• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN PERDARAHAN ANTEPARTUM DAN KARAKTERISTIK IBU BERSALIN DENGAN KEJADIAN PARTUS PREMATUR DI RSUD M YUNUS BENGKULU

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "HUBUNGAN PERDARAHAN ANTEPARTUM DAN KARAKTERISTIK IBU BERSALIN DENGAN KEJADIAN PARTUS PREMATUR DI RSUD M YUNUS BENGKULU"

Copied!
55
0
0

Teks penuh

(1)
(2)
(3)

Jurnal Kesehatan

HUBUNGAN PERDARAHAN ANTEPARTUM DAN

KARAKTERISTIK IBU BERSALIN DENGAN KEJADIAN PARTUS

PREMATUR DI RSUD M YUNUS BENGKULU

Sri Yanniarti, Ratna Ningsih, Susi Ferwita

Jurusan Kebidanan Poltekkes Kemenkes Bengkulu, Prodi Keperawatan Curup Poltekkes Kemenkes Bengkulu, Mahasiswa Prodi D IV Kebidanan Poltekkes Kemenkes Bengkulu.

Email: sriyanniarti@yahoo.com

ABSTRAK

Mortalitas dan morbiditas pada wanita hamil masalah besar di negara berkembang. Berkaitan dengan kematian bayi di Indonesia salah satu penyebabnya adalah partus prematur. Angka partus prematur dibeberapa negara masih sangat bervariasi, di Indonesia tahun 2009 angka kejadian partus prematur sekitar 73%, di RSUD M Yunus Bengkulu pada tahun 2010 dari 1660 ibu bersalin terdapat 5,7% partus prematur. Tujuan penelitian untuk mengetahui hubungan perdarahan antepartum dan karakteristik ibu bersalin dengan partus prematur

Jenis penelitian yang dilakukan adalah analitik dengan rancangan penelitiancase control. Penelitian ini menggunakan data sekunder dilakukan pada bulan Juli hingga Agustus 2012 di RSUD M. Yunus Bengkulu dengan jumlah sampel 292 terdiri dari sampel kasus dan kontrol dengan perbandingan 1:1. Sampel kasus diambil secara total sampling sebanyak 146 responden yaitu ibu partus prematur dan sampel kontrol adalah ibu partus aterm diambil 146 responden diambil secarasystematic random sampling.

Hasil penelitian didapat sebagian kecil (15,4%) ibu bersalin mengalami plasenta previa, hanya sebagian kecil (19,9%) ibu bersalin mengalami solusio plasenta, hanya sebagian kecil (25%) ibu bersalin dengan usia berisiko (<20 dan >35 tahun), dan hampir sebagian (33,6%) ibu bersalin dengan paritas grandemultipara. Hasil uji chi square menunjukkan adanya hubungan yang bermakna antara plasenta previa, solusio plasenta, usia ibu dan paritas dengan partus prematur, dengan hasil OR plasenta previa berpeluang 2,5 kali mengalami partus prematur, solusio plasenta berpeluang 2 kali mengalami partus prematur, ibu dengan usia <20 dan >35 berpeluang 1,9 kali mengalami partus prematur, ibu dengan grandemultipara berpeluang 1,9 kali mengalami partus prematur.

Diharapkan bagi tenaga pelayanan kesehatan dapat memberikan asuhan langsung pada ibu, dari pra hamil, hamil, bersalin dan nifas, agar keadaan ibu terpantau dengan baik dan jika ada kelainan dapat mengambil tindakan yang cepat dan tepat.

Kata Kunci :Plasenta Previa, Solusio plasenta, Usia ibu, Paritas, Partus Prematur RELATIONSHIP BETWEEN ANTEPARTUM HAEMORRHAGE

ANDCHARACTERISTICS OF MATERNITY MOTHER WITH

PRETERMPARTURITION INCIDENT IN M. YUNUS HOSPITAL BENGKULU

In the developing countries, mortality and morbidity of pregnant women is a big problem. Premature labor is one of many factors causing infant death in Indonesia in some countries, premature labor rate may vary, in Indonesia, premature labor cases recorded 73% in 2009 while dr. M. Yunus hospital Bengkulu recorded 5,7 % premature labor 1660

(4)

giving birth women. The objective of this research was the correlation of antepartum bleeding, characters of giving birth women with premature labor.

This research was done using analytic case control approach and used secondary data which was taken in july to August 2012, in dr. M. Yunus hospital, Bengkulu. The sample of this research is 292 consists of casa and control group with the comparison of 1:1. The case group was 146 taken premature labor. Totally sampling while the control group was 146 aterm labor, taken systematically random sampling.

The result of this research show that 15,4% giving birth women got placenta previa cases, 19,9% giving birth women got solusio placenta, only 25% giving birth women whose age was risky is less than 20 years old and more than 35 years old, and 33,6% giving birth women in the grande multipara parity. Based on chi-square test, indicates that there is small significant correlation between plasenta previa, solusio placenta, mothers age, parity and premature labor. With the results OR plasenta previa 2,5 times got premature labor, solusio placenta have twice probability of premature labor cases, mother whose age is than 20 year old and 35 years old. Have opportunities of 1,9 times of premature labor grande multipara women have opportunities of 1,9 times of premature labor.

Medical officers are expected to give the best management of mothers before they are pregnant, while pregnant, after giving birth in order to monitor the mothers condition so that medical officers can take an act as quickly as possible.

Keyword:Placenta previa, Solusio placenta, Mothers age, Parity, Premature labor. LATAR BELAKANG

Pembangunan sumber daya manusia tidak terlepas dari upaya kesehatan untuk meningkatkan kesehatan ibu dan bayi baru lahir. Angka Kematian Bayi (AKB) merupakan salah satu aspek penting dalam menggambarkan tingkat pembangunan sumber daya manusia disebuah negara dari sisi kesehatan masyarakatnya.

Dewasa ini AKB di Indonesia masih tinggi dibandingkan dengan negara ASEAN lainnya. Menurut Survey Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) 2007 Angka Kematian Bayi (AKB) sebesar 34 per 1000 kelahiran hidup.

(5)

(3%) postmatur, dan (1%) kelainan kongenital, (5%) lain-lain.

Berdasarkan Profil Kesehatan Provinsi Bengkulu 2011 bahwa dari sebanyak 39.068 kelahiran hidup di provinsi Bengkulu pada tahun 2010 terdapat 203 bayi lahir langsung mati dan

jumlah kematian bayi ≤ 1 tahun sebanyak

387 bayi. Di provinsi Bengkulu 3 tahun terakhir mengalami naik turun dimana pada tahun 2007 mencapai 10,45 per 1000 kelahiran hidup, pada tahun 2008 menurun menjadi 7,3 per 1000 kelahiran hidup, tahun 2009 meningkat menjadi 10,22 per 1000 kelahiran hidup, tahun 2010 turun menjadi 5,2 per 1000 kelahiran hidup. Adapun penyebab kematian tersebut yaitu BBLR 33,7%, Asfiksia 8,4%, Infeksi 1,2% dan lain-lain 21,6% (Dinkes Provinsi Bengkulu, 2011). Partus prematur memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap mortalitas sebesar 65%-75%, umumnya berkaitan dengan berat badan lahir rendah yang disebabkan oleh partus prematur dan pertumbuhan janin terhambat. Tidak hanya kematian perinatal tapi juga meningkatnya morbiditas yang berefek pada jangka panjang berupa gangguan perkembangan, pertumbuhan, penglihatan, pendengaran, penyakit paru kronis (Nugroho, 2010). Angka kejadian

persalinan prematurpun sangat bervariasi, di negara maju seperti Amerika Serikat angka kejadian partus prematur 6-10 % per tahun, di Kalifornia 7,4 %, di Asia Tenggara sekitar 3 juta kasus setiap tahunnya, sedangkan di Indonesia angka kejadian partus prematur sebanyak 73 %. (Depkes RI, 2009).

Penyebab pasti partus prematur sampai saat ini belum diketahui dengan pasti. Adapun faktor predisposisi yang menyebabkan terjadinya partus prematur yaitu riwayat kelahiran prematur sebelumnya, perdarahan antepartum, malnutrisi, kelainan uterus, hidramnion, penyakit jantung/ penyakit kronik lainnya, hipertensi, umur ibu kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun, jarak dua kehamilan yang terlalu dekat, paritas tinggi, infeksi, trauma pada janin yaitu cacat bawaan, kehamilan ganda, hidramnion, ketuban pecah dini, keadaan sosial ekonomi yang rendah, kebiasaan merokok, pekerjaan dan lain-lain (Nugroho, 2010).

(6)

bulan. Suatu penelitian menjelaskan bahwa perdarahan antepartum juga merupakan penyebab persalinan prematur dengan kejadian sebesar 14,1% (Uma, 2007).

Usia yang dipandang memiliki risiko saat melahirkan adalah di bawah 20 tahun dan di atas 35 tahun. Sedangkan antara 20-35 tahun dari segi usia risiko melahirkannya nol. Usia di bawah 20 tahun, memiliki risiko jika terjadi kehamilan (risiko terjadinya abortus, partus prematur, BBLR, anemi), hal ini terjadi karena alat-alat atau organ reproduksinya belum matang untuk menerima kehamilan dan melahirkan (Manuaba, 1998). Sedangkan menurut Jones (2002) untuk wanita berusia lebih dari 35 tahun ke atas, cendrung mempunyai risiko menderita hipertensi asensial, diabetes kehamilan, perdarahan antepartum, bayi dengan down’syndrome, partus prematur, pertumbuhan janin terhambat dan kondisi organ-organ reproduksinya mulai mengalami proses penuaan, hal ini berpengaruh pada penerimaan kehamilan dan proses melahirkan. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Ika (2011) menunjukkan bahwa ada hubungan antara usia dengan kejadian partus prematur.

