• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGOLAHAN CITRA FUNDUS DIABETIK RETINOPATI EDISI 1

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "PENGOLAHAN CITRA FUNDUS DIABETIK RETINOPATI EDISI 1"

Copied!
112
0
0

Teks penuh

(1)

Tim Penyusun Diana Tri Susetianingtias

Sarifuddin Madenda Rodiah Fitrianingsih

PENGOLAHAN CITRA FUNDUS

DIABETIK RETINOPATI

EDISI 1

(2)

PENGOLAHAN CITRA FUNDUS

DIABETIK RETINOPATI

EDISI 1

Tim Penyusun

Diana Tri Susetianigtias Sarifuddin Madenda

Rodiah Fitrianingsih

(3)

ii

Judul buku : Pengolahan Citra Fundus Diabetik Retinopati Edisi 1

Oleh : Tim Penelitian Gambar Sampul : Rodiah

Design dan Layout : Rodiah

Diterbitkan pertama kali oleh : Penerbit Gunadarma Hak cipta dilindungi oleh undang-undang

(4)

iii Kata Pengantar

KATA PENGANTAR

Bismillaahirrahmaanirrahiim.

Assalamu’alaikum Warrahmatullaahi Wabarokaatuh

Alhamdulillahi Rabbil’aalamiin, segala puji bagi Allah SWT, Tuhan

semesta alam, atas berkat rahmat, karunia, bimbingan, pertolongan, petunjuk, ilmu, dan pertolongan-NYA, Penulis dapat menyelesaikan penyusunan Buku ini dengan sebaik-baiknya. Shalawat dan salam kepada Nabi Muhammad SAW beserta keluarga, sahabat dan para pengikutnya sampai akhir zaman.

Sepanjang proses penyusunan buku ini, banyak pihak yang telah turut berkontribusi, baik secara moril maupun materiil. Tanpa bantuan mereka, dalam penyelesaian buku ini, Penulis tidak akan dapat menyelesaikannya dengan baik. Untuk itu, dengan kerendahan hati, perkenankan penulis mengucapkan terima kasih kepada semua Pihak antara lain : DP2M RistekDikti, Lembaga Penelitian Universitas Gunadarma dan seluruh pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu yang telah turut memberikan bantuan dan peran serta dalam penyelesaian buku ini.

(5)

Kata Pengantar | iv

Kritik dan saran dari pembaca sangat penulis harapkan untuk perbaikan pada masa yang akan datang. Kesempurnaan hanya milik Allah SWT semata, sedangkan kekurangan serta kekhilafan ada pada diri Penulis.

Wassalamu’alaikum warrahmatullaahi Wa barakaatuh

Jakarta, September 2017

(6)

v Daftar Isi

1.5. Diabetik Retinopati 4

BAB 2 PENGOLAHAN CITRA

2.1. Citra Digital 7

2.2. Thresholding 7

2.3. Jarak Eucledian 8

2.4. Morfologi Citra 8

2.5. Skeleton 10

2.6. Transformasi Top Hat 11 2.7. Transformasi Bottom Hat 12 2.8. Ekstraksi Fitur Bentuk 12

2.9. Matriks Hesian 13

2.10. Vektor Nilai Eigen 14 2.11. Klasifikasi Citra Digital 15 2.12. Deteksi Tepi pada Citra 17

BAB 3 RUANG WARNA

3.1. Ruang Warna RGB 21

3.2. Ruang Warna HSL 22

(7)

Daftar Isi | vi

3.4.Ruang Warna HSI 25

3.5. Ruang Warna CMY/ CMYK 26

3.6. Ruang Warna YUV 27

3.7. Ruang Warna Luminance In-phase Quadrature (YIQ) 28

3.8. Ruang Warna YCbCr 28

3.9. Ruang Warna CIELAB 29

BAB 4 CITRA MEDIS

4.1. Magnetic Resonance Imaging (MRI) 30

4.2. X-Ray 31

4.3. Ultrasonography (USG) 31 4.3.1.Peralatan Yang digunakan dalam USG 32 4.3.2.Manfaat Alat USG 34 4.3.3.Jenis-jenis USG 35

4.4. Funduscopy 35

4.1.1. Pemeriksaan opthamoloscope 36 4.1.2. Cara Pemeriksaan opthamoloscope 37

4.5. Endoscopy 39

4.6. Computed Tomography (CT-Scan) 41

4.7. Nuclear Medicine 43

BAB 5 ANATOMI MATA DAN RETINA

5.1. Anatomi Mata 45

5.2. Retina 46

5.3. Anatomi Retina 47

5.4. Pembuluh Darah Retina 50

BAB 6 DIABETIK RETINOPATI

(8)

vii Daftar Isi

6.4. Kudran dalam Diabetik Retinopati 59

BAB 7 MICROANEURSYM

7.1. Microaneursym 66

7.2. Segmentasi Kandidat Microaneursym 69 7.2.1. Pendekatan Berbasis Maximally Stable External

Region (MSER)

69

7.2.2. Hasil Segmentasi Kandidat Microaneursym dengan Pendekatan Berbasis Maximally Stable External Region (MSER)

75

BAB 8 EXUDATES

8.1. Exudates 79

8.2. Preprocessing Algoritma Warna Referensi 80 8.3.Segmentasi Exudates dengan Warna Referensi 81 8.4. . Hasil Segmentasi Exudates dengan Warna Referensi 89

(9)

Bab 1: Pendahuluan 1

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Pengolahan Citra

Pengolahan Citra merupakan proses memperbaiki kualitas citra agar mudah diinterpretasikan oleh manusia atau komputer yang merupakan proses awal dari Komputer visi. Citra/ Gambar adalah informasi yang berbentuk visual. Citra merupakan fungsi intensitas 2 dimensi yaitu f(x,y), dimana x dan y adalah koordinat spasial dan f pada titik (x, y) adalah tingkat kecerahan (brightness) citra pada suatu titik. Citra f(x,y) yang telah dilakukan digitalisasi (secara koordinat area atau tingkat kecerahan) maka nilai f di koordinat (x, y) menunjukan tingkat kecerahan (grayness) level dari citra pada titik tersebut dinamakan citra digital (Gonzalez and Woods, 2008). Citra digital dapat didefinisikan sebagai representasi dari sebuah citra/ gambar dua dimensi sebagai sebuah kumpulan nilai digital (elemen gambar atau piksel).

Bagian terkecil yang menyusun citra dan mengandung nilai yang mewakili kecerahan dari sebuah warna pada titik tertentu dinamakan dengan piksel. Biasanya bentuk citra digital adalah persegi panjang atau bujur sangkar yang memiliki lebar dan tinggi tertentu sehingga ukuran citranya selalu bernilai bulat. Setiap piksel memiliki koordinat sesuai posisinya dalam citra yang dinyatakan dalam bilangan bulat positif, dimulai dari niai 0 atau nilai 1 tergantung pada sistem yang digunakan. Setiap piksel juga memiliki nilai berupa angka digital yang merepresentasikan informasi yang diwakili oleh piksel tersebut (Gonzalez and Woods, 2008).

1.2. Operasi Pengolahan Citra

Pada Pengolahan Citra terdapat beberapa operasi diantaranya adalah: (a).

Perbaikan kualitas citra (image enhacement) yaitu memperbaiki kualitas citra dengan memanipulasi parameter-parameter citra. Operasi perbaikan citra terdiri dari: perbaikan kontras gelap /terang dan tepian objek (edge enhancement),

(10)

2 Bab : 1 Pendahuluan

penapisan derau (noise filtering). (b). Pemugaran citra (image restoration)yaitu menghilangkan cacat pada citra. Operasi Pemugaran citra yang dimaksud adalah dengan menghilangan kesamaran (deblurring) dan menghilangan derau (noise).

(c). Pemampatan citra (image compression) yaitu: citra direpresentasikan dalam bentuk lebih kompak, sehingga keperluan memori lebih sedikit dan tetap mempertahankan kualitas gambar (contoh dari file citra dengan ektension .BMP menjadi file citra dengan ekstension .JPG). (d). Segmentasi citra (image segmentation) dilakukan dengan tujuan agar dapat memecah suatu citra ke dalam beberapa segmen dengan suatu kriteria tertentu. (e). Pengorakan citra (image analysis) yaitu menghitung besaran kuantitatif dari suatu citra agar menghasilkan deskripsinya. Hal ini sangat diperlukan untuk melokalisasi objek yang diinginkan dari sekelilingnya. Beberapa operasi image analysis adalah pendeteksian tepi objek (edge detection), ekstraksi batas (boundary) dan represenasi daerah (region). (f). Rekonstruksi citra (Image recontruction) yaitu membentuk ulang objek dari beberapa citra hasil proyeksi (Munir, 2004). Beberapa aplikasi pengolahan Citra yang dapat dilakukan dalam beberapa bidang diantaranya adalah:

1. Bidang perdagangan. Salah satu contohnya adalah dengan pembacaan bar code pada barang di supermarket dan pengenalan huruf/angka pada formulir secara otomatis.

2. Bidang Militer. Contoh: dengan mengenali peluru kendali melalui sensor visual, dan mengidentifikasi jenis pesawat musuh.

3. Bidang Kedokteran. Contoh: Deteksi kanker dengan sinar X, Rekonstruksi foto janin hasil USG dan pemeriksaan mata yang mengunakan kamera fundus

4. Bidang Biologi. Contoh: Pengenalan kromosom melalui gambar mikroskopik.

5. Komunikasi Data. Contoh: Pemampatan citra transmisi. 6. Hiburan. Contoh: Pemampatan video MPEG.

7. Robotika. Contoh: Visual guided autonomous navigation.

(11)

Bab 1: Pendahuluan 3

9. Bidang Geologi. Contoh: Mengenali jenis bebatuan melalui foto udara. 10. Bidang Hukum. Contoh: Pengenalan sidik jari, pengenalan foto narapidana

dengan face recognition dan pengenalan tanda tangan.

