• Tidak ada hasil yang ditemukan

RUMAH TRADISIONAL NIAS PASCA GEMPA BUMI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "RUMAH TRADISIONAL NIAS PASCA GEMPA BUMI"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

RUMAH TRADISIONAL NIAS PASCA GEMPA BUMI 2005 STUDI KASUS : DESA BAWOMATALUO, NIAS SELATAN

NIAS TRADITIONAL HOUSES AFTER THE GREAT EARTHQUAKE 2005 CASE STUDY : BAWOMATALUO VILLAGE OF SOUTH NIAS

Isnen Fitri*

Nias is small island 120 km west offshore the Indonesian archipelago of Sumatra. The Nias traditional houses which are famous with its uniqueness in form and dimension representing one of Indonesian cultural property. The resistance of traditional houses to earthquake had been re-tested on big earthquake measuring 8.7 on Richter scale at the end of March 2005. At this moment, it effects to damage of the houses particularly the traditional houses in Southern part of Nias Island. The Nias traditional house has been renowned as earthquake house resistant for a long time ago. Therefore, it is necessary to inventories the damage of the houses and to reveal the aspect which influences its damage as well. The inventory intends to contribute to the system of this building structure itself mainly at the middle structure. It seems that the diagonal post shaping V at the substructure is unable to rigid the mid-structure when the earthquake occurs. Therefore, it influenced the stiffness of the roof structure as well. However, it needs further investigation to prove it.

In conclusion, the condition of Omo hada (house for ordinary people ) in Bawomataluo village after the earthquake is better than other traditional village in southern part of Nias such as Hilisimaetano village. The house-form maintaining as the earlier type (detached house) has comprehensively supported the stiffness of the house structure during the earthquake. However, likewise the Omo sebua, it has been found out the weakness of the Omo hada structure; therefore, it is necessary to improve its structure for future development.

ABSTRAK

(2)

Selatan. Selama ini, rumah tradisional Nias dikenal sebagai rumah tahan gempa. Oleh karena itu, perlu dilakukan inventori untuk mengetahui penyebab dan tingkat kerusakan rumah-rumah tersebut. Hasil inventori ini diharapkan dapat berkontribusi dalam proses rekonstruksi dan rehabilitasi desa dan rumah di Nias Selatan setelah gempa bumi 2005.

Dari pengamatan yang dilakukan terhadap rumah bangsawan/raja (Omo Sebua) di kampung Bawomataluo dapat disimpulkan bahwa penurunan kualitas material kayu bangunan menyebabkan rusaknya dan miringnya bangunan. Selain itu, ditemukan bahwa kerusakan juga disebabkan oleh kelemahan struktur rumah Nias itu sendiri, terutama pada struktur bagian tengah bangunan. Batang diagonal berbentuk V sebagai pengaku bagian bawah bangunan tidak mampu menahan goncangan pada bagian tengah bangunan. Hal ini juga akan berpengaruh pada struktur atap bangunan. Namun hal ini tentu saja memerlukan penelitian lebih lanjut untuk membuktikannya

Seara umum, dapat disimpulkan bahwa kondisi Omo hada di desa Bawomataluo lebih baik daripada desa lain yang setipe, seperti halnya desa Hilisimaetano. Susunan rumah yang masih dipertahankan seperti tipe awalnya, sangat mendukung kekakuan struktur bangunan rumah-rumah secara keseluruhan. Namun, seperti halnya Omo sebua, ditemukan beberapa kelemahan struktur rumah Omo hada sehingga diperlukan perbaikan strukturnya untuk pengembangannya di masa mendatang.

