• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI VOLUME EKSPOR MINYAK CENGKEH DI JAWA TENGAH SKRIPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI VOLUME EKSPOR MINYAK CENGKEH DI JAWA TENGAH SKRIPSI"

Copied!
86
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

VOLUME EKSPOR MINYAK CENGKEH

DI JAWA TENGAH

SKRIPSI

Oleh :

SALWA NUR FITRIA

H0307023

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

(2)

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

VOLUME EKSPOR MINYAK CENGKEH

DI JAWA TENGAH

SKRIPSI

Untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh derajat Sarjana Pertanian di Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret

Oleh :

SALWA NUR FITRIA

H0307023

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2012

(3)

(4)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirobbil’alamin, segala puji syukur ke hadirat Allah SWT atas segala limpahan berkah dan rahmat-Nya kepada penulis, sehingga akhirnya penelitian ini dapat terselesaikan. Shalawat serta salam semoga selalu tercurahkan kepada Rosulullah Muhammad SAW, keluarga, sahabat, dan orang-orang yang mengikuti Beliau sampai hari akhir nanti.

Penelitian yang berjudul “Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Volume Ekspor Minyak Cengkeh Di Jawa Tengah” ini disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh derajat Sarjana Pertanian di Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah banyak membantu dalam menyelesaikan penyusunan skripsi ini. Ucapan terimakasih tersebut ingin Penulis sampaikan kepada:

1. Prof. Dr. Ir. Bambang Pujiasmanto, MS selaku Dekan Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta.

2. Ibu Dr. Ir. Sri Marwanti, MS selaku Ketua Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian/ Agrobisnis Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta.

3. Ibu Ir. Sugiharti Mulya Handayani, MP selaku Ketua Komisi Sarjana Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian/Agrobisnis Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta, sekaligus dosen penguji yang telah banyak memberikan saran, masukan dan arahan kepada penulis.

4. Ibu Dr. Ir. Minar Ferichani, MP selaku dosen pembimbing akademik dan pembimbing utama skripsi yang selalu memberikan bimbingan, arahan, dan masukan kepada penulis.

5. Ibu Umi Barokah, SP, MP selaku dosen pembimbing pendamping yang senantiasa memberikan semangat, saran, bimbingan dan arahan kepada penulis. 6. Bapak/Ibu Dosen serta seluruh staf Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret

Surakarta atas ilmu yang telah diberikan dan bantuannya selama menempuh perkuliahan di Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta.

(5)

7. Seluruh jajaran kepengurusan dan staf Kantor Kesatuan Bangsa, Politik, dan Perlindungan Masyarakat Provinsi Jawa Tengah, atas izin penelitian yang telah diberikan.

8. Seluruh jajaran kepengurusan dan staf Dinas Perkebunan Provinsi Jawa Tengah, Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Tengah, dan Dinas Perindustrian Perdagangan dan Koperasi Provinsi Jawa Tengah atas bantuannya dalam menyediakan data-data serta informasi yang dibutuhkan penulis dalam penelitian ini.

9. Kedua orangtua tercinta Bapak Muhamad Djazuli (Alm) dan Ibu Hartati, Mbah Uti, kedua kakak Arief Rachman Hakim dan Muhammad Bisyri Musthofa, serta adik tersayang Shofiatu Al-Mukarromah. Terimakasih atas segala bentuk dukungan, motivasi, perhatian, kasih sayang, dan doa yang setiap saat dipanjatkan untuk kesuksesan penulis.

10. Calon imam penulis, atas segala bentuk perhatian, doa, kasih sayang dan dukungan sejak awal hingga terselesaikannya penelitian ini.

11. Kedua tangan kanan penulis, Primadani Setyo Prakoso dan Nurul Fadlillah, atas doa, pendampingan, dukungan dan motivasi yang luar biasa kepada penulis sejak awal hingga terselesaikannya penelitian ini.

12. Sahabat-sahabat setia penulis, PONKS: Lala, Dhea, Ratna dan Mumun. Terimakasih untuk jalinan persaudaraan, kebersamaan, dan tempat berbagi segala bentuk pahit manis perjuangan di kampus selama ini.

13. Para pejuang analisis ekspor Jawa Tengah: Prima, Yosep, Bela dan Adia, yang telah menjadi sarana diskusi dan berbagi solusi selama proses penyusunan penelitian ekspor kita.

14. Teman-teman HIBITU - Himpunan Bisnis 2007: Joko, Dedy, Antony, Nasir, Tyok, Diki, Rochmat, Adam, Maman, Nita Dwi, Istikomah, Helmi, Ferinika, Nurana, Clara, Sabila, Wahyuni, Maria, Echa, Aliyah, Peppy, Kiky, Nita Yudita, Sukma, dll. Terimakasih untuk segala pengalaman yang diberikan semasa kuliah dan bantuannya.

(6)

15. Teman-teman karate UKM INKAI UNS, yang telah banyak mengajarkan keberanian, kekuatan dan ketangguhan mental dalam menghadapi segala rintangan.

16. Teman-teman BEM FP UNS Kabinet Pembaharuan dan Kabinet Revolusioner, yang telah banyak mengajarkan idealisme, kebersamaan, dan penggalian potensi diri.

17. Teman-teman FUSI FP UNS, yang telah banyak mengajarkan kejujuran, kerja keras dan ukhuwah.

18. Para hamster penetralisir stres: sippi, popo, cemil, cemol, moci, onyit, coki, unyil, 6 kawanan cendol dan 7 bayi mungil.

19. Semua pihak yang telah membantu penulis dalam pengembangan diri dan membantu penyusunan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa karya ini masih memiliki banyak kekurangan, baik dalam penyajian maupun pembahasan. Dengan segala kerendahan hati, penulis berharap di balik kekurangan karya ini masih ada manfaat yang bisa diberikan baik bagi penulis sendiri, bagi pihak almamater, dan bagi pembaca.

Surakarta, Februari 2012

Penulis

(7)

DAFTAR ISI

4. Teori Perdagangan Internasional... 12

5. Ekspor ... 14

6. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Ekspor ... 16

7. Estimasi Fungsi Ekspor ... 18

G. Definisi Operasional dan Konsep Pengukuran Variabel ... 23

(8)

IV.KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

A. Keadaan Alam ... 34

B. Keadaan Penduduk dan Tenaga Kerja ... 38

C. Keadaan Perekonomian ... 41

D. Keadaan Pertanian ... 42

E. Keadaan Umum Sub Sektor Perkebunan ... 45

V. HASIL PENELITIAN A. Kondisi Umum Minyak Cengkeh di Provinsi Jawa Tengah ... 49

B. Volume Ekspor Minyak Cengkeh dan Variabel-variabel yang Mempengaruhi Volume Ekspor Minyak Cengkeh di Provinsi Jawa Tengah... 49

C. Hasil Analisis Data ... 61

VI. PEMBAHASAN A. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Volume Ekspor Minyak Cengkeh Jawa Tengah... 69

VII. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 75

B. Saran... 75

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

(9)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

Tabel 1. Perbandingan Nilai Ekspor Migas dan Nonmigas Indonesia Tahun 1999-2003 (Juta US $) ... 1 Tabel 2. Komoditas Utama Ekspor Minyak Atsiri Indonesia dan Provinsi

Sentra Produksi ... 3 Tabel 3. Luas Areal, Produksi dan Produktivitas Tanaman Cengkeh

Provinsi Jawa Tengah, Tahun 1999-2003. ... 4 Tabel 4. Standar Nasional Indonesia Untuk Minyak Cengkeh (SNI 06-Tabel 8. Kepadatan Penduduk di Provinsi Jawa Tengah tahun 2005-2009 39 Tabel 9. Jumlah Penduduk Menurut Kelompok Umur di Provinsi Jawa

Tengah tahun 2009 ... 40 Tabel 10. Angkatan Kerja Dan Bukan Angkatan Kerja di Provinsi Jawa

Tengah tahun 2005-2009. ... 40 Tabel 11. Perkembangan Produksi Komoditas Perkebunan Rakyat di

Provinsi Jawa Tengah, 2005-2009 ... 47 Tabel 12. Perkembangan Volume Ekspor Minyak Cengkeh Jawa Tengah

Tahun 1987-2003 ... 51 Tabel 13. Perkembangan Volume Produksi Minyak Cengkeh Jawa

Tengah, Tahun 1987-2003 ... 53 Tabel 14. Perkembangan Harga Domestik Minyak Cengkeh Jawa Tengah,

Tahun 1987-2003 ... 55 Tabel 15. Perkembangan Harga Ekspor Minyak Cengkeh Jawa Tengah,

Tahun 1987-2003 ... 57 Tabel 16. Perkembangan Nilai Tukar Dolar Amerika Serikat Terhadap

Rupiah, Tahun 1987-2003... 59 Tabel 17. Rekapitulasi Variabel-Variabel Penelitian ... 61 Tabel 18. Analisis Varian Faktor-faktor yang Berpengaruh Terhadap

Volume Ekspor Minyak Cengkeh Jawa Tengah ... 62 Tabel 19. Analisis Pengaruh Masing-masing Variabel Bebas Terhadap

Volume Ekspor Minyak Cengkeh Jawa Tengah ... 63 Tabel 20. Nilai Standar Koefisien Regresi Tiap Variabel Yang

Mempengaruhi Volume Ekspor Minyak Cengkeh Jawa Tengah 64 Tabel 21. Matriks Korelasi ... 65 Tabel 22. Nilai Durbin-Watson ... 66 Tabel 23. Nilai Koefisien Elastisitas Variabel bebas yang Berpengaruh

Terhadap Volume Ekspor Minyak Cengkeh Jawa Tengah ... 67

(10)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul ... Halaman

Gambar 1. Diagram Kerangka Teori Pendekatan Masalah ... 22 Gambar 2. Grafik Perkembangan Volume Ekspor Minyak Cengkeh Jawa

