• Tidak ada hasil yang ditemukan

IMPLEMENTATION OF NURSING CARE DOCUMENTATION OF INPATIENT ROOM AT GENERAL HOSPITAL BETHESDA GMIM TOMOHON

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "IMPLEMENTATION OF NURSING CARE DOCUMENTATION OF INPATIENT ROOM AT GENERAL HOSPITAL BETHESDA GMIM TOMOHON"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

81

ANALISIS PELAKSANAAN DOKUMENTASI ASUHAN KEPERAWATAN DI RUANG RAWAT INAP RUMAH SAKIT UMUM BETHESDA GMIM TOMOHON

ANALYSIS

OF

THE

IMPLEMENTATION

OF

NURSING

CARE

DOCUMENTATION OF INPATIENT ROOM AT GENERAL HOSPITAL

BETHESDA GMIM TOMOHON

Welmin M.E Lumi*, Jootje M.L.Umboh*, Jean Henry Raule*

*Pascasarjana Universitas Sam Ratulangi

ABSTRAK

Dokumentasi asuhan keperawatan sangat penting bagi perawat karena pelayanan asuhan keperawatan yang diberikan pada pasien membutuhkan catatan dan pelaporan sebagai alat bukti tanggung jawab dan tanggung gugat dari perawat dalam menjalankan tugasnya. Melalui pelaksanaan dokumentasi asuhan keperawatan, akan terlihat sejauh mana kompetensi perawat dalam memberikan pelayanan asuhan keperawatan pada pasien, juga sebagai alat komunikasi tertulis antar tim kesehatan lain secara akurat dan lengkap. Tujuan penelitian ini untuk menganalisis pelaksanaan dokumentasi asuhan keperawatan di ruang rawat inap Rumah Sakit Umum Bethesda GMIM Tomohon. Penelitian mengunakan metode kualitatif. Data primer penelitian ini diperoleh dari wawancara mendalam pada 7 informan. Data sekunder dari telaah dokumen asuhan keperawatan dengan menggunakan panduan observasi. Informan penelitian ini yaitu Direktur SDM, Sarana Penunjang dan Pengembanan (1 orang), Kepala Bidang Keperawatan (1 orang), Kepala Instalasi Rawat Inap (1 orang), Kepala Ruangan Rawat Inap (2 orang) dan Perawat Pelaksana (2 orang). Hasil penelitian menunjukkan bahwa pelaksanaan dokumentasi asuhan keperawatan di ruang rawat inap Rumah Sakit Umum Bethesda GMIM Tomohon pada tahap pengkajian keperawatan sampai tahap evaluasi keperawatan semua ruangan rawat inap sudah melakukan pendokumentasian asuhan keperawatan sesuai standar yang berlaku dan akurat. Hasil observasi berkas menunjukkan tidak semua berkas terdokumentasi dengan lengkap dan sesuai, karena sesuai hasil wawancara dengan kepala ruangan dan perawat pelaksana kendala yang ada saat pelaksanaan dokumentasi asuhan keperawatan antara lain tenaga kurang dan waktu tidak cukup karena pasien yang banyak. Penelitian ini dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan dokumentasi asuhan keperawatan di ruang rawat inap Rumah Sakit Umum Bethesda GMIM Tomohon sudah dilaksanakan dengan baik, tapi masih belum maksimal sesuai dengan standar asuhan keperawatan.

Kata Kunci: Dokumentasi Asuhan Keperawatan

ABSTRACT

(2)

constraints during the implementation of nursing care documentation including less of workers and less of time because there are so many patients. This study concluded that the implementation of nursing care documentation of inpatient room at General Hospital Bethesda GMIM Tomohon is already conducted well but not maximally as the standard of nursing care.

Keyword: Nursing care documentation

PENDAHULUAN

Kesehatan sebagai hak asasi manusia yang diakui secara konstitusional dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sebagai hak warga negara dan tanggung jawab negara. Hak asasi bidang kesehatan ini harus diwujudkan melalui pembangunan kesehatan yang diarahkan untuk meningkatkan kesejahteraan individu, keluarga dan masyarakat dengan menanamkan kebiasaan hidup sehat. (Anonim, 2014).

Penyelanggaraan pembangunan kesehatan diwujudkan melalui pemberian pelayanan kesehatan yang didukung oleh sumber daya kesehatan, baik tanaga kesehatan maupun tenaga non kesehatan. Perawat dalam melaksanakan pelayanan kesehatan berperan sebagai penyelenggara praktik keperawatan, pemberi asuhan keperawatan, penyuluh dan konselor bagi klien, pengelola pelayanan keperawatan dan peneliti keperawatan. Pelayanan keperawatan yang diberikan oleh perawat didasarkan pada pengetahuan dan kompetensi di bidang ilmu keperawatan yang dikembangkan sesuai dengan kebutuhan klien,

perkembangan ilmu pengetahuan dan tuntutan globalisasi. (Anonim, 2014).

Rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan dan gawat darurat. Pelayanan kesehatan di rumah sakit terdiri dari berbagai jenis pelayanan seperti medik, keperawatan dan penunjang medik yang diberikan kepada pasien dalam bentuk upaya promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif. (Anonim, 2014).

Rumah sakit sebagai unit pelayanan publik perlu berbenah diri dan terus meningkatkan mutu pelayanan sehingga tetap kompetitif di era globalisasi. (Alamsyah, 2011).

(3)

83 Dokumentasi merupakan suatu informasi lengkap meliputi status kesehatan pasien, kebutuhan pasien, kegiatan asuhan keperawatan serta respons pasien terhadap asuhan yang diterimanya.(Deden, 2012).