Menurut Joeharno (2006) paritas yang tinggi akan berdampak padatimbulnya berbagai masalah

kesehatan baik bagi ibu maupun janin. dimana alat-alat reproduksi yang lemah belum siap menerima implantasi dengan baik, hal ini disebabkan karena adanya kemunduran fungsi fisologis dan reproduksinya secara umum, khususnya pada keadaan endometrium dan korpus uteri sudah mengalami kemunduran fungsi dan berkurangnya vaskularisasi, oksigenisasi pada hasil konsepsi kurang maksimal sehingga memicu partus prematur.

(7)

C1 kebidanan RSUD M. Yunus Bengkulu tahun 2011. Tujuan penelitian ini adalah diketahuinya hubungan perdarahan antepartum dan karakteristik ibu bersalin dengan partus prematur di ruang C1 kebidanan RSUD M.Yunus Bengkulu tahun 2011

Penelitian ini adalah survey analitik dengan pendekatan case control yaitu melakukan pengukuran variabel efek (partus prematur) diidentifikasi saat ini kemudian variabel risiko (plasenta previa, solusio plasenta, usia ibu, paritas) diidentifikasi adanya atau terjadinya pada waktu yang lalu. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh ibu bersalin di ruang C1 kebidanan RSUD dr. M. Yunus Bengkulu pada tahun 2011 yaitu 2.244 orang dengan kasus partus prematur sebanyak 146 orang.Sampel dalam penelitian ini terdiri dari kelompok kasus dan kelompok kontrol dengan perbandingan 1:1. Sampel pada kelompok

kasus adalah ibu yang mengalami partus prematur berjumlah 146 kasus dan diambil secara total sampling. Kelompok kontrol adalah ibu yang mengalami partus aterm sebanyak 146 kasus dan diambil secara systematic random sampling yaitu dengan membagi jumlah sisa anggota populasi dengan jumlah sampel yang ditentukan (2.244 - 146)/146 = 14 maka, artinya yang akan diambil sebagai kontrol adalah setiap kelipatan 14 dari daftar populasi maka jumlah seluruh sampel adalah 292 orang.

HASIL

Analisis Univariat

Analisis ini dilakukan untuk memperoleh distribusi frekuensi dari variabel bebas (Plasenta Previa, Solusio Plasenta, Usia, Paritas) dan variabel terikat (Partus Prematur) pada ibu bersalin di ruang C1 Kebidanan RSUD M. Yunus Bengkulu

Tahun 2011

Tabel 1. Distribusi Frekuensi Plasenta Previa, Solusio Plasenta, Usia, Paritas Ibu Bersalin dan Partus Prematur Di Ruang C1 Kebidanan RSUD Dr

. M.Yunus Bengkulu Tahun 201 Variabel Partus prematur

(n=146)

Total

(n=292)

F % F % F %

Plasenta previa

Ya 31 21,2 14 9,6 45 15,4

Tidak 115 78,8 132 90,4 247 84,6

Solusio plasenta

Ya 37 25,3 21 14,4 58 19,9

(8)

Berdasarkan tabel 4.1 di atas terlihat ada sebagian kecil (21,2 %) ibu bersalin mengalami plasenta previa, dan ada sebagian kecil (25,3 %) ibu bersalin mengalami Solusio plasenta Pada variabel Usia hampir separuh (30,8%) ibu bersalin terjadi pada usia <20 dan >35. Dari tabel di atas juga dapat dilihat bahwa dari 292 ibu bersalin hampir separuh(41,1 %) ibu dengan grandemultipara.

Analisis Bivariat

Analisis ini dilakukan untuk mengetahui hubungan variabel bebas (Plasenta Previa, Solusio Plasenta, Usia, Paritas) dengan variabel terikat (partus prematur) dengan uji statistik chi-square yang diolah dengan sistem komputerisasi.

Tabel2 . Hasil Analisis Hubungan Plasenta Previa ibu bersalin dengan Partus Prematur Di Ruang C1 Kebidanan RSUD Dr. M.Yunus Bengkulu Tahun

2011

Plasenta Previa

Partus prematur

Total

ߩ OR

Ya Tidak

F % F % F %

Ya 31 21,2 14 9,6 45 15,4

0,01 2,5

Tidak 115 78,8 132 90,4 247 84,6

Total 146 100 146 100 292 100

Berdasarkan tabel 4.2 di atas dari hasil uji statistikchi-squaredi dapatߩ0,01 <

α 0,05, ini menunjukkan bahwa Ha

diterima yang berarti terdapat hubungan yang bermakna antara

plasenta danpartus prematur dengan Odds Ratiosebesar 2,5

Tabel 3. Hasil Analisis Hubungan Solusio Plasenta ibu bersalin dengan Partus Prematur Di Ruang C1 Kebidanan RSUD Dr. M.Yunus Bengkulu Tahun Usia

<20 dan >35 45 30,8 28 19,2 73 25

20-35 101 69,2 118 80,8 219 75

Paritas

Grandemultipara 60 41,1 38 26 98 33,6

(9)

Solusio Plasenta

Partus Prematur

Total

ߩ OR

Ya Tidak

F % F % F %

Ya 37 25,3 21 14,4 58 19,9

0,028 2,0

Tidak 109 74,7 125 85,6 234 80,1

Total 146 100 146 100 292 100

Berdasarkan tabel 4.3 di atas dari hasil uji statistikchi-squaredidapa

t ߩ 0,028< α 0,05, ini menunjukkan bahwa Ha diterima yang berarti terdapat hubungan yang bermakna antara solusio

plasenta dan partus

prematur,denganOdds Ratio sebesar 2,0 berarti ibu dengan solusio plasenta

berisiko 2 kali mengalami partus prematur

Tabel 4. Hasil Analisis Hubungan Usia Ibu Bersalin dengan Partus Prematur Di Ruang

C1 Kebidanan RSUD Dr. M.Yunus Bengkulu Tahun 2011

Usia

Partus Prematur

Total

ߩ OR

Ya Tidak

F % F % F %

<20 dan >35 45 30,8 28 19,2 73 25

0,03 1,9 20-35Berdasarkan

tabel 4.4 di atas dari hasil uji statistik chi-squaredi dapatߩ0,03

< α 0,05, ini

101 69,2 118 80,8 219 75

Total 146 100 146 100 292 100

menunjukkan bahwa Ha diterima yang berarti terdapat hubungan

(10)

Tabel 5. Hasil Analisis Hubungan Paritas Ibu Bersalin dengan Partus Prematur Di Ruang C1 Kebidanan RSUD Dr. M.Yunus Bengkulu Tahun 2011

Paritas

Partus Prematur

Total

ߩ OR

Ya Tidak

F % F % F %

Grandemultipara 60 41,1 38 26,0 98 33,6

0,009 1,9

Primi dan multi 86 58,9 108 74,0 194 66,4

Total 146 100 146 100 292 100

Berdasarkan tabel 4.5diketahui dari hasil uji statistikchi-square didapat ߩ

0,009 < α 0,050, ini menunjukkan

bahwa Ha diterima .

Berarti terdapat hubungan yang bermakna antara paritas dengan partus prematur, dengan OR sebesar 1,9 berarti ibu dengan grandemultiparaberisiko berpeluang 1,9 kali mengalami partus prematur

PEMBAHASAN

Hubungan Plasenta Previa dengan Partus Prematur

Dari hasil analisis univariat terlihat pada penelitian ini juga didapatkan kasus ibu dengan plasenta previa (9,6%) yang tidak mengalami partus prematur dan pasien yang tidak plasenta previa, (78,8%) yang mengalami partus prematur. Hal ini

terjadi karena adanya faktor-faktor lain yang mempengaruhi kejadian partus prematur selain plasenta previaseperti kehamilan ganda,cacat bawaan, penyakit jantung, DM, hidramnion, preeklampsi, ketuban pecah dini, servik incompeten, riwayat abortus, riwayat persalinan prematur, kebiasaan merokok, gizi ibu, jarak kahamilan < 2 tahun.

(11)

. Dari hasil uji statistikdidapat

hubungan yang bermakna antara plasenta

previa dengan partus prematur. Hasil

Odds Ratiosebesar 2,5 berarti ibu dengan plasenta previa berpeluang 2,5 kali

mengalami partus prematur.

Hasil penelitian di atas

menjelaskan bahwa walaupun hanya

beberapa kejadian plasenta previa yang

menyebabkan partus prematur, peluang

kejadian plasenta previa mempengaruhi

partus prematur sangat besar. Hasil

penelitian ini didukung juga oleh

penelitian Rudiati, dkk (2009) dengan

hasil yang didapatkan dari penelitian

yaitu ada hubungan antara plasenta previa

dengan partus prematur.

Plasenta previa adalah plasenta

yang letaknya abnormal atau pada

segmen bawah uterus sehingga menutupi

sebagian atau seluruh pembukaan jalan

lahir. Apabila plasenta tumbuh pada

segmen bawah rahim mengakibatkan

rangsangan koagulum darah pada serviks.

Pembukaan serviks diikuti lepasnya

plasenta yang melekat yaitu terlepasnya

sebagian plasenta dari dinding uterus, jika

banyak plasenta yang lepas maka kadar

progesteron turun sehingga merangsang

terjadinya his. Perdarahan ini tidak dapat

dihindarkan karena segmen bawah rahim

tidak mampunyai serabut otot untuk

berkontraksi seperti pada plasenta letak

normal.

Bila perdarahan banyak serta

dapat membahayakan keadaan ibu dan

janin, persalinan tidak dapat dihindarkan

walaupun umur kehamilan belum cukup

bulan dan terjadilah partus prematur

(Sastrawinata, 2005).