Tengah, Tahun 1987-2003. ... 52 Gambar 3. Grafik Perkembangan Volume Produksi Minyak Cengkeh Jawa

Tengah, Tahun 1987-2003 ... 54 Gambar 4. Grafik Perkembangan Harga Domestik Minyak Cengkeh Jawa

Tengah, Tahun 1987-2003. ... 56 Gambar 5. Grafik Perkembangan Harga Ekspor Minyak Cengkeh Jawa

Tengah, Tahun 1987-2003. ... 58 Gambar 6. Grafik Perkembangan Nilai Tukar Dolar Amerika Serikat

Terhadap Rupiah, Tahun 1987-2003. ... 60 Gambar 7. Diagram Pencar (Scatter Plot) ... 66 Gambar 8. Bagan Alur Pemasaran Minyak Atsiri ... 70

(11)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul

Lampiran 1. Rekapitulasi Data Variabel Tak Bebas dan Variabel-variabel Bebas Yang Mempengaruhi Volume Ekspor Minyak Cengkeh Jawa Tengah, 1987-2003

Lampiran 2. Hasil Analisis Regresi Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Volume Ekspor Minyak Cengkeh Jawa Tengah

Lampiran 3. Perhitungan Indeks Harga Konsumen Tahun Dasar 2002 Lampiran 4. Pendeflasian Harga Domestik Minyak Cengkeh, Harga

Ekspor Minyak Cengkeh, dan Nilai Tukar Dollar Terhadap Rupiah.

Lampiran 5. Perhitungan Nilai Standar Koefisien Regresi Lampiran 6. Surat Ijin Penelitian

Lampiran 7. Gambar Peta Provinsi Jawa Tengah Lampiran 8. Gambar Minyak Cengkeh di Jawa Tengah

(12)

Keterangan

1.Mahasiswa Jurusan/Program Studi Sosial Ekonomi Pertanian/Agrobisnis Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta dengan Nomor Induk Mahasiswa H0307023

Naskah publikasi ini disusun berdasarkan penelitian yang bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi volume ekspor minyak cengkeh Jawa Tengah dan mengkaji tingkat elastisitas ekspor minyak cengkeh di Jawa Tengah. Metode dasar yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode diskriptif analitis. Lokasi penelitian dipilih secara sengaja di Provinsi Jawa Tengah. Data yang digunakan adalah data sekunder time series 17 tahun (1987-2003). Analisis data yang digunakan adalah regresi nonlinier berganda. Hasil analisis menunjukkan model volume ekspor minyak cengkeh di Jawa Tengah adalah Y = 28,67 X10,985 X2-0,001 X30,171 X4-0.457, X50,035. Model ini memiliki nilai R2 sebesar 0,983 yang berarti 98,3% variasi variabel volume ekspor minyak cengkeh di Jawa Tengah dapat dijelaskan oleh variabel-variabel bebas produksi minyak cengkeh Jawa Tengah, harga domestik minyak cengkeh Jawa Tengah, harga ekspor minyak cengkeh Jawa Tengah, nilai tukar Dolar Amerika Serikat terhadap Rupiah dan volume ekspor minyak cengkeh Jawa Tengah tahun sebelumnya, dan 1,7% lainnya dijelaskan oleh variasi variabel diluar model. Hasil uji F diperoleh bahwa semua variabel yang diteliti secara bersama-sama berpengaruh nyata terhadap volume ekspor minyak cengkeh Jawa Tengah. Hasil uji t menunjukkan variabel produksi minyak cengkeh Jawa Tengah, harga ekspor minyak cengkeh Jawa Tengah, dan nilai tukar Dolar Amerika Serikat terhadap Rupiah secara individu berpengaruh terhadap volume ekspor minyak cengkeh di Jawa Tengah. Kurs Dolar AS terhadap Rupiah memiliki nilai koefisien regresi tertinggi. Elastisitas penawaran ekspor minyak cengkeh Jawa Tengah bersifat inelastis terhadap variabel produksi minyak cengkeh Jawa Tengah, harga ekspor minyak cengkeh Jawa Tengah, dan nilai tukar Dolar Amerika Serikat terhadap Rupiah.

(13)

I. PENDAHULUAN

A.Latar Belakang

Indonesia sebagai salah satu negara berkembang, menganut sistem perekonomian terbuka dimana lalu lintas perekonomian internasional sangat penting dalam perekonomian dan pembangunan nasional. Syarat pembangunan ekonomi adalah kesejahteraan penduduk yang harus meningkat. Salah satu ukuran dari peningkatan kesejahteraan tersebut adalah adanya pertumbuhan ekonomi (Hakim, 2002).

Perdagangan internasional khususnya ekspor diyakini merupakan penggerak dalam pertumbuhan ekonomi. Ekspor merupakan kumpulan output yang sangat dominan dalam perdagangan internasional. Tanpa adanya jalinan kerjasama dengan negara lain, suatu negara akan kesulitan untuk memenuhi kebutuhannya sendiri. Komoditas ekspor Indonesia terbagi atas komoditas minyak dan gas (migas) dan komoditas non minyak dan gas (nonmigas). Gambaran mengenai besarnya nilai ekspor migas dan nonmigas Indonesia dapat dilihat pada Tabel 1 berikut:

Tabel 1. Perbandingan Nilai Ekspor Migas dan Nonmigas Indonesia Tahun 1999-2003 (Juta US$)

No Tahun Migas Nonmigas Laju Pertumbuhan (%) Migas Nonmigas

1 1999 9792.2 38873.2 0,00 0,00

2 2000 14388.6 47757.4 46,94 22,85

3 2001 12636.3 43694.6 -12,18 -8,51

4 2002 12112.7 45046.1 -4,14 3,09

5 2003 13651.4 47406.8 12,70 5,24

Sumber: Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Tengah, 1999-2003.

Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa dari tahun ke tahun nilai ekspor migas dan nonmigas Indonesia cenderung mengalami peningkatan. Peningkatan nilai ekspor migas tersebut diiringi dengan laju pertumbuhan yang berfluktuatif. Lain halnya pada nilai ekspor nonmigas, sama-sama mengalami kecenderungan yang meningkat namun laju pertumbuhan setiap tahunnya cenderung lebih stabil dari laju pertumbuhan komoditas migas. Selain laju

(14)

pertumbuhan yang sangat berfluktuatif, perolehan devisa Indonesia dari ekspor migas tiap tahunnya selalu lebih kecil dibandingkan dengan perolehan devisa dari ekspor nonmigas. Kecilnya jumlah tersebut telah memacu sektor nonmigas untuk berkembang, yang ditunjukkan dengan lebih besarnya perolehan devisa pada sektor nonmigas.

Perkembangan ekspor nonmigas memiliki makna strategis bagi perekonomian nasional. Makna strategis pengembangan ekspor nonmigas bertolak dari kenyataan kondisi makro perekonomian Indonesia yang masih selalu dibayang-bayangi oleh rentannya kinerja di sektor eksternal, khususnya defisit transaksi neraca berjalan. Upaya meningkatkan ekspor nonmigas pun sangat strategis dilihat dari penyerapan tenaga kerja. Hal tersebut menjadikan puluhan juta pekerja menggantungkan pendapatannya pada kegiatan ekspor. Selain itu, ekspor nonmigas menghasilkan devisa yang dibutukan untuk pembiayaan kegiatan pembangunan. Keberhasilan meningkatkan ekspor nonmigas juga mencerminkan peningkatan daya saing nasional sekaligus merupakan salah satu indikasi timbulnya dinamikan positif dalam kewirausahana di tanah air (Basri, 1995).

Indonesia telah dikenal sebagai pusat rempah-rempah dunia. Salah satu produknya adalah minyak atsiri, yang merupakan salah satu komoditas ekspor nonmigas Indonesia. Di Indonesia terdapat 40 jenis minyak atsiri yang diperdagangkan dunia, sekitar 11 jenis diantaranya telah diekspor ke pasar dunia. Beberapa produk minyak atsiri Indonesia bahkan sangat dominan di pasar dunia, misalnya minyak nilam, akar wangi, pala, dan cengkeh. Kegiatan produksi minyak atsiri nasional melibatkan banyak pihak mulai dari petani penghasil bahan baku, industri kecil dan menengah penyulingan, pedagang, pengumpul sampai industri pengolahan lanjut dan eksportir (Dewan Atsiri Indonesia, 2006).

(15)

minyak atsiri ini banyak terdapat di luar negeri (Nazaruddin, 1993). Tabel berikut merupakan gambaran mengenai jenis minyak atsiri yang menjadi komoditas ekspor utama minyak atsiri Indonesia beserta provinsi sentra produksinya:

Tabel 2. Komoditas Utama Ekspor Minyak Atsiri Indonesia dan Provinsi Sentra Produksi

No. Minyak Atsiri Sentra Produksi

1. Minyak Nilam (Patchouli Oil) NAD, Sumatera Utara, Lampung, Bengkulu, Jawa Tengah

2. Minyak Akar Wangi (Vetiver Oil) Jawa Barat

3. Minyak Pala (Nutmeg Oil) NAD, Sumatera Barat, Jawa Barat, Sulawesi Utara, Maluku

4. Minyak Cengkeh (Cloves Oil) Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, DIY, Sulawesi Utara, Sulawesi Selatan

5. Minyak Sereh Wangi (Citronella Oil) Lampung, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur

6. Minyak Kenanga (Cananga Oil) Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, DIY

7. Minyak Kayu Putih (Cajuput Oil) Jawa Timur, Maluku, Papua

8. Minyak Cendana (Sandal Wood Oil) NTT

9. Minyak Kayu Manis (Cinamon Oil) Sumatera Barat

10. Lawang Papua

11. Masoi Papua

Sumber: Sianipar, 2003.

