• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perdebatan Klasik dalam Kajian Filsafat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Perdebatan Klasik dalam Kajian Filsafat"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

PERDEBATAN KLASIK DALAM KAJIAN FILSAFAT MANUSIA

Mata Kuliah Filsafat Manusia

dosen pembimbing: Dr. Achmad Chusairi, M.A. Listiyono Santoso, S.S., M.Hum Dra. Veronika Suprapti, MS.Ed, Psikolog Prof. Dr. Cholichul Hadi, Drs., M.Si., Psikolog

disusun oleh:

Gita Nuraini Agustina 111711133076 Afida Sabrina Syifa 111711133089 Misi Liliana Dewi 111711133094 Zakiya Ainun Oktaviani 111711133099 Galuh Trisna Kinanthi 111711133107

FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS AIRLANGGA

(2)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena rahmat-Nya makalah Filsafat Manusia tentang “Perdebatan Klasik dalam Kajian Filsafat Manusia” dapat kami selesaikan dengan baik tanpa kendala suatu apapun.

Makalah ini dibuat dalam rangka menyelesaikan tugas yang diberikan serta agar kami dapat memahami dan mengerti tentang konsep-konsep dasar para filsuf zaman dulu dan pertentangannya yang dibahas hingga saat ini. Hal ini tentunya tidak lepas dari bimbingan dan arahan dosen pengajar kami, Bapak Dr. Achmad Chusairi, M.A. Untuk itu kami ucapkan terima kasih atas bantuan dari beliau.

Demikian makalah ini kami buat. Kami mohon maaf jika terdapat kesalahan dalam penulisan makalah ini, karena tidak ada satu manusia pun yang sempurna. Kesempurnaan hanya milik Tuhan Yang Maha Esa. Dan semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi khalayak ramai.

Surabaya, Februari 2018

(3)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Munculnya pemikiran-pemikiran yang dilontarkan para filsuf menimbulkan pertentangan di antara para filsuf itu sendiri. Ada yang menganggap itu sebuah kemajuan, ada juga yang menyebutnya sebagai kemunduran.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka tersusunlah rumusan pertanyaan berikut:

a. Apa perbedaan antara beberapa konsep pemikiran yang diperdebatkan; dan b. Bagaimana pengaruhnya terhadap kehidupan manusia.

1.3 Tujuan

Tujuan penulisan makalah ini antara lain:

a. Menjelaskan perbedaan antara beberapa konsep pemikiran yang diperdebatkan; dan

(4)

BAB II tradition yang menekankan kemampuan dalam diri anak, sehingga faktor lingkungan, termasuk faktor pendidikan, kurang berpengaruh terhadap perkembangan anak dalam proses pembelajaran. Dengan kata lain bahwa aliran nativisme berpandangan segala sesuatunya ditentukan oleh faktor-faktor yang dibawa sejak lahir, jadi perkembangan individu itu semata-mata dimungkinkan dan ditentukan oleh dasar turunan, misalnya: kalau ayahnya pintar, maka kemungkinan besar anaknya juga pintar.

Para penganut aliran nativisme berpandangan bahwa bayi itu lahir sudah dengan pembawaan baik dan pembawaan buruk. Oleh karena itu, hasil akhir proses belajar ditentukan oleh pembawaan yang sudah dibawa sejak lahir. Berdasarkan pandangan ini, maka keberhasilan suatu proses belajar ditentukan oleh anak itu sendiri. Ditekankan bahwa “yang jahat akan menjadi jahat, dan yang baik menjadi baik”. Proses belajar yang tidak sesuai dengan bakat dan pembawaan anak tidak akan berguna untuk perkembangan anak sendiri dalam proses belajarnya. Bagi nativisme, lingkungan sekitar tidak ada artinya sebab lingkungan tidak akan berdaya dalam mempengaruhi perkembangan anak. Penganut pandangan ini menyatakan bahwa jika anak memiliki pembawaan jahat maka dia akan menjadi jahat, sebaliknya apabila mempunyai pembawaan baik, maka dia menjadi orang yang baik. Pembawaan buruk dan pembawaan baik ini tidak dapat dirubah dari kekuatan luar.

