• Tidak ada hasil yang ditemukan

DOI TEKONGGO DALAM TRADISI PERNIKAHAN MASYARAKAT DI KABUPATEN KONAWE SULAWESI TENGGARA (Tinjauan Kesesuaian UU Perkawinan No. 1 Tahun 1974 Dan Hukum Islam)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "DOI TEKONGGO DALAM TRADISI PERNIKAHAN MASYARAKAT DI KABUPATEN KONAWE SULAWESI TENGGARA (Tinjauan Kesesuaian UU Perkawinan No. 1 Tahun 1974 Dan Hukum Islam)"

Copied!
98
0
0

Teks penuh

(1)

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Meraih Gelar

Sarjana Hukum Jurusan Hukum Pidana dan Ketatanegaraan

pada Fakultas Syariah dan Hukum

UIN Alauddin Makassar

Oleh:

Putri Amaliyah K. Hamzah NIM: 10300113259

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) ALAUDDIN MAKASSAR

2017

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Meraih Gelar

Sarjana Hukum Jurusan Hukum Pidana dan Ketatanegaraan

pada Fakultas Syariah dan Hukum

UIN Alauddin Makassar

Oleh:

Putri Amaliyah K. Hamzah NIM: 10300113259

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) ALAUDDIN MAKASSAR

2017

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Meraih Gelar

Sarjana Hukum Jurusan Hukum Pidana dan Ketatanegaraan

pada Fakultas Syariah dan Hukum

UIN Alauddin Makassar

Oleh:

Putri Amaliyah K. Hamzah NIM: 10300113259

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) ALAUDDIN MAKASSAR

(2)

ii

PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI

Mahasiswa yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Putri Amaliyah K. Hamzah

NIM : 10300113259

Tempat/ Tgl. Lahir : Lawulo, 8 Mei 1995

Jur/ Prodi/ Konsentrasi : Hukum Pidana dan Ketatanegaraan Fakultas/ Program : Syariah dan Hukum

Alamat : Jalan Salemba No. 16, Gunung Sari.

Judul : Doi Tekonggo Dalam Tradisi Pernikahan Masyarakat Di Kabupaten Konawe Sulawesi Tenggara ( Tinjauan Kesesuaian UU Perkawinan No. 1 Tahun 1974 Dan Hukum Islam ).

Menyatakan dengan sesungguhya dan penuh kesadaran bahwa skripsi ini benar adalah hasil karya sendiri. Jika di kemudian hari terbukti bahwa ia merupakan duplikat, tiruan, plagiat atau dibuat oleh orang lain, sebagian atau seluruhnya, maka skripsi dan gelar yang diperoleh karenanya batal demi hukum.

Gowa, 5 November 2017 Penyusun,

Putri Amaliyah K. Hamzah

(3)
(4)

iv

KATA PENGANTAR











Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Alhamdulillahi Rabbil Alamin. Puji syukur kehadirat Allah SWT, karena atas rahmat dan hidayahnya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi ini dengan tepat waktu sesuai dengan rencana.

Skripsi dengan judul : Doi Tekonggo Dalam Tradisi Pernikahan Masyarakat Di Kabupaten Konawe Sulawesi Tenggara (Tinjauan Kesesuaian

UU Perkawinan No. 1 Tahun 1974 dan Hukum Islam)” yang merupakan tugas akhir dalam menyelesaikan studi dan sebagai salah satu syarat yang harus dipenuhi untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum (S.H) pada program studi Hukum Pidana dan Ketatanegaraan Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar.

Perjalanan dalam meraih pengetahuan selama ini merupakan pengalaman yang sangat berharga dengan nilai yang tak terhingga. Ketekunan dan keseriusan senantiasa diiringi do’a telah mengantar penulis untuk mendapatkan semestinya, walaupun tidak seutuhnya. Penulis tidak dapat memungkiri bahwa apa yang diperoleh selama ini adalah perjuangan bersama. Dukungan, semangat dan perhatian yang tulus menjadi dasar semangat baru dalam mengiringi perjalanan penulis untuk menyelesaikan pengembaraan dalam dunia pengetahuan.

(5)

menuju zaman beradab, dari zaman kegelapan menuju cahaya kehidupan yang hakiki (Islam).

Secara khusus penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada kedua orang tua tercinta ayahanda Abd. Kahar Hamzah dan ibunda Hasmiati yang telah mempertaruhkan seluruh hidupnya untuk kesuksesan anaknya, yang telah melahirkan, membesarkan dan mendidik dengan sepenuh hati dalam buaian kasih sayang kepada penulis.

Selama menempuh studi maupun dalam merampungkan dan menyelesaikan skripsi ini, penulis banyak dibantu oleh berbagai pihak. Oleh sebab itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada :

1. Bapak Prof. Dr. H. Musafir Pababbari, M. Si selaku Rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Alauddin Makassar.

2. Bapak Prof. Dr. Darussalam, M. Ag., selaku Dekan Fakultas Syariah dan Hukum UIN Alauddin Makassar.

3. Ibu Dra. Nila Sastrawati, M. Si., selaku Ketua Jurusan Hukum Pidana dan Ketatanegaraan dan Ibu Dr. Kurniati, S. Ag., M. Hi., selaku Sekretaris Jurusan Hukum Pidana dan Ketatanegaraan UIN Alauddin Makassar.

4. Bapak Dr. Abdillah Mustari, M. Ag., dan Ibu Hj. Rahmiati, S. Pd., M. Pd., selaku pembimbing I dan pembimbing II yang dengan penuh kesabaran telah meluangkan waktu dan pikirannya untuk memberikan bimbingan, arahan, dan petunjuk mulai dari membuat proposal hingga rampungnnya skripsi ini.

(6)

vi

6. Segenap Dosen Fakultas Syariah dan Hukum UIN Alauddin Makassar yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengikuti pendidikan, memberikan ilmu pengetahuan, dan pelayanan yang layak selama penulis melakukan studi.

7. Pemerintah dan Masyarakat Kelurahan Lawulo Kecamatan Anggaberi Kabupaten Konawe yang telah yang telah memberi izin dan berkenan diwawancarai untuk penelitian ini.

8. Kepada sahabat saya Aryati Aqilah, Sri Reski Ayu dan Khusnul Khatimah Hasanuddin yang memberikan semangat dan doa dalam menyelesaikan skripsi ini.

9. Teruntuk saudara Abd Khalik Syam, Terima kasih untuk semuanya waktu tenaga dan pikiran dalam membantu penulis dalam penyelesaian penulisan skripsi.

10. Teman-teman kelas Hukum Pidana dan Ketatanegaraan (HPK E) ,Aulia Nirwana Wahid, Anni Nur Annisa, Mukasifah Syarif, , Paramitha Husain, Hikmawati, Asran Gu, Ayah Alvin, Muhammad Hajar, Akram Amrullah dan lainnya terima kasih kebersamaannya dalam suka dan duka selama ini.

11. Teman-teman KKN Reguler Tahun 2016 Angakatan 53 Desa Ulujangan, Kecamatan Bontolempangan, Kabupaten Gowa, Sunardi Nasir, Ridwan Sukanto, Karmila Pasila Nurhidayah, Ratih Lestari Badwi dan Amirah Rezky terima kasih atas kekeluargaan dan kebersamaannya selama menjalani Kuliah Kerja Nyata.

(7)

mengurangi esensi kalian.

Dengan segala keterbatasan dan kerendahan hati penulis sangat menyadari bahwa karya ini masih sangat jauh dari kesempurnaan. Maka dari itu saran dan kritik yang bersifat konstruktif sangat penulis harapan demi kelayakan dan kesempurnaan kedepannya agar bisa diterima secara penuh oleh halayak umum. Semoga Allah swt, selalu menaungi kita sekalian dengan rahmat-Nya dan semoga Allah swt. Akan menilai dan menakar produk kerja keras ini sebagai amal ibadah yang berkelanjutan di sisi-Nya. Amin.

Penulis,

(8)

viii

DAFTAR ISI

JUDUL ... i

PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI... ii

PENGESAHAN SKRIPSI ... iii

KATA PENGANTAR... iv-vii DAFTAR ISI... viii-ix DAFTAR TABEL/ILUSTRASI... x

PEDOMAN TRANSLITERASI... xi-xviii ABSTRAK ... xix

BAB I : PENDAHULUAN ... 1-9 A. Latar Belakang ... 1

B. Fokus Penelitian dan Deskripsi Fokus ... 3

C. Rumusan Masalah... 5

D. Kajian Pustaka ... 6

E. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ... 7

BAB II : TINJAUAN UMUM ... 9 - 39 A. TradisiDoi Tekonggo... 9

B. Pernikahan Dalam Syariat Islam ... 13

BAB III : METODOLOGI PENELITIAN ... 40 -46 A. Jenis dan Lokasi Penelitian ... 41

B. Pendekatan Penelitian ... 42

C. Sumber Data... 43

D. Metode Pengumpulan Data ... 45

E. Instrumen Penelitian... 45

F. Teknik Pengolahan dan Analisis Data……… 46

(9)

ix

Sulawesi Tenggara... 51 C. KedudukanDoi TekonggoDalam Tradisi Pernikahan

Masyarakat Di Kabupaten Konawe Sulawesi Tenggara... 53 D. Tinjauan Kesesuaian UU Perkawinan No. 1 Tahun 1974

dan Hukum Islam TentangDoi TekonggoDalam Tradisi Pernikahan Masyarakat Di Kabupaten Konawe Sulawesi