Berdasarkan Tabel 2 dapat dilihat bahwa Jawa Tengah merupakan salah satu sentra produksi komoditas utama ekspor minyak atsiri Indonesia. Jawa Tengah dan Jawa Barat memproduksi macam minyak atsiri paling banyak diantara sentra produksi minyak atsiri lainnya. Jenis-jenis minyak atsiri yang diproduksi dan diekspor oleh Provinsi Jawa Tengah berupa minyak nilam, minyak cengkeh, minyak sereh wangi, dan minyak kenanga. Diantara empat jenis minyak atsiri tersebut, minyak atsiri yang paling banyak diekspor oleh provinsi Jawa Tengah adalah minyak cengkeh karena tanaman penghasil minyak atsiri terbesar di Jawa Tengah adalah tanaman cengkeh.

Areal produksi tanaman cengkeh hampir tersebar di semua daerah di Indonesia mulai dari NAD sampai Papua dengan luas areal terluas di Jawa dan

(16)

Sulawesi. Adapun luas areal lahan, produksi dan produktivitas tanaman cengkeh di Provinsi Jawa Tengah dapat dilihat pada Tabel 3 berikut.

Tabel 3. Luas Areal, Produksi dan Produktivitas Tanaman Cengkeh Provinsi Jawa Tengah, Tahun 1999-2003.

Variabel Perkebunan Tahun

Rata-rata 1999 2000 2001 2002 2003

Luas PTPN IX 0 0 0 0 0 0

(Ha) PBS 1.488,76 1.126,12 1.466,78 1.369,78 1.328,92 1.356,07 Rakyat 49.842,97 47.709,17 46.982,67 45.553,00 45.553,00 47.128,16

Total 51.331,73 48.835,29 48.449,45 46.922,78 46.881,92 48.484,23

Produksi PTPN IX 0 0 0 0 0 0

(Ton) PBS 34,52 394,64 261,88 385,68 385,68 292,48 Rakyat 5.939,48 5.939,48 5.705,53 5.471,57 5.471,57 5.705,53

Total 5.974,00 6.334,12 5.967,41 5.857,25 5.857,25 5.998,01

Sumber: Dinas Perkebunan Provinsi Jawa Tengah 1999-2003.

Tabel 3 di atas menunjukkan luas lahan, produksi dan produktivitas tanaman cengkeh yang berfluktuasi dari tahun ke tahun dengan kecenderungan menurun. Fluktuasi produksi tanaman cengkeh diduga akan mempengaruhi produksi minyak cengkeh, sehingga akan berpengaruh pada volume minyak cengkeh yang diekspor. Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS juga dapat memicu terjadinya kegiatan ekspor. Selain itu, harga minyak cengkeh domestik yang lebih rendah dari harga minyak cengkeh di pasar internasional juga diduga juga dapat mempengaruhi volume ekspor minyak cengkeh di Jawa Tengah.

B.Perumusan Masalah

Perdagangan minyak atsiri dunia sangat dipengaruhi oleh situasi perekonomian internasional. Masalah utama yang dihadapi komoditas minyak atsiri Indonesia di pasaran internasional adalah tidak stabilnya mutu maupun

(17)

atsiri selama ini juga masih relatif rendah, sehingga turut mempengaruhi kestabilan mutu maupun supply minyak atsiri. Indonesia sebagai negara pengekspor minyak atsiri yang penting di dunia harus mengupayakan pengembangan produksi, kualitas dan nilai tambah minyak atsiri serta produk turunannya agar daya saingnya senantiasa menguat dan memberikan devisa yang semakin besar (Dewan Atsiri Indonesia, 2006).

Volume ekspor minyak cengkeh Jawa Tengah dipengaruhi oleh berbagai faktor. Faktor-faktor yang diduga mempengaruhi tersebut adalah produksi minyak cengkeh, harga minyak cengkeh domestik, harga ekspor minyak cengkeh, nilai tukar dolar AS terhadap rupiah, dan volume ekpor minyak cengkeh Jawa Tengah tahun sebelumnya. Produksi minyak cengkeh Jawa Tengah diduga berpengaruh karena bila produksi dalam negeri berkurang atau terhenti, maka akan mengurangi volume ekspor yang dapat ditawarkan. Harga ekspor dan harga domestik minyak cengkeh Jawa Tengah digunakan dalam penelitian ini, karena dalam hukum penawaran, jika harga meningkat maka akan meningkatkan jumlah penawaran. Nilai tukar Rupiah terhadap Dolar Amerika Serikat merupakan faktor pendukung yang memungkinkan terjadinya perdagangan Internasional dan diduga mempengaruhi volume ekspor minyak cengkeh Jawa Tengah, karena melemahnya nilai tukar rupiah dapat memicu para pelaku perdagangan internasional untuk meningkatkan jumlah produk yang diekspor. Jumlah ekspor minyak cengkeh Jawa Tengah pada tahun sebelumnya juga diduga sebagai faktor yang mempengaruhi, karena naik turunnya jumlah ekspor minyak cengkeh Jawa Tengah pada saat ini dapat diperkirakan oleh jumlah ekspor minyak cengkeh Jawa Tengah pada tahun sebelumnya.

Dari uraian di atas, diperoleh rumusan permasalahan sebagai berikut: 1. Apakah faktor-faktor produksi minyak cengkeh Jawa Tengah, harga

(18)

2. Bagaimana elastisitas penawaran ekspor minyak cengkeh Jawa Tengah?

C.Tujuan Penelitian

Penelitian Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Volume Ekspor Minyak Cengkeh Jawa Tengah ini memiliki tujuan sebagai berikut:

1. Mengetahui apakah faktor-faktor produksi minyak cengkeh Jawa Tengah, harga domestik minyak cengkeh Jawa Tengah, harga ekspor minyak cengkeh Jawa Tengah, nilai tukar Rupiah terhadap Dolar Amerika Serikat, serta volume ekspor minyak cengkeh Jawa Tengah tahun sebelumnya, mempengaruhi volume ekspor minyak cengkeh Jawa Tengah.

2. Mengetahui elastisitas penawaran ekspor minyak cengkeh Jawa Tengah.

D.Kegunaan Penelitian

1. Bagi Penulis, penelitian ini diharapkan menambah wawasan Penulis terkait dengan bahan yang dikaji. Disamping itu, penelitian ini dimaksudkan sebagai bahan penyusunan skripsi yang merupakan salah satu syarat kelengkapan dalam meraih gelar sarjana di Fakultas Pertanian UNS.

2. Bagi pembaca, penelitian ini diharapkan dapat berguna sebagai tambahan informasi dan pembanding bagi penelitian masalah yang sejenis.

(19)

I. Salwa Nur Fitria_H0307023TINJAUAN PUSTAKA

A. Penelitian Terdahulu

Penelitian JT. Yuhono dan Shinta Suhirman (2006) tentang “Status Pengusahaan Minyak Atsiri Dan Faktor-Faktor Teknologi Pascapanen yang Menyebabkan Rendahnya Rendemen Minyak” menyebutkan bahwa, tanaman atsiri umumnya diusahakan oleh petani dengan modal dan luasan terbatas serta kebanyakan menggunakan alat penyuling yang sederhana, sehingga mutu dan rendemen yang dihasilkan masih rendah. Pada umumnya, petani masih menggunakan ketel penyuling yang terbuat dari bekas drum atau plat besi, kecuali di Propinsi Banten, Jawa Barat dan Jawa Tengah sudah ada yang menggunakan alat penyulingan berteknologi cukup baik/maju (minyak nilam dan kenanga). Faktor-faktor yang mempengaruhi rendahnya rendemen dan mutu minyak antara lain adalah bahan konstruksi alat penyuling, penyiapan/ penanganan bahan baku dan proses penyulingan.

Penelitian mengenai analisis ekspor komoditas pertanian pernah dilakukan antara lain oleh Fauzi (2007) dalam tesisnya yang berjudul

“Analisis Volume Ekspor Komoditi Kakao Indonesia”. Jumlah sampel yang diambil pada penelitian ini sebanyak 21 dari rentang waktu tahun 1985-2005. Pengujian hipotesis sementara digunakan model analisis metode kuadrat terkecil biasa (OLS/Ordinary Least Square Method) dan diuji asumsi klasik untuk kelayakan uji regresi berganda. Sedangkan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh variabel-variabel bebas terhadap volume ekspor kakao digunakan aplikasi model regresi berganda (log linier berganda).

Hasil uji koefisien determinasi (R2) menunjukkan nilai sebesar 0,972, yang artinya sebesar 97,2% pengaruh variabel-variabel bebas terhadap volume ekspor kakao Indonesia dijelaskan oleh model ini. Hasil uji F menunjukkan bahwa nilai Fhitung > dari FTabel, yang artinya harga domestik, harga internasional, produksi nasional, dan kurs rupiah-dolar AS secara bersama-sama mempengaruhi volume ekspor kakao pada tingkat kepercayaan 95% (α=0,05). Sedangkan dari uji t dengan tingkat kepercayaan 95% (α=0,05)

(20)

diperoleh bahwa variabel yang secara individu berpengaruh nyata terhadap volume ekspor kakao adalah harga internasional dan jumlah produksi kakao nasional.

Penelitian terdahulu memberikan beberapa sumbangan pemikiran terhadap penelitian ini. Penelitian JT. Yuhono dan Shinta Suhirman (2006) bermanfaat untuk mengetahui kendala-kendala yang sering terjadi dalam produksi komoditas ekspor dalam penelitian ini, yaitu minyak atsiri. Sedangkan penelitian ekspor yang telah dilakukan oleh Fauzi (2007) digunakan sebagai acuan untuk menentukan model analisis dan variabel-variabel dominan yang mempengaruhi ekspor.

