjelaskan tentang doi tekonggo atau uang pesta belum signifikan didalam mengemukakan tentang hal tersebut karena itu diperlukan penelitian lanjutan.
E.Tujuan dan Kegunaan Penelitian
Setiap penelitian memiliki tujuan dan kegunaan, adapun tujuan dan kegunaan
penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Tujuan Penelitian
a. Untuk mengetahui tatacara pelaksanaan pemberian doi tekonggo dalam tradisi penikahan masyarakat di Kabupaten Konawe Sulawesi Tenggara.
b. Untuk mengetahui kedudukan doi tekonggo dalam tradisi pernikahan masyarakat di Kabupaten Konawe Sulawesi Tenggara.
c. Untuk mengetahui tinjauan kesesuaian UU Perkawinan No. 1 Tahun 1974
2. Kegunaan Penelitian a. SecaraTeoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi kontribusi dan masukan bagi
pelaksana penelitian dibidang yang sama untuk masa mendatang pada umumnya dan
masukan serta sumbang dibidang ilmu hukum khususnya hukum Perkawinan dan
hukum Islam.
b. Secara Praktis
Memberikan informasi secara ilmiah bagi masyarakat umum sehingga
diharapkan dapat lebih mengetahui dan mengerti tentang doi tekonggo dan dengan adanya informasi tersebut diharapkan juga dapat menambah pengetahuan bagi
9 BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A.Tradisi Doi Tekonggo
1. PengertianDoi Tekonggo
Doi tekonggo atau uang pesta yaitu sejumlah uang yang diberikan oleh calon
mempelai pria kepada calon mempelai wanita yang akan digunakan untuk keperluan
mengadakan pesta pernikahan dan belanja pernikahan lainnya.1
Pada dasarnya doi tekonggo ini merupakan tradisi masyarakat yang telah
dibangun sejak zaman dahulu oleh nenek moyang masyarakat setempat. Seperti yang
berlaku di Kabupaten Konawe Sulawesi Tenggara ini. Mereka mengartikan sebagai
suatu pemberian yang diberikan oleh pihak laki-laki kepada pihak perempuan pada
saat sebelum terjadinya akad nikah atau pernikahan.
Doi tekonggo merupakan simbol persembahan seorang lelaki kepada wanita
yang ingin dinikahinya. Besarnya pun beragam, beberapa sesuai permintaan dari
pihak wanita. Tradisi pemberian doi tekonggo ini menjadi sebuah keharusan bagi
seorang mempelai pria, yang telah ditetapkan oleh calon mertuanya. Sehingga dengan
adanya tradisi tersebut, mempelai pria harus berusaha memenuhi doi tekonggo
walaupun mempelai pria berasal dari keluarga tidak mampu akan tetapi sanak saudara
dari mempelai pria akan membantu menyumbang demi berlangsungnya pernikahan
antara mempelai pria dan wanita. Tidak banyak dari para mempelai pria yang dengan
1
mudahnya melangsungkan pernikahan ini, ada sebagian dari mereka yang harus
bekerja dahulu untuk mengumpulkan uang, sehingga pernikahannya ditunda beberapa
tahun sampai dia mampu mengumpulkan uang tersebut.2
2. Sistem atau Prosesi Perkawinan Masyarakat
Ada berbagai upacara yang dilakukan sebelum upacara perkawinan.
Upacara-upacara itu dilakukan dalam rangka mematangkan perkawinan itu, Mulai dari proses
pemilihan jodoh hingga pada upacara peminangan. Maka penulis menguraikan sistem
atau prosesi perkawinan masyarakat Kabupaten Konawe Sulawesi Tenggara.
a. Metiro
Bila seseorang bermaksud mengawinkan anak laki-lakinya dengan
mengadakan kunjungan pendahuluan kerumah orang tua si gadis, Maksud kunjungan
ini adalah untuk menyelidiki, apakah si gadis belum ada yang punya, dan apakah ada
kemungkinan bila diadakan peminangan. Kunjungan ini disebut metiro , dalam
kunjungan pendahuluan ini akan diketahui apakah keinginan orang tua pihak laki-laki
dapat dilanjutkan atau tidak. Bila terbuka kemungkinan, maka selanjutnya diadakan
kunjungan yang disebutMonduutudu.
b. Monduutudu
Monduutudu berarti menduga kedalaman, mengukur dalamnya air. Dalam
hubungan dengan uacara sebelum peminangan dan perkawinan, Monduutudu berarti
orang tua pihak laki-laki atau utusannya mengadakan kunjungan secara resmi ke
rumah orang tua pihak perempuan secara langsung.
2
11
Tujuannya untuk mengetahui dengan pasti apakah gadis yang bersangkutan
belum bertunangan dan adakah kemungkinan bila orang tua pihak laki-laki
mengadakan peminangan. Tempatnya di rumah orang tua pihak perempuan, serta
waktunya biasanya malam hari, pelaksana orang tua pihak laki-laki, orang tua pihak
perempuan dan tolea/pabitara (Juru Bicara) masing-masing, alat kalosara dan sirih
pinang.
3. Mowawo Niwule(Meminang)
Peminangan bertujuan untuk meresmikan perjodohan antara laki-laki dan
perempuan yang bersangkutan. Dengan diadakannya peminangan maka sudah ada
kepastian untuk pelaksanaan pernikahan. Resminya pertunangan menimbulkan hak
dan kewajiban masing-masing pihak , juga orang tua kedua belah pihak.
