• Tidak ada hasil yang ditemukan

MANAJEMEN SUMBER DAYA MANUSIA PERFORMANC

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "MANAJEMEN SUMBER DAYA MANUSIA PERFORMANC"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

MANAJEMEN SUMBER DAYA MANUSIA “PERFORMANCE MANAGEMENT AND APPRAISAL Disusun untuk memenuhi tugas matakuliah M.S.D.M yang diampu oleh

Bpk. Arik Prasetya, S.Sos, M.Si, Ph.D

Kelompok :

Satrio Tegar S 125030300111022 Alvian Fawaid 125030300111036 Fariz Novarianto 1250303001110

PROGRAM STUDI BISNIS INTERNASIONAL

JURUSAN ADMINISTRASI BISNIS

FAKULTAS ILMU ADMINISTRASI

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

MALANG

2014

BAB I PENDAHULUAN

LATAR BELAKANG

(2)

Pengelolaan kinerja dan penilaian kinerja sangat penting penggunaannya dalam mempertahankan kualitas pekerja. Banyak sekali metode yang dapat digunakan dalam hal ini. Jika metode-metode tersebut dapat digunakan dengan baik, maka pengelolaan sumber daya manusia dapat berjalan efektif

RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan uraian diatas dapat dirumuskan masalah sebagai berikut : 1. Bagaimana proses penilaian kinerja?

2. Apa saja alat pengukur penilaian kinerja?

3. Apa saja kelemahan dan keunggulan dari penggunaan metode penilaian kinerja?

TUJUAN

Pembahasan materi ini bertujuan untuk : 1. Mengetahui proses penilaian kinerja.

2. Mengetahui alat pengukur penilaian kinerja.

(3)

BAB II PEMBAHASAN A. PROSES PENILAIAN

Penilaian kinerja merupakan salah satu aspek penting dalam pengelolaan pegawai dalam suatu organisasi. Menurut Gary Dessler (2008 : 290), penilaian kinerja adalah suatu prosedur yang mengaitkan pengaturan standar kerja, mengukur kinerja terkini dari karyawan yang dibandingkan dengan standar dan memberi timbal balik pada karyawan dengan tujuan untuk memotivasi karyawan dan menghilangkan kinerja yang buruk atau melanjutkan kinerja yang sudah baik. Sementara pengertian penilaian kinerja menurut Noe, et al, (2000) bahwa penilaian kinerja hanya merupakan salah satu bagian dari proses manajemen kinerja secara luas. Manajemen kinerja didefinisikan sebagai suatu proses dimana manajer yakin bahwa aktivitas dan output karyawan telah sesuai dengan sasaran organisasi.Pemahaman mengenai kinerja yang diharapkan menjadi starting point dalam penilaian kinerja. Seluruh pegawai harus memahami konsep kinerja yang diterapkan dan memahami apa yang diharapkan dari mereka.Kemudian, selutuh pihak yang terkait dengan penilaian kinerja harus memahami aspek-aspek yang akan dijadikan penilaian kinerja. Melalui pemahaman ini, kesalahpahaman mengenai penilaian kinerja dapat diminimalisir.

Instrumen penilaian kinerja yang valid dan reliabel merupakan hal yang tidak kalah pentingnya. Melalui instrumen ini, akan dapat terdeteksi, pegawai yang mempunyai kinerja sesuai dengan yang diharapkan dan pegawai yang belum mampu mencapai kinerja yang diharapkan. Kepentingan adanya instrumen yang valid dan reliabel akan sangat terasa manakala hasil penilaian dikaitkan dengan apresiasi dan program pengembangan pegawai.

Selain hal-hal tersebut, hal terpenting dalam proses penilaian kinerja adalah kepedulian pimpinan organisasi terhadap perlunya penilaian kinerja. Pimpinan organisasi yang mempunyai komitmen tinggi terhadap penilaian kinerja akan selalu berusaha mencari cara-cara terbaik dan tepat dalam melakukan penilaian kinerja serta melaksanakannya secara konsisten

Proses penilaian kinerja antara lain adalah sebagai berikut:

1. Penentuan sasaran

Penentuan sasaran sebagaimana telah disebutkan harus spesifik, terukur, menantang dan didasarkan pada waktu tertentu. Di samping itu perlu pula diperhatikan proses penentuan sasaran tersebut, yaitu diharapkan sasaran tugas individu dirumuskan bersama-sama antara atasan dan bawahan.