B. Landasan Teori

1. Tanaman Cengkeh

(21)

hara oleh akar menjadi terhambat.Untuk mengurangi resiko kegagalan dan biaya tinggi dalam budidaya cengkeh, maka dianjurkan tanaman cengkeh hanya dikembangkan pada daerah yang sangat sesuai dan sesuai saja. Tanaman cengkeh yang berada diluar kriteria tersebut dianjurkan untuk diganti dengan tanaman lain yang sesuai dan menguntungkan (Puslitbang Perkebunan, 2010).

2. Minyak Cengkeh

Minyak atsiri dikenal dengan nama minyak eteris atau minyak terbang merupakan bahan yang bersifat mudah menguap (volatile), mempunyai rasa getir, dan bau mirip tanaman asalnya yang diambil dari bagian-bagian tanaman seperti daun, buah, biji, bunga, akar, rimpang, kulit kayu, bahkan seluruh bagian tanaman. Minyak atsiri selain dihasilkan oleh tanaman, dapat juga sebagai bentuk dari hasil degradasi oleh enzim atau dibuat secara sintetis. Minyak atsiri merupakan salah satu komoditas ekspor agroindustri potensial yang dapat menjadi andalan bagi Indonesia untuk mendapatkan devisa. Data statistik ekspor-impor dunia menunjukan bahwa konsumsi minyak atisiri dan turunannya naik sekitar 10% dari tahun ke tahun. Kenaikan tersebut terutama didorong oleh perkembangan kebutuhan untuk industri food flavouring, industri komestik dan wewangian (Polontalo, 2009).

Tanaman yang menghasilkan minyak atsiri meliputi sekitar 200 spesies (Ketaren, 1985), 40 spesies diantaranya terdapat di Indonesia (Rusli dan Hobir, 1990). Jenis minyak atsiri yang telah diproduksi dan beredar di pasar dunia saat ini mencapai 70-80 macam, 15 macam diantaranya berasal dari Indonesia (NAFED, 1993). Macam minyak atsiri yang berasal dari Indonesia tersebut antara lain adalah minyak nilam, minyak akar wangi, minyak pala, minyak cengkeh, minyak sereh wangi, minyak kenanga, minyak kayu putih, minyak cendana, minyak kayu manis, lawang dan masoi. Minyak atsiri digunakan dalam berbagai industri parfum, kosmetik,

(22)

sangat banyak, tetapi kuantitas minyak atsiri bagi setiap produk relatif sangat kecil.

Ada beberapa jenis minyak atsiri yang dihasilkan dari tanaman cengkeh. Yang pertama adalah clove stem oil yang merupakan minyak sulingan serbuk tangkai cengkeh. Yang Kedua adalah clove leaf oil, berupa minyak atsiri dari penyulingan daun cengkeh. Sedangkan yang ketiga adalah clove oil yang merupakan hasil penyulingan dari serbuk kuntum cengkih kering. Berbagai macam minyak cengkeh tersebut banyak digunakan sebagai bahan baku atau bahan tambahan dalam industri farmasi, penyedap masakan, dan wewangian (Nazaruddin, 1993).

Tanaman cengkeh mempunyai sifat khas karena semua bagian pohon mengandung minyak, mulai dari akar, batang, daun sampai bunga. Kandungan minyak cengkeh pada bagian-bagian tanaman tersebut bervariasi jumlahnya namun kadar minyak yang paling tinggi terdapat pada bagian bunga (20%) sedangkan bagian gagang dan daun mengandung sekitar 4–6 %. Cara penyulingan yang paling sederhana untuk mendapatkan minyak cengkeh adalah dengan penyulingan air dan uap dengan lama penyulingan sekitar 7–8 jam untuk daun basah dan 6-7 jam untuk penyulingan daun kering. Penggunaan tekanan bertahap mulai dari 1 bar sampai 2 bar dapat mempersingkat lama penyulingan menjadi 4–5 jam. Minyak daun cengkeh berupa cairan berwarna bening sampai kekuning-kuningan mempunyai rasa yang pedas, keras, dan berbau aroma cengkeh. Warnanya akan berubah menjadi coklat atau berwarna ungu jika terjadi kontak dengan besi atau akibat penyimpanan (Dewan Atsiri Indonesia, 2009).

3. Standar Mutu Minyak Cengkeh

(23)

memenuhi aturan tersebut, maka dapat menimbulkan masalah sosial seperti menurunkan persaingan akibat adanya hambatan dalam menembus pasar serta tidak cukupnya proteksi terhadap pengguna dan perlindungan lingkungan. Sebaliknya, apabila standar dirumuskan berdasarkan acuan ke standar-standar nasional yang telah diakui serta ke standar internasional yang merefleksikan persyaratan pasar dunia dan tidak sekedar pada kondisi khusus untuk pasar dalam negeri, maka standar dapat membantu proses perencanaan, mendukung pembuatan dan penjualan barang dan jasa dengan lebih mudah baik di pasar domestik dan pasar bebas (Hernani dan Tri Marwati, 2006).

Anonim (1975) Departemen Teknologi Hasil Pertanian Fayemeta IPB menyatakan bahwa setiap jenis minyak atsiri mempunyai sifat khas tersendiri dan sifat ini tergantung dari persenyawaan kimia yang menyusunnya. Sifat-sifat khas dan mutu minyak dapat berubah mulai dari minyak yang masih berada dalam bahan yang mengandung minyak, selama proses ekstraksi penyimpanan dan pemasaran. Karena itu penilaian mutu perlu dilakukan dengan cara menganalisa sifat fisika kimianya.

Tujuan dari menganalisa sifat fisika–kimia minyak atsiri adalah: 1) mendeteksi pemalsuan, 2) mengevaluasi mutu dan kemurnian minyak, dan 3) mengidentifikasi jenis dan kegunaan minyak.

Penilaian mutu minyak atsiri dapat dilakukan dengan: 1. Pengujian mutu berdasarkan uji organoleptik

Pemeriksaan secara organoleptik biasanya dilakukan dengan cara mencium bau (odor) dari minyak yang menguam di atas kertas kembang

(blotting paper). Cara pengujian ini dapat menentukan mutu dan pemalsuan minyak secara kualitatif.

2. Pengujian mutu berdasarkan uji sifat fisika-kimia

(24)

minyak atsiri. Pada umumnya analisis sifat fisika-kimia yang dilakukan adalah: a) Pemeriksaan pendahuluan, b) Berat jenis, c) putaran optik, d) indeks refraksi, e) Kelarutan dalam etil alcohol pada berbagai konsentrasi, f) Bilangan asam, g) Bilangan ester dan penyabunan, h) Persentase alcohol, i) Kadar aldehida dan keton, j) Kadar fenol, k) Uji logam, l) Kadar cineole, m) Uji pemalsuan, dan n) Analisis dengan paper chrasstography. Berikut adalah Tabel mengenai standar mutu minyak cengkeh Indonesia: disebutkan bahwa perdagangan Internasional adalah perdagangan yang dilakukan oleh penduduk suatu negara dengan penduduk negara lain atas dasar kesepakatan bersama. Penduduk yang dmaksud dapat berupa antar perorangan (individu dengan individu), antara individu dengan pemerintah suatu negara atau pemerintah suatu negara dengan pemerintah negara lain. Perdagangan internasional sangatlah rumit dan kompleks bila dibandingkan dengan pelaksanaan perdagangan di dalam negri. Kerumitan ini disebabkan oleh faktor-faktor antara lain:

1. Pembeli dan penjual terpisah oleh batas-batas kenegaraan

2. Barang harus dikirim dan diangkut dari suatu negara kenegara lainnya melalui bermacam peraturan seperti pabean, yang bersumber dari pembatasan yang dikeluarkan oleh masing-masing pemerintah.

(25)

3. Antara satu negara dengan negara lainnya terdapat perbedaan dalam bahasa, mata uang, taksiran dan timbangan, hukum dalam perdagangan dan sebagainya.

Menurut Sukirno (2008), manfaat perdagangan internasional adalah sebagai berikut:

1. Memperoleh barang yang tidak dapat diproduksi di negeri sendiri Banyak faktor-faktor yang mempengaruhi perbedaan hasil produksi di setiap negara. Faktor-faktor tersebut diantaranya : Kondisi geografi, iklim, tingkat penguasaan iptek dan lain-lain. Dengan adanya perdagangan internasional, setiap negara mampu memenuhi kebutuhan yang tidak diproduksi sendiri.

2. Memperoleh keuntungan dari spesialisasi

Sebab utama kegiatan perdagangan luar negeri adalah untuk memperoleh keuntungan yang diwujudkan oleh spesialisasi. Walaupun suatu negara dapat memproduksi suatu barang yang sama jenisnya dengan yang diproduksi oleh negara lain, tapi ada kalanya lebih baik apabila negara tersebut mengimpor barang tersebut dari luar negeri. 3. Memperluas pasar dan menambah keuntungan

Terkadang, para pengusaha tidak menjalankan mesin-mesinnya (alat produksinya) dengan maksimal karena mereka khawatir akan terjadi kelebihan produksi, yang mengakibatkan turunnya harga produk mereka. Dengan adanya perdagangan internasional, pengusaha dapat menjalankan mesin-mesinnya secara maksimal, dan menjual kelebihan produk tersebut keluar negeri.

4. Transfer teknologi modern

Perdagangan luar negeri memungkinkan suatu negara untuk mempelajari teknik produksi yang lebih efesien dan cara-cara manajemen yang lebih modern.

(26)

devisa dari ekspor akan ikut meringankan beban neraca perdagangan yang terdiri dari transaksi ekspor dan impor barang. Surplus ekspor menentukan surplus neraca perdagangan (Halwani, 2002).

