• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sosial Budaya 2.1.1 Pengertian Sosial Budaya - Faktor Sosial Budaya Yang Mempengaruhi Pernikahan Dini Pada Remaja Usia 15-19 Tahun Di Kelurahan Martubung Kecamatan Medan Labuhan Tahu 2014

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sosial Budaya 2.1.1 Pengertian Sosial Budaya - Faktor Sosial Budaya Yang Mempengaruhi Pernikahan Dini Pada Remaja Usia 15-19 Tahun Di Kelurahan Martubung Kecamatan Medan Labuhan Tahu 2014"

Copied!
26
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sosial Budaya

2.1.1 Pengertian Sosial Budaya

Sosial berasal dari kata ”socius” yang berarti segala sesuatu yang lahir, tumbuh, dan berkembang dalam kehidupan secara bersama-sama. Menurut Enda (2010), sosial

adalah cara tentang bagaimana para individu saling berhubungan. Sedangkan menurut

Daryanto (1998) yang dikutip Naibaho (2012, sosial merupakan sesuatu yang

menyangkut aspek hidup masyarakat.

Menurut Taylor (1989), budaya adalah keyakinan dan perilaku yang diaturkan

atau diajarkan manusia kepada generasi berikutnya. Sedangkan menurut Sir Eduarel

Baylor (1871) dalam Andrew dan Boyle (1995), budaya adalah sesuatu yang kompleks

yang mengandung pengetahuan, kepercaayaan seni, moral, hukum, kebiasaan, dan

kecakapan lain yang merupakan kebiasaan manusia sebagai anggota komunikasi

setempat.

Menurut Koentjoroningrat (1998), budaya berarti keseluruhan gagasan dan karya

manusia yang harus dibiasakan dengan belajar serta keseluruhan dari hasil budi pekerti.

Sedangkan menurut Larry dkk kebudayaan dapat berarti simpanan akumulatif dari

pengetahuan, pengalaman, kepercayaan, nilai, sikap, makna, hirarki, agama, pilihan

waktu, peranan, relasi ruang, konsep yang luas, dan objek material atau kepemilikan yang

dimiliki dan dipertahankan oleh sekelompok orang atau suatu generasi. Namun jika

(2)

“buddhayah” yang merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal) diartikan

sebagai hal-hal yang berkaitan dengan budi dan akal manusia.

Menurut Muhammad (1996) yang dikutip Naibaho (2012), kondisi sosial budaya

(adat istiadat) dan kondisi lingkungan (kondisi geografis) berpengaruh terhadap

kesehatan reproduksi. Situasi budaya dalam hal ini adat istiadat saat ini, memang tidak

kondusif untuk help seeking behavior dalam masalah kesehatan reproduksi di Indonesia. Hal ini dikemukakan berdasarkan realita, bahwa masyarakat Indonesia pada umumnya

sudah terbiasa menganggap bahwa kehamilan merupakan suatu hal yang wajar yang tidak

memerlukan antenal care. Hal ini tentu berkaitan pula tentang pengetahuan dan pemahaman masyarakat tentang pentingnya antenal care dan pemeliharaan kesehatan reproduksi lainnya.

Menurut Andreas Eppink, kebudayaan mengandung keseluruhan pengertian, nilai,

norma, ilmu pengetahuan, religius, dan segala pernyataan intelektual dan artistik yang

menjadi ciri khas suatu masyarakat.

Menurut konsep budaya Lainingen (1978-1984) dalam Naibaho (2012),

karakteristik budaya dapat digambarkan sebagai berikut :

a. Budaya adalah pengalaman yang bersifat univerbal sehingga tidak ada dua budaya

yang sama persis.

b. Budaya bersifat stabil, tetapi juga dinamis karena budaya tersebut diturunkan kepada

generasi berikutnya sehingga mengalami perubahan.

(3)

2.1.2 Pembagian Budaya

Menurut pandangan antropologi tradisional, budaya dibagi menjadi dua yaitu:

1. Budaya Material

Budaya material dapat beruapa objek, seperti makanan, pakaian, seni,

benda-benda kepercayaan.

2. Budaya Non Material

Mencakup kepercayaan, pengetahuan, nilai, norma, dan sebagainya.

a. Kepercayaan

Menurut Rousseau kepercayaan adalah bagian psikologis terdiri dari keadaan

pasrah untuk menerima kekurangan berdasarkan harapan positif dari niat atau perilaku

orang lain. Sedangkan menurut Robinson kepercayaan adalah harapan seseorang,

asumsi-asumsi atau keyakinan akan kemungkinan tindakan seseorang akan bermanfaat,

menguntungkan atau setidaknya tidak mengurangi keuntungan yang lainnya

(Koentjaraningrat, 2006).

b. Pengetahuan

Pengetahuan adalah merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang

melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan ini terjadi melalui

panca indera manusia yaitu indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan raba.

Sebagaian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan

atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya perilaku

(4)

c. Sikap

Menurut Notoatmodjo (2007), sikap merupakan reaksi atau respon yang masih

tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek. Sikap secara nyata

menunjukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu yang dalam

kehidupan sehari-hari merupakan reaksi yang bersifat emosional terhadap stimulus sosial.

d. Nilai

Nilai adalah merupakan suatu hal yang nyata yang dianggap baik dan apa yang

dianggap buruk, indah atau tidak indah, dan benar atau salah. Kimball Young

mengemukakan nilai adalah asumsi yang abstrak dan sering tidak disadari tentang apa

yang dianggap penting dalam masyarakat.

e. Norma

Norma adalah kebiasaan umum yang menjadi patokan perilaku dalam suatu

kelompok masyarakat dan batasan wilayah tertentu. Emil Durkheim mengatakan bahwa

norma adalah sesuatu yang berada di luar individu, membatasi mereka dan

mengendalikan tingkah laku mereka.