1.3. Ruang Warna

Gelombang cahaya yang nampak tertangkap oleh sel-sel cone dan rod

dalam retina mata diteruskan ke syaraf visual otak dan membangkitkan berbagai sensasi warna. Tujuan dikembangkannya ruang warna adalah untuk memodelkan, menghitung dan memvisualisasikan untuk mendapatkan informasi warna sehingga dapat memudahkan komputer atau sistem digital lainnya memproses informasi warna dan membedakan warna seperti halnya sistem visual manusia (Madenda, 2015). Ruang warna terdiri dari beberapa model, diantaranya adalah Sistem Warna Munsell, Ruang warna RGB, Ruang warna HSL, Ruang Warna HSV, Ruang Warna L*a*b* dan L*C*H*, Ruang WarnaYUV, YCbCr dan YPbPr

(Madenda, 2015).

1.4. Pengenalan Citra Medis

(12)

4 Bab : 1 Pendahuluan

hasilnya dapat berupa binary image, gray level image, coloring image dan false color image dengan dimensi visual yang diperoleh dapat berupa citra 2D, 3D, dan 4D (3D + waktu) dalam bentuk lembaran film radiografi ataupun citra digital dengan format raw data, Analis, DICOM, dan dengan format standar (ppm, dcm TIFF, PNG dan lain-lain).

1.5. Diabetik Retinopati

Diabetik Retinopati merupakan penyakit lanjutan dari diabetes melitus (DM) yang memiliki kasus cukup tinggi yaitu mencapai 40-50% penderita diabetes (Ilyas, 2003). Penyakit ini merupakan penyebab kebutaan paling sering ditemukan pada usia dewasa (penderita diabetes melitus) antara 20 sampai 74 tahun. Pasien diabetes memiliki risiko 25 kali rentan mengalami kebutaan dibanding dengan penderita non-diabetes. Hampir semua penyandang DM tipe 1 akan mengalami Diabetik Retinopati dengan berbagai derajat setelah 20 tahun dan 60% pada Diabetes Melitus tipe 2 (Nasution, 2011). Kerusakan pada lapisan saraf mata sampai pada kebocoran retina akibat Diabetik Retinopati akan mengakibatkan penglihatan menjadi buram sampai pada kebutaan. Penderita Diabetik Retinopati dapat menjadi buta secara permanen. Beberapa rumah sakit seperti RS Indera Denpasar dan RS. Sanglah mencatat ada sekitar 123 pasien Diabetes Melitus yang terdiri dari 57 perempuan dan yang terdiri dari 66 laki-laki mulai dari periode Oktober 2014 sampai dengan Januari 2015. Dari jumlah tersebut, sekitar 60,16% pasien mengidap Diabetik Retinopati (Ni Made Ari S, I Putu B, I Wayan Gede J, I Gede Raka, 2015). Di dunia terdapat sekitar 10% persen penduduk yang mengalami kebutaan akibat Diabetik Retinopati. Penyakit Diabetik Retinopati merupakan penyakit penyebab kebutaan paling tinggi yang menempati posisi keempat setelah katarak, glaukoma, dan degenerasi makula (Andi Arus Victor, 2008).

(13)

Bab 1: Pendahuluan 5

retina. Pada beberapa kasus, terdapat cairan dan darah bocor pada retina. Diameter pembuluh darah menjadi membesar dengan bentuk tepi pembuluh tidak beraturan. Jenis Diabetik Retinopati dengan tipe NPDR dapat menjadi tipe Proliferasi Diabetik Retinopati (PDR) pada stadium parah. Kerusakan pembuluh darah pada tipe PDR, berakibat pertumbuhan pembuluh darah baru yang tidak normal pada retina sehingga mengakibatkan terganggunya aliran cairan normal pada mata. Bola mata akan mendapatkan tekanan yang cukup tinggi. Salah satu cara untuk mengetahui seseorang menderita Diabetik Retinopati pada tipe NPDR dapat dilihat dari adanya kemunculan beberapa gejala antara lain Exudates (Soft Exudates seperti Cotton Wool dan Hard Exudates), Intra Retinal Mikrovaskuler Abnormalities (IRMAs) yangmengakibatkan penggelembungan vaskuler (Venous Beading) serta perdarahan titik dan bercak (Dot and blot intraretinal hemorrhages) (Bowling, 2016).

Klasifikasi NPDR berdasarkan ETDRS (Khurana, 2007) dengan melihat keberadaan beberapa kelainan pada kuadran citra retina. Pembagian empat kuadran pada citra fundus dilakukan dengan aproksimasi sudut pengambilan

Optic Disc (Field Of View). Kebocoran lemak pada vascular retina akan mengakibatkan exudates, Venous Beading pada dua kuadran dan Intra Retinal Mikrovaskuler Abnormalities pada satu kuadran merupakan dua diantara gejala klinis sebagai gejala Diabetik Retinopati. Pembuluh darah yang berkelok-kelok merupakan gejala awal dari Venous Beading sehingga mengakibatkan dinding pembuluh darah menjadi bocor. Microaneurysms merupakan pelebaran titik fokus dari pembuluh kapiler retina yang muncul sebagai titik-titik bulat kecil merah gelap mengakibatkan Haemorrhages. Keberadaan exudates, venous beading yang terdeteksi, microaneurysms dan haemorrhages pada citra retina menunjukkan derajat penyakit (stadium) Diabetik Retinopati. Evaluasi klinis yang dilakukan untuk mendeteksi NPDR adalah dengan melakukan pemeriksaan melalui kamera fundus atau pemeriksaan langsung melalui ophthalmoscope (Chakrabarti, Harper and Keeffe, 2012).

(14)

kekuning-6 Bab : 1 Pendahuluan

kuningan atau dengan berbagai ukuran, bentuk dan lokasi. Pada beberapa citra,

exudates juga berwarna nampak kehijauan. Exudates kadang terlihat secara individual, atau dalam bentuk klaster. Exudates memiliki intensitas warna yang hampir sama dengan optic disc (titik buta pada retina). Ukuran dari exudates

sangat bervariatif, dapat berukuran lebih kecil atau lebih besar dari optic disc. Kesulitan melihat exudates diakibatkan komposisi warna pada exudates hampir sama dengan warna pada objek optic disc citra retina. Kelainan lain pada citra fundus yang juga sulit untuk dilihat secara visual adalah venous beading yaitu terjadinya penggelembungan pada pembuluh vena retina (Bowling, 2016).

Penderita Diabetik Retinopati biasanya tidak menyadari kelainan yang terjadi pada retinanya sampai muncul keluhan seperti melihat bayangan benda hitam melayang mengikuti pergerakan mata atau lebih dikenal dengan istilah

(15)

Bab : 2 Pengolahan Citra 7

BAB 2

PENGOLAHAN CITRA

2.1. Citra Digital

Citra digital adalah representasi dari sebuah citra/ gambar dua dimensi sebagai sebuah kumpulan nilai digiital yang disebut elemen gambar atau piksel. Piksel merupakan elemen terkecil yang menyusun citra dan mengandung nilai yang mewakili kecerahan dari sebuah warna pada titik tertentu. Umumnya citra digital berbenutk persegi panjang atau bujur sangkar yang memiliki lebar dan tinggi tertentu sehingga ukuran citra selalu bernilai bulat. Setiap piksel memiliki kordinat sesuai posisinya dalam citra. Koordinat ini biasanya dinyatakan dalam bilangan bulat positif, yang dapat dimulai dari 0 atau 1 tergantung pada sistem yang digunakan. Setiap piksel juga memiliki nilai berupa angka digital yang merepresentasikan informasi yang diwakili oleh piksel tersebut (Gonzalez and Woods, 2008).

2.2. Thresholding

Suatu proses yang digunakan untk menghasilkan citra biner disebut

Thresholding (T). Citra biner adalah cirtra yang memiliki dua tingkat keabuan (hitam dan putih), tergantung apakah nilai piksel tersebut lebih bessar atau lebih kecil dari T. Jika nilai tingkat keabuanya lebih besar dari nilai T maka piksel akan diubah menjadi putih dan jika nilai tingkat keabuannya lebih kecil atau sama dengan T maka piksel akan diubah menjadi hitam (Gonzalez and Woods, 2008).

) (f T

g ...………...(2.3)

(16)

8 Bab : 2 Pengolahan Citra

g= citra biner f = citra grayscale

T = nilai ambang di antara derajat keabuan

Salah satu pendekatan yang digunakan untuk thresholding adalah metode Otsu. Metode Otsu melakukan analisis diskriminan dengan mementukan suatu variabel yang dapat membedakan antara dua atau lebih kelompok yang muncul secara alami. Analisis ini akan memaksimumkan variabel tersebut agar dapat memisahkan objek dengan latar belakang (Gonzalez and Woods, 2008). Pengamatan histrogram dari sebuah citra menghasilkan dua infomasi sekaligus yakni jumlah level intesitas yang berbeda (disimbolkan dengan L) dan jumlah piksel-piksel untuk tiap-tiap level intensiitas tersebut (yang disimbolkan dengan n(k) dengan k=0...255) (Gonzalez and Woods, 2008).