Hubungan solusio plasenta dengan

partus prematur

Dari hasil analisis univariat pada

penelitian didapatkan kasus ibu dengan

solusio plasenta (14,4%) yang tidak

mengalami partus prematur dan yang

tidak solusio plasenta, (74,7%) yang

mengalami partus prematur. Hal ini

terjadi karena adanya faktor-faktor lain

yang mempengaruhi kejadian partus

prematur selain solusio plasenta seperti

kehamilan ganda, cacat bawaan, penyakit

jantung, DM, hidramnion, preeklampsi,

ketuban pecah dini, servik incompeten,

riwayat abortus, riwayat persalinan

prematur, kebiasaan merokok, gizi ibu,

jarak kahamilan < 2 tahun.

Berdasarkan data yang telah

(12)

mengalami solusio plasenta, hampir

separuh (25,3%) mengalami partus

prematur dan dari 234 ibu yang tidak

mengalami solusio plasenta, lebih dari

separuh (74,4%) mengalami partus

prematur. Dari hasil uji

statistikdidapatkan hubungan yang

bermakna antara solusio plasenta dengan

partus prematur. Hasil didapatkan Odds Ratio sebesar 2,0 berarti ibu dengan solusio plasenta berpeluang 2 kali

mengalami partus prematur.

Hasil penelitian di atas

menjelaskan bahwa walaupun hanya

beberapa kejadian solusio plasenta yang

menyebabkan partus prematur, peluang

kejadian solusio plasenta mempengaruhi

partus prematur sangat besar. Hasil

penelitian ini sesuai dengan teori yang

dikemukakan oleh Wiknjosastro (2007)

bahwa solusio plasenta merupakan salah

satu faktor predisposisi terjadinya

kelahiran prematur.

Solusio plasenta adalah

terlepasnya plasenta yang letaknya

normal pada corpus uteri sebelum janin

lahir. Perdarahan dapat terjadi pada

pembuluh darah plasenta atau uterus yang

membentuk hematoma pada desidua,

sehingga plasenta terdesak dan akhirnya

terlepas.Apabila pendarahan sedikit,

hematoma yang kecil akan mendesak

jaringan plasenta, peredaran darah antara

uterus dan plasenta belum terganggu, dan

tanda serta gejalapun belum jelas,

kejadiannya dapat diketahui setelah

plasenta lahir, didapat cekungan pada

permukaan maternalnya dengan bekuan

darah lama dengan warna

kehitam-hitaman.

Biasanya pendarahan akan

berlangsung terus menerus karena otot

uterus yang telah meregang karena

kehamilan tidak mampu untuk lebih

berkontraksi menghentikan

pendarahannya, akibatnya hematoma

retroplasenter akan bertambah besar,

sehingga sebagian dan akhirnya seluruh

plasenta terlepas dari dinding

uterus.Sebagian darah akan menyelundup

dibawah selaput ketuban keluar dari

vagina atau menembus selaput ketuban

masuk kedalam kantong ketuban atau

mengadakan ekstravasasi diantara

serabut-serabut otot uterus. Apabila ini

berlangsung hebat, seluruh permukaan

uterus akan berbecak biru atau ungu hal

ini disebut uteruscouvelaire.

Perut sangat tegang dan nyeri,

(13)

dan pembekuan retroplasenter, banyak

tromboplastin akan masuk kedalam

peredaran darah ibu, sehingga terjadi

pembekuan intravaskuler dimana-mana,

yang akan menghabiskan sebagian besar

persediaan fibrinogen, akibatnya terjadi

hipofibrinogenemi yang menyebabkan

gangguan pembekuan darah tidak hanya

diuterus, akan tetapi dialat tubuh lainnya.

Perfusi ginjal akan terganggu karena syok

dan pembekuan intrafaskuler. Oliguria

dan proteinuria akan terjadi akibat

nekrosis tubuli ginjal mendadak yang

masih dapat sembuh kembali, atau akibat

nekrosis korteks ginjal mendadak yang

biasanya fatal.

Partus prematur tergantung dari

luasnya plasenta yang terlepas dari

dinding uterus apabila sebagian besar atau

seluruhnya terlepas, mungkin tidak

berpengaruh sama sekali atau gawat

janin.Waktu sangat menentukan

gangguan pembekuan darah, kelainan

ginjal, dan nasib janin. Makin lama sejak

terjadinya solusio plasenta sampai

persalinan selesai makin hebat

komplikasinya.

Bila perdarahan banyak serta

dapat membahayakan keadaan ibu dan

janin, persalinan tidak dapat dihindarkan

walaupun umur kehamilan belum cukup

bulan pengakhiran kehamilan harus

segera dilakukan (partus

prematur)(Hanifa, 2010).

Hubungan Usia dengan partus

prematur

Hasil penelitian didapatkan kasus

ibu dengan usia <20 dan >35 (19,2%)

yang tidak mengalami partus prematur

dan ibu yang usia 20-35 (69,2%) yang

mengalami partus prematur. Hal ini

terjadi karena adanya faktor-faktor lain

yang mempengaruhi kejadian partus

prematur selain usia ibu, sepertikehamilan

ganda, cacat bawaan, penyakit jantung,

DM, hidramnion, preeklampsi, ketuban

pecah dini, servik incompeten, riwayat

abortus, riwayat persalinan prematur,

kebiasaan merokok, gizi ibu, jarak

kahamilan< 2 tahun.

Berdasarkan data yang telah

diperoleh bahwa dari 73 ibu yang berusia

<20 dan >35, hampir separuh (30,8%)

mengalami partus prematur dan dari 219

ibu yang usia 20-35, sebagian besar

(69,2%) mengalami partus prematur. Dari

hasil uji statistik menunjukkan, terdapat

hubungan yang bermakna antara usia

(14)

sebesar 1,9 berarti ibu dengan usia <20

dan >35 berpeluang 1,9 kali mengalami

partus prematur.

Hasil penelitian di atas menujukan

bahwa usia mempengaruhi tarjadinya

partus prematur. Hasil penelitian ini

didukung juga oleh penelitian yang

dilakukan oleh Ika 2011 di RSUD

Sidoarjo menganalisis hubungan

karakteristik usia ibu dengan kejadian

partus prematur di RSUD Sidoarjo.

Dengan hasil bahwa ada hubungan usia

dengan kejadian partus prematur.

Sesuai dengan teori bahwa

semakin muda usia ibu pertama kali

hamil semakin besar risiko yang

dihadapi, dimana umur kurang dari 20

tahun dapat berrisiko pada kehamilan

disebabkan oleh belum matangnya alat

reproduksi sehingga dapat merugikan

kesehatan ibu maupun perkembangan dan

pertumbuhan janin (Manuaba, 2007). Ibu

cendrung belum siap menghadapi

perubahan yang terjadi pada tahap-tahap

masa kehamilan sehingga terkadang

timbul ketakutan/kecemasan yang

berlebihan yang pada akhirnya sering

menimbulkan hiperemisis gravidarum,

abortus, hingga partus prematur

(Wiknjosastro, 2010).

Ibu hamil yang berusia lebih 35

tahun, cendrung terjadi penyakit

degeneratifseperti hipertensi dan diabetes mellitus, hipertensi bisa menyebabkan

gawat janin sampai kematian karena

disebabkan oleh kekurangan oksigenasi,

sedangkan ibu hamil yang menderita

diabetes dapat terjadi gangguan

pertumbuhan janin dalam rahim, sehingga

mengakibatkan persalinan prematur

karena adanya gangguan sirkulasi darah

plasenta (Manuaba 2007).

Hubungan Paritas dengan partus

prematur

Dari hasil analisis univariatpada

penelitian didapatkan kasus ibu dengan

paritas tinggi/ Grandemultipara (26%)

yang tidak mengalami partus prematur

dan ibu dengan paritas primi dan multi

(58,9%) yang mengalami partus

prematur. Hal ini terjadi karena adanya

faktor-faktor lain yang mempengaruhi

kejadian partus prematur selain paritas,

seperti kehamilan ganda, cacat bawaan,

penyakit jantung, DM, hidramnion,

preeklampsi, ketuban pecah dini, servik

incompeten, riwayat abortus, riwayat

persalinan prematur, kebiasaan merokok,

(15)

tahun.Berdasarkan data yang telah

diperoleh bahwa dari dari 98 ibu yang

grandemultipara, hampir dari separuh

(41,1%) mengalami partus prematur dan

dari 194 ibu primi dan multi, lebih dari

separuh (58,9%) mengalami partus

prematur. Dari hasil uji statistik

menunjukkan bahwa terdapat hubungan

yang bermakna antara paritas dengan

partus prematur. Hasil didapatkan Odds Ratio sebesar 1,9 berarti ibu dengan grandemultipara berpeluang 1,9 kali

mengalami partus prematur.

Hasil penelitian ini didukung juga

oleh penelitian Agustina (2009) di RSUD

dr. Sutomo Surabaya menyebutkan bahwa

wanita yang telah melahirkan lebih dari 3

kali mempunyai risiko 4 kali lebih besar

mengalami partus prematur bila

dibandingkan dengan paritas yang kurang

dari 3. Hasil penelitian didapatkan 637

kasus kelahiran bayi dengan 55 kasus

merupakan partus prematur. Sedangkan

sisanya persalinan aterm (85,24 %).

Partus prematur banyak terjadi pada ibu

dengan paritas tinggi (Grandemultipara)

sebanyak 70,91%, Sedangkan ibu dengan

paritas rendah sebanyak 29,09%. Hasil

penelitian diperoleh ada hubungan

kejadian partus prematur dengan paritas.

Beberapa teori menyebutkan partus

prematur lebih sering terjadi pada wanita

dengan paritas lebih dari tiga karena

adanya jaringan parut uterus akibat

kehamilan dan persalinan sebelumnya

(berulang). Jaringan parut ini

menyebabkan tidak adekuatnya

persediaan darah keplasenta sehingga

plasenta menjadi lebih tipis dan

mencakup uterus lebih luas (Raymond,

2006). Begitu juga menurut Nugraha

(2010), Pada daerah bekas perlekatan

plasenta dari kehamilan terdahulu

biasanya telah mengalami fibrosis

sehingga vaskularisasi didaerah tersebut

sangat sedikit, akibatnya plasenta

mengkompensasi dengan memperluas

bidang perlekatan. Plasenta yang tidak

melekat adekuat ini mengakibatkan

isoferitin yang merupakan protein hasil

produksi Limfosit T untuk mengkambat

reaktivitas uterus dan melindungi buah

kehamilan diproduksi sedikit. Sehingga

keadaan demikian resiko untuk

mengalami partus prematur menjadi lebih

besar (Raymond, 2006).