Dalam peminangan ini akan dirundingkan pula apakah dalam upacara
perkawinan akan diadakan pesta atau tidak. Hal ini ditentukan oleh orang tua pihak
permpuan. Bila mereka menghendaki diadakan pesta, maka disebutkan besar biaya
dan kebutuhan pesta, yang terdiri dari beras, kerbau, uang tunai dan lain-lain dan
dirundingkan pula mengenai waktu diadakan pesta perkawinan. Besarnya jumlah
biaya pesta yang dihitung dengan uang tunai, sapi, dan beras, tergantung dari
kesepakatan kedua belah pihak. Dalam musyawarah mengenai biaya pesta ini,
biasanya terjadi tawar menawar antara kedua belah pihak dan dianggap selesai jika
kedua belah pihak itu telah sepakat.
4. Mombe’ekangako onggoso
Sebelum upacara perkawinan berlangsung orang tua pihak laki-laki akan
pihak perempuan. Hal ini disebut Mombe’ekangako onggoso yang berarti
menyerahkan biaya untuk pesta.
5. Mowindahako
Tahap terakhir dalam rangkaian adat perkawinan adalahmowindahako. Dalam
tahapannya sebagai berikut :
a. Tahapan pertama adalah yang disebut dengan sara papalalo ine ulu sala/sara
mbeparamesi (adat memohon izin untuk dimulainya acara kepada
pemerintah).
b. Tahapan kedua adalah sara momberahi lako ine ulu sara (adat memohon restu
atau petunjuk mengenai tahapan dan tata cara pelaksanaan adat) kepada
puutobuatautoono motuo.
c. Tahapan ketiga adalah sara mombependeehi ine mbu ana yakni
mempertanyakan kepada orang tua dari pihak perempuan melalui pabitara
apakah seluruh keluarga mereka atau undangan telah hadir di tempat itu.
d. Tahapan keempat merupakan tahapan terakhir adalah tahap mowindahako
merupakan rangkaian dari prosesi adat untuk menyerahkan seserahan adat.
Seserahan adat yang diserahkan dari pihak keluarga laki-laki kepada pihak
keluarga perempuan adalah yang telah disepakati . Jika semua seserahan telah
diserahkan, melalui dialog antara tolea dan pabitara, maka acara terakhir
adalah acara mohue osara atau menutup seluruh prosesi rangkaian adat
perkawinan.3
3
Berthyn Lakebo Dkk, Adat Dan Upacara Perkawinan Daerah Sulawesi Tenggara
13
B.Pernikahan Dalam Syari’at Islam
1. Pengertian pernikahan
Pernikahan yang berasal dari bahasa Arab yaitu ’’An-Nikah’’ yang secara
etimologi memiliki dua pengertian yaitu Aqad (ikatan atau ikrar) dan Ijma’
(persetubuhan).4 Nikah menurut syariat Islam adalah akad yang menghalalkan
pergaulan antara pergaulan antara laki-laki dan perempuan yang tidak ada hubungan
mahram sehingga akad tersebut terjadi antara hak dan kewajiban antara kedua insan.5
Perkawinan merupakan salah satu perintah agama kepada yang mampu untuk
segera melaksanakannya. Sebab,perkawinan dapat mengurangi kemaksiatan, baik
dalam bentuk penglihatan maupun dalam bentuk perzinaan. Orang yang berkeinginan
untuk melakukan pernikahan, tetapi belum mempunyai persiapan bekal (fisik dan
nonfisik) dianjurkan oleh Nabi Muhammad Saw untuk berpuasa. Orang yang
berpuasa akan memiliki kekuatan atau penghalang dari berbuat tercela yang sangat
keji, yaitu perzinaan.
Dalam bahasa Indonesia, perkawinan berasal dari kata kawin yang berarti
membentuk keluarga dengan lawan jenis dengan melakukan hubungan kelamin atau
bersetubuh.6 Nikah menurut bahasa mempunyai arti sebenarnya (hakikat) dan arti
kiasan (majaz) ,arti sebenarnya dari nikah adalah dham yang berarti berhimpit,
4
Abdul Majid, Risalah Cinta Meletakkan Puja Pada Puji(Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2004). h. 140.
5
Sabri Samin, Andi Nurmaya Aroeng,Fikih II. (Makassar : Alauddin Press, 2010), h. 10.
6
menidih, atau berkumpul. Sedangkan arti kiasannya adalah wata’ yang berarti
setubuh atau aqad yang berarti mengadakan perjanjian pernikahan.7
Menurut Abdul Muhaimin As’ad dalam bukunya Risalah Nikah, penuntun
perkawinan. Nikah adalah akad antara calon suami istri untuk memenuhi hajat nafsu
seksnya, yang diatur menurut tuntunan agama Islam sehingga keduanya
diperbolehkan bergaul sebagai suami istri sedangkan akad adalah ijab dari pihak wali
perempuan atau wakilnya dan qabul dari pihak calon suami atau wakilnya.8
Sedangkan menurut Dr. Anwar Harjono dalam Hukum Perkawinan Indonesia
menyatakan bahwa perkawinan ialah suatu perjanjian suci antara seorang laki-laki
dan seorang perempuan untuk membentuk keluarga bahagia.9
Adapun menurut Muhammad Abu Ishrah, nikah adalah aqad yang
memberikan faedah hukum kebolehan mengadakan hubungan keluarga (suami istri)
antara pria dan wanita dan mengadakan tolong menolong serta memberi batas hak
bagi pemiliknya dan pemenuhan kewajiban masing-masing.
Berdasarkan rumusan sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa dalam suatu
perkawinan dijumpai berbagai aspek baik secara hukum, sosial dan agama. Aspek
hukum dalam perkawinan di pahami dari pernyatan bahwa perkawinan adalah suatu
perjanjian. Sebagai perjanjian perkawinan mempunyai tiga sifat yaitu:
a. Sebaiknya dilangsungkan dengan persetujuan dua belah pihak.