2.1.3 Unsur Budaya

Adapun unsur-unsur dari budaya adalah sistem religi. Terdiri dari sistem

kepercayaan kesusastraan suci, sistem upacara keagamaan, kelompok keagamaan, ilmu

(5)

2.2 Perilaku Pernikahan Dini 2.2.1 Pengertian Perilaku

Perilaku adalah semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik dapat diamati secara

langsung maupun tidak dapat diamati oleh pihak luar. Dimana perilaku terdiri dari

persepsi (perception), respon terpimpin (guided respons), mekanisme (mechanisme), adaptasi (adaptation) (Notoatmodjo, 2003).

Faktor penentu atau determinan perilaku manusia sulit untuk dibatasi karena

perilaku merupakan hasil dari perubahan dari berbagai faktor, baik internal maupun

eksternal (lingkungan). Pada garis besarnya perilaku manusia dapat terlihat dari 3 aspek

yaitu aspek fisik, psikis, dan sosial. Dari aspek tersebut sulit untuk ditarik garis yang

tegas dalam mempengaruhi perilaku manusia. Secara lebih terperinci perilaku manusia

sebenarnya merupakan refleks dari berbagai gejala kejiwaan seperti pengetahuan,

keinginan, kehendak, minat, motivasi, persepsi, sikap.

2.2.2 Faktor-Faktor Perilaku

Perilaku seseorang atau subjek dipengaruhi atau ditentukan oleh faktor-faktor

baik dari dalam maupun dari luar subjek. Dalam perilaku kesehatan menurut Lawrence

Green dalam Notoatmodjo (2003) terbagi tiga teori penyebab masalah kesehatan yaitu :

a. Faktor-faktor predisposisi (predisposing faktors) yaitu faktor-faktor yang mempermudah atau mempredisposisi terjadinya perilaku seseorang, antara lain

pengetahuan, sikap, keyakinan, kepercayaan, nilai-nilai, tradisi.

b. Faktor pemungkin (enabling factors) adalah faktor-faktor yang memungkinkan atau menfasilitasi perilaku atau tindakan. Artinya faktor pemungkin adalah sarana dan

(6)

c. Faktor-faktor penguat (reinforcing factors) adalah faktor-faktor yang mendorong atau memperkuat terjadinya perilaku.

2.2.3 Pengertian Pernikahan Dini

Pernikahan dini yaitu perkawinan yang salah satu atau kedua pasangan berusia di

bawah 18 tahun atau sedang mengikuti pendidikan di sekolah menengah atas. Di dalam

Undang-Undang Perkawinan terdapat beberapa pasal di antaranya pada pasal 1

menyatakan bahwa perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang

wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga atau rumah tangga yang

bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Pada pasal 2 menyatakan

bahwa Perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agama

dan kepercayaannya itu, dan tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan

perundang-undangan yang berlaku.

Usia dini merujuk pada usia remaja. WHO memakai batasan umur 10-20 tahun

sebagai usia dini. Sedangkan pada Undang-undang Perlindungan Anak (UU PA) bab 1

pasal 1 ayat 1 dinyatakan bahwa yang dimaksud dengan usia dini adalah seseorang yang

belum berusia 18 tahun, batasan tersebut menegaskan bahwa anak usia dini adalah bagian

dari usia remaja. Dari segi program pelayanan, definisi remaja yang digunakan oleh

departemen kesehatan adalah mereka yang berusia 10-19 tahun dan belum menikah.

Sementara itu, menurut Badan Koordinasi keluarga Berencana

(bkkbn) batasan usia remaja adalah 10 sampai 21 tahun.

Pernikahan dini pada remaja pada dasarnya berdampak pada segi fisik maupun

(7)

a. Remaja yang hamil akan lebih mudah menderita anemia selagi hamil dan melahirkan,

salah satu penyebab tingginya angka kematian ibu dan bayi, kehilangan kesempatan

mengenyam pendidikan yang lebih tinggi, interaksi dengan lingkungan teman sebaya

menjadi berkurang, sempitnya mendapatkan kesempatan kerja, yang otomatis lebih

mengekalkan kemiskinan (status ekonomi keluarga rendah karena pendidikan yang

minim).

b. Dampak bagi anak, akan melahirkan bayi lahir dengan berat rendah, sebagai

penyebab utama tingginya angka kematian ibu dan bayi, cedera saat lahir, komplikasi

persalinan yang berdampak pada tingginya mortalitas.

c. Pernikahan dini merupakan salah satu faktor penyebab tindakan kekerasan terhadap

istri, yang timbul karena tingkat berpikir yang belum matang bagi pasangan muda

tersebut.

d. Kesulitan ekonomi dalam rumah tangga.

e. Pengetahuan yang kurang akan lembaga perkawinan.

f. Relasi yang buruk dengan keluarga.

