Mengurangi dan Mengubah Kebiasaan Malas Anak dengan
Menggunakan Komunikasi yang Efektif
Melisa Citra Ika Mulya*
102013443 / D3
Mahasiswa Fakultas Kedokteran Ukrida
Alamat Korespondensi*
Melisa Citra Ika Mulya
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jl. Arjuna Utara No.6, Jakarta 11510
No. Telp (021) 5694-2061
citra_melisa@yahoo.com
Abstrak
Dalam mengubah perilaku anak yang malas, diperlukan komunikasi yang baik. Komunikasi yang baik menyakup tentang bagaimana berempati, berkomunikasi efektif, memperlihatkan dan mengajarkan perilaku sehat serta perilaku positif. Dengan
berkomunikasi empati, sang ibu dapat memperlihatkan kepada anaknya kasih sayangnya sehingga sang anak terdorong untuk berubah karena sang ibu rela berkorban untuk mengajarkan dan memperhatikan anaknya. Di perilaku sehat sang ibu juga mengajarkan reinforcement (reward) kepada si anak supaya anak tersebut terdorong untuk
menggosok giginya dan selain itu sang ibu juga memberi punishment jika sang anak tidak menggosok giginya. Di perilaku positif, sang anak diajarkan oleh ibunya bahwa
Abstrack
In case to change child behavior (laziness), we need a good communication. Good communication needs to know how to give empathic to another people, effective communication, to show and teach healthy life and positive life. With emphatic
communication, mother can show her love to her child. So that, the child will encouraged to brush their teeth because the mother was willing to sacrifice to teach and pay
attention to her child. In healthy life, the mother also teaches about reinforcement (reward) to her child, so that the child will want to brush their teeth. And then the mother also give her child punishment if her child don’t brush their teeth. Then, in a positive life, mother teach her child that brushing teeth is fun. So the child will change his mind and also his feel and his act will change from lazy to diligent.
Skenario D
Seorang anak kecil usia 3 tahun sudah mulai diajarkan oleh ibunya untuk menggosok gigi sendiri. Walau terkadang malas melakukannya, si anak tetap diajak untuk menggosok giginya terutama di pagi dan malam hari. Untuk mengurangi kemalasan itu ibu memberi sebuah koin setiap si anak mau menggosok gigi. Koin ini bisa ditukarkan dengan
makanan kesukaan anak itu bila sudah berjumlah 10 buah.
Pada jaman modern ini, banyak sekali masalah yang terjadi antara dokter dan pasien. Masalah-masalah tersebut dapat timbul karena berbagai macam kesalahan. Salah satunya adalah dalam melakukan suatu komunikasi antara dokter dengan pasien. Komunikasi menjadi bagian yang sangat penting dalam kemanusiaan seorang individu, karena dengan komunikasi ia dapat menjalin hubungan social dengan orang lain. Pada dasarnya komunikasi memang merupakan faktor yang penting dalam hubungan dokter pasien ataupun hubungan seorang ibu dengan anaknya. Karena sangat pentingnya komunikasi dalam kehidupan bersosialisasi, maka hanya dengan komunikasi yang benar saja seseorang sudah dapat merasakan kesembuhan bahkan perubahan sifat atau kebiasaan dari yang buruk menjadi yang lebih baik. Dalam kasus ini ( skenario D ), komunikasi yang dilakukan oleh ibu saja tidak cukup untuk dapat merubah kebiasaan malas si anak. Maka untuk menunjang komunikasi tersebut, maka diperlukan suatu komunikasi mengenai perilaku sehat dan juga perilaku positif kepada si anak. Mengacu pada kasus ini maka dibuatlah makalah ini untuk membahas bagaimana cara
berkomunikasi yang baik dan juga bagaimana dapat merubah kebiasaan anak yang malas agar tidak menjadi malas kembali.
Rumusan Masalah
Seorang anak berusia 3 tahun yang malas menggosok gigi
Hipotesis
Tindakan ibu kepada anak sudah cukup tepat
Sasaran Pembelajaran
1. Mengetahui perilaku anak 3 tahun sesuai dengan fase perkembangannya
3. Mengetahui hubungan sebab akibat dari pemberian reward ( reinforcement ) dan punishment
Isi
Komunikasi Empati
Salah satu kunci dalam melakukan komunikasi yang baik adalah empati. Empati sendiri mempunyai arti yaitu sebuah upaya dan kemampuan untuk mengerti, menghayati, dan menempatkan diri seseorang di tempat orang lain sesuai dengan identitasnya ( nama, usia, jenis kelamin, tinggi, berat badan, dll ), pikiran, perasaan, dan keinginannya.