7
Kamal Muchtar,Asas Hukum Islam Tentang Perkawinan (Cet. IV; Jakarta: Bulan Bintang, 2004), h.1.
8
Sabri Samin, Andi Nurmaya Aroeng,Fikih II, hal. 3.
9
15
b. Penentuan tata cara pelaksanan dan pemutusannya jika itu tidak dapat
diteruskan atau dilangsungkan.
c. Ditentukan pula akibat-akibat perjanjian tersebut bagi kedua belah pihak,
berupa hak dan kewajiban masing-masing. Kata perjanjian juga mengandung
unsur kesengajaan, sehinga untuk menyelengarakan perkawinan perlu diketahui
oleh masyarakat luas dan tidak dilaksanakan secara diam-diam.
Berdasarkan pendapat para Imam Mazhab pengertian nikah adalah sebagai
berikut:
a. Golongan Hanafiah
Nikah itu adalah akad yang memfaedahkan memilki, bersenang-senang
dengan sengaja.
b. Golongan Syafi’iyah
Nikah adalah aqad yang mengandung ketentuan hukum kebolehan watha
dengan lafadz nikah atau taswijah atau yang semakna dengan keduanya.
c. Golongan Malikiyah
Nikah adalah yang mengandung ketentuan hukum semata-mata untuk
membolehkan watha, bersenang-senang menikmati apa yang ada pada diri seorang
d. Golongan Hanabilah
Nikah adalah aqad dengan mempergunakan lafadz nikah atau taswij guna
membolehkan manfaat, bersenang-senang dengan wanita.10
Adapun yang menafsirkan nikah ialah menggabungkan dan menjalin, dan
menurut istilah syari’at, nikah artinya pernikahan (perkawinan).Terkadang dalam
konteks hukum syari’at, nikah digunakan untuk menunjukan hubungan intim itu
sendiri.11
Menurut Undang-Undang No 1 Tahun 1974 pengertian dan tujuan pernikahan
terdapat dalam 1 pasal yaitu pasal 1 bab 1 menetapkan bahwa “Pernikahan adalah
ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri dengan
tujuan membentuk rumah tangga, keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan
ketuhanan yang Maha Esa”.12
Inti pokok pernikahan itu adalah aqad (perjanjian) yaitu serah terima antara
orangtua calon mempelai wanita dan calon mempelai pria. Penyerahan dan
penerimaan tanggung jawab dalam arti luas, telah terjadi pada saat aqad nikah itu,
disamping penghalalan bercampur keduanya sebagai suami-istri.
Pernikahan dalam Islam merupakan fitrah setiap manusia agar bisa memikul
amanat dan tanggung jawab yang paling besar terhadap diri dan orang yang paling
berhak memperoleh pendidikan dan pemeliharaan. Pernikahan memiliki manfaat
10
Sabri Samin, Andi Nurmaya Aroeng,Fikih II, hal. 5
11
Syaikh Husain Bin Audah Al-awaisyah,Eksklopedia Fiqih Praktis Menurut Alquran Dan As-Sunnah(Cet. II; Yogyakarta :Pustaka Iman Asy-Syafii), h.1.
12
17
yang paling besar terhadap kepentingan-kepentingan sosial lainnya.kepentingan
social tersebut adalah memelihara kelangsungan hidup manusia, memelihara
keturunan, menjaga keselamatan masyarakat dari segala macam penyakit yang bisa
membahayakan kehidupan manusia, serta mampu menjaga keturunan jiwa.13
Islam menganjurkan ummatnya untuk menikah , dan anjuran ini diungkapkan
dalam beberapa redaksi yang berbeda. Misalnya, Islam menyatakan bahwa menikah
adalah petunjuk para Nabi dan Rasul, sementara merekalah sosok-sosok teladan yang
wajib kita ikuti.
Definisi perkawinan dalam fiqih memberikan kesan bahwa perempuan
ditempatkan sebagai objek kenikmatan bagi sang laki-laki. Yang dilihat pada diri
wanita adalah aspek-aspek biologisnya saja.Terlihat dalam kata al-wat’ atau
al-istimna’ yang semuanya berkonotasi seks. Bahkan mahar yang semula pemberian
ikhlas sebagai tanda cinta seorang laki-laki berhubungan seksual dengan wanita.
Implikasi yang lebih jauh akhirnya perempuan menjadi pihak yang dikuasai oeh
laki-laki seperti yang tercermin dalam berbagai peristiwa-peristiwa perkawinan.14
Bermacam-macam pengertian diatas, dapat ditarik satu kesimpulan bahwa
pegertian perkawinan pada umumnya adalah sama yaitu perkawinan (nikah) suatu
perjanjian dalam masyarakat antara laki-laki dan perempuan untuk membentuk
keluarga bahagia, kekal dan sejahtera berdasarkan peraturan yang berlaku bagi
masyarakat disuatu negara maupun secara keagamaan.
13
Abdul Rahman,Perkawinan dalam Syariat Islam(Bogor: Kencana, 2001), h. 4.
14
Agama Islam juga mengharuskan adanya persetujuan bersama sepenuhnya
antaranya kedua belah pihak tentang kelangsungan perkawinan. Jadi dengan
demikian ketentuan tentang persetujuan, harus ada lebih dulu sehingga apabila
seorang laki-laki dan perempuan telah sepakat untuk melangsungkan perkawinan itu
berarti mereka telah taat pada ketentuan yang berlaku.