(5)

pembawaan itu bukanlah merupakan satu-satunya faktor yang menentukan perkembangan. Masih banyak faktor yang dapat memengaruhi pembentukan dan perkembangan anak dalam menuju kedewasaan.

Aliran empirisme, bertentangan dengan paham aliran nativisme. Empirisme (empiri = pengalaman), tidak mengakui adanya pembawaan atau potensi yang dibawa lahir manusia. Dengan kata lain bahwa manusia itu lahir dalam keadaan suci, tidak membawa apa-apa. Karena itu, aliran ini berpandangan bahwa hasil belajar manusia besar pengaruhnya pada faktor lingkungan.

Dalam teori proses belajar, maka aliran empirisme bertolak dari Lockean Tradition yang mementingkan stimulasi eksternal dalam perkembangan manusia. Pengalaman belajar yang diperoleh manusia dalam kehidupan sehari-hari didapat dari dunia sekitarnya berupa stimulan-stimulan. Stimulasi ini berasal dari alam bebas ataupun diciptakan oleh orang dewasa dalam bentuk pembelajaran. Tokoh perintis aliran empirisme adalah seorang filosof Inggris bernama John Locke (1704-1932) yang mengembangkan teori “Tabula Rasa”, yakni anak lahir di dunia bagaikan kertas putih yang bersih. Pengalaman empirik yang diperoleh dari lingkungan akan berpengaruh besar dalam menentukan perkembangan anak. Dengan demikian, dipahami bahwa aliran empirisme ini, lingkungan memegang peranan penting terhadap keberhasilan manusia dalam proses belajarnya.

Menurut Redja Mudyahardjo bahwa aliran nativisme ini berpandangan behavioral, karena menjadikan perilaku manusia yang tampak keluar sebagai sasaran kajiannya, dengan tetap menekankan bahwa perilaku itu terutama sebagai hasil belajar semata-mata. Dengan demikian dapat dipahami bahwa keberhasilan belajar manusia menurut aliran empirisme ini, adalah lingkungan sekitarnya.

2.2 Realisme dan Anti-Realisme

(6)

seharusnya tidak pernah dianggap sebagai kebenaran. Proponis percaya bahwa sains penuh dengan teori yang terbukti salah, dan bahwa sebagian besar teori pada akhirnya ditolak atau disempurnakan. Teori hebat, seperti hukum Newton, terbukti tidak benar.

Menurut Churchland (1979, 1981), kecacatan folk psychology seharusnya sudah jelas bagi psikologi dan psikologi ilmiah kurang lebih tidak terkait, namun - mengklaim bahwa yang penelitian terakhir dapat dan harus mengembangkan secara independen dari yang pertama; dan bahwa kita tidak perlu mempedulikan diri kita sendiri tentang memadukan folk psychology dengan sains kognitif dan ilmu saraf.

Beberapa keluhan mengenai folk psychology adalah kurangnya perubahan dalam aspek penting sepanjang sejarah manusia tercatat adalah bentuk stagnasi dan ketidaksuburan yang menunjukkan adanya degenerasi. Kemudian Churchland's (1979) mengklaim bahwa psikologi rakyat berdiri dalam 'isolasi yang indah' dan tidak dapat direduksi menjadi teori ilmiah yang patut mendapat pertimbangan cermat.