(4)

Pentingnya penilaian kinerja menghendaki penilaian tersebut harus benar-benar objektif, yaitu mengukur kinerja karyawan sesungguhnya yang disebut dengan job related. Sistem penilaian kinerja harus mempunyai standar, memiliki ukuran yang dapat dipercaya dan mudah digunakan.

3. Penentuan metode dan pelaksanaan penilaian

Metode yang dimaksud adalah pendekatan atau cara serta perlengkapan yang digunakan seperti formulir dan pelaksanaannya. Metode-metode itu seperti metode perbandingan, tes, dan lain-lain.

4. Evaluasi penilaian

Evaluasi penilaian merupakan pemberian umpan balik kapada pegawai mengenai aspek-aspek kinerja yang harus diubah dan dipertahankan serta berbagai tindakan yang harus diambil, baik oleh organisasi maupun pegawai dalam upaya perbaikan kinerja pada masa yang akan dating.

B. Alat Penilaian Kinerja

Penilaian Kinerja Karyawan ada beberapa alat penilaian kinerja ( Noe et al ., 2000 ; Schuler & Jackson,1996 ):

1. Pendekatan perbandingan (Comparative approach). a. Rangking langsung. (Ranking)

Dalam rangking langsung, atasan mengurutkan para pemegang jabatan, dari yang terbaik sampai yang terburuk, yang biasanya berdasarkan kinerja secara keseluruhan.

Rangking semacam ini hanya cocok dalam organisasi kecil karena semakin banyak pemegang jabatan maka semakin sulit melihat perbedaan-perbedaan kinerja mereka.

b. Rangking alternatif.

Penilai akan memilih pekerja yang terbaik untuk posisi teratas dan pekerja terburuk di posisi terburuk. Kemudian memilih pekerja kedua terbaik di posisi kedua terbaik dan pekerja terburuk kedua di posisi kedua terburuk. Demikian seterusnya hingga posisi yang tengah dapat terakhir diisi.

c. Perbandingan berpasangan. (Paired Comparison)

Pendekatan perbandingan berpasangan melibatkan perbandingan tiap individu dengan individu lainnya, dua orang sekaligus, dengan standar tunggal untuk menentukan siapa yang lebih baik. Urutan rangking individu dapat diperoleh dengan menghitung berapa kali masing-masing individu terpilih sebagai yang lebih baik untuk satu buah pasangan.

d. Metode distribusi paksaan. (Forced distribution)

(5)

Penilaian tersebut biasanya menggunakan beberapa kategori yaitu dari terendah (mewakili kinerja yang buruk) sampai dengan tingkat tertinggi (Mewakili kinerja yang sangat baik)

2. Pendekatan berdasarkan sifat (attribute approach). a. Skala rating grafik. (Graphic Rating Scale)

Pada metode ini, penilai menentukan dimensi kinerja yang akan dinilai. Kemudian penilai menentukan kategori penilaian yang akan dilakukan. Kategori penilaian ini menggunakan angka 5 untuk yang terbaik dan angka 1 untuk yang terburuk. Kemudian penilai langsung menilai kinerja dari individu tersebut dan nilai yang dihasilkan akan dijumlahkan. Individu dengan nilai yang tertinggi merupakan individu dengan kinerja yang terbaik dan individu dengan nilai yang terendah merupakan individu dengan kinerja terburuk.

b. Skala standar campuran.(Mixed standart scale)

Pada metode ini penilai membuat beberapa pernyataan untuk menguji apakah karyawan tersebut telah melaksanakan tugasnya dengan baik, lebih dari yang diminta atau bahkan kurang dari yang diminta oleh atasan. Beberapa pernyataan tersebut haruslah berhubungan dengan kemauan, kepandaian dan juga hubungan dengan masyarakat. Apabila individu tersebut telah melaksanakan tugasnya sesuai dengan penyataan tersebut maka akan diberi nilai 0, jika kurang yang ada dalam penyataan maka akan diberi nilai – dan jika lebih dari yang diminta maka akan diberi nilai +. Selanjutnya semua pernyataan tersebut akan diberitingkatan (level) untuk menentukan nilai. Nilai disetiap kategori pernyataan tersebut yang akan menentukan tingkat kinerja dari individu tersebut.