2. Syarat dan Rukun Nikah
Syarat dan Rukun perkawinan adalah suatu hal yang harus ada dan terpenuhi
dalam sebuah perkawinan, jika salah satu Syarat dan rukun tidak terpenuhi maka
perkawinan tersebut tidak sah. Menurut jumhur ulama rukun perkawinan ada empat
diantaranya adalah sebagai berikut:
a. Calon Mempelai Laki-Laki dan Perempuan.
Adapun syarat-syarat yang harus dimiliki oleh kedua calon mempelai yang
akan melangsungkan perkawinan yaitu:
1. Syarat Mempelai Laki-Laki
a) Kehendak sendiri.
b) Sudah cakap (sudah mencapai umur).
c) Tidak dalam keadaan ihrom.
d) Mengetahui kondisi dan status mempelai perempuan.
e) Statusnya jelas ( laki-laki).
2. Syarat Mempelai Perempuan.15
15
19
a) Kehendak sendiri.
b) Sudah cakap (sudah mencapai umur).
c) Tidak dalam keadan ihrom.
d) Tidak dalam status istri.
e) Tidak dalam masa iddah.
f) Statusnya jelas (perempuan).
b. Wali
Wali adalah salah satu rukun dari beberapa rukun pernikahan yang lima dan
tidak sah pernikahan tanpa ada wali. Dalam kompilasi hukum Islam (KHI) pasal 19
menyatakan wali dalam perkawinan merupakan rukun yang harus dipenuhi bagi calon
mempelai wanita yang bertindak untuk menikahkannya.Adapun syarat-syarat wali
yaitu:16
1) Beragama Islam.
2) Cakap (sudah balig).
3) Berakal sehat.
4) Merdeka (Bukan budak).
5) Laki-laki.
6) Adil.
7) Sedang tidak melakukan ihrom.
16
Adapun yang diutamakan untuk menjadi wali yaitu sebagai berikut:
a) Bapak.
b) Kakek dari jalur Bapak.
c) Saudara laki-laki kandung.
d) Saudara laki-laki tunggal bapak.
e) Kemenakan laki-laki (Anak laki-lakinya saudara laki-laki sekandung).
f) Kemenakan laki-laki (Anak laki-laki saudara laki-laki bapak).
g) Paman dari jalur bapak.
h) Sepupu laki-laki anak paman.
i) Hakim bila sudah tidak ada wali (wali tersebut dari jalur nasab).
Bila sudah benar-benar tidak ditemui seorang kerabat atau yang dimaksud
adalah wali di atas maka alternatif lainya adalah pemerintah atau wali hakim.
j) Saksi
Imam Abu Hanifah, Imam Syafii dan Imam Malik sepakat bahwa saksi
termasuk syarat dari beberapa syarat sahnya nikah dan ulama’ jumhur
berpendapat bahwa pernikahan tidak dilakukan kecuali dengan jelas dalam
pengucapan ijab dan qabul dan tidak boleh dilaksanakan kecuali dengan
saksi-saksi hadir langsung dalam pernikahan agar mengumumkan atau
memberitahukan kepada orang banyak.
Kompilasi hukum Islam (KHI) menyatakan Dalam pasal 24 ayat 1 saksi dalam
21
menyaksikan secara langsung akad nikah serta menandatangani akta pada waktu
dan tempat akad nikah dilangsungkan. Adapun yang menjadi syarat-syarat saksi
yaitu:17
a) Beragama Islam.
b) Baligh.
c) Berakal.
d) Mendengarkan langsung perkataan Ijab-Qabul.
e) Dua orang laki-laki atau 4 orang perempuan.
f) Adil.
k) Ijab dan Qobul
Akad nikah menurut Kompilasi Hukum Islam, Pasal 27 ayat 1 Ijab dan Qobul
antara wali dan calon mempelai pria harus jelas dan tidak berselang waktu.
Pasal 28 ayat 1 Akad nikah dilaksanakan sendiri secara pribadi oleh wali nikah
yang bersangkutan. Pasal 29 ayat 1 yang berhak mengucapkan ijab ialah calon
mempelai pria secara pribadi.
Jadi pada dasarnya, ijab dan qobul yang diucapkan oleh wali mempelai
perempuan dan qobul oleh mempelai laki-laki, merupakan bentuk kerelaan antar dua
belah pihak membentuk sebuah rumah tangga yang dibangun atas dasar cinta dan
kasih sayang berdasarkan ketuhanan yang Maha Esa.
17
Syarat sahnya perkawinan adalah syarat yang apabila dipenuhi, maka
ditetapkan padanya seluruh hukum akad (perkawinan). Halalnya seorang wanita bagi
calong suami yang akan menjadi pendampingnya. Artinya, tidak diperbolehkan
wanita yang hendak dinikahi itu berstatus sebagai mahramnya, dengan sebab apapun
yang mengharamkan pernikahan diantara mereka berdua, baik itu bersifat sementara
maupun selamanya.
Dalam undang-undang RI Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan
disebutkan syarat-syarat sebagai berikut:18
1) Perkawinan harus didasarkan atas persetujuan kedua calon mempelai.
2) Untuk melangsungkan perkawinan seseorang yang belum mencapai umur 21
tahun harus mendapat izin kedua orang tua.
3) Dalam hal salah seorang dari kedua orang tua telah meninggal dunia atau dalam
keadaan tidak mampu menyatakan kehendaknya, maka izin yang dimaksud
pasal ini cukup diperoleh dari orang tua yang masih hidup atau dari orang tua
yang mampu menyatakan kehendaknya.