2.3. Jarak Euclidean (Euclidian Distance)

(17)

Bab : 2 Pengolahan Citra 9

Morfologi citra merupakan fungsi matematika yang digunakan untuk mengekstraksi dan mendeskripsikan struktur geometris objek dalam citra. Morfologi mempunyai dua operator dasar, yaitu dilasi (dilation) dan erosi

(erosion) yang biasa digunakan untuk mengekstraksi komponen yang diinginkan dalam sebuah citra.

Operasi dilasi D(A,B) merupakan proses penggabungan titik-titik latar (0) menjadi bagian dari objek (1) berdasarkan structuring element yang digunakan. Variabel A

adalah citra input, dan B adalah structuring element, sehingga operator  pada proses dilasi akan digunakan untuk memperbesar komponen yang diinginkan dengan cara menambahkan seluruh tepinya dengan elemen penyusun B seperti pada persamaan 2.4 (Soille, 2003).

B A B A

D( , )  (2.4)

Operasi erosi E(A,B) adalah kebalikan dari operasi dilasi. Pada operasi ini, ukuran objek diperkecil dengan mengikis sekeliling objek. Operator  akan mengubah semua titik batas menjadi titik latar dari citra input A berdasarkan structuring element B. Cara lain untuk proses erosi dapat dilakukan dengan membuat semua titik di sekeliling titik latar menjadi titik latar seperti pada persamaan 2.5 (Soille, 2003).

Berdasarkan dua operator tersebut, dapat diturunkan dua operator lainnya yang berguna untuk menghaluskan batas komponen yang terhadap citra telah diekstraksi, yaitu pembukaan (opening) dan penutupan (closing) (Soille, 2003).

(18)

10 Bab : 2 Pengolahan Citra

dilakukan sehingga citra tampak lebih halus. Operasi opening ini sering diidentikkan dengan operasi smoothing (Soille, 2003).

B B A B

A (  ) (2.6)

Operasi closing AB digunakan untuk menghilangkan bagian detail yang terlihat gelap dan menyisakan bagian terang yang tidak mengganggu. Closing merupakan operasi rangkap dari opening yang dihasilkan dari dilasi AB diikuti operator  untuk erosi B melalui persamaan 2.7 (Soille, 2003).

B B A B

A (  ) (2.7)

Gambar 2.1 adalah contoh citra hasil penerapan morfologi matematika masing-masing untuk hasil operasi dilasi, erosi, opening dan closing. (Gonzalez et al, 2009).

Gambar 2.1. Contoh Citra Hasil Penerapan Morfologi Matematika (Gonzalez et al, 2009)

2.5. Skeleton

Proses mengubah bentuk dari citra hasil restorasi yang berbentuk citra biner menjadi citra yang menampilkan batas-batas objek yang hanya setebal satu piksel disebut skeletonisasi. Proses skeletoniisasi mempergunakan algoritma

(19)

Bab : 2 Pengolahan Citra 11

keadaan dimana satu himpunan dari lebar per unit (satu piksel) terhubung menjadi suatu garis. Tujuan thining dalam skeletonisasi adalah untuk menghilangkan piksel-piksel yang berada di dalam obyek depan (foreground object) pada citra biner. Setiap iterasinya pada Algoritma Thinning Zhang suen terdiri dari dua sub-iterasi yang berurutan. Iterasi dilakukan terhadap contour points dari wilayah citra. Contour point adalah setiap piksel dengan nilai 1 dan memiliki setidaknya satu 8-neighbor yang memiliki nilai 0. Langkah pertama dilakukan terhadap semua border piksel di citra. Jika salah satu dari keempat kondisi di atas tidak dipenuhi maka nilai piksel yang bersangkutan tidak diubah. Sebaliiknya jika semua kondisi tersebut dipenuhi maka piksel tersebut ditandai untuk penghapusan. Piksel yang telah ditandai tidak akan diihapus sebelum semua

border points selesai diproses. Setelah langkah pertama selesai dilakukan unutk semua border point maka dilakukan penghapusan untuk titik yang telah ditandai (diubah menjadi 0) (Gonzalez and Woods, 2008).

2.6. Transformasi Top Hat

B = Elemen penstruktrur

g = operasi berlaku untuk citra beraras keabuan

Transformasi Top Hat berguna untuk mendapatkan bentuk global suatu objek yang mempunyai intensitas yang bervariasi (A. Kadir, 2013).

(20)

12 Bab : 2 Pengolahan Citra

Operasi Bottom Hat merupakan operasi yang melakukan dilasi dengan memperbesar warna putih kemudian melakukan erosi denagan pengecilan warna putih dan dikurangi dengan citra asal. Dilasi yang diikuti erosi memberikan efek berupa objek-objek yang berdekatan menjadi semakin dekat. Pengurangan oleh citra asal membuat penghubung antar objek menjadi hasil tersisa atau piksel – piksel yang digunakan untuk mengisi lubang (penghubung objek) (Kadir, 2013). Transformasi Bottom Hat didefinisikan pada rumus 2.8 :

A

2.8. Ekstraksi Fitur Bentuk

Ekstraksi fitur merupakan suatu pengambilan ciri/ feature dari suatu bentuk yang nantinya nilai yang didapatkan akan dianalisis untuk proses selanjutnya. Ektraksi fitur dilakukan dengan cara menghitung jumlah titik atau piksel yang ditemui dalam setiap pengecekan. Pengecekan dilakukan dalam berbagai arah tracing pada koordinat kartesian dari citra digital yang dianalisis, yaitu vertikal, horizontal, diagonal kanan, dan diagonal kiri. Fitur merupakan karakteristik unik dari suatu objek yang dibedakan menjadi dua yaitu fitur alami yang merupakan bagian dari gambar (contohnya kecerahan dan tepi objek) dan fitur buatan yang merupakan fitur yang diperoleh dengan operasi tertentu pada gambar (contohnya histogram tingkat keabuan) (Gonzalez and Woods, 2008). Ekstraksi fitur adalah proses untuk mendapatkan ciri-ciri pembeda yang menbedakan suatu objek dari objek yang lain (Putra, 2010). Salah satu ekstraksi fitur adalah ekstraksi fitur bentuk. Bentuk dari suatu objek adalah karakter konfigurasi permuukaan yang diwakili oleh garris dan kontur.

(21)

Bab : 2 Pengolahan Citra 13

piksel yang berada dalm suatu wilayah. Fitur bentuk yang biasa digunakan adalah wilayah (area) yang merupakan jumlah piksel dalam wilayah digambarkan oleh bentuk (foreground), lingkar (perimeter) adalah jumlah dari piksel yang berada pada batas dari bentuk. Perimeter didapatkan dari hasil deteksi tepi, kekompakan (compactnss), dan Euler number atau faktor E adalah perbedaan antara jumlah dari connected component (C) dan jumlah lubang (H) pada citra.

2.9. Matriks Hessian

Matriks adalah susunan bilangan yang diatur berdasarkan baris dan kolom. Bilangan-bilangan tersebut dinamakan entri dalam matriks disebut juga elemen (unsur). Matriks Hessian adalah matriks yang setiap elemennya dibentuk dari turunnan partial kedua dari suatu fungsi. Misalkan f(x) fungsi dengan n variabel yang memiliiki turunan parsial kedua dan turunannya kontinu, matriks Hessian f(x) dengan rumus :

 digunakan Matriks Hessian yaitu untuk mengidentifikasi optimum relatif dari nilai fungsi tersebut. Penggolongan titik stassioner fungsi dua variabel dengan mengunakan matriks Hessian misalkan f(x) = F(x1, …, xn) adalah fungsi bernilai real dengan semua turunan parsialnya kontinu. Misalnya x0 adalah titik stasioneer dari F dan didefinisikan H = H(x0) dengan persamaan Hij = Fxi, yj (x0).

H (x0) adalah Hessian dari F pada x0 (Magnus, 2007). Titik stasioner dapat digolongkan sebagai berikut :

(22)

14 Bab : 2 Pengolahan Citra

2. x0, adalah suatu maksimum relatif dari F jika H(x0.) definiet negatif 3. x0, adalah suatu titik pelana dari F jika H(x0.) tidak terdefinisi.

2.10. Vektor Nilai Eigen

Sebuah matriks bujur sangkar dengan orde n x n, misalkan A dan sebuah vektor kolom X. Vektor X adalah vecktor dalam ruang Euclidian n

R yang dihubungkan dengan sebuah persamaan :

X

Nilai eigen adalah nilai karakteristik dari suatu matriks bujur sangkar. Vektor X

dalam persamaan (2.10) adalah suatu vektor yang tidak nol yang memenuhi persamaan (2.11) untuk nilai eigen yang sesuai dan disebut dengan vektor eigen. Jadi vektor X mempunyai nilai tertentu untuk nilai eigen tertentu (Gaidhane, Hote, Singh, 2011). Persamaan AX X dimana A adalah matrik bujur sangkar dan X adalah vektor bukan nol yang memenuhi perssamaan tersebut. Contoh sebuah matrik bujur sangkar orde 2x2 :

A =

Berdasarkan warna-warna penyusunnya klasifikasi citra digital terdiri atas :

(23)

Bab : 2 Pengolahan Citra 15

Citra biner adalah citra yang mana setiap pixel hanya memiliki dua level nilai keabuan, yaitu hitam dan putih. Nilai biner ini direpresentasikan dengan 1 bit seperti terlihat pada gambar 2.2.

Gambar 2.2. Representasi Citra Biner (Gonzalez et al, 2009)

2. Citra Skala Keabuan (Grayscale)

Citra yang tidak berwarna atau hitam putih dikenal sebagai citra dengan derajat abu-abu (citra graylevel/ grayscale). Derajat abu-abu yang dimiliki beragam, mulai dari 2 derajat abu-abu (yaitu 0 dan 1) yang dikenal juga sebagai citra monochrome, 16 derajat keabuan dan 256 derajat keabuan.