Untuk memberikan pelayanan kepada pasien secara komprehensif diperlukan pelayanan keperawatan dengan asuhan keperawatan secara berkesinambungan yaitu melalui beberapa tahapan proses asuhan keperawatan meliputi: (1) pengkajian keperawatan, (2) diagnosa keperawatan, (3) perencanaan keperawatan, (4) pelaksanaan tindakan keperawatan (5) evaluasi keperawatan (Doenges, 2010). Dengan demikian dokumentasi keperawatan mempunyai peranan yang besar dari catatan klinis pasien yang menginformasikan faktor tertentu atau situasi yang terjadi selama asuhan dilaksanakan. Disamping itu catatan juga dapat sebagai wahana komunikasi antar profesi (Interdisipliner) yang dapat dipergunakan untuk mengungkapkan suatu fakta aktual untuk dipertanggungjawabkan.

Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Tambuwun (2010) tentang “Analisis Penerapan Dukumentasi Asuhan Keperawatan di Instalasi Rawat Inap C BLU Rumah Sakit Prof. Dr. R. D Kandou Manado”, yang menunjukkan hasil pendokumentasian penerapan

asuhan keperawatan belum maksimal, dibuktikan dalam observasi terhadap pendokumentasian ditemukan masih dalam kategori cukup secara umum. Sedangkan berdasarkan penelitian Wahyaane (2011) di RS Krakatau Medika Cilegon diketahui bahwa kelengkapan pendokumentasian asuhan keperawatan hanya mencapai 40 %. Penelitian yang dilakukan Kairupan (2016) di instalasi rawat inap RSUD Dr. Sam Ratulangi Tondano menunjukkan bahwa pendokumentasian asuhan keperawatan pada 4 (empat) ruangan rawat inap, hanya 1 (satu) ruangan yang malakukan pendokumentasian asuhan keperawatan dari tahap pengkajian sampai tahap evaluasi dan 3 (tiga) ruangan tidak melakukan pendokumentasian asuhan keperawatan. Hal ini disebabkan oleh kendala-kendala dalam penerapannya yaitu tidak cukup tenaga keperawatan dalam ruangan, adanya tugas diluar profesi keperawatan yang dilakukan oleh perawat serta sarana dan prasarana yang belum memadai seperti persediaan alat dan bahan pendokumentasian.

(4)

menghadapi era globalisasi dan persiapan akrteditasi versi tahun 2012, Rumah Sakit Umum Bethesda GMIM Tomohon menghadapi tantangan persaingan yang cukup berat, baik terhadap Rumah Sakit Swasta maupun Rumah Sakit Pemerintah. Rumah sakit ini juga merupakan Rumah Sakit Pendidikan bagi mahasiswa kedokteran dan keperawatan, terutama mahasiswa Akademi Keperawatan Bethesda Tomohon.

Berdasarkan data Profil RSU Bethesda GMIM Tomohon tahun 2015, tenaga keperawatan yaitu : jumlah lulusan D III keperawatan merupakan tenaga perawat terbanyak yaitu 88 orang, kemudian diikuti oleh lulusan Sekolah Perawat Kesehatan (SPK) 64 orang (sementara studi lanjut D3 Kep.), lulusan S1 Keperawatan profesi (S.Kep.Ns) 15 orang, dan S1 Keperawatan (S.Kep.) 6 orang (Anonim, 2015). Asuhan keperawatan di rumah sakit seharusnya dilakukan oleh tenaga profesional dengan tingkat pendidikan minimal D3 (Ali, 2010).

Berdasarkan survey pendahuluan yang dilakukan peneliti di bagian Rekam Medik RSU Bethesda GMIM Tomohon, menunjukkan bahwa dari 10 berkas rekam medis pasien rawat inap yang dijadikan sampel pada awal Agustus 2016, catatan pelaksanaan dokumentasi asuhan keperawatan belum

memadai yaitu pengkajian 50,54 %, diagnosa keperawatan 40 %, perencanaan keperawatan 50,33%, tindakan keperawatan 50,75 %, evaluasi 70 % dan catatan asuhan keperawatan 90 %. Dapat disimpulkan bahwa angka tersebut belum sesuai dengan standar minimal 80 % kelengkapan dokumentasi asuhan keperawatan.

Adanya ketidak lengkapan dalam pendokumentasian asuhan keperawatan akan berdampak pada tidak tercapainya tujuan pendokumentasian asuhan keperawatan yang antara lain (1) untuk mengidentifikasi status kesehatan pasien dalam rangka mencatat kebutuhan pasien, merencanakan, melaksanakan implemetasi keperawatan, dan mengevaluasi tindakan, (2) bentuk penelitian, keuangan, hukum dan etika (Ali, 2012).

Berdasarkan berbagai uraian diatas, maka perlu dilakukan analisis terhadap pelaksanaan dokumentasi asuhan keperawatan di ruang rawat inap Rumah Sakit Umum Bethesda GMIM Tomohon.