Dalam berempati, seseorang tidak boleh mencampur baurkan nilai-nilai orang yang berempati dengan nilai orang yang diempati serta tidak bereaksi secara emosional bila nilai orang yang berempati dengan yang diempati berbeda. Jadi, berempati berarti tidak bersikap menghakimi, baik dalam artikata menyalahkan, membenarkan, menyetujui atau tidak menyetujui perbutan seseorang. Lebih singkatnya berarti empati adalah dapat menerima orang lain sebagaimana adanya. Dasar dari empati adalah kasih sayang yang bersifat tanpa pamrih terhadap sesama manusia. Dalam kasus ibu dan anak ini, empati sangat diperlukan oleh seorang ibu. Karena dengan adanya empati ini, maka sang ibu dapat menyampaikan informasi dalam bahasa yang dapat dimengerti oleh anaknya. Hasilnya sang anak dapat mengerti apa yang disampaikan dan dapat merubah kebiasaan buruknya dari malas sikat gigi, menjadi rajin sikat gigi.
Analisa Transaksionil
Dalam analisa transaksionil terdapat 4 macam bentuk interaksi yg dapat dianalisi yaitu:
Struktural analisis, yaitu analisa kepribadian seseorang mengenai perasaan yang
terkait dengan pengalaman masa lalu dan direkam.
Transaksional analisis, yaitu analisis untuk menentukan ego dominan yang sedang
berlangsung (orang tua, dewasa, atau kanak-kanak). Ego ini tidak terpaut oleh umur.
Game analisis, yaitu analisis apa yang tersembunyi dari interaksi yang dilakukan dan
menganalisis apa yang dihasilkan dari interaksi.
Script analisis, yaitu menganalisa drama / kejadian dalam kehidupannya yang
terlihat dalam semua interaksi yang dilakukan. Dibagian ini kita dapat membuka penyebab masalah emosi pasien.
Dalam analisa transaksionil, manusia dianggap memiliki anutan orangtua, dewasa, dan kanak-kanak. Dimana penampilan anutan orang tua memperlihatkan ciri seperti proteksi, kritik, bimbingan, dan bagaimana melakukan sesuatu. Sedangkan dewasa merupakan individu yang memiliki ciri analisis, logika, mengumpulkan data, dan mengambil keputusan seperti bio komputer. Dan kanak-kanak memiliki ciri yaitu perasaan, emosi, intuisi, fantasi, dan respon sesuai petunjuk.
Anutan seperti orang tua, dewasa, dan kanak-kanak diatas tidak terpaut oleh usia. Artinya adalah berapapun umur orang tersebut, mungkin saja bila ia menunjukkan salah satu ciri dari ketiga anutan tersebut.
Perilaku Sehat
Perilaku sehat menurut gochman adalah sifat pribadi seperti kepercayaan, motif, nilai, persepsi, dan elemen kognitif lainnya.
Menurut sarafino adalah segala aktifitas yang dilakukan seseorang untuk mempertahankan atau meningkatkan kesehatannya, tidak tergantung status
kesehatannya saat itu dan atau apakah perilaku yang dilakukannya mencapai hal tsb.
Perilaku sehat terdiri atas 5 aspek, yaitu :
Pencegahan, yaitu segala tindakan yang secara medis direkomendasikan, dilakukan
secara sukarela, oleh seseorang yang percaya dirinya sehat dan bermaksud untuk mencegah penyakit atau ketidakmampuan atau untuk mendeteksi penyakit yang tidak tampak nyata.
Perlindungan, yaitu tindakan yang dilakukan seseorang untuk melindungi,
meningkatkan, dan menjaga kesehatan.
Perilaku sebelum sakit, yaitu tindakan yang dilakukan oleh orang yang tidak yakin
akan kondisi kesehatannya. Ia ingin memperjelas arti kondisinya dan kemudian menentukan apakah mereka sehat atau tidak.
Perilaku saat sakit, yaitu tindakan yang dilakukan oleh orang yang sakit baik yang
dilakukan oleh orang lain atau dirinya sendiri.
Kondisi sosial, yaitu tindakan yang dilakukan oleh lingkungan sosial agar kesehatan
tetap terjamin.