Pada keadaan tidak hamil kadar

isoferitin sebesar 10 U/ml. kadarnya

meningkat secara bermakna selama

(16)

trimester terakhir yaitu 54,8 ± 53 U/ml.

penurunan kadar isoferitin dalam serum

kurang dari 15,8 ± 15,7U/ml akan

berisiko terjadinya partus prematur

dengan nilai prediksi positif 59%

(Saifuddin, 2010). Isoferitin plasenta

adalah protein yang diekspresi oleh sel

limfosit T (T-Cell/CD-4) pada plasenta.

Ikatan bahan isoferitin ini dengan

reseptornya akan mampu menghambat

reaktivitas CD-4 terhadap embryonic alloantigen dan melindungi kehamilan dari reaksi penolakan dari tubuh ibu

(Immunosuppresant) kegagalan ekspresi bahan ini oleh plasenta akan berakibat

penolakan buah kehamilan oleh tubuh ibu

sehingga terjadi partus prematur.

Isoferitin juga dapat digunakan sebagai

penanda prediksi perkembangan

kehamilan normal selama tahap awal

fertilisasi in vitro(fisch, 1996).

Menurut Joeharno (2006) paritas

Grandemultipara akan berdampak pada

timbulnya berbagai masalah kesehatan

baik bagi ibu maupun janin, ini

disebabkan adanya kemunduran fungsi

fisologis dan reproduksinya secara umum,

khususnya pada keadaan endometrium

dan korpus uteri, berkurangnya

vaskularisasi, karena degenerasi dan

nekrosis pada bekas luka implantasi

plasenta pada dinding endometrium

sehingga menyebabkan daerah tersebut

tidak subur lagi untuk menerima hasil

konsepsi dan pemberian nutrisi dan

oksigenisasi pada hasil konsepsi kurang

maksimal sehingga memicu partus

prematur.

Menurut BKKBN (2004) hamil

paritas tinggi lebih dari tiga dapat

menyebabkan kondisi kesehatan ibu

menurun, keguguran, anemia, payah

jantung, partus prematur, BBLR, dan

cacat bawaan pada janin.

KESIMPULAN

Sebagian kecil ibu bersalin terjadi

partus prematur,hampir separuh, ibu

dengan plasenta previa mengalami partus

prematur, hampir separuh ibu dengan

solusio plasenta mengalami partus

prematur, hampir separuh ibu yang

berusia <20 dan >35, mengalami partus

prematur, hampir separuh

grandemultipara mengalami partus

prematur, terdapat hubungan yang

bermakna antara plasenta previa dengan

partus prematur, dengan OR 2,5, berarti

ibu dengan plasenta previa berpeluang

(17)

terdapat hubungan yang bermakna antara

solusio plasenta dengan partus prematur,

dengan or 2, berarti ibu dengan solusio

plasenta berpeluang 2 kali mengalami

partus prematur, terdapat hubungan yang

bermakna antara usia dengan partus

prematur , dengan OR 1,9 berarti ibu

dengan usia <20 dan >35 berpeluang 1,9

kali mengalami partus prematur, terdapat

hubungan yang bermakna antara paritas

dengan partus prematur, dengan OR 1,9,

berarti ibu dengan grandemultipara

berpeluang 1,9 kali mengalami partus

prematur.

Saran bagi akademik diharapkan

hasil penelitian ini dapat dijadikan

masukan bagi mahasiswa untuk

menambah pengetahuan khususnya

dibidang klinik mengenai partus prematur

sehingga memahami penatalaksanaan

secara tepat, bagi tenaga kesehatan

terutama bidan dan dokter spesialis

kebidanan, dengan hasil penelitian ini

dapat memberikan informasi dan

masukan, dan memberikanpelayanan

lebih teliti dan seksama dalam menangani

ibu dimulai sejak sebelum memasuki

masa kehamilan, dengan melakukan

ANC, persalinan maupun nifas, agar

setiap keadaan ibu terpantau dengan baik

dan jika ada kelainan dapat mengambil

tindakan yang cepat dan tepat.Diharapkan

bagi petugas kesehatan umumnya dapat

meningkatkan konsling KB kepada ibu

dan lebih memantapkan ibu tentang

penggunaan metode kontrasepsi

efektifuntuk menjarangkan atau mengatur

kehamilannya. Dan lebih meningkatkan

pengetahuan dan pendidikan kepada

masyarakat tentang masa reproduksi sehat

dan berbagai risiko pada kehamilan

sehingga bisa menurunkan kejadian

partus prematur dan komplikasinya. Bagi

petugas kesehatan terutama di ruang

kebidanan RSUD M Yunus Bengkulu

dapat memberikan penatalaksanaan yang

tepat terhadap kasus ibu yang mempunyai

risiko untuk terjadi partus prematur.

Diharapkan hasil penelitian ini dapat

dijadikan masukan atau bahan

perbandingan bagi peneliti-peneliti

selanjutnyadapat mengembangkan

penelitian dengan menghubungkan

faktor-faktor lain yangmempengaruhi

kejadian partus prematur ini.

(18)

n - kejadian - partus – premature.html (diakses

Mei 2012)

Aimah 2011.Hubungan paritas dangan partus prematur.http://blogspot.com/2012/10/hubunga n - kejadian - partus – premature.html (diakses

Mei 2012)

Bacthiar, Asuhan Persalinan Prematur. http : // dizabactiar. Wordpress (diakses tanggal 8 april

2012)

BKKBN, 2004. Kelangsungan Hidup Ibu Dan Bayi. Departemen Kesehatan RI. Jakarta.

Cunningham, dkk, 2005Obstetri William. Buku kedokteran.ECG.Jakarta.

Departemen Kesehatan RI, 2005. Rencana Pembanggunan Kesehatan Menuju Indonesia Sehat 2010.Depkes RI. Jakarta.

Departemen Kesehatan RI, 2009, Rencana Pembangunan Jangka Panjang Bidang kesehatan 2005-2025, diakses dari http://www.depkes.go.id 03 Maret 2012.

Dinas Kesehatan Kota Provinsi Bengkulu 2011. Profil Kesehatan Kota Provinsi Bengkulu. Dinkes, Bengkulu.

Hanifah, dkk.2010. Ilmu Kebidanan.Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Jakarta.

Ika 2011.Hubungan karakteristik ibu dangan partus prematur.http://blogspot.com/2010/08/hubunga n - karakterist i- kejadian - partus –

premature.html (diakses Mei 2012)

Joseph HK, Nugroho M. 2010. Catatan Kuliah Ginekologi dan Obstetri (obsgyn).Yogyakarta : Nuha Medika.

Joeharno. 06 Mei 2006. Beberapa Faktor Risiko Kejadian BBLR Di Rumah Sakit Al Fatah Ambon Periode Januari – Desember Tahun 2006. Diakses 2 April 2012dari http://www.google.com

Jones, (2002).Dasar-Dasar Obstetri & ginekologi Edisi 6.Hipokrates. Jakarta

Mansjoer, A. 2007. Kapita Selekta Kedokteran Edisi Ketiga Jilid I. Jakarta : Media Aesculapius Manuaba, IBG dkk. 2007. Pengantar Kuliah Obstetri.

Jakarta : EGC

Mami ulfa, 2011.Hubungan ketban pecah dini dangan partus

prematur.http://blogspot.com/2011/10/hubunga n - ketuban-pecah-dini-kejadian-partus –

premature.html (diakses Mei 2012)

Notoatmodjo, S. 2005. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta.

Harry Oxorn, 2010. Ilmu Kebidanan:Patologi & Fisiologi Persalinan.Yogyakarta : YEM.

Rudiati, 2009.Hubungan plasenta previa dangan partus prematur.http://blogspot.com/2010/08/hubunga n - plasenta previa - kejadian - partus –

premature.html (diakses Mei 2012)

Rukiah AY, Yulianti Lia. 2010.Asuhan Kebidanan IV (Patologi Kebidanan). Jakarta : Trans Info Medi.

Rompas J.2004. Pengelolaan Persalinan Prematur. Bagian/SMF Obstetri Ginekologi

FK UNSRAT/RSUP Manado.

Saifuddin, AB dkk. 2002. Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

Sastrawinata, 2005.Obstetri Patologi Ilmu Kesehatan Reproduksi.Jakarta : EGC

Uma, S, dkk.2007.A Prospective analysis of etiology and outcome of preterm labor.Department of Obstetrics and Gynecology of India, KGMU,

Lucknow (UP)

(19)
(20)
(21)
(22)

.

PEMBAHASAN

Hubungan Plasenta Previa dengan

Partus Prematur

Dari hasil analisis univariat

terlihat pada penelitian ini juga

didapatkan kasus ibu dengan plasenta

previa (9,6%) yang tidak mengalami

partus prematur dan pasien yang tidak

plasenta previa, (78,8%) yang mengalami

partus prematur. Hal ini terjadi karena

adanya faktor-faktor lain yang

mempengaruhi kejadian partus prematur

selain plasenta previaseperti kehamilan

ganda,cacat bawaan, penyakit jantung,

DM, hidramnion, preeklampsi, ketuban

pecah dini, servik incompeten, riwayat

abortus, riwayat persalinan prematur,

kebiasaan merokok, gizi ibu, jarak

kahamilan < 2 tahun.