3. Pendekatan Berdasarkan Hasil (Result approach) (Schuler&Jackson,1996 : 205) a. Manajemen berdasarkan sasaran (Management by objectives)

Penilai pada metode ini adalah orang-orang yang berpengalaman dan berkinerja tinggi yang dapat mengembangkan strategi mereka sendiri. Cara kerja dari metode ini adalah bagaimana suatu sasaran dapat tercapai dengan menguraingi ambiguitas dan juga hambatan yang mungkin dapat menghalangi tercapainya sasaran. Penilaian yang dilakukan dapat secara sederhana maupun secara rumit, bergantung pada kebutuhan sasaran yang akan dicapai. Atasan dan bawahan akan sama-sama melakukan evaluasi atas kegagalan yang mungkin terjadi dankemudian memutuskan sasaran-sasaran baru yang dimungkinkan bagi sasaran yang belum tercapai sebelumnya. Rata-rata sistem MBO membutuhkan waktu 2 tahun sesudah penerapannya untuk berjalan dengan efektif.

b. Pendekatan standar kinerja.

Pendekatan ini mirip dengan MBO hanya saja pendekatan ini lebih banyak

(6)

digunakan adalah indikator-indikator kinerja yang diharapkan dan juga kinerja yang tidak biasanya dilakukan.

c. Pendekatan Indeks langsung.

Pendekatan ini mengukur kinerja dengan kriteria impersonal obyektif, seperti

produktivitas, absensi dan keluar-masuknya karyawan. Ukuran-ukuran itu juga dapat dipecah menjadi ukuran kuantitas yang dihasilkan dalam suatu waktu tertentu.

4. Pendekatan berdasarkan perilaku. (Schuler&Jackson, 1996 : 209) a. kejadian kritis (Critical incident)

Pendekatan dengan metode ini memerlukan kejelian dari penilai dalam mengamati setiap perilaku orang yang dinilai. Penilai diharuskan untuk mencatat apa yang akan dilakukan oleh orang tersebut apabila pada suatu waktu terjadi suatu kejadian yang berbeda dengan yang biasa dia alami. Penilai melihat respon dari orang yang dinilai, apakah orang tersebut dapat tetap fokus dan mendukung sasaran yang telah ditetapkan atau bahkan malah menghambat pencapaian sasaran yang telah ditetapkan.

b. Skala rating yang diberi bobot menurut perilaku (Behaviorally Anchored Rating Scales)

Langkah pertama yang harus dilakukan dalam metode ini adalah mengumpulkan data yang menggambarkan perilaku yang baik, rata-rata, dan buruk untuk masing-masing kategori jabatan. Kejadian-kejadian ini kemudian dikelompokkan menjadi dasar penilaian yang akan dilakukan. Kemudian kejadian-kejadian tersebut diberi nilai sesuai dengan kontribusinya pada kinerjanya.

c. Skala pengamatan perilaku (Behavioral Observation Scales).

Metode ini sangat mirip dengan BARS atau dengan Skala standar campuran. Perbedaan ini adalah bahwa BOS menilai kinerja pelayanan karyawan dengan cara megamati seberapa sering mereka melakukan kejadian-kejadian kritis (critical incidents) serta frerkuensi kejadian-kejadian tersebut. Nilai diperoleh tiap pelaku dengan memberi angkakepada penilaian frekuensi secara keseluruhan.

3. PERMASALAHAN DALAM PENILAIAN KINERJA

Mondy dan Noe (2005) dan Gary Dessler mempunyai pendapat yang hampir sama dalam permasalahn yang muncul dalam penilaian kinerja. Terdapat enam masalah dalam penilaian kinerja dimana hal tersebut sering terjadi dalam pelaksanaannya. Masalah tersebut dapat menyebabkan ketidakakuratan dalam pengukuran sehingga juga dapat mempengaruhi kualitas pengelolaan manajemen.

1. Kurangnya objektivitas

(7)

faktor-faktor yang terkait dengan pekerjaan (job related factors) dapat meningkatkan objektivitas.

Menurut kami, ada indikator yang dapat dijadikan contoh dalam penilaian yang obyektif, misalnya kemampuan dalam menyelesaikan tugas dengan tepat waktu, kemampuan menangkap suatu perintah secara cermat, kemampuan memecahkan masalah, kemampuan dalam ketepan waktu, catatan pelanggaran, dan lain-lain. Indikator tersebut dapat dipadukan dengan skala angka yang memudahkan memberi nilai.