1. PENDAHULUAN

Gempa hebat berkekuatan 8.7 skala richer yang terjadi di Pulau Nias akhir bulan Maret 2005 telah mengakibatkan kurang lebih 10.000 jiwa meninggal dan ribuan unit bangunan dan fasilitas umum rusak bahkan runtuh. Jumlah total rumah dan fasilitas bisnis yang rusak berat, rusak ringan dan rusak total 9177 unit. Kemudian puluhan gedung pemerintahan, sekolah, tempat ibadah, jembatan dan jalan rusak. Beberapa pelajaran yang bisa dipetik dari kejadian bencana gempa yang melanda pulau Nias dan sekitarnya salah satu adalah kearifan lokal (local wisdom) dari bangunan tradisional dalam ketahanan terhadap akibat gempa. Seperti yang dilihat di televisi dan media massa bahwa umumnya sebagian penduduk yang merupakan korban reruntuhan dari rumah tinggal mereka yang menggunakan konstruksi bangunan modern (menggunakan teknik konstruksi batu bata). Namun demikian, tidak semua rumah tradisional bertahan terhadap bencana gempa yang dahsyat ini. Beberapa rumah tradisional di desa-desa tradisional baik di Kabupaten Nias maupun di Nias Selatan seperti Sihareo Orahili, Bawomataluo, Hilisimaetano, Hilinawalo Mazingo, Onohondro, Botohili, juga mengalami kerusakan walaupun tingkat kerusakan yang terjadi tidak seberat pada bangunan modern di Gunung Sitoli dan Teluk Dalam.

Dari observasi awal inventori bulan Juli 2005 pada beberapa desa tradisional di pulau Nias, tidak banyak rumah tradisional yang rubuh, bisa dihitung dengan jari, akan tetapi umumnya rumah-rumah tradisional ini mengalami kerusakan dan mengkuatirkan penghuni yang tinggal di dalamnya. Oleh karena itulah inventori ini perlu dilakukan agar memperoleh data yang lebih detail mengenai kerusakan yang dialami. Agar lebih mudah didalam upaya perbaikannya dan pelestriannya di masa yang akan datang.

2. TUJUAN DAN MANFAAT

Inventori rumah tradisional Nias pasca bencana gempa bumi 2005 bertujuan :

(3)

 Untuk mengetahui kerusakan-kerusakan, kelemahan-kelemahan, dan kekuatan yang terjadi pada rumah tradisional di desa Bawomataluo, Kabupaten Nias Selatan pasca gempa bumi 2005, sehingga dengan demikian akan dapat diambil langkah-langkah untuk perbaikan dan pelestariannya.

Manfaat Inventori

 Sebagai masukan kepada pihak-pihak terkait dalam upaya perbaikan (rehabilitasi) perumahan di Nias setelah bencana gempa Maret 2005

 Sebagai data awal untuk penelitian lebih lanjut mengenai pengembangan dan pelestarian rumah tradisional Nias.

3. METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Metoda Pengumpulan Data

Inventori atau pendataan ini bersifat deskriptif, eksploratif dan kualitatif dengan menggunakan beberapa metode seperti :

 Metoda Survey

Survey yang dilakukan karena jumlah responden dan pendataan yang dilakukan tersebar secara geografis.

 Metoda Wawancara

Wawancara yang dilakukan kepada informan yang terpilih, baik kepada perseorangan, misalnya ahli waris rumah, tokoh adat, agama, kepala desa dan masyarakat. Model wawancara yang dilakukan adalah wawancara tak terpimpin artinya pertanyaan yang diajukan secara bebas, tak berpola namun berpedoman pada tujuan inventori/penelitian.

 Metoda Pengamatan

Berdasarkan pelaksanaannya, metoda pengamatan dapat dibedakan sebagai berikut

 Metoda Pengamatan Langsung, dilakukan tanpa peralatan khusus. Peneliti mengamati langsung dan mencatat segala sesuatu yang terjadi dalam situasi nyata studi kasus inventori.

 Metoda Pengamatan Tidak Langsung, dilakukan dengan menggunakan peralatan tertentu, misalnya kamera, video, tape recorder.