Tenggara... 67

BAB V : PENUTUP ... 68-69

A. Kesimpulan ... 68 B. Implikasi Penelitian... 69 DAFTAR PUSTAKA ... 70-72

LAMPIRAN-LAMPIRAN

(10)

x

DAFTAR TABEL/ILUSTRASI

Tabel I Fokus Penelitian dan Deskripsi Fokus...5

Tabel II Tentang Informan...43

Tabel III Tentang Jumlah Penduduk...48

Tabel IV Sektor Pendapatan....48

Tabel V Tingkat Pendidikan...49

(11)

xi

Daftar huruf bahasa Arab dan transliterasinya ke dalam huruf Latin dapat

dilihat pada tabel berikut:

1. Konsonan

Huruf Arab Nama Huruf Latin Nama

ا alif tidak dilambangkan tidak dilambangkan

ب ba b be

ت ta t te

ث ṡa ṡ es (dengan titik di atas)

ج jim j je

ح ḥa ḥ ha (dengan titik di bawah)

خ kha kh ka dan ha

د dal d de

ذ żal ż zet (dengan titik di atas)

ر ra r er

ز zai z zet

س sin s es

ش syin sy es dan ye

ص ṣad ṣ es (dengan titik di bawah)

ض ḍad ḍ de (dengan titik di bawah)

ط ṭa ṭ te (dengan titik di bawah)

(12)

xii

ع ‘ain ‘ apostrof terbalik

غ gain g ge

ف fa f ef

ق qaf q qi

ك kaf k ka

ل lam l el

م mim m em

ن nun n en

و wau w we

ه ha h ha

ء hamzah ʼ apostrof

ى ya y ye

Hamzah (ء) yang terletak di awal kata mengikuti vokalnya tanpa diberi tanda

apa pun. Jika ia terletak di tengah atau di akhir, maka ditulis dengan tanda (‘).

2. Vokal

Vokal bahasa Arab, seperti vokal bahasa Indonesia, terdiri atas vokal tunggal

atau monoftong dan vokal rangkap atau diftong.

Vokal tuggal bahasa Arab yang lambangnya berupa tanda atau harakat,

transliterasinya sebagai berikut:

Tanda Nama Huruf Latin Nama

ا fatḥah a a

ا kasrah i i

(13)

Vokal rangkap bahasa Arab yang lambangnya berupa gabungan antara harakat

dan huruf, transliterasinya berupa gabungan huruf, yaitu:

Tanda Nama Huruf Latin Nama

ٸ fatḥahdanyā’ ai a dan i

ٷ fatḥahdanwau au a dan u

Contoh:

َﻒْﯿَﻛ

:kaifa

َل ْ ﻮَھ

:haula

3. Maddah

Maddah atau vokal panjang yang lambangnya berupa harakatdan huruf,

transliterasinya berupa huruf dan tanda, yaitu:

Harakat dan

Huruf

Nama Huruf dan

Tanda

Nama

ى ... | ا ... fatḥahdanalifatau yā’ ā a dan garis di atas

ى kasrahdanyā’ ī i dan garis di atas

و dammahdanwau ū u dan garis di atas

Contoh:

َتﺎﻣ:māta ﻰَﻣَر:ramā َﻞْﯿِﻗ:qīla ُت ْ ﻮﻤَﯾ:yamūtu

(14)

xiv

Transliterasi untuktā’ marbūṭahada dua, yaitu:tā’ marbūṭahyang hidup atau mendapat harakat fatḥah, kasrah,dan ḍammah, transliterasinya adalah [t]. Sedangkan tā’ marbūṭahyang mati atau mendapat harakat sukun,transliterasinya adalah [h].

Kalau pada kata yang berakhir dengan tā’ marbūṭah diikuti oleh kata yang menggunakan kata sandang al- serta bacaan kedua kata itu terpisah, maka tā’ marbūṭahitu ditransliterasikan dengan ha (h).

Contoh:

ﺔَﺿ ْ وَر ا

ﻷ ْط ِلﺎَﻔ

: rauḍah al-aṭfāl ِﺪَﻤَﻟا

ْﻟا ُﺔَﻨْﯾ

ﺔَﻠِﺿﺎﻔ :al-madīnah al-fāḍilah ﺔَﻤْﻜِﺤَﻟا:al-ḥikmah

5. Syaddah (Tasydīd)

Syaddah atau tasydīd yang dalam sistem tulisan Arab dilambangkan dengan sebuah tanda tasydīd ( ّ◌ ), dalam transliterasi ini dilambangkan dengan perulangan huruf (konsonan ganda) yang diberi tandasyaddah.

Contoh:

َﺎﻨّﺑَر :rabbanā َﺎﻨْﯿّﺠَﻧ:najjainā

َﻟا

ّﻖَﺤ :al-ḥaqq َﻢﱡﻌﻧ:nu“ima ّوُﺪَﻋ:‘aduwwun

(15)

Contoh:

ّﻰِﻠَﻋ :‘Alī(bukan‘Aliyyatau‘Aly)

ّﻰﺑَﺮَﻋ:‘Arabī(bukan‘Arabiyyatau‘Araby) 6. Kata Sandang

Kata sandang dalam sistem tulisan Arab dilambangkan dengan huruf لا (alif lam ma‘arifah). Dalam pedoman transliterasi ini, kata sandang ditransliterasi seperti biasa,al-, baik ketika ia diikuti oleh hurufsyamsiyah maupun hurufqamariyah. Kata sandang tidak mengikuti bunyi huruf langsung yang mengikutinya. Kata sandang

ditulis terpisah dari kata yang mengikutinya dan dihubungkan dengan garis mendatar

(-).

Contoh:

ُﺲْﻤّﺸَﻟا:al-syamsu(bukanasy-syamsu) َﻟا

ﺔﻟَﺰﻟّﺰ :al-zalzalah(bukanaz-zalzalah) ﺔَﻔَﺴْﻠَﻔَﻟا :al-falsafah

َﺪﻠﺒَﻟا :al-bilādu 7. Hamzah

Aturan transliterasi huruf hamzah menjadi apostrof (’) hanya berlaku bagi hamzah yang terletak di tengah dan akhir kata.Namun, bila hamzah terletak di awal kata, ia tidak dilambangkan,karena dalam tulisan Arab ia berupaalif.

Contoh:

ْﻣﺄﺗ

(16)

xvi

ُت ْ ر ِ ◌ُمأ:umirtu

8. Penulisan Kata Arab yang Lazim Digunakan dalam Bahasa Indonesia

Kata, istilah atau kalimat Arab yang ditransliterasi adalah kata, istilah atau

kalimat yang belum dibakukan dalam bahasa Indonesia. Kata, istilah atau kalimat

yang sudah lazim dan menjadi bagian dari perbendaharaan bahasa Indonesia, atau

sering ditulis dalam tulisan bahasa Indonesia, atau lazim digunakan dalam dunia

akademik tertentu, tidak lagi ditulis menurut cara transliterasi diatas. Misalnya, kata

al-Qur’an (dari al-Qur’ān), alhamdulillah, dan munaqasyah. Namun, bila kata-kata

tersebut menjadi bagian darisatu rangkaian teks Arab, maka harus ditransliterasi

secara utuh.

Contoh:

Fī Ẓilāl al-Qur’ān

Al-Sunnah qabl al-tadwīn 9. Lafẓ al-Jalālah(ﷲ)

Kata “Allah” yang didahului partikel seperti huruf jarrdan huruf lainnya atau berkedudukan sebagaimuḍāf ilaih (frasanominal), ditransliterasi tanpa hurufhamzah. Contoh:

ِﷲ ُ ﻦﯾِدdīnullāh billāh

Adapun tā’ marbūṭahdi akhir kata yang disandarkan kepada Lafẓ al-Jalālah, ditransliterasi dengan huruf [t]. Contoh:

ِﷲ ِﺔَﻤﺣر ْ ﻲِﻓ ْﻢُھhum fī raḥmatillāh 10. Huruf Kapital

(17)

kapital berdasarkan pedoman ejaan Bahasa Indonesia yang berlaku (EYD). Huruf

kapital, misalnya,digunakan untuk menuliskan huruf awal nama diri (orang, tempat,

bulan) dan huruf pertama pada permulaan kalimat. Bila nama diri didahului oleh kata

sandang (al-), maka yang ditulis dengan huruf kapital tetap huruf awal nama diri tersebut, bukan huruf awal kata sandangnya. Jika terletak pada awal kalimat, maka

huruf A dari kata sandang tersebut menggunakan huruf kapital (Al-). Ketentuan yang sama juga berlaku untuk huruf awal dari judul referensi yang didahului oleh kata

sandangal-, baik ketika ia ditulis dalam teks maupun dalam catatan rujukan (CK, DP, CDK, dan DR). Contoh:

Wa mā Muḥammadun illā rasūl

Inna awwala baitin wuḍi‘a linnāsi lallażī bi Bakkatamubārakan Syahru Ramaḍān al-lażī unzila fīh al-Qur’ān

Naṣīr al-Dīn al-Ṭūsī Abū Naṣr al-Farābī Al-Gazālī

Al-Munqiż min al-Ḍalāl

Jika nama resmi seseorang menggunakan kata Ibnu (anak dari) dan Abū (bapak dari) sebagai nama kedua terakhirnya, maka kedua nama terakhir itu harus

disebutkan sebagai nama akhir dalam daftar pustaka atau daftar referensi. Contoh:

Abū Walīd Muḥammad ibn Rusyd, ditulis menjadi: Ibnu Rusyd, Abū al-WalīdMuḥammad (bukan: Rusyd, Abū al-Walīd Muḥammad Ibnu)

(18)

xviii

B. Daftar Singkatan

Beberapa singkatan yang dibakukan adalah:

swt. = subḥānahū wa ta‘ālā saw. = ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam

(19)

xix

Judul : Doi Tekonggo dalam Tradisi Pernikahan Masyarakat di Kabupaten Konawe Sulawesi Tenggara ( Tinjauan Kesesuaian UU Perkawinan No. 1 Tahun 1974 Dan Hukum Islam).