2.2.4 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pernikahan Dini

Menurut Alfiah (2010) dalam Jannah (2011), faktor-faktor yang mempengaruhi

pernikahan dini yaitu:

a. Faktor Ekonomi

Terjadi pada masyarakat yang tergolong menengah ke bawah. Biasanya berawal

dari ketidakmampuan mereka melanjutkan pendidikan mereka ke jenjang yang lebih

tinggi. Terkadang mereka hanya bisa melanjutkan sampai sekolah menengah saja atau

(8)

merupakan sebuah solusi dari kesulitan yang mereka hadapi. Terutama bagi perempuan,

dimana kondisi ekonomi yang sulit, para orangtua lebih memilih mengantarkan putri

mereka untuk menikah, karena paling tidak beban mereka akan berkurang. Tetapi

berbeda bagi anak laki-laki yang mempunyai peran dalam kehidupan berumah tangga

sangatlah besar, sehingga bagi kaum adam minimal harus mempunyai keterampilan

terlebih dahulu sebagai modal awal membangun rumah tangga mereka. Bagi sebuah

keluarga yang miskin, pernikahan usia dini dapat menyelamatkan masalah sosial

ekonomi keluarga.

b. Faktor Pendidikan

Rendahnya tingkat pendidikan menjadikan para remaja tidak mengetahui berbagai

dampak negatif dari pernikahan anak. Dengan demikian meraka menikah tanpa memiliki

bekal yang cukup tentang dampak bagi kesehatan reproduksi, mereka tentu tidak tahu.

Untuk itu perlu sosialisasi dampak negatif ini, karena rata-rata mereka hanya lulusan SD.

Padahal pentingnya untuk memberikan pendidikan seks mulai anak berusia dini. Hal ini

bertujuan agar anak nantinya setelah dewasa mengetahui betul perkembangan reproduksi

mereka, bagaimana menjaga kesehatan reproduksi mereka, dan kapan atau pada usia

berapa mereka sudah bisa memantaskan diri untuk siap melakukan hubungan yang sehat.

c. Kekhawatiran Orang Tua

Orang tua khawatir kena aib karena anak perempuannya berpacaran dengan

laki-laki sangat dekat sehingga segera mengawinkan anaknya.

d. Media Massa

Banyaknya media massa yang menayangkan seks menyebabkan remaja modern

(9)

h. Faktor Adat

Faktor adat juga turut mengambil andil yang cukup besar, karena kebudayaan ini

diturunkan dan sudah mengakar layaknya kepercayaan. Dalam adat setempat

mempercayai apabila anak perempuannya tidak segera menikah, itu akan memalukan

keluarga karena dianggap tidak laku dalam lingkungannya. Atau jika ada orang yang

secara finansial dianggap sangat mampu dan meminang anak mereka, dengan tidak

memandang usia atau status pernikahan, kebanyakan orangtua menerima pinangan

tersebut karena beranggapan masa depan sang anak akan lebih cerah, dan tentu saja ia

diharapkan bisa mengurangi beban sang orangtua. Tak lepas dari hal tersebut, tentu saja

banyak dampak yang tidak terpikir oleh mereka sebelumnya.

Menurut R.T. Akhmad Jayadiningrat, sebab-sebab utama dari perkawinan usia

muda adalah:

a. Keinginan untuk segera mendapatkan tambahan anggota keluarga

b. Tidak adanya pengertian mengenai akibat buruk perkawinan terlalu muda, baik bagi

mempelai itu sendiri maupun keturunannya.

c. Sifat kolot orang jawa yang tidak mau menyimpang dari ketentuan adat. Kebanyakan

orang desa mengatakan bahwa mereka itu mengawinkan anaknya begitu muda hanya

karena mengikuti adat kebiasaan saja.

Terjadinya perkawinan usia muda menurut Hollean dalam Suryono disebabkan

oleh:

a. Masalah ekonomi keluarga

b. Orang tua dari gadis meminta masyarakat kepada keluarga laki-laki apabila mau

(10)

c. Bahwa dengan adanya perkawinan anak-anak tersebut, maka dalam keluarga gadis

akan berkurang satu anggota keluarganya yang menjadi tanggung jawab (makanan,

pakaian, pendidikan, dan sebagainya) (Soekanto, 1992).

Menurut teori Syafrudin dan Mariam, 2010. Faktor yang menyebabkan pernikahan usia

dini adalah :

1. Pendidikan

Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan

proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk

memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak

mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

Pendidikan secara umum dapat didefenisikan adalah suatu usaha pembelajaran yang

direncanakan untuk mempengaruhi individu ataupun kelompok sehingga mau melaksanakan

tindakan-tindakan untuk menghadapi masalah-masalah dan meningkatkan kesehatannya.

Berkaitan dengan defenisi tersebut, maka pendidikan dibedakan atas tiga jenis yaitu

pendidikan formal, pendidikan informal, dan pendidikan nonformal.

Pendidikan formal adalah jalur pendidikan yang terstruktur dan berjenjang yang terdiri atas

pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi.

Pendidikan formal terdiri dari pendidikan formal berstatus negeri dan pendidikan formal

berstatus swasta.