4) Dalam hal kedua orang tua telah meninggal dunia atau dalam keadaan tidak
mampu untuk menyatakan kehendaknya, maka izin diperoleh dari wali, orang
yang memelihara atau keluarga yang mempunyai hubungan darah dalam garis
keturunan garis lurus keatas selama mereka masih hidup dan dalam keadaan
dapat menyatakan kehendaknya.
18
23
Dari beberapa pendapat pada uraian sebelumnya tentang perkawinan banyak
terdapat perbedan dari segi konteks tetapi secara substansi adalah sama bahwa
perkawinan itu merupakan perjanjian antara pria dengan seorang wanita, guna untuk
membentuk suatu keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan ketentuan syariat
Islam. Perjanjian dalam perkawinan tidak sama dengan perjanjian dalam perkara
muamalah akan tetapi merupakan perjanjian suci untuk membentuk keluarga yang
kekal dan bahagia. Menurut Sayuti Talib dan Muh. Idris Ramulyo perkawinan harus
dilihat dari tiga segi pandangan yaitu:
1. Perkawinan dari segi sosial
Perkawinan dari segi sosial adalah bahwa dalam setiap masyarakat
(bangsa),ditemui suatu penilaian yang umum bahwa orang yang berkeluarga atau
pernahberkeluarga diangap memilki kedudukan yang terhormat.
2. Perkawinan dari segi agama
perkawinan merupakan suatu hal yang dipandang suci lagi baik, karena itu
tidak mengherankan jika semua agama pada dasarnya mengakui keberadan instiusi
perkawinan.19Seperti halnya dalam agama Islam yang memandang bahwa pernikahan
itu adalah bukti kebijaksanan Alah swt dalam mengatur mahlukNya, dalam QS,
An-Najm/53:45.
Terjemahnya :
19
‘’Dan bahwasanya Dialah yang menciptakan berpasang-pasangan pria dan wanita’’20
Ayat di atas menyatakan kepada kita, bahwa Islam merupakan ajaran yang
menghendaki adanya keseimbangan hidup antara jasmani dan rohani, antara duniawi
dan ukhrawi, antara materi dan spiritual. Oleh sebab itu, selain sebagai sunatullah
yang bersifat kodrati, perkawinan dalam Islam juga merupakan sunnah Rasul-Nya.
3. Perkawinan dari segi Hukum
Perkawinan dari segi hukum, perkawinan dipandang sebagai suatu perbuatan
(peristiwa) hukum yakni perbuatan dan tingkah laku subjek hukum yang mempunyai
kekuatan mengikat bagi subjek hukum atau karena subjek hukum itu terikat oleh
kekuatan hukum.
Al-Qur’an menjuluki perkawinan sebagai Mitsaqan Ghalizhan, artinya
perjanjian yang sangat kuat dan perlu dipertahankan kelangengangnya guna untuk
mewujudkan perjanjian yang kuat. Sebelum akad nikah dilaksanakan ada kegiatan
pernikahan yang perlu diperhatikan oleh calon pengantin, baik mempelai laki-laki
maupun perempuan.21 Kegiatan pernikahan yang dimaksud ialah apa yang umum
dikenal sebagai muqadimah nikah yaitu perihal pemilhan pasangan suami istri.22
3. Tujuan Pernikahan
Pernikahan merupakan tujuan syariat yang dibawah oleh nabi Muhammad
saw, yaitu penataan ikhwal manusia dalam kehidupan duniawi dan ukrawi. Dengan
20
Kementrian Agama Republik Indonesia, Al-Quran dan Terjemahan (Jakarta Timur: CV Darus Sunnah, 2013), h. 529.
21
Husain Mazhahiri,Bunga Dalam Rumah Tangga(Bandung: Cahaya, 2001), h.70.
22
25
pengamatan sepintas lalu, pada batang tubuh ajaran fiqih, Zakariyah Darajat
mengemukakan lima tujuan dalam pernikahan yaitu :23
a. Memenuhi hajat manusia.
b. Memenuhi panggilan agama, memelihara diri dari kejahatan dan kerusakan.
c. Menumbuhkan kesungguhan untuk bertanggung jawab menerima hak serta
kewajiban, juga bersungguh-sungguh untuk memperoleh harta kekayaan
yang halal.
d. Membangun rumah tangga untuk membentuk masyarakat yang tentram atas
dasar cinta dan kasih sayang.
Perkawinan juga bertujuan untuk menata keluarga sebagai subjek untuk
membiasakan pengalaman-pengalaman agama. Fungsi keluarga adalah menjadi
pelaksana pendidikan yang paling menentukan. Sebab keluarga salah satu diantara
lembaga pendidikan informal, ibu bapak yang dikenal pula pertama oleh putra
putrinya dengan segala perlakuan yang diterima dan dirasakannya, dapat menjadi
dasar pertumbuhan kepribadian sang putra-putri itu sendiri.
Tujuan pernikahan menurut agama Islam ialah untuk memenuhi petunjuk
agama dalam rangka mendirikan keluarga yang harmonis, sejahtera, dan bahagia.