Pokok penelitian dalam masalah ini adalah Doi Tekonggo dalam Tradisi Pernikahan Masyarakat di Kabupaten Konawe Sulawesi Tenggara ( Tinjauan Kesesuaian UU Perkawinan No. 1 Tahun 1974 Dan Hukum Islam) dan rumusan masalah tersebut dibagi beberapa sub masalah yaitu: 1) Bagaimana tatacara pelaksanaan pemberiandoi tekonggo dalam tradisi penikahan masyarakat di Kabupaten Konawe Sulawesi Tenggara ?, 2)

Bagaimana kedudukan doi tekonggo dalam tradisi pernikahan masyarakat di

Kabupaten Konawe Sulawesi Tenggara ?, 3) Bagaimana tinjauan kesesuaian UU

Perkawinan No. 1 Tahun 1974 dan Hukum Islam tentang doi tekonggodalam tradisi

pernikahan masyarakat di Kabupaten Konawe Sulawesi Tenggara ?.

Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan pendekatan yang digunakan adalah Sosiologis dan Syar’i. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah observasi, wawancara, dokumentasi dan penelusuran berbagai literatur atau referensi. Teknik pengolahan dan analisis data dilakukan melalui empat tahapan, yaitu seleksi data, pemeriksaan data, klasifikasi data dan penyusunan data.

Hasil penelitan ini menujukkan bahwa 1) Pemberian Doi tekonggo dalam

tradisi pernikahan masyarakat di Kabupaten Konawe Sulawesi Tenggara disebut mombe’ekangako onggoso. Tetapi sebelum doi tekonggo tersebut diberikan telah dibicarakan terlebih dahulu pada saat acara mowawo niwule, yang telah diputuskan jumlah doi tekonggo yang akan diberikan kepada pihak wanita. 2) Kedudukan Doi tekonggo yaitu wajib diberikan kepada pihak wanita karena fungsinya sebagai biaya yang digunakan dalam pesta perkawinan, 3) Doi tekonggo dalam tradisi pernikahan masyarakat di Kabupaten Konawe Sulawesi Tenggara jika ditinjau dari kesesuaian UU Perkawinan No. 1 Tahun 1974 mengenai hal tersebut. Tidak ada satupun

unsur-unsur dalam undang-undang perkawinan yang menerangkan tentang doi tekonggo

baik berupa syarat dan ketentuan pelaksanaan perkawinan, Sedangkan Pandangan hukum Islam mengenai doi tekonggo hukumnya adalah Mubah, boleh dilaksanakan selama itu tidak bertentangan dalam Syari’at Islam.

(20)

1 BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah

Islam mengatur manusia dalam hidup berpasang-pasangan yang diikat melalui

pernikahan yang ketentuannya dirumuskan dalam wujud aturan-aturan yang disebut

hukum perkawinan.1 Sudah menjadi kodrat iradah Allah swt bahwa manusia

diciptakan berpasang-pasangan untuk mempunyai keinginan berhubungan antara pria

dan wanita.

Pernikahan merupakan salah satu unsur yang sangat penting dalam kehidupan

manusia karena menjadi sarana bagi umat manusia untuk membentuk sebuah

keluarga, keturunan, dan melanjutkan hidup sesuai tata norma yang berlaku baik

norma agama, hukum dan adat.

Pernikahan Islami dibangun atas dasar keinginan luhur dan jujur serta dibina

melalui tahapan-tahapan, yakni lamaran, akad nikah, dan pesta pernikahan.

Memelihara kehormatan diri dan keturunan yang baik adalah puncak pemikiran

manusia yang beradab dan kesempurnaan petunjuk Illahi menyangkut relasi antara

laki-laki dan wanita.2

Adapun dalam perkawinan terdapat bebarapa unsur yang harus terpenuhi

demi kelancaran perkawinan tersebut, diantaranya adalah rukun dan syarat. Rukun

dan syarat yang menentukan suatu perbuatan hukum, terutama yang menyangkut

1

Abd Rahman Ghazaly,Fiqh Munakahat(Cet. IV; Bogor: Kencana,2003), h. 13-14.

2

(21)

dengan sah atau tidaknya perbuatan tersebut dari segi hukum. Kedua kata tersebut

mengandung arti yang sama dalam hal bahwa keduanya merupakan sesuatu yang

harus terpenuhi.

Melaksanakan sebuah pernikahan perlu diketahui ketentuan aturan-aturan

yang terdapat di hukum perkawinan. Aturan-aturan yang dimaksudkan yaitu rukun

dan syarat yaitu : Adanya calon mempelai laki-laki, calon mempelai wanita, wali dari

mempelai perempuan, dua orang saksi serta ijab kabul dan mahar. Namun unsur

pokok suatu perkawinan secara lengkap adalah calon mempelai laki-laki, calon

mempelai perempuan, wali yang melangsungkan akad dengan calon suami, dua orang

saksi yang menyaksikan akad nikah, serta Ijab dan Qabul.

Di Indonesia sendiri sendiri dikenal dengan berbagai budaya dan tradisi

perkawinan yang berbeda-beda khususnya di daerah Konawe, dalam tradisi adat

perkawinan Konawe khususnya suku Tolaki mempunyai beberapa proses yang harus

di lakukan diantaranya rencana pengajuan lamaran, tahap pengajuan lamaran, dan

tahap perkawinan dimana tahap rencana pengajuan lamaran pihak keluarga pria

melakukan tahapmombeune-une yaitu niat atau angan-angan antara suami istri orang tua pria yang dimunculkan salah satu dari mereka, yang menjadi rencana rahasia

calon mantu yang akan menjadi objek perhatian, dan tahap metiro yaitu mencari informasi. Selanjutnya tahap pengajuan lamaran keluarga melakukan persiapan,

pelaksanaan, dan pertunangan terakhir tahap perkawinan atau mowindahako dimana tahap ini semua proses perkawinan akan berakhir pada sesi ini sesuai waktu yang

disepakati kedua belah pihak.3Sebelum terjadinya prosesi perkawinan atau

3

(22)

3

mowindahako , dalam tradisi perkawinannya ada yang disebut mombe’ekangako onggosoyang berarti menyerahkan biaya untuk pesta perkawinan.

Doi tekonggo atau uang pesta tak pelak sekarang menjadi fenomena atau bahan pembicaraan anak muda sekarang yang ingin melangsungkan pernikahan.

Karena telah menjadi sebuah keharusan yang harus mereka penuhi sebelum

melangsungkan pernikahan, Karena doi tekonggo yang akan diberikan kepada pihak wanita itu akan dipergunakan untuk keperluan dalam acara pernikahan.

Adapun kisaran jumlah pemberian doi tekonggo atau uang pesta dari pihak pria dari 20, 30 dan 50 juta dan bahkan sampai ratusan juta. Inilah yang menjadi

problematika sekarang apakah tradisi ini harus ditiadakan atau tetap ada, mengingat

ini bisa memberatkan juga bagi si pria yang sudah ingin melangsungkan pernikahan

kepada pasangan hanya terkandas karena disebabkan doi tekonggo atau uang pesta yang tidak mampu dia penuhi sebanyak permintaan dari pihak keluarga wanita.

Disisi lain doi tekonggo atau uang pesta hanyalah sebuah tradisi dan Islam tidak mengenal adanya hal tersebut yang ada hanyalah pemberian mahar kepada calon

mempelai wanita . Oleh karena itu, penulis tertarik untuk mengambil judul penelitian

yakni:Doi Tekonggo dalam Tradisi Pernikahan Masyarakat di Kabupaten Konawe Sulawesi Tenggara ( Tinjauan Kesesuaian UU Perkawinan No. 1 Tahun 1974 Dan Hukum Islam).

B.Fokus Penelitian dan Deskripsi Fokus

Agar permasalahan yang dikaji dalam penulisan skripsi ini tidak terlalu luas

dan menyimpang dari rumusan permasalahan yang ditentukan, maka penelitian perlu

(23)

permasalahan tentang Doi Tekonggo dalam Tradisi Pernikahan Masyarakat di Kabupaten Konawe Sulawesi Tenggara ( Tinjauan Kesesuaian UU Perkawinan No. 1

Tahun 1974 Dan Hukum Islam ).

1. Fokus Penelitian

a. Doi tekonggo

b. Pernikahan

c. Masyarakat

d. Hukum Islam

2. Deskripsi Fokus

a. Doi tekonggo yaitu sejumlah uang yang diberikan oleh calon mempelai pria kepada calon mempelai wanita yang akan digunakan untuk keperluan mengadakan

pesta pernikahan dan belanja pernikahan lainnya.

b. Tradisi yaitu kebiasaan turun temurun.4

c. Pernikahan atau perkawinan yaitu akad yang menghalalkan pergaulan dan

membatasi hak dan kewajiban antara seorang laki-laki dan seorang perempuan

yang bukan mahram .5

d. Masyarakat yaitu sekelompok orang yang membentuk sebuah sistem semi tertutup

atau semi terbuka, dimana sebagian besar interaksi adalah antara individu-individu

yang berada dalam kelompok tersebut.6

4

Pius A Partanto,Kamus Ilmiah Populer(Cet. I; Jakarta: Reality Publisher, 2008), h. 763.

5

Beni Ahmad Saebani,fiqh Munakahat( Cet. I: Bandung: Pustaka Setia, 2001), h. 9.