Semakin muda usia menikah, maka semakin rendah tingkat pendidikan yang dicapai

oleh seorang anak. Pernikahan anak seringkali menyebabkan anak tidak lagi bersekolah,

karena kini ia mempunyai tanggungjawab baru, yaitu sebagai istri dan sebagai calon ibu, atau

kepala keluarga dan calon ayah, yang lebih banyak berperan mengurus rumah tangga dan

(11)

berhenti sekolah dan kemudian dinikahkan untuk mengalihkan beban tanggungjawab

orangtua menghidupi anak tersebut kepada pasangannya (UNICEF, 2006). Dari berbagai

penelitian didapatkan bahwa terdapat korelasi antara tingkat pendidikan yang rendah dan usia

saat menikah.

2. Ekonomi

Motif ekonomi, harapan tercapainya keamanan sosial dan finansial setelah menikah

menyebabkan banyak orangtua menyetujui pernikahan usia dini (UNICEF, 2001). Secara

umum, pernikahan anak lebih sering dijumpai di kalangan keluarga miskin, meskipun terjadi

pula di kalangan keluarga ekonomi atas. Di banyak negara, pernikahan anak seringkali terkait

dengan kemiskinan. Sayangnya, pernikahan gadis ini juga menikah dengan dengan pria

berstatus ekonomi tak jauh berbeda, sehingga menimbulkan kemiskinan baru.

3. Sosial Budaya

Budaya adalah satu kesatuan yang kompleks, termasuk didalamnya pengetahuan,

kepercayaan, seni, moral, adat istiadat, dan kesanggupan serta kebiasaan yang diperolah

manusia sebagai anggota masyarakat. Latar belakang budaya mempunyai pengaruh yang

penting terhadap aspek kehidupan manusia, yaitu kepercayaan, tanggapan, emosi, bahasa,

agama, bentuk keluarga, diet, pakian, bahasa tubuh

• Adat Istiadat

Di banyak daerah di Indonesia ada semacam anggapan jika anak gadis yang telah dewasa

belum berkeluarga dipandang merupakan aib keluarga. Untuk mencegah aib tersebut, para

orangtua berupaya secepat mungkin menikahkan anak gadis yang dimilikinya, yang pada

akhirnya mendorong terjadinya pernikahan dini.

(12)

Di banyak daerah masih ditemukan adanya pandangan dan kepercayaan yang salah,

misalnya kedewasaan seseorang dinilai dari status pernikahan, adanya anggapan bahwa

status janda lebih baik daripada perawan tua, adanya anggapan bahwa kejantanan

seseorang dinilai dari seringnya melakukan pernikahan.

UNICEF mengemukakan dua alasan utama terjadinya pernikahan dini (early marriage):

1. Pernikahan dini sebagai sebuah strategi untuk bertahan secara ekonomi (early marriage as a strategy for economic survival).

Kemiskinan adalah faktor utama yang menyebabkan timbulnya pernikahan dini.

Ketika kemiskinan semakin tinggi, remaja putri yang dianggap menjadi beban

ekonomi keluarga akan dinikahkan dengan pria lebih tua darinya dan bahkan sangat

jauh jarak usianya. Hal ini adalah strategi bertahan sebuah keluarga.

2. Untuk melindungi wanita (protecting girls)

Pernikahan dini adalah salah satu cara untuk memastikan bahwa anak perempuan yang

telah menjadi istri benar-benar terlindungi, melahirkan anak yang sah, ikatan perasaan

yang kuat dengan pasangan, dan sebagainya. Menikahkan anak di usia muda merupan

salah satu cara untuk mencegah anak dari perilaku seks pranikah. Kebanyakan

masyarakat sangat menghargai nilai keperawanan dan dengan sendirinya hal ini

memunculkan sejumlah tindakan untuk melindungi anak perempuan mereka dari

perilaku seksual pranikah.

(13)

Remaja adalah peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa dan merupakan suatu

periode ketika anak laki-laki dan anak perempuan menghadapi sejumlah tekanan yang

menuntut mereka untuk menyesuaikan diri, menyelidiki, dan mengalami kehidupan

seperti yang telah budaya definisikan. Anak laki-laki pada sebagian besar masyarakat

menghadapi tekanan sosial dan budaya selama masa remaja untuk berhasil di sekolah,

membuktikan seksualitasnya, ikut serta dalam olahraga dan aktivitas fisik,

mengembangkan kelompok sosial dengan teman sebayanya, menunjukkan

kemampuan mereka dalam menangani ekonomi keluarga dan tanggung jawab

finansial. Remaja putri mengalami hal yang berlawanan. Pengalamam masa remaja

bagi para remaja putri di banyak negara berkembang lebih difokuskan pada masalah

pernikahan, menekankan pada pekerjaan rumah tangga dan kepatuhan, serta sifat yang

baik untuk menjadi istri dan ibu.

2. Nilai virginitas dan ketakutan mengenai aktivitas seksual pranikah (value of virginity and fears about premarital sexual activity)

Beberapa budaya di dunia, wanita tidak memiliki kontrol terhadap seksualitasnya,

tetapi merupakan properti bagi ayah, suami, keluarga, atau kelompok etnis mereka.

Oleh karena itu, keputusan untuk menikah, melakukan aktivitas seksual, biasanya

anggota keluarga yang menentukan, karena perawan atau tidaknya seseorang sebelum

menikah menentukan harga diri keluarga. Ketika anak perempuan mengalami

menstruasi, ketakutan akan aktivitas seksual sebelum menikah dan kehamilan menjadi

perhatian utama keluarga.