2.Bias “Hallo error”

Bias “Hallo error” terjadi bila penilai mempersepsikan satu faktor sebagai kriteria yang paling penting dan memberikan penilaian umum baik atau buruk berdasarkan faktor tunggal ini.

Menurut kami, setiap karyawan mempunyai karakteristik yang berbeda-beda, sehingga apabila hanya ada satu faktor tunggal yang diutamakan, maka hasil penilaian menjadi tinggi subyektivitasnya. Dengan banyaknya kriteria faktor dalam penilaian, maka seorang manajer akan lebih mengerti kelebihan dan kekurangan seorang karyawan secara mendalam.

3. Terlalu “longggar” / terlalu “ketat”

Penilai terlalu “longggar” (leniency) kecenderungan memberi nilai tinggi kepada yang tidak berhak, penilai memberi nilai lebih tinggi dari seharusnya. Penilai terlalu “ketat” (strictness) terlalu kritis atas kinerja seorang pekerja (terlalu “ketat” dalam memberikan nilai). Penilaian yang terlalu ketat biasanya terjadi bila manajer tidak mempunyai definisi atau batasan yang akurat tentang berbagai faktor penilaian.

Menurut kami hal seperti ini dapat dihindari dengan cara menyeragamkan tim penilai. Tim penilai haruslah diuji dulu, apakah mempunyai tingkat penilaian yang sama atau tidak. 4. Kecenderungan memberikan nilai tengah

Kecenderungan memberi nilai tengah (Central tendency), terjadi bila pekerja di beri nilai rata-rata secara tidak tepat atau di tengah-tengah skala penilaian, Biasanya, penilai memberi nilai tengah karena ingin menghindari kontroversi atau kritik.

Menurut kami, cara dalam menilai agar tidak terjadi hal semacam ini adalah dengan menyembunyikan identitas dari tim penilai. Dengan cara itu, tim penilai akan merasa aman dari teror kontroversi dan kritik karyawan. Selain itu penilaian harus disertai bukti otentik dan memperkecil subyektivitas penilai, misalnya dengan rekam jejak kinerja, daftar hadir

karyawan, dan lain-lain. 5. Bias perilaku terbaru

Bias perilaku terbaru (recent behavior bias) , perilaku atau kinerja yang paling akhir akan lebih mudah diingat daripada perilaku yang telah lama. Penilai cenderung lebih banyak menilai kinerja yang tampak menjelang atau pada saat proses penilaian dilakukan.

(8)

Menurut kami, dalam menyikapi masalah ini dapat dengan pendampingan tim penilai mulai dari awal proses penilaian hingga keputusan akhir penilaian. Tim penilai harus

berorientasi pada proses, bukan pada hasil. Keberadaan tim penilai haruslah rahasia, agar hasil penilaian bersifat natural.

6. Bias pribadi (stereotype)

Seseorang yang melakukan penilaian bisa saja memiliki bias yang berkaiatan dengan karakteristik pribadi pekerja seperti suku, agama, gender atau usia. Meskipun ada peraturan atau undang-undang yang melindugi pekerja, diskriminasi tetap menjadi masalah dalam penilain kinerja.

Menurut kami, tim penilai haruslah bersikap profesional. Tujuan dalam penilaian bukanlah untuk menunjukan kekuatan golongannya, namun evaluasi untuk menjadikan sesorang menjadi lebih baik. Tim penilai haruslah dilatih dan diberi pengertian terlebih dahulu agar obyektif dalam penilaian.

4. KELEBIHAN DAN KEKURANGAN 6 METODE PENILAIAN KINERJA

Gary Dessler dalam bukunya menjelaskan, bahwa tedapat kelebihan dan kekurangan pada setiap alat penilaian kinerja. Dengan memahami kelebihan dan kelemahannya, dapat menentukan alat penilaian yang cocok dengan tujuan organisasi.

1. Skala Penilaian Grafik

Metode ini mempunyai kelebihan yaitu sederhana untuk digunakan, dan memberikan penilaian kuantitatif untuk masing masing karyawan.