Dalam sebuah citra monochrome, sebuah piksel diwakili oleh 1 bit data yang berisikan data tentang derajat keabuan yang dimiliki piksel tersebut. Data akan berisi 0 bila piksel berwarna hitam dan 1 bila piksel berwarna putih. Citra yang memiliki 16 derajat keabuan (mulai dari 0 yang mewakili warna hitam sampai dengan 15 yang mewakili warna putih) direpresentasikan oleh 4 bit data, sedangkan citra dengan 256 derajat keabuan (nilai dari 0 yang mewakili warna hitam sampai dengan 255 yang mewakili warna putih) direpresentasikan oleh 8 bit data.

(24)

16 Bab : 2 Pengolahan Citra

bit, maka jumlah kemungkinan nilainya 24 = 16, dan nilai maksimumnya adalah 24– 1 =15. Untuk skala keabuan 8 bit, maka jumlah kemungkinan nilainya adalah 28 = 256 dam nilai maksimumnya 28 – 1 = 255. Format citra ini disebut skala keabuan karena pada umumnya warna yang dipakai adalah antara hitam sebagai warna minimal dan warna putih sebagai warna maksimalnya, sehingga warna di antara keduanya adalah warna abu-abu. Pada umumnya citra skala keabuan menggunakan jumlah bit 8 sesuai dengan satuan memori komputer (byte), tetapi terdapat juga citra skala keabuan yang kedalaman pikselnya bukan 8 bit, misalnya 16 bit untuk penggunaan yang memerlukan ketelitian tinggi seperti pada citra medis CT scan paru gambar 2.3.

Gambar 2.3. Citra Grayscale CT scan Paru (sumber : RSCM, 2011)

2.12. Deteksi Tepi pada Citra

(25)

Bab : 2 Pengolahan Citra 17

merupakan sederetan piksel yang mempunyai intensitas antara piksel permulaan dan piksel akhir. Jarak antara titik-titik yang sangat berdekatan akan membentuk tepi dalam suatu objek. Tepi merupakan batasan-batasan antar daerah dengan tingkat keabuan yang nyata, yang berfungsi untuk (Nixon and Aguado, 2002) :

1. Memberikan tanda pada bagian yang menjadi detail citra

2. Memperbaiki detail dari citra yang kabur, yang diakibatkan karena error

atau adanya efek dari proses akuisisi citra

Suatu titik (x,y) dikatakan sebagai tepi dari suatu citra bila titik tersebut mempunyai perbedaan yang tinggi dengan tetangganya. Gambar 2.6 berikut ini menggambarkan bagaimana tepi suatu citra diperoleh. Dari suatu citra input f(x,y), akan ditentukan penelusuran arah vertikal dengan differensial arah F/x dan penelusuran arah horizontal dengan differensial arah F/y untuk didapatkan citra yang merupakan hasil penelusuran gabungan antara F/x dan F/y

Gambar 2.4. Proses Deteksi Tepi Citra (Nixon and Aguado, 2002)

(26)

18 Bab : 2 Pengolahan Citra

saat dilakukan penelusuran. Beberapa metode pendeteksian tepi antara lain (Gonzalez et al, 2009) :

1. Metode Robert

Metode Robert adalah nama lain dari teknik differensial pada arah horizontal dan differensial pada arah vertikal, dengan ditambahkan proses konversi biner setelah dilakukan differensial. Teknik konversi biner yang disarankan adalah konversi biner dengan meratakan distribusi warna hitam dan putih.

2. Metode Prewitt

Metode Prewitt merupakan pengembangan metode Robert dengan menggunakan filter High Pass Filter (HPF) yang diberi satu angka nol penyangga. Metode ini mengambil prinsip dari fungsi laplacian yang dikenal sebagai fungsi untuk membangkitkan HPF (Gonzalez et al, 2009).

3. Metode Sobel

Metode Sobel merupakan pengembangan metode Robert dengan menggunakan filter HPF yang diberi satu angka nol penyangga. Metode ini mengambil prinsip dari fungsi Laplacian dan Gaussian yang dikenal sebagai fungsi untuk membangkitkan HPF. Kelebihan dari metode Sobel ini adalah kemampuan untuk mengurangi noise sebelum melakukan perhitungan deteksi tepi (Gonzalez et al, 2009).

4. Canny

Salah satu metode yang dikenal secara luas adalah deteksi tepi metode

(27)

Bab : 2 Pengolahan Citra 19 post processing) agar hasil deteksi tepi yang diperoleh menjadi lebih baik (Nixon and Aguado, 2002).

Pre dan post processing yang dilakukan pada deteksi tepi metode Canny

antara lain (Nixon and Aguado, 2002) : a) Smoothing (preprocessing)

Proses smoothing dilakukan untuk menghilangkan noise dan menurunkan pengaruh tekstur pada citra sehingga diperoleh hasil deteksi yang lebih baik. Pada metode Canny, digunakan filter Gaussian dalam bentuk matriks

template yang merupakan bobot (weight) dalam perhitungan nilai rata-rata suatu kelompok piksel pada citra input.

b) Non maximum suppresion (post-processing)

Proses Non Maximum Suppression yang mirip dengan proses thinning

(perampingan) dilakukan untuk menentukan piksel tepi dengan posisi paling mendekati lokasi terjadinya perubahan nilai piksel di antara banyaknya piksel tepi yang terdeteksi. Pada umumnya, perubahan nilai piksel berada pada pusat kumpulan piksel tepi. Penentuan pusat kumpulan piksel tepi di antaranya dengan penghitungan jarak euclidean antara setiap piksel tepi p(x, y) ke piksel bukan tepi q(s, t), dimana piksel pada pusat suatu kumpulan piksel akan memiliki jarak ke piksel tepi terjauh.

c) Hysteresis thresholding (post-processing)

Berbeda dengan metode thinning, pada proses Non Maximum suppresion, pengubahan menjadi citra biner tersebut menggunakan dua nilai threshold T1dan T2dimana T1 > T2yang sering disebut juga hysteresis thresholding. Setiap piksel tepi dengan nilai lebih besar dari T1 dipertahankan sebagai piksel tepi.

Piksel tepi di sekitar piksel tepi yang nilainya lebih besar dari nilai

(28)

20 Bab : 2 Pengolahan Citra

masih lebih besar dari T2. Hasil dari rangkaian proses deteksi tepi dengan metode Canny pada citra CT scan paru dapat dilihat pada gambar 2.5.

Gambar 2.5 (a) Citra CT Scan Paru

(b) Citra Hasil Dengan Operator Canny

Citra input

Citra Hasil

Tepi citra paru

(29)

Bab : 3 Ruang Warna 21

BAB 3

RUANG WARNA

Gelombang cahaya yang nampak tertangkap oleh sel-sel cone dan rod

dalam retina mata diteruskan ke syaraf visual otak dan membangkitkan berbagai sensasi warna. Tujuan dikembangkannya ruang warna adalah untuk memodelkan, menghitung dan memvisualisasikan untuk mendapatkan informasi warna sehingga dapat memudahkan komputer atau sistem digital lainnya memproses informasi warna dan membedakan warna seperti halnya sistem visual manusia (Madenda, 2015). Beberapa ruang warna tersebut antara lain adalah sebagai berikut :

1. RGB(Red Green Blue)

2. HSL (Hue Saturation Lightness), HSV (Hue Saturation Value), HSI (Hue 3. Saturation Intensity), dan HCL (Hue Chroma Lightness)

4. YUV, YDbDr, YIQ dan YCbCr (Luminance – Chrominance)

3.1. Ruang Warna RGB

(30)

22 Bab : 3 Ruang Warna

Gambar 3.1. Ruang warna RGB (Madenda, 2015)

3.2. Ruang Warna HSL

Tiga konponen warna yang merepresntasikan ruang warna HSL adalah

hue, saturation, dan lightness. Ruamg Warna HSL secara konseptual berbentuk kerucut berganda atau lingkaran dengan pucuknya berwarna putih, dan sudut dasarnya berwarna hitam, dan warna sangat gelap pada sekeliling sisi lingkar horizontal serta pada bagian tengah warna abu-abu sedang. Hue merupakan kedalaman warna berdasarkan cahaya yang dipantulkan oleh objek. Kedalaman warna tersebut memiliki tingkatan 0 sampai 359. Contohnya warna Merah berada pada tingkat 0, warna Kuning 60, warna Hijau pada tingkat 120 dan warna Cyan

pada tingkat 180. Untuk tingkat 240 merupakkan warna Biru, serta 300 adalah warna Magenta. Saturatin/ Chroma adalah tingkatan warna berdasarkan ketajamannya berfungsi untuk mendefinisikan apakah warna suatu objek cenderung murni atau cenderung kotor (gray). Saturation memiliki presentase yang berkisar antara 0% sampai 100% sebagai warna paling tajam. Lightnes

(31)

Bab : 3 Ruang Warna 23

tingkatan warna pada Lightness berkisar antara 0 untuk warna paling gelap dan 100 untuk warna paling terang.

Perubahan bentuk geometri kubik warna RGB dalam bentuk silinder menciptakan Ruang Warna HSL (Hue, Saturation and Lightnes/ Luminance), sehingga lebih mendekati intuisi dan persepsi visual manusia. Perubahan dari Ruang warna RGB ke Ruang warna HSL dapat dilihat pada persamaan 3.1.