5. Ekspor

Ekspor adalah mengeluarkan barang-barang dari peredaran dalam masyarakat dan mengirimkan ke luar negeri sesuai ketentuan pemerintah dan mengharapkan pembayaran dalam valuta asing. Tujuan dilakukannya ekspor antara lain:

1. Meningkatkan laba perusahaan melalui perluasan pasar serta untuk memperoleh harga jual yang lebih baik (optimalisasi laba).

2. Membuka pasar baru di luar negeri sebagai perluasan pasar domestic (membuka pasar ekspor).

3. Memanfaatkan kelebihan ekspor terpasang (idle capacity).

4. Membiasakan diri bersaing dalam pasar internasional sehingga terlatih dalam persaingan yang ketat.

(Amir, 2004)

Suatu komoditi yang memiliki potensi untuk ekspor mempunyai ciri-ciri antara lain:

1. Mempunyai surplus produksi dalam arti kata total produksi belum dapat dikonsumsi seluruhnya di dalam negeri.

2. Mempunyai keunggulan-keunggulan tertentu seperti langka, murah, mutu, unik atau lainnya, bila disbandingkan dengan komoditi serupa yang diproduksi di negara lain.

3. Komoditi sengaja diproduksi untuk tujuan ekspor (outward looking industries) ataupun industri yang pindah lokasi (relocation industries). 4. Komoditi tersebut memperoleh izin pemerintah untuk di ekspor. (Amir, 2004)

(27)

tersebar di wilayah sentra produksi tanaman minyak atsiri. Eksportir/industri manufaktur sebagai pelaku akhir dalam mata rantai perdagangan minyak atsiri di dalam negeri memperoleh minyak atisiri melalui pedagang perantara. Di antara pedagang perantara adalah juga “agen” atau perwakilan eksportir dan sebagian lain bersifat bebas. Pedagang perantara membeli minyak atsiri dari pedagang pengumpul yang berpangkal di daerah-daerah produsen. Pedagang pengumpul umumnya memberikan modal atau uang muka kepada petani/penyuling sehingga minyak yang dihasilkan oleh petani/penyuling harus dijual kepada pengumpul tersebut dengan harga yang ditentukan oleh pembeli/pengumpul berdasarkan mutu yang dinilai secara sepihak oleh pembeli secara subyektif (organoleptik), tidak berdasarkan mutu atau kadar atau kandungan senyawa esensial dalam produk minyak atsiri tersebut. Artinya, minyak yang bermutu baik atau kurang baik dihargai sama. Inilah yang menyebabkan penyuling melakukan pencampuran minyak atsiri bermutu rendah dengan yang bermutu baik atau bahkan penyuling enggan untuk memproduksi minyak yang bermutu baik.

Bahasan tentang perdagangan internasional tidak terlepas dari kegiatan ekspor impor. Dalam melakukan kegiatan ekspor impor tersebut perlu diperhatikan ketentuan-ketentuan yang berlaku di bidang tersebut. Dalam “Modul pengantar ekspor impor” (Anonim, 2008) disebutkan bahwa ketentuan umum di bidang ekspor biasanya meliputi hal-hal yang berhubungan dengan proses pengiriman barang ke luar negri. Ketentuan tersebut meliputi antara lain :

1. Ekspor

Perdagangan dengan cara mengeluarkan barang dari dalam ke luar wilayah pabean Indonesia dengan memenuhi ketentuanyang berlaku. 2. Syarat-syarat Ekspor

b. Memiliki Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP)

(28)

d. Memiliki izin ekspor berupa :

- APE (Angka Pengenal Ekspor) untuk Eksportir Umum berlaku lima tahun.

- APES (Angka Pengenal Ekspor Sementara) berlaku dua tahun - APET (Angka Pengenal Ekspor Terbatas) untuk PMA/PMDN 3. Eksportir

Pengusaha yang dapat melakukan ekspor, yang telah memiliki SIUP atau izin usaha dari Departemen Teknis/LembagaPemerintah Non-Departemen berdasarkan ketentuan yang berlaku.

4. Eksportir Terdaftar (ET)

Perusahaan yang telah mendapat pengakuan dari Menteri Perdagangan untuk mengekspor barang tertentu sesuai ketentuan yang berlaku.

5. Barang Ekspor

Seluruh jenis barang yang terdaftar sebagai barang ekspor dan sesuai dengan ketentuan perpajakan dan kepabeanan yang berlaku.

6. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Ekspor

a. Produksi

Menurut Assoury (2008) pengertian produksi adalah kegiatan mentranspormasikan masukan (input) menjadi keluaran (output), tercakup semua aktifitas atau kegiatan menghasilkan barang dan jasa, serta kegiatan-kegiatan lain yang mendukung atau usaha untuk menghasilkan produksi tersebut.

Jenis-jenis proses produksi ada berbagai macam bila ditinjau dari berbagai segi. Proses produksi dilihat dari wujudnya terbagi menjadi proses kimiawi, proses perubahan bentuk, proses assembling, proses transportasi dan proses penciptaan jasa-jasa adminstrasi (Ahyari, 2002).

(29)

minyak atsiri. Penyulingan dilakukan dengan mendidihkan bahan baku di dalam ketel suling sehingga terdapat uap yang diperlukan untuk memisahkan minyak atsiri dengan cara mengalirkan uap jenuh dari ketel pendidih air (boiler) ke dalam ketel penyulingan. Minyak atsiri merupakan salah satu komoditas ekspor agroindustri potensial yang dapat menjadi andalan bagi Indonesia untuk mendapatkan devisa. Data statistik ekspor-impor dunia menunjukan bahwa konsumsi minyak atisiri dan turunannya naik sekitar 10% dari tahun ke tahun. Kenaikan tersebut terutama didorong oleh perkembangan kebutuhan untuk industri food flavouring, industri komestik dan wewangian (Polontalo, 2009).

b. Harga

Harga adalah suatu nilai tukar dari produk barang maupun jasa yang dinyatakan dalam satuan moneter. Harga merupakan salah satu penentu keberhasilan suatu perusahaan karena harga menentukan seberapa besar keuntungan yang akan diperoleh perusahaan dari penjualan produknya baik berupa barang maupun jasa. Menetapkan harga terlalu tinggi akan menyebabkan penjualan akan menurun, namun jika harga terlalu rendah akan mengurangi keuntungan yang dapat diperoleh organisasi perusahaan (Anonim, 2008).

Dalam melaksanakan penetapan harga, berdasarkan pendapat Kotler (1996), maka produsen harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut :

1. Kondisi pasar

Dalam hal ini produsen harus memperhatikan secara mendalam kondisi pasar (monopoli atau persaingan bebas atau hal lainnya) yang akan dimasuki,

2. Harga produk saingan

3. Elastisitas permintaan dan besaran permintaan

(30)

itu pula sangat dibutuhkan respon dari para konsumen terhaedap perubahan harga yang dikaitkan dengan penggunaan produk itu sendiri.

c. KursMata Uang Asing

Salah satu pokok perbedaan antara ekonomi internasional dengan bidang-bidang ekonomi lainnya adalah bahwa setiap negara memiliki mata uang sendiri-sendiri. Setiap mata uang biasanya dapat dikonversikan satu sama lainnya, namun harga relatif suatu mata uang bisa berubah setiap saat sehingga berdampak pula terhadap perdagangan atranegara (Krugman dan Obstfeld, 1997).

Devisa berwujud valuta asing. Valuta asing diperlukan untuk mengimpor barang-barang (barang konsumsi, bahan baku industri dan sektor produksi lainnya), melunasi jasa pihak asing, membiayai kantor kedutaan Indonesia di luar negeri, dan melunasi hutang luar negeri (Amir, 1991).

Valuta asing (foreign exchange) adalah mata uang asing yang diperlukan untuk melaksanakan transaksi internasional. Penawaran dan permintaan valuta asing muncul bersama di pasar mata uang asing dan menghasilkan tingkat pertukaran ekuilibrium (Mc Eachern, 2000).

7. Estimasi Fungsi Ekspor

Fungsi ekspor dapat diestimasikan melalui analisis regresi. Analisa regresi merupakan salah satu uji statistika yang memiliki dua jenis pilihan model yaitu linear dan non linear dalam parameternya. Model linear memiliki dua sifat yaitu regresi sederhana dan regresi berganda dengan kurva yang dihasilkan membentuk garis lurus, sedangkan untuk model non linear dalam parameternya bersifat kuadratik dan kubik dengan kurva yang dihasillkan membentuk garis lengkung. Regresi non linear model kuadratik merupakan hubungan antara dua peubah yang terdiri dari variabel dependen (Y) dan variabel independen (X) sehingga akan diperoleh suatu kurva yang membentuk garis lengkung menaik (b2>0) atau

(31)

menurun (b2<0). Bentuk persamaan matematis model kuadratik secara umum menurut Steel dan Torrie (1980) adalah :

(a). Polynomial : E(Y) = b0 + b1X + b2X2 ; (b). Exponential : E(Y) = b0b1X

(c) . Logarithmic : Log E(Y) = b’0b’1X

Metode yang paling luas digunakan dalam analisis regresi adalah metode kuadrat terkecil biasa (method of ordinary least square, OLS). Metode tersebut dikemukakan oleh Carl Friedrich Gqauss, seorang ahli matematika bangsa Jerman. Dengan asumsi-asumsi tertentu, metode OLS mempunyai beberapa sifat statistik yang sangat menarik sehingga membuatnya menjadi metode analisis regresi yang paling kuat dan popular (Gujarati, 2002).