Kelemahan metode ini adalah sering ditemui standar yang tidak jelas, efek halo, kecenderungan sentral kelewat longgar, dan prasangka dapat juga menjadi masalah. 2. Peringkatan Alternasi

Terdapat keuntungan dalam menggunakan metode ini, yaitu sederhana untuk

digunakan (tetapi tidak sesederhana skala penilaian grafik), dan menghindari kecenderungan sentral dan masalah lain dari skala penilaian.

Sedangkan kelemahan metode ini adalah munculnya banyak ketidaksepakatan di kalangan karyawan dan bisa menjadi tidak adil jika hampir semua karyawan unggul. 3. Metode Distribusi Paksa

Keunggulan yang terdapat dalam metode ini adalah terdapat sejumlah orang saat berakhirnya penilaian yang ditetapkan sebelumnya dalam masing-masing kelompok.

Sedangkan kelemahan dalam metode ini adalah penilaian hasil tergantung pada ketepatan pilihan awal atas nilai-nilai alternatif.

4. Metode Insiden Kritis

Metode ini mempunyai keunggulan yaitu membantu menspesifikasi apa yang “benar” dan apa yang “salah” tentang kinerja karyawan, dan mendorong penilai untuk menilai

(9)

Sedangkan kelemahan metode ini adalah sulit untuk menilai karyawan yang saling berhubungan dengan satu sama lain.

5. Skala Perilaku Penilaian

Metode ini mempunyai keunggulan yaitu sangat akurat dan memberikan “jangkar” perilaku untuk karyawannya.

Meskipun sangat akurat, metode ini mempunyai kelemahan yaitu sulit dikembangkan. 6. Metode MBO

Keunggulan yang didapatkan dalam menggunakan metode ini adalah terikat pada persetujuan bersama berdasarkan sasaran kinerja.

Sedangkan kelemahan metode ini adalah menghabiskan banyak waktu. 5. MELAKUKAN WAWANCARA PENILAIAN YANG EFEKTIF

Wawancara umumnya digunakan sebagai alat seleksi. Wawancara memungkinkan orang yang bertanggung jawab untuk menempatkan calon-calon pekerja untuk meninjau individu secara total dan menilai orang yang bersangkutan serta kelakunnya secara langsung. Wawancara efektif mencakup komunikasi dua arah. Ia memungkinkan pewawancara untuk mempelajari lebih banyak tentang latar belakan, minat, nilai-nilai si pelamar dan bagi si pelamar terbuka pula kesempatan untuk mengajukan pertanyaan-pertanyaan sekitar organisasi dan pekerjaan yang dihadapi.

Secara ideal, wawancara memberikan sebuah sampel yang valid tentang perilaku pelamar. Sekalipun pelamar dengan hati-hati ingin menunjukkan gambaran yang sebaik mungkin, seorang pewawancara yang terampil dapat memperoleh lebih banyak keterangan daripada yang dapat dikemukakan oleh sebuah formulir lamaran.

Dengan jalan menggunakan keterangan-keterangan yang tercantum dalam formulir lamaran, pewawancara yang bersangkutan dapat mengarahkan si pelamar untuk menerangkan mengapa pekerjaan-pekerjaan tertentu menarik baginya dan mengapa pekerjaan-pekerjaan lain tidak. Di samping itu ia juga dapat dapat berbicara secara bebas tentang pengaruh keluarga dan pengalaman-pengalamannya dalam bidang pendidikan.

Disamping itu pewawancara dapat menemukan petunjuk-petunjuk tentang motivasi pelamar, tentang sikpanya terhadap dirinya sendiri dan jenis-jenis situasi yang dianggapnya menyulitkan atau memuaskan bagi tingkat aspirasinya, tentang kemampuannya untuk menghadapi situasi-situasi antar perorangan dan tentang kesediannya untuk mengambil prakarsa dalam hal pembicaraan-pembicaraan dan dalam hal menghadapi orang-orang yang tidak dikenal olehnya.

(10)

Melakukan wawancara dengan baik memerlukan skill yang amat tinggi. Para

pewawancara terlatih pun seringkali berbeda dalam cara pendekatan (APPROACH) mereka. Seorang pelamar yang ingin menunjukkan seginya yang terbaik berusaha melakukan apa yang dinamakan “IMPRESSION MANAGEMENT” dan mencoba menutup kekurangannya dengan jalan memberikan jawaban-jawaban yang disenangi oleh pewawancara. Pewawancara mencoba menembus pertahanan-pertahanan demikian dan mencoba mendapatkan gambaran yang sebenarnya di belakang “pupur” yang ada.