Salah satu argumen utama Wilkes adalah bahwa folk psychology adalah jenis upaya yang berbeda dari psikologi ilmiah, karena memiliki beragam tujuan yang berbeda. Misalnya, seseorang perlu menggunakan folk psychology untuk membujuk, mengancam, memperingatkan, menasihati, merayu, dan menghibur orang lain. Ini tentu benar, tapi ia tidak melihatnya sebagai alasan bagus untuk menduga bahwa tidak akan ada interkoneksi antara folk psychology dan psikologi ilmiah. Dan khususnya, sangat sulit untuk melihat bagaimana folk psychology dapat memenuhi semua tujuan ini kecuali jika memiliki inti teoritis yang dapat digunakan, kuasi ilmiah, untuk menghasilkan prediksi dan penjelasan. Dalam mencoba merayu seseorang melalui kata-kata atau tindakan, misalnya, seseorang harus membentuk ekspektasi kemungkinan efek pada hal lain dari apa yang orang katakan atau lakukan; dan seseorang juga harus bisa menafsirkan secara akurat tanggapan awal lainnya terhadap tawaran seseorang.

(7)

teori rakyat diarahkan pada hal-hal kecil dari kasus individual, teori ilmiah lebih tertarik pada jenis proses yang umum.

Kami berpendapat bahwa psikologi rakyat adalah realis dalam komitmennya terhadap organisasi batin dan peran kausal keadaan mental. Ini membuka kemungkinan eliminasi. Tapi kami juga berpendapat bahwa prospek penggabungan kategori folk-psychology yang relatif lancar ke dalam sains sangat baik - dalam masalah ini, mungkin ternyata masyarakat telah mendapatkan banyak hal-atau- kurang benar. Ketika keduanya menggunakan metode ilmiah, keduanya sama, namun: Realis mengasumsikan bahwa alasan mengapa teori terbaik kita sangat bermanfaat secara empiris adalah bahwa mereka menggambarkan secara tepat dunia sebagaimana adanya, sedangkan anti-realis lebih memilih untuk tidak membuat asumsi itu.

2.2.1 Pandangan Realisme

Pandangan metafisik realisme menyatakan bahwa realita wujud (exsist) dan bebas dari pikiran dan persepsi manusia (mind-independent reality). Konsep “realita bebas dari pikiran dan persepsi” berimplikasi bahwa terdapat dunia di sebalik persepsi kita, dan kita dapat mengetahui apakah persepsi-persepsi itu akurat atau tidak. Namun, jika realita itu tidak wujud atau kita tidak punya akses kepada realita tersebut, maka tidak ada cara untuk mengecek apakah persepsi kita berkorespondensi dengan realita sesungguhnya. Berdasarkan pemikiran tersebut realisme memandang obyek-obyek tak terlihat (unobservable) yang dipostulatkan oleh teori-teori ilmiah adalah juga sebagai realita (Southwell, 2013).

Kaum realis yakin bahwa tujuan sains adalah untuk menyediakan deskripsi yang benar tentang alam. Realis tidak sependapat apabila pengetahuan dibatasi oleh kemampuan observasi. Sebaliknya, realis yakin bahwa telah banyak pengetahuan ilmiah yang melibatkan realita yang tak teramati. Jika teori atom sanggup menerangkan banyak fakta, maka itu menjadi bukti bahwa teori atom adalah benar. Oleh sebab itu, tidak ada alasan untuk mengatakan teori atom tidak mendeskripsikan realita, hanya karena alasan atom tidak observable.

2.2.2 Pandangan Anti-Realisme

(8)

keyakinan itu, anti-realisme memandang sains tidak dapat menjangkau hal-hal yang unobservable. Kaum anti-realis yakin bahwa tujuan sains adalah untuk menyediakan deskripsi yang benar hanya tentang bagian tertentu saja dari alam, yakni bagian yang teramati (observable) (Southwell, 2013).

Kaum anti-realisme berpendapat bahwa kita tidak dapat mencapai pengetahuan tentang bagian tak teramati dari realita. Berdasarkan pandangan anti-realisme, pengetahuan saintifik harus berada dalam wilayah yang terjangkau oleh pengamatan. Menurut anti-realisme, sains dapat memberi kita pengetahuan tentang fosil, pohon, binatang (observable), tetapi tidak memberikan pengetahuan tentang atom, elektron, ikatan kimia, dll. yang sifatnya tak teramati (unobservable). Bagi anti-realis, entitas yang tak teramati hanyalah “angan-angan” yang direka-reka ilmuwan untuk menerangkan fenomena yang teramati.