Harmonis dalam menggunakan hak dan kewajiban anggota keluarga. Sejahtera
artinya terciptanya ketenangan lahir dan batin disebabkan terpenuhinya keperluan
hidup lahir dan batinnya, sehingga timbullah kebahagiaan, yakni kasih sayang antar
23
anggota keluarga.24 Rumusan tujuan pernikahan di atas dapat diperinci sebagai
berikut:25
a. Mendapatkan dan melangsungkan keturunan Naluri manusia mempunyai
kecenderungan untuk mempunyai keturunan yang sah keabsahan anak
keturunan yang diakui oleh dirinya sendiri, masyarakat, negara dan
kebenaran keyakinan agama Islam memberi jalan untuk itu. Agama memberi
jalan hidup manusia agar hidup bahagia di dunia dan akhirat. Kebahagian
dunia danakhirat dicapai dengan bermasyarakat. Kehidupan keluarga
bahagia, umumnya antara lain ditentukan oleh kehadiran anak-anak. Anak
merupakan buah hati dan belahan jiwa.
b. Penyaluran syahwat dan penumpahan kasih sayang berdasarkan tangung
jawab, Sudah menjadi kodrat ibadah Alah swt, manusia diciptakan
berjodoh-jodohan dan diciptakan oleh Alah swt mempunyai keinginan untuk
berhubungan antara pria dan wanita. Disamping perkawinan untuk
pengaturan naluri seksual juga untuk menyalurkan cinta dan kasih sayang
dikalangan pria dan wanita secara harmonis dan bertanggung jawab.
Penyaluran cinta dan kasih sayang yang di luar perkawinan tidak akan
menghasilkan keharmonisan dan tangung jawab yang layak, karena
didasarkan kebebasan yang tidak terikat oleh satu norma. Satu-satunya
norma yang ada pada dirinya masing-masing. Sedangkan masing-masing
orang mempunyai kebebasan perkawinan mengikat adanya kebebasan
24
Abd. Rahman Ghazaly,Fiqih Munakahat, h. 22.
25
27
menumpahkan cinta dan kasih sayang secara harmonis dan tanggung
jawab.26
c. Memelihara diri dari kerusakan, Ketenangan hidup dan cinta serta kasih
sayang keluarga dapat ditunjukan melalui perkawinan. Orang-orang yang
tidak melakukan penyalurannya dengan perkawinan akan mengalami
ketidakwajaran dan dapat menimbulkan kerusakan,entah kerusakan dirinya
sendiri ataupun orang lain bahkan masyarakat, karena manusia mempunyai
nafsu, sedangkan nafsu itu condong untuk mengajak kepada perbuatan yang
tidak baik. Dorongan nafsu yang utama ialah nafsu seksual, karenanya
perlulah menyalurkan dengan baik, yakni perkawinan dapat mengurangi
dorongan yang kuat atau dapat mengembalikan gejolak nafsu seksual.
d. Menimbulkan kesungguhan bertangung jawab dan mencari harta yang halal,
hidup sehari-hari menunjukan bahwa orang-orang yang belum berkeluarga
tindakanya masih sering dipengaruhi oleh emosinya sehinga kurang mantap
dan kurang bertangung jawab. Kita dapat lihat para pekerja yang sudah
berkeluarga lebih rajin dibanding dengan para pekerja bujangan. Demikian
pula dalam mengunakan hartanya, orang-orang yang telah berkeluarga lebih
efektif dan hemat, karena mengingat kebutuhan keluarga di rumah. Jarang
pemuda-pemudi yang belum berkeluarga memikirkan hari kedepannya,
mereka berfikir untuk hari ini, barulah setelah mereka kawin, memikirkan
bagaimana caranya mendapatkan bekal untuk memenuhi kebutuhan
keluarganya.
26
e. Membangun rumah tangga dalam rangka membentuk masyarakat sejahtera
berdasarkan cinta dan kasih sayang, suatu kenyataan bahwa manusia di
dunia tidaklah berdiri sendiri melainkan bermasyarakat yang terdiri dari
unit-unit yang terkecil yaitu keluarga yang terbentuk untuk mencapai kebahagian.
Kebahagian masyarakat dapat dicapai dengan adanya ketenangan dan
ketentraman angota keluarga dalam keluarga. Keluarga merupakan bagian
masyarakat menjadi faktor yang terpenting dalam ketenangan dan
ketentraman masyarakat.
Dengan demikian tujuan perkawinan menurut Islam adalah tersalurnya naluri
seks kedua insan yang berlainan jenis secara sah, sehingga keduanya dapat
melestarikan kehidupannya. Sulaiman Al-Mufarraj, dalam bukunya Bekal Pernikahan
menjelaskan bahwa ada 15 tujuan pernikahan yaitu:27
a. Sebagai ibadah dan mendekatkan diri pada Allah swt. Nikah juga dalam rangka
taat kepada Allah swt dan Rasul-Nya.
b. Untuk ‘iffah (menjauhkan diri dari hal-hal yang dilarang; ihsan membentengi
diri) danmubadho’ahbiasa melakukan hubungan intim).
c. Memperbanyak umat Muhammad saw.
d. Menyempurnakan Agama.
e. Menikah termasuk sunnahnya para utusan Allah.
f. Melahirkan anak yang dapat memintakan pertolongan Allah untuk ayah dan ibu
mereka saat masuk surga.
27
29
g. Menjaga masyarakat dari keburukan, runtuhnya moral, perzinaan dan lain
sebagainya.
h. Legalitas untuk melakukan hubungan intim, menciptakan tanggung jawab bagi
suami dalam memimpin rumah tangga, memberi nafkah dan membantu istri di
rumah.
i. Mempertemukan tali keluarga yang berbeda sehingga memperkokoh lingkaran
keluarga dan Saling mengenal dan menyayangi.
j. Menjadikan ketenangan kecintaan dalam jiwa suami dan istri.
k. Sebagai pilar untuk membangun rumah tangga Islam yangsesuai dengan
ajaran-Nya terkadang bagi orang yang tidak menghiraukan kalimat Allah swt. Maka
tujuan nikahnya akan Menyimpang.
l. Suatu tanda kebesaran Allah swt. kita melihat orang yang sudah menikah,
awalnya mereka tidak saling mengenal satu sama lainnya, tetapi dengan
melangsungkan tali pernikahan hubungan keduanya biasa saling mengenal dan
sekaligus mengasihi.
m. Memperbanyak keturunan umat Islam dan menyemarakkan bumi melalui
proses pernikahan.
n. Untuk mengikuti panggilan iffah dan menjaga pandangan kepada hal-hal yang
diharamkan.