6

(24)

5

e. Hukum Islam adalah hukum yang bersumber dari dan menjadi bagian agama

Islam. Syariat yang berarti hukum-hukum yang diadakan oleh Allah untuk

ummatnya yang di bawa oleh seorang nabi baik hukum yang berhubungan dengan

kepercayaan (aqidah) maupun hukum-hukum yang berhubungsn dengan amaliah

(perbuatan).7

Tabel 1

TentangFokus Penelitian dan Deskripsi Fokus

No Fokus Penelitian Deskripsi Fokus

1 Doi tekonggodalam tradisi pernikahan masyarakat

- Pengertiandoi tekonggo - Pengertian tradisi - Pergertian pernikahan - Pengertian masyarakat

2 Hukum Islam - Pengertian Hukum Islam

C.Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, maka penulis merumuskan

masalah yang akan menjadi dasar dalam penyusunan skripsi. Rumusan masalah ini

terbagi atas dua antara lain, masalah pokok yaitu “ Doi Tekonggo dalam Tradisi Pernikahan Masyarakat di Kabupaten Konawe Sulawesi Tenggara ( Tinjauan

Kesesuaian UU Perkawinan No. 1 Tahun 1974 Dan Hukum Islam ). dan sub masalah

sebagai berikut:

1. Bagaimana tatacara pelaksanaan pemberian doi tekonggo dalam tradisi pernikahan masyarakat di Kabupaten Konawe Sulawesi Tenggara?

7

(25)

2. Bagaimana kedudukan doi tekonggo dalam tradisi pernikahan masyarakat di Kabupaten Konawe Sulawesi Tenggara?

3. Bagaimana tinjauan kesesuaian UU Perkawinan No. 1 Tahun 1974 dan Hukum

Islam tentangdoi tekonggo dalam tradisi pernikahan masyarakat di Kabupaten Konawe Sulawesi Tenggara?

D.Kajian Pustaka

Masalah yang akan dikaji dalam skripsi ini yaitu Doi Tekonggo dalam Tradisi Pernikahan Masyarakat di Kabupaten Konawe Sulawesi Tenggara ( Tinjauan

Kesesuaian UU Perkawinan No. 1 Tahun 1974 Dan Hukum Islam ). Ada beberapa

literatur yang dijadikan acuan dasar, yaitu sebagai berikut:

Abd. Rahman Ghazaly dalam bukunya Fiqih Munakahat diterbitkan oleh Prenada Media tahun 2003, Buku ini menjelaskan mengenai pengertian perkawinan,

sikap agama Islam terhadap perkawinan, hukum melakukan perkawinan, rukun dan

syarat sah perkawinan, serta hikmah perkawinan selain masalah perkawinan buku ini

membahas juga masalah peminangan, mahar dan kafa’ah dalam perkawinan, larangan

perkawinan, talak, poligami, dan lain-lain.

Abdul Rahman dalam bukunya Perkawinan dalam Syariat Islam diterbitkan oleh Kencana tahun 2001, Buku ini menjelaskan mengenai masalah

perkawinan serta lika-likunya seperti perceraian, talak, rujuk, pemberian nafkah, hak

atas anak, dan sebagainya berdasarkan hukum Islam ( syari’at ) sebagaimana

digariskan dalam Al-Quran dan dijabarkan oleh sunnah Rasulullah saw.

(26)

7

menjelaskan tentang Pengertian Nikah, Dasar Hukum Nikah, Hukum Nikah, dan

Perkawinan yang Terlarang.

Nurdin Abdullah dalam bukunya Perkawinan Adat Tolakiditerbitkan oleh CV. Karya Baru Unaaha tahun 2004, Buku ini menjelaskan tentang Proses

perkawinan Adat Tolaki dan segala macam ritual yang di laksanakan dalam proses

perkawinan.

Dengan melihat beberapa buku yang dikemukakan diatas tidak satupun yang

membahas tentang masalah doi tekonggo atau uang pesta.Namun, ada satu buku yang menjelaskan tentang doi tekonggo atau uang pesta belum signifikan didalam mengemukakan tentang hal tersebut karena itu diperlukan penelitian lanjutan.

E.Tujuan dan Kegunaan Penelitian

Setiap penelitian memiliki tujuan dan kegunaan, adapun tujuan dan kegunaan

penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Tujuan Penelitian

a. Untuk mengetahui tatacara pelaksanaan pemberian doi tekonggo dalam tradisi penikahan masyarakat di Kabupaten Konawe Sulawesi Tenggara.

b. Untuk mengetahui kedudukan doi tekonggo dalam tradisi pernikahan masyarakat di Kabupaten Konawe Sulawesi Tenggara.

c. Untuk mengetahui tinjauan kesesuaian UU Perkawinan No. 1 Tahun 1974

(27)

2. Kegunaan Penelitian a. SecaraTeoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi kontribusi dan masukan bagi

pelaksana penelitian dibidang yang sama untuk masa mendatang pada umumnya dan

masukan serta sumbang dibidang ilmu hukum khususnya hukum Perkawinan dan

hukum Islam.

b. Secara Praktis

Memberikan informasi secara ilmiah bagi masyarakat umum sehingga

diharapkan dapat lebih mengetahui dan mengerti tentang doi tekonggo dan dengan adanya informasi tersebut diharapkan juga dapat menambah pengetahuan bagi

(28)

9 BAB II

TINJAUAN TEORITIS

A.Tradisi Doi Tekonggo

1. PengertianDoi Tekonggo

Doi tekonggo atau uang pesta yaitu sejumlah uang yang diberikan oleh calon

mempelai pria kepada calon mempelai wanita yang akan digunakan untuk keperluan

mengadakan pesta pernikahan dan belanja pernikahan lainnya.1

Pada dasarnya doi tekonggo ini merupakan tradisi masyarakat yang telah

dibangun sejak zaman dahulu oleh nenek moyang masyarakat setempat. Seperti yang

berlaku di Kabupaten Konawe Sulawesi Tenggara ini. Mereka mengartikan sebagai

suatu pemberian yang diberikan oleh pihak laki-laki kepada pihak perempuan pada

saat sebelum terjadinya akad nikah atau pernikahan.

Doi tekonggo merupakan simbol persembahan seorang lelaki kepada wanita

yang ingin dinikahinya. Besarnya pun beragam, beberapa sesuai permintaan dari

pihak wanita. Tradisi pemberian doi tekonggo ini menjadi sebuah keharusan bagi

seorang mempelai pria, yang telah ditetapkan oleh calon mertuanya. Sehingga dengan

adanya tradisi tersebut, mempelai pria harus berusaha memenuhi doi tekonggo

walaupun mempelai pria berasal dari keluarga tidak mampu akan tetapi sanak saudara

dari mempelai pria akan membantu menyumbang demi berlangsungnya pernikahan

antara mempelai pria dan wanita. Tidak banyak dari para mempelai pria yang dengan

1

(29)

mudahnya melangsungkan pernikahan ini, ada sebagian dari mereka yang harus

bekerja dahulu untuk mengumpulkan uang, sehingga pernikahannya ditunda beberapa

tahun sampai dia mampu mengumpulkan uang tersebut.2

2. Sistem atau Prosesi Perkawinan Masyarakat

Ada berbagai upacara yang dilakukan sebelum upacara perkawinan.

Upacara-upacara itu dilakukan dalam rangka mematangkan perkawinan itu, Mulai dari proses

pemilihan jodoh hingga pada upacara peminangan. Maka penulis menguraikan sistem

atau prosesi perkawinan masyarakat Kabupaten Konawe Sulawesi Tenggara.

a. Metiro

Bila seseorang bermaksud mengawinkan anak laki-lakinya dengan

mengadakan kunjungan pendahuluan kerumah orang tua si gadis, Maksud kunjungan

ini adalah untuk menyelidiki, apakah si gadis belum ada yang punya, dan apakah ada

kemungkinan bila diadakan peminangan. Kunjungan ini disebut metiro , dalam

kunjungan pendahuluan ini akan diketahui apakah keinginan orang tua pihak laki-laki

dapat dilanjutkan atau tidak. Bila terbuka kemungkinan, maka selanjutnya diadakan

kunjungan yang disebutMonduutudu.

b. Monduutudu

Monduutudu berarti menduga kedalaman, mengukur dalamnya air. Dalam

hubungan dengan uacara sebelum peminangan dan perkawinan, Monduutudu berarti

orang tua pihak laki-laki atau utusannya mengadakan kunjungan secara resmi ke

rumah orang tua pihak perempuan secara langsung.

2

(30)

11

Tujuannya untuk mengetahui dengan pasti apakah gadis yang bersangkutan

belum bertunangan dan adakah kemungkinan bila orang tua pihak laki-laki

mengadakan peminangan. Tempatnya di rumah orang tua pihak perempuan, serta

waktunya biasanya malam hari, pelaksana orang tua pihak laki-laki, orang tua pihak

perempuan dan tolea/pabitara (Juru Bicara) masing-masing, alat kalosara dan sirih

pinang.

3. Mowawo Niwule(Meminang)

Peminangan bertujuan untuk meresmikan perjodohan antara laki-laki dan

perempuan yang bersangkutan. Dengan diadakannya peminangan maka sudah ada

kepastian untuk pelaksanaan pernikahan. Resminya pertunangan menimbulkan hak

dan kewajiban masing-masing pihak , juga orang tua kedua belah pihak.

Dalam peminangan ini akan dirundingkan pula apakah dalam upacara

perkawinan akan diadakan pesta atau tidak. Hal ini ditentukan oleh orang tua pihak

permpuan. Bila mereka menghendaki diadakan pesta, maka disebutkan besar biaya

dan kebutuhan pesta, yang terdiri dari beras, kerbau, uang tunai dan lain-lain dan

dirundingkan pula mengenai waktu diadakan pesta perkawinan. Besarnya jumlah

biaya pesta yang dihitung dengan uang tunai, sapi, dan beras, tergantung dari

kesepakatan kedua belah pihak. Dalam musyawarah mengenai biaya pesta ini,

biasanya terjadi tawar menawar antara kedua belah pihak dan dianggap selesai jika

kedua belah pihak itu telah sepakat.

4. Mombe’ekangako onggoso

Sebelum upacara perkawinan berlangsung orang tua pihak laki-laki akan

(31)

pihak perempuan. Hal ini disebut Mombe’ekangako onggoso yang berarti

menyerahkan biaya untuk pesta.