8. Elastisitas Penawaran

Penawaran adalah hubungan antara harga dan jumlah barang yang ditawarkan. Secara lebih spesifik, penawaran menunjukkan seberapa banyak produsen suatu barang mau dan mampu menawarkan per periode pada berbagai kemungkinan tingkat harga. Hukum penawaran menyatakan bahwa jumlah yang ditawarkan biasanya berhubungan secara langsung dengan harganya, hal lain diasumsikan konstan. Jadi, semakin rendah harganya, jumlah yang ditawarkan semakin sedikit; semakin tinggi harganya, semakin tinggi juga jumlah yang ditawarkan (Mc Eachern, 2000).

Menurut Mankiw (2000) dalam bukunya Pengantar Ekonomi jilid 1, hukum penawaran menyatakan bahwa kenaikan harga suatu barang akan menaikkan kuantitas atau tingkat penawarannya. Elastisitas penawaran terhadap harga mengukur seberapa banyak kuantitas penawaran atas suatu barang berubah mengikuti perubahan harga tersebut. Penawaran suatu barang dikatakan elastis jika perubahan harga menyebabkan perubahan kuantitas penawaran yang cukup besar. Sebaliknya, penawaran dikatakan tidak elastis apabila kuantitas penawaran itu sedikit saja berubah ketika

(32)

harganya berubah. Secara matematis elastisitas penawaran terhadap harga dirumuskan sebagai berikut:

Elastisitas penawaran terhadap harga = % perubahan kuantitas penawaran

% perubahan harga

Desmizar dan Iskandar (2004) mengartikan elastisitas penawaran sebagai suatu koefisien yang menjelaskan besarnya pengaruh perubahan jumlah barang yang ditawarkan akibat adanya perubahan harga. Jenis elastisitas penawaran yaitu:

a. Inelastis sempurna

Nilai elastisitas penawarannya adalah nol (0). b. Elastis unit

Nilai elastisitas penawarannya sama dengan 1 c. Elastisitas sempurna

Nilai elastisitas penawarannya nilainya tidak terbatas d. Elastis

Penawaran elastis jika persentase perubahan dari jumlah yang ditawarkan produsen melebihi persentase kenaikan atau penurunan harga.

e. Inelastis

Penawaran inelastis jika jumlah yang ditawarkan produsen berubah dengan persentase yang lebih kecil daripada persentase perubahan harga.

C. Kerangka Teori Pendekatan Masalah

Kegiatan ekspor merupakan kegiatan yang memegang peranan penting bagi suatu negara. Ekspor dianggap penting karena merupakan salah satu sumber pendapatan negara. Salah satu sektor yang mampu memberikan sumbangan devisa bagi perekonomian Indonesia berasal dari sektor industri pengolahan yang berupa industri penyulingan minyak atsiri.

Volume ekspor minyak cengkeh Jawa Tengah diduga dipengaruhi oleh berbagai macam faktor. Faktor-faktor tersebut diperkirakan adalah produksi minyak cengkeh, harga minyak cengkeh domestik, harga ekspor minyak cengkeh, nilai tukar dolar AS terhadap rupiah, dan volume ekpor minyak

(33)

cengkeh Jawa Tengah tahun sebelumnya. Menurut Kelana (1996), untuk mengetahui besar kecilnya volume ekspor minyak cengkeh Jawa Tengah sebagai akibat perubahan faktor-faktor yang mempengaruhinya digunakan konsep elastisitas. Elastisitas diartikan sebagai besarnya perubahan relatif dari suatu variabel yang dijelaskan (Y) yang disebabkan oleh perubahan relatif dari suatu variabel penjelas (X).

Model regresi mencerminkan pengaruh variabel bebas terhadap variabel tak bebas. Untuk hubungan ekspor dengan faktor-faktor yang mempengaruhinya dapat dinyatakan dengan persamaan model regresi non linear berganda berbentuk kepangkatan. Metode analisis regresi yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kuadrat terkecil biasa (OLS). Metode tersebut menurut Gujarati (2002) menggunakan kriteria meminimumkan jumlah kuadrat residual (kesalahan pengganggu) sehingga menghasilkan penaksir yang dikenal sebagai penaksir kuadrat terkecil. Sifat dari penaksir tersebut adalah linier dan efisien (tak bias dan mempunyai varians minimum) atau BLUE (Best Liniar Unbiased Estimator).Analisis data dilakukan dengan bantuan komputer dan program SPSS.

Pengaruh variabel-variabel bebas terhadap variabel tak bebas dianalisis dengan menggunakan prinsip elastisitas. Elastisitas merupakan konsep kuantitatif yang sangat penting untuk mengidentifikasi secara kuantitatif respon sebuah variabel karena pengaruh variabel lainnya. Koefisien dari variabel bebas merupakan nilai elastisitas masing-masing variabelnya (Sunaryo 2001).

Berdasarkan uraian di atas, maka kerangka teori pendekatan masalah dalam penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut:

(34)

Gambar 1. Kerangka Teori Pendekatan Masalah

D. Hipotesis

1. Diduga produksi minyak cengkeh Jawa Tengah, harga domestik minyak cengkeh Jawa Tengah, harga ekspor minyak cengkeh Jawa Tengah, nilai tukar dolar AS terhadap rupiah, dan volume ekpor minyak cengkeh Jawa Tengah tahun sebelumnya berpengaruh terhadap volume ekspor minyak cengkeh di Jawa Tengah.

2. Diduga elastisitas penawaran ekspor minyak cengkeh Jawa Tengah bersifat inelastis.

E. Asumsi-asumsi

Penelitian ini menggunakan asumsi bahwa variabel-variabel di luar model dianggap konstan (ceteris paribus).

Elastisitas penawaran ekspor minyak cengkeh di Jawa Tengah Faktor-faktor yang berpengaruh:

- Produksi minyak cengkeh di Jawa Tengah

- Harga domestik minyak cengkeh di Jawa Tengah

- Harga ekspor minyak cengkeh - Nilai tukar USD terhadap rupiah - Volume ekspor minyak cengkeh di

Jawa Tengah tahun sebelumnya

Produksi Minyak Cengkeh di Jawa Tengah

Konsumsi domestik

Konsumsi luar negeri

Volume ekspor minyak cengkeh

di Jawa Tengah

(35)

F. Pembatasan Masalah

1. Data volume dan nilai ekpor terbatas berdasarkan Pemberitahuan ekspor Barang (PEB) yang kegiatan ekpornya dilakukan melalui pelabuhan di seluruh wilayah Jawa Tengah.

2. Data yang dianalisis terbatas pada data sekunder berupa data time series

dalam rentang waktu 17 tahun (tahun 1987-2003). 3. Data yang diteliti terbatas untuk pasar luar negeri.

4. Jenis minyak cengkeh yang diteliti terbatas berasal dari daun cengkeh.

G. Definisi Operasional dan Konsep Pengukuran Variabel

1. Ekspor minyak cengkeh Jawa Tengah yaitu kegiatan menjual minyak cengkeh hasil produksi Provinsi Jawa Tengah ke luar negeri.

2. Volume ekspor minyak cengkeh Jawa Tengah adalah jumlah minyak cengkeh yang diekspor dari Jawa Tengah ke luar negeri per tahun, dinyatakan dalam satuan kilogram (kg).

3. Produksi minyak cengkeh Jawa Tengah adalah jumlah minyak cengkeh yang dihasilkan di wilayah Jawa Tengah per tahun, dinyatakan dalam satuan kilogram (kg).

4. Harga Domestik minyak cengkeh adalah harga minyak cengkeh rata-rata terdeflasi per tahun di Jawa Tengah, dinyatakan dalam satuan rupiah per kilogram (Rp/kg). Pengertian harga domestik minyak cengkeh dalam penelitian ini menggunakan konsep harga konstan (harga terdeflasi/riil). Harga konstan (base year price) adalah nilai barang dan jasa yang dihitung berdasarkan harga pada tahun dasar untuk menghilangkan pengaruh inflasi. Rumus harga terdeflasi menurut Widodo (2001) sebagai berikut:

HKx = 100 . HBx

IHKx

Keterangan:

HKx = Harga konstan pada tahun x (harga terdeflasi tahun x) (Rp/kg) HBx = Harga berlaku (sebelum terdeflasi) pada tahun x (Rp/kg) IHKx = Indeks harga konsumen pada tahun x

(36)

IHK yang digunakan dalam penelitian ini merupakan IHK umum yang berlaku di Jawa Tengah dengan tahun dasar 2002. Pemilihan tahun dasar ini berdasar pada ketentuan pemilihan tahun dasar menurut Dajan (1976), yaitu:

1) Sebagai tahun dasar, hendaknya dipilih tahun dimana keadaan perekonomian relatif stabil. Pada tahun-tahun yang perekonomiannya tidak stabil harga-harga akan berfluktuasi dengan hebat sedangkan kebiasaan membeli para konsumen tidak menentu. Harga pada tahun sedemikian ini tidak dapat dipakai sebagai dasar perbandingan.

2) Tahun dasar sebagai dasar perbandingan hendaknya jangan terlalu jauh dari tahun-tahun yang akan diperbandingkan. Makin jauh tahun dasar yang dipakai sebagai dasar perbandingan, makin kabur sifat perbandingan tersebut.

5. Harga ekspor minyak cengkeh adalah harga rata-rata relatif minyak atsiri yang diekspor per tahun, dihitung dengan membagi total nilai ekspor minyak cengkeh dengan total volume ekspor minyak cengkeh pada tahun yang sama. Total nilai ekspor minyak cengkeh adalah harga sampai di pelabuhan ekspor (harga FOB) yang dinyatakan dalam satuan dolar AS per kilogram (USD/kg). Harga tersebut lalu dideflasikan menjadi harga konstan.

6. Nilai tukar dolar AS terhadap rupiah adalah nilai kurs tengah rata-rata Dolar AS terhadap rupiah per tahun yang berlaku di Bank Indonesia, dinyatakan dalam satuan rupiah per dolar AS (Rp/USD).