3.2. Metoda Analisis Data

Data disusun dari pengamatan langsung dan tidak langsung kemudian distrukturkan dalam satu database. Kemudian dilakukan studi komparasi dari terhadap rumah dari desa lain yang memiliki tipologi yang sama dengan studi kasus. Akan tetapi sebelum studi komparasi ini telah dilakukan diakronik analisis tentang kondisi rumah sebelum gempa dan kondisi rumah pasca gempa bumi baik melalui literatur maupun hasil wawancara. Analisa ini bertujuan untuk mendapatkan data perubahan fisik bangunan sebelum dan sesudah gempa bumi.

3.3. Lokasi Studi

(4)

dan dikategorikan sebagai salah satu tipe dari kurang lebih tiga tipe dasar rumah tradisional di pulau Nias. Alasan pemilihan desa ini adalah :

 Bawomataluo merupakan salah satu desa yang menjadi andalan wisata di Nias Selatan. Desa ini memiliki Omo Sebua dan Omo Hada yang masih berdiri hingga kini dan mendapat pengaruh gempa.

 Hilisimaetano juga merupakan desa tradisional yang menjadi tujuan wisata di Nias Selatan, dan terdapat beberapa bangunan/rumah tradisional yang rubuh pasca bencana gempa.

 Kedua desa ini memiliki prototipe bangunan yang hampir sama sehigga memungkinkan untuk diperbandingkan.

4. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1. Latar Belakang Sejarah Kampung dan Bangunan

Pada masa dahulu, sebuah desa di Nias merupakan satu bagian yang penting dalam kehidupan masyarakat Nias. Kepemimpinan tradisional yang diturunkan dari generasi ke generasi telah menjadikan sebuah desa menjadi satu pemerintahan kecil yang berdiri sendiri. Akan tetapi, kepemimpinan ini sejak pemerintah kolonial Belanda masuk ke Nias telah berkurang, dan semakin berkurang setelah kemerdekaan Indonesia. Setelah itu, desa-desa di Nias terutama di Bawomataluo berkembang menurut model administrasi pemerintahan Republik Indonesia.

Sebuah desa di Nias sering disebut dengan Banua, yang memiliki arti sebagai desa berikut dengan komunitas, wilayah (bumi) dan langit (dunia) yang melingkupinya. Dahulu, desa di Nias dipagari agar terlindung dari serangan musuh. Kadang kala desa dipagari dengan barisan bambu yang rapat dan menjulang tinggi, ada juga yang memilih lokasi desa agak jauh dan letaknya lebih tinggi sehingga agak sulit dicapai oleh musuh.

Umumnya desa di Nias terutama di Nias Selatan, misalnya desa Bawomataluo dibentuk oleh jalan yang lurus (linier) memanjang sepanjang beberapa ratus meter, yang dibatasi dikedua sisinya dengan barisan rumah-rumah yang membentuk bentuk L atau T. Desa Bawomataluo terdiri dari kurang lebih 200 rumah dan sekitar 800 jiwa penduduk. Desa ini terletak di atas bukit yang cukup tinggi, akses ke desa melalui tangga menuju gerbang desa dan jalan utama desa (ewali). Jalan utama ini kira-kira pada pertengahannya terdapat simpang (node) dengan jalan lain yang posisinya tegak lurus terhadap jalan utama tersebut. Sehingga persimpangan ini berbentuk seperti lapangan dan sering digunakan sebagai tempat pertemuan (assembly square). Rumah pemimpin atau bangsawan (omo sebua) sering diletakan di persimpangan ini, kemudian di depannya terdapat beberapa batu ukir (megalit) yang merupakan hasil pagelaran pesta yang telah berlangsung di desa tersebut. Beberapa rumah telah berganti menjadi tipe rumah Melayu modern bahkan ada yang menggunakan kontruksi batu bata seperti halnya rumah modern yang sering ditemukan saat ini di kota-kota lain di Indonesia.