(32)

24 Bab : 3 Ruang Warna

3.3. Ruang Warna HSV

Ruang warna HSV mendefinisikan warana dalam terminologi Hue, Saturation dan Value. Hue menyatakan warna sebenarnya yang digunakan untuk membedakan waarna-warna dan menentukan kemerahan (redness), kehijauan (greenness) dan bentuk warna lainnya dari cahaya. Hue berasosiaasi degan panjang gelombang cahaya. Saturation menyaatakan tingkat kemurnian suatu warna, yaitu mengindikasikan seberapa banyak warna putih diberikan pada warna.

Value (luminance) adalah empat atribut yang menyatakan banyaknya cahaya yang diterima oleh mata tanpa memperdulikan warna.

Ruang warna HSV hampir sama dengan ruang warna HSL yaitu merepresentasikan nuansa warna dalam koordinat silindris 3-D. Ruang warna HSV disebut juga dengan hexcone model (Hue, Saturation dan Value). Konversi dari ruang warna RGB ke HSV mirip dengan persamaan ruang HSL (Madenda, 2015) seperti dapat dilihat pada persamaan 2.2

(33)

Bab : 3 Ruang Warna 25

mulai dari -60o hingga 300o. Nilai S (Saturation) dan nilai V (Value atau Luminance) masing-masing bervariasi dari 0 sampai 255 (Madenda, 2015).

3.4. Ruang Warna HSI

Warna juga dapat dispesifikasikan oleh tiga kuantisasi hue, saturation, intensity (disebut model HSI) seperti pada gambar diabawah. Pada gambar sebelah kiri merupakan bentuk solid HSI dan sebelah kanan adalah model segitiga HSI yang merupakan bidang datar dari pemotongan model solid HSI secara horisontal pada tingkat intensitas tertentu. Hue ditentukan dari warna merah, saturation ditentukan berdasarkan jarak dari sumbu. Warna pada permukaan model solid dibentuk dari saturasi penuh, yaitu warna murni, dan spektrum tingkat keabuan,

Gambar 3.2. Ruang warna HSI (…)

(34)

26 Bab : 3 Ruang Warna

dimana kuantitas R, G, dan B adalah jumlah komponen warna merah, hijau, biru dan dinormilisasi ke [0,1]. Intensitas adalah nilai rata-rata komponen merah, hijau dan biru. Nilai saturation ditentukan sebagai:

3.5. Ruang Warna CMY/ CMYK

CMYK (cyan, magenta, yellow-kuning), dan warna utamanya (black-hitam), dan sering dijadikan referensi sebagai suatu proses pewarnaan dengan mempergunakan empat warna) adalah bagian dari model pewarnaan yang sering dipergunakan dalam pencetakan berwarna. Namun ia juga dipergunakan untuk menjelaskan proses pewarnaan itu sendiri. Meskipun berbeda-beda dari setiap tempat pencetakan, operator surat kabar, pabrik surat kabar dan pihak-pihak yang terkait, tinta untuk proses ini biasanya, diatur berdasarkan urutan dari singkatan tersebut. Model ini, baik sebagian ataupun keseluruhan, biasanya ditimpakan dalam gambar dengan warna latar putih (warna ini dipilih, dikarenakan dia dapat menyerap panjang struktur cahaya tertentu). Model seperti ini sering dikenal dengan nama "subtractive", karena warna-warnanya mengurangi warna terang dari warna putih.

Dalam model yang lain "additive color", seperti halnya RGB (Red-Merah,

(35)

Bab : 3 Ruang Warna 27

Gambar 3.2. Ruang warna CYMK (Madenda, 2015).

3.6. Ruang Warna YUV

Ruang Warna YUV adalah pemisahan komponen kecerahan (luminance) dan komponen warna (crominanc). Pemisahan komponen tidak hanya dilakukan dengan pemisahan warna, namun dapat juga dilakukan dengan memisahkan komponen kecerahan (luminance) dan komponen warna (crominance). Pada format PAL, sinyal kecerahan dinyatakan dengan Y, sedangkan dua signal warna dinyatakan dengan U dan V

Masing-masing komponen tersebut diperoleh dengan mentransformasikan RGB dengan rumus :

Y=0,299 R + 0,587 G + 0,114 B

U=(B-Y) x 0,493

(36)

28 Bab : 3 Ruang Warna

3.7. Ruang Warna Luminance In-phase Quadrature (YIQ)

Luminance in-phase quadrature (YIQ) adalah pemisahan sinyal video menjadi komponen kecerahan dan komponen warna, dapat dilakukan juga sesuai dengan format NTSC, komponen kecerahan dinyatakan dengan Y, dan dua komponen warna dinyatakan dengan I dan Q.

Masing-masing komponen tersebut diperoleh dengan mentransformasikan RGB

dengan rumus :

Y=0,299 R + 0,587 G + 0,114 B

I=0,587R-0,275G-0,321B

Q=0,212R-0,523G-0,321B

3.8. Ruang Warna YCbCr

Ruang warna YCbCr biasa digunakan pada video digital. Pada ruang warna ini, komponen Y menyatakan intensitas, sedangkan Cb dan Cr menyatakan informasi warna. Proses konversi dari RGB dilakukan dengan beberapa cara. Contoh berikut didasarkan pada rekomendasi CCIR 601-1 (Crane, 1997)

(37)

Bab : 3 Ruang Warna 29

3.9. Ruang Warna CIELAB

CIELAB adalah nama lain dari CIE L*a*b*. Diagram kromasitas CIE (Commission Internatiole de L’Eclairage) ditunjukkan pada Gambar 3.4. Pada diagram tersebut, setiap perpaduan x dan y menyatakan suatu warna. Namun, hanya warna yang berada dalam area ladam (tapal kuda) yang bisa terlihat. Angka yang berada di tepi menyatakan panjang gelombang cahaya. Warna yang terletak di dalam segitiga menyatakan warna-warna umum di monitor CRT, yang dapat dihasilkan oleh komponen warna merah, hijau, dan biru.

(38)

Bab 4: Citra Medis 30

BAB 4

CITRA MEDIS

Pencitraan medis adalah visualisasi bagian tubuh, jaringan, atau organ tubuh, untuk digunakan dalam diagnosis klinis, pemantauan pengobatan dan penyakit. Teknik pencitraan mencakup bidang radiologi, kedokteran nuklir dan pencitraan optik dan intervensi yang dipandu citra. Citra medis saat ini telah dimanfaatkan untuk beberapa keperluan seperti Magnetic Resonance Imaging

(MRI), X-Ray, Ultrasonography, Funduscopy, Endoscopy, Computed Tomography (CT-Scan), dan Nuclear Medicine.

4.1. Magnetic Resonance Imaging (MRI)

Magnetic Resonance Imaging (MRI) adalah suatu alat untuk mendiagnosa penyakit pada pasien untuk memeriksa dan mendeteksi tubuh dengan menggunakan medan magnet yang besar dengan menggunakan frekuensi radio tanpa operasi, penggunaan sinar X atau pengunaan bahan radio aktif yang hasilnya berupa rekaman gambar potongan penampang tubuh / organ manusia dengan menggunakan medan magnet berkekuatan antara 0,064 – 1,5 tesla (1 tesla = 1000 Gauss).

(39)

31 Bab : 4 Citra Medis

Teknik penggambaran MRI relatif komplek karena gambaran yang dihasilkan tergantung pada banyak parameter. Kualitas gambaran detil tubuh manusia akan tampak jelas bila pemilihan parameternya tepat, sehingga anatomi dan patologi jaringan tubuh dapat dievaluasi secara teliti dan tepat. Maka untuk itu perlu dipahami hal-hal yang berkaitan dengan prosedur tehnik MRI dan tindakan penyelamatan bila terjadi dalam keadaan darurat. Beberapa faktor kelebihan yang dimilikinya adalah terutama kemampuan membuat potongan koronal, sagital, aksial dan oblik tanpa banyak memanipulasi posisi tubuh pasien sehingga sangat sesuai untuk diagnostik jaringan lunak.

Macam – macam MRI bila ditinjau dari kekuatan magnetnya terdiri dari : 1. MRI Tesla tinggi ( High Field Tesla ) memiliki kekuatan di atas 1 – 1,5 T . 2. MRI Tesla sedang (Medium Field Tesla) memiliki kekuatan 0,5 – T 3. MRI Tesla rendah (Low Field Tesla) memiliki kekuatan di bawah 0,5 T

4.2. X-Ray

Sinar X-Ray telah dimanfaatkan dibidang kedokteran, salah satunya adalah dengan menggunakan sinar X-ray mulai dari radasi untuk diagnostic, pemeriksaan Sinar-X gigi dan penggunaan radiasi Sinar-X untuk terapi. Radioterapi atau terapi Radiasi adalah salah satu pengobatan dengan menggunakan sinar sebagai energy intensif membunuh sel kanker. Alat diagnosis yang banyak digunakan di daerah adalah pesawat sinar-X (photo Rontgen) yang berfungsi untuk photo thorax, tulang tangan,kaki dan organ tubuh yang lainnya. Alat terapi banyak terdapat di rumah sakit-rumah sakit perkotaan karena membutuhkan daya listrik yang cukup besar. Di negara maju, fasilitas kesehatan yang menggunakan radiasi sinar-X telah sangat umum dan sering digunakan.