7. Volume ekspor minyak cengkeh tahun sebelumnya adalah jumlah minyak cengkeh yang dijual dari Jawa Tengah ke luar negeri pada tahun sebelumnya, dinyatakan dalam satuan kilogram (kg).

8. Elastisitas penawaran ekspor minyak cengkeh adalah respon jumlah yang ditawarkan (volume ekspor minyak cengkeh) terhadap perubahan variabel-variabel yang mempengaruhi volume ekspornya.

(37)

I. METODE PENELITIAN

A.Metode Dasar Penelitian

Metode dasar yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif analitis, yaitu metode yang mempunyai ciri memusatkan diri pada pemecahan masalah yang ada pada masa sekarang dimana data yang dikumpulkan mula-mula disusun, dijelaskan dan kemudian dianalisis (Surakhmad, 1994).

B.Metode Penentuan Lokasi Penelitian

Penentuan lokasi penelitian dilakukan dengan metode purposive sampling, yaitu penentuan lokasi yang ditetapkan secara sengaja berdasarkan kriteria atau pertimbangan tertentu (Wirartha, 2006). Lokasi penelitian yang dipilih adalah Provinsi Jawa Tengah, dengan pertimbangan bahwa Jawa Tengah merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang mendominasi penanaman cengkeh di Indonesia. Data pendistribusian lahan cengkeh di Indonesia dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 5. Distribusi Lahan Cengkeh Indonesia menurut Propinsi, Tahun 2007.

No Provinsi Luas (ha) %

Sumber: Statistik Perkebunan Indonesia (Tree Crop Estate Statistic of Indonesia) 2007-2009: Cengkeh/Clove, Departemen Pertanian, Direktorat Jenderal Perkebunan, 2008.

Selain luas lahannya, Jawa Tengah merupakan provinsi yang mengusahakan minyak cengkeh dan telah mengekspornya selama lebih dari 15 tahun secara kontinyu.

(38)

C.Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder berupa data time series dalam rentang waktu 17 tahun (tahun 1987-2003). Alasan pemilihan data penelitian di tahun 1987-2003 adalah karena keterbatasan data yang tersedia di dinas terkait jenis komoditas yang diteliti. Komoditas yang diteliti adalah minyak cengkeh, dan data terkait minyak cengkeh hanya tersedia dari tahun 1987 hingga tahun 2003.

Data-data yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS) Jawa Tengah, Dinas Perkebunan Jawa Tengah, Dinas Perindustrian dan Perdagangan Jawa Tengah, dan Bank Indonesia Kantor Semarang, serta instansi-instansi lain yang terkait dengan penelitian ini.

D.Teknik Pengumpulan Data

1. Pencatatan

Pencatatan digunakan untuk mengumpulkan data primer dan sekunder, yaitu dengan mencatat data yang ada pada instansi pemerintah atau lembaga, serta untuk mencatat informasi dari narasumber yang tekait dengan penelitian ini.

2. Wawancara

Wawancara digunakan untuk mendapatkan penjelasan atas data-data sekunder yang dikumpulkan, serta keterangan-keterangan lain yang terkait dengan penelitian ini. Pencatatan digunakan untuk mendapatkan data sekunder, yaitu dengan mencatat data yang ada pada instansi pemerintah atau lembaga yang terkait dengan penelitian ini, serta pencatatan atas data yang diperoleh dari hasil wawancara.

(39)

E.Metode Analisis Data

1. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Volume Ekspor Minyak

Cengkeh Jawa Tengah

Hubungan ekspor dengan faktor-faktor yang mempengaruhinya dapat dinyatakan dengan persamaan model regresi non linear berganda berbentuk kepangkatan, secara matematis dirumuskan sebagai berikut:

Y = βo X1β1 X2β2 X3β3 X4β4 X5β5 Keterangan:

Y = volume ekspor minyak cengkeh Jawa Tengah (kg) X1 = produksi minyak cengkeh Jawa Tengah (kg)

X2 = harga domestik minyak cengkeh Jawa Tengah (Rp/kg) X3 = harga ekspor minyak cengkeh Jawa tengah (FOB) (USD/kg) X4 = nilai tukar dolar Amerika Serikat terhadap rupiah (Rp/USD) X5 = volume ekspor minyak cengkeh tahun sebelumnya (kg) bo = intersep

b1-b5 = nilai koefisien regresi dari masing-masing variabel

Model regresi tersebut mencerminkan fungsi regresi populasi. Fungsi tersebut dapat ditaksir atas dasar fungsi regresi sampel. Parameter βo, β1,

β2, β3, β4, β5 merupakan karakteristik dari suatu populasi. Estimasi parameter tersebut dilakukan dengan metode OLS (Ordinary Least Squre Method).

Menurut Supranto (2004) model regresi dalam metode OLS berdasar pada asumsi klasik yang menghasilkan pemerkira linear terbaik tak bias (BLUE = Best Linear Unbiased Estimator). Asumsi-asumsinya adalah: 1. Nilai rata-rata kesalahan pengganggu nol.

2. varian σ2 sama untuk semua kesalahan pengganggu (homoskedastis) 3. tidak ada otokorelasi antara kesalahan pengganggu

4. variabel bebas konstan dalam sampling yang terulang (repeated sampling) dan bebas terhadap kesalahan pengganggu.

(40)

6. kesalahan pengganggu mengikuti distribusi normal dengan rata-rata nol dan varian σ2

Oleh karena itu, model tersebut ditransformasikan dalam OLS linear / model regresi linear berganda dengan me log-naturalkan persamaan tersebut menjadi:

ln Y = ln βo+ β1 ln X1 + β2 ln X2 + β3 ln X3 + β4 ln X4 + β5 ln X5 Setelah ditransformasikan, hasilnya dikembalikan kedalam persamaan asal yaitu model regresi non linear berganda berbentuk perpangkatan.

Y = βo X1β1 X2β2 X3β3 X4β4 X5β5

Pengujian Model

a. Uji koefisien determinasi (R2)

Presentase variasi total ekspor minyak cengkeh (Y) yang dijelaskan oleh variabel-variabel bebasnya (X) diukur dengan koefisien determinasi (R2). Nilai R2 berkisar 0 - 1. Semakin besar R2 atau mendekati 1 maka semakin besar proporsi variasi variabel tak bebasnya.

R2 = _ESS_ TSS Keterangan:

ESS = Explained Sum of Squares (jumlah kuadrat regresi) TSS = Total Sum of Squares (jumlah kuadrat total)

b. Uji F

Uji F digunakan untuk mengetahui tingkat pengaruh semua variabel bebas secara bersama-sama terhadap variabel tidak bebasnya dengan tingkat kepercayaan 90% (α=10%). Secara matematis uji F dirumuskan sebagai berikut:

F hitung = _R2 / (k – 1)_

(1-R2) / (n – 1)

Keterangan:

R2 = koefisien determinasi n = jumlah sampel k = jumlah variabel

(41)

Dengan hipotesis:

Ho : βi = 0 (βi = β1 = β2 = β3 = β4 = β5 = 0) atau koefisien regresi tidak signifikan

Ha : βi ≠ 0 (βi/β1/β2/β3/β4/β5≠0) atau minimal salah satu bi bernilai tidak nol atau koefisien regresi signifikan

Menurut Gujarati (2002), uji signifikansi merupakan pendekatan alternatif, namun bersifat melengkapi dan merupakan pendekatan yang lebih singkat dalam suatu pengujian hipotesis. Kriterianya adalah sebagai berikut:

1) Suatu pengujian dikatakan signifikan secara statistik, apabila probabilitas bahwa selisih yang diobservasi antara nilai sampel dan nilai yang dihipotesiskan diakibatkan oleh suatu kebetulan tidaklah

besar (lebih kecil dari α).

2) Suatu pengujian dikatakan tidak signifikan secara statistik, apabila probabilitas bahwa selisih yang diobservasi antara nilai sampel dan nilai yang dihipotesiskan diakibatkan oleh suatu kebetulan itu besar

(lebih besar dari α).

c. Uji t

Untuk mengetahui apakah variabel bebas secara individu berpengaruh nyata terhadap variabel tidak bebas dilakukan uji t dengan tingkat kepercayaan 90% (α=10%). Secara matematis uji t dirumuskan sebagai berikut

t hitung = ___βi____

Se (bi)

Keterangan:

bi = koefisien regresi variabel bebas ke-i

Se (βi) = standar error koefisien regresi variabel bebas ke-i Hipotesis yang hendak diuji adalah

Ho : βi = 0 Ha : βi ≠ 0

Kriteria pengujian yang digunakan adalah sebagai berikut:

1) Suatu pengujian dikatakan signifikan secara statistik, apabila probabilitas bahwa selisih yang diobservasi antara nilai sampel dan

(42)

nilai yang dihipotesiskan diakibatkan oleh suatu kebetulan tidaklah besar (lebih kecil dari α).

2) Suatu pengujian dikatakan tidak signifikan secara statistik, apabila probabilitas bahwa selisih yang diobservasi antara nilai sampel dan nilai yang dihipotesiskan diakibatkan oleh suatu kebetulan itu besar

(lebih besar dari α).

d. Standar koefisien regresi

Menurut Arief (1993), untuk menentukan variabel bebas yang paling menentukan dalam mempengaruhi dependent variable dalam suatu model regresi, maka digunakanlah koefisien beta (beta coefficient). Koefisien beta juga disebut standardized regression coefficient atau standar koefisien regresi. Nilai koefisien beta dirumuskan sebagai berikut:

βi = β*

Keterangan:

βi : Standar koefisien regresi variabel bebas ke-i

β* : Koefisien regresi variabel bebas ke-i

σy : Standar deviasi variabel tidak bebas

σi : Standar deviasi variabel bebas ke-i

Nilai βi yang paling besar menunjukkan variabel bebas yang

bersangkutan adalah yang paling dominan dalam penentuan nilai variabel tak bebas.