METODE PENELITIAN

(5)

85 asuhan keperawatan di Rumah Sakit Bethesda GMIM Tomohon. Penelitian dilaksanakan di ruang rawat inap Rumah Sakit Bethesda Umum GMIM Tomohon pada bulan Agustus sampai dengan Oktober 2016. Penelitian informan pada penelitian ini didasarkan pada prinsip kesesuaian dan kecukupan. Berdasarkan prinsip tersebut yang menjadi informan dalam penelitian yaitu, wakil direktur SDM, Sarana Penunjang dan Pengembangan 1 orang, kepala bidang keperawatan 1 orang, kepala instalasi rawat inap 1 orang, kepala ruangan 2 orang dan perawat pelaksana 2 orang. Pengumpulan data wawancara mendalam direkam dalam alat handpone yang disalin dalam bentuk transkrip, kemudian disusun dalam bentuk matriks dan selanjutnya dianalisis dengan memakai metode analisis isi (content analyssist).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambaran Karakteristik Informan

Karakteristik informan dapat dilihat berdasarkan jenis kelamin, pendidikan, usia dan lama bekerja. Berdasarkan hasil penelitian di ruang rawat inap RSU Bethesda GMIM Tomohon dilihat dari jenis kelamin bahwa dari 7 informan, perempuan yang lebih dominan dengan jumlah 6 informan sedangkan laki-laki hanya 1 informan. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa sebagian besar

perawat di RSU Bethesda GMIM Tomohon berjenis kelamin perempuan. Informan perawat di Rumah Sakit Umum Bethesda GMIM Tomohon yang sebagian besar perempuan tidak berpengaruh dalam pelaksanaan dokumentasi asuhan keperawatan, hal ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Frida (2009) tentang Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Pendokumentasian Asuhan Keperawatan di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Cirene yang menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara usia, jenis kelamin, pendidikan dan masa kerja dengan pendokumentasian asuhan keperawatan.

(6)

Umum Bethesda GMIM Tomohon sebagian memiliki latar belakang DIII Keperawatan. Pendidikan minimal DIII Keperawatan merupakan syarat yang secara resmi ditetapkan untuk mengisi dokumentasi asuhan keperawatan, dengan begitu bagi perawat yang berlatar belakang SPK tidak diwajibkan untuk melaksanakan dokumentasi asuhan keperawatan sesuai peraturan undang-undang keperawatan.

Setiap jenis pekerjaan memiliki tuntutan yang berbeda terhadap pendidikan dan kemampuan, demikian nhalnya setiap perawat juga mempunyai kemampuan kerja yang berbeda sehingga pendidikan sangat mempengaruhi kemampuan untuk pekerjaan yang membutuhkan keahlian dan ketrampilan khusus. Menurut Gilmer yang dikutip oleh Akusatia (2001), bahwa makin tinggi pendidikan seseorang makin mudah seseorang berpikir secara luas, makin tinggi daya inisiatifnya dan makin mudah pula menemukan cara-cara yang efisien guna menyelesaikan pekerjaannya dengan baik. Hal ini didukung oleh beberapa penelitian, antara lain hasil penelitian oleh Martini (2007) bahwa tidak ada hubungan antara pendidikan dengan pendokumentasian asuhan keperawatan di Rawat Inap BPRSUD Kota Salatiga, dan hasil penelitian di Ruang Rawat Inap RSUD Kota Semarang oleh Mayasari (2009)

mengatakan bahwa tidak ada hubungan antara pendidikan dengan kepuasan kerja perawat.

(7)

87 pengalaman seseorang dalam melaksanakan pekerjaan dengan tepat, efisien, dan efektif. Hal ini didukung oleh Faisin yang melakukan penelitian di RSU Pandan Arang Kabupaten Boyolali terhadap staf perawatnya, didapatkan adanya hubungan lama kerja perawatan dengan kinerja perawat di rumah sakit tersebut.

Pelaksanaan Dokumentasi Asuhan

Keperawatan Tahap Pengkajian

Hasil wawancara dengan informan perawat mengatakan bahwa manfaat dokumentasi asuhan keperawatan bagi rumah sakit yaitu sebagai alat komunikasi non verbal dan kelengkapan catatan rekam medik rumah sakit, agar saat pasien kontrol bisa dilihat riwayat penyakit sebelumnya, membantu pihak rumah sakit sebagai bukti tertulis apabila terjadi sesuatu yang melibatkan hukum, dan menjadi ukuran sejauh mana mutu pelayanan keperawatan dilaksanakan. Berdasarkan hasil observasi pengkajian yang dilakukan sudah sesuai dengan format pengkajian yang telah ditetapkan oleh rumah sakit dan informan juga mengatakan bahwa data yang dikaji sejak pasien masuk sampai pulang dan dan data dikaji lengkap dan akurat. Masalah yang dirumuskan beradasarkan kesenjangan antara status kesehatan dengan norma pola fungsi kehidupan tergambar pada

observasi berkas rekam medis menunjukkan belum maksimal, karena sesuai wawancara dengan informan kendala yang dijumpai apabila pasien/keluarga tidak mengingat kejadian riwayat penyakit yang dialami sebelumnya. Jawaban yang diberikan oleh semua informan sama dan sesuai dengan pelaksanaan asuhan keperawatan tahap pengkajian sehingga menunjukkan kategori baik. Observasi penelitian semua berkas rekam medis sudah ada format pengkajian yang ditetapkan oleh rumah sakai dan perawat diwajibkan mengisi data sesuai format yang telah disediakan. Format catatan perkembangan yang dikeluarkan oleh rumah sakit sudah ada komponen pengkajian yang dikenal dengan data subjektif dan objektif sehingga data dapat dikaji dari pasien masuk sampai pulang.

(8)

spiritual dan masalah dirumuskan berdasarkan kesenjangan antara status kesehatan dengan norma pola fungsi kehidupan.