4.3. Ultrasonography (USG)

(40)

Bab 4: Citra Medis 32

ukuran anatomis, gerakan serta hubungan dengan jaringan sekitarnya. Pemeriksaan ini bersifat non-invasif yaitu pemeriksaan yang tidak menimbulkan rasa sakit pada penderita. Sehingga dapat dilakukan dengan cepat, aman dan data yang diperoleh mempunyai nilai diagnostik yang tinggi. Pemeriksaan ini juga tidak ada kontra indikasinya, karena pemeriksaan ini tidak akan memperburuk penyakit penderita. Saat ini diagnostik ultrasonik berkembang dengan pesatnya, sehingga saat ini USG mempunyai peranan penting untuk menentukan kelainan berbagai organ tubuh.

Ultrasonik adalah gelombang suara dengan frekwensi lebih tinggi daripada kemampuan pendengaran telinga manusia, sehingga manusia tidak bisa mendengarnya sama sekali. Suara yang dapat didengar manusia mempunyai frekwensi antara 20 – 20.000 Cpd (Cicles per detik- Hertz). Dalam pemeriksaan USG ini menggunakan frekwensi 1-10 MHz (1-10 juta Hz). Gelombang suara frekwensi tinggi tersebut dihasilkan dari kristal-kristal yang terdapat dalam suatu alat yang disebut transducer. Perubahan bentuk akibat gaya mekanis pada kristal, akan menimbulkan tegangan listrik. Fenomena ini disebut efek Piezo-electric, yang merupakan dasar perkembangan USG selanjutnya. Bentuk kristal juga akan berubah bila dipengaruhi oleh medan listrik. Sesuai dengan polaritas medan listrik yang melaluinya, kristal akan mengembang dan mengkerut, maka akan dihasilkan gelombang suara frekwensi tinggi.

4.3.1. Peralatan Yang digunakan dalam USG

Peralatan yang digunakan dalam Ultrasonography (USG) adalah :

(41)

33 Bab : 4 Citra Medis

gelombang akusitik (gelombang pantulan) sehingga fungsi kristal disini adalah untuk mengubah gelombang tersebut menjadi gelombang elektronik yang dapat dibaca oleh komputer sehingga dapat diterjemahkan dalam bentuk gambar.

2. Monitor yang digunakan dalam USG; Monitor ini digunkan untuk menampilkan hasil dari pemeriksaan yang mengunakan USG. 3. Mesin USG; berfungsi untuk mengolah data yang diterima dalam

bentuk gelombang. Mesin USG ini merupan CPUnya mesin USG. Contoh penggunaan alat USG dapat dilihat pada gambar 4.2.

(42)

Bab 4: Citra Medis 34

Gambar 4.3. Sonograf Alat untuk USG (sumber: https://ibu-hamil.web.id)

4.3.2. Manfaat Alat USG

Manfaat dan fungsi USG antara lain adalah :

1. Menemukan dan menentukan letak massa rongga perut dan pelvis. 2. Membedakan kista dengan massa yang solid.

3. Mempelajari pergerakan organ (jantung, aorta, vena kafa), maupun pergerakan janin dan jantungnya.

4. Pengukuran dan penentuan volum. Pengukuran aneurisma arterial, fetalsefalometri, menentukan kedalaman dan letak suatu massa untuk bioksi. Menentukan volum massa ataupun organ tubuh tertentu (misalnya buli-buli, ginjal, kandung empedu, ovarium, uterus, dan lain-lain).

(43)

35 Bab : 4 Citra Medis

4.3.3. Jenis-jenis USG

Jenis – jenis pemeriksaan USG yaitu :

1. USG 2 Dimensi; menampilkan gambar dua bidang (memanjang dan melintang). Kualitas gambar yang baik sebagian besar keadaan janin dapat ditampilkan.

2. USG 3 Dimensi; alat USG 3 dimensi ada tambahan 1 bidang gambar lagi yang disebut koronal. Gambar yang tampil mirip seperti aslinya. Permukaan suatu benda (dalam hal ini tubuh janin) dapat dilihat dengan jelas. Begitupun keadaan janin dari posisi yang berbeda. Ini dimungkinkan karena gambarnya dapat diputar (bukan janinnya yang diputar).

3. USG 4 Dimensi; USG 4 Dimensi merupakan USG 3 dimensi yang dapat bergerak (live 3D). Pada USG 4 Dimensi, gambar janinnya dapat “bergerak”. Jadi pasien dapat melihat lebih jelas dan membayangkan keadaan janin di dalam rahim.

4. USG Doppler; Pemeriksaan USG ini mengutamakan pengukuran aliran darah terutama aliran tali pusat. Alat ini digunakan untuk menilai keadaan/kesejahteraan janin. Penilaian kesejahteraan janin ini meliputi: Gerak napas janin (minimal 2x/10 menit), Tonus (gerak janin), Indeks cairan ketuban (normalnya 10-20 cm), Doppler arteri umbilikalis dan Reaktivitas denyut jantung janin.

4.4. Funduscopy

Funduscopy merupakan satu pemeriksaan mata untuk melihat bahagian fundus mata dengan menggunakan Opthamoloscope/Fundus photography. Pemeriksaan yang dilakukan pada struktur belakang mata, termasuk retina, untuk memeriksa kemungkinan penyakit mata. Fundus photography memanfaatkan pantulan sinar cahaya pada gelombang tertentu yang dipancarkan ke pupil mata. Citra yang didapat dari fundus photography memberikan informasi tentang keadaan retina seperti

(44)

Bab 4: Citra Medis 36

pemeriksaan Opthamoloscope (Funduskopi) dapat dilihat pada Gambar 4.4.

Gambar 4.4. Contoh Opthamoloscope (sumber : www.welchallyn.com)

4.4.1. Pemeriksaan opthamoloscope

Salah satu pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk mendiagnosis Diabetik Retinopati adalah pemeriksaan opthamoloscope yang menghasilkan citra fundus. Pemeriksaan ini memanfaatkan pantulan sinar cahaya pada gelombang tertentu yang dipancarkan ke pupil mata. Citra yang didapat dari opthamoloscope

(45)

37 Bab : 4 Citra Medis

Tabel 4.1. Resolusi Kamera Fundus

Jenis Kamera Ukuran Citra FOV Resolusi

TopCon (STARE Dataset) 700 x 605 35 300 dpi

Pemeriksaan opthamoloscope langsung yang menghasilkan citra fundus dilakukan dengan alat oftalmoskop direk. Opthamologist akan mengatur agar ruang pemeriksaan cukup gelap sehingga pupil mata pasien cukup lebar untuk memudahkan pemeriksaan. Pemeriksaan dilakukan dalam keadaan pasien duduk (sumber : dr. Rakhma Indria Hapsari, SpM, Mkes - Omni Hospital Cikarang). Pemeriksaan mata pasien dilakukan dengan langkah berikut :

1. Pemeriksa berdiri di sebelah kanan/ kiri pasien

2. Oftalmoskopdipegang menggunakan tangan kanan/ kiri

3. Jari telunjuk berada pada pemutar lensa untuk memfokuskan obyek yang dilihat

4. Pemeriksaan dilakukan menggunakan mata kanan/ kiri pemeriksa

Langkah-langkah pemeriksaan funduskopi :

1. Tempelkan opthamoloscope pada mata pemeriksa

2. Pertama kali perhatikan reflek fundus dilihat melalui pupil pasien dengan jarak pemeriksaan 30 cm

3. Bila media refraksi jernih akan terlihat reflek fundus berwarna merah kekuningan pada seluruh lingkaran pupil

(46)

Bab 4: Citra Medis 38

5. Untuk melihat retina dan papil saraf optik, opthamoloscope diarahkan 45o dari lateral pasien, kemudian opthamoloscope didekatkan sedekat mungkin ke mata pasien. Contoh alat pengambilan citra fundus pada penelitian ini dapat dilihat pada gambar 2.5.

Gambar 4.5. Contoh Alat Opthamoloscope yang Digunakan (sumber : Jakarta Eye center, 2016)

6. Pertama–tama mencari pembuluh darah retina, kemudian ikuti arah pembuluh darah tersebut hingga mengumpul di papil saraf optik. Perhatikan pada gambaran papil saraf optik dalam hal bentuk, warna, batas dan ada tidaknya kelainan lain di sekitar papil saraf optik seperti perdarahan, exudates, microaneursym, dan lain sebagainya.

(47)

39 Bab : 4 Citra Medis

Pemeriksaan opthamoloscope yang menghasilkan citra fundus retina dapat dilihat pada gambar 4.6.

Gambar 4.6. Contoh Pemeriksaan Opthamoloscope

(sumber : dr. Rakhma Indria Hapsari, SpM, Mkes - Omni Hospital Cikarang)

4.5. Endoscopy

Endoscopy (Endoskopi) adalah alat medis yang berguna untuk melihat rongga-rongga dalam tubuh dengan memasukan alat berupa selang panjang yang fleksibel yang ujungnya diberi kamera dan alat-alat medis lainnya yang kemudian selang tersebut akan dimasukkan tubuh kita. Cara memasukkannya selang tersebut tergantung dari organ mana yang ingin diperiksa. Alat ini tidak hanya dapat melihat organ dalam tubuh secara langsung tetapi dapat juga sebagai alat tindakan untuk melakukan biopsi, mengambil benda asing.

(48)

Bab 4: Citra Medis 40

yang bisa digunakan sebagai saluran untuk pemberian obat dan untuk memasukkan atau mengisap cairan dan bagian tersebut juga dapat dipasangi alat-alat medis seperti gunting kecil, sikat kecil, dan lain-lain. Dibawah ini merupakan contoh alat edoskopi dapat dilihat pada gambar 4.7.