Berdasarkan data yang diperoleh

dari 45 ibu yang mengalami plasenta

previa, sebagian kecil (21,2%) mengalami

partus prematur dan dari 247 ibu yang

tidak mengalami plasenta previa, hampir

seluruh (78,8%) mengalami partus

prematur. Dari hasil uji statistikdidapat

hubungan yang bermakna antara plasenta

previa dengan partus prematur. Hasil

Odds Ratiosebesar 2,5 berarti ibu dengan plasenta previa berpeluang 2,5 kali

mengalami partus prematur.

Hasil penelitian di atas

menjelaskan bahwa walaupun hanya

beberapa kejadian plasenta previa yang

menyebabkan partus prematur, peluang

kejadian plasenta previa mempengaruhi

partus prematur sangat besar. Hasil

penelitian ini didukung juga oleh

penelitian Rudiati, dkk (2009) dengan

hasil yang didapatkan dari penelitian

yaitu ada hubungan antara plasenta previa

dengan partus prematur.

Plasenta previa adalah plasenta

yang letaknya abnormal atau pada

segmen bawah uterus sehingga menutupi

sebagian atau seluruh pembukaan jalan

lahir. Apabila plasenta tumbuh pada

segmen bawah rahim mengakibatkan

rangsangan koagulum darah pada serviks.

Pembukaan serviks diikuti lepasnya

plasenta yang melekat yaitu terlepasnya

sebagian plasenta dari dinding uterus, jika

banyak plasenta yang lepas maka kadar

progesteron turun sehingga merangsang

(23)

dihindarkan karena segmen bawah rahim

tidak mampunyai serabut otot untuk

berkontraksi seperti pada plasenta letak

normal.

Bila perdarahan banyak serta

dapat membahayakan keadaan ibu dan

janin, persalinan tidak dapat dihindarkan

walaupun umur kehamilan belum cukup

bulan dan terjadilah partus prematur

(Sastrawinata, 2005).

Hubungan solusio plasenta dengan

partus prematur

Dari hasil analisis univariat pada

penelitian didapatkan kasus ibu dengan

solusio plasenta (14,4%) yang tidak

mengalami partus prematur dan yang

tidak solusio plasenta, (74,7%) yang

mengalami partus prematur. Hal ini

terjadi karena adanya faktor-faktor lain

yang mempengaruhi kejadian partus

prematur selain solusio plasenta seperti

kehamilan ganda, cacat bawaan, penyakit

jantung, DM, hidramnion, preeklampsi,

ketuban pecah dini, servik incompeten,

riwayat abortus, riwayat persalinan

prematur, kebiasaan merokok, gizi ibu,

jarak kahamilan < 2 tahun.

Berdasarkan data yang telah

diperoleh bahwa dari 58 ibu yang

mengalami solusio plasenta, hampir

separuh (25,3%) mengalami partus

prematur dan dari 234 ibu yang tidak

mengalami solusio plasenta, lebih dari

separuh (74,4%) mengalami partus

prematur. Dari hasil uji

statistikdidapatkan hubungan yang

bermakna antara solusio plasenta dengan

partus prematur. Hasil didapatkan Odds Ratio sebesar 2,0 berarti ibu dengan solusio plasenta berpeluang 2 kali

mengalami partus prematur.

Hasil penelitian di atas

menjelaskan bahwa walaupun hanya

beberapa kejadian solusio plasenta yang

menyebabkan partus prematur, peluang

kejadian solusio plasenta mempengaruhi

partus prematur sangat besar. Hasil

penelitian ini sesuai dengan teori yang

dikemukakan oleh Wiknjosastro (2007)

bahwa solusio plasenta merupakan salah

satu faktor predisposisi terjadinya

kelahiran prematur.

Solusio plasenta adalah

terlepasnya plasenta yang letaknya

normal pada corpus uteri sebelum janin

lahir. Perdarahan dapat terjadi pada

pembuluh darah plasenta atau uterus yang

membentuk hematoma pada desidua,

(24)

terlepas.Apabila pendarahan sedikit,

hematoma yang kecil akan mendesak

jaringan plasenta, peredaran darah antara

uterus dan plasenta belum terganggu, dan

tanda serta gejalapun belum jelas,

kejadiannya dapat diketahui setelah

plasenta lahir, didapat cekungan pada

permukaan maternalnya dengan bekuan

darah lama dengan warna

kehitam-hitaman.

Biasanya pendarahan akan

berlangsung terus menerus karena otot

uterus yang telah meregang karena

kehamilan tidak mampu untuk lebih

berkontraksi menghentikan

pendarahannya, akibatnya hematoma

retroplasenter akan bertambah besar,

sehingga sebagian dan akhirnya seluruh

plasenta terlepas dari dinding

uterus.Sebagian darah akan menyelundup

dibawah selaput ketuban keluar dari

vagina atau menembus selaput ketuban

masuk kedalam kantong ketuban atau

mengadakan ekstravasasi diantara

serabut-serabut otot uterus. Apabila ini

berlangsung hebat, seluruh permukaan

uterus akan berbecak biru atau ungu hal

ini disebut uteruscouvelaire.

Perut sangat tegang dan nyeri,

akibat kerusakan jaringan miometrium

dan pembekuan retroplasenter, banyak

tromboplastin akan masuk kedalam

peredaran darah ibu, sehingga terjadi

pembekuan intravaskuler dimana-mana,

yang akan menghabiskan sebagian besar

persediaan fibrinogen, akibatnya terjadi

hipofibrinogenemi yang menyebabkan

gangguan pembekuan darah tidak hanya

diuterus, akan tetapi dialat tubuh lainnya.

Perfusi ginjal akan terganggu karena syok

dan pembekuan intrafaskuler. Oliguria

dan proteinuria akan terjadi akibat

nekrosis tubuli ginjal mendadak yang

masih dapat sembuh kembali, atau akibat

nekrosis korteks ginjal mendadak yang

biasanya fatal.

Partus prematur tergantung dari

luasnya plasenta yang terlepas dari

dinding uterus apabila sebagian besar atau

seluruhnya terlepas, mungkin tidak

berpengaruh sama sekali atau gawat

janin.Waktu sangat menentukan

gangguan pembekuan darah, kelainan

ginjal, dan nasib janin. Makin lama sejak

terjadinya solusio plasenta sampai

persalinan selesai makin hebat

komplikasinya.

Bila perdarahan banyak serta

dapat membahayakan keadaan ibu dan

(25)

walaupun umur kehamilan belum cukup

bulan pengakhiran kehamilan harus

segera dilakukan (partus

prematur)(Hanifa, 2010).

Hubungan Usia dengan partus

prematur

Hasil penelitian didapatkan kasus

ibu dengan usia <20 dan >35 (19,2%)

yang tidak mengalami partus prematur

dan ibu yang usia 20-35 (69,2%) yang

mengalami partus prematur. Hal ini

terjadi karena adanya faktor-faktor lain

yang mempengaruhi kejadian partus

prematur selain usia ibu, sepertikehamilan

ganda, cacat bawaan, penyakit jantung,

DM, hidramnion, preeklampsi, ketuban

pecah dini, servik incompeten, riwayat

abortus, riwayat persalinan prematur,

kebiasaan merokok, gizi ibu, jarak

kahamilan< 2 tahun.

Berdasarkan data yang telah

diperoleh bahwa dari 73 ibu yang berusia

<20 dan >35, hampir separuh (30,8%)

mengalami partus prematur dan dari 219

ibu yang usia 20-35, sebagian besar

(69,2%) mengalami partus prematur. Dari

hasil uji statistik menunjukkan, terdapat

hubungan yang bermakna antara

usiadengan partus prematur. Dengan hasil

OR sebesar 1,9 berarti ibu dengan usia

<20 dan >35 berpeluang 1,9 kali

mengalami partus prematur.

Hasil penelitian di atas menujukan

bahwa usia mempengaruhi tarjadinya

partus prematur. Hasil penelitian ini

didukung juga oleh penelitian yang

dilakukan oleh Ika 2011 di RSUD

Sidoarjo menganalisis hubungan

karakteristik usia ibu dengan kejadian

partus prematur di RSUD Sidoarjo.

Dengan hasil bahwa ada hubungan usia

dengan kejadian partus prematur.

Sesuai dengan teori bahwa

semakin muda usia ibu pertama kali

hamil semakin besar risiko yang

dihadapi, dimana umur kurang dari 20

tahun dapat berrisiko pada kehamilan

disebabkan oleh belum matangnya alat

reproduksi sehingga dapat merugikan

kesehatan ibu maupun perkembangan dan

pertumbuhan janin (Manuaba, 2007). Ibu

cendrung belum siap menghadapi

perubahan yang terjadi pada tahap-tahap

masa kehamilan sehingga terkadang

timbul ketakutan/kecemasan yang

berlebihan yang pada akhirnya sering

menimbulkan hiperemisis gravidarum,

abortus, hingga partus prematur

(26)

Ibu hamil yang berusia lebih 35

tahun, cendrung terjadi penyakit

degeneratifseperti hipertensi dan diabetes mellitus, hipertensi bisa menyebabkan

gawat janin sampai kematian karena

disebabkan oleh kekurangan oksigenasi,

sedangkan ibu hamil yang menderita

diabetes dapat terjadi gangguan

pertumbuhan janin dalam rahim, sehingga

mengakibatkan persalinan prematur

karena adanya gangguan sirkulasi darah

plasenta (Manuaba 2007).

Hubungan Paritas dengan partus

prematur

Dari hasil analisis univariatpada

penelitian didapatkan kasus ibu dengan

paritas tinggi/ Grandemultipara (26%)

yang tidak mengalami partus prematur

dan ibu dengan paritas primi dan multi

(58,9%) yang mengalami partus

prematur. Hal ini terjadi karena adanya

faktor-faktor lain yang mempengaruhi

kejadian partus prematur selain paritas,

seperti kehamilan ganda, cacat bawaan,

penyakit jantung, DM, hidramnion,

preeklampsi, ketuban pecah dini, servik

incompeten, riwayat abortus, riwayat

persalinan prematur, kebiasaan merokok,

gizi ibu, jarak kahamilan < 2

tahun.Berdasarkan data yang telah

diperoleh bahwa dari dari 98 ibu yang

grandemultipara, hampir dari separuh

(41,1%) mengalami partus prematur dan

dari 194 ibu primi dan multi, lebih dari

separuh (58,9%) mengalami partus

prematur. Dari hasil uji statistik

menunjukkan bahwa terdapat hubungan

yang bermakna antara paritas dengan

partus prematur. Hasil didapatkan Odds Ratio sebesar 1,9 berarti ibu dengan grandemultipara berpeluang 1,9 kali

mengalami partus prematur.