Sebuah monograph omo sebua di Bawomataluo ini telah dilakukan oleh De Boer pada tahun 1920. Monograph ini dilakukan oleh Pemerintah Hindia Belanda di Batavia untuk keperluan pembuatan replika rumah tradisional Nias di Jakarta (dulu Batavia). Kemudian, penelitian terhadap hiasan-hiasan, ukiran-ukiran di dalam rumah dan kampung Bawomataluö dilakukan oleh Feldman tahun 1977.

(5)

menggunakan paku, sepenuhnya bertumpu pada sistem sambungan pasak. Ditinjau dari organisasi ruangnya, semua rumah dibagi menurut depan dan belakang, dimana bagian depan merupakan ruang untuk umum (publik) dan bagian belakang merupakan ruang privat. Rumah untuk orang biasa (omo hada) di desa-desa Nias Selatan merupakan tipe semi detached, artinya satu unit bangunan terdiri dari dua rumah yang dipisahkan oleh gang kecil (jalan setapak) berfungsi sebagai jalan masuk ke masing-masing rumah. Hal ini berbeda dengan jalan akses untuk Omo Sebua yang diletakkan dibagian bawah bangunan menuju sumbu bagian tengah longitudinal bangunan di antara barisan tiang bangunan.

Omo sebua di kampong Bawömataluö merupakan rumah bangsawan yang paling

berkesan di seluruh pulau Nias. Rumah bangsawan di Bawomataluo diketahui dengan tepat berdirinya tahun 1878 bersamaan dengan berdirinya Bale. Sedangkan omo hada di kampong ini menurut penghuninya telah didirikan sekitar 5 keturunan ( 125 – 150 tahun yang lampau). Rumah ini berdiri diatas tiang-tiang raksasa denga ketinggian total 24 meter. Bagian yang dapat di duduki hanya seper enam dari ketinggiannya, dan atap dua per tiga dari tingginya.

4.2. Identifikasi Kerusakan akibat gempa

Desa Bawomataluo yang diambil sebagai studi kasus juga mendapat pengaruh gempa walaupun tidak sebanyak desa Hilisimateno. Menurut penuturan penduduk setempat, terdapat satu orang yang meninggal dunia ketika terjadi gempa bumi yang keras tersebut akhir amret 2005. Akan tetapi, korban meninggal bukan karena tertimpa oleh reruntuhan bangunan melainkan karena shock dan mengalami serangan jantung. Berikut data kerusakan yang dialami akibat gema bumi tersebut yaitu :

 Pelataran atau assembly square di depan Omo Sebua mengalami retak dan terbelah

 Megalit : tempat duduk raja nicholo-cholo rusak dan patah

 Hampir semua bagian belakang bangunan (extended house) yang terbuat dari konstruksi bata mengalami retak dan rusak.

 Sekitar 10 % bangunan rumah tradisional mengalami kerusakan ringan.

 Bangunan Omo sebua mengalami kerusakan yang cukup serius.

Kerusakan yang dialami oleh bangunan omo sebua dapat dilihat pada struktur bagian bawahnya. Tiang atau kolom rumah mengalami pergeseran dari alasnya yang berfungsi sebagai pondasi. Tiang-tiang tidak ditanam di dalam tanah, akan tetapi duduk diatas pondasi batu, sehingga dasar dari tiang-tiang lebih fleksibel bergerak dan bergeser pada saat gempa berlangsung. Pergeseran tiang-tiang yang menyebabkan rumah tradisional Nias menjadi kuat dan tidak destruktif ketika terjadi gempa. Jika tiang ditanam didalam tanah, akan terjadi patahan pada tiang seperti halnya yang terjadi pada bangunan modern saat ini. Namun, sambungan pasak

Gbr. 1. Palataran (assembly square) yang sering dijadikan tempat upacara dan pertemuan rekah dan

terbelah (kondisi sudah diperbaiki)