Gambar 4.7. Contoh Alat pemeriksaan Endoskopi (sumber : http://www.rs-antonius.com/endoskopi.php)

(49)

41 Bab : 4 Citra Medis

Beberapa jenis gangguan yang dapat dilihat dengan endoskopi antara lain adalah abses, sirosis biliaris, perdarahan, bronkhitis, kanker, kista, batu empedu, tumor, polip, tukak, dan lain-lain. Prosedur medis yang menggunakan endoskopi mempunyai berbagai macam nama, tergantung jenis dan organ yang diperiksa. Berikut beberapa contoh pengunaan endoskopi adalah:

1. Thorakoskopi, pemeriksaan pleura, rongga pleura, mediastinum dan perikardium (bagian-bagian paru-paru dan jantung).

2. Proktoskopi (sigmoidoskopi dan proktosigmoidoskopi), pemeriksaan rektum dan kolon sigmoid.

3. Laringoskopi, pemeriksaan laring (bagian saluran napas ).

4. Laparoskopi, untuk melihat lambung, hati, dan organ-organ lain di dalam rongga perut.

5. Gastroskopi, untuk melihat dinding dalam esofagus, lambung, dan usus halus.

6. Sistoskopi, untuk melihat saluran kencing, kandung kencing dan prostat. 7. Kolposkopi, untuk memeriksa vagina dan mulut rahim.

8. Kolonoskopi, untuk memeriksa usus besar.

9. Bronkhoskopi, untuk melihat trachea dan cabang-cabang bronkhus (bagian dari saluran napas).

10. Arthroskopi, untuk melihat sendi.

4.6. Computed Tomography (CT-Scan)

Computed Tomography (CT) scan atau tomografi terkomputerisasi aksial (CAT) adalah prosedur pencitraan medis yang menggunakan x-ray untuk melihat gambar penampang tubuh. Sebuah sistem pencitraan CT menghasilkan gambar penampang atau “irisan” dari area tubuh. CT scan menggunakan beberapa khusus sinar-X untuk melihat area tubuh dari sudut yang berbeda dan kemudian memberikan beberapa gambar penampang dari tubuh. Keuntungan visualisasi yang lebih baik yang ditawarkan oleh CT dibandingkan X-ray

(50)

Bab 4: Citra Medis 42

waktu. Dibawah ini adalah salah satu contoh pemeriksaan CT Scan dapat dilihat pada Gambar 4.8.

Gambar 4.8. Contoh Pemeriksaan menggunakan CT-Scan (sumber : https://www.radiologyinfo.org)

Kegunaan Computed Tomography (CT) scan atau tomografi adalah: 1. Mendiagnosis penyakit, trauma, atau kelainan.

2. Perencanaan, membimbing, dan pemantauan terapi.

3. Untuk diagnosis untuk menunjukkan detail dari bagian dalam tubuh Anda, seperti paru-paru, otak, organ-organ perut, tulang dan pembuluh darah.

4. Untuk melihat bagian dalam tubuh Anda daripada menggunakan operasi.

5. Tidak ada radiasi yang tersisa dalam tubuh setelah scan selesai dilakukan walaupun CT-Scan mengunakan radiasi.

(51)

43 Bab : 4 Citra Medis

Contoh area kerusakan otak dari hasil pemeriksaan CT-Scan dapat dilihat pada Gambar 4.9. Infark serebal adalah kerusakan otak akibat berkurangnya suplai darah ke area tertentu di otak.

Gambar 4.9. Hasil pemeriksaan CT-Scan (sumber : https://petunjuksehat.com/serangan-stroke/)

4.7. Nuclear Medicine

Nuclear Medicine atau Kedokteran nuklir merupakan ilmu kedokteran yang dalam kegiatannya menggunakan radioaktif terbuka, baik untuk diagnosis maupun dalam pengobatan penyakit, atau dalam penelitian. Nuclear Medicine

atau Kedokteran nuklir sudah dikembangkan di Indonesia sejak tahun 1960-an (sumber:http://lifestyle.kompas.com). Dalam mendiagnosis penyakit seseorang sangat dibutuhkan fasilitas penunjang yang baik dengan akurasi tinggi. Tujuannya adalah agar pasien mendapat penanganan terbaik, cepat dan tepat sehingga waktu perawatan lebih cepat, penderitaan pasien berkurang, serta biaya perawatan lebih hemat.

(52)

Bab 4: Citra Medis 44

Dengan mengunakan teknologi kedokteran nuklir ini, dapat mendeteksi berbagai jenis kanker serta gangguan jantung dan pembuluh darah bisa dideteksi lokasinya secara lebih tepat sehingga pengobatannya pun lebih efektif. Dalam penyakit kanker, prosedur diagnosis kanker bertujuan untuk mengidentifikasi jenis dan lokasi kanker. Setiap jenis kanker memiliki kecepatan laju pertumbuhan sendiri-sendiri, kecenderungan perkembangan, maupun jenis organ tubuh tertentu yang mudah terkena penyebarannya. Salah satu contoh instalasi kedokteran nuklir yang terdapat di salah satu rumah sakit di Indonesia dapat dilihat pada Gambar 4.10.

(53)

Bab 5: Anatomi dan Retina Mata 45

BAB 5

ANATOMI MATA DAN RETINA

Mata adalah organ dari sistem visual yang bereaksi terhadap cahaya dan memiliki dan memiliki beberapa fungsi. Mata mendeteksi cahaya dan mengubahnya menjadi impuls elektro kimia di neuron.

5.1. Anatomi Mata

Organ penglihatan yang terletak dalam rongga orbita dengan struktur sferis berdiameter 2,5 cm disebut Mata. Mata dilapisi oleh tiga lapisan yang membungkus cairan seperti dapat dilihat pada gambar 5.1. Ketiga Lapisan tersebut adalah sklera/ kornea, koroid (iris/ badan siliaris) dan retina.

Sklera/ kornea adalah tempat lewatnya berkas-berkas cahaya ke interior cahaya, Sklera/ kornea merupakan jaringan transparan yang ukuran dan strukturnya sebanding dengan kristal sebuah jam tangan kecil. Kornea dewasa rata-rata mempuyai tebal rata – rata 550 m dipusatnya tergantung dari variasi rasnya.

(54)

46 Bab 5: Anatomi dan Retina Mata

Gambar 5.1. Contoh Iris Mata

Retina terdiri dari lapisan yang sangat berpigmen di sebelah luar dan sebuah lapisan saraf di dalam. Lembaran jaringan saraf berlapis yang tipis dan semi tranparan yang melapisi bagian dalam dua pertiga posterior dinding bola mata dinamakan retina. (Vaughan, 2014).

Gambar 5.2. Anatomi Bola Mata (Vaughan, 2014)

5.2. Retina

(55)

Bab 5: Anatomi dan Retina Mata 47

sel yang terdiri dari sel rod dan sel cone. Sel ini berfungsi untuk mengubah intensitas cahaya menjadi sinyal cahaya. Sinyal cahaya ini dikirimkan ke otak melalui saraf optik (Bowling, 2016).

Retina manusia merupakan jaringan mata yang paling komplek. Mata transduser yang efektif. Sel-sel batang dan kerucut dilapisan fotoreseptor mengubah rangsangan cahaya menjadi suatu impuls saraf. Lapisan saraf pada retina memiliki 2 jenis sel fotoreseptor yaitu sel batang yang digunakan untuk melihat cahaya dengan intensitas rendah dan orientasi ruangan dan sel kerucut yang digunakan untuk melihat warna degan cahaya dengan intensitas tinggi dan penglihatan sentral (Vaughan, 2014).

5.3. Anatomi Retina

(56)

48 Bab 5: Anatomi dan Retina Mata

Gambar 5.3. Citra Fundus Retina Normal. Makula lutea terletak 3-4 mm ke arah temporal dan sedikit di bawah disk optik, Diameter vena ±2 kali lebih besar dari

arteri (Vaughan, 2014)

(57)

Bab 5: Anatomi dan Retina Mata 49

Gambar 5.4. Pembuluh Darah Retina (Bowling, 2016)

Bagian tengah retina makula berpigmen sangat padat kurang lebih 1,5 mm. Di tengahnnya terdapat fovea (daerah berbentuk lonjong dan avaskuler). Pusat fovea yang bergaung disebut Foveola. Bagian tengah retina ini terletak tepat pada sumbu penglihatan (Bowling, 2016). Bagian Retina yang penting adalah “Makula

Lutea” (penglihatan disini adalah penglihatan yang paling tajam) dan papil optik yang terdapat di sudut nasal. Bagian tengah retina makula ber pigmen sangat padat kuranglebih 1,5mm. Ditengahnya terdapat fovea (daerah yang berbentuk lonjong dan avaskuler). Pusat fovea yang bergaung disebut Foveola. Makula memiliki 2 reflek antara lain (Brad Bowling. 2016).

1. Reflek cincin / reflek tepi (terdapat di pinggir) 2. Reflek sentral terdapat di bagian tengah

(58)

50 Bab 5: Anatomi dan Retina Mata

penglihatan. Misalnya cahaya dari obyek yang dilihat secara superior akan jatuhpada bagian inferior di retina. Hal yang sama akan terjadi pada garis horisontal. Otak mengubah persepsi sehingga tampil secara tepat.