Berdasarkan uraian sebelumnya tentang tujuan dari perkawinan penulis
menyimpulkan bahwa yang menjadi tujuan pernikahan ialah untuk membentuk suatu
Esa, yang dibangun atas dasar cinta dan kerelaan dua insan untuk membina dan
membangun sebuah rumah tangga.
4. Hukum melakukan perkawinan
Hukum melakukan perkawinan , Ibnu Rusyd menjelaskan : segolongan
fukaha, yakni jumhur (mayoritas ulama) berpendapat bahwa nikah itu hukumnya
sunnah. Golongan Zhaririyah berpendapat nikah itu untuk sebagian orang, sunnah
untuk sebagian lainnya dan mubah untuk segolongan orang lain demikian itu menurut
mereka ditinjau dari berdasarkan kekhawatiran (kesusahan) dirinya.28
Terlepas dari pendapat ulama diatas, Islam sangat menganjurkan kaum
muslimin yang mampu agar melangsungkan perkawinan. Dan hukum melakukan
perkawinan ini bisa berbeda sesuai dengan kondisi yang akan melakukan tersebut dan
tujuan melakukannya. Hukum melakukan perkawinan tersebut disebut wajib, sunnah,
haram, mubah, atau makruh.
a. Pernikahan Yang Hukumnya wajib
Bagi orang yang telah mempunyai kemauan dan kemampuan untuk kawin dan
dikhawatirkan akan tergelincir pada perbuatan zina seandainya tidak kawin maka
hukum melakukan bagi orang tersebut adalah wajib. Hal ini didasarkan pada
pemikiran hukum bahwa setiap muslim wajib menjaga diri untuk tidak berbuat yang
terlarang. Jika penjagaan diri itu harus dengan melakukan perkawinan, sedang
menjaga diri itu wajib, maka hukum melakukan perkawinan itu wajib.
b. Pernikahan Yang Hukumnya Sunnah
28
31
Orang telah mempunyai kemauan dan kemampuan untuk melangsungkan
pernikahan, tetapi kalau tidak kawin tidak dikhawatirkan akan berbuat zina, maka
hukum melakukan pernikahan bagi orang tersebut adalah sunnah. Alasan menetapkan
hukum sunnah itu ialah anjuran Al-quran seperti tersebut dalam surah An-Nur ayat 32
dan hadits nabi yang diriwayatkan bukhari dan muslim dari Abdullah bin mas’ud
yang dikemukakan dalam menerangkan sikap agama Islam terhadap pernikahan. Baik
yang Al-Quran maupun Al-Sunnah tersebut berbentuk perintah tetapi berdasarkan
qarimah-qarimah yang ada, perintah nabi tidak memfaedahkan hukum wajib, hukum
sunnah saja.
c. Pernikahan Yang Hukumnya Haram
Bagi orang yang mempunyai keinginan dan tidak mempunyai kemampuan
serta tanggung jawab untuk melaksanakan kewajiban dalam rumah tangga sehingga
apabila melangsungkan pernikahan akan terlantarlah dirinya dan istrinya, maka
hukum melakukan pernikahan bagi orang yang tersebut haram. Termasuk hukumnya
haram apabila seseorang kawin dengan maksud untuk menelantarkan orang lain,
masalah wanita yang dikawini itu yang tidak diurus hanya agar wanita itu tidak dapat
kawin dengan orang lain.
d. Pernikahan Yang Hukumnya Makruh
Bagi orang yang mempunyai kemampuan untuk melakukan perkawinan juga
cukup mempunyai kemampuan menahan diri sehingga tidak memungkinkan dirinya
tergelincir berbuat zina sekiranya tidak kawin hanya saja orang ini tidak mempunyai
keinginan yang kuat untuk dapat memenuhi kewajiban suami istri dengan baik.
Bagi orang yang memiliki kemampuan untuk melakukannya, tetapi apabila
tidak melakukannya tidak khawatir akan berbuat zina dan apabila melakukannya juga
tidak akan menelantarkan istrinya. Perkawinan orang tersebut hanya di dasarkan
untuk memenuhi kesenangan bukan dengan tujuan menjaga kehormatan agamanya
dan penghambatnya kawin. Hukum Mubah ini ditujukan bagi orang yang antaran
pendorong dan penghambatnya untuk kawin itu sama, sehingga menimbulkan
keraguan orang yang akan melakukan kawin, seperti mempunyai keinginan tetapi
belum mempunyai kemampuan untuk melakukan tetapi belum mempunyai kemauan
yang kuat.
5. Hikmah perkawinan
Nikah adalah salah satu asas pokok dalam hidup terutama dalam pergaulan
atau masyarakat yang sempurna. Bukan saja perkawinan itu satu jalan yang paling
mulia untuk mengatur kehidupan rumah tangga dan keturunan, Tetapi perkawinan itu
dapat dipandang sebagai satu jalan menuju pintu perkenalan antara satu kaum dengan
yang lain, serta perkenalan itu akan menjadi jalan buat menyampaikan pertolongan
antara satu dengan yang lainnya.