Hasil penelitian ini didukung juga

oleh penelitian Agustina (2009) di RSUD

dr. Sutomo Surabaya menyebutkan bahwa

wanita yang telah melahirkan lebih dari 3

kali mempunyai risiko 4 kali lebih besar

mengalami partus prematur bila

dibandingkan dengan paritas yang kurang

dari 3. Hasil penelitian didapatkan 637

kasus kelahiran bayi dengan 55 kasus

merupakan partus prematur. Sedangkan

sisanya persalinan aterm (85,24 %).

Partus prematur banyak terjadi pada ibu

dengan paritas tinggi (Grandemultipara)

sebanyak 70,91%, Sedangkan ibu dengan

paritas rendah sebanyak 29,09%. Hasil

penelitian diperoleh ada hubungan

(27)

Beberapa teori menyebutkan partus

prematur lebih sering terjadi pada wanita

dengan paritas lebih dari tiga karena

adanya jaringan parut uterus akibat

kehamilan dan persalinan sebelumnya

(berulang). Jaringan parut ini

menyebabkan tidak adekuatnya

persediaan darah keplasenta sehingga

plasenta menjadi lebih tipis dan

mencakup uterus lebih luas (Raymond,

2006). Begitu juga menurut Nugraha

(2010), Pada daerah bekas perlekatan

plasenta dari kehamilan terdahulu

biasanya telah mengalami fibrosis

sehingga vaskularisasi didaerah tersebut

sangat sedikit, akibatnya plasenta

mengkompensasi dengan memperluas

bidang perlekatan. Plasenta yang tidak

melekat adekuat ini mengakibatkan

isoferitin yang merupakan protein hasil

produksi Limfosit T untuk mengkambat

reaktivitas uterus dan melindungi buah

kehamilan diproduksi sedikit. Sehingga

keadaan demikian resiko untuk

mengalami partus prematur menjadi lebih

besar (Raymond, 2006).

Pada keadaan tidak hamil kadar

isoferitin sebesar 10 U/ml. kadarnya

meningkat secara bermakna selama

kehamilan dan mencapai puncak pada

trimester terakhir yaitu 54,8 ± 53 U/ml.

penurunan kadar isoferitin dalam serum

kurang dari 15,8 ± 15,7U/ml akan

berisiko terjadinya partus prematur

dengan nilai prediksi positif 59%

(Saifuddin, 2010). Isoferitin plasenta

adalah protein yang diekspresi oleh sel

limfosit T (T-Cell/CD-4) pada plasenta.

Ikatan bahan isoferitin ini dengan

reseptornya akan mampu menghambat

reaktivitas CD-4 terhadap embryonic alloantigen dan melindungi kehamilan dari reaksi penolakan dari tubuh ibu

(Immunosuppresant) kegagalan ekspresi bahan ini oleh plasenta akan berakibat

penolakan buah kehamilan oleh tubuh ibu

sehingga terjadi partus prematur.

Isoferitin juga dapat digunakan sebagai

penanda prediksi perkembangan

kehamilan normal selama tahap awal

fertilisasi in vitro(fisch, 1996).

Menurut Joeharno (2006) paritas

Grandemultipara akan berdampak pada

timbulnya berbagai masalah kesehatan

baik bagi ibu maupun janin, ini

disebabkan adanya kemunduran fungsi

fisologis dan reproduksinya secara umum,

khususnya pada keadaan endometrium

dan korpus uteri, berkurangnya

(28)

nekrosis pada bekas luka implantasi

plasenta pada dinding endometrium

sehingga menyebabkan daerah tersebut

tidak subur lagi untuk menerima hasil

konsepsi dan pemberian nutrisi dan

oksigenisasi pada hasil konsepsi kurang

maksimal sehingga memicu partus

prematur.

Menurut BKKBN (2004) hamil

paritas tinggi lebih dari tiga dapat

menyebabkan kondisi kesehatan ibu

menurun, keguguran, anemia, payah

jantung, partus prematur, BBLR, dan

cacat bawaan pada janin.

KESIMPULAN

Sebagian kecil ibu bersalin terjadi

partus prematur,hampir separuh, ibu

dengan plasenta previa mengalami partus

prematur, hampir separuh ibu dengan

solusio plasenta mengalami partus

prematur, hampir separuh ibu yang

berusia <20 dan >35, mengalami partus

prematur, hampir separuh

grandemultipara mengalami partus

prematur, terdapat hubungan yang

bermakna antara plasenta previa dengan

partus prematur, dengan OR 2,5, berarti

ibu dengan plasenta previa berpeluang

2,5 kali mengalami partus prematur,

terdapat hubungan yang bermakna antara

solusio plasenta dengan partus prematur,

dengan or 2, berarti ibu dengan solusio

plasenta berpeluang 2 kali mengalami

partus prematur, terdapat hubungan yang

bermakna antara usia dengan partus

prematur , dengan OR 1,9 berarti ibu

dengan usia <20 dan >35 berpeluang 1,9

kali mengalami partus prematur, terdapat

hubungan yang bermakna antara paritas

dengan partus prematur, dengan OR 1,9,

berarti ibu dengan grandemultipara

berpeluang 1,9 kali mengalami partus

prematur.

Saran bagi akademik diharapkan

hasil penelitian ini dapat dijadikan

masukan bagi mahasiswa untuk

menambah pengetahuan khususnya

dibidang klinik mengenai partus prematur

sehingga memahami penatalaksanaan

secara tepat, bagi tenaga kesehatan

terutama bidan dan dokter spesialis

kebidanan, dengan hasil penelitian ini

dapat memberikan informasi dan

masukan, dan memberikanpelayanan

lebih teliti dan seksama dalam menangani

ibu dimulai sejak sebelum memasuki

masa kehamilan, dengan melakukan

ANC, persalinan maupun nifas, agar

(29)

dan jika ada kelainan dapat mengambil

tindakan yang cepat dan tepat.Diharapkan

bagi petugas kesehatan umumnya dapat

meningkatkan konsling KB kepada ibu

dan lebih memantapkan ibu tentang

penggunaan metode kontrasepsi

efektifuntuk menjarangkan atau mengatur

kehamilannya. Dan lebih meningkatkan

pengetahuan dan pendidikan kepada

masyarakat tentang masa reproduksi sehat

dan berbagai risiko pada kehamilan

sehingga bisa menurunkan kejadian

partus prematur dan komplikasinya. Bagi

petugas kesehatan terutama di ruang

kebidanan RSUD M Yunus Bengkulu

dapat memberikan penatalaksanaan yang

tepat terhadap kasus ibu yang mempunyai

risiko untuk terjadi partus prematur.

Diharapkan hasil penelitian ini dapat

dijadikan masukan atau bahan

perbandingan bagi peneliti-peneliti

selanjutnyadapat mengembangkan

penelitian dengan menghubungkan

faktor-faktor lain yangmempengaruhi

kejadian partus prematur ini.

DAFTAR PUSTAKA

Agustina, 2009.Hubungan paritas dangan partus prematur.http://blogspot.com/2010/08/hubunga n - kejadian - partus – premature.html (diakses

Mei 2012)

Aimah 2011.Hubungan paritas dangan partus prematur.http://blogspot.com/2012/10/hubunga n - kejadian - partus – premature.html (diakses

Mei 2012)

Bacthiar, Asuhan Persalinan Prematur. http : // dizabactiar. Wordpress (diakses tanggal 8 april

2012)

BKKBN, 2004. Kelangsungan Hidup Ibu Dan Bayi. Departemen Kesehatan RI. Jakarta.

Cunningham, dkk, 2005Obstetri William. Buku kedokteran.ECG.Jakarta.

Departemen Kesehatan RI, 2005. Rencana Pembanggunan Kesehatan Menuju Indonesia Sehat 2010.Depkes RI. Jakarta.

Departemen Kesehatan RI, 2009, Rencana Pembangunan Jangka Panjang Bidang

kesehatan 2005-2025, diakses dari http://www.depkes.go.id 03 Maret 2012.

Dinas Kesehatan Kota Provinsi Bengkulu 2011.Profil Kesehatan Kota Provinsi Bengkulu. Dinkes, Bengkulu.

Hanifah, dkk.2010. Ilmu Kebidanan.Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Jakarta.

Ika 2011.Hubungan karakteristik ibu dangan partus prematur.http://blogspot.com/2010/08/hubunga n - karakterist i- kejadian - partus –

premature.html (diakses Mei 2012)

Joseph HK, Nugroho M. 2010. Catatan Kuliah Ginekologi dan Obstetri (obsgyn).Yogyakarta : Nuha Medika.

Joeharno. 06 Mei 2006. Beberapa Faktor Risiko Kejadian BBLR Di Rumah Sakit Al Fatah Ambon Periode Januari – Desember Tahun 2006. Diakses 2 April 2012dari http://www.google.com

Jones, (2002).Dasar-Dasar Obstetri & ginekologi Edisi 6.Hipokrates. Jakarta

(30)

Manuaba, IBG dkk. 2007. Pengantar Kuliah Obstetri. Jakarta : EGC

Mami ulfa, 2011.Hubungan ketban pecah dini dangan partus

prematur.http://blogspot.com/2011/10/hubunga n - ketuban-pecah-dini-kejadian-partus –

premature.html (diakses Mei 2012)

Notoatmodjo, S. 2005. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta.