(6)

antara tiang pengaku struktur bawah (ndriwa) Omo sebua yang berbentuk V dengan tiang-tiang lainnya. Berdasarkan pengamatan lebih detail, ternyata sebagian besar perenggangan sambungan ini di dominasi oleh kerusakan tiang dimana umur tiang (dalam hal ini kayu) yang sudah mencapai hampir ratusan tahun. Bagian sambungan tiang-tiang kayu banyak yang sudah tidak utuh lagi atau lapuk, sehingga kontrol seismik antara sambungan hilang, maka ketika terjadi gempa, maka bagian ini merenggang dan berpengaruh kepada struktur lain yang bertumpu kepadanya seperti struktur lantai dan dinding. Terdapat beberapa celah antara dinding dan balok bangunan yang merupakan akibat dari pergeseran tiang-tiang struktur bawah bangunan. Beberapa lantai bangunan juga mengalami pelapukan sehingga tidak kuat menahan beban orang yang berada di atasnya.

Untuk struktur atap agak sulit untuk diamati karena cukup tinggi dan gelap. Secara logika, perenggangan struktur bawah rumah akan berpengaruh juga terhadap struktur atap. Bagian struktur tengah yang tidak memiliki pengaku akan berpengaruh pada struktur atap ketika ada goncangan gempa.

Jika dilihat dari potongan longitudinal bangunan terlihat ketidakseimbangan struktur rumah terutama pada bagian tengah bangunan, seperti yang terlihat pada gambar 3. Terdapat dua buah tiang penyanggah pada balok horizontal (sich;li) di kiri dan kakan bangunan. Tidak

diketahui sejak kapan tiang penyanggah balok horizontal bagian depan rumah dipasang, akan tetapi di asumsikan bahawa tiang tersebut adalah bagian struktur yang baru sebagai salah satu antisipasi terhadap goncangan akibat gempa. Pendapat ini diperkuat mengamati gambar bangunan Omo sebua yang dibuat oleh Boer 1920 bahawa tidak terdapat tiang penyanggah di sichöli. Kedua tiang penyangga ini bertumpu pada batu sebagai pondasinya. Gempa bumi 2005 telah menyebabkan pergeseran kedua tiang penyangga tersebut dari pondasi batu. Kualitas material kedua tiang tersebuh rendah (lapuk) sehingga tidak sanggup lagi menyanggah beban yang ditumpukan kepadanya.(Lihat gambar 4 dan 5.)

Gbr. 3. Pergeseran tiang-tiang struktur bawah Omo sebua Bawomataluo Sumber : digambar ulang dari sketsa Viaro, 1980

Tidak ada batang pengaku diagonal

(7)

Seperti yang telah dideskripsikan pada bagian diatas bahwa sebagian omo hada di Bawomataluo juga mengalami kerusakan. Boleh dikatakan untuk bagian depan yang merupakan rumah induk hanya mengalami kerusakan ringan seperti bagian depan agak miring dan bagian belakang atau rumah tambahan mengalami retak-retak pada dinding bahkan ada yang hampir roboh. Untuk analisa kerusakan rumah bagian depan akan diambil perbandingannya dengan desa lain yaitu Hilisimaetanö yang lebih tinggi tingkat kerusakannya daripada omo hada di Bawomataluo.

Gbr. 6. Kelemahan struktur rumah Omo Hada terlihat pada potongan longitudinal Sumber: Di gambar ulang dari sketsa Viaro 1980

0 1 2 3 m

Struktur bagian badan (tengah ) kurang rigid Gbr. 4. Pergeseran tiang penyanggah balok horizontal rumah

Tali penyanggah

tiang

(8)

Seperti halnya omo sebua, kerusakan omo hada di Bawomataluo antara lain disebabkan usia material kayu yang digunakan dan kelemahan struktur rumah itu sendiri, yaitu pada struktur bagian tengah bangunan tidak terdapat pengaku berupa batang diagonal sebagaimana halnya struktur bagian bawah bangunan. Sehingga bangunan rumah cenderung miring ke bagian depan. Seperti diketahui, bagian depan bangunan ini difungsikan sebagai tempat duduk atau ruang tamu, dimana beban barang dan manusia yang melakukan kegiatan pada bagian tersebut cukup tinggi. Jika dilihat dari kecenderungan kemiringannya secara logika struktur bangunan akan dapat dijelaskan seperti pada gambar 6 dan 7.