Dalam komplikasi hukum Islam juga mengatur tentang perkawinan yang
menyebutkan :
‘’Perkawinan bertujuan untuk mewujudkan kehidupan rumah tangga yang sakinah, wawadah, dan warahmah’’
Dengan demikian tujuan perkawinan dalam Islam adalah usaha untuk
membentuk keluarga yang bahagia, sehingga terjalin sikap tolong-menolong pada
berbagai bidang kehidupan dalam keluarga masyarakat dalam rangka beribadah
33
Rasululah saw menganjurkan kepada umatnya yang sudah mapan untuksegera
membentuk rumah tangga, karena perkawinan merupakan perkara yang mempunyai
banyak hikmah, diantaranya sebagai berikut:
a. Sebagai Kebutuhan Biologis
Naluri seks adalah naluri yang paling kuat dan keras yang selamanya
menuntut adanya jalan keluar. Kawin adalah jalan alami dan biologis yang paling
baik dan sesuai untuk menyalurkan dan memuaskan naluri seks tersebut.29
b. Membentuk Keluarga Mulia
Perkawinan adalah jalan terbaik utuk membuat anak-anak menjadi mulia,
memperbanyak keturunan, melestarikan hidup manusia serta memelihara nasab yang
oleh Islam sangat diperhatikan.
c. Naluri Kasih Sayang
Tumbuhnya naluri kebapakan dan keibuan yang saling melengkapi, tumbuh
perasaan cinta dan sayang dalam suasana hidup dengan anak-anak, semua itu hanya
bisa diwujudkan melalui perkawinan.
d. Menumbuhkan Tanggung Jawab
Adanya rasa tanggung jawab yang dapat mendorong ke arah rajin bekerja,
bersungguh-sungguh dan mencurahkan perhatian, baik itu kepada istri dan anak yang
merupakan bagian dari tanggung jawab kita sebagai kepala rumah tangga.
29
e. Memperteguh Silaturahim
Dengan perkawinan dapat membuahkan tali kekeluargaan, memperteguh
kelanggenan, rasa cinta antara keluarga dan memperkuat hubungan dalam kehidupan
bermasyarakat.
f. Menundukan Pandangan
Islam mendorong untuk segera menikah jika sudah mempunyai kemampuan
terhadap itu karena menikah itu lebih menundukan pandangan, lebih menjaga
kemaluan, lebih menenangkan jiwa dan lebih menjaga agama.
Dari uraian tersebut penulis memahami bahwa hikmah dari perkawinan adalah
merupakan suatu bentuk upaya untuk membentengi diri, dalam menjalani hidup dan
kehidupan sehinga terhindar dari hal-hal yang negatif, serta sekaligus suatu bentuk
pemantapan pendewasan karena adanya kesadaran akan hak dan kewajiban yang
harus terbangun dalam rumah tangga. Sedangkan Menurut Ali Ahmad Al-jurjawi
hikmah-hikmah perkawinan diantaranya adalah sebagai berikut:
a. Dengan pernikahan maka banyaklah keturunan. Ketika keturunan itu
banyak, maka proses memakmurkan bumi berjalan dengan mudah, karena
suatu perbuatan yang harus dikerjakan bersama-sama akan sulit jika
dilakukan secara individual. Dengan demikian keberlangsungan keturunan
dan jumlahnya harus terus dilestarikan sampai benar-benar makmur.
b. Keadaan hidup manusia tidak akan tenteram kecuali jika keadaan rumah
tangganya teratur. Ketertiban tersebut tidak mungkin terjadi kecuali harus
35
nikah diisyaratkan, sehingga keadaan kaum laki-laki menjadi tenteram dan
dunia semakin makmur.
c. Laki-laki dan perempuan adalah dua sekutu berfungsi memakmurkan dunia
masing-masing dengan ciri khasnya berbuat dengan berbagai macam
pekerjaan.
d. Sesuai dengan tabiatnya, manusia itu cenderung mengasihi. Adanya istri
yang bisa menghilangkan kesedihan dan ketakutan. Istri berfungsi dalam
suka dan penolong dalam mengatur kehidupan. Istri berfungsi untuk
mengatur rumah tangga yang merupakan sendi penting bagi kesejahteran.
e. Manusia diciptakan dengan memilki rasa ghirah (kecemburuan) untuk
menjaga kehormatan dan kemuliaannya. Pernikahan akan menjaga
pandangan yang penuh syahwat terhadap apa yang tidak dihalalkan
untuknya. Apabila keutaaman dilanggar, maka akan datang bahaya dari dua
sisi; yaitu melakukan hinaan dan timbulnya permusuhan dikalangan
pelakunya dengan melakukan perzinahan dan kepasikan. Adanya tindakan
seperti itu, tanpa diragukan lagi, akan merusak peraturan alam.
f. Perkawinan akan melahirkan keturunan serta menjaganya. Di dalamnya
terdapat faedah yang banyak, antara lain memelihara hak-hak dalam warisan,
seoranglaki-laki yang tidak mempunyai istri tidak mungkin mendapatkan
anak, tidakpula mengetahui pokok-pokok serta cabangnya di antara sesama
manusia. Hal ini dikehendaki agama manusia.
g. Berbuat baik yang banyak lebih dari pada berbuat baik sedikit. Pernikahan
h. Manusia itu jika mati terputuslah semua sama perbuatanya yang
mendatangkan rahmat dan pahala kepadanya. Namun apabila masih
meninggalkan anak dan istri, mereka akan mendoakan dengan kebaikan
hingga mereka akan mendoakan dengan kebaikan hingga amalanya tidak
terputus dan pahalanya pun tidak ditolak. Anak shaleh merupakan amalan
yang tetap masih tertinggal meskipun