Ada pendapat yang berbeda-beda tentang bagaimana cara melakukan hal tersebut. Ada pihak yang menggunakan cara dimana pelamar setenang mungkin dan memanfaatkan metode-metode non-direktif. Ada pihak lain yang lebih menyenangi wawancara-wawancara yang terstruktur atau yang menunjukkan pola tertentu, dimana pertanyaan-pertanyaan yang diajukan dengan cara yang telah ditetapkan sebelumnya dan jawaban-jawaban mendapatkan nilai seperti halnya dalam suatu ujian.

Terutama dalam bidang kemiliteran dan pada kalangan pegawai negeri, wawancara lazim dilakukan oleh suatu panel pewawancara yang kemudian mempersatukan penilaian akhir mereka. Jadi wawancara merupakan sebuah alat yang amat fleksibel; ia dapat dipergunakan untuk aneka macam tipe pekerjaan dan orang-orang.

Tetapi perlu diingat bahwa wawancara bukanlah sebuah teknik yang eksak, dan wawancara yang baik cukup sulit dilakukan. Para calon bereaksi dengan cara yang amat berbeda, hal mana tergantung pada siapa saja yang mewawancarai mereka dan bagaiman hal tersebut dilaksanakan,

Teerlampau banyak pewawancara mencari-cari “keterangan-keterangan negatif” (yakni kekeliruan-kekeliruan yang menunjukkan bahwa pelamar yang bersangkutan bukanlah tipe yang dicari) daripada mencari bukti-bukti positif tentang potensi pekerjaan.

Mereka juga cenderung untuk menilai pihak yang diwawancarai yang “sama” dengan mereka, lebih tinggi daripada mereka yang berbeda dengan mereka. Ada studi (penelitian) yang mengungkapkan bahwa makin banyak pewawancara berbicara selama wawancara berlangsung, makin tinggilah ia menilai pihak yang diwawancarai.

Masalah penting yang muncul dalam melaksanakan wawancara adalah tidak relevannya wawancara sebagai alat seleksi. Penyebabnya secara luas dipandang karena proses itu sendiri dilakukan dengan proses yang tidak benar. Jadi aspek apa yang salah dalam seleksi wawancara adalah :

- Penilaian subjektif oleh pewawancara yang tidak terlatih

(11)

- Ketika pewawancara mempunyai prasangaka buruk sebelum wawancara, maka terdapat bahaya bahwa pewawancara akan menyoroti data negatif kandidat sehingga akan menjadi sesuai dengan prasangka pewawancara. Efek halo akan timbul ketika pewawancara cenderung menilai positif pelamar karena suka dan tertarik pada mereke. Akibatnya, pewawancara akan menanggapi jawaban pelamar dengan sambil lalu tanpa menilai isi dari apa yang dikatakan. Efek horn merupakan kebalikannya. Jika terdapat beberapa pewawancara yang terlibat (wawancara panel), diharapkan bias individual bisa terkurangi,

- Seringkali terjadi bahwa tidak ada persetujuan dari panel pewawancara, hanya karena masing-masing pewawancara melihat sesuatu yang berbeda dari pelamar yang sama.

Beberapa hal yang dapat dilakukan untuk menghilangkan efek buruk seleksi wawancara dan meningkatkan kedudukannya secara keseluruhan adalah sebagai berikut.

1. Menyusun program pelatihan bagi para pewawancara, baik manajer, supervisor, atau spesialis, dengan menggunakan televise closed-circuit.

2. Memastikan bahwa dokumen yang tepat telah diserahkan pada pewawancara atau angoota wawancara panel, dan telah dipelajari dengan cermat sebelum wawancara dimulai.

3. Lokasi harus sesuai bagi pelaksana wawancara, dan furniture ruangan harus diatur dengan tepat.

4. Jumlah waktu yang layak dialokasikan pada wawancara, dan setiap pelamar harus memperoleh alokasi waktu yang sama.

5. Jika diperlukan tanya jawab, jawaban pertanyaan yang berhubungan dengan pekerjaan yang mebutuhkan jawaban lebih dari sekedar ya dan tidak, harus diminta dari

wawancara.