Hal ini dapat terjadi karena saat pasien masuk tidak langsung melakukan pengkajian. Perbedaan ini ditunjukkan kepada informan kepala ruangan dan perawat pelaksana yang secara langsung melakukan asuhan keperawatan mengatakan bahwa hal ini terjadi karena perawat sibuk dan banyak pasien, juga perawat melakukan pekerjaan diluar tugas pokok perawat seperti administrasi dan kebersihan. Alasan ini sesuai dengan kenyataan dilapangan dimana format pengkajian yang ditetapkan terlalu panjang sehingga membutuhkan waktu yang lama dalam melengkapinya. Nursalam, 2011 dalam konsep tentang pengkajian yang mengatakan bahwa perawat mengumpulkan data tentang status kesehatan klien secara sistematik, menyeluruh, akurat, singkat dan berkesinambungan. Nursalam juga mengatakan pengkajian awal sangat penting karena di dokumentasikan sebagai sumber data, membantu dalam strukturisasi riwayat kesehatan pasien dan pendokumentasian hasil pemeriksaan fisik. Pengkajian keperawatan yang tidak lengkap tentang kebutuhan pasien menyebabkan tidak efektifnya asuhan keperawatan yang diberikan. Oleh karena itu, pengkajian

yang akurat, lengkap, sesuai dengan kenyataan dan kebenaran data sangat penting dalam merumuskan suatu diagnosa.

Iyer (2012), pengakajian merupakan pengumpulan informasi tentang

kebutuhan pasien untuk

mengidentifikasi diagnosa keperawatan dan merencanakan asuhan keperawatan. Perawat dituntut mempunyai pengetahuan tentang konsep dan teori sebagai dasar dalam mengartikan data yang diperoleh serta dapat menjalin komunikasi yang efektif.

(9)

89 psiko-sosial, spiritual), data dikaji sejak pasien masuk sampai pulang, dan masalah dirumuskan berdasarkan kesenjangan antara status kesehatan dengan norma pola fungsi kehidupan (nutrisi, cairan dan elektrolit, perkemihan, persepsi sensori dan lain-lain). Pada instrumen tersebut jelas aspek yang dinilai serta dapat digunakan untuk menilai kinerja pelayanan keperawatan yang telah dilaksanakan oleh rumah sakit.

Menurut Carpenito, 2010 format dokumentasi masih banyak ragamnya, dalam pencatatan perawat merasa rumit dan banyak memakan waktu. Maka dalam pelaksanaan dokumentasi proses keperawatan bertepatan pasien masuk mendekati pergantian shiff ditambah lagi format pengkajian yang terlalu panjang dan diperlukan sistem dokumentasi yang efisien, komprehensif dapat mendokumentasikan lebih banyak data dalam waktu yang lebih sedikit dan sesuai standar yang berlaku. Alasan ini sesuai dengan penelitian dari Tambuwun (2010), di ruang rawat inap C BLU RSUP Prof .Dr.R.D Kandou Manado yang mengatakan pendokumentasian ditemukan masih dalam kategori cukup secara umum, hal ini disebabkan oleh tidak cukup tenaga keperawatan dalam ruangan, adanya tugas diluar profesi keperawatan. Hasil penelitian Diyanto, 2007 menunjukkan bahwa kurangnya

kemauan perawat dalam melakukan pengkajian, karena beban kerja yang tinggi, serta jumlah tenaga yang bertugas tidak seimbang dengan jumlah pasien yang dirawat.

Pemahaman tentang pengkajian keperawatan sudah termasuk dalam kategori baik dimiliki oleh perawat, karena rata-rata sumber daya manusia di RSU Bethesda GMIM Tomohon sudah membaik dengan adanya tingkat pendidikan diatas D III Keperawatan.

Secara keseluruhan hasil wawancara pelaksanaan pengkajian asuhan keperawatan menunjukkan baik sesuai dengan hasil observasi dari berkas rekam medik menunjukkan kategori baik. Nilai ini terjadi karena jawaban yang diberikan oleh informan sesuai dengan pernyataan hasil observasi berkas rekam medis pasien.

Pelaksanaan dokumentasi asuhan

keperawatan tahap diagnosa

(10)

dan penyebab (PE). Hal ini didapatkan atas kerjasama perawat dengan klien, keluarga dan tim kesehatan lainnya untuk memvalidasi diagnosa keperawatan, melakukan pengkajian ulang dan merevisi berdasarkan data terbaru.

Hasil wawncara mendalam tentang pemahaman pendokumentasian penerapan asuhan keperawatan tahap diagnosa keperawatan menggambarkan bahwa pada umumnya perawat mengatakan bahwa diagnosa keperawatan yang dilakukan yaitu masalah yang dirumuskan berdasarkan data subjektif dan objektif, mencerminkan PE/PES serta disusun berdasarkan prioritas masalah dan dinomori. Hasil wawancara dengan observasi berkas rekam medis pasien tidak sesuai dengan hasil menunjukkan dalam kategori cukup. Perbedaan ini ditunjukkan kepada informan perawat sebagai perawat pelaksana yang secara langsung melakukan asuhan keperawatan, kepala-kepala ruangan dan kepala instalasi mengatakan bahwa hal ini terjadi karena perawat sibuk melakukan tindakan pada pasien sehingga data yang dikaji tidak lengkap, tidak cukup waktu menganalisa data sampai dengan merumuskan diagnosa berdasarkan prioritas masalah dan kendala lain masih ada perawat yang kurang memahami sehingga diagnosa

keperawatan yang diangkat belum menunjukkan berdasarkan masalah yang telah dirumuskan.

Penilaian diagnosa keperawatan sebagai produk harus memiliki tiga kriteria yaitu: (1) Perawat mendokumentasikan status individual pasien sesuai dengan format PES, (2) Diagnosa keperawatan dinomori sesuai dengan catatan keperawatan, (3) Diagnosa keperawatan diformulasikan dengan benar dan memiliki etiologi serta dapat dicapai.