(14)

Tekanan menggunakan pernikahan untuk memperkuat keluarga, kasta, atau

persaudaraan yang kemudian membentuk penggabungan politik, ekonomi, dan sosial

cenderung menurunkan usia untuk menikah pada beberapa budaya. Transaksi ekonomi

juga menjadi bagian integral dalam proses pernikahan.

4. Kemiskinan (the role of proverty)

Kemiskinan dan tingkat ekonomi lemah juga merupakan alasan yang penting

menyebabkan pernikahan dini pada remaja putri. Remaja putri yang tinggal di

keluarga yang sangat miskin, sebisa mungkin secepatnya dinikahkan untuk

meringankan beban keluarga.

Adapun pernikahan usia remaja yang disebabkan oleh faktor dari diri sendiri,

yaitu:

1. Menurut Sarwono (2006), pernikahan muda atau pernikahan dini banyak terjadi pada

masa pubertas karena remaja sangat rentan terhadap perilaku seksual yang membuat

mereka melakukan aktivitas seksual sebelum menikah sehingga menyebabkan

kehamilan yang kemudian solusinya adalah dengan menikahkan mereka.

2. Sanderowitz dan Paxman dalam Sarwono (2006) menyatakan bahwa pernikahan muda

juga sering terjadi karena remaja berpikir secara emosional untuk melakukan

pernikahan. Mereka berpikir telah saling mencintai dan siap untuk menikah. Faktor

penyebab lain pernikahan muda adalah perjodohan orangtua. Perjodohan sering terjadi

akibat putus sekolah dan permasalahan ekonomi.

3. Menurut Surjandi (2002), pernikahan usia remaja juga sering disebabkan oleh rasa

ingin coba-coba, perubahan organobiologik yang dialami remaja mempunyai sifat

(15)

2.2.5 Dampak Akibat Pernikahan Dini 1. Dampak Positif

a. Dukungan Emosional

Dengan dukungan emosional maka dapat melatih kecerdasan emosional dan

spiritual dalam diri setiap pasangan (ESQ).

b. Dukungan Keuangan

Dengan menikah di usia dini dapat meringankan beban ekonomi menjadi lebih

menghemat.

c. Kebebasan yang Lebih

Dengan berada jauh dari rumah maka menjadikan mereka bebas melakukan hal

sesuai keputusannya untuk menjalani hidup mereka secara finansial dan emosional.

d. Belajar Memikul Tanggung Jawab di Usia Dini

Banyak pemuda yang waktu masa sebelum nikah tanggung jawabnya masih kecil

karena ada orang tua mereka. Dengan menikah, mereka harus dapat mengatur

urusan mereka tanpa bergantung pada orang tua.

e. Terbebas dari Perbuatan Maksiat

Dengan menikah akan menghindarkan seseorang dari perbuatan maksiat seperti

zina dan lain-lain.

2. Dampak Negatif

a. Segi Pendidikan

Seseorang yang melakukan pernikahan terutama pada usia yang masih muda, tentu

akan membawa berbagai dampak, terutama dalam dunia pendidikan. Jika sesorang

(16)

keinginannya untuk melanjutkan sekolah lagi atau menempuh pendidikan yang

lebih tinggi tidak akan tercapai. Hal tersebut dapat terjadi karena motivasi belajar

yang dimiliki seseorang tersebut akan mulai mengendur karena banyaknya tugas

yang harus mereka lakukan setelah menikah. Dengan kata lain, pernikahan dini

dapat menghambat terjadinya proses pendidikan dan pembelajaran.

Selain itu belum lagi masalah ketenagakerjaan, seperti realita yang ada di dalam

masyarakat, seseorang yang mempunyai pendidikan rendah hanya dapat bekerja

sebagai buruh saja. Dengan demikian dia tidak dapat mengeksplor kemampuan

yang dimilikinya.

b. Segi Kesehatan

Perempuan yang menikah di bawah umur 20 tahun mempunyai resiko terhadap alat

reproduksinya sekalipun ia sudah mengalami menstruasi atau haid karena pada

masa remaja ini, alat reproduksinya belum matang untuk melakukan fungsinya.

Rahim (uterus) baru siap melakukan fungsinya setelah umur di atas 20 tahun sampai dengan usia 35 tahun, karena pada masa ini fungsi hormonal melewati masa

yang maksimal. Pada usia 14-18 tahun, perkembangan otot-otot rahim belum cukup

baik kekuatan dan kontraksinya sehingga jika terjadi kehamilan rahim dapat

rupture (robek). Pada usia 14-19 tahun, sistem hormonal belum stabil, kehamilan menjadi tak stabil, mudah terjadi pendarahan dan terjadilah abortus atau kematian

janin. Usia kehamilan terlalu dini dari persalinan memperpanjang rentang usia

reproduksi aktif.

Ada dua dampak medis yang ditimbulkan oleh pernikahan usia dini ini, yakni

(17)

Dalam laporan WHO kanker leher rahim setidaknya sudah merenggut jiwa

wanita hingga 5 juta, sedangkan di Indonesia walaupun belum jelas berapa

angka pastinya, diperkirakan 90-100 jiwa dari 100 ribu penduduk mengindap

kanker leher rahim. Hal ini menjadikan kanker leher rahim pembunuh wanita

nomer dua setelah kanker payudara.