5. Mowindahako

Tahap terakhir dalam rangkaian adat perkawinan adalahmowindahako. Dalam

tahapannya sebagai berikut :

a. Tahapan pertama adalah yang disebut dengan sara papalalo ine ulu sala/sara

mbeparamesi (adat memohon izin untuk dimulainya acara kepada

pemerintah).

b. Tahapan kedua adalah sara momberahi lako ine ulu sara (adat memohon restu

atau petunjuk mengenai tahapan dan tata cara pelaksanaan adat) kepada

puutobuatautoono motuo.

c. Tahapan ketiga adalah sara mombependeehi ine mbu ana yakni

mempertanyakan kepada orang tua dari pihak perempuan melalui pabitara

apakah seluruh keluarga mereka atau undangan telah hadir di tempat itu.

d. Tahapan keempat merupakan tahapan terakhir adalah tahap mowindahako

merupakan rangkaian dari prosesi adat untuk menyerahkan seserahan adat.

Seserahan adat yang diserahkan dari pihak keluarga laki-laki kepada pihak

keluarga perempuan adalah yang telah disepakati . Jika semua seserahan telah

diserahkan, melalui dialog antara tolea dan pabitara, maka acara terakhir

adalah acara mohue osara atau menutup seluruh prosesi rangkaian adat

perkawinan.3

3

Berthyn Lakebo Dkk, Adat Dan Upacara Perkawinan Daerah Sulawesi Tenggara

(32)

13

B.Pernikahan Dalam Syari’at Islam

1. Pengertian pernikahan

Pernikahan yang berasal dari bahasa Arab yaitu ’’An-Nikah’’ yang secara

etimologi memiliki dua pengertian yaitu Aqad (ikatan atau ikrar) dan Ijma’

(persetubuhan).4 Nikah menurut syariat Islam adalah akad yang menghalalkan

pergaulan antara pergaulan antara laki-laki dan perempuan yang tidak ada hubungan

mahram sehingga akad tersebut terjadi antara hak dan kewajiban antara kedua insan.5

Perkawinan merupakan salah satu perintah agama kepada yang mampu untuk

segera melaksanakannya. Sebab,perkawinan dapat mengurangi kemaksiatan, baik

dalam bentuk penglihatan maupun dalam bentuk perzinaan. Orang yang berkeinginan

untuk melakukan pernikahan, tetapi belum mempunyai persiapan bekal (fisik dan

nonfisik) dianjurkan oleh Nabi Muhammad Saw untuk berpuasa. Orang yang

berpuasa akan memiliki kekuatan atau penghalang dari berbuat tercela yang sangat

keji, yaitu perzinaan.

Dalam bahasa Indonesia, perkawinan berasal dari kata kawin yang berarti

membentuk keluarga dengan lawan jenis dengan melakukan hubungan kelamin atau

bersetubuh.6 Nikah menurut bahasa mempunyai arti sebenarnya (hakikat) dan arti

kiasan (majaz) ,arti sebenarnya dari nikah adalah dham yang berarti berhimpit,

4

Abdul Majid, Risalah Cinta Meletakkan Puja Pada Puji(Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2004). h. 140.

5

Sabri Samin, Andi Nurmaya Aroeng,Fikih II. (Makassar : Alauddin Press, 2010), h. 10.

6

(33)

menidih, atau berkumpul. Sedangkan arti kiasannya adalah wata’ yang berarti

setubuh atau aqad yang berarti mengadakan perjanjian pernikahan.7

Menurut Abdul Muhaimin As’ad dalam bukunya Risalah Nikah, penuntun

perkawinan. Nikah adalah akad antara calon suami istri untuk memenuhi hajat nafsu

seksnya, yang diatur menurut tuntunan agama Islam sehingga keduanya

diperbolehkan bergaul sebagai suami istri sedangkan akad adalah ijab dari pihak wali

perempuan atau wakilnya dan qabul dari pihak calon suami atau wakilnya.8

Sedangkan menurut Dr. Anwar Harjono dalam Hukum Perkawinan Indonesia

menyatakan bahwa perkawinan ialah suatu perjanjian suci antara seorang laki-laki

dan seorang perempuan untuk membentuk keluarga bahagia.9

Adapun menurut Muhammad Abu Ishrah, nikah adalah aqad yang

memberikan faedah hukum kebolehan mengadakan hubungan keluarga (suami istri)

antara pria dan wanita dan mengadakan tolong menolong serta memberi batas hak

bagi pemiliknya dan pemenuhan kewajiban masing-masing.

Berdasarkan rumusan sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa dalam suatu

perkawinan dijumpai berbagai aspek baik secara hukum, sosial dan agama. Aspek

hukum dalam perkawinan di pahami dari pernyatan bahwa perkawinan adalah suatu

perjanjian. Sebagai perjanjian perkawinan mempunyai tiga sifat yaitu:

a. Sebaiknya dilangsungkan dengan persetujuan dua belah pihak.

7

Kamal Muchtar,Asas Hukum Islam Tentang Perkawinan (Cet. IV; Jakarta: Bulan Bintang, 2004), h.1.

8

Sabri Samin, Andi Nurmaya Aroeng,Fikih II, hal. 3.

9

(34)

15

b. Penentuan tata cara pelaksanan dan pemutusannya jika itu tidak dapat

diteruskan atau dilangsungkan.

c. Ditentukan pula akibat-akibat perjanjian tersebut bagi kedua belah pihak,

berupa hak dan kewajiban masing-masing. Kata perjanjian juga mengandung

unsur kesengajaan, sehinga untuk menyelengarakan perkawinan perlu diketahui

oleh masyarakat luas dan tidak dilaksanakan secara diam-diam.

Berdasarkan pendapat para Imam Mazhab pengertian nikah adalah sebagai

berikut:

a. Golongan Hanafiah

Nikah itu adalah akad yang memfaedahkan memilki, bersenang-senang

dengan sengaja.

b. Golongan Syafi’iyah

Nikah adalah aqad yang mengandung ketentuan hukum kebolehan watha

dengan lafadz nikah atau taswijah atau yang semakna dengan keduanya.

c. Golongan Malikiyah

Nikah adalah yang mengandung ketentuan hukum semata-mata untuk

membolehkan watha, bersenang-senang menikmati apa yang ada pada diri seorang

(35)

d. Golongan Hanabilah

Nikah adalah aqad dengan mempergunakan lafadz nikah atau taswij guna

membolehkan manfaat, bersenang-senang dengan wanita.10

Adapun yang menafsirkan nikah ialah menggabungkan dan menjalin, dan

menurut istilah syari’at, nikah artinya pernikahan (perkawinan).Terkadang dalam

konteks hukum syari’at, nikah digunakan untuk menunjukan hubungan intim itu

sendiri.11

Menurut Undang-Undang No 1 Tahun 1974 pengertian dan tujuan pernikahan

terdapat dalam 1 pasal yaitu pasal 1 bab 1 menetapkan bahwa “Pernikahan adalah

ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri dengan

tujuan membentuk rumah tangga, keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan

ketuhanan yang Maha Esa”.12

Inti pokok pernikahan itu adalah aqad (perjanjian) yaitu serah terima antara

orangtua calon mempelai wanita dan calon mempelai pria. Penyerahan dan

penerimaan tanggung jawab dalam arti luas, telah terjadi pada saat aqad nikah itu,

disamping penghalalan bercampur keduanya sebagai suami-istri.

Pernikahan dalam Islam merupakan fitrah setiap manusia agar bisa memikul

amanat dan tanggung jawab yang paling besar terhadap diri dan orang yang paling

berhak memperoleh pendidikan dan pemeliharaan. Pernikahan memiliki manfaat

10

Sabri Samin, Andi Nurmaya Aroeng,Fikih II, hal. 5

11

Syaikh Husain Bin Audah Al-awaisyah,Eksklopedia Fiqih Praktis Menurut Alquran Dan As-Sunnah(Cet. II; Yogyakarta :Pustaka Iman Asy-Syafii), h.1.

12

(36)

17

yang paling besar terhadap kepentingan-kepentingan sosial lainnya.kepentingan

social tersebut adalah memelihara kelangsungan hidup manusia, memelihara

keturunan, menjaga keselamatan masyarakat dari segala macam penyakit yang bisa

membahayakan kehidupan manusia, serta mampu menjaga keturunan jiwa.13

Islam menganjurkan ummatnya untuk menikah , dan anjuran ini diungkapkan

dalam beberapa redaksi yang berbeda. Misalnya, Islam menyatakan bahwa menikah

adalah petunjuk para Nabi dan Rasul, sementara merekalah sosok-sosok teladan yang

wajib kita ikuti.

Definisi perkawinan dalam fiqih memberikan kesan bahwa perempuan

ditempatkan sebagai objek kenikmatan bagi sang laki-laki. Yang dilihat pada diri

wanita adalah aspek-aspek biologisnya saja.Terlihat dalam kata al-wat’ atau

al-istimna’ yang semuanya berkonotasi seks. Bahkan mahar yang semula pemberian

ikhlas sebagai tanda cinta seorang laki-laki berhubungan seksual dengan wanita.

Implikasi yang lebih jauh akhirnya perempuan menjadi pihak yang dikuasai oeh

laki-laki seperti yang tercermin dalam berbagai peristiwa-peristiwa perkawinan.14

Bermacam-macam pengertian diatas, dapat ditarik satu kesimpulan bahwa

pegertian perkawinan pada umumnya adalah sama yaitu perkawinan (nikah) suatu

perjanjian dalam masyarakat antara laki-laki dan perempuan untuk membentuk

keluarga bahagia, kekal dan sejahtera berdasarkan peraturan yang berlaku bagi

masyarakat disuatu negara maupun secara keagamaan.

13

Abdul Rahman,Perkawinan dalam Syariat Islam(Bogor: Kencana, 2001), h. 4.