6. Biasanya diakhir pertanyaan formal, pelamar diberi kesempatan untuk bertanya, dan dibebaskan untuk melakukan observasi.

7. Pelengkan informasi dikumpulkan dari pelamar melalui tes psikologi, dan referensi (lebih disukai yang tertulis).

8. Penggunaan diskusi dapat mengurangi bias pewawancara individual, dan dapat memberikan lebih banyak informasi dibandingkan jika hanya seorang saja yang melakukan wawancara.

Ada beberapa pendekata khusus saat wawancara, yaitu sebagai berikut 1. Wawancara Situasional (Lathan et al, 1980)

(12)

bahwa wawancara situasional lebih valid dan dapat diandalkan dibading wawancara yang tidak terstruktur.

2. Wawancara Deskripsi Pola Tingkah Laku (Anderson & Shackleton, 1989) Pewawancara menyelidiki perubahan utama daam kehidupan pelamar untuk memperoleh kepastian mengenai alasan pelamar menentuka karirnya. Tujuannya adalah untuk membuat “gambaran sepanjang waktu” untuk membantu memprediksikan bagaimana reaksi kandidat terhadap perubahan dan tantangan karir di masa yang akan dating.

3. Wawancara Berbasis Kompetensi (Johnstone, 1995)

Pewawancara mencari karakter tertentu yang merefleksikan pencapaian-pencapaian pelamar pada masa lalu. Untuk mengidentifikasi karakter-karakter tersebut, pewawancara harus melihat situasi, tugas-tugas, tindakan dan hasil.

6. MENDISKUSIKAN KEUNTUNGAN DAN KELEMAHAN DARI PEMAKAIAN METODE PENELITIAN YANG BERBEDA DALAM MENILAI KERJA

SESEORANG

Penilaian kerja adalah sebuah teknik penilaian kinerja karyawan, yang tidak secara universal diterima, berdasarkan target-target yang telah ditetapkan. Praktisi personalia yang terlibat dalam perancangan prosedur akan menyerahkan tugas tersebut kepada manajer lini. Hal ini biasanya dalam bentuk wawancara, yang mengikuti bentuk-bentuk penyelesaian dalam suatu periode sejak wawancara terakhir (biasanya 1 tahun). Kinerja dapat diukur berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya. Hasilnya merupakan sinyal perlunya pelatihan, atau dalam beberapa kasus penyelesaian upah.

Teknik-teknik tertentu tersedia untuk mengevaluasi prestasi karyawan. Bagian ini secara ringkas mempelajari teknik-teknik yang digunakan.

1. Laporan Tertulis

Penilai menuliskan laporan mengenai kekuatan, kelemahan, prestasi sebelumnya dan kemampuan orang yang dinilai, dengan anjuran untuk pengembangannya. Sangat penting bagi penilai untuk menguasai keterampilan menulis yang memadai.

2. Insiden Kritis

Penilai menyoroti insiden atau peristiwa kunci yang memperlihatkan perilaku orang yang dinilai dengan sangat baik atau buruk dalam hubungannya dengan hasil-hasil spesifik daam bekerja. Penilaian ini akan menggambarkan perilaku yang diinginkan seperti perilaku yang menandai kebutuhan akan perkembangan.

3. Skala Penilaian Grafis

(13)

sampai 5 dimana angka paling tinggi menunjukkan nilai terbaik. Teknis ini ekonomis dalam waktu yang digunakan untuk pengembangan dan penggunaannya, tetapi tidak memberikan informasi yang mendalam seperti yang disedakan oleh teknik-teknik lain seperti yang dilukiskan diatas. Variasi skala penilaian grafis, yaitu ‘skala penilaian berhubungan dengan perilaku’, yang menyatakan dengan jelas deskripsi jenis perilak yang dihubungkan dengan masing-masing nilai pada skala penilaian.

4. Perbandingan Multi-person

Teknik ini, yang lebih merupakan ukuran relative, digunakan untuk menilai prestasi seseorang terhadap satu atau lebih individu yang lain. Teknik ini terdiri dari tiga pendekatan yang ditetapkan dengan baik, yaitu :

- Ranking Individual. Pendekatan ini menuntut penilai untuk menempatkan pekerja terbaik dengan tanpa provisi untuk perserikatan.

- Ranking Group. Pendekatan ini menuntut penilai untuk menempatkan orang yang dinilai dalam kategori-kategori khusus yang mencerminkan prestasi mereka.