Perkawinan dalam usia muda merupakan salah satu faktor yang menyebabkan

keganasan mulut rahim. Kanker serviks adalah kanker yang menyerang bagian

ujung bawah rahim yang menonjol ke vagina. Kanker serviks merupakan kanker

yang berasal dari leher rahim ataupun mulut rahim yang tumbuh dan

berkembang dari serviks, dapat menembus keluar serviks sehingga tumbuh di

luar serviks bahkan terus tumbuh sampai dinding panggul. Pada usia remaja,

sel-sel leher rahim belum matang. Kalau terpapar human papiloma virus atau HPV pertumbuhan sel akan menyimpang menjadi kanker. Sekitar 70% – 80% dari

pengidap kanker serviks disebabkan oleh virus HPV 16 dan HPV 18 sebagai

penyebab utamanya.

Infeksi HPV paling sering terjadi pada kalangan dewasa muda (18-28 tahun).

Perkembangan HPV ke arah kanker serviks pada infeksi pertama tergantung dari

jenis HPV-nya. HPV tipe risiko rendah atau tinggi dapat menyebabkan kelainan

yang disebut pra-kanker.

2. Resiko Tinggi Ibu Hamil

Dilihat dari segi kesehatan, pasangan usia muda dapat berpengaruh pada

tingginya angka kematian ibu yang melahirkan, kematian bayi serta berpengaruh

(18)

usia yang kecil resikonya dalam melahirkan adalah antara usia 20-35 tahun,

artinya melahirkan pada usia kurang dari 20 tahun dan lebih dari 35 tahun

mengandung resiko tinggi. Ibu hamil usia 20 tahun ke bawah sering mengalami

prematuritas (lahir sebelum waktunya) besar kemungkinan cacat bawaan, fisik

maupun mental, kebutaan dan ketulian, berisiko pada kematian, pendarahan,

keguguran, hamil anggur. Selain itu, risiko kematian akibat keracunan

kehamilan juga banyak terjadi pada wanita yang melahirkan di usia dini. Salah

satunya penyebab keracunan kehamilan ini adalah tekanan darah tinggi atau

hipertensi.

Remaja tahap awal beresiko paling besar untuk menghadapi masalah dalam

masa hamil dan melahirkan anak, BBLR, kematian bayi dan abortus, remaja

tahap awal cenderung memulai perawatan prenatal lebih lambat daripada remaja

berusia lebih tua dan wanita dewasa, mereka memiliki resiko tinggi.

Dengan demikian, dilihat dari segi medis, pernikahan dini akan membawa

banyak kerugian. Bahkan pernikahan dini bisa dikategorikan sebagai bentuk

kekerasan psikis dan seks bagi anak, yang kemudian dapat mengalami trauma.

c. Segi Psikologi

Menurut para psosiolog, ditinjau dari sisi sosial, pernikahan dini dapat mengurangi

harmonisasi keluarga. Hal ini disebabkan oleh emosi yang masih labil, gejolak

darah muda, dan cara pikir yang belum matang. Melihat pernikahan dini dari

berbagai aspeknya memang mempunyai banyak dampak negatif. Oleh karenanya,

pemerintah hanya mentolerir pernikahan di atas umur 19 tahun untuk pria dan 16

(19)

2.3 Remaja

2.3.1 Pengertian Remaja

Masa remaja adalah masa yang penuh gejolak, masa yang penuh dengan

pengenalan dan petualangan akan hal-hal yang baru termasuk pengalaman berinteraksi

dengan lawan jenis sebagai bekal untuk mengisi kehidupan kelak.

Remaja selalu berusaha untuk menemukan pengalaman baru karena rasa

keingintahuan yang besar dari remaja. Sayangnya, banyak di antara mereka yang tidak

sadar bahwa terkadang pengalaman yang menyenangkan justru dapat menjerumuskan.

Dalam masa remaja terjadi masa strom and stress di mana terjadi pergolakan emosi yang

disebabkan karena perubahan fisik dan perubahan psikis yang cepat. Pergolakan emosi

yang terjadi ini akan berpengaruh terhadap munculnya perilaku.

Beberapa pengertian tentang remaja:

a. Menurut Daradjat (2003) remaja adalah anak yang ada pada masa peralihan di antara

masa anak-anak dan masa dewasa dimana anak-anak mengalami perubahan cepat di

segala bidang. Mereka bukan lagi anak-anak, baik bentuk badan, sikap dan cara

berpikir dan bertindak, tetapi bukan orang dewasa yang telah matang.

b. Menurut WHO remaja adalah usia 12 tahun sampai 24 tahun. Namun jika pada usia

remaja sudah menikah maka ia tergolong dalam dewasa, atau bukan lagi remaja.

Sebaliknya jika usia sudah bukan lagi remaja tetapi masih bergantung pada orngtua

(tidak mandiri) maka dimasukkan dalam remaja.

c. Menurut Konopka (1973) yang dikutip Pikunas (1976) menjelaskan bahwa masa

(20)

d. Menurut Monks (1998) remaja berlangsung antara umur 12 dan 21 tahun dengan

pembagian 12-15 tahun masa muda awal, 15-18 tahun masa muda pertengahan,

18-21 tahun masa muda akhir.

e. Menurut Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 mengenai kesejahteraan anak,

remaja adalah individu yang belum mencapai 21 tahun dan belum menikah.

f. Menurut Stanley Hall dalam Santrock (2003), usia remaja berada pada rentang 12-23

tahun.