Konsep rumah berbaris (memanjang hingga puluhan rumah) sangat menguntungkan dari segi struktur bangunan yang tahan gempa. Hal ini disebabkan karena setiap struktur rumah akan saling mengunci dan menguatkan satu dengan lainnya. Akan tetapi tidak demikian halnya dengan goncangan ke bagian depan dan belakang. Seperti yang dijelaskan sebelumnya, pengaku struktur bawah (ndriwa) berbentuk V tidak cukup untuk menahan goncangan pada bagian tengah bangunan. Sehingga bagian struktur dinding yang menggantung akan cenderung collaps, tidak sanggup menahan goncangannya. Untuk mengantisipasi kelemahan ini, secara spontan penduduk telah memberikan perkuatan tambahan terhadap struktur bangunan rumah mereka seperti yang terlihat pada pada gambar-gambar berikut ini. Sebenarnya hal ini telah lama dilakukan pada Omo Sebua seperti yang telah dijelaskan sebelumnya.

(9)

Walaupun di Bawomataluo tidak semua rumah mengalaminya akan tetapi di desa Hilisimaetano hampir semua rumah mengalami kerusakan ini. Sementara untuk pergeseran ke samping (kiri-kanan) tidak begitu berarti, hal ini disebabkan karena rumah Nias Selatan yang merupakan tipe semi detached atau berdempet satu dengan lainnya membentuk barisan sehingga saling mengunci satu sama lain. Akan tetapi, beberapa rumah yang berubah menjadi rumah modern dengan konstruksi bata maka rumah kayu yang ada disebelahnya akan terkena pengaruh pergeseran yang cukup signifikan. Kasus ini banyak ditemukan di desa Hilisimaetano. Peningkatan tingkat perekonomian penduduknya sering membuat penduduk setempat merubah bangunan menjadi bangunan baru dengan konstruksi modern, tanpa memikirkan efek atau akibatnya terhadap ketahanan rumah-rumah yang ada di sebelahnya. Masyarakat tidak menyadari bahwa jarak rumah yang semakin renggang akibat pembangunan rumah baru tersebut akan berpengaruh pada ketahanan rumah dalam menghadapi guncangan gempa.

4. KESIMPULAN DAN SARAN

Omo sebua di desa Bawomataluo mengalami kerusakan secara struktur. Kerusakan ini lebih disebabkan karena kualitas material kayunya yang mengalami penurunan atau pelapukan. Kerusakan material kayu ini menyebabkan setiap sambungan pasak mengalami perengangan ketika ada goncangan gempa yang kuat. Umur bangunan yang cukup tua dan kurangnya perawatan menjadi penyebab terhadap kerusakan material kayu yang mendominasi keseluruhan bangunan.

Selain kerusakan material, terdapat juga beberapa kelemahan struktur rumah Nias itu sendiri menyebabkan bagian tengah bangunan bisa rusak bahkan rubuh. Batang diagonal berbentuk V sebagai pengaku bagian bawah bangunan tidak mampu menahan goncangan pada bagian tengah bangunan. Hal ini juga akan berpengaruh pada struktur atap bangunan.

Walaupun demikian, kondisi Omo hada di desa Bawomataluo lebih baik daripada desa lain yang setipe, seperti halnya desa Hilisimaetano. Susunan rumah yang masih rapat, sangat mendukung kekakuan struktur bangunan rumah-rumah secara keseluruhan. Namun, seperti halnya Omo sebua, ditemukan beberapa kelemahan struktur rumah Omo hada.