Hasil observasi peneliti menemukan adanya perumusan masalah keperawatan yang tidak sesuai dengan masalah yang ditemukan, dimana diagnosa keperawatan hanya diangkat satu saja sedangkan proses pasien terhadap perubahan status kesehatan lebih dari satu masalah keperawatan. Tahap merumuskan diagnosa membutuhkan kajian data awal yang akurat, jika tidak dilakukan pengkajian dengan baik atau tidak ada data pengkajian maka penentuan diagnosa keperawatan tidak dapat dilakukan.

(11)

91 mengidentifikasi dan memberikan intervensi secara pasti untuk menjaga status kesehatan, menurunkan, membatasi, mencegah dan mengubah.

Diagnosa keperawatan dapat dirumuskan berdasarkan hasil pengkajian, ketika tidak lengkapnya pengkajian, maka diagnosa keperawatan yang diangkat tidak sesuai dengan kebutuhan pasien saat mengalami perubahan status kesehatan atau beresiko. Selain itu diagnosa keperawatan memerlukan pemahaman yang baik dari perawat dalam melakukan analisa terhadap masalah yang ditemukan pada tahap pengkajian.

Berdasarkan hasil wawancara dan observasi berkas medis, bila dibandingkan dengan teori yang ada, maka dapat dikatakan pelaksanaan dokumentasi asuhan keperawatan tahap diagnosa belum maksimal dimana pencapaiannya masih dalam kategori cukup. Sekalipun belum maksimal tapi masih lebih baik jika dibandingkan dengan hasil penelitian Kairupan (2016) tentang Analisis Pendokumentasian Asuhan Keperawatan di Ruang Rawat Inap RSUD DR. Sam Ratulangi Tondano, dengan jenis penelitian menggunakan metode kualitatif dengan wawancara mendalam dan observasi, didapatkan data pelaksanaan asuhan keperawatan pada tahap diagnosa keperawatan berada pada kategori

kurang yaitu dimana dari empat ruangan rawat inap hanya satu ruangan yang melaksanakan pendokumentasian.

Pelaksanaan Dokumentasi Asuhan

Keperawatan Tahap Perencanaan.

Tahap ini perawat membuat rencana tindakan keperawatan untuk mengatasi masalah dan meningkatkan status kesehatan klien. Kriteria proses meliputi perencanaan terdiri atas penetapan prioritas masalah, tujuan, dan rencana tindakan keperawatan. Bekerjasam dengan klien/keluarga dan tim kesehatan lain dalam menyusun rencana tindakan keperawatan. Perencanaan bersifat individual sesuai dengan kondisi atau kebutuhan klien.

Hasil wawancara mendalam tentang pemahaman pendokumentasian penerapan asuhan keperawatan tahap

perencanaan keperawatan

(12)

kerjasama tim kesehatan lain. Hasil observasi berkas dokumentasi asuhan keperawatan tahap perencanaan didapatkan hasil dalam ketegori cukup, karena walaupun informan mengatahui rencana keperawatan harus disusun menurut urutan prioritas dan rencana tindakan harus menggambarkan keterlibatan pasien/keluarga, namun belum semua mendokumentasikannya. Hal ini didukung oleh penenelitian Susanto (2010) di Cilacap, menunjukkan bahwa hasil observasi pada tahap perencencanaan yang masih termasuk kategori tidak baik.

Mendokumentasikan perencanaan keperawatan berdasarkan diagnosa keperawatan tetapi jika tidak disusun menurut urutan prioritas dan rencana tindakan tidak menggambarkan keperlibatan pasien dan keluarga, maka pemenuhan kebutuhan terhadap masalah kesehatan pasien tidak dapat terpenuhi dengan baik. Perencanaan yang baik dalam penerapan proses keperawatan harus disusun menurut urutan prioritan dan menggambarkan keterlibatan pasien dan keluarga.

Menurut Nursalam (2011), rencana asuhan keperawatan disusun dan ditulis oleh perawatan profesional yang mempunyai dasar pendidikan yang memadai. Klien dan profesi kesehatan lainnya yang terlibat dalam pelayanan keperawatan harus dilibatkan dalam

penyusunan rencana asuhan keperawatan. Klien harus ikut terlibat dalam mendefinisikan dan memvadilasi kriteria hasil dan rencana intervensi yang dilakukan. Diagnosa keperawatan, kriteria hasil, dan rencana intervensi yang sudah tidak valid lagi harus segera direvisi. Dengan pembaharuan rencana intervensi, maka perawat dapat mempergunakan waktunya secara lebih efektif.

Pelaksanaan Dokumentasi Asuhan

Keperawatan Tahap Tindakan

Keperawatan

Tahap ini perawat

mengimplementasikan tindakan yang telah diindentifikasi dalam rencana asuhan keperawatan dengan kriteria proses bekerjasama dengan klien dalam pelaksanaan tindakan keperawatan, kolaborasi dengan tim kesehatan lain, melakukan tindakan keperawatan untuk mengatasi kesehatan klien, memberikan pendidiksn pada klien dan keluarga mengenai konsep, ketrampilan asuhan diri serta membantu klien memodifikasi lingkungan yang digunakan, mengkaji ulang dan merevisi pelaksanaan tindakan keperawatan berdasarkan respon klien.

(13)

93 respon pasien terhadap tindakan keperawatan, merevisi tindakan berdasarkan hasil evaluasi, dan semua tindakan yang dilaksanakan dicatat dengan ringkas dan jelas dengan menulis waktu pelaksanaan dan nama/paraf perawat yang mengerjakan. Hasil observasi tidak semua berkas sama dengan hasil wawancara, dimana masih ada tindakan yang dilakukan tidak mengacu pada rencana yang telah ditetapkan, perawat hanya mengobservasi dan mencatat tindakan yang dilaksanakan, tapi tidak merespon pasien terhadap tindakan keperawatan yang diberikan, selain itu perawat dalam revisi tindakan berdasarkan hasil evaluasi masih kurang, dimana sesuai wawancara perawat mengatakan kendala yang ada pada tahap ini apabila klien/keluarga tidak mau bekerjasama dan waktu yang tidak cukup.