g. Menurut Papalia dan Olds (2001), masa remaja adalah masa transisi perkembangan

antara masa kanak-kanak dan masa dewasa yang pada umumnya dimulai pada usia

12 atau 13 tahun dan berakhir pada usia akhir belasan tahun atau awal 21 tahun.

h. Menurut bkkbn (Direktorat Remaja dan Perlindungan Hak Reproduksi), batasan usia

remaja adalah 10-21 tahun.

i. Menurut Soetjiningsih (2004), berdasarkan kematangan psikososial dan seksual

dalam tumbuh kembang menuju dewasa, semua remaja akan melewati tahapan

berikut:

1. Masa remaja awal/dini (early adolescence): umur 11-13 tahun 2. Masa remaja pertengahan (middle adolescence): umur 14-16 tahun 3. Masa remaja lanjut (late adolescence): umur 17-20 tahun.

j. Menurut Sarwono (2006), batasan usia remaja adalah usia 11 sampai 24 tahun dan

belum menikah, dengan pertimbangan sebagai berikut:

1. Usia 11 tahun adalah usia dimana pada umumnya tanda-tanda seksual sekunder

(21)

2. Pada masyarakat Indonesia, usia 11 tahun sudah dianggap akil baligh baik adat

maupun agama, sehingga masyarakat tidak lagi memperlakukan mereka sebagai

anak-anak.

3. Pada usia tersebut mulai ada tanda-tanda penyempurnaan perkembangan jiwa.

4. Batasan usia 24 tahun merupakan batas maksimum untuk memberi peluang

kepada mereka yang sampai batas usia tersebut masih menggantungkan diri pada

orang tua.

5. Remaja yang sudah menikah dianggap dan diperlakukan sebagai dewasa penuh

dilihat dari sudut pandang hukum.

2.3.2 Ciri-Ciri Masa Remaja

a. Masa Remaja Sebagai Periode yang Penting

Pada masa remaja sebagai akibat fisik dan psikologis mempunyai persepsi yang

sama penting. Perkembangan fisik yang cepat disertai dengan cepatnya perkembangan

mental terutama pada awal masa remaja, dimana perkembangan itu dapat menimbulkan

perlunya penyesuaian mental dan perlunya membentuk sikap, nilai, dan minat baru

(Hurlock,1999).

b. Masa Remaja Sebagai Periode Peralihan

Peralihan tidak berarti terputus atau berubah dari apa yang terjadi sebelumnya,

tetapi peralihan yang dimaksud adalah dari satu tahap perkembangan ke tahap berikutnya.

Artinya, apa yang telah terjadi sebelumnya akan meninggalkan bekasnya pada apa yang

terjadi sekarang dan yang akan datang. Bila anak beralih dari masa kanak-kanak ke masa

(22)

harus mempelajari pola perilaku dan sikap baru untuk menggantikan perilaku dan sikap

yang sudah ditinggalkan (Hurlock,1999).

c. Masa Remaja Sebagai Usia Bermasalah

Masalah pada masa remaja sering menjadi masalah yang sulit diatasi baik oleh

anak laki-laki maupun anak perempuan. Terdapat dua alasan bagi kesulitan itu, yaitu (1)

sepanjang masa kanak-kanak, masalah anak-anak sebagian diselesaikan oleh orang tua

dan guru-guru, sehingga kebanyakan remaja tidak berpengalaman dalam mengatasi

masalah. (2) Para remaja merasa mandiri, sehingga mereka ingin mengatasi masalahnya

sendiri, menolak bantuan orangtua dan guru-guru. Ketidakmampuan remaja untuk

mangatasi sendiri masalahnya, maka memakai menurut cara yang mereka yakini.

Banyak remaja akhirnya menemukan bahwa penyelesaiannya tidak selalu sesuai

dengan harapan mereka. Banyak kegagalan yang seringkali disertai akibat tragis, bukan

karena ketidakmampuan individu tetapi kenyataan bahwa tuntutan yang diajukan

kepadanya, justru pada saat semua tenaganya telah dihabiskan untuk mencoba mengatasi

masalah pokok, yang disebabkan oleh pertumbuhan dan perkembangan seksual yang

normal (Hurlock, 1999).

d. Masa Remaja Sebagai Masa Mencari Identitas

Sepanjang usia kelompok pada akhir masa kanak-kanak, penyesuaian diri dengan

standar kelompok adalah jauh lebih penting bagi anak yang lebih besar daripada

individualitas. Seperti bagi anak yang lebih besar, ingin cepat seperti teman-teman

kelompoknya. Tiap penyimpangan dari standar kelompok dapat mengancam

(23)

2.3.3 Masa Pubertas Remaja

Dalam ilmu kedokteran dan ilmu faal, remaja dikenal sebagai suatu tahap

perkembangan fisik dimana alat-alat kelamin manusia mencapai kematangan, secara

anatomis berarti alat kelamin pada khususnya dan keadaan tubuh yang sempurna dan

secara faal alat–alat kelamin sudah berfungsi secara sempurna pula. Tahap ini dinamakan

masa pubertas (Sarwono, 2006).

Masa pubertas adalah masa yang khusus dimana seorang anak merasakan adanya

kebutuhan yang sangat kuat pada lawan jenis atau keinginan bercinta begitu mendalam.

Dan masa ini disebut juga sebagai masa perkembangan seksual anak yang berada pada

masa yang mengalami perubahan fisik dan psikis dengan cepat (Sarwono, 2006).