Sebaiknya diberikan perkuatan struktur dinding bangunan omo hada (dapat dilihat dari gambar potongan longitudinal) seperti halnya yang dilakukan pada struktur bagian bawah (sub structure) rumah. Untuk goncangan lateral ke depan dan belakang (dilihat dari gambar potongan transversal) atau ke kiri dan kekanan sepanjang bangunan masih mempertahankan tipe rumah semi detached tidak akan banyak pengaruh kerusakan akibat pergeseran yang terjadi.

(10)

DAFTAR PUSTAKA

1. Domenig, G., 1980, Tektonik im Primitiven Dachbau (Tectonics in Primitive Roof Construction), Zurich;Institut Gaudenz/ETH.

2. E Ariette, Zieglerl, 1990, Festive areas, territories and feasts in the South of Nias in Nias Tribal Treasures, Cosmic reflection in stone, wood and gold, Volkenkundig Museum Nusantara, Delf.

3. Feldman, Jerome Allen, 1977, The Architecture of Nias, Indonesia with special reference to bawomataluo Village, Unpublished Dissertation, Colombia University,

4 Masri Singarimbun dan Sofyan Effendi, 1995, Metode Penelitian Survei, LP3S, Jakarta 5. M.Hämmerle, Johannes, 1986, Famatö Harimao, CV Abidin, Medan.

6. M.Hämmerle, Johannes, 1990, Omo Sebua, Medan.

7. Peter Suzuki,1958, Critical Survey of Studies On The Anthropology of Nias, Mentawei and Enggano. M. Nijhoff.

8. S.P. Napitupulu, dkk, (1986), Arsitektur Tradisional Sumatra Utara, Jakarta, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan

9. Sudrajat, Iwan, 1997, Handoout Metodolologi Penelitian Arsitektur, Program Magister Arsitektur, Pasca Sarjana, ITB, Bandung.

10. Viaro, M.Alain, 1988, Architecturs of Indonesia: the Nias Island , Spazio e Societa, Milano, no.57/1992: 110-121, No.58/1992: 96-109.

11 Viaro, M.Alain, 1990, The traditional architectures of Nias in Nias Tribal Treasures, Cosmic reflections in stone, wood and gold; Volkenkundig Museum Nusantara, Delf.

Referensi

Dokumen terkait

Apakah anda pernah melihat informasi tentang penampilan/ kesegaran/ rasa/ tekstur/ keamanan/ kandungan nutrisi/ manfaat bagi kesehatan/ harga dari sayur organik.. Jika

Kegiatan peningkatan kualitas tersebut meliputi: analisis/karakterisasi kandungan mineral dan komposisi kimia dari tanah liat (tanah lempung) yang digunakan sebagai bahan

Beberapa kegiatan yang dapat dijadikan modus untuk meningkatkan inovasi pada setiap unit bersangkutan, yaitu promosi unit-unit pada stakeholdernya dengan memanfaatkan

Sementara itu menurut Nurhafizah (2011) dalam Agus Wibowo, guru PAUD harus memiliki karakter sebagai berikut: 1) Memiliki sikap perilaku yang mencerminkan rasa

Berdasarkan hasil penelitian selama 12 minggu, maka dapat disimpulkan bahwa penjualan wortel untuk varietas chantenay dan imperator di tingkat pengecer Pasar

Pada saat terdakwa asyik menggunakan ganja, tiba-tiba datang 2 (dua) orang polisi dan menangkap terdakwa ser ta menyita barang bukti berupa 1 (satu) batang rokok surya

Dampak dari pada keterlambatan pelaporan bulanan Sistem Pencatatan dan Pelaporan Terpadu Puskesmas adalah tidak tersedianya data yang up to date yang dapat digunakan

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah (1) Adakah pengaruh motivasi belajar intrinsik terhadap hasil belajar peserta didik pada mata pelajaran Al-Qur’an Hadits di MIN