14

(37)

Agama Islam juga mengharuskan adanya persetujuan bersama sepenuhnya

antaranya kedua belah pihak tentang kelangsungan perkawinan. Jadi dengan

demikian ketentuan tentang persetujuan, harus ada lebih dulu sehingga apabila

seorang laki-laki dan perempuan telah sepakat untuk melangsungkan perkawinan itu

berarti mereka telah taat pada ketentuan yang berlaku.

2. Syarat dan Rukun Nikah

Syarat dan Rukun perkawinan adalah suatu hal yang harus ada dan terpenuhi

dalam sebuah perkawinan, jika salah satu Syarat dan rukun tidak terpenuhi maka

perkawinan tersebut tidak sah. Menurut jumhur ulama rukun perkawinan ada empat

diantaranya adalah sebagai berikut:

a. Calon Mempelai Laki-Laki dan Perempuan.

Adapun syarat-syarat yang harus dimiliki oleh kedua calon mempelai yang

akan melangsungkan perkawinan yaitu:

1. Syarat Mempelai Laki-Laki

a) Kehendak sendiri.

b) Sudah cakap (sudah mencapai umur).

c) Tidak dalam keadaan ihrom.

d) Mengetahui kondisi dan status mempelai perempuan.

e) Statusnya jelas ( laki-laki).

2. Syarat Mempelai Perempuan.15

15

(38)

19

a) Kehendak sendiri.

b) Sudah cakap (sudah mencapai umur).

c) Tidak dalam keadan ihrom.

d) Tidak dalam status istri.

e) Tidak dalam masa iddah.

f) Statusnya jelas (perempuan).

b. Wali

Wali adalah salah satu rukun dari beberapa rukun pernikahan yang lima dan

tidak sah pernikahan tanpa ada wali. Dalam kompilasi hukum Islam (KHI) pasal 19

menyatakan wali dalam perkawinan merupakan rukun yang harus dipenuhi bagi calon

mempelai wanita yang bertindak untuk menikahkannya.Adapun syarat-syarat wali

yaitu:16

1) Beragama Islam.

2) Cakap (sudah balig).

3) Berakal sehat.

4) Merdeka (Bukan budak).

5) Laki-laki.

6) Adil.

7) Sedang tidak melakukan ihrom.

16

(39)

Adapun yang diutamakan untuk menjadi wali yaitu sebagai berikut:

a) Bapak.

b) Kakek dari jalur Bapak.

c) Saudara laki-laki kandung.

d) Saudara laki-laki tunggal bapak.

e) Kemenakan laki-laki (Anak laki-lakinya saudara laki-laki sekandung).

f) Kemenakan laki-laki (Anak laki-laki saudara laki-laki bapak).

g) Paman dari jalur bapak.

h) Sepupu laki-laki anak paman.

i) Hakim bila sudah tidak ada wali (wali tersebut dari jalur nasab).

Bila sudah benar-benar tidak ditemui seorang kerabat atau yang dimaksud

adalah wali di atas maka alternatif lainya adalah pemerintah atau wali hakim.

j) Saksi

Imam Abu Hanifah, Imam Syafii dan Imam Malik sepakat bahwa saksi

termasuk syarat dari beberapa syarat sahnya nikah dan ulama’ jumhur

berpendapat bahwa pernikahan tidak dilakukan kecuali dengan jelas dalam

pengucapan ijab dan qabul dan tidak boleh dilaksanakan kecuali dengan

saksi-saksi hadir langsung dalam pernikahan agar mengumumkan atau

memberitahukan kepada orang banyak.

Kompilasi hukum Islam (KHI) menyatakan Dalam pasal 24 ayat 1 saksi dalam

(40)

21

menyaksikan secara langsung akad nikah serta menandatangani akta pada waktu

dan tempat akad nikah dilangsungkan. Adapun yang menjadi syarat-syarat saksi

yaitu:17

a) Beragama Islam.

b) Baligh.

c) Berakal.

d) Mendengarkan langsung perkataan Ijab-Qabul.

e) Dua orang laki-laki atau 4 orang perempuan.

f) Adil.

k) Ijab dan Qobul

Akad nikah menurut Kompilasi Hukum Islam, Pasal 27 ayat 1 Ijab dan Qobul

antara wali dan calon mempelai pria harus jelas dan tidak berselang waktu.

Pasal 28 ayat 1 Akad nikah dilaksanakan sendiri secara pribadi oleh wali nikah

yang bersangkutan. Pasal 29 ayat 1 yang berhak mengucapkan ijab ialah calon

mempelai pria secara pribadi.

Jadi pada dasarnya, ijab dan qobul yang diucapkan oleh wali mempelai

perempuan dan qobul oleh mempelai laki-laki, merupakan bentuk kerelaan antar dua

belah pihak membentuk sebuah rumah tangga yang dibangun atas dasar cinta dan

kasih sayang berdasarkan ketuhanan yang Maha Esa.

17

(41)

Syarat sahnya perkawinan adalah syarat yang apabila dipenuhi, maka

ditetapkan padanya seluruh hukum akad (perkawinan). Halalnya seorang wanita bagi

calong suami yang akan menjadi pendampingnya. Artinya, tidak diperbolehkan

wanita yang hendak dinikahi itu berstatus sebagai mahramnya, dengan sebab apapun

yang mengharamkan pernikahan diantara mereka berdua, baik itu bersifat sementara

maupun selamanya.

Dalam undang-undang RI Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan

disebutkan syarat-syarat sebagai berikut:18

1) Perkawinan harus didasarkan atas persetujuan kedua calon mempelai.

2) Untuk melangsungkan perkawinan seseorang yang belum mencapai umur 21

tahun harus mendapat izin kedua orang tua.

3) Dalam hal salah seorang dari kedua orang tua telah meninggal dunia atau dalam

keadaan tidak mampu menyatakan kehendaknya, maka izin yang dimaksud

pasal ini cukup diperoleh dari orang tua yang masih hidup atau dari orang tua

yang mampu menyatakan kehendaknya.

4) Dalam hal kedua orang tua telah meninggal dunia atau dalam keadaan tidak

mampu untuk menyatakan kehendaknya, maka izin diperoleh dari wali, orang

yang memelihara atau keluarga yang mempunyai hubungan darah dalam garis

keturunan garis lurus keatas selama mereka masih hidup dan dalam keadaan

dapat menyatakan kehendaknya.

18

(42)

23

Dari beberapa pendapat pada uraian sebelumnya tentang perkawinan banyak

terdapat perbedan dari segi konteks tetapi secara substansi adalah sama bahwa

perkawinan itu merupakan perjanjian antara pria dengan seorang wanita, guna untuk

membentuk suatu keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan ketentuan syariat

Islam. Perjanjian dalam perkawinan tidak sama dengan perjanjian dalam perkara

muamalah akan tetapi merupakan perjanjian suci untuk membentuk keluarga yang

kekal dan bahagia. Menurut Sayuti Talib dan Muh. Idris Ramulyo perkawinan harus

dilihat dari tiga segi pandangan yaitu:

1. Perkawinan dari segi sosial

Perkawinan dari segi sosial adalah bahwa dalam setiap masyarakat

(bangsa),ditemui suatu penilaian yang umum bahwa orang yang berkeluarga atau

pernahberkeluarga diangap memilki kedudukan yang terhormat.

2. Perkawinan dari segi agama

perkawinan merupakan suatu hal yang dipandang suci lagi baik, karena itu

tidak mengherankan jika semua agama pada dasarnya mengakui keberadan instiusi

perkawinan.19Seperti halnya dalam agama Islam yang memandang bahwa pernikahan

itu adalah bukti kebijaksanan Alah swt dalam mengatur mahlukNya, dalam QS,

An-Najm/53:45.























Terjemahnya :

19

(43)

‘’Dan bahwasanya Dialah yang menciptakan berpasang-pasangan pria dan wanita’’20

Ayat di atas menyatakan kepada kita, bahwa Islam merupakan ajaran yang

menghendaki adanya keseimbangan hidup antara jasmani dan rohani, antara duniawi

dan ukhrawi, antara materi dan spiritual. Oleh sebab itu, selain sebagai sunatullah

yang bersifat kodrati, perkawinan dalam Islam juga merupakan sunnah Rasul-Nya.

3. Perkawinan dari segi Hukum

Perkawinan dari segi hukum, perkawinan dipandang sebagai suatu perbuatan

(peristiwa) hukum yakni perbuatan dan tingkah laku subjek hukum yang mempunyai

kekuatan mengikat bagi subjek hukum atau karena subjek hukum itu terikat oleh

kekuatan hukum.

Al-Qur’an menjuluki perkawinan sebagai Mitsaqan Ghalizhan, artinya

perjanjian yang sangat kuat dan perlu dipertahankan kelangengangnya guna untuk

mewujudkan perjanjian yang kuat. Sebelum akad nikah dilaksanakan ada kegiatan

pernikahan yang perlu diperhatikan oleh calon pengantin, baik mempelai laki-laki

maupun perempuan.21 Kegiatan pernikahan yang dimaksud ialah apa yang umum

dikenal sebagai muqadimah nikah yaitu perihal pemilhan pasangan suami istri.22

3. Tujuan Pernikahan

Pernikahan merupakan tujuan syariat yang dibawah oleh nabi Muhammad

saw, yaitu penataan ikhwal manusia dalam kehidupan duniawi dan ukrawi. Dengan

20

Kementrian Agama Republik Indonesia, Al-Quran dan Terjemahan (Jakarta Timur: CV Darus Sunnah, 2013), h. 529.

21

Husain Mazhahiri,Bunga Dalam Rumah Tangga(Bandung: Cahaya, 2001), h.70.