- Pembandingan berpasangan (Paired Comparison). Pendekatan ini memperhitungkan perbandingan masing-masing orang yang dinilai dengan setiap orang lain yang dinilai. Orang yang dinilai dipasangkan dan masing-masing orang yang dinilai, baik sebagai individu yang lebih kuat maupun sebagai individu yang lebih lemah.

5. Evaluasi Komparatif Multi-tingkat

Teknik ini dapat mengadopsi pendekatan evaluasi komparatif, dengan menggunakan nilai perkalian. Jika digunakan dalam konteks pengembangan manajemen, sering disebut sebagai ‘pusat pengembangan’ dimana penilaian kemampuan-kemampuan dan

ketrampilan-ketarampilan manajerial dengan maksud untuk menentukan pantas-tidaknya subjek-subjek bagi promosi yang dapat berlangsung selama beberapa hari. Proses penilaian total terdiri dari wawancara, testing psikometris, simulasi aktivitas pekeraan yang relevan, penilaian oleh kawan dan penilaian oleh penilai-penilai terbaik.

6. Manajemen by Objectives

Sasaran-sasaran yang telah disetujui dan dirumuskan pada awal periode yang telah lalu, dan orang yang dinilai diberi bantuan dan pelatihan yang diperlukan untuk memudahkan

pencapaian sasaran-sasaran tersebut. Pada akhir periode aka nada penilaian prestasi dan penetapan sasaran-sasaran baru.

7. Penilaian Diri

(14)
(15)

BAB III PENUTUP KESIMPULAN

Berdasarkan pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa pengelolaan kinerja dan penilaian kinerja mempunyai peranan strategis dalam meningkatkan produktivitas seorang pekerja. Manajer mempunyai tantangan dalam mengelola berbagai macam jenis karyawan yang mempunyai pula beragam karakter dan kemampuan.

Manajer juga mempunyai tantangan dalam penilaian kinerja harus menghindari masalah-masalah yang muncul seperti yang telah dibahas.

SARAN DAN KRITIK

Kami sebagai penulis mengharap saran yang membangun dari pembaca, sehingga dikemudian hari mampu meningkatkan kualitas pembahasan, baik dari segi teknis maupun penalaran.

Pembahasan tentang pengelolaan kinerja dan penilaian kinerja sangat luas dan dalam apabila dilakukan pembahasan lebih lanjut. Sehingga penulis menyarankan adanya

(16)

Daftar Pustaka

Dessler, Gary. 2007. Manajemen Sumber Daya Manusia. Prentice Hill : New York McKenna, Eugene & Nic Beech. 1975. The Essence of Human Resource

Management. (ed.) Totok Budi Santosa. 2002. Manajemen Sumber Daya Manusia. Yogyakarta : Andi.

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan dari hasil observasi kegiatan pembelajaran yang telah dilakukan penelitian dari siklus I ke siklus II dapat disimpulkan bahwa pembelajaran dengan

 =umla, kumulati& >aktu tunggu ,asil #elayanan laboratorium #asien yang di survey dalam satu bulan.  =umla, #asien yang

Dimana pencairan kearah bawah lebih cepat oleh produksi tofografi daerah rendah “diamict” supraglacial pada prosese sedimentasi ulang secara umum diakibatkan oleh aliran

Sport development index adalah indeks ga- bungan yang mencerminkan keberhasilan pem- bangunan olahraga berdasarkan empat dimensi dasar, yaitu: ruang terbuka yang tersedia untuk

Berdasarkan patofisiologi syok dan perubahan hemodinamik, rasio laju jantung terhadap tekanan darah sistolik (LJ/TDS) yang disebut sebagai indeks syok berkorelasi negatif

Berdasarkan analisa data yang telah dilakukan, didapatkan beberapa kesimpulan penelitian sebagai berikut : Pengadaan obat yang dilakukan Instalasi Farmasi Dinas

Teknik bimbingan kelompok yang akan digunakan adalah bermain peran ( role play ). Diharapkan melalui penelitian tindakan kelas kemandirian belajar mahasiswa melalui

Wade (2007) terdapat beberapa aspek dari pengelolaan marah, yaitu:.. 1) Mengenali emosi marah, emosi marah merupakan kemampuan untuk mengendalikan perasaan marah sewaktu