Harry Oxorn, 2010. Ilmu Kebidanan:Patologi & Fisiologi Persalinan.Yogyakarta : YEM.

Rudiati, 2009.Hubungan plasenta previa dangan partus prematur.http://blogspot.com/2010/08/hubunga n - plasenta previa - kejadian - partus –

premature.html (diakses Mei 2012)

Rukiah AY, Yulianti Lia. 2010.Asuhan Kebidanan IV (Patologi Kebidanan). Jakarta : Trans Info Medi.

Rompas J.2004. Pengelolaan Persalinan Prematur. Bagian/SMF Obstetri Ginekologi

FK UNSRAT/RSUP Manado.

Saifuddin, AB dkk. 2002. Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

Sastrawinata, 2005.Obstetri Patologi Ilmu Kesehatan Reproduksi.Jakarta : EGC

Uma, S, dkk.2007.A Prospective analysis of etiology and outcome of preterm labor.Department of Obstetrics and Gynecology of India, KGMU,

Lucknow (UP)

(31)
(32)
(33)

PEMBAHASAN

Hubungan Plasenta Previa dengan

Partus Prematur

Dari hasil analisis univariat

terlihat pada penelitian ini juga

didapatkan kasus ibu dengan plasenta

previa (9,6%) yang tidak mengalami

partus prematur dan pasien yang tidak

plasenta previa, (78,8%) yang mengalami

partus prematur. Hal ini terjadi karena

adanya faktor-faktor lain yang

mempengaruhi kejadian partus prematur

selain plasenta previaseperti kehamilan

ganda,cacat bawaan, penyakit jantung,

DM, hidramnion, preeklampsi, ketuban

pecah dini, servik incompeten, riwayat

abortus, riwayat persalinan prematur,

kebiasaan merokok, gizi ibu, jarak

kahamilan < 2 tahun.

Berdasarkan data yang diperoleh

dari 45 ibu yang mengalami plasenta

previa, sebagian kecil (21,2%) mengalami

partus prematur dan dari 247 ibu yang

tidak mengalami plasenta previa, hampir

seluruh (78,8%) mengalami partus

prematur. Dari hasil uji statistikdidapat

hubungan yang bermakna antara plasenta

previa dengan partus prematur. Hasil

Odds Ratiosebesar 2,5 berarti ibu dengan plasenta previa berpeluang 2,5 kali

mengalami partus prematur.

Hasil penelitian di atas

menjelaskan bahwa walaupun hanya

beberapa kejadian plasenta previa yang

menyebabkan partus prematur, peluang

kejadian plasenta previa mempengaruhi

partus prematur sangat besar. Hasil

penelitian ini didukung juga oleh

penelitian Rudiati, dkk (2009) dengan

hasil yang didapatkan dari penelitian

yaitu ada hubungan antara plasenta previa

dengan partus prematur.

Plasenta previa adalah plasenta

yang letaknya abnormal atau pada

segmen bawah uterus sehingga menutupi

(34)

lahir. Apabila plasenta tumbuh pada

segmen bawah rahim mengakibatkan

rangsangan koagulum darah pada serviks.

Pembukaan serviks diikuti lepasnya

plasenta yang melekat yaitu terlepasnya

sebagian plasenta dari dinding uterus, jika

banyak plasenta yang lepas maka kadar

progesteron turun sehingga merangsang

terjadinya his. Perdarahan ini tidak dapat

dihindarkan karena segmen bawah rahim

tidak mampunyai serabut otot untuk

berkontraksi seperti pada plasenta letak

normal.

Bila perdarahan banyak serta

dapat membahayakan keadaan ibu dan

janin, persalinan tidak dapat dihindarkan

walaupun umur kehamilan belum cukup

bulan dan terjadilah partus prematur

(Sastrawinata, 2005).

Hubungan solusio plasenta dengan

partus prematur

Dari hasil analisis univariat pada

penelitian didapatkan kasus ibu dengan

solusio plasenta (14,4%) yang tidak

mengalami partus prematur dan yang

tidak solusio plasenta, (74,7%) yang

mengalami partus prematur. Hal ini

terjadi karena adanya faktor-faktor lain

yang mempengaruhi kejadian partus

prematur selain solusio plasenta seperti

kehamilan ganda, cacat bawaan, penyakit

jantung, DM, hidramnion, preeklampsi,

ketuban pecah dini, servik incompeten,

riwayat abortus, riwayat persalinan

prematur, kebiasaan merokok, gizi ibu,

jarak kahamilan < 2 tahun.

Berdasarkan data yang telah

diperoleh bahwa dari 58 ibu yang

mengalami solusio plasenta, hampir

separuh (25,3%) mengalami partus

prematur dan dari 234 ibu yang tidak

mengalami solusio plasenta, lebih dari

separuh (74,4%) mengalami partus

prematur. Dari hasil uji

statistikdidapatkan hubungan yang

bermakna antara solusio plasenta dengan

partus prematur. Hasil didapatkan Odds Ratio sebesar 2,0 berarti ibu dengan solusio plasenta berpeluang 2 kali

mengalami partus prematur.

Hasil penelitian di atas

menjelaskan bahwa walaupun hanya

beberapa kejadian solusio plasenta yang

menyebabkan partus prematur, peluang

kejadian solusio plasenta mempengaruhi

partus prematur sangat besar. Hasil

penelitian ini sesuai dengan teori yang

dikemukakan oleh Wiknjosastro (2007)

(35)

satu faktor predisposisi terjadinya

kelahiran prematur.

Solusio plasenta adalah

terlepasnya plasenta yang letaknya

normal pada corpus uteri sebelum janin

lahir. Perdarahan dapat terjadi pada

pembuluh darah plasenta atau uterus yang

membentuk hematoma pada desidua,

sehingga plasenta terdesak dan akhirnya

terlepas.Apabila pendarahan sedikit,

hematoma yang kecil akan mendesak

jaringan plasenta, peredaran darah antara

uterus dan plasenta belum terganggu, dan

tanda serta gejalapun belum jelas,

kejadiannya dapat diketahui setelah

plasenta lahir, didapat cekungan pada

permukaan maternalnya dengan bekuan

darah lama dengan warna

kehitam-hitaman.

Biasanya pendarahan akan

berlangsung terus menerus karena otot

uterus yang telah meregang karena

kehamilan tidak mampu untuk lebih

berkontraksi menghentikan

pendarahannya, akibatnya hematoma

retroplasenter akan bertambah besar,

sehingga sebagian dan akhirnya seluruh

plasenta terlepas dari dinding

uterus.Sebagian darah akan menyelundup

dibawah selaput ketuban keluar dari

vagina atau menembus selaput ketuban

masuk kedalam kantong ketuban atau

mengadakan ekstravasasi diantara

serabut-serabut otot uterus. Apabila ini

berlangsung hebat, seluruh permukaan

uterus akan berbecak biru atau ungu hal

ini disebut uteruscouvelaire.

Perut sangat tegang dan nyeri,

akibat kerusakan jaringan miometrium

dan pembekuan retroplasenter, banyak

tromboplastin akan masuk kedalam

peredaran darah ibu, sehingga terjadi

pembekuan intravaskuler dimana-mana,

yang akan menghabiskan sebagian besar

persediaan fibrinogen, akibatnya terjadi

hipofibrinogenemi yang menyebabkan

gangguan pembekuan darah tidak hanya

diuterus, akan tetapi dialat tubuh lainnya.

Perfusi ginjal akan terganggu karena syok

dan pembekuan intrafaskuler. Oliguria

dan proteinuria akan terjadi akibat

nekrosis tubuli ginjal mendadak yang

masih dapat sembuh kembali, atau akibat

nekrosis korteks ginjal mendadak yang

biasanya fatal.

Partus prematur tergantung dari

luasnya plasenta yang terlepas dari

dinding uterus apabila sebagian besar atau

seluruhnya terlepas, mungkin tidak

(36)

janin.Waktu sangat menentukan

gangguan pembekuan darah, kelainan

ginjal, dan nasib janin. Makin lama sejak

terjadinya solusio plasenta sampai

persalinan selesai makin hebat

komplikasinya.

Bila perdarahan banyak serta

dapat membahayakan keadaan ibu dan

janin, persalinan tidak dapat dihindarkan

walaupun umur kehamilan belum cukup

bulan pengakhiran kehamilan harus

segera dilakukan (partus

prematur)(Hanifa, 2010).

Hubungan Usia dengan partus

prematur

Hasil penelitian didapatkan kasus

ibu dengan usia <20 dan >35 (19,2%)

yang tidak mengalami partus prematur

dan ibu yang usia 20-35 (69,2%) yang

mengalami partus prematur. Hal ini

terjadi karena adanya faktor-faktor lain

yang mempengaruhi kejadian partus

prematur selain usia ibu, sepertikehamilan

ganda, cacat bawaan, penyakit jantung,

DM, hidramnion, preeklampsi, ketuban

pecah dini, servik incompeten, riwayat

abortus, riwayat persalinan prematur,

kebiasaan merokok, gizi ibu, jarak

kahamilan< 2 tahun.

Berdasarkan data yang telah

diperoleh bahwa dari 73 ibu yang berusia

<20 dan >35, hampir separuh (30,8%)

mengalami partus prematur dan dari 219

ibu yang usia 20-35, sebagian besar

(69,2%) mengalami partus prematur. Dari

hasil uji statistik menunjukkan, terdapat

hubungan yang bermakna antara usia

dengan partus prematur. Dengan hasil OR

sebesar 1,9 berarti ibu dengan usia <20

dan >35 berpeluang 1,9 kali mengalami

partus prematur.

Hasil penelitian di atas menujukan

bahwa usia mempengaruhi tarjadinya

partus prematur. Hasil penelitian ini

didukung juga oleh penelitian yang

dilakukan oleh Ika 2011 di RSUD

Sidoarjo menganalisis hubungan

karakteristik usia ibu dengan kejadian

partus prematur di RSUD Sidoarjo.