Pengujian Asumsi Klasik

Pengujian asumsi klasik ditujukan untuk mengetahui ada tidaknya penyimpangan terhadap asumsi klasik. Sumodiningrat (1999) menyatakan bahwa pelanggaran terhadap asumsi klasik menyebabkan terjadinya multikolinearitas (kolinearitas ganda), heteroskedastisitas, dan otokorelasi. Pelanggaran terhadap asumsi klasik berakibat pada ketidakbiasan pemerkira koefisien regresi (unbiased), varian dan koefisien-koefisien OLS akan salah

(43)

a. Uji multikolinearitas

Multikolinearitas mengacu pada kondisi dimana terdapat korelasi linear diantara variabel bebas sebuah model. Jika dalam suatu model terjadi multikolinearitas, akan menyebabkan nilai R2 yang semakin tinggi dan lebih banyak variabel bebas yang tidak signifikan daripada variabel bebas yang signifikan atau bahkan tidak ada satupun.

Untuk menguji ada atau tidaknya multikolinearitas dapat digunakan pendekatan matriks korelasi, dengan melihat nilai matriks Pearson correlation (PC). Apabila nilai PC < 0,8 berarti antar variabel bebas tidak terjadi multikolinearitas. Bila terjadi angka korelasi > 0,8 maka kedua variabel tersebut perlu dipertimbangkan apakah digunakan atau tidak dalam model (Soekartawi, 1993).

b. Uji Heteroskedastisitas

Heteroskedastisitas bermakna variabel disturbansi tidak lagi mempunyai varian yang konstan untuk setiap observasi. Varian disturbansi menjadi nonrandom atau berubah-ubah dengan berubahnya nilai variabel bebas (Lains, 2003).

Uji heteroskedastisitas digunakan untuk menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan varian dari residual satu pengamatan ke pengamatan lain. Dalam penelitian ini digunakan metode grafik dengan melihat diagram pencar (scatterplot) untuk mendeteksi ada tidaknya heteroskedastisitas. Menurut Ghozali (2006), kriteria pengambilan keputusan untuk uji heteroskedastisitas dengan menggunakan scatterplot adalah sebagai berikut:

1) Jika ada pola tertentu, seperti titik-titik yang ada membentuk pola tertentu yang teratur (bergelombang, melebar kemudian menyempit), maka mengindikasikan telah terjadi heteroskedastisitas.

2) Jika tidak ada pola yang jelas, serta titik-titik menyebar di atas dan di bawah angka 0 pada sumbu Y, maka tidak terjadi heteroskedastisitas.

(44)

c. Uji otokorelasi

Otokorelasi adalah korelasi (hubungan) yang terjadi di antara anggota-anggota dari serangkaian pengamatan yang tersusun dalam rangkaian waktu (time series data) atau yang tersusun dalam rangkaian ruang (data silang/cross-sectional data). Suatu jenis pengujian yang umum digunakan untuk mengetahui ada tidaknya otokorelasi adalah statistik d Durbin-Watson dengan kriteria:

1) 1,65 < DW < 2,35 yang artinya tidak terjadi otokorelasi.

2) 1,21 < DW < 1,65 atau 2,35 < DW < 2,79 yang artinya tidak dapat disimpulkan.

3) DW < 1,21 atau DW > 2, 79 yang artinya terjadi otokorelasi. (Sulaiman, 2002).

2. Analisis Elastisitas Penawaran Ekspor

Besar kecilnya perubahan ekspor sebagai akibat perubahan faktor-faktor yang mempengaruhi dapat diketahui dengan konsep elastisitas. Pada model double log, koefisien lereng (slope coefficient) βi merupakan

elastisitas Y terhadap X (Sumodiningrat, 1993). Besarnya elastisitas dapat bervariasi antara nol sampai tak terhingga, bila:

1) Es = 0, penawaran bersifat inelastis sempurna, terjadi bila jumlah yang ditawarkan tidak berubah dengan adanya perubahan harga.

2) 0 < Es < 1, penawaran bersifat inelastis yang terjadi bila jumlah yang ditawarkan berubah dengan persentase lebih kecil dari perubahan harga. 3) Es = 1, penawaran bersifat elastis uniter, terjadi bila jumlah yang

ditawarkan berubah dengan persentase sama dengan perubahan harga. 4) 1 < Es < ~, penawaran bersifat elastis, terjadi bila jumlah yang

ditawarkan berubah dengan persentase lebih besar dari pada perubahan harga.

5) Es = ~, penawaran bersifat elastis sempurna, sempurna atau tak terhingga, terjadi bila penjual siap menjual dengan segala kemampuan mereka pada beberapa tingkat harga dan tidak sama sekali walaupun dengan harga yang sedikit lebih rendah.

(Lipsey et al, 1990).

(45)

IV. KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN

A. Keadaan Alam

1. Letak, Luas dan Batas Wilayah

Jawa Tengah sebagai salah satu provinsi di Pulau Jawa, letaknya diapit oleh dua provinsi besar, yaitu Jawa Barat dan Jawa Timur. Letaknya antara 5°40' dan 8°30' Lintang Selatan dan antara 108°30' dan 111°30' Bujur Timur (termasuk Pulau Karimunjawa). Jarak terjauh dari Barat ke Timur adalah 263 km dan dari Utara ke Selatan 226 km (tidak termasuk Pulau Karimunjawa). Batas-batas wilayah Provinsi Jawa Tengah adalah:

a. Sebelah Utara : Laut Jawa

b. Sebelah Timur : Provinsi Jawa Timur

c. Sebelah Selatan : Daerah Istimewa Yogyakarta dan Samudra Hindia d. Sebelah Barat : Provinsi Jawa Barat

Secara administratif Provinsi Jawa Tengah terbagi menjadi 29 kabupaten dan 6 kota, 568 Kecamatan, 8.573 Kelurahan, dan 31.820 Desa. Luas wilayah Jawa Tengah pada tahun 2009 tercatat sebesar 3,25 juta hektar atau sekitar 25,04 % dari luas Pulau Jawa (1,70 % luas Indonesia). Daerah yang terluas adalah Kabupaten Cilacap dengan luas sebesar 212.883 hektar, sedangkan daerah yang paling kecil adalah Kota Magelang dengan luas wilayah 1.803 hektar.

2. Luas Penggunaan Lahan

Lahan di Jawa Tengah terdiri dari 991 ribu hektar (30,44 %) lahan sawah dan 2,26 juta hektar (69,56 %) bukan lahan sawah. luas lahan sawah yang berpengairan teknis adalah sebesar 383.262 hektar, sisanya berpengairan setengah teknis, tadah hujan dan lain-lain. Berikutnya, lahan kering dari bagian bukan lahan sawah sebagian besar dipakai untuk tegal/kebun. Data mengenai penggunaan lahan di Provinsi Jawa Tengah dapat dilihat pada tabel berikut.

(46)

Tabel 6. Luas Penggunaan Lahan dan Jenis Pengairan di Provinsi Jawa

Sumber: Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Tengah, 2010

Secara umum, pemanfaatan lahan di Provinsi Jawa Tengah meliputi 991.652,00 Ha lahan sawah dengan persentase 30,44% dan 2.262.760,00 Ha lahan bukan sawah dengan persentase 69,56%. Penggunaan lahan sawah terbesar adalah sawah irigasi teknis dengan luas 383.262 Ha. Selain lahan sawah pemanfaatan lahan yang lain ialah lahan bukan sawah yang terdiri dari pekarangan/bangunan, tegal/kebun, ladang, kolam/empang, tanaman kayu-kayuan dan perkebunan negara/swasta, hutan negara, dan lain-lain. Oleh karena itu dapat diketahui bahwa sebagian besar lahan di Provinsi Jawa Tengah dimanfaatkan untuk kegiatan pertanian, sehingga dapat diartikan bahwa sebagian besar masyarakat Jawa Tengah masih menggantungkan hidupnya pada sektor pertanian.

Gambar

Gambar 1.  Diagram Kerangka Teori Pendekatan Masalah ..........................
Tabel 2. Komoditas Utama Ekspor Minyak Atsiri Indonesia dan Provinsi Sentra Produksi
Tabel 3 di atas menunjukkan luas lahan, produksi dan produktivitas
Tabel 4. Standar Nasional Indonesia Untuk Minyak Cengkeh (SNI 06-
+7

Referensi

Dokumen terkait

Folklore dan tradisi lisan adalah bagian integral dari budaya apa pun (Naqui, 2019).Tradisi Aurodan atau sering disebut dengan istilah tawasulan atau yahadian adalah

Ida Bagus Gde Wirawibawa, MT Arsitektur 58 I Nyoman Widya Paramadhyaksa, ST, MT, Ph.D.. IB Alit

Perancangan program dilakukan dengan bantuan Software HomeSite 4.5 sebagai program editor, Ms Access sebagai database, dan gambar-gambar dibuat dan diedit dengan

[r]

mengenai rasa, inovasi pada produk juga perlu dilakukan untuk menghindari kejenuhan para pelanggan akan produk makanan yang telah ada. Sebelum para pelanggan mulai

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi praktis dan bermanfaat bagi PT Asuransi Jiwa Sinarmas MSIG Surabaya untuk digunakan sebagai akses

Akan tetapi, ketika pengajuan pembiayaan tersebut ditolak, maka, ME lah yang bertugas untuk mengembalikan jaminan tersebut ke tempat tinggal calon debitur, atau,

Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2004 tentang Kedudukan Protokoler dan Keuangan Pimpinan dan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004