Pelaksanaan dokumentasi asuhan keperawatan tahap tindakan keperawatan belum maksimal yang hasilnya masih dalam kategori cukup, padahal kegiatan dokumentasi tindakan keperawatan sangat penting untuk berkomunikasi dengan teman sejawat perawat pada saat pergantian shiff, selain itu untuk menghindari kesalahan atau tumpang tindih dalam memberikan pelayanan keperawatan. Seperti halnya pada penelitian Nelfiyanti (2009) tentang Pengaruh Pengetahuan dan

Motivasi Perawat terhadap Kelengkapan Pengisian Dokumentasi Asuhan Keperawatan pada Rekam Medis di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Haji Medan, didapatkan hasil penelitian yaitu kelengkapan pengisian dokumentasi asuhan keperawatan cukup lengkap.

Menurut Doengus (2010), pendokumentasian implementasi meliputi catatan intervensi yang dilipih untuk memenuhi kebutuhan pasien. Intervensi tersebut dapat dimasukkan kedalam rencana perawatan tertulis, standar perawatan, protokol, atau alur klinis. Mencatat intervensi, baik menggunakan lembar alur maupun catatan perkembangan member informasi yang digunakan untuk memantau perawatan yang diterima oleh pasien. Pendokumentasian implementasi memberi bukti perawatan yang diberikan, mempermudah penggatian biaya secara tepat, dan meningkatkan kontinuitas perawatan.

(14)

Pelaksanaan Dokumentasi Asuhan

Keperawatan Tahap Evaluasi

Evaluasi pendokumentasian asuhan keperawatan bagian penting dalam proses keperawatan. Hasil yang ditetapkan secara jelas akan mengarahkan bagaimana dan kapan evaluasi pencapaian hasil yang diharapkan harus dilakukan, dan menjadi kerangka kerja untuk pendokumentasian, serta digunakan sebagai alat untuk mengevaluasi kinerja perawat. (Iyer, 2012). Didalam mengevaluasi atau memantau catatan perkembangan klien, digunakan komponen SOAP sesuai dengan kebijakan RSU Bethesda GMIM Tomohon sebagai berikut : S : data Subjektif dimana perawat menulis keluhan pasien yang masih dirasakan setelah dilakukan tindakan keperawatan, O : data objektif adalah data berdasarkan hasil pengukuran atau observasi perawat secara langsung kepada pasien, dan yang dirasakan pasien setelah dilakukan tindakan keperawatan, A : analisis ialah interpretasi dari data subjektif dan data objektif. Analisis merupakan suatu masalah atau diagnosa keperawatan yang masih terjadi atau juga dapat dituliskan masalah/diagnosa baru yang terjadi akibat perubahan status kesehatan pasien yang teridentifikasi datanya dalam data subjektif dan objektif, P :

planning ialah perencanaan keperawatan akan dilanjutkan, dihentikan, dimodifikasi atau ditambahkan dari rencana tindakan keperawatan.

Hasil wawancara mendalam tentang kualitas pendokumentasian asuhan keperawatan tahap evaluasi keperawatan, informan perawat mengatakan bahwa dalam melakukan evaluasi keperawatan menggunakan format catatan perkembangan dengan komponen SOAP, setiap respon pasien/hasil tindakan yang dilakukan dievaluasi, evaluasi dilakukan secara terus-menerus (berkesinambunagn), keluhan pasien ditulis secara lengkap dan akurat pada data subjektif (S), pengukuran/observasi perawat secara langsung dicatat pada data objektif (O), setiap diagnosa (diagnosa teratasi, belum teratasi, diagnosa baru) ditulis pada analisis (A), setiap rencana yang akan dilanjutkan dinomori dan ditulis pada planing (P).

(15)

95 dilakukan secara terus menerus (berkesinambungan). Hasil observasi menunjukkan hal ini terjadi karena sudah ada catatan perkembangan dalam bentuk SOAP dan sudah masuk dalam berkas rekam medis.

Berdasarkan hasil wawancara dan observasi berkas rekam medis secara keseluruhan pelaksanaan dokumentasi asuhan keperawatan tahap evaluasi sudah maksimal dengan kategori baik.

Menurut Nursalam, 2011, evaluasi adalah tahapan akhir dari proses keperawatan. Evaluasi menyediakan nilai informasi mengenai pengaruh intervensi yang telah direncanakan dan merupakan perbandingan dan hasil yang diamati dengan kriteria hasil yang telah dibuat pada tahap perencanaan. Pernyataan evaluasi terdiri dari dua komponen yaitu data yang dicatat yang menyatakan status kesehatan sekarang dan pernyataan konklusi yang menyatakan efek dari tindakan yang diberikan pada pasien. Tujuan evaluasi adalah melihat kemampuan klien dalam mencapai tujuan. Hal ini bisa dilaksanakan dengan mengadakan hubungan dengan klien berdasarkan respon klien terhadap tindakan keperawatan yang diberikan sehingga perawat dapat mengambil keputusan.

Pelaksanaan Dokumentasi Asuhan

Keperawatan yang Mencakup Lima

Tahap dalam Proses Keperawatan

(16)

sesuai standar. Apabila kegiatan keperawatan tidak didokumentasikan dengan akurat dan lengkap, maka sulit untuk membuktikan bahwa tindakan keperawatan telah dilakukan dengan benar. Hal ini sesuai dengan jawaban informan yang mengatakan pelaksanaan dokumentasi asuhan keperawatan memperhatikan kelengkapan dan keakuratan dalam penulisan dimana apa yang dikerjakan itu yang ditulis.