22

(44)

25

pengamatan sepintas lalu, pada batang tubuh ajaran fiqih, Zakariyah Darajat

mengemukakan lima tujuan dalam pernikahan yaitu :23

a. Memenuhi hajat manusia.

b. Memenuhi panggilan agama, memelihara diri dari kejahatan dan kerusakan.

c. Menumbuhkan kesungguhan untuk bertanggung jawab menerima hak serta

kewajiban, juga bersungguh-sungguh untuk memperoleh harta kekayaan

yang halal.

d. Membangun rumah tangga untuk membentuk masyarakat yang tentram atas

dasar cinta dan kasih sayang.

Perkawinan juga bertujuan untuk menata keluarga sebagai subjek untuk

membiasakan pengalaman-pengalaman agama. Fungsi keluarga adalah menjadi

pelaksana pendidikan yang paling menentukan. Sebab keluarga salah satu diantara

lembaga pendidikan informal, ibu bapak yang dikenal pula pertama oleh putra

putrinya dengan segala perlakuan yang diterima dan dirasakannya, dapat menjadi

dasar pertumbuhan kepribadian sang putra-putri itu sendiri.

Tujuan pernikahan menurut agama Islam ialah untuk memenuhi petunjuk

agama dalam rangka mendirikan keluarga yang harmonis, sejahtera, dan bahagia.

Harmonis dalam menggunakan hak dan kewajiban anggota keluarga. Sejahtera

artinya terciptanya ketenangan lahir dan batin disebabkan terpenuhinya keperluan

hidup lahir dan batinnya, sehingga timbullah kebahagiaan, yakni kasih sayang antar

23

(45)

anggota keluarga.24 Rumusan tujuan pernikahan di atas dapat diperinci sebagai

berikut:25

a. Mendapatkan dan melangsungkan keturunan Naluri manusia mempunyai

kecenderungan untuk mempunyai keturunan yang sah keabsahan anak

keturunan yang diakui oleh dirinya sendiri, masyarakat, negara dan

kebenaran keyakinan agama Islam memberi jalan untuk itu. Agama memberi

jalan hidup manusia agar hidup bahagia di dunia dan akhirat. Kebahagian

dunia danakhirat dicapai dengan bermasyarakat. Kehidupan keluarga

bahagia, umumnya antara lain ditentukan oleh kehadiran anak-anak. Anak

merupakan buah hati dan belahan jiwa.

b. Penyaluran syahwat dan penumpahan kasih sayang berdasarkan tangung

jawab, Sudah menjadi kodrat ibadah Alah swt, manusia diciptakan

berjodoh-jodohan dan diciptakan oleh Alah swt mempunyai keinginan untuk

berhubungan antara pria dan wanita. Disamping perkawinan untuk

pengaturan naluri seksual juga untuk menyalurkan cinta dan kasih sayang

dikalangan pria dan wanita secara harmonis dan bertanggung jawab.

Penyaluran cinta dan kasih sayang yang di luar perkawinan tidak akan

menghasilkan keharmonisan dan tangung jawab yang layak, karena

didasarkan kebebasan yang tidak terikat oleh satu norma. Satu-satunya

norma yang ada pada dirinya masing-masing. Sedangkan masing-masing

orang mempunyai kebebasan perkawinan mengikat adanya kebebasan

24

Abd. Rahman Ghazaly,Fiqih Munakahat, h. 22.

25

(46)

27

menumpahkan cinta dan kasih sayang secara harmonis dan tanggung

jawab.26

c. Memelihara diri dari kerusakan, Ketenangan hidup dan cinta serta kasih

sayang keluarga dapat ditunjukan melalui perkawinan. Orang-orang yang

tidak melakukan penyalurannya dengan perkawinan akan mengalami

ketidakwajaran dan dapat menimbulkan kerusakan,entah kerusakan dirinya

sendiri ataupun orang lain bahkan masyarakat, karena manusia mempunyai

nafsu, sedangkan nafsu itu condong untuk mengajak kepada perbuatan yang

tidak baik. Dorongan nafsu yang utama ialah nafsu seksual, karenanya

perlulah menyalurkan dengan baik, yakni perkawinan dapat mengurangi

dorongan yang kuat atau dapat mengembalikan gejolak nafsu seksual.

d. Menimbulkan kesungguhan bertangung jawab dan mencari harta yang halal,

hidup sehari-hari menunjukan bahwa orang-orang yang belum berkeluarga

tindakanya masih sering dipengaruhi oleh emosinya sehinga kurang mantap

dan kurang bertangung jawab. Kita dapat lihat para pekerja yang sudah

berkeluarga lebih rajin dibanding dengan para pekerja bujangan. Demikian

pula dalam mengunakan hartanya, orang-orang yang telah berkeluarga lebih

efektif dan hemat, karena mengingat kebutuhan keluarga di rumah. Jarang

pemuda-pemudi yang belum berkeluarga memikirkan hari kedepannya,

mereka berfikir untuk hari ini, barulah setelah mereka kawin, memikirkan

bagaimana caranya mendapatkan bekal untuk memenuhi kebutuhan

keluarganya.

26

(47)

e. Membangun rumah tangga dalam rangka membentuk masyarakat sejahtera

berdasarkan cinta dan kasih sayang, suatu kenyataan bahwa manusia di

dunia tidaklah berdiri sendiri melainkan bermasyarakat yang terdiri dari

unit-unit yang terkecil yaitu keluarga yang terbentuk untuk mencapai kebahagian.

Kebahagian masyarakat dapat dicapai dengan adanya ketenangan dan

ketentraman angota keluarga dalam keluarga. Keluarga merupakan bagian

masyarakat menjadi faktor yang terpenting dalam ketenangan dan

ketentraman masyarakat.

Dengan demikian tujuan perkawinan menurut Islam adalah tersalurnya naluri

seks kedua insan yang berlainan jenis secara sah, sehingga keduanya dapat

melestarikan kehidupannya. Sulaiman Al-Mufarraj, dalam bukunya Bekal Pernikahan

menjelaskan bahwa ada 15 tujuan pernikahan yaitu:27

a. Sebagai ibadah dan mendekatkan diri pada Allah swt. Nikah juga dalam rangka

taat kepada Allah swt dan Rasul-Nya.

b. Untuk ‘iffah (menjauhkan diri dari hal-hal yang dilarang; ihsan membentengi

diri) danmubadho’ahbiasa melakukan hubungan intim).

c. Memperbanyak umat Muhammad saw.

d. Menyempurnakan Agama.

e. Menikah termasuk sunnahnya para utusan Allah.

f. Melahirkan anak yang dapat memintakan pertolongan Allah untuk ayah dan ibu

mereka saat masuk surga.

27

(48)

29

g. Menjaga masyarakat dari keburukan, runtuhnya moral, perzinaan dan lain

sebagainya.

h. Legalitas untuk melakukan hubungan intim, menciptakan tanggung jawab bagi

suami dalam memimpin rumah tangga, memberi nafkah dan membantu istri di

rumah.

i. Mempertemukan tali keluarga yang berbeda sehingga memperkokoh lingkaran

keluarga dan Saling mengenal dan menyayangi.

j. Menjadikan ketenangan kecintaan dalam jiwa suami dan istri.

k. Sebagai pilar untuk membangun rumah tangga Islam yangsesuai dengan

ajaran-Nya terkadang bagi orang yang tidak menghiraukan kalimat Allah swt. Maka

tujuan nikahnya akan Menyimpang.

l. Suatu tanda kebesaran Allah swt. kita melihat orang yang sudah menikah,

awalnya mereka tidak saling mengenal satu sama lainnya, tetapi dengan

melangsungkan tali pernikahan hubungan keduanya biasa saling mengenal dan

sekaligus mengasihi.

m. Memperbanyak keturunan umat Islam dan menyemarakkan bumi melalui

proses pernikahan.

n. Untuk mengikuti panggilan iffah dan menjaga pandangan kepada hal-hal yang

diharamkan.

Berdasarkan uraian sebelumnya tentang tujuan dari perkawinan penulis

menyimpulkan bahwa yang menjadi tujuan pernikahan ialah untuk membentuk suatu

(49)

Esa, yang dibangun atas dasar cinta dan kerelaan dua insan untuk membina dan

membangun sebuah rumah tangga.

4. Hukum melakukan perkawinan

Hukum melakukan perkawinan , Ibnu Rusyd menjelaskan : segolongan

fukaha, yakni jumhur (mayoritas ulama) berpendapat bahwa nikah itu hukumnya

sunnah. Golongan Zhaririyah berpendapat nikah itu untuk sebagian orang, sunnah

untuk sebagian lainnya dan mubah untuk segolongan orang lain demikian itu menurut

mereka ditinjau dari berdasarkan kekhawatiran (kesusahan) dirinya.28

Terlepas dari pendapat ulama diatas, Islam sangat menganjurkan kaum

muslimin yang mampu agar melangsungkan perkawinan. Dan hukum melakukan

perkawinan ini bisa berbeda sesuai dengan kondisi yang akan melakukan tersebut dan

tujuan melakukannya. Hukum melakukan perkawinan tersebut disebut wajib, sunnah,

haram, mubah, atau makruh.

a. Pernikahan Yang Hukumnya wajib

Bagi orang yang telah mempunyai kemauan dan kemampuan untuk kawin dan

dikhawatirkan akan tergelincir pada perbuatan zina seandainya tidak kawin maka

hukum melakukan bagi orang tersebut adalah wajib. Hal ini didasarkan pada

pemikiran hukum bahwa setiap muslim wajib menjaga diri untuk tidak berbuat yang

terlarang. Jika penjagaan diri itu harus dengan melakukan perkawinan, sedang

menjaga diri itu wajib, maka hukum melakukan perkawinan itu wajib.

b. Pernikahan Yang Hukumnya Sunnah

28

(50)