Perilaku sehat dapat dipelajari. Perilaku dapat berubah karena ada konsekuensinya. Tiga konsekuensi yang berperan dalam perubahan perilaku adalah:
Reinforcement (peningkatan), yaitu melakukan sesuatu yang membawa kepuasan /
Extinction (peniadaan), yaitu jika konsekuensi yang mempertahankan perilaku sehat
dihilangkan, maka akan melemah responnya.
Punishment (hukuman), yaitu perilaku yang dilakukan membawa konsekuensi yang
tidak menyenangkan dan cenderung ditekan.
Dalam kasus ini, perilaku sehat ditunjukkan pada saat dimana sang anak akan diberikan sebuah koin setiap ia menggosok giginya dan bila sudah terkumpul 10 koin maka anak tersebut dapat menukarkannya dengan makanan kesukaannya. Dalam kasus ini dapat dilihat bahwa terdapat konsekuensi reiforcement dalam kasus ini, yaitu pada saat setiap si anak menggosok giginya maka ia akan mendapat koin. Hal ini dapat membawa
kepuasan atau kesenangan bagi sang anak karena bila 10 koin sudah terkumpul, maka ia dapat menukarkannya dengan makanan kesukaannya. Akan tetapi disisi lain juga
terdapat punishment, yaitu saat dimana bila sang anak tidak menggosok giginya maka kesempatannya untuk mendapatkan koin menjadi tertunda. Artinya secara tidak
langsung hal ini akan memperlambat si anak untuk mendapatkan makanan kesukaannya.
Perilaku Positif
Dalam perilaku positif, ada 3 macam aspek yang harus dipenuhi yaitu aspek pikiran, perasaan dan perilaku. Aspek pikiran adalah salah satu aspek yang penting karena dari pikiran, kita dapat belajar untuk mengontrol pikiran dan juga disaat kita sudah
menguasai pikiran kita maka hal itu akan mempengaruhi perilaku kita menurut apa yang dipikirkan. Oleh karena itu penting sekali bagi kita untuk dapat menguasai pikiran. Jika perasaan kita yang menguasai kita, maka kita akan dengan mudah menjadi seseorang yang moody.
Berikut adalah hal-hal yang mempengaruhi perilaku seseorang menjadi positif atau negatif :
Kepribadian, yaitu kepribadian alami dari orang tersebut yang dapat mempengaruhi
Pola Asuh, yaitu perilaku yang terbentuk dari ajaran orang tau dari sejak kecil atau
dari turunan gen yang diturunkan oleh orang tua.
Lingkungan, yaitu perilaku yang terbentuk dari kondisi lingkungan tempat tinggal
sehari-hari.
Media, TV, majalah, dan buku.
Unsconcius, yaitu perilaku yang terbentuk dari alam bawah sadar.
Perilaku negatif dapat terjadi karena:
Instant learning, serba mudah, malas
Ingin terlihat superior, tampil beda, egois, dan ingin dipentingkan
Kuatir, takut, dan ragu
Syarat utama untuk membentuk perilaku positif adalah berhenti menyalahkan orang lain (blame), mencari alasan (excuse), dan menerima kegagalan serta tidak merasa bersalah (justify).
Penutup
Perlakuan ibu kepada sang anak dalam skenario D diatas sudah benar atau tepat sesuai dengan teori komunikasi yang telah saya baca. Hanya saja sang ibu perlu
menyesuaikan kembali pemberian reinforcement kepada sang anak sesuai dengan umur sang anak tersebut atau perkembangan sang anak. Karena saat anak tersebut sudah beranjak dewasa, maka pemberian koin sebagai reinforcement sudah tidak dapat digunakan kembali. Maka sang ibu harus mengubahnya menjadi misalnya memuji anak tersebut karena giginya bagus dan sebagainya.
Elfiky ibrahim. 2010. Terapi komunikasi efektif. Jakarta: Penerbit Hikmah (PT mizan
puublika)
Andri, Hidayat dan, Ingkiriwang elly, Asnawi evalina, Hidayat kasan H. 2013.
Komunikasi dan empati. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
West richard, Turner H. L. 2005. Introducing communication theory: analysis and
application. Jakarta : Salemba Humanika
Mardiyansyah D. , Senda I. 2011. Keajaiban perilaku positif. Jakarta : Tangga Pustaka