Banyak teori yang melibatkan entitas yang tak teramati justru berhasil secara empiris, yakni mampu memprediksi perilaku obyek dalam dunia yang teramati. Contohnya teori kinetik gas. Keberhasilan empiris teori yang melibatkan entitas yang tak terobservasi menjadi landasan bagi argumen terkuat bagi realisme keilmuan, disebut sebagai “No-Miracle Argument”. Argumen ini dikemukakan oleh Hilary Putnam yang menyatakan bahwa keberhasilan sains dalam memprediksi fenomena baru dan diapliksikan dalam teknologi adalah ajaib (miracle) apabila teori-teori tidak secara benar mengidentifikasi entitas tak teramati serta proses-proses yang melandasi apa yang kita amati (Ladyman, 2002).

Menurut argumen tersebut, adalah merupakan suatu keajaiban jika suatu teori tentang elektron dan atom berhasil memprediksi realita yang terobservasi, apabila elektron dan atom tidak wujud. Jika atom dan elektron tidak ada, apa yang menjadi alasan relasi teori dan fakta yang terobservasi? Potensi suatu teori untuk menjelaskan fenomena menjadi bukti bagi kebenaran teori itu sendiri.

(9)

(heat), dan “teori generatio spontanea”. Oleh karenanya, kaum anti-realis berpendapat bahwa “No-Miracle Argument” patut dipertanyakan.

Menurut kaum anti-realis, apakah betul gas memang mengandung molekul yang selalu bergerak, adalah tidak menjadi persoalan. Namun, teori kinetik tidak secara nyata menggambarkan fakta-fakta yang tersembunyi, tetapi hanyalah menyediakan cara mudah memprediksi observasi-observasi. Oleh sebab itu, anti-realisme seringkali disebut “Instrumentalisme”. Pada hakikatnya, teori ilmiah adalah instrumen untuk membantu ilmuwan memprediksi fenomena teramati, namun “bukan sebagai usaha untuk mendeskripsikan realita” (Ladyman, 2002).

Anti-realis menganalogikan teori dengan palu, palu memang adalah punya satu peranan dalam menghasilkan suatu produk, tetapi tidak mereprentasikan produk itu sendiri (Mannoia, 1980). Bagi instrumentalis, teori adalah alat yang memperlihatkan koneksi-koneksi antara fenomena yang sebelumnya nampak tidak berhubungan, tetapi teori tidak merepresentasikan atau bahkan mendeskripsikan fenomena itu. “Teori-teori itu berguna tetapi bukan merupakan kebenaran”. Namun demikian, pandangan anti-realis tersebut menghadapi masalah, yakni jika teori tidak pernah benar, eksperimen-eksperimen yang dilakukan untuk mengkonfirmasi teori adalah hanya membuang waktu, sesuatu yang bertentangan dengan realita aktivitas keilmuan yang dipraktekan ilmuwan sejak dahulu sampai sekarang.

2.2.3 “The Underdetermination Argument”

“Underdetermination” adalah pandangan bahwa fakta-fakta tidak menentukan teori, sebab tidak ada teori yang tunggal untuk suatu fakta, melainkan terdapat sejumlah teori yang sesuai (cocok atau kompatibel) dengan fakta-fakta (Southwell, 2013). Sebaliknya, teori menentukan fakta, seperti dalam kasus teori kinetik molekul gas, yang secara jelas data observasi ditentukan oleh teori. Data diobservasi untuk memberikan bukti kuat bagi keberadaan entitas yang teramati.