Dibuktikan hasil wawancara dengan manejer struktural yang mengatakan bahwa pelaksanaan dokumentasi asuhan keperawatan sangat diperlukan, rumah sakit mendukung pelaksanan dokumentasi asuhan keperawatan dengan menyediakan sarana seperti format-format yang berhubungan dengan pelayanan asuhan keperawatan, memenuhi kebutuhan tenaga perawat dan tenaga non perawat, selanjutnya ada program dari bidang keperawatan yang sudah dimasukkan dalam rencana kerja tahunan (tahun 2017) yaitu merevisi format pengkajian, membuat asuhan keperawatan dalam bentuk centang, membuat format catatan perkembangan (SOAPIE) dan melakukan penilaian studi dokumentasi asuhan keperawatan dua kali dalam setahun, selain itu mengadakan pelatihan kedalam tentang pelaksanaan dokumentasi asuhan keperawatan kepada semua perawat teruatama perawat yang bekerja di ruang

rawat inap. Informan kepala instalasi rawat inap menambahkan bahwa apabila ada masalah dalam pelaksanaan dokumentasi asuhan keperawatan, masalah tersebut langsung diperbaiki dengan cara memberi bimbingan dan pengarahan pada perawat yang bersangkutan agar dapat melakukan pendokumentasian asuhan keperawatan sesuai standar yang ada. Kelapa ruangan mengatakan apabila perawat tidak melaksanakan dokumentasi asuhan keperawatan tidak lengkap atau tidak benar, maka sebagai sangsi perawat tersebut harus membuat tugas ini walaupun waktu shiff sudah habis,

perawat tersebut harus

menyelesaikannya sebelum pulang. Adapun pelaksanaan dokumentasi asuhan keperawatan yang diperoleh dari hasil wawancara dan observasi didapatkan dari tahap pengakajian samapai evaluasi sebagian besar belum maksimal dan masih dalam kategori cukup. Dari kelima tahap pelaksanaan asuhan keperawatan yang paling belum maksimal adalah tahap tindakan, diagnosa dan perencanaa. Berdasarkan hasil observasi berkas menunjukkan bahwa prosentasi tertinggi adalah tahap evaluasi. Hal ini dipengaruhi evaluasi keperawatan karena sudah ada format catatan perkembangan dalam bentuk SOAP dan sudah masuk dalam berkas

(17)

97 Data yang menunjukkan prosentase terendah adalah tahap tindakan, diagnosa dan perencanaan termasuk dalam ketegori cukup. Tahap tindakan keperawatan dipengaruhi oleh hasil observasi berkas dimana ada tindakan keperawatan yang dilakukan tidak mengacu pada rencana keperawatan dan masih ada perawat yang tidak mencatat hasil observasi dan respon pasien setelah melakukan tindakan, pada tahap diagnosa dipengaruhi oleh hasil observasi berkas yang menunjukkan bahwa ada berkas mengangkat diagnosa tidak berdasarkan masalah yang telah dirumuskan aktual/potensial, dan tahap perencanaan dipengaruhi oleh hasil observasi berkas yang menunjukkan bahwa ada berkas rencana tindakan tidak sesuai urutan prioritas dan tidak melibatkan pasien dan keluarga dalam penyusunan rencana tindakan. Hasil wawancara mengatakan hal ini dapat terjadi karena jumlah tenaga peawat tidak sesuai kebutuhan ditambah lagi masih melaksanakan pekerjaan diluar tugas pokok perawat seperti administrasi, kebersihan dan lain-lain atau format yang tersedia habis sehingga kadang menulis bukan pada format, fasilitas yang ada masih terbatas, belum

semua perawat mau

mendokumentasikan dan masih ada perawat yang kurang paham pada pelaksanaan dokumentasi asuhan

keperawatan sehingga kadang berbeda pendapat dalam mendokumen-tasikannya. Selain itu kendala yang sering terjadi pada pelaksanaan dokumentasi asuhan keperawatan adalah dalam satu ruang perawatan banyak pasien sehingga perawat sibuk sehingga hampir tidak ada waktu untuk melakukan dokumentasi.

KESIMPULAN

1. Pengkajian Keperawatan

Pelaksanaan dokumentasi asuhan keperawatan tahap pengkajian sebagian besar telah didokumentasikan tapi belum lengkap, hal ini didukung oleh hasil wawancara dan hasil observasi dimana sebagian terisi tapi belum lengkap.

2. Diagnosa Keperawatan

Pelaksanaan dokumentasi asuhan keperawatan tahap diagnosa keperawatan belum mencerminkan keseluruhan berdasarkan masalah keperawatan yang telah dirumuskan aktual/potensial.

3. Perencanaan Keperawatan

Pelaksanaan dokumentasi asuhan keperawatan tahap perencanaan sebagian tidak disusun menurut urutan prioritas dan rencana tindakan kurang melibatkan pasien dan keluarga.

(18)

4. Tindakan Keperawatan

Pelaksanaan dokumentasi asuhan keperawatan tahap tindakan sebagian belum mengacu pada rencana keperawatan, respon pasien dan revisi tindakan berdasarkan hasil evaluasi masih kurang. 5. Evaluasi Keperawatan

Pelaksanaan dokumentasi asuhan keperawatan tahap evaluasi sudah cukup baik.