Dengan hasil bahwa ada hubungan usia

dengan kejadian partus prematur.

Sesuai dengan teori bahwa

semakin muda usia ibu pertama kali

hamil semakin besar risiko yang

dihadapi, dimana umur kurang dari 20

tahun dapat berrisiko pada kehamilan

disebabkan oleh belum matangnya alat

reproduksi sehingga dapat merugikan

(37)

pertumbuhan janin (Manuaba, 2007). Ibu

cendrung belum siap menghadapi

perubahan yang terjadi pada tahap-tahap

masa kehamilan sehingga terkadang

timbul ketakutan/kecemasan yang

berlebihan yang pada akhirnya sering

menimbulkan hiperemisis gravidarum,

abortus, hingga partus prematur

(Wiknjosastro, 2010).

Ibu hamil yang berusia lebih 35

tahun, cendrung terjadi penyakit

degeneratifseperti hipertensi dan diabetes mellitus, hipertensi bisa menyebabkan

gawat janin sampai kematian karena

disebabkan oleh kekurangan oksigenasi,

sedangkan ibu hamil yang menderita

diabetes dapat terjadi gangguan

pertumbuhan janin dalam rahim, sehingga

mengakibatkan persalinan prematur

karena adanya gangguan sirkulasi darah

plasenta (Manuaba 2007).

Hubungan Paritas dengan partus

prematur

Dari hasil analisis univariatpada

penelitian didapatkan kasus ibu dengan

paritas tinggi/ Grandemultipara (26%)

yang tidak mengalami partus prematur

dan ibu dengan paritas primi dan multi

(58,9%) yang mengalami partus

prematur. Hal ini terjadi karena adanya

faktor-faktor lain yang mempengaruhi

kejadian partus prematur selain paritas,

seperti kehamilan ganda, cacat bawaan,

penyakit jantung, DM, hidramnion,

preeklampsi, ketuban pecah dini, servik

incompeten, riwayat abortus, riwayat

persalinan prematur, kebiasaan merokok,

gizi ibu, jarak kahamilan < 2

tahun.Berdasarkan data yang telah

diperoleh bahwa dari dari 98 ibu yang

grandemultipara, hampir dari separuh

(41,1%) mengalami partus prematur dan

dari 194 ibu primi dan multi, lebih dari

separuh (58,9%) mengalami partus

prematur. Dari hasil uji statistik

menunjukkan bahwa terdapat hubungan

yang bermakna antara paritas dengan

partus prematur. Hasil didapatkan Odds Ratio sebesar 1,9 berarti ibu dengan grandemultipara berpeluang 1,9 kali

mengalami partus prematur.

Hasil penelitian ini didukung juga

oleh penelitian Agustina (2009) di RSUD

dr. Sutomo Surabaya menyebutkan bahwa

wanita yang telah melahirkan lebih dari 3

kali mempunyai risiko 4 kali lebih besar

mengalami partus prematur bila

dibandingkan dengan paritas yang kurang

(38)

kasus kelahiran bayi dengan 55 kasus

merupakan partus prematur. Sedangkan

sisanya persalinan aterm (85,24 %).

Partus prematur banyak terjadi pada ibu

dengan paritas tinggi (Grandemultipara)

sebanyak 70,91%, Sedangkan ibu dengan

paritas rendah sebanyak 29,09%. Hasil

penelitian diperoleh ada hubungan

kejadian partus prematur dengan paritas.

Beberapa teori menyebutkan partus

prematur lebih sering terjadi pada wanita

dengan paritas lebih dari tiga karena

adanya jaringan parut uterus akibat

kehamilan dan persalinan sebelumnya

(berulang). Jaringan parut ini

menyebabkan tidak adekuatnya

persediaan darah keplasenta sehingga

plasenta menjadi lebih tipis dan

mencakup uterus lebih luas (Raymond,

2006). Begitu juga menurut Nugraha

(2010), Pada daerah bekas perlekatan

plasenta dari kehamilan terdahulu

biasanya telah mengalami fibrosis

sehingga vaskularisasi didaerah tersebut

sangat sedikit, akibatnya plasenta

mengkompensasi dengan memperluas

bidang perlekatan. Plasenta yang tidak

melekat adekuat ini mengakibatkan

isoferitin yang merupakan protein hasil

produksi Limfosit T untuk mengkambat

reaktivitas uterus dan melindungi buah

kehamilan diproduksi sedikit. Sehingga

keadaan demikian resiko untuk

mengalami partus prematur menjadi lebih

besar (Raymond, 2006).

Pada keadaan tidak hamil kadar

isoferitin sebesar 10 U/ml. kadarnya

meningkat secara bermakna selama

kehamilan dan mencapai puncak pada

trimester terakhir yaitu 54,8 ± 53 U/ml.

penurunan kadar isoferitin dalam serum

kurang dari 15,8 ± 15,7U/ml akan

berisiko terjadinya partus prematur

dengan nilai prediksi positif 59%

(Saifuddin, 2010). Isoferitin plasenta

adalah protein yang diekspresi oleh sel

limfosit T (T-Cell/CD-4) pada plasenta.

Ikatan bahan isoferitin ini dengan

reseptornya akan mampu menghambat

reaktivitas CD-4 terhadap embryonic alloantigen dan melindungi kehamilan dari reaksi penolakan dari tubuh ibu

(Immunosuppresant) kegagalan ekspresi bahan ini oleh plasenta akan berakibat

penolakan buah kehamilan oleh tubuh ibu

sehingga terjadi partus prematur.

Isoferitin juga dapat digunakan sebagai

penanda prediksi perkembangan

kehamilan normal selama tahap awal

(39)

Menurut Joeharno (2006) paritas

Grandemultipara akan berdampak pada

timbulnya berbagai masalah kesehatan

baik bagi ibu maupun janin, ini

disebabkan adanya kemunduran fungsi

fisologis dan reproduksinya secara umum,

khususnya pada keadaan endometrium

dan korpus uteri, berkurangnya

vaskularisasi, karena degenerasi dan

nekrosis pada bekas luka implantasi

plasenta pada dinding endometrium

sehingga menyebabkan daerah tersebut

tidak subur lagi untuk menerima hasil

konsepsi dan pemberian nutrisi dan

oksigenisasi pada hasil konsepsi kurang

maksimal sehingga memicu partus

prematur.

Menurut BKKBN (2004) hamil

paritas tinggi lebih dari tiga dapat

menyebabkan kondisi kesehatan ibu

menurun, keguguran, anemia, payah

jantung, partus prematur, BBLR, dan

cacat bawaan pada janin.

KESIMPULAN

Sebagian kecil ibu bersalin terjadi

partus prematur,hampir separuh, ibu

dengan plasenta previa mengalami partus

prematur, hampir separuh ibu dengan

solusio plasenta mengalami partus

prematur, hampir separuh ibu yang

berusia <20 dan >35, mengalami partus

prematur, hampir separuh

grandemultipara mengalami partus

prematur, terdapat hubungan yang

bermakna antara plasenta previa dengan

partus prematur, dengan OR 2,5, berarti

ibu dengan plasenta previa berpeluang

2,5 kali mengalami partus prematur,

terdapat hubungan yang bermakna antara

solusio plasenta dengan partus prematur,

dengan or 2, berarti ibu dengan solusio

plasenta berpeluang 2 kali mengalami

partus prematur, terdapat hubungan yang

bermakna antara usia dengan partus

prematur , dengan OR 1,9 berarti ibu

dengan usia <20 dan >35 berpeluang 1,9

kali mengalami partus prematur, terdapat

hubungan yang bermakna antara paritas

dengan partus prematur, dengan OR 1,9,

berarti ibu dengan grandemultipara

berpeluang 1,9 kali mengalami partus

prematur.

Saran bagi akademik diharapkan

hasil penelitian ini dapat dijadikan

masukan bagi mahasiswa untuk

menambah pengetahuan khususnya

dibidang klinik mengenai partus prematur

sehingga memahami penatalaksanaan

Gambar

Tabel 1. Distribusi Frekuensi Plasenta Previa, Solusio Plasenta, Usia, Paritas Ibu
Tabel 3. Hasil Analisis Hubungan Solusio Plasenta ibu bersalin dengan PartusPrematur Di Ruang C1 Kebidanan RSUD Dr
tabel 4.4 di atas dari
Tabel 5. Hasil Analisis Hubungan Paritas Ibu Bersalin dengan Partus Prematur Di RuangC1 Kebidanan RSUD Dr
+4

Referensi

Dokumen terkait

Sekretariat Daerah Kabupaten Bulungan telah memberikan kesempatan seluas-luasnya terhadap pegawainya untuk mengikuti pendidikan dan pelatihan yang didukung dengan komitmen

Untuk pasangan state yang lain jika masing-masing state mendapat input yang sama, maka bila satu state mencapai state akhir dan yang lain tidak mencapai state akhir

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat rahmat dan perlindungan yang selalu menyertai penulis selama pengerjaan skripsi dan memberikan kelancaran

Selanjutnya pada pengamatan suhu rendah pada akhir penyimpanan (hari ke-27) nilai organoleptik tekstur tertinggi adalah pelapisan Aloe vera 100% (4,7) dan yang

83 Supriani Fakultas Teknik Griya Intan Lestari Blok C 2 No. Tanjung

Selanjutnya, struktur vertikal D o selama fase tidak aktif memperlihatkan struktur yang lebih heterogen dibandingkan fase aktif, yang diduga sebagai konsekwensi dari proses

Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya, sumber daya manusia (human capital) sangat dibutuhkan untuk diolah menjadi sumber daya yang bernlai tinggi dan mempunyai

Dengan demikian, pertimbangan hukum majelis hakim kasasi dalam kasus tersebut, yang menyatakan penyelesaian sita pidana dalam harta pailit secara absolut masuk