Penyebab munculnya pubertas ini adalah hormon yang dipengaruhi oleh hipofisis (pusat

dari seluruh sistem kelenjer penghasil hormon tubuh). Berkat kerja hormon ini, remaja

memasuki masa pubertas sehingga mulai muncul ciri-ciri kelamin sekunder yang dapat

membedakan antara perempuan dan laki-laki. Dengan kata lain, pubertas terjadi karena

tubuh mulai memproduksi hormon-hormon seks sehingga alat reproduksi telah berfungsi

dan tubuh mengalami perubahan.

Pubertas berasal dari bahasa Inggris “puberty”yang artinya usia kedewasaan (the age of manhord) dan berasal dari bahasa latin “pubescere” yang artinya masa pertumbuhan rambut di daerah tulang “pusic” (di wilayah kemaluan) (Sarwono, 2006).

Pertumbuhan fisik pada remaja ini lebih dikenal sebagai tanda-tanda

seksualsekunder. Perubahan fisik yang dialami antara lain:

a. Pada remaja perempuan akan mengalami menstruasi, pertumbuhan payudara, tumbuh

(24)

b. Pada remaja laki–laki akan mengalami mimpi basah, perubahan suara, tumbuh

rambut halus di wajah dan daerah lainnya, dan lain–lain.

2.3.4 Tugas Perkembangan Remaja

Menurut Havighurst dalam Santrock (2003), tugas perkembangan adalah

tugas-tugas yang harus diselesaikan individu pada fase-fase atau periode kehidupan tertentu,

dan apabila berhasil mencapainya akan membawa kebahagiaan dan kesuksesan ke tugas

perkembangan selanjutnya. Tetapi jika gagal akan menyebabkan ketidakbahagiaan pada

individu yang bersangkutan dan mengalami kesulitan-kesulitan dalam menuntaskan tugas

berikutnya. Adapaun yang menjadi sumber daripada tugas-tugas perkembangan adalah

kematangan fisik, tuntutan masyarakat atau budaya, dan nilai-nilai, serta aspirasi

individu. Tugas-tugas perkembangan remaja sebagai berikut:

a. Mencapai hubungan yang lebih matang dengan teman sebaya.

b. Mencapai peranan sosial sebagai pria atau wanita.

c. Menerima keadaan fisiknya dan menggunakannya secara efektif.

d. Mencapai kemandirian emosional dari orangtua dan orang dewasa lainnya.

e. Mencapai jaminan kemandirian ekonomi.

f. Memilih dan mempersiapkan karir (pekerjaan).

g. Belajar merencanakan hidup berkeluarga.

h. Mengembangkan keterampilan intelektual.

i. Mencapai tingkah laku yang bertanggung jawab secara sosial.

j. Memperoleh seperangkat nilai dan sistem etika sebagai petunjuk/pembimbing dalam

(25)

k. Mengamalkan nilai-nilai keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan dalam kehidupan

sehari-hari, baik pribadi maupun sosial.

Menurut Hurlock (1999), tugas-tugas dalam perkembangan mempunyai tiga

macam tujuan, yaitu:

a. Sebagai petunjuk bagi individu untuk mengetahui apa yang diharapkan masyarakat

dari mereka pada usia-usia tertentu.

b. Dalam memberi motivasi kepada setiap individu untuk melakukan apa yang

diharapkan dari mereka oleh kelompok sosial pada usia tertentu sepanjang kehidupan

mereka.

c. Menunjukkan kepada setiap individu tentang apa yang mereka hadapi dan tindakan

apa yang diharapkan dari mereka kalau sampai pada tingkat perkembangan

(26)

2.4 Kerangka Konsep

Kerangka konsep penelitian diambil dari teori Syafrudin dan Mariam (2010),

sehingga didapatkan kerangka konsep sebagai berikut:

Gambar 2.1 Kerangka Konsep

Pernikahan Dini Tingkat Pendidikan

Ekonomi

Gambar

Gambar 2.1 Kerangka Konsep

Referensi

Dokumen terkait

Arahan yang diturunkan dari Rencana Induk Penelitian Universitas tersebut diturunkan menjadi tema-tema penelitian dan tema-tema kegiatan pengabdian kepada masyarakat

Studi literatur merupakan prosedur untuk mendapatkan literatur / artikel tentang filtering firewall dengan IP Table, kemudian Mempelajari Sistem jaringan yang

Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian ini, dengan tujuan untuk mengetahui tingkat kepentingan menu olahan daging sapi menurut konsumen dan menganalisis

PENSIUN BAHAGIA, PELATIHAN PENSIUN, PELATIHAN PENSIUNAN, PELATIHAN PENSIUN DINI, PELATIHAN PERSIAPAN PENSIUN, PELATIHAN MENJELANG

Dalam penelitian ini sampel yang akan diambil adalah kelas VIII F MTsN Tulungagung yang dijadikan sebagai kelompok eksperimen dan kelas VIII G MTsN Tulungagung

In vascular endothelium, NO is released by endothelial nitric oxide synthase (eNOS) involving L-arginine and L-citrulline as substrate and product respectively (Incalza.. et al.,

Untuk mencegah agar rescue boat tidak karam dikarenakan pendangkalan sungai maka perlu merancang kapal sesuai dengan kedalaman sungai brantas, dimana kedalaman

Based on classical electrodynamics, it is argued that the Coulomb potential (which is strictly valid for two point charges at rest), commonly used in the study of energy levels