31

Orang telah mempunyai kemauan dan kemampuan untuk melangsungkan

pernikahan, tetapi kalau tidak kawin tidak dikhawatirkan akan berbuat zina, maka

hukum melakukan pernikahan bagi orang tersebut adalah sunnah. Alasan menetapkan

hukum sunnah itu ialah anjuran Al-quran seperti tersebut dalam surah An-Nur ayat 32

dan hadits nabi yang diriwayatkan bukhari dan muslim dari Abdullah bin mas’ud

yang dikemukakan dalam menerangkan sikap agama Islam terhadap pernikahan. Baik

yang Al-Quran maupun Al-Sunnah tersebut berbentuk perintah tetapi berdasarkan

qarimah-qarimah yang ada, perintah nabi tidak memfaedahkan hukum wajib, hukum

sunnah saja.

c. Pernikahan Yang Hukumnya Haram

Bagi orang yang mempunyai keinginan dan tidak mempunyai kemampuan

serta tanggung jawab untuk melaksanakan kewajiban dalam rumah tangga sehingga

apabila melangsungkan pernikahan akan terlantarlah dirinya dan istrinya, maka

hukum melakukan pernikahan bagi orang yang tersebut haram. Termasuk hukumnya

haram apabila seseorang kawin dengan maksud untuk menelantarkan orang lain,

masalah wanita yang dikawini itu yang tidak diurus hanya agar wanita itu tidak dapat

kawin dengan orang lain.

d. Pernikahan Yang Hukumnya Makruh

Bagi orang yang mempunyai kemampuan untuk melakukan perkawinan juga

cukup mempunyai kemampuan menahan diri sehingga tidak memungkinkan dirinya

tergelincir berbuat zina sekiranya tidak kawin hanya saja orang ini tidak mempunyai

keinginan yang kuat untuk dapat memenuhi kewajiban suami istri dengan baik.

(51)

Bagi orang yang memiliki kemampuan untuk melakukannya, tetapi apabila

tidak melakukannya tidak khawatir akan berbuat zina dan apabila melakukannya juga

tidak akan menelantarkan istrinya. Perkawinan orang tersebut hanya di dasarkan

untuk memenuhi kesenangan bukan dengan tujuan menjaga kehormatan agamanya

dan penghambatnya kawin. Hukum Mubah ini ditujukan bagi orang yang antaran

pendorong dan penghambatnya untuk kawin itu sama, sehingga menimbulkan

keraguan orang yang akan melakukan kawin, seperti mempunyai keinginan tetapi

belum mempunyai kemampuan untuk melakukan tetapi belum mempunyai kemauan

yang kuat.

5. Hikmah perkawinan

Nikah adalah salah satu asas pokok dalam hidup terutama dalam pergaulan

atau masyarakat yang sempurna. Bukan saja perkawinan itu satu jalan yang paling

mulia untuk mengatur kehidupan rumah tangga dan keturunan, Tetapi perkawinan itu

dapat dipandang sebagai satu jalan menuju pintu perkenalan antara satu kaum dengan

yang lain, serta perkenalan itu akan menjadi jalan buat menyampaikan pertolongan

antara satu dengan yang lainnya.

Dalam komplikasi hukum Islam juga mengatur tentang perkawinan yang

menyebutkan :

‘’Perkawinan bertujuan untuk mewujudkan kehidupan rumah tangga yang sakinah, wawadah, dan warahmah’’

Dengan demikian tujuan perkawinan dalam Islam adalah usaha untuk

membentuk keluarga yang bahagia, sehingga terjalin sikap tolong-menolong pada

berbagai bidang kehidupan dalam keluarga masyarakat dalam rangka beribadah

(52)

33

Rasululah saw menganjurkan kepada umatnya yang sudah mapan untuksegera

membentuk rumah tangga, karena perkawinan merupakan perkara yang mempunyai

banyak hikmah, diantaranya sebagai berikut:

a. Sebagai Kebutuhan Biologis

Naluri seks adalah naluri yang paling kuat dan keras yang selamanya

menuntut adanya jalan keluar. Kawin adalah jalan alami dan biologis yang paling

baik dan sesuai untuk menyalurkan dan memuaskan naluri seks tersebut.29

b. Membentuk Keluarga Mulia

Perkawinan adalah jalan terbaik utuk membuat anak-anak menjadi mulia,

memperbanyak keturunan, melestarikan hidup manusia serta memelihara nasab yang

oleh Islam sangat diperhatikan.

c. Naluri Kasih Sayang

Tumbuhnya naluri kebapakan dan keibuan yang saling melengkapi, tumbuh

perasaan cinta dan sayang dalam suasana hidup dengan anak-anak, semua itu hanya

bisa diwujudkan melalui perkawinan.

d. Menumbuhkan Tanggung Jawab

Adanya rasa tanggung jawab yang dapat mendorong ke arah rajin bekerja,

bersungguh-sungguh dan mencurahkan perhatian, baik itu kepada istri dan anak yang

merupakan bagian dari tanggung jawab kita sebagai kepala rumah tangga.

29

(53)

e. Memperteguh Silaturahim

Dengan perkawinan dapat membuahkan tali kekeluargaan, memperteguh

kelanggenan, rasa cinta antara keluarga dan memperkuat hubungan dalam kehidupan

bermasyarakat.

f. Menundukan Pandangan

Islam mendorong untuk segera menikah jika sudah mempunyai kemampuan

terhadap itu karena menikah itu lebih menundukan pandangan, lebih menjaga

kemaluan, lebih menenangkan jiwa dan lebih menjaga agama.

Dari uraian tersebut penulis memahami bahwa hikmah dari perkawinan adalah

merupakan suatu bentuk upaya untuk membentengi diri, dalam menjalani hidup dan

kehidupan sehinga terhindar dari hal-hal yang negatif, serta sekaligus suatu bentuk

pemantapan pendewasan karena adanya kesadaran akan hak dan kewajiban yang

harus terbangun dalam rumah tangga. Sedangkan Menurut Ali Ahmad Al-jurjawi

hikmah-hikmah perkawinan diantaranya adalah sebagai berikut:

a. Dengan pernikahan maka banyaklah keturunan. Ketika keturunan itu

banyak, maka proses memakmurkan bumi berjalan dengan mudah, karena

suatu perbuatan yang harus dikerjakan bersama-sama akan sulit jika

dilakukan secara individual. Dengan demikian keberlangsungan keturunan

dan jumlahnya harus terus dilestarikan sampai benar-benar makmur.

b. Keadaan hidup manusia tidak akan tenteram kecuali jika keadaan rumah

tangganya teratur. Ketertiban tersebut tidak mungkin terjadi kecuali harus

(54)

35

nikah diisyaratkan, sehingga keadaan kaum laki-laki menjadi tenteram dan

dunia semakin makmur.

c. Laki-laki dan perempuan adalah dua sekutu berfungsi memakmurkan dunia

masing-masing dengan ciri khasnya berbuat dengan berbagai macam

pekerjaan.

d. Sesuai dengan tabiatnya, manusia itu cenderung mengasihi. Adanya istri

yang bisa menghilangkan kesedihan dan ketakutan. Istri berfungsi dalam

suka dan penolong dalam mengatur kehidupan. Istri berfungsi untuk

mengatur rumah tangga yang merupakan sendi penting bagi kesejahteran.

e. Manusia diciptakan dengan memilki rasa ghirah (kecemburuan) untuk

menjaga kehormatan dan kemuliaannya. Pernikahan akan menjaga

pandangan yang penuh syahwat terhadap apa yang tidak dihalalkan

untuknya. Apabila keutaaman dilanggar, maka akan datang bahaya dari dua

sisi; yaitu melakukan hinaan dan timbulnya permusuhan dikalangan

pelakunya dengan melakukan perzinahan dan kepasikan. Adanya tindakan

seperti itu, tanpa diragukan lagi, akan merusak peraturan alam.

f. Perkawinan akan melahirkan keturunan serta menjaganya. Di dalamnya

terdapat faedah yang banyak, antara lain memelihara hak-hak dalam warisan,

seoranglaki-laki yang tidak mempunyai istri tidak mungkin mendapatkan

anak, tidakpula mengetahui pokok-pokok serta cabangnya di antara sesama

manusia. Hal ini dikehendaki agama manusia.

g. Berbuat baik yang banyak lebih dari pada berbuat baik sedikit. Pernikahan

(55)

h. Manusia itu jika mati terputuslah semua sama perbuatanya yang

mendatangkan rahmat dan pahala kepadanya. Namun apabila masih

meninggalkan anak dan istri, mereka akan mendoakan dengan kebaikan

hingga mereka akan mendoakan dengan kebaikan hingga amalanya tidak

terputus dan pahalanya pun tidak ditolak. Anak shaleh merupakan amalan

yang tetap masih tertinggal meskipun

Referensi

Dokumen terkait

Hal ini berkaitan dengan hak menentukan diri sendiri (the right to self determination) sebagai dasar hak asasi manusia dan hak pasien untuk mendapatkan informasi yang

kandungan unsur hara yang diterima tanaman akan semakin tinggi pula, tetapi pemberian dosis pupuk yang berlebihan mengakibatkan tanaman akan layu dan

1) Jika nilai probabilitas korelasi sig-2 tailed lebih kecil dari tingkat signifikansi (α) sebesar 0,10, maka H 0 diterima, sehingga ada pengaruh variabel bebas dengan

Tujuan kegiatan PKM adalah Membangun Polinela Smart Market Place sebagai pilar fasilitas dan sumber belajar digital marketing dan mengembangkan sentra unit

Pada contoh The boy unlock a door at the end of the hall, subjek dan objek kalimat merupakan frasa nomina yang terdiri dari boy, door berkelas kata atau

Rendahnya kerja keras pada siswa kelas IV terlihat dari kurangnya kesungguhan siswa dalam mengerjakan tugas dan siswa menyelesaikan tugas tidak sesuai dengan