(10)

Kasus yang lain, terhadap fenomena “bonding” dalam kimia, terdapat dua teori modern (berbasis mekanika kuantum) yang menjelaskannya, yakni teori MO (molecular orbital theory) dan teori VB (valence bond theory). Dengan asumsi-asumsi yang berbeda, kedua teori berhasil menjelaskan fakta yan sama. Kasus-kasus seperti itu menunjukkan bahwa adalah sukar bagi entitas tak-terobservasi yang dipostulatkan oleh teori-teori itu untuk dipastikan kebenarannya. 2.3 Transendentalisme dan Rasionalisme

Transendentalisme merupakan aliran yang menyatakan bahwa segala pengetahuan tak terbatas hanya pada hasil pengamatan saja, namun melebihi dari itu, dan bisa kita rasakan. Transendentalisme muncul setelah rasionalisme, yaitu sekitar abad ke-19 M. Transendentalisme berakar dari pemikiran para aktivis gereja di Inggris dan Jerman mengenai Allah Tritunggal, yang berdampak pada konsep agama Hindu dan Kristen itu sendiri.

Rasionalisme berbanding terbalik dengan transendentalisme. Ia meyakini bahwa segala sesuatu merupakan hasil perhitungan yang dapat diketahui hasilnya, dan ada alasan di balik itu. Para penganut aliran ini meyakini bahwa transendentalisme merupakan sebuah kemunduran, karena mereka tidak berfokus pada hal-hal yang dianggap masuk akal dan sesuai realitas.

(11)

BAB III PENUTUP

Empirisme merupakan aliran yang menyatakan bahwa keberadaan bayi yang baru lahir adalah suci, sama seperti kertas putih, sehingga kemampuan manusia diperoleh dari latihan secara terus-menerus. Nativisme menyatakan bahwa setiap manusia memiliki potensinya masing-masing sejak bayi. Realisme menyatakan bahwa hal yang belum dapat diamati benar adanya, dan anti-realisme menyatakan hal sebaliknya. Transendentalisme menyatakan bahwa ada sesuatu yang berasal dari luar kita dan dapat kita rasakan, sedangkan rasionalisme menyatakan semua hal hanya berasal dari hasil perhitungan manusia.

(12)

Crain, William. (2014). Theories of Development: Concepts and Applications Sixth Edition. London: Pearson.

Markie, P. (2004). Rationalism vs. Empiricism. https://plato.stanford.edu/entries/rationalism-empiricism/ , diakses 26 Februari 2018.

Gambar

Gambar  1.  Ilustrasi

Referensi

Dokumen terkait

COSTUMER Menerima Order Penjualan dan Membuat Nota Penjualan 4 3 2 1 Nota Penjualan 2 1 Surat Jalan T 1 Nota Penjualan CUSTOMER PEMBUKUAN BAGIAN PENERIMAAN KAS/BANK Tunai BAGIAN

Yahudi dan Nasrani saja, namun juga untuk golongan agama lain seperti (Majusi, Shabi’in, Hindhu, Buddha, Kong Hu Cu serta memberikan kedudukan yang sama seperti

Pengaruh Umur Listing, Leverage, Profitabilitas dan Reputasi Auditor Terhadap Internet Financial Reporting : Pada Perusahaan.. Manufaktur yang Terdaftar Di Bursa Efek

Selain itu, penelitian yang dilakukan oleh Panjuantiningrum (2010) membuktikan bahwa flavonoid dapat menurunkan kadar glukosa darah dengan kemampuannya sebagai zat

pengaruh agroindustri terhadap nilai produksi industri rumah tangga menjadi landasan untukmelakukan penelitian mengenai potensi agroindustri skala rumah tangga di

6HODLQUHJXODVL8QGDQJXQGDQJ7LQGDN 3LGDQD .RUXSVL WHUGDSDW SXOD 3HUDWXUDQ 0DKNDPDK$JXQJ1RPRU7DKXQ\DQJ PHQJDWXU SHUPRKRQDQ SHQDQJDQDQ KDUWD NHND\DDQ GDODP WLQGDN SLGDQD

Langkah-langkah yang dilakukan pada tahap pelaksanaan antara lain: (1) memberikan soal pretest pada siswa kelas kontrol dan siswa kelas eksperimen, (2)

Kebersihan tangan yang sering merupakan salah satu cara yang paling penting sebagai ukuran pengendalian infeksi di Rumah sakit. Tangan harus dicuci sebelum dan