SARAN

1. Bagi Pihak Manajemen Rumah Sakit Umum Bethesda GMIM Tomohon

a. Menambah tenaga perawat dengan pendidikan Ners sesuai dengan kebutuhan.

b. Membuat kebijakan secara tegas

dan jelas tentang

pendokumentasian asuhan keperawatan yang memuat penghargaan/reward dan sangsi kepada perawat sehingga menimbulkan kesadaran dan kepatuhan dalam melaksanakan

dokumentasi asuhan

keperawatan.

c. Melakukan revisi format asuhan keperawatan terhadap lima tahap dan disesuaikan dengan standar evaluasi instrumen A studi dokumentasi dari Depkes RI (2005) yang masih dipakai

selama ini, dan sebaiknya format tersebut di centang-centang untuk mempermudah dalam pengisian serta hemat waktu.

d. Memberi palatihan atau seminar tentang dokumentasi asuhan keperawatan, atau metode asuhan keperawatan profesional kepada seluruh perawat, lebih khusus perawat yang bertugas di ruang rawat inap Rumah Sakit Bethesda GMIM Tomohon. e. Meningkatan pengawasan,

bimbingan teknis, dan evaluasi rutin terhadap kelengkapan

dokumentasi asuhan

keperawatan dan kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan

dokumentasi asuhan

keperawatan oleh perawat manajer.

2. Bagi Perawat Rumah Sakit Umum Bethesda GMIM Tomohon.

a.Meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan tentang dokumentasi asuhan keperawatan.

b.Melaksanakan tugas profesi secara profesional.

(19)

99 d. Meningkatkan kerjasama

dengan tim kesehatan lain dalam melaksanakan asuhan keperawatan.

DAFTAR PUSTAKA

Anonimus, 2014. Undang-Undang RI No. 38 Tahun 2014 tentang keperawatan. Departemen Kesehatan RI. Jakarta.

Anonimus, 2015.Profil Rumah Sakit Umum Bethesda GMIM Tomohon

2015. Tomohon.

Alamsyah, D 2011. Manajemen

Pelayanan Kesehatan. Nuha

Medika.Yogyakarta.

Ali,Z.2012. Dasar-dasar Dokumentasi Keperawatan. EGC. Jakarta

Asmadi. 2011. Konsep Dasar Keperawatan. Buku Kedokteran

EGC. Jakarta.

Carpenito, L. 2010. Diagnosa

Keperawatan Aplikasi pada

Praktik Klinis Edisi 8.Buku

Kedokteran EGC. Jakarta.

Deden, 2012. Dasar-Dasar Dokumentasi Keperawatan. EGC. Jakarta. Diyanto, Y. 2007. Analisis Faktor-faktor

Pelaksanaan Dokumentasi

Asuhan Keperawatan di Rumah

Sakit Umum Daerah Tugurejo

Semarang. Tesis Program Pasc

Sarjana Universitas Diponegoro. Semarang

Doengus, M. 2010. Penerapan Proses

Keperawatan dan Diagnosa

Keperawatan. Edisi 4. Buku

Kedokteran EGC. Jakarta.

Frida, A. 2009. Faktor-faktor yang

Berhubungan dengan

Pendokumentasian Asuhan Keperawatan di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Cirene. Tesis Program Pascasarjana Universitas Pembangunan Nasional Veteran. Jakarta.

Handayaningsih, I. 2011. Dokumentasi Keperawatan “DAR” Panduan,

Konsep, dan Aplikasi.Mitra

Cendikia Press. Jogjakarta. Hartiti, T. 2010. Bahan Ajar Modul

Manajemen Keperawatan.

Universitas Muhamadyah. Semarang.

Iyer, P 2012.Dokumentasi Keperawatan

Suatu Pendekatan Proses

Keperawatan Edisi 4. Buku

Kedokteran EGC. Jakarta.

Nursalam. 2011.Proses dan

Dokumentasi Keperawatan

Konsep dan Praktik. Edisi 3.

Salemba Medika. Jakarta.

Tambuwun, S. 2010. Analisis Penerapan Dokumentasi Asuhan

Keperawatan di Instalasi Rawat

Inap C BLU Rumah Sakit Umum

Prof. Dr. R. D. Kandou Manado.

Tesis Program Pascasarjana Universitas Sam Ratulangi.

Referensi

Dokumen terkait

Bagian terbawah umbi rambut adalah matriks rambut, yaitu daerah yang terdiri dari sel-sel yang membelah dengan cepat dan berperan dalam pembentukan batang rambut.. Dasar umbi rambut

Berdasarkan uraian di atas, maka penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan bukti empiris tentang perbedaan profitabilitas perusahaan dengan dan tanpa Undang-Undang Nomor

Untuk menghadapi fenomena ketersediaan lahan subur yang makin sempit dan terus mengalami degradasi lahan, maka penelitian terkait dengan teknologi konservasi tanah dan air

Penambahan garam besi (ferric sulphat) pada ransum yang biji kapuk dapat merusak gossypol yaitu dengan mengikat grup reaktif gossipol dengan (Fe), dan kandungan protein ransum

Tipe planlet normal memiliki karakteristik morfologi yang mirip dengan planlet kontrol (tanpa perlakuan kolkisin), sedangkan tipe planlet putatif poliploid memiliki daun

Pendidikan anak merupakan kewajiban bagi orang tua dan merupakan hak dari setiap anak. Banyak dari orang tua yang tidak mengerti bagaimana cara mendidik anak. Melihat

Otitis media akuta (OMA) pada anak yang tidak terawatt sebagaimana mestinya dapat menyebabkan anak menjadi bodoh Sebab proses belajar perlu fungsi pendengaran yang normal 93..

Pantai Apai: terletak sekitar 1 km dari pemukiman desa Bitunuris, penyu hijau bertelur terlihat terakhir oleh warga pada September 2015, tumbuhan di sekitar