5.4. Pembuluh Darah Retina

Sistem Pembuluh darah terdiri dari dua bagian yaitu arteri dan vena. Arteri sentral sebagai pemasok dan vena sentral yang mengaliri retina berjalan melalui pusat saraf optik. Arteri retina berwarna meerah terang membawa darah yang mengandung oksigen, dan lapisan media mereka yang merefleksikan sinar, menghasilkan reflek cahaya yang berjalan sejajar dengan aksis arteri. Pembuluh darah vena retina lebih gelap dan lebih lebar dibandingkan pembuluh darah arteri retina (A/ V ratio 2 : 3). Pembuluh darah retina dinilai ukuran, bentuk, kaliber (contohnya: penyempitan, kompresi, sumbatan), kontur, pulsasi, dan kelokan, serta diperhatikan pula adanya anerisma, perdarahan, dan exudates. Arteri tampak berwarna merah, lebih sempit dibanding vena dengan rasio dua. Pembuluh vena lebih lebar dan gelap (Nema, 2009). Rata-rata diameter dari arteri sentral retinal adalah 163 ± 17 m (Guido, 2002). Pada citra fundus retina dibagi menjadi empat segmen (kuadran) yang berpusat di optic disc yaitu Upper Temporal, Upper

(59)

Bab 5: Anatomi dan Retina Mata 51

Gambar 5.5. Kuadran Pada Retina Fundus (Bowling, 2016)

Vena retina merupakan pembuluh darah utama yang membawa darah dari retina. Penyumbatan pada vena retina menyebabkan vena membengkak dan berkelok-kelok (tortuosity), sehingga pemukaan vena menjadi bengkak dan darah bisa merembes ke dalam retina seperti dapat dilihat pada ganbar 5.6.

(60)

Bab 6: Diabetik Retinopati 52

BAB 6

DIABETIK RETINOPATI

Diabetik Retinopati adalah penyakit mata yang disebabkan oleh diabetes. Kondisi kelainan pada kemampuan tubuh dalam menyimpan dan memproses gula dalam tubuh disebut dengan diabetes. Pada umumnya orang yang menderita diabetes menpunyai kadar gula yang tinggi sehingga aliran darah yang berkadar gula tinggi dapat menyebabkan kerusakan penglihatan. Lamanya seseorang menderita diabetes melitus membuat semakin besar resiko terkena Diabetik Retinopati. Penderita diabetes melitus tipe 2 lebih beresiko terkena Diabetik Retinopati jika dibandingkan dengan penderita diabetes melitus tipe 1 dan penderita diabetes melitus yang memiliki tekanan darah yang tinggi lebih beresiko terkena Diabetik Retinopati (hipertensi). Kehamilan pada wanita yang menderita Diabetes Melitus memiliki resiko yang lebih besar terkena Diabetik Retinopati dibandingkan wanita yang tidak hamil. Usia penderita diabetes melitus berusia 13 hingga 50 tahun lebih beresiko terkena diabetik retinopati. Perbedaan penglihatan orang normal dan penderita Diabetik Retinopati ditunjukkan pada gambar 6.1.

(a) Normal (b) Diabetik Retinopati Gambar 6.1. Jenis Penglihatan (NEI, 2016)

(61)

53 Bab : 6 Diabetik Retinopati

tahun dan merupakan penyakit lanjutan dari diabetes melitus (DM) yang memiliki kasus cukup tinggi yaitu mencapai 40-50% penderita diabetes (Ilyas, 2003). Penyakit ini merupakan penyebab kebutaan paling sering ditemukan pada usia dewasa (penderita diabetes melitus) antara 20 sampai 74 tahun. Pasien diabetes memiliki risiko 25 kali rentan mengalami kebutaan dibanding dengan penderita non-diabetes. Hampir semua penyandang DM tipe 1 akan mengalami Diabetik Retinopati dengan berbagai derajat setelah 20 tahun dan 60% pada Diabetes Melitus tipe 2 (Nasution, 2011). Kerusakan pada lapisan saraf mata sampai pada kebocoran retina akibat Diabetik Retinopati akan mengakibatkan penglihatan menjadi buram sampai pada kebutaan. Penderita Diabetik Retinopati dapat menjadi buta secara permanen. Beberapa rumah sakit seperti RS Indera Denpasar dan RS. Sanglah mencatat ada sekitar 123 pasien Diabetes Melitus yang terdiri dari 57 perempuan dan yang terdiri dari 66 laki-laki mulai dari periode Oktober 2014 sampai dengan Januari 2015. Dari jumlah tersebut, sekitar 60,16% pasien mengidap Diabetik Retinopati (Ni Made Ari S, I Putu B, I Wayan Gede J, I Gede Raka, 2015). Di dunia terdapat sekitar 10% persen penduduk yang mengalami kebutaan akibat Diabetik Retinopati. Penyakit Diabetik Retinopati merupakan penyakit penyebab kebutaan paling tinggi yang menempati posisi keempat setelah katarak, glaukoma, dan degenerasi makula (Andi Arus Victor, 2008).

6.1 Klasifikasi Diabetik Retinopati

Retinopati diabetik adalah suatu mikroangiopati progresif yang ditandai oleh kerusakan dan sumbatan pembuluh–pembuluh kecil (Vaughan,2007). Kelainan patologik yang paling dini adalah penebalan membrane basal endotel kapiler dan berkurangnya jumlah perisit. Kapiler membentuk kantung-kantung kecil menonjol seperti titik-titik yang disebut dengan microaneursym.

(62)

Bab 6: Diabetik Retinopati 54

pembuluh tidak beraturan. Jenis Diabetik Retinopati dengan tipe NPDR dapat menjadi tipe Proliferasi Diabetik Retinopati (PDR) pada stadium parah. Kerusakan pembuluh darah pada tipe PDR, berakibat pertumbuhan pembuluh darah baru yang tidak normal pada retina sehingga mengakibatkan terganggunya aliran cairan normal pada mata. Bola mata akan mendapatkan tekanan yang cukup tinggi. Salah satu cara untuk mengetahui seseorang menderita Diabetik Retinopati pada tipe NPDR dapat dilihat dari adanya kemunculan antara lain Exudates (Soft Exudates seperti Cotton Wool dan Hard Exudates), Intra Retinal Mikrovaskuler Abnormalities (IRMAs) yangmengakibatkan penggelembungan vaskuler (Venous Beading) serta perdarahan titikan bercak (Dot and blot intraretinal hemorrhages) (Bowling, 2016). Salah satu contoh citra fundus tipe NPDR dapat dilihat pada Gambar 6.2.dan Gambar 6.3.

Gambar 6.2. Contoh Citra Fundus NPDR

(63)

55 Bab : 6 Diabetik Retinopati

Gambar 6.3. Contoh Citra Fundus NPDR

(source: http://www.retinaeye.com/prodiabeticretinopathy.html)

6.2 Gejala Diabetik Retinopati

Diabetik Retinopati tidak memiliki gejala yang signifikan hingga kerusakan terjadi pada retina. Beberapa gejala yang muncul adalah sebagai berikut:

1. Penglihatan menjadi kabur.

(64)

Bab 6: Diabetik Retinopati 56

Pemeriksaan Diabetik Retinopati dapat dilakukan dengan berbagai cara, yaitu (NEI, 2016) :

1. Visual acuity test. Pengukuran kemampuan penglihatan standar menggunakan eye chart

2. Tonometry. Pengukuran tekanan pada bagian dalam mata

3. Dilated eye exam. Pemeriksaan yang memberikan cairan ke mata untuk memperbesar pupil

4. Opthamoloscope/Fundus photography. Fundus photography

memanfaatkan pantulan sinar cahaya pada gelombang tertentu yang dipancarkan ke pupil mata. Citra yang didapat dari fundus photography memberikan informasi tentang keadaan retina seperti microaneursym,

exudates, pendarahan, dan pembuluh darah. Contoh alat pemeriksaan

Opthamoloscope (Funduskopi) dapat dilihat pada Gambar 6.4.

Gambar 6.4. Contoh Opthamoloscope (sumber : www.welchallyn.com)

5. Fluorescein angiography

Gambar

Gambar 2.1. Contoh Citra Hasil Penerapan Morfologi Matematika (Gonzalez et al, 2009)
Gambar 2.3. Citra Grayscale CT scan Paru (sumber : RSCM, 2011)
Gambar 2.5 (a) Citra CT Scan Paru  (b) Citra Hasil Dengan Operator Canny
Gambar 3.1. Ruang warna RGB (Madenda, 2015)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hasil analisis data menunjukkan bahwa nilai Z yang diperoleh dalam hitungan 2,05 lebih besar dari nilai kritis 5% yaitu 1,96 sehingga diketahui bahwa ada pengaruh

Hasil penelitian ini adalah sebuah purwarupa yang berbentuk aplikasi yang dapat melakukan identifikasi presensi kehadiran yang memanfaatkan chip pada e-KTP sebagai

pelatihan, variabel hyperplane untuk setiap pengklasifikasi ( classifier ) yang didapat akan disimpan dan nantinya akan digunakan sebagai data tiap pengklasifikasi dalam

Dari hasil ekstrak kental metanol buah kapulaga (Amomum cardamomum Willd.) sebanyak 20,10 g dilakukan partisi menggunakan corong pisah dengan pelarut berturut-turut

Oleh karena itu, untuk dapat memetakan, memodelkan, menganalisa dan mendesiminasikan informasi spasial yang terkait dengan daerah-daerah berpotensi dan berisiko rawan

Whistleblowing System (pengaduan pelanggaran) merupakan sarana komunikasi bagi pihak internal BCA untuk melaporkan perbuatan/perilaku/kejadian yang berhubungan dengan tindakan

Menguasai konsep teoritis audit atas laporan keuangan dengan penekanan pada kemampuan dalam melaksanakan audit program baik untuk pengujian substansi dan kemampuan dalam membuat

Hasil tersebut juga menunjukkan bahwa kadar phospat IPAL RSUD Kelet belum memenuhi standar untuk dibuang ke badan air, karena kadar phospat masih tinggi pada titik pertama sampai